PENDIDIKAN MORAL BERBASIS KETELADANAN CARA ISLAMI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI: Studi tentang Pendidikan Moral pada Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung Raya.
PENDIDIKAN MORAL BERBASIS KETELADANAN
CARA ISLAMI PADA PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI
(Studi tentang Pendidikan Moral pada Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung Raya)
DISERTASI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Umum
Promovendus Muhammad Halimi
NIM. 0604706
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
B A N D U N G
(2)
PENDIDIKAN MORAL BERBASIS KETELADANAN
CARA ISLAMI PADA PENDIDIKAN
ANAK USIA DINI
(Studi tentang Pendidikan Moral pada Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung Raya)
Oleh
Muhammad Halimi Drs. IKIP Bandung 1986 M.Pd. UPI Bandung 2001
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana
© Muhammad Halimi 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI
Promotor Merangkap Ketua,
Prof. Dr. Idrus Affandi, SH.
Ko-Promotor,
Prof. Dr.H. Nursid Sumaatmadja
Anggota,
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir
Ketua Program Studi Pendidikan Umum/Nilai Sekolah Pascasarjana UPI
(4)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI UNTUK UJIAN TAHAP 1 dan 2
Promotor Merangkap Ketua,
Prof. Dr. Idrus Affandi, SH.
Ko-Promotor,
Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadja
Anggota,
Prof. Dr. H. Ahmad Tafsir
Penguji 1
Prof. Dr. H. Dedi Mulyasana, M.Pd.
Penguji 2
Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si.
Ketua Program Studi Pendidikan Umum/Nilai
(5)
ABSTRAK
PENDIDIKAN MORAL BERBASIS KETELADANAN CARA ISLAMI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
(Studi tentang Pendidikan Moral pada Pendidikan Anak Usia Dini di Bandung Raya)
Penelitian ini bertujuan menelaah tentang pendekatan pendidikan moral berbasis agama bagi Anak Usia Dini. Penelitian dilatarbelakangi oleh terjadinya degradasi moral yang memun-culkan fenomena sikap dan perilaku sebagian masyarakat pada setiap lapisan yang jauh dari tatanan nilai, moral, dan norma yang berlaku. Salah satu fenomena yang peneliti anggap urgen berakar dari kelemahan pendidikan yang belum mampu menanamkan fondasi moral kepada peserta didik sejak usia dini. Nilai, sikap, moral dan perilaku terpuji banyak bersumber dari nilai, moral dan norma yang hidup di masyarakat dan agama.
Penelitian difokuskan pada (1) Bagaimanakah program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami dilaksanakan bagi anak usia dini? (2) Bagaimanakah bentuk pendekatan dan metode penanaman moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini? (3) Masalah apa yang dihadapi pihak sekolah dalam mengelola program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami anak usia dini? (4) Bagaimana upaya dan langkah antisipatif perbaikan pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami anak usia dini?
Berbagai teori digunakan sebagai dasarpijakan pemecahan masalah, antara lain teori berkaitan dengan psikologi, pendidikan dan pembelajaran, serta teori perkembangan moral.
Penelitian diawali dari survey dan kajian pustaka terhadap fenomena degradasi moral yang terjadi dewasa ini untuk menemukan permasalahan pendidikan yang masih kurang maksimal dalam menanamkan moral sebagai landasan bertindak berperilaku sejak dini khususnya pada anak usia dini. Hasil survey disusun dan dikonsultasikan kepada pihak yang berkaitan erat dengan pembelajaran moral. Setelah mengalami penyempurnaan, kemudian dilakukan uji empiric pada beberapa lembaga pendidikan anak usia diniuntuk memperoleh sebenarnya. Harapan peneliti hasilnya dapat mengungkap secara empiric pada lembaga pendidikan anak usia dini dalam menanamkan moral berbasis keteladanan cara Islami sebagai fondasi sikap dan berperilaku (berakhlak, berkarakter) masa mendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, pendidikan moral yang dilakukan para guru melalui pendekatan keteladanan secara nyata telah dilakukan pada pembelajaran anak usia dini, namun pada pelaksanaannya masih kurang maksimal terutama pada lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini umum. Kedua, pendekatan-pendekatan pembelajaran bagi anak usia dini sebenarnya telah dipahami dan diketahui para guru, namun pada kenyataan yang nampak kemampuan penggunaan variasi metode dan pendekatan masih belum terlihat nyata, sehingga peserta didik kurang terlayani sesuai kebiasaan dan gaya belajarnya masing-masing. Ketiga, model pembelajaran yang mengacu pada pendekatan keteladanan sebagai sarana terbaik dalam menanamkan moral berbasis agama, dan moral-moral social lainnya yang ditampilkan guru baru hanya sebatas pengetahuan belum menyentuh aspek kejiwaan peserta didik, sehingga apa yang dibelajarkan belum memiliki kemampuan menggugah sikap dan perilaku peserta didik. Keempat, keteladanan yang ditampilkan guru sebagai pembelajar masih kurang maksimal, padahal penanaman moral berbasis keteladanan cara Islami sangat urgen bagi anak usia dini dalam membentuk karakter, sikap dan perilaku.
Hasil penelitian merekomendasikan : penanaman nilai moral berbasis agama sebagai fundasi bagi seorang anak harus dilakukan sejak dini. Keluarga sebagai madrasah pertama bagi seorang anak memiliki peran sentral, demikian pula lembaga-lembaga pendidikan anak prasekolah dan masyarakat. Harmonisasi dan sinergisitas ketiga lembaga sangat dibutuhkan. Temuan ini merupakan kesimpulan tentative untuk dilengkapi dengan rumusan model pembelajaran, media, evaluasi dan lainnya.
(6)
ABSTRACT
MORAL EDUCATION BASED ON ISLAMIC IDEALS IN EARLY CHILDHOOD EDUCATION
(Study of Moral Education in Early Childhood Education in Bandung)
This study is aimed to study approaches of religion-based moral education for young children. This study is motivated by occurrence of moral degradation which brought out
phenomena of most people’s attitudes and behaviors in every level which is far from prevailing foundations, morals, and norms. One of the phenomena that considered as urgent by the
researcher rooted from the education’s lack which is its inability to instill moral foundation to
young learners since their early childhood. Most of good values, attitudes, morals, and behaviors sourced from values, morals, and norms that live in society and religion.
This study is focused to: (1) How moral education programs based on Islamic ideals executed for young children? (2) What is the form of approaches and methods used to instill morals based on Islamic ideals for young children? (3) What problems are faced by school authorities in managing Islamic ideal based moral education programs for young learners? (4) What are anticipative efforts and steps to fix Islamic ideals based moral education for young learners?
There are many theories used as basis for problem solving, for instance theories related to psychology, education and learning, and moral development.
This study is started from survey and literature review towards moral degradation phenomenon happened nowadays to find out the problems in educations which is its lack in instilling morals as grounding to act and behave since in an early age specifically for young learners. Results of the survey is compiled and consulted to experts of moral education. After it’s improved, empiric test is executed in a number of early childhood education institutions to get the accurate result. The researcher hopes that the result can discover empirically to early childhood education institutions in instilling Islamic ideals based morals as foundation of their attitudes and behaviors in the future.
Study results show that: First, moral education proceeded by teachers through ideal approaches actually been done to young children learning process, however it’s still less maximum especially in public early childhood education institutions. Second, learning approaches for young learners actually been understood and known by teachers, but in reality their ability in using methods and approaches variations have not tangibly seen, which makes the learners underserved according to their own habit and learning style. Third, learning model based to ideal approach as the best medium in instilling religion-based morals, and other social morals
shown by teachers were just up to theories and it haven’t reach learner’s psychology aspects, in which what are taught to them haven’t inspire learners’ attitude and behaviors. Fourth, ideals shown by teachers are still not maximized enough; in fact Islamic-ideals-based moral instilling is very important for young children in forming their characters, attitudes, and behaviors.
Study results recommend: religion-based moral values instilling as foundations for a child should be done since an early age. Family as the first learning institute for a child should have a central role, as well as pre-school children education institutions and society.
(7)
Harmonization and synergy between the three abovementioned institutions is much needed. These findings are tentative conclusions that need to be completed by learning model formulas, media, evaluations, and et cetera.
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ……… xi x BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Pertanyaan Penelitian ... 15
D. Tujuan Penelitian ... 15
E. Manfaat Penelitian ... 16
F. Paradigma Penelitian ... 16
G. Metode Penelitian ... 19
H. Lokasi, Populasi dan Sampel ... 20
BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PENDIDIKAN MORAL BERBASIS AGAMA BAGI ANAK PRASEKOLAH ... 21
A. Landasan Penelitian ……….. B. Hakikat Pendidikan ... 21 24 C. Teori Belajar Sosial dalam Penanaman Moral Berbasis Agama pada Anak Usia Dini (prasekolah) ... 37
D. Hakikat Pendidikan Moral ... 41
1. Pengertian Moral ………. 41
2. Moral Islami atau Akhlak Islami ……... 51
3. Model Pendidikan Moral Secara Umum ... 4. Model Pendidikan Moral Cara Islami ………. 56 66 E. Hakikat dan Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini ... 76
1. Memahami AnakUsia Dini ... 77
2. Karakter Belajar Anak Prasekolah …………... 3. Cara Belajar Anak Prasekolah ………. 79 82 4. Hakikat Pendidikan Anak Prasekolah ... 85
F. Konsep Tentang guru ... 86
1. Pengertian Guru ... 86
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru ... 88
3. Kedudukan Fungsi dan Peranan Guru ... 90
4. Kompetensi dan Profesionalisme Guru ... 93
G. Kajian tentang Pendekatan Keteladanan dalam Proses Pembelajaran ... 95
1. Pengertian Keteladanan ... 96
2. Sifat dan Suri Tauladan Guru ... 100
3. Proses Peniruan ... 104
(9)
5. Pendidikan dengan Keteladanan ... H. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Konteks Pendidikan Umum …………..
108 113
BAB III METODE PENELITIAN ... 121 A. Rancangan Penelitian ... B. Lokasi dan Subjek Penelitian ...
121 123 C. Instrumen Penelitian ...
D. Proses Pengembangan Instrumen ………
124 124 E. Teknik Pengumpulan Data ... 124 F. Pendekatan dan Paradigma Penelitian ... 128 G. Prosedur dan Tahap-Tahap Penelitian ... 129
BAB IV HASIL PENELITIAN, TEMUAN PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN 135 A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 135
B. Temuan Hasil Penelitian ………..………
C. Interpretasi Hasil Penelitian ……….
D. Pembahasan Hasil Penelitian dan Teorisasi ……….
E. Pendekatan Keteladanan dalam Proses Pembelajaran ………..
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...
A. Kesimpulan ... B. Implikasi Hasil Penelitian ...
C. Rekomendasi
140 176 179 199 209 209 211 211 Daftar Bacaan ...
Lampiran-Lampiran ………..
213 -
(10)
B A B I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu praktek pewarisan budaya bangsa secara positif. Penyelenggaraan pendidikan yang diharapkan mampu membentuk manusia berakhlak mulia, namun yang kita saksikan data yang ada dari pihak kepolisian di tahun 2012 sampai dengan bulan juni tahun lalu saja, tercatat sudah terjadi tawuran yang dilakukan para pelajar sebanyak kurang lebih 137 kali di seluruh wilayah nusantara. Yang paling menyedihkan tawuran tidak hanya dilakukan pelajar yang masih duduk di bangku SMP dan SMA atau sederajat, namun perbuatan tersebut juga dilakukan oleh sebagian mahasiswa, yang kita anggap memiliki kemampuan berpikir rasional dan berperilaku lebih dewasa dan lebih baik. Akibat dari semua perbuatan tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri, namun merugikan beberapa generasi sebagai asset bangsa yang sangat berharga kini dan masa mendatang.
Pendidikan pada hakekatnya mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak untuk menyongsong atau menjelang dewasa. Demikian pula melalui pendidikan fitrah dan potensinya bukan banya diarahkan, tetapi juta dikembangkan secara maksimal menuju kebaikan dan kesempurnaan yang layak bagi diri dan lingkungannya, yang dilakukan secara bertahap, oleh karena itu pendidikan sangat dibutuhkan untuk tujuan-tujuan berharga bagi seorang anak manusia. Allah SWT. memperingatkan kepada kita melalui firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 9, yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan di belakang mereka keturunan yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh karena itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah ….” (Q.S.4:9).
Dari keterangan di atas kita pahami bahwa Allah mengingatkan kepada setiap manusia bahwa kita diharuskan mempersiapkan khususnya mendidik anak dan keturunan yang akan ditinggalkan, jangan sampai memiliki kemiskinan iman, miskin ilmu dan harta, dan miskin lainnya yang berkaitan dengan diri pribadinya sebagai bekal hidup berharga akibat dari salah mendidik. Oleh karenanya sudah selayaknya setiap orang atau keluarga yang memiliki kesadaran, pemikiran sehat dan mengharap kebahagiaan diri dan
(11)
keturunannya, berkewajiban mendidik anak keturunan mereka sejak kecil agar menuntut ilmu. Nabi sendiri mengingatkan kepada kita melalui sebuah Hditsnya, yang artinya :
“Barangsiapa mengharap kebahagiaan dunia, maka harus dengan ilmunya, dan barangsiapa yang mengharap kebahagiaan akhirat, juga harus dengan ilmunya, dan barangsiapa yang mengharap kebahagiaan dunia dan akhirat, maka harus dengan ilmunya”. (Al-Hadits).
Berbicara masalah pendidikan dan tujuan pendidikan Dedi Mulyasana (2011:20) dalam pandangannya menyatakan tentang hakikat pendidikan bahwa :
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup. Melalui proses tersebut diharapkan manusia dapat memahami apa itu arti dan hakikat hidup, serta untuk apa dan bagaimana menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar. Karena itulah focus pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan menitikberatkan pada proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan keimanan. Puncak pendidikan adalah tercapainya titik
kesempurnaan kualitas hidup.”
Pendidikan moral yang kita kenal secara umum, dan pendidikan karakter (akhlaq) secara khusus merupakan upaya pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang, yang hasilnya akan kita saksikan dalam bentuk tindakan nyata seorang anak manusia. Melalui tingkah laku yang baik yang ditampilkan seorang anak manusia inilah kita dapat menilai, misalnya : memiliki tanggung jawab, menghormati hak orang lain, mau bekerja keras demi masa depan diri dan bangsanya, menghargai dan menghormati kedua orang tua, guru dan orang-orang dewasa lain yang patut dihargai dan dihormati, mau bekerjasama dengan orang lain secara positif, taat kepada negaranya, tidak memaksakan kehendak terhadap orang lain yang tidak sepaham, baik politik, agama, budaya atau lainnya, yang harus kita lakukan dan usahakan.
Krisis yang mengkhawatirkan dalam masyarakat kita saat ini dan melibatkan milik kita yang paling berharga, yaitu tentang anak-anak kita. Michele Borba, (2008:1) “Kita memang patut khawatir, setiap hari berita-berita berisi tragedi yang mengejutkan dan statistik mengenai anak-anak membuat kita tercengang, khawatir, dan berusaha mencari jawaban atas persoalan tersebut”.
Secara historis pendidikan moral atau karakter yang kita kenal dalam agama Islam
pendidikan akhlak, merupakan misi utama para Nabi dan Rasul. Coba kita perhatikan
misi pertama Nabi Muhammad emban adalah memperbaiki akhlaq “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq” (Al-Hadits). Ungkapan Rosulullah
(12)
tersebut menjadikan indikasi betapa pentingnya pembentukan karakter (akhlaq) bagi tumbuh kembangnya masyarakat yang baik dan beradab, kini dan masa akan datang.
Pembangunan di bidang pendidikan yang kokoh merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan dan membentuk kepribadian atau karakter (akhlaq), serta peningkatan kualitas sumber daya manusia, hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakapkreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
Penyelenggaraan pendidikan nasional telah dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1, sebagai penjabaran dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 31. Isi
pasal 13 ayat 1 tersebut menyatakan : “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.” Hal ini merupakan konsekuensi bagi Negara untuk melaksankan kewajibannya dalam mencerdaskan warganya. Lebih kanjut Peraturan Pemerintah yang mengatur pendidikan
non formal dalam pasal 73 menyatakan bahwa “Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupan.”
Salah satu pendidikan non formal yang memfokuskan diri terhadap pendidikan anak adalah Pendidikan anak Prasekolah (Usia Dini). Program ini dilakukan untuk membantu pertumbuhan pengetahuan dan kemampuan, perkembangan jasmani dan rohani anak secara optimal agar memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan berikutnya secara positif serta memberikan bekal berharga bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara kelak dalam kehidupan nyata di masa ketika ia telah kembali ke dalam kehidupan masyarakat secara nyata setelah dewasa kelak.
Anak prasekolah atau anak usia dini merupakan sekelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah perlu diarahkan pada pelatakan dasar-dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya. Hal ini meliputi perkembangan fisik, daya [ikir, daya
(13)
cipta, social emosional, bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar oembentukan pribadi yang utuh, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pendidikan anak prasekolah diyakini memiliki efek kumulatif yang akan terbawa dan mempengaruhi fisik dan mental anak selama hidupnya. Dengan demikian, pendidikan anak prasekolah berusaha membekali dan menyiapkan anak sejak dini untuk memperoleh kesempatan dan pengalaman yang dapat membantu perkembangan kehidupan selanjutnya.
Dalam membentuk anak prasekolah untuk menjadi generasi-genarasi yang baik dan berkarakter, dibutuhkan contoh figur teladan, yang kelak dapat diteladani kini dan masa mendatang. Pada umumnya, anak usia dini berada pada masa imitasi akan banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh terdekat yang ada dalam lingkungan yang ia kenal, baik secara nyata maupun yang ia saksikan melalui media massa. Apapun yang dilakukan oleh media massa maupun lingkungan di mana anak usia dini tinggal semua dapat berjalan, selama itu membawa pengaruh yang baik. Namun, disayangkan sikap mengidolakan ini seringkali mengandung makna; meniru secara keseluruhan baik sikap maupun penampilan dalam keseharian hidup mereka, tanpa upaya memilah dan memilih lagi mana yang pantas atau sebaliknya, di sini peran orang tua dan para pendidik menjadi sangat penting.
Patut diduga terjadinya perilaku menyimpang setelah ia remaja, dewasa awal, maupun dewasa sebenarnya salah satunya terjadi karena kondisi lembaga pendidikan baik formal, informal maupun nonformal kurang mampu menampilkan sosok teladan yang layak diteladani secara moral dan karakter positif dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga ia akan mencari idola-idola lainnya yang secara karakter dan moral kurang patut dicontoh.
Dalam krisis keteladanan ini, guru dalam arti yang luas seharusnya tampil sebagai sosok teladan yang patut di contoh, di idolakan. Peserta didik khususnya anak usia dini menjadikan guru dalam arti luas sebagai figur atau panutan yang patut di tiru, dalam berperilaku, berucap, dan lainnya. Untuk itu guru dapat menjadi model keteladanan yang efektif dalam penanaman pendidikan nilai-moral, dalam menghadapi krisis moral yang terjadi saat ini dan sangat memprihatinkan. Oleh karena itu para pendidik merasa memiliki tanggung jawab lebih untuk membangun karakter bangsa.
Proses pendidikan ada dua subjek yang berperan yaitu, pendidik dan peserta didik. Semua pendidik atau semua guru memiliki peran yang sama yaitu, untuk mendidik, mengarahkan, dan membimbing siswa, bukan hanya trasfer of knowledge saja yang
(14)
dilakukan kepada peserta didik, namun lebih dari itu. Pendidik harus mampu mengubah perilaku peserta didik, sehingga dapat mencetak warga negara yang baik (to be good citizinship). Untuk itu, semua guru memiliki tugas yang sama yaitu memberikan pengetahuan dan mendidik perilaku siswa secara nyata.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu program pendidikan yang memiliki fungsi dan peran sangat strategis dalam membentuk dan menciptakan para generasi-generasi terpuji, bila dilakukan secara tepat dan sesuai perkembangan peserta didik masing-masing. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1990 bab 1 pasal 11 ayat 1, menyatakan bahwa : “Pendidikan Prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar yang diselenggarakan di jalur pendidikan formal maupun non-formal”.
Pendidikan, baik formal, informal maupun non formal sama-sama memiliki tanggung jawab dan memiliki kontribusi positif dalam menumbuhkembangkan kepribadian atau karakter (akhlaq), mencerdaskan anak bangsa dan melahirkan generasi-generasi terpuji, dan sekaligus mengikis sisi kelabu menurunnya moral dan karakter bangsa (degradasi moral dan karakter) yang sedang melanda negara kita saat ini. Lahirnya perilaku dan sikap yang tidak terpuji memang bukan satu-satunya yang dilahirkan dari proses pendidikan yang diterima secara formal di lembaga-lembaga pendidikan atau proses pendidikan yang sedang dilaksanakan saat ini mengalami kegagalan, namun kita akui banyak factor yang mengakibatkan hal tersebut. St.Kartono (dalam Paulus Mujiran, 2004) menyatakan bahwa “…keterpurukan pendidikan bukanlah factor tunggal dan berdiri sendiri. Ia bukan semata-mata terletak pada siswa dan guru, melainkan pada lingkungan sekitar, dan secara tegas ia menyatakan krisis keteladanan yang dianggap sebagai biang keladinya.”
Kekurangberhasilan pendidikan dalam menanamkan nilai moral atau karakter (akhlaq dalam bahasa agama Islam) kepada peserta didik sejak usia dini membawa dampak negative terhadap seluruh aspek kehidupan baik ekonomi, politik, sosial budaya, dan lainnya. Salah satu yang dapat kita saksikan hari ini adalah rendahnya tingkah laku moral yang ada pada sebagian masyarakat mulai dari anak, remaja, pelajar, pejabat, pelaku bisnis, birokrat, wakil rakyat, penegak hukum dan masyarakat lainnya. Sebagai bangsa Indonesia kita patut berbangga, negara kita diberi limpahan kekayaan sumber daya alam
(15)
dan luasnya wilayah, serta besarnya jumlah penduduk sebagai modal dasar mencapai kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara. Seluruhnya akan terwujud bila dikelola dan dilakukan oleh anak-anak bangsa yang memiliki sikap perilaku dan karakter terpuji.
Pendidikan merupakan proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat di sepanjang hidupnya, mencakup dalam segala bidang. Tugas ini dilimpahkan kepada manusia pada tingkatan yang berbeda. Jadi, dalam konteks ini, pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan penuntun kecerdasan manusia (human intellect) untuk mencapai kematangan dan derajat yang dicita-citakan.
Untuk meraih tujuan mulia tersebut, maka diutuslah serangkaian Nabi dan Rasul as. serta diwahyukannya hukum dan risalah ilahi. Para Nabi dan Rasul as. dan kitab-kitab suci itu hadir untuk mendidik manusia dengan cara sistematis yang seimbang, mencakup seluruh aspek kemanusiaan, seperti fisik, rohani, perilaku, dan konseptual. Pesan-pesan mereka mendorong manusia untuk mewujudkan sisi kemanusiaan.
Di atas telah disinggung bahwa pendidikan adalah proses pengembangan, pembentukan, bimbingan dan latihan praktis bagi manusia. Hal ini bukan berarti pengalihan konsep serta perluasan bidang informasi manusia belaka. Pengetahuan dan informasi berperan sebagai pola atau model perencanaan, yakni fondasi tempat membangun dan memberi kepribadian dasar manusia. Karena itu, informasi dan ketata-sopanan di tangan guru atau seorang pendidik adalah sama halnya dengan Sketsa
rancangan seorang insinyur yang terlibat dalam pembangunan sebuah bangunan.
Bangunan itu pasti terwujud sesuai dengan sketsa yang telah dipersiapkan secara tepat. Hasan Langgulung (dalam Tedi Priatna, 2004:26) melihat arti pendidikan dari sisi fungsi, yaitu pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat bagi berlangsungnya pendidikan sebagai satu upaya penting pewarisan kebudayaan yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan masyarakat terus berlanjut. Kedua, dari sisi kepentingan individu, pendidikan diartikan sebagai upaya pengembangan potensi-potensi tersembunyi yang dimiliki manusia.
Ahmad Tafsir (dalam Tedi Priatna, 2004:v) menyatakan bahwa :
Tatkala kita akan merancang suatu pendidikan, katakan sekolah, yang mula-mula kita pikirkan adalah akan menghasilkan lulusan yang bagaimana sekolah itu. Selanjutnya terpikir juga bagaimana struktur kurikulumnya, tenaga pelaksananya, pembiayaan dan lain-lainnya. Tapi yang paling penting apakah pandangan hidup
(16)
yang diyakini terakomodasi dalam desain itu. Inilah tahap pemikiran, yang disebut juga tahaf filsafat.
Islam sebagai agama memiliki pandangan yang unik dan menyeluruh dalam membahas berbagai permasalahan, seperti masyarakat, sejarah, asal usul alam semesta dan kehidupan, etika, politik, ekonomi, seni, perundang-undangan dan sebagainya dijelaskan dalam terjemahan Mahjubah Megazine (1993). Di sisi lain Islam juga memiliki dasar yang kokoh dan sumber-sumber yang dirumuskan dengan jelas. Sebab itu seluruh teori, konsep-konsep dan silabus yang meliputi seluruh tingkatan pendidikan harus dirumuskan dari filsafat, pandangan umum dan system aturan serta prinsip-prinsip Islam. Singkatnya, risalah Islam adalah pesan kemanusiaan dan pendidikan yang memiliki hukum-hukum serta konsep yang dirumuskan dengan baik. Dalam setiap langkahnya, ia mengarah pada pengembangan manusia dan masyarakat. Risalah Islam mengembangkan seluruh potensi manusia yang baik dan meningkatkan kualitas perilaku dan kepribadiannya.
Agama dijadikan sebagai basis titik tolak penelaahan yang sarat dengan nilai moral bagi pengembangan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan jiwa, karena sesungguhnya Allah SWT telah menyimpankan agama dalam lubuk jiwa manusia seperti diungkap dalam firman-Nya “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah : tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sessuai dengan fitrah itu.” (Q.S.30:30). Dari sinilah keberadaan agama merupakan satu kebutuhan karena memang kita akui bahwa agama merupakan satu kefitrian.
Akhlak merupakan fondasi utama yang menjadi tumpuan bangunan suatu masyarakat manusia, dan cadangan itu hanya akan kita temui dalam agama. Di sisi lain kita sering mendengar pernyataan bahwa untuk mewujudkan akhlak tidak diperlukan adanya unsur agama, pernyataan ini sama sekali tidak bisa dibenarkan. Akhlak samalah keadaannya seperti uang kertas yang jika tidak didukung oleh cadangan dana di Bank, berupa emas atau lainnya, niscaya akan kehilangan nilainya.
Kaum muslimin memandang Nabi sebagai „suri tauladan dan sekaligus contoh
hidup‟, sebab sejak kelahirannya, Beliau telah dituntun oleh Allah melalui sebuah keterangan “Tuhanku telah mengajariku, dan sungguh merupakan pendidikan yang terbaik’ (Al-Hadits). Oleh karena itu setiap perilaku Rasulullah yang mulia dianggap sebagai model manusia yang sempurna dan paling luhur dalam seluruh aspek kehidupan,
(17)
sehingga Nabi s.a.w. digunakan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah kitab Suci
Al-Qur‟an.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan pendidikan yang amat mendasar dan strategis, karena masa usia ini merupakan masa emas dan berharga bahkan dikatakan sebagai peletak dasar (fondasi awal) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa meskipun ketika anak dilahirkan sudah dibekali oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan berbagai potensi bawaan. Tetapi lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, moral, kepribadian dan pengembangan kemampuan anak.
Pendidikan usia dini (PAUD) merupakan bagian tak terpisahkan dalam keseluruhan pendidikan nasional. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa ”Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yanh dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan perkembangan jsmani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Pemerintah saat ini terus memasyarakatkan kepada seluruh warga negara tentang pentingnya pelaksanaan program peningkatan pendidikan bagi anak-anak usia dini. Walaupun di masyarakat masih terdapat para orang tua yang kurang peduli terhadap lermbaga pendidikan anak usia dini, terutama pada masyarakat pedesaan. Coba perhatikan ungkapan cedikiawan ketika ibu hamil, dianjurkan untuk rajin melakukan ibadah mahdhoh, membaca ayat-ayat suci Al-Qur‟an, serta berperilaku yang baik, berpikiran positif, jauh dari rasa kesal, cemburu, sirik, dan sebangsanya, karena semuanya itu akan berpengaruh positif maupun negatif terhadap pembentukan sifat dan perilaku anak yang akan lahir kelak.
Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Para menteri pendidikan dari 179 negara dalam pertemuannya di Jomden Thailand tahun 1990 telah menyepakati program Education for All (EFA) yaitu pendidikan bagi semua
sepanjang masa. Kemudian tahun 2000 pada pertemuan di Dakar Senegal lahir ”Deklarasi Dakar” berupa komitmen bersama mengenai kerangka aksi Education for all yang salah satubutirnya menyatakan perlunya segera memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini secara komprehensif.
(18)
Masa kanak-kanak adalah masa paling penting dalam kehidupan manusia. Masa kanak-kanak adalah masa yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Menanamkan akhlak dan prinsip-prinsip pada masa ini adalah mudah. Oleh karenanya, Rasulullah senantiasa mengajarkan kepada Ibnu Abbas prinsip-prinsip Islam dan dasar-dasar iman terhadap qadha dan qodar. Di sini beliau mencoba menarik perhatian para pendidik akan pentingnya masa kanak-kanak tersebut. Anak pada masa ini lebih dekat kepada fitrah yang masih suci. Sedikit terlambat memberikan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai dalam diri anak akan menambah beban tanggung jawab yang dipikul oleh kedua orang tua. Seorang anak tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang ia terima sejak kecil.
Banyak para ibu tidak memperhatikan masa ini, bahkan ia mengira bahwa masa ini adalah masa yang tidak penting dalam kehidupan sang anak. Mereka hanya mengetahui bahwasanya masa ini lebih pada masa pembentukan ide dan konsep dibanding dengan masa-masa yang lain. Mengajar pada masa ini lebih mudah dibandingkan masa yang lain.
Ada ungkapan dalam syair lagu yang menyatakan bahwa ”mengajar di usia kanak-kanak ibarat memahat di atas batu, dan mengajar di usia dewasa ibarat mengukir di atas air”. Artinya bahwa pendidikan di usia kecil tidak mudah terlupakan lenyap, sementara pendidikan di usia dewasa amatlah mudah hilang dan lenyap.
Efek pendidikan akan kekal pada anak-anak dalam tingkah laku mereka. Kita bisa melihat, beberapa anak yang dididik dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai keagamaan dan ketaatan, mungkin bisa dihancurkan oleh teman-teman yang buruk perangainya selama beberapa saat namun kemudian mereka bisa kembali ke jalan benar. Demikian ini disebabkan oleh apa yang telah ditanamkan kepada mereka sejak kecil nilai-nilai dan dasar-dasar keagamaan yang telah mereka dapatkan sejak kecil dan membekas di masa kanak-kanak. Merekalah yang membuat mampu mengalahkan rintangan-rintangan tersebut.
Panutan atau suri tauladan memiliki pengaruh penting di masa kanak-kanak. Seorang anak akan terpengaruh secara langsung oleh kedua orang tuanya yaitu dengan cara meniru secara langsung kebiasaan-kebiasaan orang tua dalam berbagai hal. Seorang anak akan menjadikan kedua orang tuanya sebagai tokoh idealnya baik dalam perilaku, berkata, akhlak, maupun kehidupan lainnya baik positif maupun negatif. Anak juga
(19)
menganggap kedua orang tuanya sebagai jendela pertama untuk menengok kehidupan dunia masa mendatang.
Pengalaman-pengalaman hidup di usia dini membentuk karakter dan pola pikir seorang anak yang tidak biasa atau sulit diubah setelah dewasa. Sebelum anak mencapai usia tiga atau empat tahun, karakteristik mereka telah terbentuk oleh pengaruh-pengaruh pengetahuan dan lingkungan yang ia dapatkan.
Masa anak-anak menjadi penting karena karakter sosial anak terbentuk di rumah. Karakter sosial ini melekat erat pada diri anak sepanjang hidup sehingga menjadi suatu kepribadian yang kokoh. Penyakit moral, seperti egois, nakal, kehilangan kepercayaan diri, acuh tak acuh, iri, bohong, bakteri penyebab sebenarnya menyebar dari rumah dan sangat sulit bagi lembaga sekolah dan masyarakat untuk mengubahnya.
Hubungan antara pendidikan dan nilai serta moral adalah sangat erat. Setiap pendidikan yang dirumuskan akan melibatkan faktor nilai, baik berkaitan dengan proses pembelajaran, penentuan materi pembelajaran, maupun dalam penyusunan kurikulum dan perangkat lainnya yang berkaitan dengan terselenggaranya pendidikan.
Penelitian Irene (2005:1) menunjukkan pentingnya mengisi otak anak sejak usia dini. Pada rentang usia 0-4 tahun, perkembangan intelektual anak mencapai 50%. Proses pembentukan intelektual dan emosional anak dialami saat anak menginjak usia dua tahun. Pada usia 4-8 tahun, perkembangan intelektual anak bertambah 30% sehingga menjadi 80%. Selanjutnya dalam rentang usia 8-18 tahun perkembangan intelektual dan emosional genap mencapai 100%.
Pada proses pembelajaran, nilai-nilai patut ditanamkan kepada anak-anak agar mereka menjadi pribadi berkarakter. Ratna Megawangi (2004:2) mengelompokkan karakter ke dalam 9 pilar, yakni :
“1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; 2) tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian; 3) kejujuran/amanah dan arif; 4) hormat dan santun; 5) dermawan, suka menolong dan gotong royong/kerjasama; 6) percaya diri, kreatif dan pekerja keras; 7) kepemimpinan dan keadilan; 8) baik dan rendah hati; dan 9) toleransi,
kedamaian dan kesatuan”.
Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian di manapun, baik dalam mayarakat yang telah maju, masyarakat sedang berkembang, maupun masyarakat yang masih terbelakang. Penurunan moral pada beberapa orang akan mengganggu
(20)
ketentraman dan keamanan orang lainnya, apabila tidak segera diperbaiki akan menggangu dan meneggelamkan masyarakat atau bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai keadilan, keberanian, kejujuran, dan kebenaran, nampaknya sudah menjadi barang langka pada sebagian masyarakat kita saat ini. Hal ini terjadi karena tertutupi oleh perilaku-perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Fitnah memfitnah, adu domba, iri dengki, melakukan penjilatan, menipu, mengambil hak orang lain atau harta negara melalui praktek korupsi sudah merupakan hal yang dianggap wajar, di samping perbuatan-perbuatan lainnya.
Penurunan moral atau degradasi moral ini, bukan hanya menghinggapi sebagian orang-orang dewasa, namun sudah menjalar dan merasuki sebagian pemuda, anak sekolah mulai dari SMA, SMP, bahkan SD sekalipun sudah tertulari, walaupun kadar perusakannya berbeda, namun ini merupakan satu keprihatinan bersama sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Penurunan atau degradasi moral atau moralitas bangsa yang kita harapkan dapat terbangun dengan baik, malah semakin hari semakin menurun. Reformasi yang terus bergulir ternyata belum mampu dan tidak kunjung berhasil meningkatkan dan mengembalikan moralitas dan karakter bangsa secara positif, terutama dalam memberantas penyakit masyarakat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme dilakukan sudah sangat-sangat pulgar oleh para pejabat; baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, bahkan lapisan masyarakat pada umumnya. Para penegak hukum, yang seharusnya menyeret para pelaku pelanggar baik perdata maupun pidana, malah terbawa arus menjadi makelar jual beli perkara.
Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme bukan lagi kejahatan yang dapat digolongkan sebagai kejahatan konvensional. Tindakan ini telah menjadi kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), jika dilihat dari sudut korbannya yang ditimbulkan dari kejahatan ini, tidak hanya pada perseorangan, melainkan masyarakat, bangsa dan negara. Kejahatan ini telah menyebabkan kemunduran dan keterpurukan bangsa, dan negara, kepercayaan dunia luar dalam berbagai bidang kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya sekalipun. Qur‟an telah mengingatkan secara jelas tertera dalam surat Al-Baqoroh:188 yang artinya “Dan jangnlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil; dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan
(21)
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Q.S. 2:188). Larangan ini menunjukkan bahwa memakan barang atau harta orang lain, baik harta individual atau harta orang banyak termasuk harta negara tetap hukumnya haram. Larangan di atas sangat jelas merupakan larangan untuk tidak melakukan tindakan yang kurang terpuji seperti telah disinggung di atas.
Sebagai bangsa yang memiliki jumlah pemeluk agama Islam mayoritas terbesar di dunia, alangkah malunya dengan keadaan seperti itu, sedangkan di sisi lain angka korupsi yang disandang negara kita berdasarkan hasil survey menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Bila demikian Agama Islamnyakah yang salah ? Agama Islam serta seluruh aturan di dalamnya tidak salah, namun yang salah adalah ummat atau individu-individu yang belum mampu menangkap semangat dan moralitas ajaran Islam dan sekaligus melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari secara sempurna dalam bahasa agama diistilahkan kaaffah.
Membangun moralitas bangsa merupakan tugas bersama, kita harus menyadarkan umat bahwa menjalankan ibadah yang hanya memenuhi tuntutan yang dijelaskan dalam ilmu fiqih guna memperoleh pahala dan terhindar dari dosa, rasa-rasanya belumlah cukup jika tidak mampu mengubah perilaku menjadi orang yang baik dan berakhlak mulia.
Bukankah Allah secara tegas telah menyatakan dalam firmannya “Dirikanlah sholat, karena sesungguhnya sholat itu akan mencegah manusia dari perbuatan keji dan munkar” (Q.S. Al-Ankabut : 45). Bila shalat telah ditunaikan secara kontinu, namun kenyataannya masih tetap saja berbuat keji dan munkar, maka pasti ada sesuatu yang salah dari diri manusianya masing-masing, karena Allah SWT tidak mungkin atau mustahil bohong.
Krisis multidimensi yang pernah terjadi secara berkepanjangan pada tahun 1997, salah satu diantara penyebabnya adalah adanya penurunan kualitas moral dan karakter bangsa, yang dicirikan dengan berbagai perilaku kurang terpuji, seperti terjadinya praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) yang semakin hari semakin fulgar, bahkan bukan hanya terjadi pada pejabat eksekutif yang nota bene sebagai pelaksana dan pelayan masyarakat pada umumnya, tetapi telah merambat ke seluruh lapisan pejabat mulai dari birokrat, non birokrat, bahkan wakil rakyat yang sepenuhnya dipercaya oleh pemilih untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi malah sebaliknya mengkhianati kepercayaan masyarakat itu sendiri. Konflik antar etnis yang tiada henti, konflik agama yang sering terjadi di tiap daerah tertentu, perebutan pengaruh politik yang kurang etis, perilaku
(22)
sebagian anak sekolah dan remaja yang semakin mengkhawatirkan, meningkatnya kriminalitas, menurunnya etos kerja, dan masih banyak lagi perilaku kurang terpuji lainnya. Masa depan bangsa yang sedang dihadapi saat ini terasa semakin berat, sekaligus berimbas pada pendidikan, baik informal, formal, maupun non formal. Sementara aspek pendukung dari pengelola Negara seolah kurang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap perubahan, yang pada akhirnya terjadi degradasi nilai moral dan karakter bangsa.
Hamzah Ya‟qub (1983:30) dalam tulisannya dengan mengutif kata-kata seorang penyair Arab Syauqi Bey menyatakan bahwa : “Suatu bangsa dikenal karena akhlaqnya (budi pekertinya). Jika budi pekertinya telah runtuh, maka runtuh pulalah bangsa itu”. Sejalan dengan pernyataan di atas Nabi Muhammad sebelumnya telah memberi petunjuk kepada kita bahwa “Harga seorang anak manusia bukan karena rupanya yang cantik atau ganteng, bukan pula karena kekayaan yang melimpah, atau lainnya, tetapi letak kemulyaan seorang anak manusia barada pada kebaikan agama dan akhlaqnya.” Dilain fihak beliau juga menyatakan melalui sabdanya, yaitu “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang Mu’min di hari qiamat, selain daripada keindahan akhlaq. Dan Allah benci kepada orang yang keji mulut dan kelakuan”. (H.R. Tirmidzi).
Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (MPR) menyatakan kejadian ini merupakan akumulasi hilangnya tujuan hidup dalam menyerap ilmu di sekolah. Selain itu, tentu saja hal ini disebabkan mereka jauh dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, kearifan lokal, dan budi pekerti. Akibatnya ketika bertindak mereka tidak lagi takut berhadapan dengan hukum, baik berhadapan dengan hukum negara maupun hukum agama (PR, Senin 1 Oktober 2012).
Pakar pendidikan Arif Rahman Hakim (PR. Selasa 2012) menyatakan bahwa perilaku destruktif dan tawuran antar pelajar yang saat ini banyak dilakukan, baik di Jakarta, maupun kota-kota lainnya, salah satunya akibat dari adanya krisis teladanan. Artinya para generasi muda khususnya para pelajar tidak menemukan sosok yang dapat mereka teladani secara positif dalam berbagai aspek kehidupan. Para pemegang kebijakan, orang tua, guru atau orang-orang dewasa lainnya yang ada di sekitar mereka dirasa kurang memberikan teladan dalam berbuat dan bertingkah laku.
Seluruh kejadian, terutama dalam dunia pendidikan kita saat ini, merupakan tantangan para pendidik lainnya, baik pendidik informal (keluarga), pendidik formal (guru/pemerintah), maupun pendidik yang ada dalam lembaga masyarakat (non formal).
(23)
Kesemua lembaga baik informal, formal, maupun non formal harus berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan para penerus generasi bangsa ini secara bersama-sama, dan tidak saling menuduh dan menyalahkan, namun menjalin kerjasama secara sinergi untuk mendidik sesuai fungsi perannya masing-masing.
Pembentukan karakter dan akhlak yang baik seorang anak manusia mengalami perjalanan sangat panjang, dan diantaranya terjadi melalui proses pendidikan, baik informal, formal, maupun non formal. Seorang anak manusia tidak dengan sendirinya langsung jadi baik secara instant, seperti halnya tukang sulap mengelabui para penontonnya, dengan satu perkataan sim salabim abra kadabra. Sebelum ia mengenal dunia lebih luas, anak diawali hidup bersama orang tua. Awal hidup anak berada di lingkungan keluarga, oleh karena itu satu kewajiban para orang tua untuk mendidik putera-puterinya secara baik, mengisinya dengan ilmu pengatahuan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah mengajarkan nilai-nilai dan moral, serta akhlaq mulia.
Nilai, moral, serta akhlaq yang ditanamkan sejak dini akan membentuk karakter dan mempribadi, dan kelak akan ditampakkan dalam perilaku akhlaq mulia (akhlaqu al-karimah) sehari-hari yang sekaligus menjadi fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat, bangsa dan negara yang beradab di masa mendatang.
Lima belas abad yang lalu Rasulullah telah memberikan tuntunan sekaligus mengingatkan melalui sabdanya yang berbunyi :“Ingatlah bahwasanya dalam tubuh setiap anak manusia terdapat segumpal darah, yang apabila ia baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan apabila ia rusak (tidak baik), maka akan rusak pula seluruh tubuhnya tersebut. Segumpal darah itulah yang disebut dengan qolbu (hati)”. (Al-Hadits).
Krisis keteladanan dari seluruh komponen masyarakat, termasuk di dalamnya, para pemimpin Negara, pendidik, tokoh masyarakat, politisi, wakil rakyat, penegak hukum, dan para orang tua, menjadi pertanyaan yang menggantung di benak sebagian besar rakyat Indonesia. Demikian pula wajah pendidikan yang kita alami saat ini sedang menjadi sorotan sebagian masyarakat lainnya, ada yang menyatakan bahwa pendidikan kita belum mampu menyumbang secara signifikan pada perilaku positif masyarakat dan warga bangsa kita yang bermoral tinggi, semua tuduhan tersebut sebagian ada benarnya, artinya masih ada sisi lain non pendidikan yang menyumbang terjadinya perilaku amoral pada sebagian masyarakat kita. Pendidik sebagai kelompok yang memiliki tanggung jawab dalam
(24)
menciptakan model pendidikan yang kelak mampu menanamkan nilai moral yang baik sebagai bekal kehidupan dan penghidupannya sejak dini, dan masa mendatang, merupakan tanggung jawab yang harus kita pikul.
Program Pendidikan Umum yang memfokuskan kajiannya banyak pada pengkajian nilai moral di samping kajian-kajian lainnya, memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberikan warna dalam suatu proses pendidikan bagi seluruh usia termasuk di dalamnya pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak prasekolah (usia dini). Hal ini merupakan merupakan satu kebutuhan dunia pendidikan yang saat ini sedang mengalami degradasi moral di hampir setiap lapisan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Menanamkan kebiasaan baru terhadap peserta didik, khususnya berkaitan dengan moral membutuhkan waktu, kesabaran dan pendekatan yang tepat, terlebih kepada anak prasekolah. Upaya ini dilakukan dengan tujuan optimalnya adalah agar anak semakin lama semakin mandiri tidak tergantung lagi pada bimbingan moral kita atau pendidiknya, dalam menerapkan prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan prinsip moral sebagai bagian dari peserta didik. Sebagai orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya, kita tidak bisa hanya duduk berpangku tangan dan berharap agar peserta didik menjadi manusia yang penyayang, baik hati, bermoral tinggi, berkepribadian baik, berakhlaq mulia, dan lainnya.
Membangun moral, kepribadian serta karakter atau akhlaq anak merupakan tanggung jawab kita sebagai pendidik yang terbesar, karena hal ini akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan mereka saat ini dan juga kualitas hubungan mereka di masa depan sebagai warga masyarakat, bangsa dan warga negara. Landasan moral yang kita tanamkan kepada anak-anak sekarang ini akan membentuk reputasi mereka sebagai manusia di masa mendatang. Membangun landasan tersebut merupakan tugas terpenting dan paling menantang bagi pendidik dan orang tua.
Mencermati penjelasan sepintas dan latar belakang di atas, tugas dan kewajiban yang penuh tantangan untuk membentuk generasi-generasi yang lebih baik daripada generasi-generasi saat ini dibutuhkan kerja keras dengan mencurahkan pengatahuan dan kemampuan untuk memberikan fondasi yang kokoh bagi peserta didik khususnya dan yang lain pada umumnya, perlu dikembangkan satu model pendidikan moral yang mampu
(25)
membangun kepribadian serta karakter yang berakhlaq mulia secara permanen bagi perkembangan peserta didik masa kini dan menjadi landasan yang kuat yang dilakukan sejak dini melaui pendidikan anak usia dini (prasekolah).
Untuk mengarahkan penelitian bagi kepentingan penyelesaian studi ini, dibutuhkan satu rumusan masalah yang jelas. Adapun permasalahan yang telah penulis rumuskan adalah : Bagaimana Pendidikan Moral Berbasis Keteladanan Pada Pendidikan Anak
Usia Dini ? (Studi Keislaman tentang Pendidikan Moral pada Anak Usia Dini di Bandung Raya). Rumusan masalah ini peneliti ajukan untuk memberi arah penelitian
bagi penanaman moral berbasis agama Islam dalam membentuk pribadi-pribadi peserta didik yang berkarakter, berakhlak mulia, dan berperilaku terpuji, sejak usia dini berbasis keteladanan.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dapat peneliti angkat beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apa program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini ?
2. Bagaimanakah strategi pelaksanaan program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini ?
3. Masalah apa yang dihadapi oleh pihak sekolah dalam mengelola program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini ?
4. Bagaimanakah upaya dan langkah antisipatif untuk perbaikan pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini ?
Rumusan-rumusan pertanyaan penelitian yang dikembangkan tersebut meliputi seluruh aspek proses pendidikan mulai dari tujuan, materi, moteode atau pendekatan, media pembelajaran, serta evaluasinya, termasuk para guru yang dianggap layak menanamkan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini.
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model pembelajaran, yakni model pembelajaran moral berbasis peneladanan cara Islami bagi anak prasekolah, dengan harapan menjadi sebuah alternative model pembelajaran moral
(26)
atau pilihan dari model-model yang telah ada sebelumnya, dalam membentuk kepribadian dan karakter atau akhlaq mulia peserta didik pada jenjang prasekolah.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis, sehingga mampu :
1. Memberikan informasi tentang program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini.
2. Memperoleh informasi tentang strategi pelaksanaan program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini.
3. Memperoleh informasi tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh pihak sekolah dalam mengelola program pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini.
4. Memberikan alternative sebagai langkah antisipatif untuk perbaikan pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan upaya menemukan fondasi moral pendidikan bagi anak usia dini atau prasekolah yang dikembangkan dari model-model yang sudah ada, dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan peserta didik. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :
1. Secara teoritis, memberikan satu alternative pendekatan secara keagamaan yang
diharapkan memberikan kontribusi terhadap diskursus dan wacana pendidikan moral di Indonesia, khususnya bagi pengembangan pendidikan anak usia dini. 2. Secara praktis ikut membantu menyelesaikan problema dalam realita kehidupan
dan pendidikan dalam pengambilan kebijakan bidang pendidikan sebagai asupan model pendekatan pelaksanaan pendidikan moral luhur terutama pada tingkat anak usia dini dalam mewujudkan pendidikan yang mampu memanusiakan manusia, serta menghasilkan buah yang manis kini dan hari esok bagi bangsa dan Negara.
F. Paradigma Penelitian
Sesuai kajian tentang pendidikan moral berbasis keteladanan cara Islami bagi anak usia dini, pada prinsipnya penelitian memiliki tujuan menggambarkan proses pendidikan moral yang ada, khususnya pendidikan moral anak usia dini, maka paradigma disusun
(27)
sesuai kebutuhan, dimana setelah diketahui permasalahan pokok, model-model produk yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan prasekolah tersebut disusun, yang kemudian dianalisis melalui berbagai komponen proses pendidikan.
Paradigma penelitian disusun berdasarkan teori system yakni model system untuk mengambil keputusan-keputusan, yang dalam bahasa Winardi (1986:14-15) disebut istilah
“A system for Decision Making – A System for Problem Solving)”. Untuk menunjang
kebergunaan system ini terdapat terdapat cara-cara yang harus ditempuh seperti dikemukakan Winardi (1986:15) yaitu :
1. System tersebut kiranya akan menyatakan kepada kita, apa yang harus kita lakukan pertama-tama untuk melaksanakan sesuatu. Hal tersebut berarti bahwa kita senantiasa mulai pada sebuah titik dimana “hal-hal tertentu dimasukkan”. Baiklah kita menyatakannya sebagai INPUT.
2. System tersebut harus memiliki mesin tertentu-alat tertentu atau proses-proses
yang “mengerjakan” input tersebut.
3. System tersebut harus membantu kita untuk melihat, apa hasil usaha-usaha kita dengan cara demikian rupa, hingga kita dapat produk-produk selesai tersebut merupakan OUTPUT (hasil-hasil).
4. System tersebut harus memungkinkan kita membandingkan INPUT dan OUTPUT guna mengetahui apakah mereka sama atau tidak. Apabila demikian halnya, usaha tersebut cukup berhasil dan akan ditunjukkannya pula dimana harus kita melakukan perbaikan-perbaikan lain kali.
dari pernyatan tentang A System for Decision Making – A System for Problem Solving di atas, peneliti adops untuk digunakan sebagai paradigma berpikir dalam penelitian ini, yakni dalam memecahkan permasalahan pendidikan dengan focus pendidikan moral melalui peneladanan cara Islami bagi anak prasekolah.
Beberapa komponen yang dijadikan sebagai INPUT pada pembelajaran anak prasekolah yaitu meliputi : tujuan pembelajaran; materi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, sarana prasarana pembelajaran, evaluasi pembelajar-an, pembelajar (guru), dan peserta didik (siswa). Komponen-komponen tersebut dijadikan dasar penelahaan terhadap pola pembelajaran yang dilakukan oleh para guru dalam aktivitas pembelajaran. Pada akhirnya terlihat nyata bagaiamana hasil pembelajaran tersebut tergambar pada perolehan hasil belajar siswa.
Bila komponen-komponen tersebut dimasukkan pada pola kerja teori system, maka akan tergambar pola kerja sebagai berikut :
(28)
Gambar 1.1
Paradigma Penelitian Melalui Analisis Teori Sistem
(INPUT)
materi pembelajaran, metode pembelajaran, pendekatan an, media pembelajar-an, sarana prasarana pembelajaran, evaluasi pembelajaran, pembela-jar (guru), dan peserta
OUTPUT Hasil belajar
atau Perolehan Hasil Belajar
(3) (PROSES)
Aktivitas Pembelajaran/
Aktivitas Pendidikan
(29)
(Winardi, 1986:15)
Untuk mengembangkan model pembelajaran moral melalui peneladanan cara Islami pada pendidikan prasekolah yang diharapkan, dari hasil penelitian sebelumnya seperti tergambar di atas, sebagai Raw Inputnya adalah aktivitas pendidikan atau aktivitas pembelajaran dan Perolehan hasil belajar siswa. Maka pengembangan paradigma tersebut menjadi sebagai berikut ;
Gambar 1.2
Penyempurnaan Paradigma Penelitian Model Pembelajaran Moral Melalui Peneladanan Cara Islami pada Pendidikan Prasekolah
Nilai Instrumental Keteladanan Input Raw input
Peserta Proses Out Put Out Didik Pendidikan Come
Instrumental Input
(KONTROL) Feedback
(30)
Evaluasi / Umpan Balik
Paradigama penilitian ini dajukan sebagai bahan kajian teoritis pengembangan penelitian yang diharapkan, dan mampu menghasilkan satu model pelaksaanaan program pendidikan moral melalui peneladanan cara Islami pada pendidikan prasekolah, dalam mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia, serta menghasilkan buah yang manis kini dan hari esok bagi bangsa dan Negara.
G. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan (menggambarkan) mengenai suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik, yaitu mengenai proses pendidikan moral berbais keteladanan cara Islami pada pendidikan anak usia dini, mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai dengan hasil yang diperoleh, serta berbagai hal yang muncul baik mendukung atau menjadi kendala atau menjadi kekuatan, peluang maupun kelamahanpada pelaksanaan pembelajaran tersebut. Dengan demikian metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Travers (1978) dalam (Husein Umar, 2005:22) menyatakan bahwa “…metode ini menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab
dari suatu gejala tertentu”. Sedangkan Hadari Nawawi (1991:631) menyatakan bahwa
“Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak atau sebagaim,ana mestinya.”
Berdasarkan kutifan di atas penggunaan metode deskriptif ini diharapkan dapat mengungkap lebih banyak segi dan lebih luas memberikan informasi mutakhir, sehingga bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai macam masalah.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yang sering disebut dengan metode penelitian naturalistic yang didasari oleh filsafat postpostivisme yang memandang realitas social sebagai sesuatu yang utuh/holistic, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif.
(31)
Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh data, menelaah pola pembelajaran yang dilakukan para guru di sekolah masing-masing yaitu terdiri dari:
1. Wawancara melalui pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. 2. Studi dokumentasi: Untuk melacak bahan-bahan dari literature utama dan sumber sekunder.
3. Studi literatur dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan erat dengan masalah yang sedang dikaji.
4. Pedoman observasi, dibutuhkan untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan model-model pembelajaran yang telah ada, sebagai bahan masukan pengembangan pendekatan model yang baru.
H. Lokasi dan Subyek Penelitian
Lokasi penelitian yang peneliti pilih adalah di wilayah Bandung Raya, dan sebagai subyek penelitiannya melibatkan beberapa lembaga pendidikan anak usia dini pada wilayah tersebut, namun karena kemampuan peneliti terbatas, maka penelaahan dibatasi. Subyek dalam penelitian ini adalah peserta didik dan pendidik (guru-guru) khususnya yang ada pada satu lembaga pendidikan anak usia dini beserta seluruh komponen yang digunakan dan dilakukan pada pelaksanan pembelajaran kepada peserta didik.
Selain itu ada terdapat subyek lain yang sangat berkaitan erat dengan pembelajaran moral, diantaranya : orang tua siswa, para ahli di bidangnya masing-masing sesuai kebutuhan yang dapat menjelaskan dan membantu memberikan informasi bagi perbaikan proses pendidikan moral khususnya pada pendidikan anak usia dini.
(32)
B A B III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian.
Penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan pengamatan empiris (Babbie, 1986:16). Kedua unsur ciri pokok penelitian ini harus `dipakai secara konsisten, dalam arti kedua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-logis. Dalam hal ini secara logis penelitian ini merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang digunakan dan (b) asumsi dasar yang digunakan oleh peneliti ketika memulai kegiatan penelitian. Disamping itu pengamatan empiris bertolak dari hasil kerja indera manusia dalam melaksanakan observasi dan kekuatan pemahaman manusia terhadap data dari lapangan. Kegiatan antara penggunaan logika dan pengamatan empirik harus berjalan secara konsisten: artinya kedua unsur (logika dan pengamatan empiris) harus memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi dialog intensif dan bersinergi untuk menghasilkan temuan dan jalan keluar terbaik bagi hasil penelitian kelak. Dengan demikian pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan logis yang ada.
Secara nyata penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran moral berbasis agama cara Islami terhadap anak usia dini melalui pendekatan keteladanan. Hal ini didasarkan pada paradigma penelitian serta kerangka kerja (framework) penelitian yang dibangun dari kajian teoritis, beberapa konsep, logis dan proposisi serta empiris.
Untuk menunjang efektivitas dalam mengungkap dan memecahkan permasalahan yang sedang dikaji yakni pembelajaran nilai moral berbasis agama cara Islami melalui pendekatan keteladanan bagi anak usia dini ini, peneliti menggunakan pendekatan
kualitatif sebagai pendekatan yang menurut peneliti dianggap mampu membantu
memferifikasi hasil penelitian ini.
Bogdan dan Biklen (1992:29-33) mengemukakan bahwa suatu penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif memiliki karakteristik, antara lain :
a. Qualitative researcrh has the natural setting as the direct source of data and the researcher is the key instrumen.
b. Qualitative research is descriptive.
c. Qualitative researchers are concerned with process rather than simply with outcomes or products.
(33)
e. ”Meaning” is of essential concern to the qualitative approach.
Pendapat senada tentang karakteristik Qualitative researcrh dikemukakan oleh Nasution (1988:9-11) yang menyatakan bahwa sebagai berikut : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau Natural Setting; (b) peneliti sebagai instrumen utama; (c) sangat deskriptif; (d) mementingkan proswes maupun produk; (e) mencari makna; (f) mengutamakan data langsung atau First Hand; (g) triangulasi; (h) menonjolkan rincian kontekstual; (i) subjek yang diteliti dipandang kedudukan sama dengan peneliti; (j) mengutamakan perspektif emic; (k) verifikasi; (l) sampling yang purposif; (m) menggunakan audit trail; (n) partisipasi tanpa mengganggu; (o) melakukan analisis sejak awal penelitian.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tentang karakteristik penelitian dengan pendekatan kualitatif, disimpulkan bahwa penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri pokok, antara lain : (1) pengambilan data dilakukan dalam suasana wajar, dalam arti tanpa adanya manipulasi situasi, dengan peneliti sebagai instrumen utama; (2) sampel diambil secara purposif, yakni sampel ditetapkan disesuaikan dengan fokus kajian yang dapat memberikan informasi setuntas mungkin (redundant) dengan tanpa mementingkan jumlah; (3) hasil penelitin berupa deskripsi, yang lebih mengutamakan proses daripada hasil (produk); (4) analisis data dilakukan secara terus menerus sejak awal ke lapangan dengan maksud mencari makna yang bersifat kontekstual atau sesuai dengan persepsi obyek yang diteliti; (5) hasil kesimpulan ditarik melalui proses verifikasi data dan triangulasi.
Pada proses penelitian ini sesuai dengan persyaratan di atas maka peneliti bertindak langsung sebagai pengumpul data, berlangsung disesuaikan dengan masalah penelitian yang sebelumnya telah ditetapkan, dan sedapat mungkin terbangun secara alamiah. Data penelitian yang terkumpul melalui teknik penelitian yang dipilih akan berupa data deskriptif, meskipun dalam pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan data yang terekam dan terkumpul akan berupa angka-angka.
Proses penelitian dilakukan dengan menggunakan perspektif emik, yakni dengan mengutamakan pandangan dan pendirian subyek penelitian terhadap situasi yang dihadapinya. Adapun tingkat kepercayaan terhadap data yang diperoleh akan dilakukan melalui proses veriikasi dan validasi data melalui penerapan teknik penelitian yang beragam serta dilakukan terhadap subyek penelitian yang berbeda-beda. Kemudian
(34)
dilakukan penyesuaian-penyesuaian sesuai kebutuhan. Penyesuaian ini dilakukan mengingat terdapatnya realitas kemajemukan yang biasanya lahir dilapangan.
Data penelitian yang terkumpul melalui teknik penelitian yang telah dipilih sebelumnya, selanjutnya dianalisis secara induktif untuk memperoleh makna dari kondisi alami yang ada. Proses pemaknaan terhadap data, dilakukan dengan interpretasi idiografik (idiographic interpretation) (Lincoln dan Guba, 1985:42). Proses pemaknaan dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempertajam hasil penelitian terhadap data yang telah terkumpul berupa analisis terhadap kenyataan dan pernyataan yang dikemukakan subyek penelitian, serta analisis isi dari tema yang terkandung dari dalam dokumen yang tersedia, namun bukan dimaksudkan untuk merumuskan generalisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif secara deskriptif dalam perspektif emik alamiah, dengan menggunakan teknik studi dokumentasi, wawancara, observasai, dan sekaligus mencobakan alternatif pemecahan masalah sebagai hasil temuannya.
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Pada judul penelitian, sesungguhnya telah dapat diduga, karena secara tersirat fokus dan subyek penelitian. Namun demikian, untuk memperjelas, peneliti mencoba lebih memerinci lebih dalam lagi.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Bandung Raya yang termasuk di dalamnya wilayah Kota Bandung, Bandung Barat, dan Cimahi. Daerah-daerah ini menjadi fokus penelitian memiliki kedekatan wilayah, namun demikian karena keterbatasan kemampuan peneliti, penentuan subjek maupun objek penelitian, dilakukan secara kasuistis.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) yang menjadi fokus penelaahan pada studi ini di wilayah Bandung Raya yang ditujukan bagi anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Studi pendahuluan peneliti lakukan di beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang ada di Taman Kanak-Kanak Komplek Batalyon Korp Pasukan Khusus (KOPASUS) Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Hal ini dilakukan untuk melihat dan menelaah pola
(35)
pembelajaran dan pembiasaan yang dilakukan di lembaga tersebut. Di samping melakukan pengamatan, juga melakukan sedikit wawancara terhadap para pendidik dan kepala sekolah tentang penerapan pendidikan nilai moral berbasis agama melalui pendekatan keteladanan.
Studi pendahuluan lainnya yang dilakukan peneliti sebagai pembanding dilakukan di lembaga pendidikan Satuan Paud Sejenis (SPS), yaitu Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), dan lembaga anak usia dini umum dengan fokus yang sama di lingkungan yang terjangkau.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang berfungsi sebagai ’key instrument’, artinya sebagai alat peneliti utama. Peneliti sebagai instrumen penelitian dalam hal ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain : (1) ia akan bersikap responsip dan mampu cepat beradaftasi terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang ada; (2) Mampu secara cepat menyesuaikan diri bila terjadi perubahan ketika pelaksanaan; (3) Mampu menelaah persoalan secara utuh dalam konteks suasana dan perasaan; dan (4) Mampu memproses data secepatnya setelah diperoleh, dan menyusunnya kembali.
D. Proses Pengembangan Instrumen
Proses pengembangan instrumen dilakukan oleh penulis dengan menyusun pedoman observasi, kisi-kisi pengumpulan data, serta pdomen wawancara, dengan tujuan Mengarahkan dan meminimalisir terjadinya kesalahan, sehingga memperoleh data yang dibutuhkan dan mampu menggali secara mendalam persoalan yang sedang diteliti, baik yang tampak maupun yang tersebunyi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian pengembangan model pendidikan nilai moral berbasis Agama bagi anak prasekolah melalui pendekatan keteladanan (Studi analisis Pendidikan Nilai Moral bagi anak prasekolah), terlebi dahulu mempersiapkan instrumen dan pengembangan, dan selanjutnya pengumpulan data. Adapun untuk pengumpulan data \yang penulis gunakan adalah lembar observasi,
(36)
pedoman wawancara, melakukan studi literatur, studi dokumentasi, dan studi lapangan (field study).
1. Observasi
Teknik observasi yang dilakukan secara intesif oleh penulis digunakan untuk memperolah data mengenai kegiatan pembelajaran secara umum, dan secara khusus pembelajaran nilai moral yang dilakukan para guru ketika pelaksanaan proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Di sini peneliti menelaah secarmat mungkin berbagai kegiatan pembelajaran, apakah pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh para guru mampu membangkitkan kesadaran kepada para peserta didik terutama penanaman nilai-moral dalam kegiatan pergaulan sesama peserta didik, lahirnya saling hormat, saling sayang, saling membantu, dan saling peringatkan ketika diantara teman ada ayang berbuat kurang sesuai dengan norma dan aturan yang telah ditetapkan.
Adapun jenis observasi yang peneliti lakukan secara non sistematis, yakni tidak menggunakan pedoman baku yang berisi sebuah daftar yang mungkin dapat diisi oleh para pendidik maupun kepala sekolah, akan tetapi pengamatan atau observasi dilakukan secara spontanitas, dengan mengamati apa adanya ketika terjadinya proses pembelajaran dan proses pembiasaan terutama yang dilakukan para pendidik.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang kedua yang peneliti lakukan adalah peneliti melakukan wawancara dengan nara sumber yang dianggap mampu mengungkap data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Wawancara secara khusus peneliti lakukan dengan para pendidik di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama yang menyangkut penggunaan pendekatan atau medologi yang ia lakukan peda setiap pelaksanaan pembelajaran.
Melalui tekni wawancara ini, diharapkan data utama yang berupa ucapan, pikiran, perasaan, serta tindakan yang dilakukan para guru atau para pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dukemukakan oleh Nasution (1988:73) yang menyatakan bahwa ”dalam teknik wawancara terkadang maksud untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran dan perasaan responden”. Berdasarkan hal inilah teknik wawancara ini peneliti lakukan secara mendalam terhadap subyek penelitian dengan tetap berpegang pada arah, sasaran dan fokus penelitian.
(37)
Pedoman wawancara penulis persiapkan untuk menghindari susun bias penelitian atau ketidaktepatan data yang diperoleh atau data ayang kurang sesuai dengan yang diharapkan pada penelitian ini. Pedoman wawancara disusun sefleksibel mungkin, sehingga sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi serta perkembangan data yang ada di lapangan. Walaupun pedoman wawancara disusun sefleksibel mungkin, namun tetap seluruhnya mengacu pada focus penelitian yang tentang pengembangan model pendidikan nilai moral berbasis agama melalui pendekatan keteladanan bagi anak prasekolah.
Wawancara peneliti lakukan baik pada saat pelaksanaan proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran, namun kesemuanya dilakukan dengan tidak mengganggu pelaksanaan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan guna melihat dan memberi masukan positif tentang penggunaan pendekatan pembelajaran untuk mampu menanamkan nilai moral secara efektif dan membekas pada hati sanubari peserta didik, sebagai bekal hidup dan kehidupan selanjutnya ketika menjadi manusia dewasa kelak.
Seluruh hasil wawancara yang terkumpul secepatnya disusun sesuai dengan kategori data, hal ini dilakukan untuk menghindari tercampuradukkannya seluruh data sehingga kesulitan dalam pengolahan dan dalam melakukan tahap triangulasi atau member check kelak.
3. Studi Literatur
Studi literatur merupakan teknik menghimpun data atau informasi dari sumber-sumber tertulis seperti dokumen, laporan, hasil penelitian, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku dan lainnya. Demikian pula sumber-sumber yang tersedia melalui media internet yang berkaitan dengan seluruh kegiatan penelitian.
Penelitian ini, sebenarnya bukan merupakan kajian pustaka, namun demikian peneliti di sini relatif banyak mengkaji buku-buku atau sumber-sumber tertulis lainnya untuk menunjang terselesaikannya penulisan disertasi. Hal ini penulis lakukan karena :
Pertama, sebagai bahan acuan penulis dalam menyusun satu hasil karya yang bermakna, sehingga baik bentuk, sistimatika, bahasa, maupun etika penulisan ilmiah tetap diikuti secara seksama.
Kedua, semakin banyak literasi yang digunakan dapat dipastikan hasil yang diperolehpun akan lebih baik, karena banyaknya masukan dari para ahli yang
(38)
berkompeten, sehingga diharapkan mampu melahirkan satu bentuk teori baru yang kelak dapat domanfaatkan oleh setiap orang terutama masyarakat akademik yang memiliki hasrat untuk mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan tingkat dan keadaan yang dilakukannya.
Ketiga, diharapkan mampu mempercepat penyelsaian penyusunan disertasi ini dengan tidak efektif dan fleksibel.
4. Studi Dokumentasi
Dokumentasi dan catatan merupakan salah satu sumber informasi yang amat berguna, sumber informasi yang berupa dokumen dan rekaman yang sangat bermanfaat, antara lain : (a) merupakan sumber data yang cukup mapan; (b) berguna sebagai bukti pengujian; (c) dapat dikatakan bersifat alamiah; (d) ditinjau dari finansial dokumentasi ini relatif murah dan mudah diperoleh; dan (e) tidak mungkin reaktif.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa dokumentasi sebagai alat pengumpul data pada suatu penelitian sangat dibutuhkan, karena tanpa data yang akurat dapat dipastikan kurang berhasil atau keabsahan hasil penelitian kurang meyakinkan, terutama dalam bentuk foto, tulisan, hasil karya, pedoman pembelajaran, atau dokumentasi-dokumentasi lainnya.
Beberapa data yang dapat diperoleh dari dokumentasi, di samping telah di singgung di atas, secara lebih lengkap meliputi : arsip-arsip sekolah, program sekolah khususnya berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran, tentang visi dan misi, buku-buku catatan kegiatan siswa, guru, catatan-catan anekdotal, jadwal kegiatan, dan catatan-catatan lainnya.
5. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan jenis pengumpulan data dalam penelitian yang berkaitan dengan peneliti sebagai partisipan khususnya pada penelitian kualitatif. Kegiatan partisipasi peneliti dalam beberapa lama dalam berbagai kegiatan khususnya pembelajaran yang dilakukan guru dalam penggunaan pendekatan pembelajaran untuk penanaman nilai moral kepada peserta didik. Dengan demikian peneliti mampu membaca langsung apakah pendekatan yang dilakukan para pendidik dianggap mampu menjadikan peserta didik lebih baik atau mau melakukan tidak hanya ketika ia sedang belajar, namun membekas pada aspek hidup dan kehidupannya kelak.
(1)
DAFTAR BACAAN
Ahnan, Maftuh. (2005). Keagungan Akhlak Rosulullah SAW, Cermin Budi Pekerti Al-Quran. Surabaya: Terbit Terang
al-Abrasy, M. Athiyah. (1987) Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam,Terj. Bustami A. Ghani, Titian Ilahi Press.al-Ahwani: Yogyakarta
Al Hufy, A M. (1995). Akhlak Nabi Muhammad SAW, Keluhuran dan Kemuliaannya. Bandung: Gema Risalah
Al Muchtar, Suwarma. (2004). Pendidikan dan Masyarakat Sosial Budaya. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri
Al Qarny, A A. (2005). Muhammad Ka Annaka Taraa. Jakarta: Cakrawala Publishing
Al-Quran dan Terjemahannya, 1991., Departemen Agama, Jakarta. Alwasilah, A. Chaedar. (2002). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka jaya
An-Nahlawi, Abdurrahman. (1989). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro Anwar & Ahmad A. (2009). Pendidikan Anak Dini Usia. Bandung: Alfabeta Arifin, H.M. (2000). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Asmani, J M. (2009). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif. Jogjakarta:Diva Press
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta: Gramedia
Boeree, C G. (2009). Metode Pembelajaran & Pengajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Dahar, Ratna Willis. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Darmadi, Hamid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta Darmadi, Hamid. (2009). Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta Deporter B & Hernacki, M. (2010). Quantum Learning. Bandung: Mizan
(2)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2003) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Djahiri, A K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral V C T dan Games dalam VCT. Bandung: Granesia
Fakhruddin, A U. (2010). Sukses Menjadi Guru TK-PAUD. Jogjakarta: Bening Hadisubrata, M S. (1991). Meningkatkan Inteligensia Anak Balita, Pola
Pendidikan untuk Lebih Mencerdaskan Anak Balita. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Hadisubrata, M S. (1989). Mengembangkan Kepribadian Anak Balita Pola Pendidikan untuk Meletakkan Dasar Kepribadian yang Baik. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Haricahyono, Cheppy. (1995). Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral. Semarang: IKIP Semarang.
Hasyim, Umar. (1991). Cara Mendidik Anak dalam Islam 2 (Seri Anak Saleh). Surabaya. Bina Ilmu.
Hill, F. Winfred. (Terj.M. Khozim). (2009). Theories of Lerning (Teori-Teori Pembelajaran, Konsepsi, Komparasi dan Signifikansi). Bandung. Nusa Media
Isjoni. (2007). Dilema Guru ketika Pengabdian Menuai Kritikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Karim, Sa’ad Al-Fiqy. (2007). Agar Tidak Salah Dalam Mendidik Anak. Pajang Lawean Solo. Media Insani Publishing.
Kartono, Kartini. (2005). Teori Kepribadian. Bandung: Mandar Maju
Kurniawan, Yedi. (1993). Pendidikan Anak Sejak Dini Hingga Masa Depan. Jakarta: Firdaus
Madjid, Nurcholish, dkk. (2002). Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif. Jakarta: Ilman dan Hikmah Press
Maheka, Arya. (tanpa tahun) Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: KPK Majid A & Andayani D. (2010). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam.
Bandung: Zulfa Offset
Mansur. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
(3)
Megawangi, Ratna. (2004). Metode Sukses Anak Bukan Semata-Mata “Ranking” di sekolah.
Megawangi, Ratna. (2007). Semua Berakar pada Karakter, Isu-Isu Permasalahan Bangsa. Jakarta: FEUI
Miller, J P. (2002). Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian. Jogjakarta: Kreasi Wacana
Moleong, J. Lexy (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Morrison, G S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta: Indeks
Mulyana, Rohmat, dkk. (1999).Cakrawala Pendidikan Umum. Bandung: PPS IKIP Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung:
Alfabeta
Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasana, Dedy. (2011). Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung . PT Remaja Rosdakarya.
Munir, Abdullah. (2010). Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Jogjakarta: Pedagogia
Mursi, S M S. (2003). Seni Mendidik Anak. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Mutahhari, Murtadha. (1986). Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama. Bandung: Mizan
Nawawi, Hadari. (1991). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Univer-sitas Gajah Mada.
Nurdjana IGM, dkk. (2005). Korupsi & Illegal Logging dalam Sistem Desentralisasi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Patmonodewo, Soemiarti. (2008). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Perquin & Russen. (1982). Pendidikan Keluarga dan Masalah Kewibawaan. Bandung: Jemmars
(4)
Sanjaya, Wina. (2006). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Satibi H., Otib. (2006). Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama. Jakarta : UT
Severe, Sal. (2005). Bagaimana Bersikap pada Anak agar Anak Bersikap Baik. Jakarta: Gramedia
Sjarkawi. (2006). Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebaga Wujud Integritas Membangun Jati diri. Jakarta: Bumi Aksara
Soelaeman, M I. (1994). Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: Alfabeta
Sumaatmadja, Nursid. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta
Syah, Muhibbin. (2006). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosda
Syari’ati, Ali. (1989). Membangun Masa Depan Islam. Bandung: Mizan
Tillman, Diane. (2004). Pendidikan Nilai untuk Kaum Dewasa-Muda. Jakarta: Grasindo
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik bagi Anak Usia Dini TK/RA Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta: Kencana
Ulwan, A N. (1992). Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak. Bandung: Rosda Ulwan, A N. (1992). Pendidikan Sosial Anak. Bandung: Rosda
Umar, Husein. (2005). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. Radja Grafindo Persada.
Untung, Slamet. (2005). Muhammad sang Pendidik. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Ya’qub, Hamzah. (1993). Etika Islam. Bandung: Diponegoro
Zuriah, Nurul. (2007). Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara
(5)
Online
Aptorina. (2009). Kedisiplinan Penting Dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Di Sekolah. http://syopian.net/blog/?p=623 [16 Juli 2010]
Asyraf, Suryadin. (2008). Proses Pembelajaran yang Memotivasi Prestasi Belajar Siswa di sekolah.. http://id.wikipedia.org/wiki/Norma_sosial# Norma_kesusilaan [22 Juni 2010]
Duma M S Hutahaean. (2007). Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa. http://bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar [22 Juni 2010]
Harjanti. (2008). Kenakalan seksual Remaja Tantangan Pendidikan Karakter http://guru-merdeka.blogspot.com/2008/03/kenakalan-seksual-remaja-tantangan.html [4 Febuari 2010]
Ifdil. (2009). Alat Pendidikan dalam Proses Pembelajaran. http://konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=66&Itemid=103 [16 Juli 2010]
Joko Winarto dalam (http://all-about-theory.blogspot.com/2010/03/definisi-teori-belajar-sosial. html),
Nasution, Farid. (2008). Pendidikan Karakter Masih Terabaikan.
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=articl
e&id=761:pendidikan-karakter-masih-terabaikan&catid=129:13-desember-2008&Itemid=115 [4 Febuari 2010]
Shintawati. (2009) Pendidikan Berbasis Karakter. Tersedia [Online] http://jsit.web.id/index.php?option=com_content&task=view&id=416& Itemid=73 [17 Januari 2010]
Husamah. (2006). Pendidikan bermoral dan tayangan bermoral. Artikel. http://webcache.googleusercontent.com [16 Juli 2010]
___________(2010) Wajah bopeng dunia pendidikan. http://webcache. googleusercontent.com [12 Juni 2010]
(6)
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dokumen
Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kewarganegaraan SMP. Jakarta: Mendiknas
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai pustaka
Tim Dosen. (2006). Jurnal civicus. Bandung : Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan UPI