EFISIENSI MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR : Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001.
EFISIENSI MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN
SEKOLAH DASAR
(Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah
pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan memperoleh gelar ^agister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
IIS RAHMAT HIDAYAT
NIM.999671
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2001
DISETUJUI
OLEH:
Prof. Dr. H. Tb. ABIN SYAMSlJPEtfN MAKMUN, MA
Pembkrtmng I
Prof. Dr. H. DJAM'AN SATORI, MA
Pembimbing II
PROGRAM P ASC ASARJANA
Uh. P"'. ;rT7T>
RSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2 0 01
DIKETAHUI DAN DISAHKAN
Oleh:
KETUA PROGRAM STUDI
ADMINiSTRASl PENDIDIKAN
PPS - UI
Prof. Dr. H. Tb, AB1N SYAMgk90DIN MAKMUN, MA
PROGRAM PASCASAR)ANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUN G
2001
ABSTRAK
Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Sekolah Dasar (Studi Evaluatif tentang
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun
2000/2001). Tesis. Program Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung, 2001.
Ketika pendidikan menawarkan diri sebagai solusi yang paling tepat
dengan menempatkan manusia sebagai komponen terdepan, telah
mengharuskan para pakar membuka mata dan memutar otak untuk
menemukan suatu strategi penyelenggaraan pendidikan yang profesional. Pada
sisi Iain, tuntutan masyarakat semakin tinggi dan selalu mengharapkan kuaktas
di atas sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Termasuk
penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar. Indah memang harapan tersebut
dibanding kenyataan yang dialami saat ini. Namun semua itu dapat divvujudkan
bila mana semua komponen pendidikan menaruh perhatian serius untuk
mewujudkan kuaktas.
Program wajib belajar yang dicanangkan sangat manusiawi, tidak serta
merta dapat dilaksanakan secara baik dan gamblang. Masalah mengulang kelas
yang berbuntut pada putus sekolah tetap saja menjadikan sekolah belum efisien.
Masalah ini sangat menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan ilmu
manajemen. Untuk ini dkumuskan masalah berbunyi: 'Apakah efisien
manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak Pengelola dalam
mengatasi masalah mengulang kelas dan putus sekolah di SDN Kabupaten
Indramayu PropinsiJawa Barat?"
Penektian yang dilaksanakan ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan mendeskripsikan data lapangan atau temuan-temuan dan dianalisis
melalui perbandingan teori yang relevan. Dari hasil anaksa diketahui bahwa
secara umum Mengulang Kelas dan Putus Sekolah disebabkan Tingkat
kemampuan belajar rendah, ekonomi lemah, budaya kawin muda, kebiasaan
mengasuh adik, serta anak dijadikan partner kerja orang tua.
Dari hasil analisis efisiensi, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum
kinerja manajemen guru kelas, kepala sekolah atau solusi yang dilaksanakan
pihak masyarakat setempat dalam mengatasi masalah mengulang kelas dan
putus sekolah ternyata belum efisien. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan
yang signifikan terhadap peningkatan persentase mengulang kelas dan putus
sekolah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan peningkatan frekuensi
diskusi, penataran atau peningkatan koordinasi yang sokd bagi tenaga pengajar
setempat serta optimaksasi faktor internal dan eksternal murid yang menunjang
terwujudnya efisiensimanajemen sistem sekolah.
xi
DAFTARISI
UCAPAN TERIMA KASIET
i
SURAT PERNYATAAN
....,,................,.,,.......,,.,.,.,...
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABET
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
ABSTRAK
BAB
I
x
PENDAHULUAN
1
A
1„
LS.
T atar
Belakana
Masalah
..
0
.
I
V.1U1UJU1U1 IKJ t
I
\ . I l V . l l VJLlt.1 I
X-L
C. Tujuan Penelitian
13
D. Paradi^ma Penelitian
1^.
BAB II
1T1U1UUU L
I
16
V i l V A J IJH4J I
-
4^\_/
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
,
21
A, Konsensi dan Kineria Manaiemen Sistem
1
*.-J l \ . l . I V * A . r v M J I
1.
^_X
Konseosi Manaiemen Sistem Pendidikan
...
21
2. Konsepsi Kineria Manajemen Sistem
Pendidikan van? Efisien
xj.
i
23
KjcyihL xVAClbcilctii ivi^jLiii w l d l l i i Pvt;iclJ u u n
Putus Sekolah dalam Manajemen Sistem
Pendidikan
26
B. Masvarakat. Sekolah dan Kelas
29
C. Posisi Murid dalam Kelas
33
D. Mengar>a Murid Men^ulan^ Kelas
1. Pcngcrtian Mengulang Kelas
r\
z..
t-'"1..t-'1.
T-»
lllkiT
1
T^
1
raKior-raKior renyeDao ivienguiang iveias
3. Alternatif Pemecahan Mengulang Kelas
4.
.
36
37
.
do
....
41
....
44 ^
49
49
50
^
rt
Kriteria Pemecahan Meneulane Kelas
yang Efisien
E. Mengapa Murid Putus Sekolah
1. Pengertian Putus Sekolah
2. Faktor-Faktor Penyebab Putus Sekolah
3.
Alternatif Pemecahan Putus Sekolah
4.
Kriteria Pemecahan Putus Sekolah vane
Efisien
53
55
vi
F. Siapa yang Berkompeten Mengatasi Masalah
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah Murid
Sekolah Dasar
G. Urgensi TQM dalam Pemecahan Masalah
60
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah
H. Kajian Studi Yang Relevan
BAB 111
BAB IV
63
67
PROSEDUR PENELITIAN
72
A.
B.
C.
D.
E.
7?
73
74
y(j
80
Metode yang digunakan
Subjek dan Lokasi Penelitian
Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Pelaksanaan Penelitian
Teknik Anaksis dan Penafsiran Data
HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN..
83
A. Hasil Penelitian Lapangan
1. Kondisi Mengulang Kelas Murid Sekolah
Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat
83
1) Faktor Penyebab Murid Mengulang Kelas
83
..
2) Kinerja Manajemen Guru Kelas
87
94
3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah
4) Solusi Pihak Masyarakat
101
108
2. Kondisi Putus Sekolah Murid Sekolah
Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat
1) Faktor Penyebab Murid Putus Sekolah
2) Kinerja Manajemen Guru Kelas
3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah
4) Solusi Pihak Masyarakat
113
113
119
123
126
B. Pembahasan Temuan Penektian
1. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam
130
Dalam Memecahkan Masalah Mengulang Kelas
Murid SDN Kab. Indramayu
131
1) Analisis Faktor Penyebab Mengulang Kelas
131
2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas
134
3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN
4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat
138
143
2. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam
Memecahkan Masalah Putus Sekolah Murid
SDN Kab. Indramayu
,,
1) Analisis Faktor Penyebab Putus Sekolah
vn
....
145
146
2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas
3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN
4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat
BAB
V
....
...
149
153
155
PENUTUP
lt>4
A. Kesimpulan
-1^
13. Implikasi
-.,,
C. Rekomendasi
.
1^-7
16/
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMP1RAN
VM
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Subjek dan Lokasi Penelitian
74
2. Karakteristik Sekolah dan Kondisi Murid pada beberapa
SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
3. jumlah Murid Mengulang Kelas setiap kelas pada
beberapa SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
4. lingkat Pendidikan Guru beberapa SDN Kabupaten
Indramayu Tahun 2000/2001
.
'
'
" "
*
84
...
86
uv
si
5 Tingkat Pendidikan dan Masa Tugas Kepala SDN
Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
102
6. Jumlah Murid Putus Sekolah setiap kelas pada beberapa
SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
7. Kohort (Arus Murid) SDN Paoman IV
Kabupaten Indramayu
114
150
8. Kohort (Arus Murid) SDNKenanga I
Kabupaten Indramayu
K,l
9. Kohort (Arus Murid) SDN Kenanga II
Kabupaten Indramayu
152
10. Kohort (Arus Murid) SDN Kar&nganyar II
Kabupaten Indramayu
I53
IX
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Paradigma Penektian
17
2. Perbedaan antara Keahlian dan Fungsi dalam koridor
Manajemen
23
3. Kedndukan Mengulang Kelas dan Putus Sekolah dalam
v/ilayah Adrnirtistrasi Pendidikan
28
4. Posisi Murid dalam Kelas
34
..,,...,.,
,, s
5. Interaksi Belaiar Mengaiar
39
6. Model Sekolah denean belaiar dalam kondisi "Fun"
57
7. Peranan,. Tugas dan Konteks Kepemimpinan Ker>ala
Sekolah
62
8. Persentase Angka Mengulang Kelas sebagai Indikasi
ii jLUIlUjlwiilCl i. i_iil»JJL^iliJi
_L J/O
9. Persentase Angka Putus Sekolah sebagai Indikasi
Manajemen Efisiensi
151
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama terdki dari: (1) latar belakang masalah, (2) permasalahan
penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) paradigma penelitian, dan (5) manfaat
penektian. Secara berurutan dikemukakan dalam uraian berikut:
A. Latar Belakang Masalah
Tatkala Indonesia dipandang sebagai cikal bakal kekuatan baru dalam
percaturan dunia dengan menempatkan teknologi sebagai dasar pembangunan,
akhirnya sirna manakala sejak penghujung masa pemerintahan orde baru badai
krisis melanda bangsa dan ternyata bukan semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi. Ada faktor lam yang turut mempengaruhi semua itu, seperti
kepercayaan semakin menipis yang justru merambah sampai pada lapisan
kehidupan masyarakat atau pelaku pemerintahan paling bawah. Dampak yang
dirasakan bagi pegawai pemerintah di tanah air - terutama di kalangan birokrat
- adalah hujatan serta pekik nada-nada yang tidak sedap didengar telinga,
kendati yang berbuat tidak sesuai tuntutan dan harapan masyarakat hanya di
kalangan terbatas.
Sukt dipungkki bahwa keberadaan seseorang dalam sebuah tatanan
organisasi sebagai suatu sistem, mau tidak mau akan mempengaruhi pola dan
perilaku bersangkutan. Kendati paradigma ini bertolak belakang dengan
keinginan publik atau pihak yang " concern" terhadap kebenaran hakiki, namun
1
pada masa yang sama mereka akan selalu terabaikan, bahkan terasing dalam
organisasi dan dunia mereka sendiri. Mengapa perlu demikian? Padahal di
negara raksasa seperti di Amerika Serikat, David Osborn dan Ted Gaebier (1999)
yang mengutip tulisan George Latimer, mantan Wakkota St. Paul berkata
tentang sistem dalam tuturan sederhana yaitu: "semakin tua saya semakin yakin
bahwa agar benar-benar berjalan semua program hams dimiliki oleh masyarakat
yang akan dilayani. Ini bukan sekedar retorika melainkan kenyataan. ]adi, harus
ada kepemihkan".
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dalam sistem kehidupan
ini yang menempatkan secara bersama posisi pemerintah sebagai kekuatan
sebagai pendayung, tidak semata-mata menjadi berhasil dari hasil dayungannya,
tetapi juga menempatkan masyarakat sebagai komponen sistem yang diberikan
tanggung jawab tertentu sehingga mereka mempunyai rasa memiliki dari apa
yang akan dikerjakan secara bersama tersebut. Khanya pandangan ini harus
diterjemahkan lebih luas dalam melihat manusia agar tunduk kepada sistem.
Idealnya, manusia sebagai komponen terpenting dalam gugus sistem harus
berupaya bagaimana sistem dijadikan komoditi percepatan pencapaian tujuan,
bukan larut dalam sistem, apalagi hanya berpihak pada keuntungan semu dan
kelompok tertentu.
Tidak kalah pentingnya ketika M. Fernandez Ferez (1982) berkata bahwa
suatu sistem yang dkancang bagi sebagian kecil di zaman kemajuan ini,
sementara pengetahuan hanya berubah dengan perlahan-lahan dan orang dapat
4&&
it
E
0
berharap untuk mempelajari semua yarx^^^g^^^agi kehidupan intelek dan
profesinya dalam beberapa tahun dengan cepat menjadi ketinggalan ketika
pendidikan diperluas menjadi pendidikan untuk masa dan ruang lingkup
pengetahuan meningkat sernakm cepat selama waktu perubahan.
Barangkali di sini letaknya bahwa perubahan dan pergeseran pola
kehidupan dapat terjadi bilamana seseorang atau kelompok yang lebih besar
sepakat melakukan reinventing bagi tatanan kehidupan, namun perubahan
tersebut dalam koridor integritas yang mengutamakan kepentingan nilai-nilai
bersama. Artinya perubahan dilakukan tatkala nilai-nilai kehidupan yang hakiki
menjadi bagian terpisahkan dengan menata kembak nilai-nilai dalam sistem
poktik, sosial, budaya, ekonomi bahkan sistem tata pemerintahan suatu negara
harus diletakkan pada proporsi sebenarnya.
Tidak berlebihan dalam upaya memahami kondisi ini, pendidikan
menawarkan dki sebagai solusi yang paling tepat dengan menempatkan
manusia sebagai komponen terdepan. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan
yang diselenggarakan secara profesional yang mengutamakan aspek-aspek
kuaktas, keadilan dan pemerataan. Diakui sulit mewujudkan pendidikan seperti
yang diharapkan, terbukti selalu menjadi bahan konsumsi dalam seminarseminar atau pertemuan formal lamnya. Pendidikan yang diharapkan ini harus
dilihat dari berbagai aspek kepentingan, sehingga setiap masalah mendapat
porsi untuk diperbaiki dan dikembangkan atau bahkan dijadikan peluang
kebijakan dalam inovasi pada era yang akan datang.
Semua masyarakat sepakat membutuhkan dan mendambakan pendidikan
protesional. Pertanyaan yang segera timbul dan melintas dalam pikkan kita
adalah bagaimana pendidikan profesional diselenggarakan? untuk siapa? dan
siapa yang semestinya bertanggung-jawab secara teknis operasional? Indonesia
sejak beberapa dekade menyatakan perang terhadap buta huruf seiring dengan
kebijakan mempertinggi tingkat pendidikan masyarakat. Kebijakan mulia yang
sangat manusiawi dan edukatif diformulasikan dalam program-program yang
relevan. Kendati program buta huruf diarahkan agar peserta didik yang
memiliki usia dewasa - usia tua, menikah, terutama di pedesaan - yang sangat
rentan terhadap menularnya penyakit kebodohan. Beberapa tahun berselang,
muncul kebijakan baru secara simultan merupakan terobosan yang diprakarsai
secara bersama oleh pemerintah di negara-negara Asia untuk melaksanakan
kewajiban belajar bagi semua anak di Sekolah Dasar mulai tahun 1980. Lebih
lanjut dikenal dengan sebutan "Rencana Karachi". Di Indonesia dinamakan
Program Wajib Belajar Sekolah Dasar yang juga diaplikasikan dalam pendidikan
sederajat melalui Departemen terkait dan atau dalam pendidikan luar sekolah.
Tatkala Program Wajib Belajar mendapat respon positif dari masyarakat,
pemerintah kembali melanjutkan sampai tingkat SLIP atau Program Wajib
Belajar Sembkan Tahun
Program Wajib Belajar yang dkaksanakan melalui satuan pendidikan,
terutama di lembaga pendidikan formal mendapat perhatian serius dari
pemerintah dengan menyediakan dana relatif besar, fasiktas sampai ke pelosok
tanah air, sehingga sukt membedakan antara SD Inpres dan SD Non Inpres.
Pada awal kebijakan ini harus diacungkan jempol manakala lapisan masyarakat
bawah dapat "mengenyam" pendidikan sebagai konsekuensi lokasi sekolah
berdekatan dengan tempat tinggal. Mengingat pada sisi lain kebutuhan
berkembang, terutama gencarnya tuntutan untuk mengejar kuaktas, kebijakan
pembangunan gedung dalam jumlah relatif besar menjadi persoalan baru.
Masalah kekurangan guru tetap saja menjadi agenda klasik, persoalan efisiensi
mengedepan sejalan dengan tuntutan terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang profesional. Anak usia sekolah masih saja belum tertampung atau pada
saat yang sama juga terkhat keengganan bersekolah, angka tinggal kelas dan
putus sekolah tetap saja menjadi bagian integral dalam catatan kelas
menyebabkan pengambil kebijakan harus "memutar otak" untuk menemukan
solusiterbaik dalam mengatasi persoalan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada bagian yang berbeda peran masyarakat diperlukan dalam
pendidikan. Futuristik dan rekayasa menuju era global harus dijadikan tatanan
dunia baru justru mengalami kejayaan apabila dilapisi kekuatan dari suatu
sistem. Sistem pendidikan yang kokoh dan menyentuh kepentingan semua
merupakan jaminan kekuatan suatu negara dalam menghadapi tantangan
globaksasi. Bukan itu saja, dalam lingkup yang lebih sederhana, kekuatan baru
ini dapat mengatasi persoalan urgens di sekeliling kelas sebagai organisasi
pakng kecil dalam ruang lingkup organisasi pendidikan.
Dalam pandangan makro disadari bahwa permasalahan kelas relatif
ringan dan dalam posisi paling kecil, namun pada sisi lain bka masalah-masalah
kelas saja tidak dapat diatasi secara baik apalagi sampai menggerogoti
kepentingan murid sebagai subjek pendidikan, maka akan memikki dampak
keberhaskan pendidikan secara komprehensif. Dalam UU No. 2 Tahun 1989,
ditegaskan bahwa peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Upaya tersebut dimiliki peserta
didik melalui kegiatan belajar setiap saat dalam perjalanan hidup serta
mendapatkan bantuan faskitas sesuai persyaratan yang berlaku. Selaras dengan
tuntutan hak ini, kepada peserta didik juga dikenakan kewajiban untuk
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, mematuhi peraturan dan
menghormati guru serta memelihara faskitas belajar yang ada di setiap kelas.
Dalam Undang-undang di atas, posisi murid sebagai peserta didik
menjadi dominan, baik dalam jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Fokus perhatian di sini terarah pada sekolah sebagai satuan pendidikan
yang mengenal sistem administrasi yang relatif baik dari jalur pendidikan
lakmya. Semua anak yang masuk dalam sistem pendidikan sekolah melalui
pendaftaran dan secara otomaris menjadi tanggung jawab sekolah. Tanggung
jawab yang amat berat bukan menjaga, mengajar murid dalam kurun waktu 7
jam sehari, melainkan bagaimana mereka mampu mengaktualisasikan dki
dalam kehidupan bermasyarakat setelah memperoleh berbagai rklai dari
sekolah.
Jika dihubungkan dalam fakta keseharian apa yang terjadi sesungguhnya
tentang murid di Sekolah Dasar, tidak perlu menutup mata karena masih banyak
masalah yang mengganggu pelaksanaan kegiatan pendidikan secara efektif,
terutama dalam koridor kuaktas, keadkan dan pemerataan. Fenomena yang
dapat diketengahkan berdasarkan prasurvey pada beberapa sekolah (SD) di
Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat antara lain:
(1) terdapat 18.519 anak usia sekolah 7-12 tahun yang belum tertampung di
Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah atau dipersentasekan sebesar 9,13%.
Angka ini sangat mempengaruhi terhadap kesuksesan pelaksanaan program
wajib belajar di kabupaten penghasil minyak bumi tersebut;
(2) hingga saat ini terdapat kekurangan guru Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah sebanyak 1.304 orang, atau sebesar 16,03%. Angka tersebut relatk
besar, apalagi dihubungkan dengan keberadaan mereka sebagai tenaga
pengajar profesional, sementara formasi pengangkatan relatif terbatas
sebagai konsekuensi keuangan negara terbatas. Tentunya sangat bertolak
belakang apabka masalah ketenagaan ini - khusus gaji guru - dikelola
sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten;
(3) ketersediaan buku ajar dan buku penunjang di sekolah-sekolah tertentu atau
di kecamatan dengan radius jarak tempuh jauh dari kota kabupaten sangat
terbatas. Buku pelajaran yang digunakan murid yang sesuai dengan uraian
materi pelajaran berdasarkan kurikulum terbaru dirasakan sangat kurang.
Fenomena ini diprediksi sebagai status ekonomi orang tua yang relatk
/.^ • V^.
V\ *•> ^^BptB waste1
rendah serta perhatian terhadap pendidikan anak rrbsj^^^m^diJTngkatkan,
terutama dalam rangka menyukseskan peorgram wajib belajar;
(4) masih ada sebagian dikalangan guru Sekolah Dasar yang belum
melaksanakan disipkn kelas secara baik sesuai dengan tata tertib yang
disepakati sekolah. Sebagai konsekuensi dari kenyataan ini masih terkhat
anak-anak yang sering terlambat datang (masuk) sekolah atupun "bolos"
pada jam-jam tertentu. Dari pengamatan sementara yang dilakukan
beberapa minggu diketahui bahwa ada murid Sekolah Dasar tertentu yang
terkesan kurang disipkn dipredikasi berasal dari lemahnya kepemimpinan
guru kelas di sana;
(5) angka tinggal kelas masih besar. Dari data Kantor Depertemen Pendidikan
Nasional Kabupaten Indramayu diperoleh informasi bahwa terdapat 2.654
murid Sekolah Dasar yang dinyatakan tinggal kelas pada tahun pelajaran
2000/2001 atau sebesar 1,24%. Jumlah yang relatif besar ini harus dilihat
sebagai fenomena menarik untuk dianaksis guna menemukan akar
pemasalahannya dan selanjutnya diberikan solusi yang efektif;
(6) demikian halnya angka putus sekolah masih dikategorikan besar bka
dibanding kondisi masyarakat di zaman modern yang merasa "malu" bka
tidak bersekolah. Dari catatan kantor yang sama diperoleh informasi bahwa
terdapat sejumlah 638 murid putus sekolah. Dipredikasi banyak faktor
penyebab mereka memikh putus sekolah, termasuk informasi menurut
penuturan lugu beberapa orang tua sebagai budaya turun temurun "kawin
muda".
Menyikapi fenomena pendidikan di atas, ada sejumlah kasus yang
dialami murid Sekolah Dasar Kecamatan tertentu di Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat dan apabka diabaikan pasti berbuntut pada semakin
jauhnya pencapaian tuntutan kuaktas Sumber Daya Manusia setempat.
Demikian juga, bila kondisi itu terus berlanjut tidak salah bila dikatakan bahwa
masa depan kabupaten ini - rakyat di sana - hanya sebagai penonton di negeri
sendki, terutama dalam menyukseskan program pemerintah mengeksplorasi
minyak bumi sebagai sumber yang potensial penyumbang dana daerah di
Propinsi Jawa Barat. Fenomena itu harus dilihat sebagai embrio masalah besar di
masa yang akan datang dan harus diterjemahkan oleh semua pihak-pihak
berkepentingan secara ark dan bijaksana dengan menempatkan posisi murid
sebagai sasaran utama.
Bka sepakat menempatkan sumber permasalahan besar di masa depan
adalah keterabaian pelayanan pendidikan bagi setiap murid dari pengembangan
potensi kecerdasan pada masa kini, mau tidak mau solusi yang efektif harus
dkakukan dengan kebijakan holistik serta harus menyentuh kepentingan murid
secara langsung. Kondisi yang tidak dknginkan bersama tentunya sikap arogansi
generasi tua yang selalu mengabaikan kebijakan mencerdaskan kehidupan
bangsa ini dan akan menjadikan bangsa ini hanya sebuah negara bodoh dan
dimungkinkan menjadi terkotak-kotak, terpecah belah dan tidak dapat disangkal
penjajah kembak mengeruk hask bangsa. Demikian dahsyatnya dampak
kelalaian tenaga pendidik dan orang tua dalam memberikan dorongan untuk
belajar dan melaksanakan pendidikan di bangku persekolahan, maka pengambil
kebijakan di kabupaten ini harus melakukan kegiatan faktual dan menentukan
strategi pemecahan bagaimana caranya mengatasi masalah putus sekolah atau
tinggal kelas yang efektif sesuai permasalahan setiap kecamatan, terutama
kecamatan-kecamatan yang dikategorikan sangat prihatin.
Bila dihubungan antara fenomena di atas dengan kondisi Kabupaten
Indramayu yang terdki atas 22 kecamatan, 8 kelurahan serta 310 desa memiliki
jumlah penduduk relatif besar yakni 1.561.679 jiwa sebenarnya pada batas-batas
tertentu karena masih banyak di antara putra daerah yang memiliki pola pikir
maju ke depan bahkan bertaraf internasional untuk dapat diberdayakan dalam
rangka menjawab kebutuhan setempat, sehingga "image" pejabat pusat tentang
rendahnya kuaktas dapat dihentikan atau setidaknya dapat diminimalkan pada
titik yang paling rendah.
Demikian besar tuntutan daerah, sementara permasalahan keck di
kngkungan kelas saja masih banyak yang belum tuntas diselesaikan secara
bijaksana, apalagi terkesan adanya sikap yang belum memberdayakan potensi
(putra daerah) sebagai mitra dalam mengatasi persoalan pendidikan di Sekolah
Dasar merupakan peluang yang menarik hati untuk diteliti serta diungkapkan
secara baik dan jelimet sehingga *^.^l|^^f^>r^faktor penyebab
permasalahan itu terjadi, terutama berka^rfi^d^rig^rr^a^alah yang sangat
prinsip yakni tinggal kelas dan putus sekolah bagfcmurid-murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Indramayu.
Mengingat masalah tinggal kelas dan putus sekolah merupakan bagian
penting dalam sistem kuaktas pendidikan, maka untuk kepentingan studi ini
akan dilihat dari kacamata Administrasi Pendidikan, sesuai dengan program
studi yang ditekuni saat ini pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
B. Permasalahan Penektian
Dalam menempuh pendidikan dari tkigkat Sekolah Dasar sampai
dengan SLTP tentunya tidak semua anak beruntung dan dapat bersekolah secara
lancar. Kondisi itu terjadi disebabkan berbagai faktor, seperti mengalami tinggal
kelas lalu mengulang kelas dan sebagian di antara mereka ada pula yang putus
sekolah baik disebabkan tinggal kelas atau penyebab aturan sekolah dan
masalah ekonomi keluarga yang pada gilirannya mengalami frustrasi serta
merasa malu.
Tinggal kelas dan putus sekolah merupakan suatu kondisi yang tidak
dknginkan oleh siapa saja, termasuk murid itu sendki yang pada dasarnya
merasa kecewa, malu dan rendah dki. Konsekuensi lain yang ditimbulican dari
fenomena ini adalah biaya besar yang harus ditanggung oleh orang tua bahkan
12
pihak sekolah. Yang jelas, anak tinggal kelas kemudian mengulang kelas akan
mengurangi daya tampung sekolah. Artinya pada sisi lain mereka merugikan
anak-anak lain untuk memperoleh layanan pendidikan yang baik.
Berdasarkan pernyataan di atas, guna memfokuskan studi pada dua
agenda tersebut akan dirumuskan masalah penelitian yang berbunyi sebagai
berikut:
Apakah efisien manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak
Pengelola setempat dalam mengatasi murid mengulang kelas dan putus sekolah
di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu PropinsiJawa Barat?
Oleh karena masalah yang dkumuskan di atas masih bersifat umum,
maka dipandang perlu untuk memformulasikan dalam penjabaran yang lebih
khusus seperti dua pokok masalah mekputi:
1. Bagaimana masalah mengulang kelas bisa terjadi bagi murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat?
1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid-murid di Sekolah Dasar
Kabupaten Indramayu mengalami tinggal kelas (mengulang kelas)?
2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah
mengulang kelas yang dkakukan saat mengajar di kelas atau pada
kesempatan yang berbeda?
3) Bagaimana kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pknpinan
organisasi dalam rangka mengatasi masalah mengulang kelas bagi muridmurid tersebut?
4) Bagaimana pula solusi yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui
Pengurus BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam
rangka mengatasi masalah mengulang kelas?
2. Mengapa putus sekolah bisa terjadi bagi murid-murid di Sekolah Dasar
Kabupaten Indramayu Propinsi Jaw^a Barat? Masalah ini akan dijawab
melalui pertanyaan berikut:
1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di
Kabupaten Indramayu mengalami putus sekolah?
2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah
putus sekolah yang dilakukan di kelas atau pada kesempatan yang
berbeda?
3) Bagaimana efisiensi kuaktas kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai
pimpinan organisasi sekolah dalam mengatasi masalah putus sekolah?
4) Solusi apa yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus BP3
maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan yang baik sehubungan dengan penanggulangan masalah
putus sekolah di Sekolah Dasar tersebut?
C. Tujuan Penektian
Tujuan umum penektian adalah mendapatkan gambaran yang jelas dan
komprehensif mengenai kondisi murid, guru, kepala sekolah serta masyarakat
14
yang terkbat dalam permasalahan mengulang kelas dan putus sekolah di
Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu. Gambaran yang dimaksud merupakan
kondisi nyata yang dialami sekolah bersangkutan sehingga akan diteinukan
makna tertentu ataupun nilai-nilai keungguian dalam praktek dan teoretik
terhadap
upaya
mencari
faktor-faktor
penyebab
melalui
implementasi
manajemen yang efisien dkakukan oleh pihak sekolah dan masyarakat.
Dengan penelitian yang diarahkan kepada dua agenda penting ini akan
tergambar secara menyeluruh tentang kuaktas sekolah, karena kegagalan pihakpihak berkepentingan di sekolah mengatasi berbagai persoalan murid -
mengulang kelas dan putus sekolah - akan berpengaruh langsung terhadap
keberhasilan sekolah. Diasumsikan bahwa keberhasilan sekolah yang paling
dominan ditentukan oleh keberhasilan murid sekolah setempat, seperti lulus
tepat waktu dengan catatan utama adalah angka mengulang kelas dan putus
sekolah mendekati titik nol.
Di samping itu, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hal-hal sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafskkan temuan penektan tentang
masalah tinggal kelas bagi murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat;
1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid di Sekolah Dasar Kabupaten
Indramayu Propinsi Jawa Barat yang mengalami tinggal kelas atau
mengulang kelas;
15
2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas sekolah dasar dalam mengatasi
masalah mengulang kelas pada saat KBM berlangsung atau dalam situasi
lainnya;
3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi
dalam rangka mengatasi masalah tinggal kelas;
4) Efisiensi solusi yang dkakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus
BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam mengatasi
masalah tinggal kelas;
2. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafsirkan masalah putus sekolah
murid-murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat;
1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di Kabupaten
Indramayu mengalami putus sekolah;
2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah putus
sekolah baik dalam antisipasi maupun mengajak anak-anak tersebut
kembak bersekolah;
3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi
Sekolah Dasar di Kabupaten indramayu Propinsi Jawa Barat dalam
rangka mengatasi masalah putus sekolah;
4) Efisiensi solusi masyarakat setempat, baik melalui Pengurus BP3 maupun
pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam menanggulangi masalah
putus sekolah di Sekolah Dasar.
16
D. Paradigma Penelitian dan Premis
Tinggal kelas dan putus sekolah dipandang sangat merugikan anak
bersangkutan, orang tua dan pemerintah. Di akui bahwa setiap anak akan
merasa kecewa apabila tinggal kelas dan anak-anak tertentu akan mengulang
kembali untuk berupaya dapat belajar sesuai dengan harapan yakni naik kelas.
Akan tetapi, tidak semua anak yang tinggal kelas selanjutnya mengulang kelas
dan apabila atau tekanan tertentu, termasuk rasa malu menyebabkan mereka
mengambk keputusan untuk berhenti bersekolah.
Anak tinggal kelas dan putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar sangat
mengganggu pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar, apabila tidak
ditangani secara serius akan menjadi beban bagi pemerintah yang juga akan
berdampak pada persoalan ketenagakerjaan, ekonomi bahkan membuka
peluang untuk berkembangnya penyakit sosial, seperti tawuran, narkoba,
kenakalan yang menggangu ketertiban umum atau degradasi moral dengan
mencuri dan tindakan sejenisnya.
Berkaitan dengan persoalan tinggal kelas dan putus sekolah, secara
sistemik akan dikemukan paradigma penektian sebagai kerangka dasar studi ini
seperti ditampilkan dalam gambar pada halaman selanjutnya.
BP3
Orang Tua
Gun
Sarana /
! Dana
(IQ)
T i I
Bakat
I
•
Khusus
Pvlotivasi
WAJAR
/
KINERJA IVISPrf EFISIENSI >
DiKDAS SD
TERCAPAI
Minat
PUTLiS SEKOLAH
Kematangan;
Kesiapan
100%
H
~ Naik Kelas
~ Menamatkan SD
Sikap
Kebiasaan
Fisik dll
Sosiail
Po itik
Budaya
DIE
Ekonomi
UMPAN 8 AUK
Gambar -i
Paradigma Penelitian
19
tepat, juga dibutuhkan Kinerja Manajemen Sistem Pendidikan yang efisien
dengan menemukan faktor penyebab dan memberikan solusi yang efektk, maka
pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar akan tercapai. Artinya
pencapaian program wajar terwujud yang ditandai dengan semua murid naik
kelas, dan tidak seorangpun yang keluar sekolah (putus sekolah). Kelemahan
dan keunggulan dapat diketahui melalui studi ini sehingga dkiarapkan dapat
memberikan umpan balik dalam mengatasi masalah tersebut di masa yang akan
datang.
Sementara itu, ada sejumlah premis yang dijadikan landasan penektian
ini sebagai berikut:
(1) kcgiatan manajemen akan bermuara pada produktivitas. Sedangkan secara
komprehensif manajemen dalam sistem pendidikan akan bermuara pada
produktivitas sekolah sebagai bentuk identifikasi
keberhaskan
dan
kegagaian. Sekolah yang produktif itu ditandai optimalisasi fungsi
administratif, fungsi psikologi dan fungsi ekonomi (Alan Thomas, 1971).
(2) sedangkan optimaksasi fungsi administratif, fungsi psikologi dan fungsi
ekonomi ditandai efisiensi tertentu. Manajemen sistem pendidikan yang
efisien dkihat dari rendahnya mengulang kelas dan putus sekolah (Ace
Suryadi, 1999). Kondisi mengulang kelas dan putus sekolah justru
disebabkan masalah pribadi murid (internal) dan masalah luar dki
(eksternal) yang membutuhkan penanganan serius agar setiap murid tetap
bersekolah (Mohd. Surya, 2000).
20
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dipetik dari penektian ini, secara teoritis adalah
memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan
untuk dijadikan informasi pembuatan kebijakan dalam melaksanakan program
wajib belajar pendidikan dasar.
Selanjutnya, penektian ini memberikan manfaat dalam upaya mengetahui
perbedaan sumber-sumber penyebab terjadinya masalah tinggal kelas dan putus
sekolah serta solusi yang dkakukan oleh setiap pihak-pihak berkompeten baik
secara individu maupun kelembagaan. Informasi ini bermanfaat dalam meneliti
faktor-faktor lain yang berpengaruh secara langsung terhadap masalah tersebut.
Sedangkan secara praktis memberikan manfaat yang tidak ternilai
manakala dijadikan bahan pertimbangan bagi guru, kepala sekolah, pengurus
BP3 setempat serta tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki " concern" terhadap
pendidikan dalam kebijakan memkumalkan derajat tinggal kelas dan putus
sekolah di Sekolah Dasar.
Mengingat studi yang dkakukan ini terbatas dalam satu kabupaten
balikan tidak semua kecamatan disoroti, maka peluang penektian yang sama
dalam aspek dan wilayah tertentu sangat terbuka lebar. Seyogyanya penelitian
tersebut mengarah kepada studi komparatk dengan membandingkan hask
temuan setiap kabupaten di Propinsi Jawa Barat.
BAB m
PROSEDUR PElviElJrriAN
Pada bab ini dikemukakan tentang prosedur penelitian yang berkaitan
dengan: (1) metode, (2) subjek dan lokasi penektian, (3) alat dan teknik
pengumpulan data, (4) pelaksanaan penektian lapangan, serta (5) teknik analisa
dan penafskan data. Untuk lebihjelas, dapat diperhatikan uraianberikut.
A. Metode Yang Digunakan
Mengingat masalah yang dikaji dikategorikan masalah sosial dalam
konteks pendidikan dkakukan dalam situasi wajar "natural setting", maka
metode yang digunakan adalah "Metode Kualitatif. Nasution (1996 : 5)
menyebutkan hakekat penektian kualitatif ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami
bahasa dan tafskan mereka tentang dunia sekitarnya.
Berdasarkan pandangan tersebut, masalah mengulang kelas dan putus
sekolah yang dialami siswa di Sekolah Dasar akan diamati, dipahami dan
ditafsirkan secara cermat yang bukanlah mencari kebenaran mutlak. Akan
tetapi melihat masalah itu dari segi pandangan peneliti, dari pandangan
responden yang disepakati denganmasyarakat ilmuwan lainnya.
72
73
Dalam penggunaan metode kuaktatif seperti dikemukakan terdahulu,
penekti memaparkan data-data lapangan sesuai dengan pokok masalah secara
rinci dan selanjutnya dianalisis dengan menafskkan setiap data dan informasi
yang digak dari lapangan melalui perbandingan teori yang relevan.
B. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penektian di sini merupakan sumber data atau informan yang
memberikan data/informasi berkaitan dengan faktor-faktor penyebab masalah
mengulang kelas dan putus sekolah bagi murid Sekolah Dasar. Informan
tersebut dikelompokkan kepada mereka yang terkbat secara langsung dalam
kepentingan pengajaran di kelas, serta untuk kepentingan kelengkapan data
terbuka kemungkinan menghimpun dari pihak-pihak tertentu yang juga
mengetahui secara jelas tentang masalah ini.
Dua sumber yang disebut-sebut tersebut adalah unsur-unsur sekolah
dan pihak luar sekolah yang mempunyai peran dan tugas tertentu di Sekolah
Dasar dalam wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Propinsi
Jawa Barat. Pemkihan lokasi lebih lanjut berdasarkan kategon sekolah maju
lingkungan perkotaan; sekolah maju lingkungan pedesaan, serta sekolah
sedang lingkungan perkotaan dan sekolah sedang kngkungan pedesaan.
Demikian juga bagi sekolah kategori kurang berada di pedesaan.
74
Untuk lebih jelas, dikemukakan subjek dan lokasi penelitian tersebut
seperti dituangkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel -1
Subjek dan Lokasi Penelitian
(Tentatif)
NO
SUBJEK
1
Murid
->
Guru
3
JUMLAH
25 Orang
LOKASI
SD Kab. Indramayu
10 Orang
Idem
Kepala Sekolah
5 Orang
Idem
4
Peng. BP3
5 Orang
Idem
5
Orang Tua
10 Orang
Kab. Indramayu
Mengingat subjek dan lokasi penektian seperti digambarkan di atas
berada pada SD-SD atau masyarakat Kabupaten Indramayu yang dinilai cukup
luas, maka untuk kepentingan lebih lanjut akan ditetapkan sekolah-sekolah
sesuai dengan kategori berkualitas maju, sedang dan kurang dengan meminta
informasi dari pihak Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan
penkaian berdasarkan konfkmasi dengan beberapa tokoh pendidikan
masyarakac di sana.
C Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk membantu penekti dalam mengumpulkan
data sehubungan dengan faktor-faktor dan solusi mengatasi masalah
mengulang kelas dan pulus sekolah yang dialami oleh murid Sekolah Dasar di
KabupetenIndramayu adalah sebagaiberikut:
1. Pedoman-Pedoman
Pedoman yang dimaksud di skii adalah alat bantu untuk menggking
peneliti menjemput data lapangan sesuai dengan fokus dan kelompok masalali.
Secara rkici adalah.
(1) Pedoman Penilaian Dokumen yang digunakan untuk menghimpun
sumber-sumber tertulis yang dibuat oleh sumber data baik berupa
aturan maupun program kerja. Dokumen yang akan dkklai tentunya
memiliki relevansi dengan masalah yang ditekti;
(2) Pedoman Observasi, digunakan untuk membantu penekti mengamati
perkaku subjek penektian dengan mencatat semua gejala yang terjadi
dalam masalah mengulang kelas dan putus sekolah tersebut;
(3) Pedoman Wawancara, disusun dengan sejumlah pertanyan secara detak
dalam sistemik sesuai pokok masalah, baik bagi unsur-unsur sekolah
maupun pihak luar.
2. Alat tuks, alat perekam dan alat potret yang dipakai selama penektian
lapangan akan sangat membantu penekti untuk mencatat, mengingat,
memahami data pada saat dilakukan pembahasan. Hasil kerja
menggunakan alat-alat tersebut dijadikan dokumen otentik.
76
Sementara itu, teknik yang dkakukan untuk mengumpulkan data
mencakup:
1. Teknik Langsung
Pada bagian ini penekti akan turun langsung ke lapangan (SD-SD di
Kabupaten Indramayu) untuk menghimpun data dan informasi baik
melihat secara dekat arsip-arsip tentang mengulang kelas dan putus sekolah
siswa maupun mengadakan wawancara - dalam konsep snow ball- dengan
sumber yang ditetapkan sebelumnya. Apabka hask penkaian dokumen dan
proses wawancara belum menjawab semua kebutuhan data, maka peneliti
akan mengamati secara tekti masalah-masalah yang melingkari tinggal
kelas dan putus sekolah tersebut.
2. Teknik Tidak Langsung
Apabka data lapangan yang dihknpun tersebut ternyata belum lengkap,
sementara penekti sudah berada di Bandung, maka upaya lain akan
dkakukan dengan mengadakan percakapan via telepon dengan pihak Dinas
Pendidikan setempat atau pihak lain yang mengetahui masalah tersebut
kebetulan berada di Bandung,
D. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penektian merupakan langkah-langkah yang ditempuh
dalam penektian, antara lain:
77
1. Melakukan Prasurvey
Mengawak kegiatan penektian dengan mensurvey lapangan sebagai latar
belakang untuk menentukan masalah penektian. Kegiatan ini dkakukan di
Kabupaten Indramayu bertepatan di beberapa sekolah dasar Kecamatan
Indramayu Kota, Kecamatan Sindang dan Kecamatan Kandang Aur. Proses
survey dkakukan dengan mewawancarai beberapa orang guru dan kepala
sekolah setempat guna mengetahui mengapa ada anak mengulang kelas
dan anak putus sekolah, padahal masalah-masalah itu sebenarnya
bertentangan dengan aras wajib belajar seseorang dalam kehidupan ini.
Landasan hukum bangsa mengharuskan setiap warga (7-15 Th) memkiki
hak yang sama dalam pendidikan dan dipertegas lagi menjadi kewajiban
dengan konsekuensi agamis tentunya apabila tidak melaksanakan
kewajiban siapa yang akanmenanggung dosa.
2. Memasuki Lapangan (Mengumpulkan Data Pokok)
Setelah mengetahui titik masalah melalui kegiatan prasurvey dan
menghubungkan dengan teori-teori yang relevan, selanjutnya menyusun
disain penektian, maka sebelum turun lapangan ditentukan lokasi situasi
sosial dengan mengadakan hubungan informal dan formal serta
memperoleh
izin
seraya
mengidentifikasi informan.
memupuk
rasa
kepercayaan
dengan
78
Ketika turun lapangan dan samps^^l^^SfS^f^wfyx, penekti berupaya
tidak akan menggangu suasana {a fly orr^^/^ll) sehingga situasi di sana
tetap dalam kondisi wajar. Kemudian menjakn hubungan baik dengan
informan sambil kegiatan observasi dan wawancara berlangsung. Kegiatan
observasi dkakukan oleh penekti sendki bukan proses pask dan berada
dalam kancah netral tertuju kepada masalah penelitian.
Sementara dalam mewawancarai, Peneliti akan mengumpulkan data umum
berskat verbal dan data khusus bersifat non verbal sejalan dengan kegiatan
pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah
penektian. Dalam proses ini juga dibantu oleh perekam dan kamera lainnya.
Pada bagian ini yang amat dikembangkan adalah data yang berskat "emic"
(informan)
dan selanjutnya guna
mengembangkan dkective
akan
dimarkaatkan analisis berskat "etic". Sedangkan untuk menguji validasi,
rekabektas dan objektivitas akan diterapkan konsep "triangulasi" dengan
mengutamakan
pola
"snow
ball",
dan
bka
memungkinkan
akan
dkaksanakan dalam kurun waktu relatif lama.
3. Melakukan Analisis Data
Setelah semua data dapat dikumpulkan melalui studi lapangan dengan
proses wawancara, observasi maupun bersumber dari dokumen resmi tentang
tinggal kelas dan putus sekolah, maka pada kegiatan selanjutnya dilakukan
79
analisis sesuai dengan metode yang ditetapkan sebelumnya. Analisis di sini
dimaksudkan sebagai proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan yang
digolongkan ke dalam pola, thema atau kategori (Lihat Nasution, 1996 :126).
Guna memperoleh makna yang vakd, maka kegiatan ini dilakukan
dengan langkah: (1) Reduksi data; Artinya merangkum dan memkih data
pokok secara sistematis sebagai laporan mentah, (2) Display data; Penekti
membuat berbagai matrik, network untuk memudahkan proses anaksis dan
tidak tenggelam dalam tumpukan data yang detak, (3) Verifikasi; Peneliti
mengambk kesimpulan dengan mencari makna yang tidak diragukan
kebenarannya. Pada bagian ini penekti akan berusaha mengajak diskusi pihakpihak tertentu untuk mencapai "inter-subjective consensus" dalam rangka
menjamin vakditas.
4. Menulis Laporan
Bagian akhir studi setelah data dapat disimpulkan dan memperoleh
makna
yang
valid,
maka
ditulis
dalam
bentuk
laporan
guna
dipertanggungjawabkan di depan sidang tesis. Dalam rangka menjawab
tuntutan tersebut, penekti akan berupaya menggabungkan dki dengan kriteria
penulisan yang benar sesuai ketentuan PPs-UPl Bandung. Akan tetapi secara
teknis, proses penuksan yang dimaksud mencakup petunjuk Lincoln dan Guba
(Moleong, 2000 : 230-231) mekputi: (1) Dilakukan secara informal, (2) Berskat
80
penafskan atau evaluatif, (3) Jangan terlalu banyak data dknasukan dalam
laporan, (4) Menghormati janji tidak menuliskan nama subjek dan menjaga
kerahasiaan, (5) Melaksanakan penjajakan audit, dan (6) Menetapkan batas
waktu penyelesaian laporan.
E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data
Ada tiga tahap yang akan ditempuh dalam menganalisis dan
menafsirkan data mencakup:
1.
Pemrosesan satuan
Pertama sekak data yang sudah terkumpul, disusun berdasarkan
kesatuan latar sosial atau disebut satuan informasi (Lincoln dan Guba, 1985),
yakni melakukan analisis terhadap data verbal dan selanjutnya di beri kode
atau diberi nama sesuai dengan apa yang sedang dipikkkan. Satuan dapat
berwujud kalimat faktual sederhana atau paragraf penuh yang ditemukan
dalam catatan pengamatan, wawancara dan dokumen lainnya. Kedua
mengidentifikasi satuan-satuan tersebut ke dalam kartu indeks yang harus
dipahami secara umum.
2. Kategorisasi
Setelah data lapangan diproses dengan memasukan ke dalam kartu
indeks, maka selanjutnya disusun berdasarkan kategorisasi. Langkah yang
dkempuh mekputi: (1) Memikh kartu pertama dan selanjutnya mencatat isi dan
membuat kesimpulan, (2) Memilih kartu-kartu selanjutnya dan membuat
kesimpulan, (3) Setelah semua kartu dipilih dan disimpulkan, maka harus
diperiksa dengan tekti sebelum ditafsk.
3. Penafskan data
Penafskan dimaksudkan semata-mata untuk mendeskripsikan dan
mengevaluasi secara kualitatif. Oleh karena itu, peneliti akan menempuh
langkah sebagai berikut:
1) Ketepatan Kenyataan; Pada tingkat faktual, bukti yang diperoleh dari suatu
kelompok tertentu tentang masalah mengulang kelas dan putus sekolah
dapat digunakan untuk mengecek bukti awal itu benar. Selanjutnya dalam
menemukan teori, peneliti menarik kategori konseptual atau kawasannya
dari kenyataan. Sesudah itu kenyataan menjadi sumber-sumber untuk
kustrasi konsep.
2) Generalisasi Empiris, Salah satu tujuan penelitian kualkatk dalam
menyusun teori ialah membangun generalisasi empiris karena generalisasi
itu tidak hanya menetapkan batas penerapan teori dari dasar (Moleong,
2000 : 209). Dengan demikian, penekti akan berupaya membandingkan
generalisasi fakta mengulang kelas dan putus sekolah dengan teori-teori
82
yang relevan untuk membangun teori sehingga secara umum menjadi lebih
aplikatif dan memiliki daya penjelasan dan peramalan yang lebih besar.
3) Penetapan
Konsep,
Dalam
studi
kasus
seperti
dilakukan
untuk
mengungkapkan masalah mengulang kelas dan putus sekolah pada Sekolah
Dasar dalam wdlayah Kabupaten Indramayu, bahwa kajian ini hanya
sebagian kecil dari pekerjaan penyusunan teori. Oleh karena itu, penekti
akan melakukan kegiatan-kegiatan antara lain: (1) Membandingkan
kejadian yang aplikatif
setiap kategori, (2) Mengintegrasi kategori dan
kawasan tersebut, (3) Membatasi teori dengan mengurangi daya modifikasi,
(4) Menulis teOri sebagai produk akhk studi yang bersumber dari data dan
dapat digunakan oleh penekti lain dalam bidang yang sama.
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil telaah yang mengungkapkan temuan iapangan
dengan membandingkan berbagai teori relevan, maka dapat disimpulkan:
1) Faktor penyebab terjadinya masalah mengulang kelas pada SDN Kabupaten
Indramayu antara lain: (!) faktor dalam diri murid, seperti tingkat
kemampuan yang rendah, maias, disiplin belajar di rumah sangat Ionggar, (2)
faktor luar diri muvid, seperti status ekonomi keluarga, budaya orang tua
dengan menjadikan anak sebagai "partner" kerja, suasana kelas yang belum
kondusif;
2) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas SDN Kabupaten
Indramayu belum efisien dan belum efektif. Alasan yang paling rasional
adalah semakin meningkatnya angka mengulang kelas dari tahun ke tahun;
3) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala SDN Kabupaten
Indramayu dikategorikan belum efisien dan juga belum efektif dalam
mengatasi masalah mengulang kelas disekolah masing-masing. Kendati SDN
Paoman IV yang dinilai cukup efisien dan efektif, akan tetapi jumlah SD
seperti ini sangat terbatas; SDN Paoman IV dapat dijadikan pilot percontohan
model manajemen efisiensi di lingkungan setempat
164
165
4) Solusi yang dilakukan masvarakat setempat dalam mengatasi masalah
mengulang kelas juga belum efisien dengan menyediakan dana yang cukup
besar yang disatukan dalam paket KBM, pada sisi lain angka mengulang
kelas tetap saja merangkak naik. Dinilai dari hasil tersebut serta proses
penanggulangan yang dilakukan mereka belum efektif;
5) Penyebab utama terjadinya putus sekolah yang terjadi pada murid SDN
Kabupaten Indramayu antara lain: (1) status ekonomi rendah, (2) budaya
kawin muda, (3) kebiasaan orang tua menjadikan anak sebagai pengasuh
adik, (4) konflik keluarga yang berbuntut pada penitipan anak yang harus
memilih harus bersama nenek;
6) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas belum efisien dan
belum efektif. Hal ini terbukti dari peningkatan cukup tajam dari persentase
putus sekolah pada sebagian besar SDN Kabupaten Indramayu. Pada sisi lain
sebagian besar mereka tidak membuat program kerja, sehingga kesan
implementasi manajemen sangat terburu-buru;
7) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala Sekolah juga belum efisien
atau masih jauh dari efektif. Kendati pada Kepala Sekolah pada SDN Paoman
IV dinilai berhasil memanajemeni Program Wajib Belajar, namun jumlah
sekolah seterti ini sangat terbatas dan kunci utama justru terletak pada
koordinasi yang solid.
166
8) Demikian juga solusi masyarakat dalam mengatasi masalah mengulang kelas
pada SDN Kabupaten Indramayu belum berjalan sesuai harapan. Kegiatan
yang dilakukan selama ini terfokus pada penyediaan dana. Sedangkan solusi
lainnya yang bersifat langsung kepada sasaran untuk mengatasi putus
sekolah hanya dalam bentuk sosialisasi belaka. Artinya kegiatan tersebut
belum efisien dan belum efektif.
B. Implikasi
Mencermati fakta di atas, melalui studi ini akan dapat memberikan
pengaruh tertentu bagi pengelola pendidikan di sana, khususnya antara lain:
1) Kelemahan dalam memecahkan masalah mengulang kelas harus diperbaiki
dengan meningkatkan semangat kerja guru kelas. Guru kelas harus proaktif
dalam memantau perkembangan belajar murid setiap saat, terutama
memberikan perhatian besar kepada murid yang mengulang pada tahun
tersebut;
2) Aturan, tata tertib dan pemberian sanksi oleh pihak sekolah terhadap anak-
anak yang dikategorikan bermasalah seharusnya berpihak kepada mereka,
bukan asal tujuan tercapai dengan kegiatan memaksa. Oleh karena itu,
Kepala Sekolah dan guru harus bijak menempatkan mereka sebagai subjek
pendidikan di sekolah.
167
3) Kelemahan pengelola SD setempat dan masyarakat dalam mengatasi
masalah putus sekolah akan mempcrburuk citra dan wibawa sekolah. Situasi
yang
tidak
menggembirakan ini
perlu
ditepis
sejak
dini
dengan
meningkatkan sistem koordinasi terpadu antar lintas sektor dan pihak-pihak
yang berkepentingan sehingga ke depan ini akan terwujud suatu masa
dirnana "SD tanpa anak putus sekolah". Memang terlalu prematur untuk
mewujudkan harapan tersebut, namun secara bertahap dan dilaksanakan
dengan komitmen yang tinggi, kenapa tidak semua itu akan terwujud.
4) Keunggulan yang dilakukan pihak SDN Paoman IV dalam mengungkapkan
faktor penyebab mengulang kelas dan putus sekola
SEKOLAH DASAR
(Studi Evaluatif tentang Mengulang Kelas dan Putus Sekolah
pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan memperoleh gelar ^agister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
IIS RAHMAT HIDAYAT
NIM.999671
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2001
DISETUJUI
OLEH:
Prof. Dr. H. Tb. ABIN SYAMSlJPEtfN MAKMUN, MA
Pembkrtmng I
Prof. Dr. H. DJAM'AN SATORI, MA
Pembimbing II
PROGRAM P ASC ASARJANA
Uh. P"'. ;rT7T>
RSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2 0 01
DIKETAHUI DAN DISAHKAN
Oleh:
KETUA PROGRAM STUDI
ADMINiSTRASl PENDIDIKAN
PPS - UI
Prof. Dr. H. Tb, AB1N SYAMgk90DIN MAKMUN, MA
PROGRAM PASCASAR)ANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUN G
2001
ABSTRAK
Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Sekolah Dasar (Studi Evaluatif tentang
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah pada SDN Kabupaten Indramayu Tahun
2000/2001). Tesis. Program Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung, 2001.
Ketika pendidikan menawarkan diri sebagai solusi yang paling tepat
dengan menempatkan manusia sebagai komponen terdepan, telah
mengharuskan para pakar membuka mata dan memutar otak untuk
menemukan suatu strategi penyelenggaraan pendidikan yang profesional. Pada
sisi Iain, tuntutan masyarakat semakin tinggi dan selalu mengharapkan kuaktas
di atas sebagai bentuk pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Termasuk
penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar. Indah memang harapan tersebut
dibanding kenyataan yang dialami saat ini. Namun semua itu dapat divvujudkan
bila mana semua komponen pendidikan menaruh perhatian serius untuk
mewujudkan kuaktas.
Program wajib belajar yang dicanangkan sangat manusiawi, tidak serta
merta dapat dilaksanakan secara baik dan gamblang. Masalah mengulang kelas
yang berbuntut pada putus sekolah tetap saja menjadikan sekolah belum efisien.
Masalah ini sangat menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan ilmu
manajemen. Untuk ini dkumuskan masalah berbunyi: 'Apakah efisien
manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak Pengelola dalam
mengatasi masalah mengulang kelas dan putus sekolah di SDN Kabupaten
Indramayu PropinsiJawa Barat?"
Penektian yang dilaksanakan ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan mendeskripsikan data lapangan atau temuan-temuan dan dianalisis
melalui perbandingan teori yang relevan. Dari hasil anaksa diketahui bahwa
secara umum Mengulang Kelas dan Putus Sekolah disebabkan Tingkat
kemampuan belajar rendah, ekonomi lemah, budaya kawin muda, kebiasaan
mengasuh adik, serta anak dijadikan partner kerja orang tua.
Dari hasil analisis efisiensi, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum
kinerja manajemen guru kelas, kepala sekolah atau solusi yang dilaksanakan
pihak masyarakat setempat dalam mengatasi masalah mengulang kelas dan
putus sekolah ternyata belum efisien. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan
yang signifikan terhadap peningkatan persentase mengulang kelas dan putus
sekolah dari tahun ke tahun. Oleh karena itu diperlukan peningkatan frekuensi
diskusi, penataran atau peningkatan koordinasi yang sokd bagi tenaga pengajar
setempat serta optimaksasi faktor internal dan eksternal murid yang menunjang
terwujudnya efisiensimanajemen sistem sekolah.
xi
DAFTARISI
UCAPAN TERIMA KASIET
i
SURAT PERNYATAAN
....,,................,.,,.......,,.,.,.,...
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABET
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
ABSTRAK
BAB
I
x
PENDAHULUAN
1
A
1„
LS.
T atar
Belakana
Masalah
..
0
.
I
V.1U1UJU1U1 IKJ t
I
\ . I l V . l l VJLlt.1 I
X-L
C. Tujuan Penelitian
13
D. Paradi^ma Penelitian
1^.
BAB II
1T1U1UUU L
I
16
V i l V A J IJH4J I
-
4^\_/
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
,
21
A, Konsensi dan Kineria Manaiemen Sistem
1
*.-J l \ . l . I V * A . r v M J I
1.
^_X
Konseosi Manaiemen Sistem Pendidikan
...
21
2. Konsepsi Kineria Manajemen Sistem
Pendidikan van? Efisien
xj.
i
23
KjcyihL xVAClbcilctii ivi^jLiii w l d l l i i Pvt;iclJ u u n
Putus Sekolah dalam Manajemen Sistem
Pendidikan
26
B. Masvarakat. Sekolah dan Kelas
29
C. Posisi Murid dalam Kelas
33
D. Mengar>a Murid Men^ulan^ Kelas
1. Pcngcrtian Mengulang Kelas
r\
z..
t-'"1..t-'1.
T-»
lllkiT
1
T^
1
raKior-raKior renyeDao ivienguiang iveias
3. Alternatif Pemecahan Mengulang Kelas
4.
.
36
37
.
do
....
41
....
44 ^
49
49
50
^
rt
Kriteria Pemecahan Meneulane Kelas
yang Efisien
E. Mengapa Murid Putus Sekolah
1. Pengertian Putus Sekolah
2. Faktor-Faktor Penyebab Putus Sekolah
3.
Alternatif Pemecahan Putus Sekolah
4.
Kriteria Pemecahan Putus Sekolah vane
Efisien
53
55
vi
F. Siapa yang Berkompeten Mengatasi Masalah
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah Murid
Sekolah Dasar
G. Urgensi TQM dalam Pemecahan Masalah
60
Mengulang Kelas dan Putus Sekolah
H. Kajian Studi Yang Relevan
BAB 111
BAB IV
63
67
PROSEDUR PENELITIAN
72
A.
B.
C.
D.
E.
7?
73
74
y(j
80
Metode yang digunakan
Subjek dan Lokasi Penelitian
Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Pelaksanaan Penelitian
Teknik Anaksis dan Penafsiran Data
HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN..
83
A. Hasil Penelitian Lapangan
1. Kondisi Mengulang Kelas Murid Sekolah
Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat
83
1) Faktor Penyebab Murid Mengulang Kelas
83
..
2) Kinerja Manajemen Guru Kelas
87
94
3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah
4) Solusi Pihak Masyarakat
101
108
2. Kondisi Putus Sekolah Murid Sekolah
Dasar Kabupaten Indramayu Jawa Barat
1) Faktor Penyebab Murid Putus Sekolah
2) Kinerja Manajemen Guru Kelas
3) Kinerja Manajemen Kepala Sekolah
4) Solusi Pihak Masyarakat
113
113
119
123
126
B. Pembahasan Temuan Penektian
1. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam
130
Dalam Memecahkan Masalah Mengulang Kelas
Murid SDN Kab. Indramayu
131
1) Analisis Faktor Penyebab Mengulang Kelas
131
2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas
134
3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN
4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat
138
143
2. Efisiensi Manajemen Sistem Pendidikan Dalam
Memecahkan Masalah Putus Sekolah Murid
SDN Kab. Indramayu
,,
1) Analisis Faktor Penyebab Putus Sekolah
vn
....
145
146
2) Efisiensi Kinerja Manajemen Guru Kelas
3) Efisiensi Kinerja Manajemen Kepala SDN
4) Efisiensi Solusi Masyarakat Setempat
BAB
V
....
...
149
153
155
PENUTUP
lt>4
A. Kesimpulan
-1^
13. Implikasi
-.,,
C. Rekomendasi
.
1^-7
16/
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMP1RAN
VM
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Subjek dan Lokasi Penelitian
74
2. Karakteristik Sekolah dan Kondisi Murid pada beberapa
SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
3. jumlah Murid Mengulang Kelas setiap kelas pada
beberapa SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
4. lingkat Pendidikan Guru beberapa SDN Kabupaten
Indramayu Tahun 2000/2001
.
'
'
" "
*
84
...
86
uv
si
5 Tingkat Pendidikan dan Masa Tugas Kepala SDN
Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
102
6. Jumlah Murid Putus Sekolah setiap kelas pada beberapa
SDN Kabupaten Indramayu Tahun 2000/2001
7. Kohort (Arus Murid) SDN Paoman IV
Kabupaten Indramayu
114
150
8. Kohort (Arus Murid) SDNKenanga I
Kabupaten Indramayu
K,l
9. Kohort (Arus Murid) SDN Kenanga II
Kabupaten Indramayu
152
10. Kohort (Arus Murid) SDN Kar&nganyar II
Kabupaten Indramayu
I53
IX
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Paradigma Penektian
17
2. Perbedaan antara Keahlian dan Fungsi dalam koridor
Manajemen
23
3. Kedndukan Mengulang Kelas dan Putus Sekolah dalam
v/ilayah Adrnirtistrasi Pendidikan
28
4. Posisi Murid dalam Kelas
34
..,,...,.,
,, s
5. Interaksi Belaiar Mengaiar
39
6. Model Sekolah denean belaiar dalam kondisi "Fun"
57
7. Peranan,. Tugas dan Konteks Kepemimpinan Ker>ala
Sekolah
62
8. Persentase Angka Mengulang Kelas sebagai Indikasi
ii jLUIlUjlwiilCl i. i_iil»JJL^iliJi
_L J/O
9. Persentase Angka Putus Sekolah sebagai Indikasi
Manajemen Efisiensi
151
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama terdki dari: (1) latar belakang masalah, (2) permasalahan
penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) paradigma penelitian, dan (5) manfaat
penektian. Secara berurutan dikemukakan dalam uraian berikut:
A. Latar Belakang Masalah
Tatkala Indonesia dipandang sebagai cikal bakal kekuatan baru dalam
percaturan dunia dengan menempatkan teknologi sebagai dasar pembangunan,
akhirnya sirna manakala sejak penghujung masa pemerintahan orde baru badai
krisis melanda bangsa dan ternyata bukan semata-mata disebabkan oleh faktor
ekonomi. Ada faktor lam yang turut mempengaruhi semua itu, seperti
kepercayaan semakin menipis yang justru merambah sampai pada lapisan
kehidupan masyarakat atau pelaku pemerintahan paling bawah. Dampak yang
dirasakan bagi pegawai pemerintah di tanah air - terutama di kalangan birokrat
- adalah hujatan serta pekik nada-nada yang tidak sedap didengar telinga,
kendati yang berbuat tidak sesuai tuntutan dan harapan masyarakat hanya di
kalangan terbatas.
Sukt dipungkki bahwa keberadaan seseorang dalam sebuah tatanan
organisasi sebagai suatu sistem, mau tidak mau akan mempengaruhi pola dan
perilaku bersangkutan. Kendati paradigma ini bertolak belakang dengan
keinginan publik atau pihak yang " concern" terhadap kebenaran hakiki, namun
1
pada masa yang sama mereka akan selalu terabaikan, bahkan terasing dalam
organisasi dan dunia mereka sendiri. Mengapa perlu demikian? Padahal di
negara raksasa seperti di Amerika Serikat, David Osborn dan Ted Gaebier (1999)
yang mengutip tulisan George Latimer, mantan Wakkota St. Paul berkata
tentang sistem dalam tuturan sederhana yaitu: "semakin tua saya semakin yakin
bahwa agar benar-benar berjalan semua program hams dimiliki oleh masyarakat
yang akan dilayani. Ini bukan sekedar retorika melainkan kenyataan. ]adi, harus
ada kepemihkan".
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa dalam sistem kehidupan
ini yang menempatkan secara bersama posisi pemerintah sebagai kekuatan
sebagai pendayung, tidak semata-mata menjadi berhasil dari hasil dayungannya,
tetapi juga menempatkan masyarakat sebagai komponen sistem yang diberikan
tanggung jawab tertentu sehingga mereka mempunyai rasa memiliki dari apa
yang akan dikerjakan secara bersama tersebut. Khanya pandangan ini harus
diterjemahkan lebih luas dalam melihat manusia agar tunduk kepada sistem.
Idealnya, manusia sebagai komponen terpenting dalam gugus sistem harus
berupaya bagaimana sistem dijadikan komoditi percepatan pencapaian tujuan,
bukan larut dalam sistem, apalagi hanya berpihak pada keuntungan semu dan
kelompok tertentu.
Tidak kalah pentingnya ketika M. Fernandez Ferez (1982) berkata bahwa
suatu sistem yang dkancang bagi sebagian kecil di zaman kemajuan ini,
sementara pengetahuan hanya berubah dengan perlahan-lahan dan orang dapat
4&&
it
E
0
berharap untuk mempelajari semua yarx^^^g^^^agi kehidupan intelek dan
profesinya dalam beberapa tahun dengan cepat menjadi ketinggalan ketika
pendidikan diperluas menjadi pendidikan untuk masa dan ruang lingkup
pengetahuan meningkat sernakm cepat selama waktu perubahan.
Barangkali di sini letaknya bahwa perubahan dan pergeseran pola
kehidupan dapat terjadi bilamana seseorang atau kelompok yang lebih besar
sepakat melakukan reinventing bagi tatanan kehidupan, namun perubahan
tersebut dalam koridor integritas yang mengutamakan kepentingan nilai-nilai
bersama. Artinya perubahan dilakukan tatkala nilai-nilai kehidupan yang hakiki
menjadi bagian terpisahkan dengan menata kembak nilai-nilai dalam sistem
poktik, sosial, budaya, ekonomi bahkan sistem tata pemerintahan suatu negara
harus diletakkan pada proporsi sebenarnya.
Tidak berlebihan dalam upaya memahami kondisi ini, pendidikan
menawarkan dki sebagai solusi yang paling tepat dengan menempatkan
manusia sebagai komponen terdepan. Pendidikan dimaksud adalah pendidikan
yang diselenggarakan secara profesional yang mengutamakan aspek-aspek
kuaktas, keadilan dan pemerataan. Diakui sulit mewujudkan pendidikan seperti
yang diharapkan, terbukti selalu menjadi bahan konsumsi dalam seminarseminar atau pertemuan formal lamnya. Pendidikan yang diharapkan ini harus
dilihat dari berbagai aspek kepentingan, sehingga setiap masalah mendapat
porsi untuk diperbaiki dan dikembangkan atau bahkan dijadikan peluang
kebijakan dalam inovasi pada era yang akan datang.
Semua masyarakat sepakat membutuhkan dan mendambakan pendidikan
protesional. Pertanyaan yang segera timbul dan melintas dalam pikkan kita
adalah bagaimana pendidikan profesional diselenggarakan? untuk siapa? dan
siapa yang semestinya bertanggung-jawab secara teknis operasional? Indonesia
sejak beberapa dekade menyatakan perang terhadap buta huruf seiring dengan
kebijakan mempertinggi tingkat pendidikan masyarakat. Kebijakan mulia yang
sangat manusiawi dan edukatif diformulasikan dalam program-program yang
relevan. Kendati program buta huruf diarahkan agar peserta didik yang
memiliki usia dewasa - usia tua, menikah, terutama di pedesaan - yang sangat
rentan terhadap menularnya penyakit kebodohan. Beberapa tahun berselang,
muncul kebijakan baru secara simultan merupakan terobosan yang diprakarsai
secara bersama oleh pemerintah di negara-negara Asia untuk melaksanakan
kewajiban belajar bagi semua anak di Sekolah Dasar mulai tahun 1980. Lebih
lanjut dikenal dengan sebutan "Rencana Karachi". Di Indonesia dinamakan
Program Wajib Belajar Sekolah Dasar yang juga diaplikasikan dalam pendidikan
sederajat melalui Departemen terkait dan atau dalam pendidikan luar sekolah.
Tatkala Program Wajib Belajar mendapat respon positif dari masyarakat,
pemerintah kembali melanjutkan sampai tingkat SLIP atau Program Wajib
Belajar Sembkan Tahun
Program Wajib Belajar yang dkaksanakan melalui satuan pendidikan,
terutama di lembaga pendidikan formal mendapat perhatian serius dari
pemerintah dengan menyediakan dana relatif besar, fasiktas sampai ke pelosok
tanah air, sehingga sukt membedakan antara SD Inpres dan SD Non Inpres.
Pada awal kebijakan ini harus diacungkan jempol manakala lapisan masyarakat
bawah dapat "mengenyam" pendidikan sebagai konsekuensi lokasi sekolah
berdekatan dengan tempat tinggal. Mengingat pada sisi lain kebutuhan
berkembang, terutama gencarnya tuntutan untuk mengejar kuaktas, kebijakan
pembangunan gedung dalam jumlah relatif besar menjadi persoalan baru.
Masalah kekurangan guru tetap saja menjadi agenda klasik, persoalan efisiensi
mengedepan sejalan dengan tuntutan terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang profesional. Anak usia sekolah masih saja belum tertampung atau pada
saat yang sama juga terkhat keengganan bersekolah, angka tinggal kelas dan
putus sekolah tetap saja menjadi bagian integral dalam catatan kelas
menyebabkan pengambil kebijakan harus "memutar otak" untuk menemukan
solusiterbaik dalam mengatasi persoalan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada bagian yang berbeda peran masyarakat diperlukan dalam
pendidikan. Futuristik dan rekayasa menuju era global harus dijadikan tatanan
dunia baru justru mengalami kejayaan apabila dilapisi kekuatan dari suatu
sistem. Sistem pendidikan yang kokoh dan menyentuh kepentingan semua
merupakan jaminan kekuatan suatu negara dalam menghadapi tantangan
globaksasi. Bukan itu saja, dalam lingkup yang lebih sederhana, kekuatan baru
ini dapat mengatasi persoalan urgens di sekeliling kelas sebagai organisasi
pakng kecil dalam ruang lingkup organisasi pendidikan.
Dalam pandangan makro disadari bahwa permasalahan kelas relatif
ringan dan dalam posisi paling kecil, namun pada sisi lain bka masalah-masalah
kelas saja tidak dapat diatasi secara baik apalagi sampai menggerogoti
kepentingan murid sebagai subjek pendidikan, maka akan memikki dampak
keberhaskan pendidikan secara komprehensif. Dalam UU No. 2 Tahun 1989,
ditegaskan bahwa peserta didik mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan. Upaya tersebut dimiliki peserta
didik melalui kegiatan belajar setiap saat dalam perjalanan hidup serta
mendapatkan bantuan faskitas sesuai persyaratan yang berlaku. Selaras dengan
tuntutan hak ini, kepada peserta didik juga dikenakan kewajiban untuk
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, mematuhi peraturan dan
menghormati guru serta memelihara faskitas belajar yang ada di setiap kelas.
Dalam Undang-undang di atas, posisi murid sebagai peserta didik
menjadi dominan, baik dalam jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Fokus perhatian di sini terarah pada sekolah sebagai satuan pendidikan
yang mengenal sistem administrasi yang relatif baik dari jalur pendidikan
lakmya. Semua anak yang masuk dalam sistem pendidikan sekolah melalui
pendaftaran dan secara otomaris menjadi tanggung jawab sekolah. Tanggung
jawab yang amat berat bukan menjaga, mengajar murid dalam kurun waktu 7
jam sehari, melainkan bagaimana mereka mampu mengaktualisasikan dki
dalam kehidupan bermasyarakat setelah memperoleh berbagai rklai dari
sekolah.
Jika dihubungkan dalam fakta keseharian apa yang terjadi sesungguhnya
tentang murid di Sekolah Dasar, tidak perlu menutup mata karena masih banyak
masalah yang mengganggu pelaksanaan kegiatan pendidikan secara efektif,
terutama dalam koridor kuaktas, keadkan dan pemerataan. Fenomena yang
dapat diketengahkan berdasarkan prasurvey pada beberapa sekolah (SD) di
Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat antara lain:
(1) terdapat 18.519 anak usia sekolah 7-12 tahun yang belum tertampung di
Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah atau dipersentasekan sebesar 9,13%.
Angka ini sangat mempengaruhi terhadap kesuksesan pelaksanaan program
wajib belajar di kabupaten penghasil minyak bumi tersebut;
(2) hingga saat ini terdapat kekurangan guru Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah sebanyak 1.304 orang, atau sebesar 16,03%. Angka tersebut relatk
besar, apalagi dihubungkan dengan keberadaan mereka sebagai tenaga
pengajar profesional, sementara formasi pengangkatan relatif terbatas
sebagai konsekuensi keuangan negara terbatas. Tentunya sangat bertolak
belakang apabka masalah ketenagaan ini - khusus gaji guru - dikelola
sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten;
(3) ketersediaan buku ajar dan buku penunjang di sekolah-sekolah tertentu atau
di kecamatan dengan radius jarak tempuh jauh dari kota kabupaten sangat
terbatas. Buku pelajaran yang digunakan murid yang sesuai dengan uraian
materi pelajaran berdasarkan kurikulum terbaru dirasakan sangat kurang.
Fenomena ini diprediksi sebagai status ekonomi orang tua yang relatk
/.^ • V^.
V\ *•> ^^BptB waste1
rendah serta perhatian terhadap pendidikan anak rrbsj^^^m^diJTngkatkan,
terutama dalam rangka menyukseskan peorgram wajib belajar;
(4) masih ada sebagian dikalangan guru Sekolah Dasar yang belum
melaksanakan disipkn kelas secara baik sesuai dengan tata tertib yang
disepakati sekolah. Sebagai konsekuensi dari kenyataan ini masih terkhat
anak-anak yang sering terlambat datang (masuk) sekolah atupun "bolos"
pada jam-jam tertentu. Dari pengamatan sementara yang dilakukan
beberapa minggu diketahui bahwa ada murid Sekolah Dasar tertentu yang
terkesan kurang disipkn dipredikasi berasal dari lemahnya kepemimpinan
guru kelas di sana;
(5) angka tinggal kelas masih besar. Dari data Kantor Depertemen Pendidikan
Nasional Kabupaten Indramayu diperoleh informasi bahwa terdapat 2.654
murid Sekolah Dasar yang dinyatakan tinggal kelas pada tahun pelajaran
2000/2001 atau sebesar 1,24%. Jumlah yang relatif besar ini harus dilihat
sebagai fenomena menarik untuk dianaksis guna menemukan akar
pemasalahannya dan selanjutnya diberikan solusi yang efektif;
(6) demikian halnya angka putus sekolah masih dikategorikan besar bka
dibanding kondisi masyarakat di zaman modern yang merasa "malu" bka
tidak bersekolah. Dari catatan kantor yang sama diperoleh informasi bahwa
terdapat sejumlah 638 murid putus sekolah. Dipredikasi banyak faktor
penyebab mereka memikh putus sekolah, termasuk informasi menurut
penuturan lugu beberapa orang tua sebagai budaya turun temurun "kawin
muda".
Menyikapi fenomena pendidikan di atas, ada sejumlah kasus yang
dialami murid Sekolah Dasar Kecamatan tertentu di Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat dan apabka diabaikan pasti berbuntut pada semakin
jauhnya pencapaian tuntutan kuaktas Sumber Daya Manusia setempat.
Demikian juga, bila kondisi itu terus berlanjut tidak salah bila dikatakan bahwa
masa depan kabupaten ini - rakyat di sana - hanya sebagai penonton di negeri
sendki, terutama dalam menyukseskan program pemerintah mengeksplorasi
minyak bumi sebagai sumber yang potensial penyumbang dana daerah di
Propinsi Jawa Barat. Fenomena itu harus dilihat sebagai embrio masalah besar di
masa yang akan datang dan harus diterjemahkan oleh semua pihak-pihak
berkepentingan secara ark dan bijaksana dengan menempatkan posisi murid
sebagai sasaran utama.
Bka sepakat menempatkan sumber permasalahan besar di masa depan
adalah keterabaian pelayanan pendidikan bagi setiap murid dari pengembangan
potensi kecerdasan pada masa kini, mau tidak mau solusi yang efektif harus
dkakukan dengan kebijakan holistik serta harus menyentuh kepentingan murid
secara langsung. Kondisi yang tidak dknginkan bersama tentunya sikap arogansi
generasi tua yang selalu mengabaikan kebijakan mencerdaskan kehidupan
bangsa ini dan akan menjadikan bangsa ini hanya sebuah negara bodoh dan
dimungkinkan menjadi terkotak-kotak, terpecah belah dan tidak dapat disangkal
penjajah kembak mengeruk hask bangsa. Demikian dahsyatnya dampak
kelalaian tenaga pendidik dan orang tua dalam memberikan dorongan untuk
belajar dan melaksanakan pendidikan di bangku persekolahan, maka pengambil
kebijakan di kabupaten ini harus melakukan kegiatan faktual dan menentukan
strategi pemecahan bagaimana caranya mengatasi masalah putus sekolah atau
tinggal kelas yang efektif sesuai permasalahan setiap kecamatan, terutama
kecamatan-kecamatan yang dikategorikan sangat prihatin.
Bila dihubungan antara fenomena di atas dengan kondisi Kabupaten
Indramayu yang terdki atas 22 kecamatan, 8 kelurahan serta 310 desa memiliki
jumlah penduduk relatif besar yakni 1.561.679 jiwa sebenarnya pada batas-batas
tertentu karena masih banyak di antara putra daerah yang memiliki pola pikir
maju ke depan bahkan bertaraf internasional untuk dapat diberdayakan dalam
rangka menjawab kebutuhan setempat, sehingga "image" pejabat pusat tentang
rendahnya kuaktas dapat dihentikan atau setidaknya dapat diminimalkan pada
titik yang paling rendah.
Demikian besar tuntutan daerah, sementara permasalahan keck di
kngkungan kelas saja masih banyak yang belum tuntas diselesaikan secara
bijaksana, apalagi terkesan adanya sikap yang belum memberdayakan potensi
(putra daerah) sebagai mitra dalam mengatasi persoalan pendidikan di Sekolah
Dasar merupakan peluang yang menarik hati untuk diteliti serta diungkapkan
secara baik dan jelimet sehingga *^.^l|^^f^>r^faktor penyebab
permasalahan itu terjadi, terutama berka^rfi^d^rig^rr^a^alah yang sangat
prinsip yakni tinggal kelas dan putus sekolah bagfcmurid-murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Indramayu.
Mengingat masalah tinggal kelas dan putus sekolah merupakan bagian
penting dalam sistem kuaktas pendidikan, maka untuk kepentingan studi ini
akan dilihat dari kacamata Administrasi Pendidikan, sesuai dengan program
studi yang ditekuni saat ini pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia.
B. Permasalahan Penektian
Dalam menempuh pendidikan dari tkigkat Sekolah Dasar sampai
dengan SLTP tentunya tidak semua anak beruntung dan dapat bersekolah secara
lancar. Kondisi itu terjadi disebabkan berbagai faktor, seperti mengalami tinggal
kelas lalu mengulang kelas dan sebagian di antara mereka ada pula yang putus
sekolah baik disebabkan tinggal kelas atau penyebab aturan sekolah dan
masalah ekonomi keluarga yang pada gilirannya mengalami frustrasi serta
merasa malu.
Tinggal kelas dan putus sekolah merupakan suatu kondisi yang tidak
dknginkan oleh siapa saja, termasuk murid itu sendki yang pada dasarnya
merasa kecewa, malu dan rendah dki. Konsekuensi lain yang ditimbulican dari
fenomena ini adalah biaya besar yang harus ditanggung oleh orang tua bahkan
12
pihak sekolah. Yang jelas, anak tinggal kelas kemudian mengulang kelas akan
mengurangi daya tampung sekolah. Artinya pada sisi lain mereka merugikan
anak-anak lain untuk memperoleh layanan pendidikan yang baik.
Berdasarkan pernyataan di atas, guna memfokuskan studi pada dua
agenda tersebut akan dirumuskan masalah penelitian yang berbunyi sebagai
berikut:
Apakah efisien manajemen sistem pendidikan yang dilaksanakan Pihak
Pengelola setempat dalam mengatasi murid mengulang kelas dan putus sekolah
di Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu PropinsiJawa Barat?
Oleh karena masalah yang dkumuskan di atas masih bersifat umum,
maka dipandang perlu untuk memformulasikan dalam penjabaran yang lebih
khusus seperti dua pokok masalah mekputi:
1. Bagaimana masalah mengulang kelas bisa terjadi bagi murid Sekolah Dasar
di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat?
1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid-murid di Sekolah Dasar
Kabupaten Indramayu mengalami tinggal kelas (mengulang kelas)?
2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah
mengulang kelas yang dkakukan saat mengajar di kelas atau pada
kesempatan yang berbeda?
3) Bagaimana kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pknpinan
organisasi dalam rangka mengatasi masalah mengulang kelas bagi muridmurid tersebut?
4) Bagaimana pula solusi yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui
Pengurus BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam
rangka mengatasi masalah mengulang kelas?
2. Mengapa putus sekolah bisa terjadi bagi murid-murid di Sekolah Dasar
Kabupaten Indramayu Propinsi Jaw^a Barat? Masalah ini akan dijawab
melalui pertanyaan berikut:
1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di
Kabupaten Indramayu mengalami putus sekolah?
2) Bagaimana kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah
putus sekolah yang dilakukan di kelas atau pada kesempatan yang
berbeda?
3) Bagaimana efisiensi kuaktas kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai
pimpinan organisasi sekolah dalam mengatasi masalah putus sekolah?
4) Solusi apa yang dilakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus BP3
maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan yang baik sehubungan dengan penanggulangan masalah
putus sekolah di Sekolah Dasar tersebut?
C. Tujuan Penektian
Tujuan umum penektian adalah mendapatkan gambaran yang jelas dan
komprehensif mengenai kondisi murid, guru, kepala sekolah serta masyarakat
14
yang terkbat dalam permasalahan mengulang kelas dan putus sekolah di
Sekolah Dasar Kabupaten Indramayu. Gambaran yang dimaksud merupakan
kondisi nyata yang dialami sekolah bersangkutan sehingga akan diteinukan
makna tertentu ataupun nilai-nilai keungguian dalam praktek dan teoretik
terhadap
upaya
mencari
faktor-faktor
penyebab
melalui
implementasi
manajemen yang efisien dkakukan oleh pihak sekolah dan masyarakat.
Dengan penelitian yang diarahkan kepada dua agenda penting ini akan
tergambar secara menyeluruh tentang kuaktas sekolah, karena kegagalan pihakpihak berkepentingan di sekolah mengatasi berbagai persoalan murid -
mengulang kelas dan putus sekolah - akan berpengaruh langsung terhadap
keberhasilan sekolah. Diasumsikan bahwa keberhasilan sekolah yang paling
dominan ditentukan oleh keberhasilan murid sekolah setempat, seperti lulus
tepat waktu dengan catatan utama adalah angka mengulang kelas dan putus
sekolah mendekati titik nol.
Di samping itu, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hal-hal sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafskkan temuan penektan tentang
masalah tinggal kelas bagi murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu
Propinsi Jawa Barat;
1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid di Sekolah Dasar Kabupaten
Indramayu Propinsi Jawa Barat yang mengalami tinggal kelas atau
mengulang kelas;
15
2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas sekolah dasar dalam mengatasi
masalah mengulang kelas pada saat KBM berlangsung atau dalam situasi
lainnya;
3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi
dalam rangka mengatasi masalah tinggal kelas;
4) Efisiensi solusi yang dkakukan oleh masyarakat, baik melalui Pengurus
BP3 maupun pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam mengatasi
masalah tinggal kelas;
2. Mendeskripsikan, mengevaluasi dan menafsirkan masalah putus sekolah
murid-murid Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat;
1) Faktor-faktor yang menyebabkan murid Sekolah Dasar di Kabupaten
Indramayu mengalami putus sekolah;
2) Efisiensi kinerja manajemen guru kelas dalam mengatasi masalah putus
sekolah baik dalam antisipasi maupun mengajak anak-anak tersebut
kembak bersekolah;
3) Efisiensi kinerja manajemen Kepala Sekolah sebagai pimpinan organisasi
Sekolah Dasar di Kabupaten indramayu Propinsi Jawa Barat dalam
rangka mengatasi masalah putus sekolah;
4) Efisiensi solusi masyarakat setempat, baik melalui Pengurus BP3 maupun
pihak orang tua sebagai mitra sekolah dalam menanggulangi masalah
putus sekolah di Sekolah Dasar.
16
D. Paradigma Penelitian dan Premis
Tinggal kelas dan putus sekolah dipandang sangat merugikan anak
bersangkutan, orang tua dan pemerintah. Di akui bahwa setiap anak akan
merasa kecewa apabila tinggal kelas dan anak-anak tertentu akan mengulang
kembali untuk berupaya dapat belajar sesuai dengan harapan yakni naik kelas.
Akan tetapi, tidak semua anak yang tinggal kelas selanjutnya mengulang kelas
dan apabila atau tekanan tertentu, termasuk rasa malu menyebabkan mereka
mengambk keputusan untuk berhenti bersekolah.
Anak tinggal kelas dan putus sekolah di tingkat Sekolah Dasar sangat
mengganggu pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar, apabila tidak
ditangani secara serius akan menjadi beban bagi pemerintah yang juga akan
berdampak pada persoalan ketenagakerjaan, ekonomi bahkan membuka
peluang untuk berkembangnya penyakit sosial, seperti tawuran, narkoba,
kenakalan yang menggangu ketertiban umum atau degradasi moral dengan
mencuri dan tindakan sejenisnya.
Berkaitan dengan persoalan tinggal kelas dan putus sekolah, secara
sistemik akan dikemukan paradigma penektian sebagai kerangka dasar studi ini
seperti ditampilkan dalam gambar pada halaman selanjutnya.
BP3
Orang Tua
Gun
Sarana /
! Dana
(IQ)
T i I
Bakat
I
•
Khusus
Pvlotivasi
WAJAR
/
KINERJA IVISPrf EFISIENSI >
DiKDAS SD
TERCAPAI
Minat
PUTLiS SEKOLAH
Kematangan;
Kesiapan
100%
H
~ Naik Kelas
~ Menamatkan SD
Sikap
Kebiasaan
Fisik dll
Sosiail
Po itik
Budaya
DIE
Ekonomi
UMPAN 8 AUK
Gambar -i
Paradigma Penelitian
19
tepat, juga dibutuhkan Kinerja Manajemen Sistem Pendidikan yang efisien
dengan menemukan faktor penyebab dan memberikan solusi yang efektk, maka
pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar akan tercapai. Artinya
pencapaian program wajar terwujud yang ditandai dengan semua murid naik
kelas, dan tidak seorangpun yang keluar sekolah (putus sekolah). Kelemahan
dan keunggulan dapat diketahui melalui studi ini sehingga dkiarapkan dapat
memberikan umpan balik dalam mengatasi masalah tersebut di masa yang akan
datang.
Sementara itu, ada sejumlah premis yang dijadikan landasan penektian
ini sebagai berikut:
(1) kcgiatan manajemen akan bermuara pada produktivitas. Sedangkan secara
komprehensif manajemen dalam sistem pendidikan akan bermuara pada
produktivitas sekolah sebagai bentuk identifikasi
keberhaskan
dan
kegagaian. Sekolah yang produktif itu ditandai optimalisasi fungsi
administratif, fungsi psikologi dan fungsi ekonomi (Alan Thomas, 1971).
(2) sedangkan optimaksasi fungsi administratif, fungsi psikologi dan fungsi
ekonomi ditandai efisiensi tertentu. Manajemen sistem pendidikan yang
efisien dkihat dari rendahnya mengulang kelas dan putus sekolah (Ace
Suryadi, 1999). Kondisi mengulang kelas dan putus sekolah justru
disebabkan masalah pribadi murid (internal) dan masalah luar dki
(eksternal) yang membutuhkan penanganan serius agar setiap murid tetap
bersekolah (Mohd. Surya, 2000).
20
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dipetik dari penektian ini, secara teoritis adalah
memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang berkepentingan
untuk dijadikan informasi pembuatan kebijakan dalam melaksanakan program
wajib belajar pendidikan dasar.
Selanjutnya, penektian ini memberikan manfaat dalam upaya mengetahui
perbedaan sumber-sumber penyebab terjadinya masalah tinggal kelas dan putus
sekolah serta solusi yang dkakukan oleh setiap pihak-pihak berkompeten baik
secara individu maupun kelembagaan. Informasi ini bermanfaat dalam meneliti
faktor-faktor lain yang berpengaruh secara langsung terhadap masalah tersebut.
Sedangkan secara praktis memberikan manfaat yang tidak ternilai
manakala dijadikan bahan pertimbangan bagi guru, kepala sekolah, pengurus
BP3 setempat serta tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki " concern" terhadap
pendidikan dalam kebijakan memkumalkan derajat tinggal kelas dan putus
sekolah di Sekolah Dasar.
Mengingat studi yang dkakukan ini terbatas dalam satu kabupaten
balikan tidak semua kecamatan disoroti, maka peluang penektian yang sama
dalam aspek dan wilayah tertentu sangat terbuka lebar. Seyogyanya penelitian
tersebut mengarah kepada studi komparatk dengan membandingkan hask
temuan setiap kabupaten di Propinsi Jawa Barat.
BAB m
PROSEDUR PElviElJrriAN
Pada bab ini dikemukakan tentang prosedur penelitian yang berkaitan
dengan: (1) metode, (2) subjek dan lokasi penektian, (3) alat dan teknik
pengumpulan data, (4) pelaksanaan penektian lapangan, serta (5) teknik analisa
dan penafskan data. Untuk lebihjelas, dapat diperhatikan uraianberikut.
A. Metode Yang Digunakan
Mengingat masalah yang dikaji dikategorikan masalah sosial dalam
konteks pendidikan dkakukan dalam situasi wajar "natural setting", maka
metode yang digunakan adalah "Metode Kualitatif. Nasution (1996 : 5)
menyebutkan hakekat penektian kualitatif ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami
bahasa dan tafskan mereka tentang dunia sekitarnya.
Berdasarkan pandangan tersebut, masalah mengulang kelas dan putus
sekolah yang dialami siswa di Sekolah Dasar akan diamati, dipahami dan
ditafsirkan secara cermat yang bukanlah mencari kebenaran mutlak. Akan
tetapi melihat masalah itu dari segi pandangan peneliti, dari pandangan
responden yang disepakati denganmasyarakat ilmuwan lainnya.
72
73
Dalam penggunaan metode kuaktatif seperti dikemukakan terdahulu,
penekti memaparkan data-data lapangan sesuai dengan pokok masalah secara
rinci dan selanjutnya dianalisis dengan menafskkan setiap data dan informasi
yang digak dari lapangan melalui perbandingan teori yang relevan.
B. Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek penektian di sini merupakan sumber data atau informan yang
memberikan data/informasi berkaitan dengan faktor-faktor penyebab masalah
mengulang kelas dan putus sekolah bagi murid Sekolah Dasar. Informan
tersebut dikelompokkan kepada mereka yang terkbat secara langsung dalam
kepentingan pengajaran di kelas, serta untuk kepentingan kelengkapan data
terbuka kemungkinan menghimpun dari pihak-pihak tertentu yang juga
mengetahui secara jelas tentang masalah ini.
Dua sumber yang disebut-sebut tersebut adalah unsur-unsur sekolah
dan pihak luar sekolah yang mempunyai peran dan tugas tertentu di Sekolah
Dasar dalam wilayah kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Propinsi
Jawa Barat. Pemkihan lokasi lebih lanjut berdasarkan kategon sekolah maju
lingkungan perkotaan; sekolah maju lingkungan pedesaan, serta sekolah
sedang lingkungan perkotaan dan sekolah sedang kngkungan pedesaan.
Demikian juga bagi sekolah kategori kurang berada di pedesaan.
74
Untuk lebih jelas, dikemukakan subjek dan lokasi penelitian tersebut
seperti dituangkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel -1
Subjek dan Lokasi Penelitian
(Tentatif)
NO
SUBJEK
1
Murid
->
Guru
3
JUMLAH
25 Orang
LOKASI
SD Kab. Indramayu
10 Orang
Idem
Kepala Sekolah
5 Orang
Idem
4
Peng. BP3
5 Orang
Idem
5
Orang Tua
10 Orang
Kab. Indramayu
Mengingat subjek dan lokasi penektian seperti digambarkan di atas
berada pada SD-SD atau masyarakat Kabupaten Indramayu yang dinilai cukup
luas, maka untuk kepentingan lebih lanjut akan ditetapkan sekolah-sekolah
sesuai dengan kategori berkualitas maju, sedang dan kurang dengan meminta
informasi dari pihak Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dan
penkaian berdasarkan konfkmasi dengan beberapa tokoh pendidikan
masyarakac di sana.
C Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Alat yang digunakan untuk membantu penekti dalam mengumpulkan
data sehubungan dengan faktor-faktor dan solusi mengatasi masalah
mengulang kelas dan pulus sekolah yang dialami oleh murid Sekolah Dasar di
KabupetenIndramayu adalah sebagaiberikut:
1. Pedoman-Pedoman
Pedoman yang dimaksud di skii adalah alat bantu untuk menggking
peneliti menjemput data lapangan sesuai dengan fokus dan kelompok masalali.
Secara rkici adalah.
(1) Pedoman Penilaian Dokumen yang digunakan untuk menghimpun
sumber-sumber tertulis yang dibuat oleh sumber data baik berupa
aturan maupun program kerja. Dokumen yang akan dkklai tentunya
memiliki relevansi dengan masalah yang ditekti;
(2) Pedoman Observasi, digunakan untuk membantu penekti mengamati
perkaku subjek penektian dengan mencatat semua gejala yang terjadi
dalam masalah mengulang kelas dan putus sekolah tersebut;
(3) Pedoman Wawancara, disusun dengan sejumlah pertanyan secara detak
dalam sistemik sesuai pokok masalah, baik bagi unsur-unsur sekolah
maupun pihak luar.
2. Alat tuks, alat perekam dan alat potret yang dipakai selama penektian
lapangan akan sangat membantu penekti untuk mencatat, mengingat,
memahami data pada saat dilakukan pembahasan. Hasil kerja
menggunakan alat-alat tersebut dijadikan dokumen otentik.
76
Sementara itu, teknik yang dkakukan untuk mengumpulkan data
mencakup:
1. Teknik Langsung
Pada bagian ini penekti akan turun langsung ke lapangan (SD-SD di
Kabupaten Indramayu) untuk menghimpun data dan informasi baik
melihat secara dekat arsip-arsip tentang mengulang kelas dan putus sekolah
siswa maupun mengadakan wawancara - dalam konsep snow ball- dengan
sumber yang ditetapkan sebelumnya. Apabka hask penkaian dokumen dan
proses wawancara belum menjawab semua kebutuhan data, maka peneliti
akan mengamati secara tekti masalah-masalah yang melingkari tinggal
kelas dan putus sekolah tersebut.
2. Teknik Tidak Langsung
Apabka data lapangan yang dihknpun tersebut ternyata belum lengkap,
sementara penekti sudah berada di Bandung, maka upaya lain akan
dkakukan dengan mengadakan percakapan via telepon dengan pihak Dinas
Pendidikan setempat atau pihak lain yang mengetahui masalah tersebut
kebetulan berada di Bandung,
D. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penektian merupakan langkah-langkah yang ditempuh
dalam penektian, antara lain:
77
1. Melakukan Prasurvey
Mengawak kegiatan penektian dengan mensurvey lapangan sebagai latar
belakang untuk menentukan masalah penektian. Kegiatan ini dkakukan di
Kabupaten Indramayu bertepatan di beberapa sekolah dasar Kecamatan
Indramayu Kota, Kecamatan Sindang dan Kecamatan Kandang Aur. Proses
survey dkakukan dengan mewawancarai beberapa orang guru dan kepala
sekolah setempat guna mengetahui mengapa ada anak mengulang kelas
dan anak putus sekolah, padahal masalah-masalah itu sebenarnya
bertentangan dengan aras wajib belajar seseorang dalam kehidupan ini.
Landasan hukum bangsa mengharuskan setiap warga (7-15 Th) memkiki
hak yang sama dalam pendidikan dan dipertegas lagi menjadi kewajiban
dengan konsekuensi agamis tentunya apabila tidak melaksanakan
kewajiban siapa yang akanmenanggung dosa.
2. Memasuki Lapangan (Mengumpulkan Data Pokok)
Setelah mengetahui titik masalah melalui kegiatan prasurvey dan
menghubungkan dengan teori-teori yang relevan, selanjutnya menyusun
disain penektian, maka sebelum turun lapangan ditentukan lokasi situasi
sosial dengan mengadakan hubungan informal dan formal serta
memperoleh
izin
seraya
mengidentifikasi informan.
memupuk
rasa
kepercayaan
dengan
78
Ketika turun lapangan dan samps^^l^^SfS^f^wfyx, penekti berupaya
tidak akan menggangu suasana {a fly orr^^/^ll) sehingga situasi di sana
tetap dalam kondisi wajar. Kemudian menjakn hubungan baik dengan
informan sambil kegiatan observasi dan wawancara berlangsung. Kegiatan
observasi dkakukan oleh penekti sendki bukan proses pask dan berada
dalam kancah netral tertuju kepada masalah penelitian.
Sementara dalam mewawancarai, Peneliti akan mengumpulkan data umum
berskat verbal dan data khusus bersifat non verbal sejalan dengan kegiatan
pengumpulan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah
penektian. Dalam proses ini juga dibantu oleh perekam dan kamera lainnya.
Pada bagian ini yang amat dikembangkan adalah data yang berskat "emic"
(informan)
dan selanjutnya guna
mengembangkan dkective
akan
dimarkaatkan analisis berskat "etic". Sedangkan untuk menguji validasi,
rekabektas dan objektivitas akan diterapkan konsep "triangulasi" dengan
mengutamakan
pola
"snow
ball",
dan
bka
memungkinkan
akan
dkaksanakan dalam kurun waktu relatif lama.
3. Melakukan Analisis Data
Setelah semua data dapat dikumpulkan melalui studi lapangan dengan
proses wawancara, observasi maupun bersumber dari dokumen resmi tentang
tinggal kelas dan putus sekolah, maka pada kegiatan selanjutnya dilakukan
79
analisis sesuai dengan metode yang ditetapkan sebelumnya. Analisis di sini
dimaksudkan sebagai proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan yang
digolongkan ke dalam pola, thema atau kategori (Lihat Nasution, 1996 :126).
Guna memperoleh makna yang vakd, maka kegiatan ini dilakukan
dengan langkah: (1) Reduksi data; Artinya merangkum dan memkih data
pokok secara sistematis sebagai laporan mentah, (2) Display data; Penekti
membuat berbagai matrik, network untuk memudahkan proses anaksis dan
tidak tenggelam dalam tumpukan data yang detak, (3) Verifikasi; Peneliti
mengambk kesimpulan dengan mencari makna yang tidak diragukan
kebenarannya. Pada bagian ini penekti akan berusaha mengajak diskusi pihakpihak tertentu untuk mencapai "inter-subjective consensus" dalam rangka
menjamin vakditas.
4. Menulis Laporan
Bagian akhir studi setelah data dapat disimpulkan dan memperoleh
makna
yang
valid,
maka
ditulis
dalam
bentuk
laporan
guna
dipertanggungjawabkan di depan sidang tesis. Dalam rangka menjawab
tuntutan tersebut, penekti akan berupaya menggabungkan dki dengan kriteria
penulisan yang benar sesuai ketentuan PPs-UPl Bandung. Akan tetapi secara
teknis, proses penuksan yang dimaksud mencakup petunjuk Lincoln dan Guba
(Moleong, 2000 : 230-231) mekputi: (1) Dilakukan secara informal, (2) Berskat
80
penafskan atau evaluatif, (3) Jangan terlalu banyak data dknasukan dalam
laporan, (4) Menghormati janji tidak menuliskan nama subjek dan menjaga
kerahasiaan, (5) Melaksanakan penjajakan audit, dan (6) Menetapkan batas
waktu penyelesaian laporan.
E. Teknik Analisis dan Penafsiran Data
Ada tiga tahap yang akan ditempuh dalam menganalisis dan
menafsirkan data mencakup:
1.
Pemrosesan satuan
Pertama sekak data yang sudah terkumpul, disusun berdasarkan
kesatuan latar sosial atau disebut satuan informasi (Lincoln dan Guba, 1985),
yakni melakukan analisis terhadap data verbal dan selanjutnya di beri kode
atau diberi nama sesuai dengan apa yang sedang dipikkkan. Satuan dapat
berwujud kalimat faktual sederhana atau paragraf penuh yang ditemukan
dalam catatan pengamatan, wawancara dan dokumen lainnya. Kedua
mengidentifikasi satuan-satuan tersebut ke dalam kartu indeks yang harus
dipahami secara umum.
2. Kategorisasi
Setelah data lapangan diproses dengan memasukan ke dalam kartu
indeks, maka selanjutnya disusun berdasarkan kategorisasi. Langkah yang
dkempuh mekputi: (1) Memikh kartu pertama dan selanjutnya mencatat isi dan
membuat kesimpulan, (2) Memilih kartu-kartu selanjutnya dan membuat
kesimpulan, (3) Setelah semua kartu dipilih dan disimpulkan, maka harus
diperiksa dengan tekti sebelum ditafsk.
3. Penafskan data
Penafskan dimaksudkan semata-mata untuk mendeskripsikan dan
mengevaluasi secara kualitatif. Oleh karena itu, peneliti akan menempuh
langkah sebagai berikut:
1) Ketepatan Kenyataan; Pada tingkat faktual, bukti yang diperoleh dari suatu
kelompok tertentu tentang masalah mengulang kelas dan putus sekolah
dapat digunakan untuk mengecek bukti awal itu benar. Selanjutnya dalam
menemukan teori, peneliti menarik kategori konseptual atau kawasannya
dari kenyataan. Sesudah itu kenyataan menjadi sumber-sumber untuk
kustrasi konsep.
2) Generalisasi Empiris, Salah satu tujuan penelitian kualkatk dalam
menyusun teori ialah membangun generalisasi empiris karena generalisasi
itu tidak hanya menetapkan batas penerapan teori dari dasar (Moleong,
2000 : 209). Dengan demikian, penekti akan berupaya membandingkan
generalisasi fakta mengulang kelas dan putus sekolah dengan teori-teori
82
yang relevan untuk membangun teori sehingga secara umum menjadi lebih
aplikatif dan memiliki daya penjelasan dan peramalan yang lebih besar.
3) Penetapan
Konsep,
Dalam
studi
kasus
seperti
dilakukan
untuk
mengungkapkan masalah mengulang kelas dan putus sekolah pada Sekolah
Dasar dalam wdlayah Kabupaten Indramayu, bahwa kajian ini hanya
sebagian kecil dari pekerjaan penyusunan teori. Oleh karena itu, penekti
akan melakukan kegiatan-kegiatan antara lain: (1) Membandingkan
kejadian yang aplikatif
setiap kategori, (2) Mengintegrasi kategori dan
kawasan tersebut, (3) Membatasi teori dengan mengurangi daya modifikasi,
(4) Menulis teOri sebagai produk akhk studi yang bersumber dari data dan
dapat digunakan oleh penekti lain dalam bidang yang sama.
BABV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil telaah yang mengungkapkan temuan iapangan
dengan membandingkan berbagai teori relevan, maka dapat disimpulkan:
1) Faktor penyebab terjadinya masalah mengulang kelas pada SDN Kabupaten
Indramayu antara lain: (!) faktor dalam diri murid, seperti tingkat
kemampuan yang rendah, maias, disiplin belajar di rumah sangat Ionggar, (2)
faktor luar diri muvid, seperti status ekonomi keluarga, budaya orang tua
dengan menjadikan anak sebagai "partner" kerja, suasana kelas yang belum
kondusif;
2) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas SDN Kabupaten
Indramayu belum efisien dan belum efektif. Alasan yang paling rasional
adalah semakin meningkatnya angka mengulang kelas dari tahun ke tahun;
3) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala SDN Kabupaten
Indramayu dikategorikan belum efisien dan juga belum efektif dalam
mengatasi masalah mengulang kelas disekolah masing-masing. Kendati SDN
Paoman IV yang dinilai cukup efisien dan efektif, akan tetapi jumlah SD
seperti ini sangat terbatas; SDN Paoman IV dapat dijadikan pilot percontohan
model manajemen efisiensi di lingkungan setempat
164
165
4) Solusi yang dilakukan masvarakat setempat dalam mengatasi masalah
mengulang kelas juga belum efisien dengan menyediakan dana yang cukup
besar yang disatukan dalam paket KBM, pada sisi lain angka mengulang
kelas tetap saja merangkak naik. Dinilai dari hasil tersebut serta proses
penanggulangan yang dilakukan mereka belum efektif;
5) Penyebab utama terjadinya putus sekolah yang terjadi pada murid SDN
Kabupaten Indramayu antara lain: (1) status ekonomi rendah, (2) budaya
kawin muda, (3) kebiasaan orang tua menjadikan anak sebagai pengasuh
adik, (4) konflik keluarga yang berbuntut pada penitipan anak yang harus
memilih harus bersama nenek;
6) Secara umum kualitas kinerja manajemen guru kelas belum efisien dan
belum efektif. Hal ini terbukti dari peningkatan cukup tajam dari persentase
putus sekolah pada sebagian besar SDN Kabupaten Indramayu. Pada sisi lain
sebagian besar mereka tidak membuat program kerja, sehingga kesan
implementasi manajemen sangat terburu-buru;
7) Secara umum kualitas kinerja manajemen Kepala Sekolah juga belum efisien
atau masih jauh dari efektif. Kendati pada Kepala Sekolah pada SDN Paoman
IV dinilai berhasil memanajemeni Program Wajib Belajar, namun jumlah
sekolah seterti ini sangat terbatas dan kunci utama justru terletak pada
koordinasi yang solid.
166
8) Demikian juga solusi masyarakat dalam mengatasi masalah mengulang kelas
pada SDN Kabupaten Indramayu belum berjalan sesuai harapan. Kegiatan
yang dilakukan selama ini terfokus pada penyediaan dana. Sedangkan solusi
lainnya yang bersifat langsung kepada sasaran untuk mengatasi putus
sekolah hanya dalam bentuk sosialisasi belaka. Artinya kegiatan tersebut
belum efisien dan belum efektif.
B. Implikasi
Mencermati fakta di atas, melalui studi ini akan dapat memberikan
pengaruh tertentu bagi pengelola pendidikan di sana, khususnya antara lain:
1) Kelemahan dalam memecahkan masalah mengulang kelas harus diperbaiki
dengan meningkatkan semangat kerja guru kelas. Guru kelas harus proaktif
dalam memantau perkembangan belajar murid setiap saat, terutama
memberikan perhatian besar kepada murid yang mengulang pada tahun
tersebut;
2) Aturan, tata tertib dan pemberian sanksi oleh pihak sekolah terhadap anak-
anak yang dikategorikan bermasalah seharusnya berpihak kepada mereka,
bukan asal tujuan tercapai dengan kegiatan memaksa. Oleh karena itu,
Kepala Sekolah dan guru harus bijak menempatkan mereka sebagai subjek
pendidikan di sekolah.
167
3) Kelemahan pengelola SD setempat dan masyarakat dalam mengatasi
masalah putus sekolah akan mempcrburuk citra dan wibawa sekolah. Situasi
yang
tidak
menggembirakan ini
perlu
ditepis
sejak
dini
dengan
meningkatkan sistem koordinasi terpadu antar lintas sektor dan pihak-pihak
yang berkepentingan sehingga ke depan ini akan terwujud suatu masa
dirnana "SD tanpa anak putus sekolah". Memang terlalu prematur untuk
mewujudkan harapan tersebut, namun secara bertahap dan dilaksanakan
dengan komitmen yang tinggi, kenapa tidak semua itu akan terwujud.
4) Keunggulan yang dilakukan pihak SDN Paoman IV dalam mengungkapkan
faktor penyebab mengulang kelas dan putus sekola