STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN.

(1)

Fahrurrozi, 2012

Strategi Penggalangan Dana ....

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Berbagai upaya peningkatan mutu bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, namun selalu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Terdapat tiga faktor utama yang meyebabkan mutu pendidikan selalu dibahas dan dibincangkan, yaitu: Pertama, isu pendidikan, yang concern terhadap prestasi/hasil sekolah yang diselenggarakan pemerintah. Kedua, isu politik yang concern terhadap persoalan distribusi keuangan dikaitkan dengan kebutuhan pendidikan vis-a-vis prioritas kepentingan publik lainnya. Ketiga, alasan ekonomi yang concern terhadap hubungan antara pengeluaran uang untuk pendidikan dengan keberhasilan ekonomi, khususnya dikaitkan dengan bangsa-bangsa kompetitor (Preedy, 1997: 2).

Dalam konteks mutu pendidikan ini, terdapat beberapa syarat agar sebuah pendidikan dapat berjalan secara efektif, di antaranya adalah terpenuhinya sumber daya manusia, finansial, dan material pendidikan (Preedy, 1997: 4). Ketiga jenis sumber daya tersebut merupakan input pendidikan yang akan berdampak pada proses transformasi pendidikan, yang terdiri dari sistem struktural, sistem politik, sistem individu, dan sistem kultural yang berhubungan satu sama lainnya mempengaruhi mutu proses


(2)

2 pembelajaran dan pengajaran. Proses transformasi tersebut selanjutnya akan berdampak pada mutu output pendidikan (Hoy, 2008: 292)

Selain masalah mutu di atas, terdapat persoalan lain yang selalu dibicarakan dalam dunia pendidikan, yaitu masalah kesamaan memperoleh pendidikan (equality). Jika mutu (quality) berbicara tentang level dan standar, maka equality berbicara tentang kekuasaan dan sumber daya. Dalam pendidikan, kedua konsep tersebut harus bersama. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap anak yang berumur 7 sampai 15 tahun harus menyelesaikan pendidikan dasar.

Undang-Undang tersebut berimplikasi pada kewajiban pemerintah untuk menuntaskan program wajib belajar 9 tahun. Untuk itu pemerintah menargetkan 100% angka partisipasi sekolah (APS) di tingkat SD dan 96% di SMP pada tahun 2009. Kemudian hal ini dituangkan dalam program Pendidikan untuk Semua (PUS) atau sering disebut sebagai Education for All

(EFA). Program Pendidikan untuk Semua (PUS) ditujukan untuk: 1) Seluruh

siswa dapat ditampung sampai tingkat pendidikan sekolah menengah pertama. 2) Menjamin bahwa anak-anak dari keluarga miskin memiliki akses yang sama dan penuh terhadap sekolah yang menyediakan lingkungan belajar yang menarik dan pengajaran yang efektif. 3) Menyediakan pendidikan dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia.


(3)

3 Walaupun demikian, masih terdapat tantangan yang perlu diperhatikan pemerintah, yaitu yang menyangkut pemerataan mutu dan pemerataan akses pendidikan, terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pertama, tantangan yang berhubungan dengan pemerataan mutu pendidikan, yang di antaranya dapat dilihat dan kadang-kadang ditentukan oleh sejumlah aspek kelengkapan infrastruktur pendukung proses pendidikan, misalnya kondisi ruang kelas, tingkat pendidikan guru, rasio guru-siswa.

Dari segi kondisi umum fisik gedung dan ruang kelas, khususnya SD, diperoleh data bahwa bahwa dalam periode 2003-2007, jumlah SD meningkat rata-rata 315,33 buah. Bersamaan itu, jumlah ruang kelas juga meningkat, rata-rata 11.605,66. Kondisi ruang kelas ini bervariasi antara ‘baik’, ‘rusak ringan’ dan ‘rusak berat’ (Jurnal DIALOG, Edisi 3/November/Tahun II/2008). Sementara itu, dari segi tingkat pendidikan guru pada jenjang SD, terlihat bahwa komposisi guru yang belum sarjana sangat besar. Data tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa hanya terdapat 8,94% atau 201.863 guru yang berpendidikan S-1 dan 0,12% atau 1.543 guru SD yang berpendidikan pascasarjana. Sementara itu, dari segi rasio guru-siswa SD, diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2003-2004 rasio sekolah-siswa 1:178, pada tahun 2006-2007 terdapat penurunan rasio menjadi 1:178,99. Sementara itu, pada tahun 2003-2004 rasio guru-siswa 1:20,67, pada tahun 2006-2007 mengalami peningkatan rasio menjadi 1:18,96 (Jurnal DIALOG, Edisi 3/November/Tahun II/2008).


(4)

4 Tabel 1.1. Rasio Sekolah-Siswa dan Guru-Siswa Tahun 2003-2007

Rasio 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 Sekolah-Siswa 1 : 178 1 : 175,9 1 : 175,24 1 : 178,99 Guru-Siswa 1 : 20,67 1 : 19,47 1 : 19,29 1 : 18,96

Sumber: Diringkas dari Jurnal DIALOG, Edisi 3/November/Tahun II/2008

Kedua, tantangan yang berhubungan dengan pemerataan akses pendidikan, yang salah satu di antaranya dapat dilihat melalui kesenjangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) antara tingkat SD, SMP, dan SMA.

Gambar 1.1. Angka Partisipasi Sekolah pada Berbagai Jenjang Pendidikan, 2004-2009

Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

Semakin tinggi jenjang pendidikan justru akan semakin rendah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Gambar 1.1. menunjukkan bahwa APS untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu pada anak usia 7-12 tahun selalu

96.77 83.49 53.48 97.14 84.02 53.86 97.39 84.08 53.92 97.6 84.26 54.61 97.83 84.41 54.7 97.95 85.45 55.09 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2004 2005 2006 2007 2008 2009


(5)

5 mencapai nilai di atas 90%. Akan tetapi tidak demikian untuk jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu anak usia 13-15. Pada jenjang pendidikan SMP ini, APS hanya menunjukkan kisaran 80-an% pada tahun 2004-2009. Kemudian pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), APS semakin mengalami penurunan. Nilai APS pada jenjang pendidikan SMA ini hanya mencapai nilai sebesar 50-an% tahun 2004-2009.

Catatan: Q1= Quintile termiskin dan Q5 = Quintile terkaya

Gambar 1.2. Partisipasi Sekolah Menurut Golongan Pendapatan 2004 Sumber: http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage&page_id=6

Salah satu faktor penyebab rendahnya APS tersebut adalah faktor sosial ekonomi. Sebagaimana dijelaskan dalam gambar di atas, bahwa semakin rendah tingkat sosial ekonomi seseorang ditinjau dari segi pendapatannya, semakin rendah pulalah partisipasinya dalam sekolah.


(6)

6 Berdasarkan data di atas, tampak bahwa masalah pemerataan mutu dan pemerataan akses pendidikan merupakan dua tantangan yang menjadi prioritas pembangunan pendidikan nasional. Dalam konteks itulah, kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan pemerataan mutu dan akses pendidikan, yang salah satu kebijakannya terkait dengan anggaran pendidikan, pemerintah menaikkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari total anggaran nasional. Anggaran tersebut selain digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, juga untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah masyarakat. Pemerintah untuk mensukseskan program pemerataan mutu dan pemerataan akses tersebut, memberikan bantuan operasional sekolah (BOS) kepada sekolah/madrasah. Walaupun demikian, bantuan pemerintah tersebut tidak dapat mencukupi semua kebutuhan operasional sekolah.

Menurut perhitungan Decentralized Basic Education (DBE) USAID, kebutuhan operasional siswa SD per bulan Rp 1.109.000 dan SMP Rp 1.595.000. Tahun 2009 BOS per tahun naik 50%. SD jadi Rp 397.000 di kabupaten dan Rp 400.000 di kota. SMP dan sederajat jadi Rp 570.000 di kabupaten dan Rp 575.000 di kota. Berdasar perhitungan mereka, BOS cuma bisa memenuhi kebutuhan operasional sekolah sekitar 36%.

Dari segi jumlah Sekolah/Madrasah, menurut laporan Kementerian Pendidikan Nasional, hingga tahun 2010 ini, terdapat 180.577 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtida’iyah di Indonesia (143.668 Sekolah/Madrasah Negeri dan 36.909 Sekolah/Madrasah Swasta). Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, terdapat 49.347


(7)

7 Sekolah/Madrasah (23.389 Sekolah/Madrasah Negeri dan 25.958 Sekolah/Madrasah Swasta). Sementara pada jenjang Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, terdapat 19.295 Sekolah/Madrasah (6.830 Sekolah/Madrasah Negeri dan 12.465 Sekolah/Madrasah Swasta) (http://npsn.jardiknas.org/index.php. Diakses tanggal 29 April 2010)

Terbatasnya anggaran pendidikan nasional, meski telah dinaikkan menjadi 20% dari total anggaran nasional, dan besarnya jumlah sekolah/madrasah di tanah air sebagaimana disebut di atas, menunjukkan bahwa pemerintah sampai saat ini belum mampu sepenuhnya mengatasi problem pendidikan nasional, terutama terkait soal anggaran. Dalam konteks inilah, pemerintah berharap partisipasi masyarakat, terutama Sekolah/Madrasah Swasta untuk turut secara proaktif mencerdaskan bangsa.

Untuk mengatur pemerataan mutu dan pemerataan akses pendidikan, baik di Negeri maupun Swasta, selanjutnya pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan pendidikan. Misalnya Peraturan Pemerintah No. l9 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa terdapat 8 standar pendidikan yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Salah satu di antaranya adalah standar pembiayaan pendidikan. Dalam pasal 62 dinyatakan, bahwa pembiayaan pendidikan mencakup biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal.

Terkait dengan pendanaan, peraturan di atas selanjutnya diperjelas dengan Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan. Dalam peraturan tersebut dijelaskan lebih detail lagi tentang biaya


(8)

8 pendidikan berikut sumber-sumber dana pendidikan. Terkait dengan sumber dana ini, PP 48 2008 menyatakan bahwa untuk membiayai pendidikan, dana dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dana pihak asing yang tidak mengikat atau sumber dana lain yang sah.

Pihak yang paling mendapatkan tantangan pendanaan adalah Sekolah/Madrasah Swasta. Dibanding Negeri, Sekolah/Madrasah Swasta dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menggalang dana untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang bermutu. Bagi sekolah/madrasah Negeri pembiayaan dan pendanaan pendidikan hampir tidak menjadi masalah, karena sebagian besar sumber dana pendidikan berasal dari pemerintah pusat dan daerah. Sementara sumber dana dari masyarakat hanya sebagian kecil saja. Namun bagi Sekolah/Madrasah Swasta ini tentu menjadi masalah tersendiri. Berbeda dari negeri, sumber sekolah/madrasah swasta justru sebagian besar berasal dari masyarakat. Mereka dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam mengatasi persoalan biaya dan pendanaan pendidikannya.

Sebagaimana dilaporkan DBE USAID di atas, bahwa BOS dari pemerintah hanya dapat memenuhi 36% dari total kebutuhan pendidikan. Sedangkan 64% lainnya pihak sekolah dan masyarakatlah yang dituntut untuk memenuhinya. Sementara itu dari segi kuantitas, jenjang SMP/MTs dan SMA/MA Swasta, jumlah lebih banyak dari pada Negeri. Dalam konteks inilah sebenarnya nasib penduduk Indonesia dalam hal akses pendidikan yang bermutu dipertaruhkan pada Sekolah/Madrasah Swasta.


(9)

9 Dari sekian banyaknya jumlah sekolah/madrasah swasta di Indonesia, tidak banyak yang dapat memberikan pendidikan yang bermutu sekaligus dapat diakses oleh seluruh lapisan sosial ekonomi masyarakat. Berdasarkan

prelemanary research yang dilakukan peneliti, Sekolah Juara dan Sekolah

SMART Ekselensia merupakan dua bentuk sekolah swasta Islam yang mulai menunjukkan eksistensinya dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kedua sekolah tersebut merupakan sekolah swasta yang berciri khas Islam, yang akhir-akhir ini mendapat perhatian khusus dari masyarakat dan pemerintah.

Sekolah Juara merupakan sekolah unggulan dengan jenjang pendidikan SD dan SMP. Sekolah yang berada dalam binaan Rumah Zakat dan berpusat di kota Bandung ini, memiliki beberapa cabang yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, yaitu antara lain Medan, Pekanbaru, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Cimahi, Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Di kota-kota tersebut Sekolah Juara baru fokus pada jenjang SD, sedangkan Sekolah Juara Bandung sebagai kantor pusat berjenjang pendidikan SD dan SMP. Sekolah tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang betul-betul tidak mampu dan tidak dipungut bayaran sedikitpun. Walaupun siswa-siswinya tidak dipungut bayaran, Sekolah Juara memberikan pendidikan bermutu dengan guru-guru yang ahli di bidangnya, kurikulum yang terpadu dengan pendidikan agama Islam serta berorientasi pada life Skill (Company Profile Sekolah Juara, 2010).

Adapun Sekolah SMART Ekselensia merupakan sekolah akselerasi bebas biaya tingkat SMP-SMA. Berbeda dari Sekolah Juara, sekolah ini


(10)

10 merupakan sekolah unggulan (khusus laki-laki) yang siswanya merupakan hasil seleksi ketat dari seluruh Indonesia. Pendidikan sekolah menengah yang biasanya ditempuh selama 6 tahun, diselesaikan hanya dalam 5 tahun. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak dengan prestasi akademik yang cemerlang namun memiliki keterbatasan dalam hal ekonomi. Oleh karena itu, selama menempuh pendidikan di Sekolah SMART anak-anak tersebut tidak dipungut biaya sepeser pun. Sekolah ini berada di bawah naungan Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa bertempat di Jampang, Bogor

(Profil LPI, 2010. Lihat juga

http://dinaauliyahusni.blogspot.com/2010/02/smart-ekselensia-indonesia). Sekolah yang berdiri tahun 2004 ini kini sudah bersertifikat internasional dan terakreditasi 'A'. Berbagai prestasi mulai tingkat daerah, nasional, dan multinasional telah diraih. Semua alumninya kini melanjutkan di beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia dan bahkan di luar negeri. Sistem pendidikan di SMART Ekselensia memiliki ciri khusus yakni penerapan kegiatan terpadu antara sistem pendidikan di sekolah dan pendidikan di asrama. Sistem pendidikan di sekolah terdiri dari kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, sedangkan di asrama meliputi program pengembangan diri. Selain prestasi akademisnya yang terus digenjot, Sekolah SMART memberi pendidikan agama, seperti bahasa Arab, tahfidzul Qur’an,

dan lain-lain (Profil LPI, 2010. Lihat juga http://dinaauliyahusni.blogspot.com/2010/02/smart-ekselensia-ndonesia.html.)


(11)

11 Hal menarik dari dua sekolah di atas adalah kemampuannya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu dengan biaya yang tidak murah. Hal menarik lainnya adalah bahwa di kedua sekolah tersebut siswa-siswanya tidak dipungut bayaran sedikitpun. Ini tentu memunculkan pertanyaan, bagaimana kedua sekolah tersebut memperoleh dana untuk membiayai kebutuhan pendidikan yang tidak sedikit itu. Di sinilah Rumah Zakat (RZ) dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI DD) berperan sangat banyak. Dua lembaga nirlaba tersebut merupakan lembaga

amil (pengumpul dana zakat, infak, sedekah), yang dalam beberapa tahun

terakhir mampu menggalang dana sosial yang luar biasa dari masyarakat di seluruh pelosok Indonesia, bahkan dari pihak luar negeri. Sehingga, tidak heran jika seluruh siswa-siswinya dibebaskan sama sekali dari biaya pendidikan.

Terdapat kesamaan pada dua sekolah tersebut, yaitu kedua-duanya sama-sama di bawah binaan lembaga penghimpun dana zakat, infak, dan sedekah. Jika Sekolah Juara dibina oleh Departemen Pendidikan Formal dalam Direktorat Program Senyum Juara di Rumah Zakat, maka Sekolah SMART Ekselensia dibina oleh Lembaga Pengembangan Insani yang merupakan salah satu jejaring Dompet Dhuafa Republika di bidang pendidikan. Belakangan kedua lembaga tersebut berhasil mampu menghimpun potensi dana umat untuk kemaslahatan kemanusiaan, yang salah satunya disalurkan untuk kepentingan pendidikan.


(12)

12 Sikap dermawan terhadap sesama atau yang dikenal dengan filantropi merupakan potensi umat yang sudah mengakar pada diri umat Islam. Filantropi atau yang dalam Islam dikenal dengan zakat, infak, dan sedekah (ZIS), merupakan ajaran Islam yang wajib dilakukan oleh umat Islam yang mampu. Melalui filantropi Islam ini, semestinya umat Islam bisa memanfaatkan untuk memberdayakan sumber daya manusia-nya (SDM) melalui berbagai jalur, di antaranya adalah jalur pendidikan.

Hasil penelitian Pusat Budaya dan Bahasa (PBB) UIN Syarif Hidayatullah menunjukkan bahwa potensi dana umat dari sektor ZIS yang mungkin digali mencapai 19.3 triliun rupiah per tahun. Angka ini diperoleh dari rata-rata sumbangan keluarga Muslim per tahun sebesar 409.267 rupiah dalam bentuk tunai (cash) dan 148.200 rupiah dalam bentuk barang (in kind). Jika jumlah rata-rata sumbangan ini dikalikan dengan jumlah keluarga Muslim di Indonesia sebesar 34,5 juta (data BPS tahun 2000), maka total dana yang dapat dikumpulkan mencapai 14,2 triliun. Sementara total sumbangan dalam bentuk barang sebesar 5,1 triliun rupiah (http://www.interseksi.org/data/philanthropy.html. Diakses tanggal 10 Agustus 2007).

Data tentang potensi filantropi Islam yang sangat besar tersebut di atas semestinya telah mampu meningkatkan kualitas SDM umat Islam. Namun pada tataran praktiknya, SDM umat Islam masih tergolong rendah, yang dibuktikan dengan tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kesenjangan antara potensi dan kondisi umat Islam tersebut memunculkan


(13)

13 suatu dugaan bahwa potensi dana yang besar itu belum tergali dan terkelola secara baik. Dengan kata lain, aspek manajemen dan akuntabilitas merupakan prioritas untuk dikembangkan

Salah satu instrumen strategis bagi peningkatan dan pengembangan SDM umat Islam adalah instrumen pendidikan. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang jika dikelola dengan baik, akan menghasilkan lulusan dan keluaran yang memiliki daya saing tinggi di pasar kerja dan keilmuan. Untuk menghasilkan lulusan dan keluaran pendidikan yang handal, tentu perlu diawali dengan mutu proses pendidikan. Harus diakui, bahwa proses pendidikan bermutu membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Mengingat pentingnya posisi pendidikan tersebut, maka filantropi Islam menjadi suatu alternatif dalam membantu pendanaan proses peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan Islam.

Sebagai tindak lanjut dari pemanfaatan potensi filantropi Islam untuk pendidikan tersebut, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Rumah Zakat dengan Sekolah Juaranya dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa dengan Sekolah SMART Ekselensianya, berhasil menunjukkan bahwa penggalangan dana pendidikan melalui potensi filantropi Islam adalah sangat efektif dalam mencerdaskan bangsa, sebagai bentuk dari investasi SDM umat. Bertolak dari alasan itulah, maka penelitian tentang Strategi Penggalangan Dana untuk Pendidikan (Studi Penggalangan Dana Zakat, Infak, Sedekah untuk Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia) menjadi sangat penting dilakukan.


(14)

14 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kemampuan memberikan pendidikan yang terjangkau dan bermutu masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, dan tidak banyak lembaga pendidikan yang mampu menggalang dana untuk kepentingan pendidikan yang bermutu. Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia merupakan binaan dua lembaga pengumpul dana ZIS. Dari segi kelembagaan tersebut, dapat diketahui bahwa penggalangan dana pendidikan tersebut berbasiskan potensi dana ZIS umat Islam di Indonesia yang menurut beberapa penelitian luar biasa besarnya. Walaupun potensi umat Islam tersebut sangat besar, persoalan yang kerapkali dihadapi adalah kesadaran masyarakat untuk berderma, terutama jika dikaitkan dengan berderma untuk peningkatan dan pengembangan mutu sumber daya manusia umat melalui pendidikan.

Melalui beberapa uraian di atas, fokus permasalahan peneltian ini adalah bagaimana strategi penggalangan dana (fundraising) untuk pendidikan yang dilakukan lembaga amil untuk penyelenggaraan pendidikan formal dalam rangka berpartisipasi dalam program pemerataan mutu dan pemerataan akses pendidikan. Dengan kata lain, bahwa program pemerataan mutu dan pemerataan akses pendidikan nasional menuntut peran dan partisipasi sekolah swasta. Berhasil tidaknya program tersebut oleh sekolah swasta, salah satunya ditentukan oleh faktor ketersediaan dana.

Berdasarkan fokus permasalahan penelitian, dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:


(15)

15 1. Apa filosofi penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan

Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa?

2. Bagaimana program penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa?

3. Bagaimana pelaksanaan penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa?

4. Bagaimana dampak penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa terhadap penyelenggaraan pendidikan bermutu?

C. Tujuan Penelitian

Produk akhir dari penelitian ini adalah ditemukannya model pengembangan strategi penggalangan dana untuk penyelenggaraan pendidikan formal, khususnya Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menganalisis: 1. Filosofi penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan

Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa.

2. Program penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa.

3. Pelaksanaan penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa.


(16)

16 4. Dampak penggalangan dana untuk pendidikan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa terhadap penyelenggaraan pendidikan bermutu.

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Studi ini memberikan sumbangan konseptual utamanya kepada administrasi pendidikan, di samping itu juga kepada studi pembiayaan pendidikan. Sebagai sebuah studi pembiayaan pendidikan yang bersifat aplikatif, studi ini memberikan sumbangan substansial kepada lembaga pendidikan maupun para administrator, khususnya terkait dengan penggalangan dana untuk membiayai pendidikan.

1. Manfaat Teoretis

Secara umum, studi ini memberikan sumbangan kepada pengembangan teori-teori administrasi pendidikan, terutama pada penggalangan dan pemanfaatan dana pendidikan. Sudah saatnya lembaga-lembaga pendidikan bergerak dari pendanaan konvensional pendidikan menuju kepada pendanaan inkonvensional untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, baik dari segi investasi maupun operasional pendidikan.

Secara khusus, studi ini memberikan manfaat kepada pembiayaan pendidikan berupa konsep, model, dan aplikasi penggalangan dana ZIS, sebagai salah satu bentuk pendanaan inkonvensional, untuk mendanai pendidikan yang bermutu.


(17)

17 2. Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, penelitian diharapkan dapat dijadikan media evaluasi diri bagi Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa untuk penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Juara maupun SMART Ekselensia. Di sisi lain, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan model bagi penggalangan dana pendidikan di Sekolah/Madrasah di Indonesia, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pendidikan yang bermutu tinggi dan berdampak pada pencetakan keluaran yang berdaya saing tinggi.

E. Struktur Organisasi Penelitian

Sebagai bentuk dari laporan hasil penelitian, maka penelitian ini mengeksplorasi beberapa hal, yaitu: Bab pertama, menguraikan tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. Bab kedua, menguraikan tentang teori-teori yang mendukung fokus penelitian ini, penelitian-penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran dan premis penelitian. Bab ketiga, mengeksplorasi tentang metode penelitian yang mencakup jenis, tempat, penelitian, penegasan istilah, metode pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan data. Bab keempat, mengeksplorasi, menganalisis, dan membahas data yang diperoleh di lapangan sesuai dengan tujuan penelitian. Bab kelima, berdasarkan temuan pada bab sebelumnya, bab ini selanjutnya membahas tentang pengembangan strategi penggalangan dana untuk pendidikan. Bab keeenam, menguraikan tentang kesimpulan dan rekomendasi penelitian.


(18)

Fahrurrozi, 2012

Strategi Penggalangan Dana ....

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Bentuk dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang berupaya meneliti tentang sebuah subyek secara mendalam. Oleh karena itu, peneliti berusaha memahami dan menafsirkan apa makna semua perilaku dan peristiwa berbagai macam strategi penggalangan dana zakat, infak, sedekah (ZIS) untuk penyelenggaraan pedidikan bermutu dalam perpspektif peneliti sendiri, sebagai human instrument.

Adapun strategi penggalangan dana ZIS yang dimaskud adalah strategi yang dikonsepsikan dan terapkan oleh dua lembaga amil nasional, yaitu Rumah Zakat (RZ) dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI-DD) yang memiliki beberapa program yang mengarah pada peciptaan masyarakat mandiri. Dalam konteks penelitian ini, maka yang menjadi fokus penelitian adalah berbagai strategi penggalangan dana ZIS untuk penyelenggaraan pendidikan formal berkualitas, yaitu Sekolah Juara (binaan Rumah Zakat) dan Sekolah SMART Ekselensia (binaan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa).

Oleh karena penelitian ini berupaya memahami dan memaknai fenomena yang terjadi sesungguhnya terkait dengan strategi penggalangan


(19)

140 dana untuk pendidikan, maka penelitian inijuga dikenal dengan penelitian naturalistik (Bogdan dan Biklen, 1988: 31).

B. Lokasi Penelitian dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan di Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Alasan dipilihkan dua lembaga tersebut adalah karena keduanya merupakan dua lembaga amil terbesar di Indonesia dan memiliki cabang hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kemampuan mereka dalam menggalang dana ZIS dan kemanusiaan serta variasi program dan kebermanfaatannya bagi masyarakat, merupakan pertimbangan tersendiri sehingga kemudian keduanya dijadikan obyek penelitian.

Secari garis besar, terdapat dua kelompok data yang diperoleh dan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu data strategi penggalangan dana dan data tentang penyelenggaraan pendidikan formal berkualitas sebagai dampak dari penggalangan dana itu sendiri. Data pertama peneliti peroleh di Rumah Zakat (RZ) pusat di Bandung, yaitu di Jl. Turangga 25C Bandung, dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI DD) yang berlokasi di Jl. Raya Parung Bogor KM, 42 Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alasan dipilihnya RZ pusat sebagai lokasi penelitian, karena semua data dan informasi tentang penggalangan dana tersentralistik di pusat. Sedangkan LPI DD dijadikan sebagai lokasi penelitian, karena ia merupakan jejaring DD di bidang pendidikan yang juga secara mandiri melakukan penggalangan dana, meskipun sebagian besar dana bersumber dari DD.


(20)

141 Adapun data kedua tentang penyelenggaraan pendidikan formal berkualitas diperoleh dari SD Juara (binaan RZ) dan SMP-SMA SMART Ekselensia (binaan LPI DD). Sekolah Juara memiliki beberapa cabang yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Cimahi, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Namun dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan diri pada SD Juara Bandung yang berlokasi di Terusan Katamso Jl. Sukarajin I Cikutra, SD Juara Yogyakarta terletak di Jl. Gayam No. 09 Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman, dan SD Juara Semarang yang berada di Kecamatan Pedurungan Semarang Timur. Ketiganya dijadikan sebagai representasi dari seluruh SD Juara yang ada. Sedangkan lokasi Sekolah SMART Ekselensia (jenjang SMP dan SMA) berada dalam komplek kantor LPI DD, yaitu di Jl. Raya Parung Bogor KM, 42 Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekolah SMART terdapat di kota Bogor dan pada pertengahan 2011 juga didiran di Riau.

Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan social situation (situasi sosial) yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Dalam hal ini, peneliti hendak mengamati situasi sosial atau obyek penelitian berupa strategi dan aktivitas penggalangan dana untuk penyelenggaraan pendidikan bermutu (activity), yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam organisasi penggalang dana yang ada di lingkungan Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa, serta guru


(21)

142 Sekolah Juara dan Sekolah SMART (actors) menggunakan berbagai media cetak dan elektronik yang dijumpai peneliti di beberapa tempat dan event (place).

Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk mengembangkan sebuah eksplorasi tentang sebuah fenomena secara mendalam (indepth). Maka untuk memperoleh pemahaman yang baik, peneliti memilih sumber informasi (individu-individu dan situasi tempat) tertentu yang dipandang akan sangat membantu peneliti memahami sebuah fenomena. Oleh karena itu, peneliti memasuki sistuasi sosial RZ (berikut SD Juara di Bandung, Yogyakarta, dan Semarang) dan Lembaga Pengembangan Insani (berikut Dompet Dhuafa dan Sekolah SMART Ekselensia di Bogor). Peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut dan melakukan pengamatan terhadap kegiatan penggalangan dana dan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, peneliti juga mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung penelitian.

Penentuan sumber data pada orang-orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Maka sampel data yang diambil melalui wawancara adalah orang-orang yang dianggap paling tahu tentang filosofi penggalangan dana untuk pendidikan, program penggalangan dana untuk pendidikan, implementasi penggalangan dana untuk pendidikan, dan dampak penggalangan dana bagi penyelenggaraan pendidikan berkualitas. Adapun pihak Rumah Zakat yang memberikan infomasi terkait penelitian ini adalah Direktorat Program


(22)

143 Strategis, Direktorat Riset dan Pengembangan, Bagian Keuangan, Departemen Pendidikan Formal, Kepala/Wakil Kepala Sekolah Juara Bandung, Yogyakarta, dan Semarang. Sementara itu, pihak Lembaga Pengembangan Insani yang memberikan infomasi terkait penelitian ini adalah Manajer Fundraising, Departemen Public Relation, Staf umum LPI, dan Pengasuh asrama siswa Sekolah SMART sekaligus Kepala Sekolah SMART Ekselensia.

C. Definisi Operasional Istilah 1. Strategi

Strategi identik dengan taktik atau kiat yang dirancang secara sistematik dan digunakan untuk mencapai sebuah tujuan secara efektif dan efisien. Ada beberapa alasan kenapa organisasi sangat memerlukan strategi, yaitu antara lain bahwa strategi dapat menentukan dan mengatur arahan atau acuan, strategi merupakan suatu kebutuhan untuk memfokuskan usaha dan mengarahkan kordinasi aktivitas, dan strategi juga diperlukan untuk menegaskan posisi suatu organisasi. Selain itu, strategi tidak hanya mengarahkan perhatian orang dalam bekerja, tapi juga memberi organisasi suatu makna sebagaimana yang diinginkan oleh

outsiders (Thompson, Fulmer and Strickland, 1992, 43-49).

2. Penggalangan Dana

Penggalangan dana (fundraising) adalah upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat, yang di antaranya melalui pengumpulan dana,


(23)

144 untuk bersama-sama menyelenggarakan berbagai macam program dan kegiatan yang beroientasi pada penyelesaian masalah sosial. Secara definitif menurut Wirjana (2004: 12) penggalangan dana adalah suatu cara untuk membangun relasi dengan orang-orang yang memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang dipegang organisasi, agar mereka berkesempatan bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut melalui pemberian dana untuk tujuan sosial kemanusiaan kepada organisasi.

3. Zakat, Infak, Sedekah

Zakat, infak, sedekah adalah ajaran dalam agama Islam tentang derma dengan ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadits. Secara definitif, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat–syarat yang telah ditentukan oleh agama (misalnya sudah mencapai nishab), dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula (8 ashnaaf). Adapun infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nishab, infaq tidak mengenal

nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang

berpenghasilan tinggi maupun rendah. Sedangkan pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas menyangkut hal yang bersifal non materiil. Misalnya, dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa jika tidak mampu


(24)

145 bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid,

tahlil, berhubungan suami-istri, dan melakukan kegiatan amr ma’ruf nahy munkar adalah sedekah.

4. Dana Pendidikan

Dana berhubungan dengan sumber daya berupa uang (money) maupun bukan uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Dalam konteks pendidikan, dana merupakan sumber daya moneter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 Pasal 62 disebutkan, bahwa terdapat tiga jenis biaya, yaitu biaya investasi, operasional, dan personal.

Biaya investasi satuan pendidikan, meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Sedangkan biaya operasional satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tidak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.


(25)

146 5. Sekolah Swasta Islam

Sekolah swasta Islam merupakan salah satu bentuk pendidikan formal sekolah (non madrasah) yang dikelola masyarakat muslim, berjenjang pendidikan dasar dan menengah, dan memiliki ciri khas agama Islam. Dari segi kurikulum, selain mengacu pada kurikulum yang ditentukan Kementerian Pendidikan Nasional, Sekolah Swasta Islam juga memperkaya kurikulumnya dengan kurikulum tambahan pendidikan agama Islam dan lainnya secara lebih dibandingkan sekolah pada umumnya. Dalam konteks penelitian ini, sekolah swasta Islam (Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia) adalah sebagai dampak dari penggalangan dana.

D. Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang holistik dan integratif, serta memperhatikan relevansi dengan fokus dan tujuan, maka pengumpulan data digunakan tiga teknik utama, yaitu : (1) wawancara mendalam (indepth

interview); (2) observasi; dan (3) studi dokumentasi (study of documents).

1. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan teknik komunikasi langsung dengan responden. Peneliti melakukan wawancara untuk menangkap makna secara mendasar dalam interaksi yang spesifik. Adapun teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi standar (semi standardized


(26)

147

interview) yang menggunakan petunjuk umum wawancara dan juga

merupakan kombinasi antara wawancara terpimpin dan tidak terpimpin. Dengan teknik ini, peneliti menggunakan beberapa pertanyaan yang akan diajukan. Bersamaan dengan itu, sebenarnya peneliti juga mengajukan pertanyaan secara bebas dan tidak harus berurutan, tergantung situasi dan kondisinya (Satori, 2010: 135).

Dalam konteks ini, peneliti telah menyiapkan pedoman wawancara umum yang dikembangkan dari pertanyaan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan kepada semua informan sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing, sebagaimana dijelaskan dalam tabel 3.1.

Pedoman wawancara di atas digunakan untuk menghindari wawancara yang melantur dan kosong selama wawancara. Peneliti mengarahkan pertanyaan-pertanyaan selama wawancara pada fokus penelitian meski tidak berurutan. Wawancara dilakukan dengan perjanjian terlebih dahulu sesuai dengan kesempatan yang diberikan oleh informan. Mengenai waktu dan tempat wawancara terlampir dalam catatan lapangan (field note) penelitian. Untuk membantu kelancaran pengumpulan data melalui wawancara ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa: buku catatan dan alat elektronik perekam berupa MP3.


(27)

148 Tabel 3.1. Kisi-kisi dan Sumber Data Wawancara

NO Pertanyaan Kisi-kisi Informan

RZ LPI-DD

1 Filosofi penggalangan dana untuk pendidikan

 Situasi agama sosial politik yang melatarbelakangi pendirian lembaga  Pendidikan dalam pandangan lembaga

 Potensi dana

 Pentingnya dana bagi program pendidikan  Direktorat Program Strategi  Direktorat Human Resource Development  Departemen Pendidikan Formal Manajer Fundraising Departemen Public Relation Pengasuh asrama dan kepala sekolah 2 Program penggalangan dana untuk pendidikan  Worldview lembaga

 Misi lembaga

 Program pendidikan lembaga

 Sasaran dan KPI lembaga  Direktorat Program Strategi  Direktorat Human Resource Development Manajer Fundraising Departemen Public Relation 3 Pelaksanaan penggalangan dana  Penguatan organisasi

 Edukasi publik

 Galang dan Layanan donasi

 Transparansi dan akuntabilitas  Direktorat Program Strategi  Direktorat Human Resource Development Manajer Fundraising Departemen Public Relation

4 Dampak penggalangan dana untuk pendidikan bagi penyelenggaraan pendidikan bermutu  Sumber-sumber dana

 Perolehan dan distribusi dana pendidikan

 Mutu pendidikan  Direktorat Program Strategi  Direktorat Human Resource Development  Bagian Keuangan  Departemen Pendidikan Formal  Kepala/Wakil Kepala Sekolah Juara Bandung, Yogyakarta, dan Semarang Manajer Fundraising Departemen Public Relation Pengasuh asrama siswa Sekolah SMART sekaligus Kepala Sekolah SMART Ekselensia.


(28)

149 Rincian proses pencarian data melalui wawancara tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh Rumah Zakat untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Wawancara dengan Direktorat Program Strategis, dilakukan pada tanggal 11 Maret 2011 pukul 15.00-16.30 di Pondokan Al-Barokah Yogyakarta. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filosofis, strategi penyadaran masyarakat, strategi penggalangan dana, pembiayaan pendidikan Sekolah Juara, dan mutu Sekolah Juara.

b. Wawancara dengan Kepala Departemen Pendidikan Formal, dilakukan pada tanggal 30 Maret 2011 pukul 09.00-11.30 di sekretariat pendidikan formal Jl. Tarumanegara Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filsofis Sekolah Juara, mutu pendidikan, dan pembiayaan pendidikan.

c. Wawancara dengan Direktorat Human Resource Development, dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 09.00-11.30 di kantor pusat Rumah Zakat Jl. Turangga Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar filosofi penggalangan dan branding, penguatan manajemen, strategi penyadaran masyarakat, strategi penggalangan dana, distribusi dana, dan akuntabilitas.

d. Wawancara dengan Bagian Keuangan, dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 09.00-11.30 di kantor pusat Rumah Zakat Jl. Turangga Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar


(29)

150 akuntabilitas dan beberapa istilah dalam laporan keuangan Rumah Zakat.

e. Wawancara dengan Kepala SD Juara Bandung, dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 13.00-14.30 di Sekolah SD Juara Jl. Terusan Brigjend Katamso Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filsofis sekolah, rekrutmen dan seleksi, dan mutu pendidikan. f. Wawancara dengan Kepala SD Juara Yogyakarta, dilakukan pada

tanggal 29 November 2011 pukul 09.00-12.00 di Sekolah SD Juara Jl. Gayam Baciro Yogyakarta. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filsofis sekolah, rekrutmen dan seleksi, mutu pendidikan, dan pembiayaan pendidikan.

g. Wawancara dengan Tokoh Masyarakat NU, dilakukan pada tanggal 10 Februari 2012 ketika dalam perjalan bersama dari Semarang menuju Bandungan. Adapun data yang dilacak adalah seputar hubungan Rumah Zakat dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS.

h. Wawancara dengan salah seorang di BAZDA Kota Semarang, dilakukan pada tanggal 12 Maret 2012 di kantor Jurusan Kependidikan Islam IAIN Walisongo. Adapun data yang dilacak adalah seputar hubungan Rumah Zakat dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS

i. Wawancara dengan seorang mantan relawan di Rumah Zakat Surabaya, dilakukan pada tanggal 12 Maret 2012 melalui telepon.


(30)

151 Adapun data yang dilacak adalah seputar hubungan Rumah Zakat dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS.

Adapun rincian proses pencarian data melalui wawancara tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh LPI DD untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Wawancara dengan Pengasuh dan Kepala Sekolah SMART, dilakukan pada tanggal 4 April 2011 pukul 09.00-11.30 di Pondokan di Kantor Kepala Sekolah SMART di lingkungan LPI. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filosofis sekolah, mutu pendidikan Sekolah SMART, dan pembiayaan pendidikan.

b. Wawancara dengan Manajer Public Relation dan Fundraising LPI, dilakukan pada tanggal 20 April 2011 pukul 09.00-11.00 di kantor LPI Jl. Raya Parung Bogor. Adapun data yang dilacak adalah seputar basis filosofi penggalangan dana, program, penguatan manajemen, penggalangan dana, penyadaran masyarakat, dan akuntabilitas.

c. Wawancara dengan Public Relation LPI, dilakukan pada tanggal 9 Oktober 2011 dilakukan melalui email. Adapun data yang dilacak adalah seputar strategi penyadaran publik dan akuntabilitas.

d. Wawancara dengan salah seorang di BAZDA Kota Semarang, dilakukan pada tanggal 12 Maret 2012 di kantor Jurusan Kependidikan Islam IAIN Walisongo. Adapun data yang dilacak


(31)

152 adalah seputar hubungan Dompet Dhuafa dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS.

e. Wawancara dengan seorang mantan relawan di Rumah Zakat dan aktivis Hizbut Tahrir Surabaya, dilakukan pada tanggal 12 Maret 2012 melalui telepon. Adapun data yang dilacak adalah seputar hubungan Dompet Dhuafa dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS.

f. Wawancara dengan seorang Kepala Sekolah Swasta Islam di Jakarta sekaligus trainer di LPI-DD, dilakukan pada tanggal 16 Maret 2012 melalui telepon. Adapun data yang dilacak adalah seputar hubungan Rumah Zakat dengan partai politik (parpol) tertentu, sasaran program, dan pemanfaatan dana ZIS.

2. Observasi

Teknik observasi digunakan peneliti untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh informan yang mungkin belum menyeluruh atau belum mampu menggambarkan segala macam situasi atau bahkan melenceng. Adapun jenis observasi yang digunakan peneliti adalah observasi tidak berstruktur. Maksudnya adalah bahwa instrumen observasi tidak dipersiapkan secara sistematis dari awal karena peneliti belum tahu pasti apa yang akan terjadi, jenis data apa yang akan berkembang dan dengan cara apa data baru itu paling sesuai untuk diekplorasi (Satori, 2010: 120).


(32)

153 Dalam kaitannya dengan observasi ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap segala fenomena penggalangan dana yang dilakukan RZ dan LPI DD, misalnya suasana kerja amil dan staf di Rumah Zakat dan LPI-DD, pertemuan rutin mingguan, pelaksanaan penggalangan dana melalui berbagai macam media cetak (misalnya: harian, jurnal, annual

report, dan newsletter), visual (misalnya: website, spanduk, dan baliho),

maupun audiovisual (misalnya: iklan layanan masyarakat di beberapa stasiun televisi), dan program peningkatan kualitas guru. Selain itu, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran di SD Juara Bandung, Yogyakarta, dan Semarang. Pengamatan juga dilakukan pada suasana belajar dan proses pembelajaran di sekolah SMP dan SMA SMART Ekselensia di Parung Bogor.

Rincian proses pencarian data melalui observasi tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh Rumah Zakat untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Observasi terhadap aktivitas belajar dan mengajar, dilakukan pada tanggal 10 Maret 2011 pukul 13.00-14.30 di SD Juara Yogyakarta. Adapun data yang dilacak adalah seputar mutu pendidikan.

b. Observasi terhadap pegajian rutin Jum’at pagi, dilakukan pada tanggal 26 November 2011 pukul 08.00-09.30 di masjid Rumah Zakat Pusat Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar penguatan manajemen dan komitmen amil dan staf.


(33)

154 c. Observasi terhadap aktivitas amil dan staf, dilakukan pada tanggal 5 Januari 2011 pukul 08.00-09.00 di Rumah Zakat Pusat Bandung. Adapun data yang dilacak adalah seputar penguatan manajemen dan komitmen amil dan staf.

d. Observasi terhadap aktivitas penggalangan dana melalui media iklan televisi, dilakukan sejak bulan januari sampai dengan Desember 2012. Adapun data yang dilacak adalah seputar isi pesan dan media penggalangan dana.

e. Observasi terhadap pelatihan guru Sekolah Juara se-DIY dan Jateng, dilakukan pada tanggal 11 Maret 2011 pukul 13.30-16.00 di Pondokan Al-Barokah Yogyakarta. Adapun data yang dilacak adalah seputar penguatan manajemen dan komitmen para guru.

f. Observasi terhadap aktivitas belajar mengajar, dilakukan pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 11.00-13.00 di SD Juara Bandung. Adapun data yang dilacak adalah aktivitas belajar mengajar oleh guru dan aktivitas siswa saat istirahat dan waktu sholat.

g. Observasi terhadap brosur, spanduk, blog, dan website. dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2011. Adapun data yang dilacak adalah seputar pesan-pesan penyadaran masyarakat, layanan donasi, dan jenis media yang digunakan.

Adapun rincian proses pencarian data melalui observasi tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh LPI DD untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:


(34)

155 a. Observasi terhadap acara pengarahan program karantina siswa menjelas ujian nasional, dilakukan pada tanggal 4 April 2011 pukul 09.00-12.00 di auditorium LPI DD. Adapun data yang dilacak adalah suasana dan semangat belajar para siswa.

b. Observasi terhadap beberapa pajangan sertifikat dan piagam penghargaan SMART, dilakukan pada tanggal 4 April 2011 pukul 08.00-09.00 di LPI DD. Adapun data yang dilacak adalah seputar bukti-bukti mutu pendidikan Sekolah SMART.

c. Observasi terhadap aktivitas amil dan staf, dilakukan pada tanggal 20 April 2011 pukul 08.00-09.00 di LPI DD. Adapun data yang dilacak adalah seputar penguatan manajemen dan komitmen amil dan staf. d. Observasi terhadap aktivitas belajar siswa, dilakukan pada tanggal 20

April 2011 pukul 12.00-13.30 di LPI DD. Adapun data yang dilacak adalah seputar mutu pendidikan, interaksi guru dan siswa, dan proses pembelajaran.

e. Observasi terhadap liflet, newsletter, dan website, dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2011. Adapun data yang dilacak adalah seputar pesan-pesan penyadaran masyarakat, layanan donasi, dan jenis media yang digunakan.

f. Observasi terhadap aktivitas penggalangan dana melalui media iklan televisi, dilakukan sejak bulan januari sampai dengan Desember 2012. Adapun data yang dilacak adalah seputar isi pesan dan media penggalangan dana.


(35)

156 3. Studi Dokumentasi

Dalam penelitian naturalistik, data banyak diperoleh melalui teknik sumber insani melalui wawancara dan observasi. Studi dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber-sumber non insani. Studi dokumentasi ini bersifat menguatkan dan melengkapi data yang sudah diperoleh melalui wawancara dan observasi.

Rincian proses pencarian data melalui studi dokumentasi tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh Rumah Zakat untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Dokumen berita harian Republika dan indosiar.com, diperoleh pada tanggal 15 Oktober 2010. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian Sekolah Juara dan mutu pendidikannya.

b. Dokumen berita indosiar.com, diperoleh pada tanggal 15 Oktober 2010. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian Sekolah Juara.

c. Dokumen company profile Rumah Zakat, diperoleh pada tanggal 15 Oktober 2010. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian Rumah Zakat.

d. Dokumen brosur Rumah Zakat diperoleh pada tanggal 4 April 2011. Adapun data yang dilacak adalah seputar penguatan manajemen, mutu pendidikan, dan biaya pendidikan.


(36)

157 e. Dokumen website Rumah Zakat, diperoleh pada tanggal 4 Mei 2011. Adapun data yang dilacak adalah filosofi, program, penguatan manajemen, penyadaran masyarakat, layanan donasi, mutu pendidikan, biaya pendidikan, dan laporan keuangan Rumah Zakat.

f. Dokumen annual report Rumah Zakat, diperoleh pada tanggal 4 Mei 2011. Adapun data yang dilacak adalah filosofi, program, penguatan manajemen, penyadaran masyarakat, layanan donasi, mutu pendidikan, biaya pendidikan, dan laporan keuangan Rumah Zakat.

Adapun rincian proses pencarian data melalui studi dokumentasi tentang strategi penggalangan dana ZIS oleh LPI DD untuk pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Dokumen newsletter CERDASIN LPI, diperoleh pada tanggal 7 Mei 2011. Adapun data yang dilacak adalah program penggalangan dana. b. Dokumen newsletter Donatur DD, diperoleh pada tanggal 7 Mei 2010

Adapun data yang dilacak adalah mutu pendidikan.

c. Dokumen company profile Sekolah SMART, diperoleh pada tanggal 7 Mei 2010. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian, mutu pendidikan dan pembiayaan pendidikan.

d. Dokumen Home Perpustakaan SMART, diperoleh pada tanggal 11 Mei 2011. Adapun data yang dilacak adalah seputar mutu perpustakaan sekolah.


(37)

158 e. Dokumen company profile DD, diperoleh pada tanggal 12 Agustus 2011. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian, program, dan penguatan manajemen.

f. Dokumen company profile LPI DD, diperoleh pada tanggal 12 Agustus 2011. Adapun data yang dilacak adalah basis filosofis pendirian, program, mutu pendidikan dan pembiayaan pendidikan.

g. Dokumen laporan keuangan LPI DD, diperoleh pada tanggal 9 Oktober 2011. Adapun data yang dilacak adalah perolehan dana, distribusi dana, dan akuntabilitas keuangan.

E. Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan suatu proses induktif yang mengorganisasi data kedalam kategori-kategori dan mengidentifikasi pola-pola (hubungan) di antara kategori-kategori tersebut. Adapaun teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik analisis alir yang digagas Huberman dan Milles (1984: 429). Dalam teknik ini, dalam pengumpulan data yang terekam melalui berbagai macam cara, baik wawancara, intisari dokumen, rekaman atau observasi lainnya dengan diproses lebih lanjut dalam bentuk catatan ketikan atau suntingan. Huberman menggambarkan model analisis data yang telah ada yaitu model aliran yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu mulai dari waktu mengumpulkan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.


(38)

159 1. Reduksi data adalah proses pemilihan atau pengurangan, penyederhanaan, dan pentransformasian data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Dalam konteks ini peneliti melakukan beberapa klasifikasi data yang diperoleh dari pengumpulan data tentang strategi penggalangan dana yang dilakukan Rumah Zakat dan LPI-DD untuk penyelenggaraan pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia. Klasifikasi ini dilakukan untuk menentukan. mana data yang akan diambil dan dipakai serta mana yang tidak dipakai. Klisifikasi ini juga dilakukan untuk mengetahui mana data yang substantif dan mana yang bersifat suplementer. Oleh karena sifatnya yang mengklasifikasikan data-data di lapangan, maka proses ini disebut dengan perduksian data, yang layak dan memang wajar dilakukan dalam penelitian kualitatif.

2. Penyajian data, yaitu menyampaikan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah reduksi data tentang tentang strategi penggalangan dana yang dilakukan Rumah Zakat dan LPI-DD untuk penyelenggaraan pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia, maka tahap berikutnya adalah penyajian data-data yang diperoleh secara sistematik, penuh kepedulian, kreativitas dan usaha tanpa henti sampai berhasil menarik kesimpulan dan pemaknaan-pemaknaannya.

3. Penarikan kesimpulan, yaitu suatu proses penegasan dan pemaparan singkat dan jelas tentang hal-hal yang dipaparkan dalam proses penyampaian data tentang tentang strategi penggalangan dana yang


(39)

160 dilakukan Rumah Zakat dan LPI-DD untuk penyelenggaraan pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia, sekaligus karakteristik yang menonjol dalam kurikulum tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 3.1.

Gambar 3.1. Model Analisis Mengalir Interaktif Sumber: Huberman dan Milles, 1984: 429.

Analisis data dengan model interaktif dilakukan sesudah pengumpulan data yang dilaksanakan menggunakan kalimat-kalimat, gambar-gambar dan sebagainya. Semua itu diatur sedemikian rupa sehingga merupakan kesatuan data yang telah dikumpulkan dan siap diadakan penarikan kesimpulan. Penyajian data ini dilakukan secara terus menerus, bahkan setelah selesai penyajian data namun masih dilakukan penelitian penyajian datanya. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar data yang disajikan betul-betul valid.

Data Collection

Data Reduction

Data Display

Conclusions Drawing/Verifying


(40)

161 F. Pengecekan Keabsahan Data Penelitian

Pengecekan keabsahan data pada dasarnya merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif. Pelaksanaan pengecekan keabsahan data didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Moleong, 1989).

1. Kredibilitas

Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan dalam penelitian dilakukan dengan teknik pengecekan data melalui 4 cara, yaitu:

a. Persistent observation

Pengujian terhadap kredibilitas data melalui pengamatan secara terus menerus (Persistent observation). dalam konteks penelitian ini, peneliti berusaha melakukan observasi berulang-ulang terkait dengan fokus penelitian, baik di Rumah Zakat beserta Sekolah Juara, maupun Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa beserta Sekolah SMART.

b. Triangulation

Triangulasi sumber data ini dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan yang satu dengan informan lainnya. Misalnya dari Direktorat Fundraising dan Public Relation, Direktorat Program, dan Bagian Keuangan, atau Kepala Departemen


(41)

162 Pendidikan Formal Sekolah Juara Rumah Zakat/Sekolah SMART LPI Dompet Dhuafa ke Kepala Sekolah dan pihak luar Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa.

Metode triangulasi juga dilaksanakan dengan cara memanfaatkan beberapa metode yang berbeda untuk mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh. Dalam hal ini peneliti antara lain, misalnya melakukan cross check terhadap apa yang diungkapkan informan dalam wawancara dengan Fundraising dan Public Relation, dengan dokumentasi yang ditemukan peneliti. Atau peneliti menindaklanjuti hasil wawancara dengan melakukan pengamatan terhadap situasi yang terkait dengan topik wawancara. c. Member Check

Pengujian terhadap kredibilitas data melalui member check dilakukan pada subjek wawancara secara tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman hasil wawancara yang sudah dibuat oleh peneliti. Dalam hal ini tidak setiap fokus penelitian mendapat member

check, namun pengakuan kebenaran data oleh pihak Rumah Zakat dan

LPI-DD dinyatakan memadai mewakili sumber informasi sasaran wawancara.

d. Referential Adequacy Checks

Pengujian terhadap kredibilitas data melalui pengecekan mengenai kecukupan referensi, dilakukan peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang data khususnya yang terkait dengan fokus


(42)

163 penelitian. Peneliti terus berupaya memperoleh referensi yang banyak tentang penggalangan dana untuk pendidikan di Sekolah Juara dan Sekolah SMART, baik di perpustakaan, surat kabar, hasil penelitian, maupun di situs internet.

2. Transferabilitas

Dalam konteks ini, peneliti melaporkan hasil penelitian secara rinci. Uraian laporan dilakukan agar dapat mengungkap secara khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca, yaitu pemahaman tentang temuan-temuan yang diperoleh. Penemuan itu sendiri bukan bagian dari uraian rinci, melainkan penafsirannya yang diuraikan secara rinci dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kejadian-kejadian nyata.

3. Dependabilitas

Untuk menguji dependabilitas data penelitian, peneliti menggunakan tim audit yang bertugas menguji proses berlangsungnya penelitian, adanya kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan metode, konsep, pemahaman, dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini, para pembimbing penelitian yang terdiri dari promotor, kopromotor, dan anggota promotor adalah pihak yang berkontribusi besar dalam mengaudit proses penelitian ini. Selain itu, rekan-rekan mahasiswa program doktor program studi Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), ikut berpartisipasi melakukan audit terhadap penelitian ini.


(43)

164 4. Konfirmabilitas

Kegiatan konfirmabilitas ini dilakukan bersama-sama dengan pengauditan dependabilitas. Perbedaannya terletak pada orientasi penilaiannya. Jika pengauditan dependabilitas ditujukan pada penilaian proses selama penelitian ini dilakukan, maka pengauditan konfirmabilitas dilakukan untuk menilai hasil atau temuan penelitian. Konfirmabilitas ini bertujuan untuk menjamin keterkaitan antara data, informasi, dan interpretasi yang dituangkan dalam laporan serta didukung oleh bahan-bahan yang tersedia. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam komfirmabilitas ini tidak berbeda dari dependabilitas, yaitu promotor, kopromotor, anggota promotor, dan rekan-rekan mahasiswa program doktor Program Studi Administrasi Pendidikan UPI.


(44)

Fahrurrozi, 2012

Strategi Penggalangan Dana ....

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

PENGEMBANGAN STRATEGI PENGGALANGAN DANA UNTUK PENDIDIKAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 4, peneliti mencoba melakukan pengembangan strategi penggalangan dana Rumah Zakat dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI-DD) untuk pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART Ekselensia. Strategi penggalangan dana untuk pendidikan akan dikembangkan dengan menggunakan pendekatan balanced scorecard, yang mengandung arti pendekatan laporan kinerja yang seimbang (balanced). Dikatakan seimbang karena pendekatan ini hendak mengukur kinerja organisasi secara komprehensif melalui empat dimensi utama, yakni: dimensi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan dimensi learning and growth (Luis, 2007:27).

Dalam konteks balanced scorecard di atas, maka yang dimaksud dengan dimensi keuangan adalah penerimaan atat perolehan dana zakat, infak, sedekah (ZIS) yang diperoleh Rumah Zakat maupun LPI-DD. Dimensi pelanggan adalah dimensi kepercayaan dan kepuasan donatur (muzakki) terhadap program dua lembaga tersebut dalam rangka meningkatkan kemandirian masyarakat, yang salah satunya adalah melalui program pendidikan formal Sekolah Juara (jenjang SD dan SMP) dan Sekolah SMART (jenjang SMP dan SMA).


(45)

370 Adapun yang dimaksud dengan proses dimensi bisnis internal adalah semua daya upaya RZ dan LPI-DD dalam mengkomunikasikan misinya pada masyarakat donatur (ritel, komunitas, corporate). Misi kedua lembaga tersebut adalah mewujudkan kemandirian masyarakat melalui program pendidikan formal jenjang SD, SMP, SMA. Sedangkan yang dimaksud dengan dimensi learning and growth dalam konteks penelitian ini adalah proses penguatan organisasi melalui penguatan struktur organisasi dan pembinaan jejaring.

Berdasarkan pendekatan balanced scorecard, keterkaitan antar dimensi-dimensi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Penguatan organisasi yang merupakan dimensi learning and growth, adalah fondasi awal sebuah organisasi dalam menjalankan bisnisnya. Dimensi ini sangat menentukan baik tidaknya kinerja bisnis internal organisasi.

2. Proses bisnis internal yang terdiri dari rencana dan pelaksanaan strategi penggalangan dana dan juga pelaksanaan pendidikan sekolah, merupakan konsekuensi logis dari learning and growth. Baik buruknya bisnis internal menentukan percaya tidaknya pelanggan.

3. Kepuasan pelanggan ditandai oleh kepercayaan masyarakat muzakki untuk berdonasi melalui RZ maupun LPI-DD. Kepuasan muzakki ini merupakan konsekuensi logis dari proses bisnis internal yang baik.


(46)

371 4. Penerimaan dana merupakan konsekuensi logis dari kepuasan pelanggan, yaitu

muzakki dan mustahik. Semakin puas pelanggan, maka semakin besar

kerpercayaan mereka. Kepercayaan mereka diwujudkan melalui donasi.

Berdasarkan sub bab pembahasan terhadap hasil penelitian, diketahui bahwa Sekolah Juara dan Sekolah SMART diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu (dhuafa/mustahik). Dengan kata lain, bahwa masyarakat umum yang mampu dan tidak masuk kategori mustahik, tidak dapat mengakses pendidikan bermutu yang dibina Rumah Zakat (RZ) dan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI-DD) tersebut. Adapun dasar kebijakan tersebut adalah bahwa RZ dan LPI-DD sebagai lembaga amil zakat harus menyampaikan atau mendistribuskan dana zakat kepada pihak yang berhak menerimanya, yaitu mustahik sebagai salah satu dari 8

ashnaf sebagaimana disebutkan dalam ayat al-Qur’an.

Bertolak dari kondisi tersebut, peneliti melihat terdapat beberapa hal yang dapat dikritisi, yaitu antara lain:

1. Pendidikan bermutu sebagai sebuah bentuk dari human investment adalah hak setiap orang, tidak hanya untuk masyarakat miskin apalagi masyarakat mampu. 2. Kebijakan tentang kelompok masyarakat miskin (mustahik/dhuafa) yang dapat

mengakses pendidikan di sekolah Juara dan Sekolah SMART, mengesankan eksklusivitas pendidikan, yaitu bahwa hanya anak dari masyarakat miskin yang dapat mengakses pendidikan.


(47)

372 3. Kebijakan tentang sekolah untuk kaum miskin (dhuafa) merupakan pencitraan yang kurang positif bagi siswa dan dapat mengakibatkan munculnya rasa inferior pada diri siswa.

4. Terkait dengan masyarakat donatur (muzakki), mereka berasal dari masyarakat dengan tingkat ekonomi yang variatif. Di antara mereka mungkin bahkan sebagian besar di antara mereka adalah berasal dari masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Dengan tingkat ekonomi seperti itu belum tentu anak-anak mereka mendapatkan pendidikan bermutu di sekolah mereka, seperti yang diberikan di Sekolah Juara dan Sekolah SMART.

5. Terkait dengan penerimaan dana, dana yang diterima khusus untuk sekolah sebenarnya tidak cukup memenuhi kebutuhan biaya pendidikan sekolah. Selama ini sekolah mendapat subsidi dari sumber lain yang tidak terikat. Kondisi ini bisa jadi merupakan konsekuensi logis dari masalah-masalah di atas. Oleh karena itu perlu ada perluasan penerima manfaat sekolah, sehingga kepercayaan masyarakat meningkat. Ini akan berimbas pada kenaikan penerimaan dana untuk pendidikan formal. Perluasan juga dilakukan pada wadah penerimaan dana untuk memenuhi kebutuhan biaya investasi pendidikan.

Sebenarnya apa yang telah dilakukan oleh Rumah Zakat dengan Sekolah Juaranya dan LPI-DD dengan Sekolah SMARTnya sudah baik dan akuntabel, artinya tidak ada penyalahgunaan dana. Semuanya dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan


(48)

373 syari’at dan masyarakat percaya terhadap akuntabilitas program maupun keuangan RZ dan LPI-DD. Itu terbukti dengan penerimaan dana secara umum yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, program yang selama ini berjalan perlu dievaluasi dan dikembangkan agar akses pendidikan lebih merata dan memperoleh kepercayaan masyarakat yang lebih luas lagi. Hal ini berhubungan dengan keberlanjutan (sustainbility) kedua lembaga tersebut sebagai organisasi penggalang dana, yang akan berdampak pada penyelenggaraan pendidikan berkualitas

Pengembangan program yang dimaksud adalah perluasan penerima manfaat yang tidak hanya terfokus pada masyarakat tidak mampu, tetapi juga memberi kesempatan bagi masyarakat cukup/mampu untuk dapat merasakan dan membuktikan langsung mutu pendidikan yang diberikan Sekolah Juara maupun Sekolah SMART. Dalam perspektif manajemen strategi, pengembangan strategi ditekankan pada strategi fokus penerima manfaat atau meminjam istilah Hill, yaitu strategi level bisnis. Pembuktian langsung oleh masyarakat tentang mutu pendidikan dengan cara seperti disebut di atas, merupakan strategi tersendiri untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi penggalang dana. Meningkatnya kepercayaan masyarakat akan berpengaruh positif bagi penerimaan dana untuk pendidikan formal, yang itu berarti akan menjamin kualitas pendidikan. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, kecukupan dana merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan sekolah (Preedy, 1997: 4, 130).


(49)

374 Terkait dengan itu, terdapat beberapa pemikiran tentang komponen dan strategi pengembangan model penggalangan dana untuk pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART, yaitu:

1. Misi pengembangan kemandirian masyarakat melalui program pendidikan formal perlu diperluas lagi. Jika semula misinya adalah pemanfaat ZIS untuk sekolah hanya bagi orang miskin (mustahik), maka ke depan perlu diperluas dan dikembangkan, bahwa pendidikan Sekolah Juara dan Sekolah SMART untuk masyarakat umum yang lebih luas lagi. Sebagai sebuah bentuk dari human

investment dan dalam rangka berpartisipasi dalam program pemerataan mutu dan

pemerataan akses, maka siapapun berhak mengkases pendidikan di Sekolah Juara maupun Sekolah SMART, tentunya dengan sistem rekrutmen yang perlu ditentukan selanjutnya.

2. Berdasarkan misi tersebut, dengan pendekatan balanced scorecard, perlu meningkatkan dimensi learning and growth. Strategi penguatan organisasi yang terdiri dari penguatan struktur, pembinaan personalia, dan pembinaan jejaring, perlu diperkuat lagi dengan peningkatan kompetensi mereka. Kompetensi ini sangat penting karena berhubungan komitmen dan semangat dalam mencapai misi organisasi. Selain itu, peningkatan kompetensi mereka sangat menentukan kemampuan mereka dalam menjalankan bisnis internal organisasi, yaitu melakukan penyadaran masyarakat, penggalangan dana dan pelayanan donatur,


(50)

375 dan akuntabilitas program dan dana untuk memperoleh dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

3. Dimensi proses bisnis internal, yang terdiri dari strategi penyadaran masyarakat, galang dan layanan donasi, akuntabilitas, dan program pendidikan sekolah, perlu dikembangkan lagi. Terdapat empat hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu: Pertama, mengembangkan wadah donasi untuk pendidikan. Jika selama ini banyak bertumpu pada ZIS, maka ke depan juga perlu dikembangkan wadah lain, misalnya wakaf untuk mengatasi masalah biaya investasi, seperti yang dihadapi Sekolah Juara terkait kepemilikan gedung sekolah. Berbagai macam strategi dan upaya untuk melakukan edukasi publik dan penggalangan dana melalui wadah wakaf efektif dan produktif perlu digalakkan.

Kedua, strategi galang donasi corporate, yang semula meraih kepercayaan

corporate melalui penerimaan corporate social responsibility (CSR), perlu

dikembangkan lagi dengan memperoleh kepercayaan corporate dalam bentuk kerjasama penelitian untuk kepentingan perusahaan. Dalam hal ini tentu saja RZ maupun LPI-DD harus memiliki peneliti-peneliti ahli sesuai kebutuhan perusahaan. Dalam hal ini RZ dapat mengembangkan dan memberdayakan penelitian dan pengembangan, atau dapat juga mengembangkan komunitas filantropi sebagaimana telah dilakukan LPI-DD serta menerapkan model peneliti mitra.


(51)

376 Ketiga, masih terkait dengan strategi galang donasi, RZ dan LPI-DD harus mengembangkan bentuk-bentuk usaha mandiri (unit usaha) yang bergerak di bidang layanan maupun produk. Terkait dengan itu, sebenarnya Dompet Dhuafa sebagai lembaga induk LPI telah melakukan itu. Hal ini yang perlu dikembangkan juga di Rumah Zakat dan LPI.

Keempat, khusus yang terkait dengan program pendidikan sekolah harus memperhatikan dan mengembangan aspek pemerataan mutu dan pemerataan akses, sebagaimana dijelaskan pada poin 1 di atas. Model pendidikan yang dikembangkan adalah model pendidikan inklusi. Jika selama ini model inklusi dipraktikkan dalam bentuk penempatan peserta didik, baik anak normal dan anak berkebutuhan khusus, dalam satu sekolah dan kelas, namun yang dimaksud pendidikan inklusi dalam konteks ini adalah penempatan bersama dan satu sekolah dan kelas yang terdiri dari siswa dari keluarga mustahik dan keluarga yang mampu. Sekolah inklusif memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat dan mendorong adanya partisipasi penuh dari komunitas sekolah, tidak hanya oleh para guru dan staf sekolah, tapi juga rekanan, orang tua, keluarga dan relawan (Boscardin, 1997: 466).

Selebihnya yang berhubungan dengan strategi penyadaran masyarakat dan akuntabilitas perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan. Pesan penting yang perlu dikomunikasikan adalah sebagaimana dijelaskan pada poin 1. Khusus akuntabilitas, pengembangan yang perlu ditekankan oleh RZ dan LPI-DD adalah pada sistem informasi program dan pemanfaatan dana. Jika mungkin selama ini


(52)

377 program dan penerima manfaat ZIS lebih cenderung ditentukan RZ dan LPI, ke depan peran dan partisipasi masyarakat ditingkatkan karena hal ini sangat berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap RZ dan LPI-DD.

4. Dimensi kepuasan pelanggan. Pada dimensi ini terdapat dua pihak masyarakat yang perlu mendapatkan kepuasan layanan, yaitu masyarakat donatur (stakeholder) dan masyarakat penerima manfaat (shareholder). Masyarakat donatur yang terdiri dari ritel, komunitas, corporate dalam konteks ini tidak hanya sekedar sebagai donatur, tetapi juga berhak mendapatkan dan merasakan program pendidikan sekolah. Dengan demikian masyarakat penerima manfaat selain mustahik juga masyarakat umum. Model pendidikan yang perlu dikembangkan adalah model pendidikan yang mengedepankan dua hal, yaitu kualitas dan ekualitas. Kualitas berbicara tentang standar, sedangkan ekualitas berbicara tentang kesamaan memperoleh kesempatan mendapat pendidikan berkualitas (Preedy, 1997: 34).

5. Dimensi keuangan, yang dalam konteks ini adalah penerimaan dana, terdiri dari dua macam, yaitu dana ZIS-W dan juga dana kemanusiaan. Dana yang diperoleh melalui jalur ZIS-W, baik yang terikat maupun tidak terikat, harus diperuntukkan bagi masyarakat mustahik. Sedangkan dana umum kemanusiaan untuk pendidikan, baik terikat maupun tidak terikat, dapat diperuntukkan bagi masyarakat umum bukan mustahik yang sekolah di Sekolah Juara maupun sekolah SMART. Terkait dengan biaya pendidikan, bagi peserta didik yang


(53)

378 berasal dari masyarakat umum/mampu, jika dana umum kemanusiaan tidak cukup, kekurangannya dapat dibebankan pada wali siswa/orangtua siswa. Hal ini dapat diatur secara lebih jelas oleh RZ dan LPI-DD.

Khusus dana yang diperoleh melalui jalur/wadah wakaf harus dikelola dan didistribusikan untuk kepentingan yang menghasilkan produk abadi atau tidak habis pakai dalam jangka waktu yang sangat lama. Dana wakaf ini ada dua macam, yaitu wakaf tunai (cash) dan wakaf non-tunai berupa fisik bangunan atau tanah dan lainnya. Dalam konteks pendidikan, dana wakaf atau sejenisnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya investasi sekolah. Sedangkan dana ZIS atau dana umum yang sejenis ZIS dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah.

Keterkaitan antara strategi penguatan organisasi yang berimbas pada kinerja strategi penyadaran masyarakat, galang dan layanan donasi, akuntabilitas program dan keuangan; kepercayaan masyarakat donatur; penerapan model sekolah yang dapat diakses mustahik dan umum (inklusi) menghantarkan organisasi pada pencapaian misi organisasi, yaitu ZIS-W dan kemanusiaan untuk pendidikan. Lihat gambar 5.1.


(1)

403 Kotler, Philip, Gary Armstrong. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid 2

(Terjemah), Jakarta: Erlangga.

Kotler, Philip. (2000). Marketing Management. Millennium Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Landorf, Hilary and Ann Nevin. (2007). “Inclusive global education: implications for social justice” dalam Journal of Educational Administration. Vol. 45 No. 6, 2007

Lauffer, Armand. (1984). Grantsmanship and Fund Raising. California: SAGE Publication.

Latridis, Dementrius. (1994). Social Policy. Boston College.

Lembaga Administrasi Negara. (2000). Penyusunan Laporan AKIP. Modul 5, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Leslie, L.L., & Paul, T.B. (1997). The Economic Value of Higher Education, San Francisco : Jossey Bass Publisher.

Levin, H.M, & Hans, G.S., 1983, Finance Recurrent Education :Strategy for Increasing Employment, Job Opportunities, and Productivity, Beverly Hill/London : Sage Publications.

Li, Chung-Kai and Chia-Hung Hung. (2009). “ Marketing tactics and parents’ loyalty: the mediating role of school image” dalam Journal of Educational Administration Vol. 47 No. 4, 2009.

London, Norrel A. (1994). “Interorganizational Decision Making in the Establishment of an Education Project in a Third World Country” dalam Journal of Educational Administration, Vol. 32 No. 2. 1994.

Luis, Suwardi. (2007), Step By Step in Cascading Balanced Scorecard to Functional Scorecards. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Lunenburg, Fred C. (2004). Educational Administration: Concepts and Practices. USA: Wadsworth/Thomson Learning.

Lunenburg, Fred C.. (2006). The Principalship:Vision to Action, USA:Wadsworth Engage Learning.

MacRae, Duncan. (1979). Policy Analysis For Public Decisions. New York: University Press of America.


(2)

404 Manullang, M. (1996). Dasar-dasar Manajemen, Jakarta: Ghalia Indonesia. Mahon, Brenda Mc. (2007). “Educational administrators’conceptions of

whiteness, anti-racism and social justice” dalam Journal of Educational Administration.Vol. 45 No. 6, 2007.

Maringe, Felix. (2005). “University Marketing: Perceptions, Practices and Prospects in the Less Developed World” dalam Journal of Marketing for Higher Education, Vol. 15 (2) 2005

Mercer, Kerri Russo. (2009). “The Importance of Funding Postsecondary Correctional Educational Programs” in Community College Review; Oct 2009; 37, 2; ProQuest Education Journals.

Moleong Lexy, J. (2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya. Montfield, Anne. (1993). School Fundraising: What You Need To Know. London:

The Directory of Social Change.

Murphy, Joseph. (1999). Educational Administration, California: Jossey-Bass Publisher.

Nawawi, Hadari. (2000). Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Neumann, Yoram and Edith Finaly-Neumann. (1994). “Management Strategy, the CEO’s Cognitive Style and Organizational Growth/Decline A Framework for Understanding Enrolment Change in Private Colleges” dalam Journal of Educational Administration, Vol. 32 No. 4, 1994.

Normore, Anthony H. (2007). “Using media as the basis for a social issues approach to promoting moral literacy in university teaching” dalam Journal of Educational Administration Vol. 45 No. 4, 2007.

Norton, Michael. (2002). Menggalang Dana: Penuntun Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sukarela di Negara-Negara Selatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ornstein, Sheila Walbe and Nanci Saraiva Moreira. (2009). “Improving the quality of school facilities through building performance assessment Educational reform and school building quality in Sa˜o Paulo, Brazil” dalam Journal of Educational Administration Vol. 47 No. 3, 2009

Patton, C. V.; dan Sawicki, D. S. (1986). Basic Methods of Policy Analysis and Planning. Prenticehall, Englewood


(3)

405 Permendiknas No. 17 dan 19 Tahun 2007

Perry, Eleanor A. (1997).”Is equity always best? Educational stakeholders lash out” dalam Journal of Educational Administration, Vol. 35 No. 5, 1997, Preedy, Margaret. (1993). Managing The Effective School. London: Open

University

Preedy, Margaret (ed.). (1997). Educational Management: Strategy, Quality, and Resources. UK: Open University Press.

Public Interest Research and Advocacy Center. (2002). Investing In Ourselves: Giving and Fund Raising in Indonesia, Asian Development Bank The Asia Foundation Nippon Foundation United States Agency for International Development (USAID).

Pujihardi, Yuli. (2006). Panduan Menggalang Dana Perusahaan: Teknik dan Kiat Sukses Menggalang Dana Sosial Perusahaan. Jakarta: PIRAMEDIA. Qardhawi, Yusuf. (1995). Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Bina Insani

Pers.

Saidi, Zaim, As’ad Nugroho, Hamid Abidin. (2004), Merebut Hati Lembaga Donor: Kiat Sukses Pengembangan Program. Jakarta: PIRAMEDIA. Salleh dan Aslam Iqbal. (1991). Accountability : The Endless Prophecy, Asian

and Pasific Development Centre, Kuala Lumpur Malaysia.

Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education, London : Kogan Page.

Satori, Djam’an. (1999). Perencanaan Pendidikan Makro dan Mikro, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal. Satori, Djam’an, Aan Komariah. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Sauri, Sofyan. (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizqi Press.

Savitri, Nurani Galuh. (2005). Panduan Manajemen Kerelawanan: Teknik dan Kiat Sukses Mengelola Program Kerelawanan. Jakarta: PIRAMEDIA. Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta. Analisis

Biaya, Handout yang disajikan pada Pelatihan Peningkatan Analisis Sistem Pendidikan: Biro Perencanaan,


(4)

406 Setiawan, Herri, Yuni Kusumastuti, Hamid Abidin. (2006). Membership Fundraising: Panduan Praktis Menggalang Dana Lewat Skema Keanggotaan Bagi Organisasi Nirlaba. Jakarta: PIRAMEDIA.

Slamet PH. (2005). Handout Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.

Smith, Page A. (2007). “Academic optimism and student achievement in urban elementary schools dalam Journal of Educational Administration. Vol. 45 No. 5, 2007

Soehendro, Bambang, 1996, Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1996-2005, Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Soenarwan. (2001). Pendekatan Sistem dalam Pendidikan, Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Stoner, James A.F., R.Edward Freeman, and Daniel R. Gilbert Jl., Alexander Sindoro (penerjemah). (1996). Manajemen Jilid I, Jakarta: PT Prenhallindo.

Sudarya, Yaya. (2003). Akuntabilitas Pengelolaan Dana Untuk Peningkatan Mutu Program dan Mutu Layanan Akademik Pada Perguruan Tinggi Negeri. Disertasi UPI Bandung.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

Sukamto. (2005). “Penerapan Sistem Evaluasi Berbasis Akuntabilitas”, Makalah, Seminar Nasional hari Penelitian tentang Evaluasi Hasil Belajar Serta Pengelolaannya di Program Pascasarjana UNY, tanggal, 14-15 Mei 2005. Sukiswa, Iwa. (1981). Dasar-dasar Umum Manajemen Pendidikan, Bandung:

Tarsito.

Sukmadinata, N.S., dkk. (2002). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah : Konsep, Prinsip dan Instrumen, Bandung : Kusuma Karya. Supriadi, Dedi. (2003). Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung

: Remaja Rosdakarya.

Sutisna, Hendra. (2006). Fundraising Database: Panduan Praktis Menyusun Fundraising Database dengan Microsoft Access. Jakarta: PIRAMEDIA.


(5)

407 Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis Untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.

Tarter, C. John. (1998). “Toward a contingency theory of decision making dalam Journal of Educational Administration, Vol. 36 No. 3, 1998, pp

Thompson, Fulmer and Strickland. (1992). Readings in Strategic Management, USA: IRWIN.

Tim Dosen UPI. (2009). Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Tim UGM. (2002). Laporan Akhir Studi Pengembangan dan Penyusunan Masterplan Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Triaswati, N. (2001). “Pendanaan Pendidikan di Indonesia”, dalam Jalal, F. & Dedi Supriadi (eds), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

Uline, Cynthia. (2008). “The walls speak: the interplay of quality facilities, school climate, and student achievement” dalam Journal of Educational Administration Vol. 46 No. 1, 2008

University of California Office of the President Student Academic Services Student Financial Support. (1998). Education Financing Model: Implementing Guidelines for the University of California’s Undergraduate Financial Aid Policy, March 1998.

Vandenberghe, Roland. (1995). “Creative management of a school A matter of vision and daily interventions” dalam Journal of Educational Administration, Vol. 33 No. 2, 1995.

Wahab, Solichin Abdul. (1991). Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Wibisono, Y. (2007). Membedah Konsep dan Aplikasi CSR, Gresik: Fascho Publishing

Widjajanti, Darwina. (2006). Rencana Strategis Fundraising. Jakarta: PIRAMEDIA.

Wirjana, Nernardine R. (2004). Mencapai Kemandirian dalam Pendanaan Organisasi, Yogyakarta: ANDI.

Woodhall, M. (1997)., Cost Benefit Analysis In Educational Planning, UNESCO EP Printer in Belgium.

Yahya. (2003). Sistem Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Disertasi UPI Bandung.


(6)

408 Yeoh, Michael. (1995). Vision Leadership: Values and Strategies Toward Vision

2020¸ Malaysia: Pelanduk Publlication.

Yılmaz, Ku¨rs¸ad. (2009). “Organizational citizenship and organizational justice in Turkish primary schools” dalam Journal of Educational Administration Vol. 47 No. 1, 2009

Young, Joyce. (2006). Menggalang Dana untuk Organisasi Nirlaba, Jakarta: PT INA PUBLIKATAMA.

Zamroni. (2008). School Based Management. Yogyakarta: Pascarsarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Zuhroh, D., dan I.P.P.H Sukmawati. (2003)., Analisis Pengaruh Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor, Simposium Nasional Akuntansi VI.