PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung)

  

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung)

(Jurnal Skripsi)

  

Oleh

SYLVIA DWITARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

2018

  

ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung)

Oleh

  

Sylvia Dwitara, Sunarto DM., Gunawan Jatmiko

Email: sylviadwitara1@gmail.com.

  Remisi pada dasarnya merupakan hak yang harus diberikan kepada setiap narapidana, namun demikian terdapat pengeculian pemberian remisi terhadap narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 34A Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung? (2) Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung? Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Narasumber terdiri dari pihak Lembaga Pemasyarakatan Way Hui dan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung adalah bagi narapidana yang menjalani masa hukuma ≤ 5 tahun, syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik, serta telah menjalani 1/3 dari masa hukuman dan tidak diwajibkan untuk menjadi Justice Collabolator. Remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika yang menjalani masa hukuman

  ≥ 5 tahun, syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik, serta telah menjalani 6 bulan dari masa hukuman dan diwajibkan untuk menjadi Justice Collabolator dan harus diajukan jika tidak maka remisi tidak bisa diberikan. Setelah semua syarat dipenuhi, maka narapidana yang bersangkutan dapat diberikan remisi. (2) Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung adalah secara internal yaitu adanya narapidana yang melakukan tindakan indisipliner dan narapidana yang yang masih menjalani masa pidana yang menjadi syarat ketentuan remisi, sedangkan hambatan eksternal adalah tidak disetujuinya pengajuan Justice Collabolator bagi narapidana yang menjalani masa hukuman di atas lima tahun.

  Kata Kunci: Remisi, Narapidana, Narkotika

  

ABSTACT

THE IMPLEMENTATION OF REMISSION AGAINT PRISONERS

OF NARCOTICS CRIME

(Study on Way Hui Narcotics Prison of Bandar Lampung)

  

Remission is basically a right that must be given to every prisoner, but there is revocation

of remission of convicted prisoners for committing a narcotic crime, as set forth in Article

  

34A of Government Regulation Number 99 Year 2012. The problems in this research are:

(1) How the implementation of remission againt prisoners of narcotics crime in Way Hui

Narcotics Prison of Bandar Lampung? (2) What are the factors inhibiting the

implementation of remission of prisoners of narcotic crime in Way Hui Narcotics Prison

of Bandar Lampung? The approach used is the normative juridical approach and the

empirical approach. The speakers consisted of the Way Hui Penitentiary and the Criminal

Law Division of the Law Faculty of Unila. Data collection was done by literature study

and field study, then the data were analyzed qualitatively. The results of this study

indicate: (1) Implementation of remission againt prisoners of narcotics crime at Narcotics

Narcotics Institute Way Hui Bandar Lampung is for prisoners who undergo a legal period

of ≤ 5 years, the requirement to obtain remission is well behaved, and has undergone 1/3

of term and not required to become Justice Collabolator. Remission for inmates who are

serving a sentence of 5 years, the requirement for remission is well-behaved, and has

served six months from the sentence and is required to become a Justice Collabolator and

must be submitted otherwise remission can not be granted. After all conditions are met,

then the prisoner concerned may be given remission. (2) Inhibiting factors in the

implementation of remission againt prisoners of narcotics crime in Way Hui Bandar

Lampung Narcotics Institution is internally that there are prisoners who perform

indisciplinary and prisoner actions which are still undergoing criminal period which is

the condition of remission provision, while the external barrier is the disapproval of

Justice Collabolator's appeal for inmates serving a sentence of over five years.

  Keywords: Remission, Prisoners, Narcotics

I. Pendahuluan

  Pemidanaan seseorang di dalam Lembaga Pemasyarakatan diharapkan hanya untuk sementara, setelah masa pidana selesai maka ia akan kembali ke tengah masyarakat dan keluarganya.

  Lembaga Pemasyarakatan menyelenggarakan pembinaan terhadap narapidana di antaranya adalah pembinaan mental, yang diterapkan berdasarkan asumsi bahwa rata-rata narapidana selalu mempunyai problem mental. Pembinaan sosial dimaksudkan untuk membantu mengembangkan kepribadian narapidana dalam hidup bermasyrakat. Lembaga Pemasyarakatan juga melakukan pembinaan keterampilan, dengan maksud untuk memupuk dan mengembangkan bakat setiap narapidana sehingga keahlian dan keterampilan positif yang dimilikinya dapat dijadikan modal dalam kehidupannya setelah bebas nanti. Kegiatan ini meliputi identifikasi bakat dan hobi atau keahlian khusus lain. pemberian petunjuk pengarahan serta training persiapan, menyelenggarakani kursus pengetahuan umum dan latihan kejuruan, antara lain pertukangan, percetakan, pertanian dan peternakan., montir atau perbengkelan, menjahit, pangkas rambut dan kcgiatan lainnya, disesuaikan dengan sarana dan prasarana penunjang yang di miliki lembaga pemasyarakatan.

  sebagai reaksi masyarakat sebagai 1 Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia

  (Membangun Manusia Mandiri) , Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen

  adanya tindak pidana yang dilakukan oleh seorang pelanggar hukum. Oleh kerena itu pidana penjara juga disebut sebagai pidana hilang kemerdekaan. Seseorang dibuat tidak berdaya dan diasingkan secara sosial dari lingkungan semula. Upaya untuk memperlakukan narapidana memerlukan landasan sistem pemasyarakatan. Dengan singkat tujuan Pemasyarakatan mengandung makna bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna dalam masyarakat.

  2 Ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-

  Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Proses Pemasyarakatan yang dikenakan pada narapidana yaitu, terpidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.

  Hak-hak narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana, haruslah dilakukan sesuai dengan hak asasi manusia. Hak-hak narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan, masih belum diberikan sesuai dengan hak sebagai warga negara. Hal ini di sebabkan oleh kurang dipahaminya peraturan mengenai hak- hak narapidana yang tertuang dalam 2 Bambang Poernomo. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan .

1 Pidana penjara dalam sejarahnya dikenal

  Persyaratan berkelakuan baik tentang Pemasyarakatan oleh petugas sebagaimana dimaksud pada Lembaga Pemasyarakatan atau bahkan Ayat (2) huruf a dibuktikan

  3

  oleh narapidana dengan:

  a. sedang menjalani tidak Indonesia sebagai negara hukum, harus hukuman disiplin dalam melindungi hak-hak narapidana kurun waktu 6 (enam) bulan khususnya oleh para staf di Lembaga terakhir, terhitung sebelum Pemasyarakatan, karena hak-hak asasi tanggal pemberian narapidana sebagai warga masyarakat Remisi;dan harus diayomi walaupun telah melanggar b. telah mengikuti program hukum. Disamping itu, narapidana perlu pembinaan yang diayomi dari perlakuan tidak adil, diselenggarakan oleh Lapas misalnya penyiksaan, tidak mendapatkan dengan predikat baik. fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan haknya. Isu hukumnya adalah terdapat pengeculian pemberian remisi terhadap

  Salah satu hak narapidana adalah narapidana yang dipidana karena mendapatkan remisi. Secara umum melakukan tindak pidana narkotika, pemberian remisi terhadap narapidana sebagaimana diatur dalam Pasal 34A dan anak pidana diatur dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012: 2012 tentang Perubahan Kedua atas (1)

  Pemberian Remisi bagi Narapidana Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun yang dipidana karena melakukan 1999 tentang Syarat dan Tata Cara tindak pidana terorisme, narkotika Pelaksanaan Hak Warga Binaan dan prekursor narkotika, Pemasyarakatan: psikotropika, korupsi, kejahatan

  (1) terhadap keamanan negara,

  Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan kejahatan hak asasi manusia yang Remisi. berat, serta kejahatan transnasional

  (2) terorganisasi lainnya, selain harus

  Remisi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat diberikan memenuhi persyaratan sebagaimana kepada Narapidana dan Anak dimaksud dalam Pasal 34 juga harus Pidana yang telah memenuhi memenuhi persyaratan: syarat: a. bersedia bekerjasama dengan a. penegak hukum untuk membantu berkelakuan baik; dan b. membongkar perkara tindak telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan. pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan 3 uang pengganti sesuai dengan

  Bambang Priyono. Lembaga Pemasyarakatan

  putusan pengadilan untuk dan Permasalahannya , Liberty, Yogyakarta. Narapidana yang dipidana karena 1986. hlm. 23. melakukan tindak pidana korupsi; dan telah deradikalisasi yang peraturan perundang-undangan. diselenggarakan oleh Lapas Permasalahan dalam penelitian ini dan/atau Badan Nasional adalah sebagai berikut: Penanggulangan Terorisme, serta

  a. pelaksanaan Bagaimanakah menyatakan ikrar: pemberian remisi terhadap

  1) narapidana tindak pidana narkotika kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia di Lembaga Pemasyarakatan secara tertulis bagi Narkotika Way Hui Bandar Narapidana Warga Negara Lampung? Indonesia, atau b.

  Apakah faktor-faktor penghambat 2) akan mengulangi pelaksanaan pemberian remisi tidak perbuatan tindak pidana terhadap narapidana tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narkotika di Lembaga Narapidana Warga Negara Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Asing,yang dipidana karena Bandar Lampung? melakukan tindak pidana terorisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan

  (2) yuridis normatif dan yuridis empiris.

  Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika Pengumpulan data dilakukan dengan dan prekursor narkotika, studi pustaka dan studi lapangan. psikotropika sebagaimana dimaksud Analisis data dilakukan secara kualitatif. pada Ayat (1) hanya berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat II.

   Pembahasan 5 (lima) tahun.

  (3) untuk bekerjasama A.

  Kesediaan

   Pelaksanaan Pemberian Remisi

  sebagaimana dimaksud pada Ayat

  terhadap Narapidana Tindak

  (1) huruf a harus dinyatakan secara Pidana Narkotika di Lembaga tertulis dan ditetapkan oleh instansi Pemasyarakatan Narkotika Way penegak hukum sesuai dengan Hui Bandar Lampung ketentuan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan Pasal 1 Angka (6) Peraturan

  Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Sesuai dengan ketentuan di atas maka tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan diketahui bahwa pemberian remisi Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 terhadap narapidana yang dipidana tentang Syarat dan Tata Cara karena melakukan tindak pidana disertai Pelaksanaan Hak Warga Binaan dengan persyaratan yang cukup ketat Pemasyarakatan maka diketahui bahwa yaitu lamanya pidana penjara terhadap remisi adalah pengurangan masa narapidana narkotika adalah paling menjalani pidana yang diberikan kepada singkat 5 (lima) tahun dan harus bersedia narapidana dan anak pidana yang bekerjasama dengan aparat penegak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan hukum yang dinyatakan secara tertulis dalam peraturan perundang-undangan. dan HAM setelah mendapat bersangkutan selama menjalani pertimbangan dari Direktur Jenderal pidana: Pemasyarakatan. Pemberian Remisi a.

  Berbuat jasa kepada Negara; ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

  b. perbuatan yang Melakukan

  Adapun pihak yang berhak memperoleh bermanfaat bagi Negara atau remisi adalah: (1) Narapidana dan Anak kemanusiaan; Pidana; (2) Narapidana dan Anak Pidana

  c. perbuatan yang Melakukan yang tengah mengajukan permohonan membantu kegiatan pembinaan di grasi sambil menjalankan pidananya Lembaga Pemasyarakatan. serta Narapidana dan Anak Pidana Asing. Kementerian Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor Indonesia, menyelenggarakan sistem

  99 Tahun 2012 mengatur jenis-jenis pemasyarakatan agar narapidana dapat remisi sebagai berikut: memperbaiki diri dan tidak mengulangi

  1. tindak pidana, sehingga narapidana dapat

  Remisi Umum Remisi Umum yang diberikan diterima kembali dalam lingkungan kepada narapidana dan anak pidanan masyarakatnya, kembali aktif berperan yang pada tanggal 17 Agustus telah dalam pembangunan serta hidup secara menjalani masa penahanan paling wajar sebagai seorang warga negara. singkat 6 (enam) bulan dan belum menerima putusan pengadilan yang Besarnya remisi yang diberikan kepada berkekuatan hukum tetap narapidana dan anak pidana adalah 2. sebagai berikut:

  Remisi Khusus Remisi khusus diberikan pada hari 1.

  Remisi Umum (17 Agustus) besar keagamaan yang dianut oleh a.

  Tahun Pertama apabila telah Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani 6 bulan s/d 12 bulan, bersangkutan. Jika terdapat lebih dari besarnya remisi 1 bulan. satu macam hari besar keagamaan b.

  Tahun Pertama apabila telah dalam setahun untuk suatu agama menjalani lebih dari 12 bulan, tertentu, maka akan dipilih hari besar besarnya remisi 2 bulan. yang paling dimuliakan oleh c.

  Tahun Kedua, besarnya remisi 3 penganut agama yang bersangkutan. bulan. Remisi Khusus Susulan: Remisi d.

  Tahun Ketiga, besarnya remisi 4 Khusus yang diberikan kepada bulan. narapida dan anak pidana yang pada e.

  Tahun keempat, besarnya remisi hari besar keagamaan sesuai dengan 5 bulan. agama yang dianutnya telah f.

  Tahun kelima, besarnya remisi 5 menjalani masa penahanan paling bulan. singkat 6 (enam) bulan dan belum g.

  Tahun keenam, besarnya remisi 6 menerima putusan pengadilan yang bulan. berkekuatan hukum tetap h.

  Tahun ketujuh dan seterusnya, 3. besarnya remisi 6 bulan. Remisi Tambahan: kedua Remisi di Remisi Khusus (Idul Fitri, Natal, Nyepi dan Waisak) Tahun Pertama apabila telah menjalani pidana 6 bulan sampai dengan 12 bulan, diberikan remisi sebesar 15 hari.

  a.

  Apabila telah menjalani 12 bulan atau lebih, diberikan remisi sebesar 1 bulan.

  b.

  Tahun kedua dan ketiga, diberikan masing-masing 1 bulan.

  c.

  Tahun keempat dan kelima, diberikan masing-masing 1 bulan 15 hari.

  d.

  Tahun keenam dan seterusnya, diberikan remisi 2 bulan.

  8) Besarnya remisi yang diberikan 1/3 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.

  7) Melakukan pendidikan dan pengajaran kepada sesama narapidana dan anak didik.

  6) Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lapas atau Rutan.

  Besarnya remisi yang diberikan sebesar 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.

  (empat) kali atau salah satu organ tubuh bagi orang lain. 5)

  4) Menjadi donor darah 4

3. Remisi Tambahan a.

  2) Turut serta mengamankan

  Remisi diusulkan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara kepada Kepala Kantor Wilayah, sebagai berikut : a.

  Pengusulan Remisi Tambahan seluruhnya dilaksanakan dengan

  d.

  Pengusulan Remisi Tambahan sebagian dilaksanakan dengan menggunakan RT I.

  c.

  Pengusulan Remisi Umum seluruhnya dilaksanakan dengan menggunakan Formulir RU II.

  b.

  Pengusulan Remisi Umum sebagian dilaksanakan dengan menggunakan Formulir RU I.

  Prosedur pemberian remisi bagi narapidana menurut Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan adalah sebagai berikut: 1.

  Lapas atau Rutan apabila terjadi keributan atau huru hara. 3) Pengusulan sebagian dilaksanakan dengan menggunakan Formulir RK I.

  Berbuat jasa pada negara : 1)

  Membela negara secara moral, material dan fisik dari serangan musuh.

  2) Membela negara secara moral, material dan fisik terhadap pemberontakan yang berupaya memecah belah atau memisahkan diri dari Negara Kesatuan RI.

  3) Besarnya remisi : 1/2 dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan.

  b.

  Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

  1) Menemukan inovasi yang berguna untuk pembangunan bangsa dan negara RI.

  Turut serta menanggulangi akibat yang ditimbulkan sekitarnya.

  f.

  Pengusulan Remisi Khusus seluruhnya dilaksanakan dengan menggunakan Formulir RK II.

  2. Kepala Kantor Wilayah melanjutkan usulan Remisi dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara bagi Narapidana 3. Penetapan pemberian Remisi kepada

  Narapidana dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri.

  Narapidana dilaksanakan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas nama Menteri.

  Proses pemberian remisi kepada narapidana yang menjalani masa pidana di bawah 5 (lima) tahun berbeda dengan narapidana yang menjalani masa hukuman di atas 5 (lima) tahun. Dalam persyaratan umum kriteria “berkelakuan baik” selalu menjadi syarat utama untuk mendapatkan remisi, tetapi terdapat berbedaan untuk narapidana dengan masa pidana di bawah 5 (lima) tahun, remisi dapat diajukan setelah narapidana yang bersangkutan menjalankan menjalani masa hukuman lebih dari 1/, untuk narapidana dengan masa pidana di atas 5 (lima) tahun harus menjalani masa hukuman selama 6 (enam) bulan. Ketentuan tersebut tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. hukuman di atas 5 (lima) tahun harus memenuhi syarat tambahan, yaitu adanya Justice Collabolator yang diajukan kepada instansi yang berwenang. Jika Justice Collabolator itu diterima maka remisi dapat diberikan, jika tidak maka remisi tidak dapat diberikan. Syarat tambahan yang lain adalah terdapat dalam Pasal 34A Pemerintah Republik Indonesia Nomor

  99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

  Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 memperketat pemberian remisi terhadap tindak pidana narkotika, hal ini karena dalam peraturan tersebut digolongkan remisi terhadap tindak pidana umum dengan syaratnya, dan juga remisi tindak pidana khusus (narkotika) beserta syaratnya, dan juga dijelaskan pula mengenai kriteria “berkelakuan baik” dan juga adanya syarat tambahan bagi narapidana yang menjalani masa pidana lebih dari lima tahun. Untuk mendapatkan remisi kepada narapidana yang menjalani masa hukuman di atas lima tahun diharuskan terlebih dahulu untuk mengajukan diri sebagai Justice Collabolator, yaitu surat pengantar yang isinya persetujuan untuk pemberian remisi kepada narapidana dengan syarat mampu bekerjasama untuk mengungkap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang diajukan oleh kepala lapas kepada Kejaksaan Negeri, pihak Kepolisian atau langsung ditujukan kepada Badan Narkotika Nasional.

4. Penetapan pemberian Remisi kepada

  Impelementasi pemenuhan hak mendapatkan remisi di Lapas Narkotika khususnya Pasal

  34 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 peraturan tersebut berlaku bagi tindak pidana ≤ 5 tahun yang berkelakuan baik, serta tidak diwajibkan diajukanya Justice

  Collabolator (Justice Collabolator) dan

  Pasal 34 dan 34A Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 bagi narapidana ≥ 5 tahun yang berkelakuan baik, serta diwajibkan untuk mengajukan Justice

  Collabolator .

  Berdasarkan uraian mengenai pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung, maka penulis dapat menganalisis bahwa pemberian remisi tersebut sesuai dengan teori tujuan pemidanaan, khususnya teori relatif atau tujuan. Teori relatif atau tujuan sebagaimana dikemukakan Muladi dan Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa tujuan pidana bukanlah sekedar rnelaksanakan pembalasan dari suatu perbuatan jahat, tetapi juga rnernpunyai tujuan lain yang bermanfaat, dalam arti bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang telah berbuat jahat, melainkan pidana dijatuhkan agar orang tidak melakukan kejahatan. Memidana harus ada tujuan lebih lanjut daripada hanya menjatuhkan pidana saja, sehingga dasar pembenaran pidana munurut teori relatif atau tujuan ini adalah terletak pada tujuannya. Tujuan pidana untuk mencegah kejahatan ini dapat dibedakan antara prevensi khusus (special prevention) dengan prevensi umum (general

  prevention), prevensi khusus

  dimaksudkan pengaruh pidana terhadap mempengaruhi tingkah laku terpidana untuk tidak melakukan tindak pidana.

  Teori ini seperti telah dikenal dengan

  rehabilitation theory . Sedangkan

  prevensi umum dirnaksudkan pengaruh pidana terhadap masyarakat, artinya pencegaaan kejahatan itu ingin dicapai oleh pidana dengan mempengaruhi tingkah laku masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana. 4 Pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika tersebut merupakan upaya memberikan pembinaan kepada narapidana agar menjadi pribadi yang lebih baik dan pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2006. Hal ini dikarenakan, pemberian remisi sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nonor 99 Tahun 2012, para terpidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun tidak akan mudah mendapatkan remisi karena adanya tambahan persyaratan yang tertuang dalam Syarat dan Tata Cara Pelaksanaa Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Tetapi dengan kata lain, untuk narapidana yang menjalani masa hukuman kurang dari 5 (lima) tahun masih menggunakan regulasi lama yaitu Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2006.

  Pembinaan pada sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila 4 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni, Bandung.

  1984. hlm.32. pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem Pemasyarakatan mempunyai tujuan akhir yaitu memulihkan kesatuan hubungan sosial (reintegrasi sosial) Warga Binaan dalam masyarakat, khususnya masyarakat di tempat tinggal asal mereka. Melalui sistem pemasyarakatan diharapkan seorang narapidana yang telah kembali ke masyarakat tidak akan melanggar hukum lagi dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

  Faktor Perundang-Undangan Faktor substansi hukum yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika adalah adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar hukumnya dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana yaitu Undang-Undang Nomor

  12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor

  31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Peraturan

  Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

  Sesuai dengan penjelasan di atas maka dapat dinyatakan bahwa adanya perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana merupakan aspek penting sebab dengan adanya dasar hukum maka pelaksanaan pembinaan akan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Proses Pemasyarakatan yang dikenakan pada narapidana yaitu, terpidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan Substansinya adalah pihak Lembaga Pemasyarakatan menyelenggarakan pembinaan dengan berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku dan apabila terdapat pelanggaran atau ketidak sesuaian maka konsekuensinya adalah harus ada mekanisme pertanggungjawaban secara hukum. Dengan adanya landasan hukum dalam pemberian remisi terhadap narapidana maka pihak Lembaga Pemasyarakatan memiliki payung hukum dalam memberikan pembinaan kepada narapidana. Tujuan Pemasyarakatan mengandung makna bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap perbuatan

B. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pemberian Remisi terhadap Narapidana Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung 1.

  memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna dalam masyarakat. Sesuai dengan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa dengan adanya landasan hukum yang kuat maka pemberian remisi terhadap narapidana akan dapat dilaksanakan secara baik.

2. Faktor Penegak Hukum

  Faktor penegak hukum yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika adalah adanya petugas pembina narapidana di Lapas Narkotika Way Hui Bandar Lampung. Berkaitan dengan kualitas dan kuantitas para petugas/pembina yang masih kurang, dilakukan dengan upaya meningkatkan kemampuan/keterampilan mereka melalui pendidikan dan pelatihan- pelatihan (diklat). Selain itu pula menganjurkan dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para petugas pembina maupun para pegawai lembaga pada umumnya untuk meningkatkan pendidikannya. Dengan pendidikan yang lebih memadai itu diharapkan pengetahuan dan keterampilan mereka semakin bertambah, sehingga dengan sendirinya kualitasnya semakin baik pula. Sesuai dengan keterangan di atas maka dapat penulis nyatakan bahwa kualitas dan kuantitas faktor aparat penegak hukum dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana merupakan komponen yang penting, sebab mereka adalah pelaksana pembinaan di lapangan. Oleh karena itu ketersediaan tenaga pelaksana pembinaan yang professional dan berkualitas akan sangat narapidana. Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa faktor aparat penegak hukum, khususnya sumber daya manusia pada Narapidana merupakan faktor yang penting, sebab mereka adalah tenaga pelaksana pembinaan terhadap narapidana.

  3. Faktor Sarana dan Fasilitas Faktor sarana dan fasilitas yang mempengaruhi pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika adalah ketersediaan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembinaan sehingga memungkinkan Pembimbing Kemasyarakatan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

  Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan pembinaan sangat penting dalam mencapai keberhasilan pembinaan terhadap narapidana. Data penelitian menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang ada masih sangat terbatas dan tenaga kesehatan yang bertugas juga kurang optimal yaitu hanya ditempatkan satu orang perawat jaga, sehingga apabila narapidana yang sakit keras dan membutuhkan perawatan intensif maka pihak Lapas akan merujuk narapidana tersebut ke rumah sakit. Hal ini tentunya tidak ideal, sebab seharusnya ada petugas dokter jaga yang ditempatkan di Lapas dan peralatan medis juga harus disediakan secara memadai untuk mengantisipasi hal-hal yang bersifat mendesak (emergency). langsung dipergunakan dalam kegiatan pembinaan terhadap narapidana seperti peralatan komunikasi, transportasi dan teknologi informasi (komputer, faximili, internet dan sebagainya). Selain itu tersedia berbagai perangkat praktik keterampilan bagi narapidana, seperti mesin jahit, mesin obras dan alat masak memasak. Tersedia pula modul-modul pembinaan untuk meningkatkan pengetahuan narapidana mengenai pentingnya kesadaran hukum. Keberadaan sarana dan prasarana penunjang pembinaan ini perlu dioptimalkan, khususnya yang berkaitan dengan pembinaan kesadaran beragama dan keterampilan para narapidana, sehingga setelah mereka menyelasaikan masa tahanan, mereka memiliki keterampilan khusus dan akan mengaplikasi keterampilan tersebut setelah bebas.

  Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana, sebab dengan tersedianya sarana dan prasarana secara memadai maka pelaksanaan pembinaan narapidana akan dapat dilaksanakan secara maksimal. Secara ideal sarana dan prasarana yang harus tersedia adalah sarana penunjang pembinaan keagamaan (rumah/ruang ibadah), keterampilan, kesehatan (klinik dan alat-alat kesehatan) serta ruang konsultasi psikologis bagi para narapidana.

  Pemberian remisi merupakan perintah dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun menjalani pembinaan untuk merubah perilaku sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan. Namun dalam pelaksanaanya, yang melibatkan beberapa lembaga lain di luar lembaga pemasyarakatan tidak dibarengi dengan suatu peraturan yang tegas dalam pelaksanaanya. Hal ini yang mengakibatkan adannya hambatan- hambatan yang justru mempersulit pemberian remisi kepada narapidana.

  Faktor penghambat hak remisi itu tidak bisa diberikan kepada para narapidana adalah faktor dari pelaku narapidana itu sendiri, seperti narapidana tidak berkelakuan baik atau terlibat melakukan tindakan indisipliner. Setiap narapidana yang melakukan pelanggaran/tindakan indisipliner akan dimasukkan ke dalam buku Register F. Di dalam buku tersebut tercatat secara terperinci semua pelanggaran yang dilakukan oleh setiap narapidana, dan telah menjadi syarat bahwa mereka tidak bisa diberikan remisi.

  Faktor lain dikarenakan bagi narapidana yang yang masih menjalani masa pidana yang menjadi syarat ketentuan remisi. Narapidana yang menjalani masa hukuman di bawah 5 tahun harus menjalani menjalani masa hukuman 1/3, dan bagi narapidana yang menjalan masa hukuman di atas 5 tahun harus menjalani masa hukuman 6 bulan. dan hal tersebut haruslah dijalani oleh narapidana yang ingin mendapatkan remisi karena peraturan tersebut tercantum sebagai syarat untuk mendapatkan remisi.

4. Faktor Masyarakat

  Adanya faktor penghambat tersebut, maka pihak Lembaga Pemasyarakatan maka dilakukan upaya untuk meminimalisir terjadinya faktor penghambat dalam pemberian remisi. Upaya untuk meminimalisir terjadinya faktor penghambat dalam pemberian remisi, yang pertama adalah dari faktor pelaku narapidana untuk meminimalisir terjadinya faktor penghambat dari pelaku adalah harus lebih mengoptimalkan pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan melalui pembinaan yang struktur dan berkesinambungan agar narapidana menyadari kesalahan dan tidak mengulangi lagi pelanggaran yang telah dilakukan. Faktor lain yaitu faktor eksternal yaitu penghambat remisi yang terjadi di luar narapidana itu sendiri, dan di luar kewenangan Lembaga Pemasyarakatan Way Hui Bandar Lampung. Faktor tersebut terjadi dikarenakan tidak adanya persetujuan dari instansi lain di luar Lembaga Pemasyarakatan. Faktor lain sehingga hak remisi itu tidak bisa diberikan kepada para narapidana adalah faktor dari lembaga lain di luar lembaga pemasyarakatan yang tidak dibarengi dengan suatu peraturan yang tegas dalam pelaksanaanya. Faktor ini yang mengakibatkan adannya hambatan-hambatan yang justru mempersulit pemberian remisi kepada narapidana, yaitu adanya keterlambatan dalam hal persyaratan pengajuan remisi seperti keterlambatan datangnya vonis dari pengadilan negeri yang memutus perkara narapidana tersebut. Upaya yang dapat mendukung pelaksanaan pemberian remisi yaitu dengan cara mengadakan kerjasama dan saling mengadakan koordinasi yang lebih baik agar narapidana yang bersangkutan dapat diusulkan hak untuk mendapat remisi. Segala bentuk kerja sama baik dari dalam Lapas maupun dari pihak luar lapas, diharapkan setiap proses remisi dapat berjalan dengan lancar, karena di dalam peraturan telah jelas bahwa setiap narapidana atau anak pidana berhak untuk mendapatkan remisi. Sebagai institusi Negara sebaiknya pihak yang berperan penting dalam proses remisi dapat memberikan hak remisi tersebut kepada setiap narapidana dengan syarat tidak mengurangi efek jera terhadap narapidana yang bersangkutan.

  III. Penutup A. Kesimpulan 1.

  Pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung adalah bagi narapidana yang menjalani masa hukuman≤ 5 tahun, syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik, serta telah menjalani 1/3 dari masa hukuman dan tidak diwajibkan untuk menjadi

  Justice Collabolator. Remisi bagi

  narapidana tindak pidana narkotika yang menjalani masa hukuma ≥ 5 tahun, syarat untuk mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik, serta telah menjalani 6 bulan dari masa hukuman dan diwajibkan untuk menjadi Justice Collabolator dan harus diajukan jika tidak maka remisi tidak bisa diberikan. Setelah semua remisi. 2. penghambat Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984.

  Faktor-faktor pelaksanaan pemberian remisi

  Teori-teori Kebijakan Hukum

  terhadap narapidana tindak pidana Pidana. Alumni, Bandung. narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Poernomo, Bambang. 1994. Bandar Lampung adalah secara

  Pelaksanaan Pidana Penjara

  internal yaitu adanya narapidana dengan Sistem Pemasyarakatan . yang melakukan tindakan Liberty, Yogyakarta. indisipliner dan narapidana yang yang masih menjalani masa pidana

  Priyono, Bambang. 1986. Lembaga yang menjadi syarat ketentuan

  Pemasyarakatan dan

  remisi, sedangkan hambatan

  Permasalahannya , Liberty,

  eksternal adalah tidak disetujuinya pengajuan Justice Collabolator bagi Yogyakarta. narapidana yang menjalani masa

  Sujatno, Adi. 2004. Sistem hukuman di atas lima tahun.

  Pemasyarakatan Indonesia B. (Membangun Manusia Mandiri) ,

   Saran

  Direktorat Jenderal 1. Pemberian remisi bagi narapidana

  Pemasyarakatan Departemen tindak pidana narkotika sebaiknya Kehakiman dan HAM RI, lebih diperketat lagi dan jika perlu Jakarta. seharusnya remisi tidak diberikan bagi narapidana narkotika, supaya penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika tidak hanya mencakup pembalasan tetapi juga dapat memberikan efek jera kepada narapidana pelaku tindak pidana tersebut

  2. diperjelas batasan Hendaknya mengenai lamanya waktu seorang narapidana bersedia menjadi Justice sebagai salah satu

  Collabolator

  persyaratan untuk mendapatkan remisi. Selain itu ditentukan pula konsekuensinya apabila yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya sebagai Justice

  Collabolator dalam tindak pidana narkotika.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PERCOBAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERZINAHAN (Studi Kasus Putusan No: 300/Pid.B/2017/PN.Tjk)

0 0 13

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIARKAN LAGU TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Putusan Nomor: 236Pid.Sus2015PN.TJK.) (Jurnal Skripsi)

0 0 13

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN IZIN PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN

0 6 17

ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN KONSUMEN (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

0 0 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

0 3 14

PERAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Lampung)

0 2 13

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS MELALUI MEDIA SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) GATEWAY (Studi di Pengadilan Negeri Kota Metro) (Jurnal)

0 0 11

PELAKSANAAN PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL PADA KANTOR DI-NAS KEPENDUDUKKAN DAN CATATAN SIPIL KABUPATEN PESISIR BARAT PROVINSI LAMPUNG

1 1 24

ANALISIS KEKUATAN HUKUM CLOSED CIRCUIT TELEVISION (CCTV) SEBAGAI ALAT BUKTI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Jurnal)

1 1 15

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA METRO (Studi Di Kantor Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Kota Metro) (Jurnal Ilmiah)

0 0 14