MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN SISWA MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH:Studi Deskriptif Analitik di SMP Istiqomah Kota.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……….... I

LEMBAR PERNYATAAN ………... Ii

KATA PENGANTAR ……… Iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………... Iv

ABSTRAK ………. Vii

DAFTAR ISI ………. Viii

DAFTAR TABEL ……….... Xi

DAFTAR GAMBAR ……….. Xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. Xii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ……….. 1

B. RUMUSAN MASALAH ……… 11

C. TUJUAN PENELITIAN ……… 12

D. MANFAAT PENELITIAN ………... 13

E. STRUKTUR ORGANISASI TESIS ………. 16

BAB II MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN SISWA MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ………. 18

A. PENELITIAN TERDAHULU ………. 18

B. PENDIDIKAN KARAKTER ………. 25

1. Pengertian Pendidikan Karakter ……… 25

2. Tujuan Pendidikan Karakter ……… 25

3. Macam-macam Pendidikan Karakter ……… 26

4. Ciri-ciri Pendidikan Karakter ………... 34

5. Fungsi Pendidikan Karakter ………... 35

6. Pilar-pilar Pendidikan Karakter ………... 35

C. DISIPLIN ……….. 37

1. Pengertian dan Hakikat Disiplin ……….. 37

2. Ciri-ciri Disiplin ……… 40


(2)

4. Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Disiplin Siswa ………… 42

5. Strategi Penegakan Disiplin ……….. 44

6. Tujuan Penegakan Disiplin ……….. 45

7. Pentingnya Disiplin Siswa dalam Pendidikan ……….. 45

8. Unsur-unsur Disiplin ……… 46

9. Fungsi Disiplin ……….. 48

10. Bentuk-bentuk Pelanggaran Siswa ……… 50

11. Pembentukan Disiplin Siswa ………. 50

D. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ………. 51

1. Pengertian, Batasan, dan Konsep Pendidikan Agama Islam ………. 51

2. Hakikat Pendidikan Agama Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional... 60

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam ………. 62

4. Peran, Fungsi, dan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam ……. 66

5. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ………. 76

6. Pendidikan Agama Islam sebagai Pendidikan Umum ………. 77

E. PENDIDIKAN UMUM ……….. 80

1. Pengertian Pendidikan Umum ………. 80

2. Hakikat Pendidikan Umum dalam Pendidikan Nasional ……… 88

3. Tujuan Pendidikan Umum ………... 88

4. Kajian Kurikulum Pendidikan Umum ………. 95

BAB III METODE PENELITIAN ………... 99

A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN ………. 99

1. Metode Penelitian ………... 99

2. Pendekatan Penelitian ………... 101

3. Alasan Peneliti Memilih Metode Kualitatif ……… 102

B. DEFINISI OPRASIONAL ……… 103

C. INSTRUMEN PENELITIAN ……… 105

D. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN ………... 106

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ………... 108

F. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN ………... 113


(3)

BAB IV DATA LAPANGAN DAN PEMBAHASAN ………. 122

A. DATA LAPANGAN ……… 122

1. Temuan-temuan yang Berhubungan dengan Rumusan Masalah ….. 122

B. PEMBAHASAN ………. 151

C. ANALISIS TEMUAN MAKNA DAN MASALAH ……… 192

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ………. 196

A. KESIMPULAN ………... 196

B. REKOMENDASI ……… 198

DAFTAR PUSTAKA ……… 201

RIWAYAT HIDUP ……… 206

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 207


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Peran Pendidikan Agama Islam dalam Pengembangan Disiplin Siswa

di Sekolah Pada Indikator Disiplin Sekolah ………...157


(5)

DAFTAR GAMBAR


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto-foto Kegiatan Penelitian ...207

Lampiran 2. SK Pengangkatan Pembimbing Tesis ...208

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian kepada SMP Istiqamah ...209

Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SMP Istiqamah ..210

Lampiran 5. Format Wawancara ...211

Lampiran 6. Data Hasil Wawancara ...212

Lampiran 7. Silabus Pendidikan Agama Islam SMP Istiqamah ...213


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan Agama Islam sudah diterapkan di sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas bahkan sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan Agama Islam menjadi mata pelajaran atau kuliah wajib yang harus ditempuh oleh siswa atau mahasiswa yang beragama Islam di setiap jenjang pendidikan di Indonesia,dengan maksud agar semua peserta didik dapat menjalankan ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dinyatakan oleh Hidayat, Abdurrahman dan Nurbayan (2009:2) yang mengungkapkan bahwa:

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Diperkuat lagi oleh Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

Ayat (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; c) bahasa; d) matematika; e) ilmu pengetahuan alam; f) ilmu pengetahuan sosial: g) seni dan budaya; h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan/kejuaruan; dan j) muatan lokal.” dan ayat (2) “Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; dan c) bahasa.

Dari penggalan undang-undang diatas tertulis jelas bahwa pendidikan agama menjadi kurikulum wajib pada setiap jenjang pendidikan, hal ini menunjukan bahwa pendidikan agama khususnya pendidikan agama


(8)

Islam harus diterima dan dipelajari oleh siswa sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Hal itu diperkuat lagi oleh Darajat (1976:172) yang mengungkapkan bahwa “pendidikan agama adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama”.Sejalandengan beberapa definisi di atas Depdiknas dalam Hidayat, dkk. (2009: 2) menyatakan bahwa:

pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam menjalankan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan serta penggunaan pengalaman.

Memperhatikan beberapa pernyataan diatas, dimana siswa-siswa diwajibkan menerima dan mempelajari PAI di sekolah yang seharusnya siswa-siswa dapat berakhlak karimah sesuai dengan apa yang dipelajarinya, tetapi realitas dilapangan masih banyak siswa yang tidak berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam.Hal ini ditunjukan dengan maraknya perilaku menyimpang dilakukan siswadan termasuk di dalamnya perilaku tidak disiplin yang melanggar aturan dan tatatertib.

Perilaku-perilaku menyimpang dan tidak disiplin siswa menurut temuanMasngudin (2004:24)meliputi:

(a) berbohong, (b) pergi keluar rumah tanpa pamit, (c) keluyuran, (d) begadang, (e) membolos sekolah, (f) berkelahi, (g) buang sampah sembarangan, (h) membaca buku porno, (i) menonton film porno, (j) berkendaraan tanpa SIM, (k) kebut-kebutan, (l) minum-minuman keras, (m) kumpul kebo (seks bebas), (n) hubungan seks di luar nikah, (o) mencuri, (p) mencopet, (q) menodong, (r) menggugurkan kandungan, (s) memperkosa, (t) berjudi, (u) menyalahgunakan narkotik, (v) membunuh (sumber: Puslitbang UKS, Badan Latbang


(9)

Walaupun dalam penelitiannya itu tidak menunjukkan semua bentuk perilaku tidak disiplin, tetapi hal itu menunjukan perilaku, karakter atau akhlak buruk yang tidak sesuai dengan tujuan PAI. Bisa dikatakan perilaku menyimpang tersebut terjadi sebagai akibat dari perilaku tidak disiplin yang melanggar terhadap aturan dan tata tertib.

Melihat kenyataan tersebut, sungguh ironis bahwa pendidikan agama Islam di sekolah dengan tujuan membentuk karakter dan akhlak serta prilaku siswa supaya menjalankan ajaran agamaIslam dengan benar, tetapi realitas di lapangan masih banyak siswa-siswa yang berperilaku jauh dari karakter dan akhlak Islam.

Hal ini dikuatkan oleh Tu’u (2004: 55) yang mengungkapkan bentuk-bentuk perilaku tidak disiplin siswa yang sering kali terjadi diantaranya:

(a) bolos, (b) tidak mengerjakan tugas dari guru, (c) menggangu kelas yang sedang belajar, (d) menyontek, (e) tidak memperhatikan pelajaran yang sedang dijelaskan oleh guru, (f) berbicara dengan teman sebelahnya saat pelajaran berlangsung, (g) terlambat hadir di sekolah, (h) membawa rokok dan merokok di lingkungan sekolah, (i) terlibat dalam penggunaan obat terlarang, (j) perkelahian atau tawuran.

Jadi, kenakalan dan ketidak disiplinan sering terjadi dilingkungannya terutama lingkungan sekolah. Padahal sekolah merupakan sarana strategis untuk membangun karakter disiplin.

UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam pasal 3 menyebutkan sebagai berikut:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang


(10)

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.

Sauri (2009: 11) menyatakan bahwa “dalam tujuan pendidikan nasional tersurat kekuatan spiritual keagamaan, nilai-nilai keagamaan, akhlak mulia, serta iman dan takwa”.Ini menunjukan bahwa core value pembangunan pendidikan nasionalbermuara kepada nilai-nilai ketuhanan (nilai Ilahiyah).Oleh karena itu, tugas pendidik adalah membentuk karakter anak yang kaffah (manusia utuh) dan memiliki akhlak mulia.

Senada dengan hal itu, Imam Ghozali dalam Hadirukiyah(2009:2) beliau menerangkan bahwa:

tujuan pendidikan haruslah mengarah kepada realisasi tujuan beragama dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqorrub kepada Allah, bukan hanya untuk mencapai kedudukan yang tinggi atau mendapat kemegahan dunia. Senada dengan pernyataan-pernyataan diatas, Zulkabir (1993: 153) menegaskan bahwa

dari rumusan-rumusan tujuan diatas, apabila dikaitkan konsep ajaran Islam, maka sesungguhnya memiliki tujuan yang sama, yakni pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan tiga dimensi, yaitu: fisik, mental dan spiritual.

Tujuan spiritual inilah berkaitan dengan kualitas-kualitas ruhaniah manusia yang mengarahkan kepada kepribadian yang bersifat ruhaniah dan bentuk tingkah laku, akhlak dan moralitas yang mencerminkan kualitas kepribadian.

Harapan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut akan mudah diwujudkan, jika sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat mengoptimalkan perannyadalam membantu mentransmisi, membina dan mentransformasikan nilai-nilai agama, moral, hukum, etika, sosial dan


(11)

budaya, serta berperan besar dalam membangun karakter bangsa. Proses pendidikan dan pembalajaran akan berhasil secara optimal dan masksimal, jika prosesnya dilaksanakan secara disiplin sekaligus mengembangkan karakter disiplin tersebut.

Keberadaan siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP), gambaran para remaja yang sedang berada dalam masa pubertas.Menurut Dalyono (2001:154) “dalam pase pubertas mulai timbul masa perkembangan jasmani dan rohani yang tidak seimbang serta fungsi-fungsi jiwa yang betentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan tergantung pada orang tua”. Karena itu masa usia sekolah ini dinamakan masa labil yang belum mempunyai prinsip dan cita-cita, sehingga dapat mudah terpengaruh dengan hal-hal yang negatif.

Siswa-siswa SMP ini termasuk pada tingkat usia yangmudah untuk menerima pengaruh baik atau buruk, pada tahap inilah disiplin harus benar-benar ditegakan dan diterapkan. Pendidikan agama Islam di sekolah pun mempunyai peran penting untuk mengembangkan nilai-nilai, baik nilai-nilai karakter bangsa atau pun nilai-nilaidisiplin siswa.Hal ini dinyatakan oleh Sauri (2010:33) sebagai berikut:

Pendidikan Nasional diperlukan adanya dua sisi muatan kurikulum yang dapat mewariskan nilai-nilai baik yang terdapat dalam filsafat dan ideologi bangsa dan nilai-nilai kebaikan yang merujuk pada agama yang dianut oleh bangsa kita. Dalam kurikulum pendidikan formal, hal itu diwakili oleh mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan mata pelajaran Pendidikan Agama (Islam, Kristen, Hindu, Buddha).


(12)

Pendidikan agama Islam di sekolah termasuk ke dalam pendidikan umum, hal ini disebabkan pendidikan agama Islam banyak menanamkan nilai-nilai.Sebagaimana diungkapkan Suari (1996:39) bahwa:

…Pendidikan Agama menunjukan kepada pendidikan moral, namun sebagai Pendidikan Umum, Pendidikan Agama bukan dalam arti teknis atau perilaku agama tersebut, tetapi nilai-nilai Agama atau apa yang di belakang perilaku agama tersebut, atau dengan kata lain pendidikan agama sebagai pendidikan umum menekankan kepada aspek penghayatan, sehingga anak memiliki komitmen yang kuat terhadap agamanya.

Memperhatikan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan Umum di sekolah.

Keberadaan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Menengah Pertama sebagai bagian Pendidikan Umum yang mengarahkan perhatiannnya pada nilai-nilai akhlak dan moral, PAI diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya perilaku yang mencerminkan karakter disiplin terpancar dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT,kemudian akan tertanam dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Telah diuraikan di atas bahwa masa sekarang bangsa ini sedang kehilangan karakterbangsa yang bermartabat, dengan munculnya macam- macam kemerosotan moral yang menyebabkan merosotnya karakter disiplin. Berbagai upaya dilakukan oleh segenap unsur bangsa untuk membangun kembali karakter disiplin demi mengembalikan karakter bangsa ini adalah salah satunya melalui pendidikan.

Pendidikan menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk menanamkan disiplin. Sebagaimana John Dewey (Jalaludin, 2001:65)


(13)

mengungkapkan bahwa “pendidikan merupakan suatu kebutuhan , fungsi sosial, sebagai bimbingan sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup”. Dengan demikian dalam mendidik disiplin hidup yang sangat berperan untuk mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina dan membentuk perilaku-perilaku tertentu adalah nilai-nilai yang ditanamkan, diajarkan dan diteladankan. Karena itu, perubahan perilaku seseorang, merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dan pembelajaran yang terencana serta terprogram yang berfungsi menanamkandan mengajarkan nilai-nilai.

Tujuan pendidikan dalam hal ini agar siswa dapat menghayati, memahami, dan mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma yang melatar belakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan. Salah satu core yang mengembangkan nilai-nilai dan norma-norma di sekolah adalah pendidikan agama Islam, sebab pendidikan agama Islam sebagai pendidikan umum yang mengembangakan dan menanamkan nilai-nilai.

Berbicara Pendidikan Umum, maka Pendidikan Agama lebih khususnya Pendidikan Agama Islam termasuk ke dalam bagiannya. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 dan 2 (2006: 70) sebagai berikut:

Ayat (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; c) bahasa; d) matematika; e) ilmu pengetahuan alam; f) ilmu pengetahuan sosial: g) seni dan budaya; h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan/kejuaruan; dan j) muatan lokal.” dan ayat (2) “Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; dan c) bahasa.


(14)

Dari penggalan pasal undang-undang di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan agama harus diikuti dan dipelajari oleh semua siswa pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia, hal ini menunjukan bahwa pendidikan agama lebih khusus lagi pendidikan agama Islam merupakan pendidikan umum yang ada di persekolahan.

Berdasarkan kutipan di atas pula dapat pahami bahwa pendidikan agama merupakan mata pelajaran yang harus ada dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia, hal ini menunjukan bahwa Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam program Pendidikan Umum. Pendidikan tersebut yang harus diraih dan didapat oleh semua siswa dari setiap jenjang pendidikan yang ada di Indonesia.

Hal ini dipertegas oleh para ahli pendidkan umum yang menyampaikan pandangannya mengenai formulasi kurikulum pendidikan umum salah satu diantaranya Phenix (1964: 8) yang menyatakan bahwa:

A curriculum develoving the above basic competences is need to satisfy the essential human need for meaning. Intruction in language, mattematics, science, art, personal relations, history, religion and philosophy constituties the educational answer to the destructively critical spirit and to the pervasive modern sense of meaninglessness. Moreover, all of these elements are necessary

ingredients in the formation of a mature person”.

Sejalan dengan Phenix bahwa kurikulum yang harus dimuat untuk mengembangkan sikap dan pemaknaan terhadap makna-makna, maka harus terdiri dari bahasa, matematika, sain, seni, kemampuan menjalin berhubungan antar individu, sejarah dan agama.Dengan demikian agama tidak bisa lepas dari corependidikan umum, maka pendidikana agama sejatinya termasuk pendidikan umum.


(15)

Sementara itu, pendidikan agama dalam pendidikan umum Sauri (2010: 172) menyatakan bahwa:

Pendidikan agama dalam konteks pendidikan umum adalah dalam rangka mengakomodasi cita-cita luhur pendidikan nasional yang dengan tegas menyatakan tujuan pendidikannya melalui rumusan Membina manusia yang beriman dan bertakwa, berkepribadian dan berbudi pekerti luhur…(UUSPN 20, tahun 2003).

Sementara itu Tafsir (Sauri, 2010: 172) menjelaskan bahwa “pendidikan umum harus ditujukan untuk membina manusia agar mampu mengendalikan diri”.“Kemampuan pengendalian diri dengan sepenuhnya hanya mungkin terjadi apabila manusia terikat kuat pada nilai-nilai yang diajarkan Tuhan” (Sauri, 2010: 172). Dari beberapa pernyataaan di atas dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan umum harus mampu membentuk manusia yang mampu mengendalikan diri secara sempurna, pengendalian diri yang sempurna tersebut dapat dilakukan jika manusia tersebut benar-benar terikat kuat tehadap nilai-nilai yang diajarkan agama, khusunya agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah sebagai bentuk pengajaran Allah SWT.

Sumantri (2007: 252) menyatakan bahwa “agama sebagai sumber referensi pendidikan umum”.Dengan demikian pendidikan agama Islam menjadi salah satu pilar pokok pendidikan umum di sekolah yang tidak boleh ditinggalkan, sebab tujuan pendidikan Islami menurut konsep Muhamad Qutub adalah membentuk manusia saleh, (Sauri, 2010: 173).

Keimanan dan ketakwaan serta akhlaq mulia merupakan prioritas utama dalam pembangunan karakter bangsa ini, sebab simbol karakterbangsa ini sudah terlihat dari tujuan pendidikan nasional yang tersirat dalam pasal 3 undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20


(16)

tahun 2003.Dan termasuk akhlak mulia dalam karakter bangsa yang menjadi salah satu nilai pendidikan karakter adalah sikap disiplin.

Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan para ahli dan realitas kenyataan yang terjadi secara empirik muncul permasalahan bahwa PAI di sekolah belum mampu membentuk dan menanamkan karakter disiplin siswa, sehingga banyak perilaku menyimpang yang dilakukan siswa sekolah.

Adapun alasan peneliti memilih objek penelitian SMP Istiqamah Kota Bandung bahwa sekolah ini salah satu SMP yang berbasis pendidikan agama Islam terbaik di kota Bandung, hal ini dibuktikan dengan banyaknya minat orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya ke SMP ini, ditambah dengan predikat akreditasi SMP Istiqamah yang meraih nilai A. Alasan lain yang menguatkan pilihan peneliti untuk menjadikan SMP Istiqamah objek penelitian adalah dengan adanya VISI dan MISI sekolah yang jelas.

Adapun Visi SMP Istiqamah sebagai berikut: ”Menyiapkan generasi penerus yang beriman, berilmu, berakhlak mulia” dengan Indikator -indikatornya anatara lain:1) Unggul dalam prestasi akademik dan memiliki akhlak mulia; 2) Berprestasi dalam berbagai lomba non akademik atau ekstrakurikuler; 3) Memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang seimbang.

Sedangkan misi yang dirumuskan untuk mewujudkan visi adalah sebagai berikut: 1) Memperkokoh aqidah umat yang sesuai dengan Al – Qur’an dan sunah; 2) Membangun lembaga pendidikan yang berkualitas;


(17)

3)Mengembangkan potensi, kemampuan dan kesejahteraan sumber daya manusia; dan 4) Meyebarkan dakwah islamiyah.

Selain itu, SMP Istiqamah pernah menjuarai beberapa kejuaran antar SMP se-kota Bandung diantaranya: Juara I MTQ tingkat Kota Bandung Tahun 2012, Juara II Story Telling tingkat Kota Bandung, Juara 3 Futsal se-Kota Bandung, dan Juara II Bina LKBB (Lomba Ketangkasan Baris Berbaris) tingkat Kota Bandung. Hal tersebut yang menjadi landasan kuat peneliti memilih SMP Istiqamah dijadikan objek penelitian ini.

Dengan demikian penelitian ini akan mempokuskan bahasannya sebagai berikut: “ Bagaimana mengembangkan karakterdisiplin Siswa khususnya melalui PelajaranPendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah Menengah Pertama?

Agar lebih mengarahkan penelitian ini, maka fokus penelitian tersebut akan dirinci kembali dalam bentuk rumusan masalah penelitian, sehingga dapat diketahui mengapa Pendidikan umum melalui Pendidikan Agama Islam dapat membangun karakter disiplin bagi siswa.

B. RUMUSANMASALAH

Masalah yang mengemuka dalam penelitian ini adalah pentingnya membangun karakter disiplin siswauntuk membangun karakter bangsa Indonesia kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam di sekolah.

Dari permasalahan tersebut peneliti merinci pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:


(18)

2. Bagaimanakah program-program disiplin Siswadalam Pendidikan Agama Islam di sekolah?

3. Bagaimanakah peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan karakter disiplin siswadi sekolah?

4. Apa usaha-usaha yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam dalam membangun karakter disiplin siswa di sekolah?

5. Apakah guru Pendidikan Agama Islam memahami betul materi kurikulum dan nilai-nilai karakter disiplinyang disampaikan dalam pembelajaran di sekolah?

6. Bagaimanakah metode pembelajaran yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam dalam menyampaikan materi pelajaran dan nilai-nilai karakter disiplin di sekolah?

C. TUJUAN PENELITIAN

Agar sampai kepada maksud di atas, penelitian diarahkan kepada tujuan-tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui bagaimana pengembangan disiplin siswa di sekolah SMP Istiqomah Bandung.

2. Ingin mengetahui program-program disiplin siswa dalam Pendidikan Agama Islam di sekolah SMP Istiqomah Bandung.

3. Ingin mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan karakter disiplin siswa di sekolah SMP Istiqomah Bandung.

4. Ingin mengetahui usaha-usaha yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam SMP Istiqomah Bandung dalam


(19)

PembelajaranPendidikan Agama Islamuntuk mengembangkan karakter disiplin siswa.

5. Ingin mengetahui materi-materi dan nilai-nilai yang dipahami guru-guru PAI dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP Istiqomah Bandung dalam mengembankan karakter disiplin siswa. 6. Ingin mengetahui metode-metode pembelajaran dan evaluasi yang

digunakan para guru Pendidikan Agama Islam SMP Istiqomah Bandung dalam menyampaikan materi dan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam kaitannya mengembangkan karakter disiplin siswa.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapaun manfaat dari penelitian ini dirinici dengan jelas sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan, terutama bagi guru Pendidikan Agama Islam untuk mengembangkan konsep materi dan nilai-nilai akhlak dan moral dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, sehingga baik pendidik maupun peserta didik dapat mencerminkan sebagai warga Negara yang berkarakter disiplin dengan ucapan, sikap dan perilakunya, dan dapat menghindari perbuatan-perbuatan menyimpang yang melanggar aturan dan disiplin dalam melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik yang mendukung terhadap tujuan pendidikan nasional.


(20)

2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan bagi guru PAI dalam rangka meningkatkan mutu pelaksanaan tugas mengajar sehingga dapat membantu dan berpartisifasi aktif dalam rangka membangun karakter bangsa terutama masalah disiplin siswa, sehingga tidak terkesan bahwa masalah disiplin siswa adalah urusan kesiswaan dan guru mata pelajaran tertentu tanpa peran aktif guru pendidikan agama Islam,serta memperkecil kemungkinan adanya kesenjangan antara apa yang diharapkan (kurikulum sebagai dokumen) dengan apa yang dilaksanakan (kurikulum sebagai proses) dan apa yang dicapai siswa (kurikulum sebagai hasil).

Disamping melalui kegiatan pembelajaran, kiranya dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi guru dalam upaya membangun karakter disiplin siswadengan pendidikan umum melalui pendidikan agama Islam dengan cara menyampaikan pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai akhlak dan moral. Kemudian pembinaan karakter disiplin dalam bentuk akhlak dan moralitas perilaku sehari-hari dapat pula dilakukan di lingkungan sekolah baik dalam proses pembelajaran maupun di luar kegiatan pembelajaran.

Selain itu, bagi guru Pendidikan Agama Islam hasil penelitian ini dapat dijadikan inspirasi positif untuk membanggun akhlak dan karakter peserta didik, khususnya karakter disiplin siswa dengan berbagai upaya dan program-program yang digulirkan untuk mengarahkan, mendukung dan menguatkan nilai-nilai yang telah ditransformasikan dan diinternalisasikan terhadap peserta didik.


(21)

Selanjutnya, kepala sekolah selaku pimpinan dalam satuan pendidikan, turut bertanggung jawab dan meningkatkan kepeduliannya terhadap mutu pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI).Artinya kepala sekolah tidak hanya berbangga diri dengan keberhasilan siswanya memperoleh nilai tinggi pada hasil ujian nasional, melainkan harus lebih berbangga diri dengan terbinanya akhlak dan karakter disiplin siswa melalui pendidikan yang sarat nilai-nilai dengan diwarnai nilai-nilai agama dan moral serta terjadi hubungan yang harmonis diantara warga sekolah dalam upaya membangun karakter bangsa.

Disamping itu, kepala sekolah dituntut untuk mengerti, memahami, dan menyadari bahwa pendidikan agama Islam di sekolah sangat berperan aktif dalam mengembangkan akhlak dan karakter disiplin siswa, serta mempunyai dan memberikan perhatian yang lebih terhadap akses-akses kemudahan dalam proses internalisasi nilai-nilai agama di sekolah yang dipelopori dan diselenggarakan oleh guru pendidikan agama Islam.

Selain itu, kepala sekolah diharapkan mempunyai kesadaran bahwa keberhasilan sebuah pendidikan tidak hanya dilihat dari hasil nilai ujian atau tes yang sangat bagus, tetapi bagaimana keberhasilan siswa itu dilihat dari perubahan akhlak dan karakter buruk menjadi baik.Perubahan akhlak dan karakter buruk menjadi baik itu, menjadi kebanyakan tugas guru pendidikan agama Islam, karena muatan-muatan kurikulum sebagian besarnya mengandung nilai-nilai yang bersumber dari ajaran Islam.


(22)

Melalui penelaahan secara konseptual dari berbagai literatur dan pengalaman di lapangan, serta berbagai sarana dan arahan pembimbing maupun sumber lain, memaksa penulis untuk lebih kritis dan tanggap. Sehingga pada akhirnya semua yang dipelajari dan diteliti akan menambah wawasan dan cakrawala berfikirserta kemampuan dalam memecahkan masalah tantangan hidup yang dihadapi.

Selain itu, bagi peneliti menjadi sebuah inspirasi dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan agama Islam baik di madrasah atau sekolah.Dengan harapan dapat diterapkan dan direalisasikan sebagai ilmu yang bermanfaat dalam dunia pendidikan untuk membantu membangun karakter bangsa.

E. STRUKTUR ORGANISASI TESIS

Urutan penulisan dalam penelitian yang peneliti rancang adalah sebagai berikut: Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV dan Bab V.

Bab I adalahbab pendahuluan dengan susunan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis. Sedangkan bab II merupakan kajian teoretis terhadap masalah yang diteliti yaitu ”Mengembangkan Karakter Disiplin Siswa Melalui Pendidikan Agama Islam di Sekolah” dengan susunan terdiri dari pengertian pendidikan karakter, disiplin, pendidikan agama Islam dan pendidikan umum.

Sedangkan bab III adalah metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian, pendekatan penelitian, definisi oprasional, instrument penelitian, sampling dan satu kajian, tehnik pengumpulan data, tahapan-tahapan penelitian, validisasi dan realibilitas data. Adapun bab IV adalah hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, temuan-temuan


(23)

hasil penelitian melalui wawancara, observasi dan kajian dokumntasi dan pembahasan, kemudian yang terakhir adalah bab V yang terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptik analitik kualitatif dengan tipe studi kasus. Sedangkan David William (Maleong, 2007: 5) menyebutkan bahwa istilah kualitatif adalah pengumpulan data pada satu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara ilmiyah.

Dengan demikian metode deskriptif analitik kualitatif merupakan metode penelitian yang menekankan kepada usaha untuk memperoleh informasi mengenai status atau gejala pada saat penelitian, memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, dan lebih jauh menerangkan hubungan, serta menarik makna dari suatu masalah yang diinginkan. Kemudian dalam penelitian deskriptif analitik kualitatif, fenomenologilah yang dijadikan landasan teoritis utama. Sedangkan yang lainnya dijadikan sebagai tambahan untuk melatar belakangi teoritis penelitian kualitatif.

Dalam proses pelaksanaannya, metode-metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai kepada interpretasi dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Sebab itulah, maka dapat terjadi dilakukan sebuah penelitian kualitatif.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (1998: 15) bahwa: ―Qualitative research in an inquiry process of understanding based on distinct methodological


(25)

traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds of informants, and conducts the study in a natural setting”.

Pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penyelidikan deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung sekarang. Selanjutnya Surakhmad (1990: 140) mengemukakan bahwa untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya, maka seorang peneliti pada umumnya berusaha untuk sebagai berikut:

a) Menjelaskan setiap langkah penyelidikan deskriptif itu dengan teliti dan terperinci, baik mengenai dasar-dasar metodologi maupun mengenai detail teknik secara khusus.

b)Menjelaskan prosedur pengumpulan data, serta pengawasan dan penilaian terhadap data itu.

c) Memberikan alasan yang kuat mengapa dalam metode deskriptif tersebut penyelidik mempergunakan teknik tertentu dan bukan teknik lainnya. Adapun penelitian kualitatif menurut Denzim dan Lincoln (Maleong, 2007: 5) adalah ―penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsikan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada‖. Sedangkan Kirk dan Miller mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah ―tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun istilahnya‖ (Maleong, 2007: 4).

Dari berbagai penjelasan di atas, Saodah (2009: 147) menarik kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang langsung dilakukan oleh seseorang melalui pengamatan terhadap manusia dan lingkungan dengan melibatkan berbagi metode penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian.


(26)

Sesuai dengan kekhasnya, pendekatan studi kasus dilakukan pada objek yang terbatas. Sehingga persoalan pemilihan sampel yang menngunakan pendekatan tersebut tidak sama dengan persoalan yang dihadapi oleh peneliti kuantitatif. Dan sebagai implikasinya, peneliti yang menggunakan pendekatan studi kasus hasilnya tidak dapat digenaralisasikan, dengan kata lain hanya berlaku pada kasus itu saja.

Peneliti membangun sebuah gambaran yang kompleks dan menyeluruh, menganalisa kata-kata, laporan yang mendetail berdasarkan sudut pandang informan, serta melakukan penelitian pada latar ilmiah (natural setting).

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan kualitatif dipilih, karena dianggap sangat cocok dengan masalah yang menjadi fokus penelitian. Selain itu, pendekatan ini juga memiliki karakteristik yang menjadi kelebihannya sendiri. Dan penelitian kualitatif memiliki karakter atau ciri-ciri tersediri banding dengan jenis penelitian lainnya. Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2009: 104-107) mengemukakan bahwa, dalam pendekatan kualitatif terdapat 14 karakteristik yakni:

a) Latar alamiah; b) Manusia sebagai alat (instrument); c) Pemanpaatan pengetahuan non-proporsional; d) Metode-metode kualitatif; e) Sampel purposif; f) Analisis data secara induktif; g) Teori dilandskan pada data di lapangan; h) Desain penelitian mencuat secara alamiah; i) Hasil penelitian berdasarkan negosiasi; j) Cara pelaporan kasus; k) Interpretasi idiografik; l) Aplikasi tentatif; m) Batas penelitian ditentukan fokus; n) Kepercayaan dengan criteria khusus.

Pada umumnya persamaan sifat dari segala bentuk penyelidikan deskriptif digunakan karena masalah yang sedang diteliti merupakan masalah yang sedang berlangsung sekarang.


(27)

Dengan berbagai pengalaman dan penelitiannya, selanjutnya Guba dan Loncoln (Moleong, 2007: 8) mengkaji kembali serta menggabungkan ciri-ciri penelitian kualitatif yang dilakukannya dengan hasil penelaahan yang ditemukan Bogdan dan Biklen (1982). Dan dalam versi ini merka mengupas 11 macam karkteristik kualitatif yakni sebagai berikut:

a) latar alamiah; b) manusia sebagai alat (instrument); c) metode kualitatif; d) analisis data secara induktif; e) teori dari dasar (grounded

theory); f) deskriptif; g) lebih mementingkan proses dari pada hasil; h)

adanya batas yang ditentukan oleh fokus; i) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; j) desain yang bersifat sementara; k) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Dari kedua pendekatan di atas, dalam hal penelitian ini penulis lebih cendrung untuk mengikuti karekteristik yang baru yakni, yang sebelas macam karakteristik. 3. Alasan Memilih Metode Deskrptik Analitik Kualitatif

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptik analitik kualitatif dengan beberapa alasan sebagi berikut: a) Peneliti menggunakan metode kualitatif melalui pengamatan (observasi), wawancara (intervieu), atau penelaahan (studi) dokumen; b) penyesuaian metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak; c) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden; d) metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi; e) menggunakan analisis induktif; f) proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagaimana yang terdapat dalam data; g) analisis induktif lebih membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel; h) analisis lebih menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusn-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan


(28)

pada suatu latar lainnya; i) analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan; j) analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik. B. DEFINISI OPRASIONAL

1. Mengembangkan

Kata ―mengembangkan‖ dapat diartikan meningkatkan, membesarkan sesuatu yang sudah ada.

2. Pendidikan Karakter

Konsep pendidikan karakter sebagaimana yang dikemukakan Elkind dan Sweet dalam Rachman (Ditjen Dikdas, 2011:7) bahwa:

Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within.

3. Disiplin

Dalam kamus bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1985: 255), disiplin diartikan dengan: 1) Latihan watak yang sejalan dengan perbuatan yang selalu mentaati tata tertib di sekolah dan kemiliteran; 2) ketaatan pada peraturan dan tata tertib.

Disiplin berasal dari bahasa latin ―Disciplina” yang menunjukan kepada kegiatan belajar mengajar (Yulianingsih, 2008: 69). Istilah tersebut ada kesamaan dengan istilah dalam bahasa Inggris yaitu, “Disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin. Istilah lain dalam Mac Millan


(29)

Dictionary dalam Tulus Tu’u (2004: 31) mengemukakan bahwa disiplin setara dengan ―Disipline‖ yang artinya:

1) Tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; 2) Latihan membentuk, meluruskan dan menyempurnakan sesuatu sebagai kemampuan mental dan karakter sosial; 3) Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; 4) Kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku.

4. Pendidikan Agama Islam

Hidayat, Abdurrahman dan Nurbayan (2009:2) yang mengungkapkan bahwa Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

Ayat (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; c) bahasa; d) matematika; e) ilmu pengetahuan alam; f) ilmu pengetahuan sosial: g) seni dan budaya; h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan/ kejuaruan; dan j) muatan lokal.‖ dan ayat (2) ―Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: a) pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan; dan c) bahasa.

Selain itu Darajat (1976:172) yang mengungkapkan bahwa pendidikan agama adalah suatu usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama.

Disamping definisi-definisi di atas, rumusan definisi yang dikemukakan oleh Depdiknas (2002: 20) bahwa :


(30)

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam menjalankan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan serta penggunaan pengalaman.

5. Pendidikan Umum

― … general education is the process of engendering essensial meaning.

(Phenix, 1965: 5). Yang maksudnya adalah Pendidikana umum adalah proses pemunculan makna-makna esensial. Definisi yang lain dikemukakan oleh Sauri (2007: 21) Pendidikan Umum adalah pendidikan keperibadian, pendidikan memanusiakan manusia, yakni pembentukan jati diri manusia sebagai individu, mahluk sosial dan mahluk religious.

C. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti merupakan instrument utama yang terjun langsung ke lapangan serta berusaha mengumpulkan data da informasi melalui pengamatan langsung (observasi), wawancara, maupun penelaahan dokumen.

Instrument penelitian yang dimaksud, bahwa peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi serta kondisi pendidikan yang berlangsung di SMP Istiqamah kota Bandung, serta bagaimana proses mengembangkan karakter disiplin siswa melalui Pendidikan Agama Islam itu.

Yang dimaksud peneliti sebagai pengamat adalah peneliti tidak sekedar melihat peristiwa dalam situasi pendidikan, melainkan memberikan interpretasi terhadap situasi tersebut. Sedangkan peneliti sebagai pembaca situasi adalah peneliti melakukan analisa terhadap berbagai peristiwa yang terjadi dalam situasi tersebut, dan selanjutnya menyimpulkan sehingga dapat digali maknanya.


(31)

Maleong (2007: 196-172) menjelaskan ciri-ciri manusia sebagai instrument yaitu sebagai berikut:

Responsif, Dapat menyesuaikan diri, Menekankan kebutuhan, Mendasarkan diri atas perluasan pengetahuan, Memproses data secepatnya, Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respons yang tidak lazim dan idiosinkratik.

Untuk memperlancar penelitian, peneliti sebagai instrument harus memiliki ciri-ciri tersebut sebagai usaha untuk mempermudah pelaksanaan penelitian.

D. SAMPLING DAN SATUAN KAJIAN

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan penelitian kauantitatif. Pada penelitian kuantitaif, sampel dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi.

Menurut Guba dan Loncoln peneliti memulai dengan asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya sendiri (Moleong, 2007: 23).

Selain itu, penelitian kualitatif erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Sedangkan yang dimaksud sampling dalam hal ini adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (contructions).

Dengan demikian, tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Selain dari itu maksud sampling adalah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).


(32)

Menurut Moleong (2007: 224-225) sampel bertujuan dapat diketahui dari ciri-cirinya sebagai berikut:

1. Rancangan sample yang muncul, yaitu sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

2. Pemilihan sampel secara berurutan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuannya sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis. Setiap sampel berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. Dari mana dan dari siapa ia mulai tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Teknik sampling bola salju bermanfaat dalam hal ini, yaitu mulai dari satu menjadi makin lam makin banyak.

3. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya, setiap sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan hipotesis kerja maka sampel akan dipilih atas dasar fokus penelitian.

4. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Pada sampel bertujuan seperti ini, jumlah sampel ditentukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya memperluas informasi yang dapat dijaring, penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri. Jadi, kuncinya disini adalah jika sudah terjadi pengulangan informasi, penarikan sampel sudah harus dihentikan‖.

Dengan demikian, satuan kajian biasanya ditetapkan juga rancangan penelitian berupa sampel. Adapun keputusan tentang penentuan sampel, besarnya, dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan, seperti siswa, klien, atau pasien yang menjadi satuan kajian.

Bila perseorangan itu sudah ditentukan sebagai satuan kajian maka pengumpulan data dipusatkan disekitarnya. Hal yang dikumpulkan adalah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya, dan seterusnya. Dalam konteks penelitian ini, satuan kajiannya adalah guru Pendidikan Agama Islam dan siswa


(33)

yang ada di SMP Istiqamah kota Bandung sedangkan sampelnya guru Pendidikan Agama Islam berjumlah empat orang dan siswa berjumlah 12 orang.

E. TEHNIK PENGUMPULAN DATA

Peneliti menggunakan empat teknik dalam melakukan pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.

1. Tehnik Observasi

Melalui teknik ini, peneliti ikut berperaan serat dalam pembelajaran di kelas yang dilakukan atau diikuti oleh responden. Peneliti berpartisipasi dalam kegiatan responden namun tidak sepenuhnya. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara kedudukan peneliti sebagai orang luar (pengamat) dan sebagai orang yang ikut berpartisipasi dalam lingkungan responden. Selain sambil berpartisipasi, observasipun dilakukan secara terbuka, artinya diketahui oleh responden karena sebelumnya telah mengadakan survey terhadap responden.

Apa yang dilakukan peneliti di atas, relevan dengan yang diungkapkan Moleong (2007: 163) bahwa cirri has penelitian kualitatif tidak bisa dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan keseluruh sekenarionya.

Bogdan dalam Moleong (2007: 164) menjelaskan bahwa pengamatan berperan serta sebagai penelitian yang bercirikan interaaksi sosial, yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematik dan berlaku tanpa gangguan.


(34)

Agar hasil observasi dapat membantu menjawab tujuan penelitian yang sudah digariskan, maka dalam penelitian ini peneliti memperhatikan apa yang diungkapkan oleh Alwasilah, yakni dalam observasi harus ada lima unsur penting sebagai berikut: 1). Latar (setting); 2). Pelibat (participant); 3). Kegiatan dan interkasi (activity and

interaction); 4). Frekuensi dan durasi (frequency and duration); dan 5). Faktor substil

(subtle factors), Alwasilah (2009: 215-216).

Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 174-175) mengemukakan beberapa alasan, mengapa dalam penelitian ini pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya. Hal ini karena memberikan bantuan sebagai berikut:

Pertama, teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara

langsung. Pengalaman langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Jika suatu data yang diperoleh kurang meyakinkan, biasanya peneliti ingin mennyakan kepada subjek, tetapi karena ia hendak memperoleh keyakinan tentang keabsahan data tersebut; jalan yang ditempuhnya adalah mengamati sendiri yang berarti mengalami langsung peristiwanya.

Kedua, teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati

sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.

Ketiga, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.

Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data

yang dijaringnya ada yang keliru atau bias. Kemungkinan keliru itu terjadi karena kurang dapat mengingat peristiwa atau hasil wawacara, adanya jarak antara peneliti dan yang diwawancarai, ataupun karena reaksi peneliti yang emosional pada suatu saat. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan.

Kelima, teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami

situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus. Jadi, pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks.

Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak


(35)

Selama melakukan pengamatan, peneliti mencatat setiap fenomena yang ditemukan. Dan sesampainya di rumah catatan yang dibuat pada saat di lapangan, langsung ditranskif ke dalam catatan lapangan.

Dalam rangka mengkonfirmasi dan menindaklanjuti temuan-temuan dilapangan pada saat observasi yang sudah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya peneliti melakukan proses wawancara terhadap guru bersangkutan dan siswa di sekolah tersebut.

2. Tehnik Wawancara

Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada instrument yang telah disusun (pedoman wawancara), berupa rangkaian pertanyaan yang tidak berstruktur yang dapat dikembangkan terus, baik terhadap guru maupun terhadap siswanya. Sehinggan memperoleh data atau informasi yang valid dan akurat. Selain lembar pertanyaan sebagai pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan tape recorder serta kamera sebagai alat bantu.

Adapun maksud mengadakan wawancara, seperti yang diungkapkan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong (2007: 186) antara lain sebagai berikut:

Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekontruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.

Selain itu Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 195) mengungkapkan ada lima langkah penting dalam melakukan intervieu, yakni: 1) Menentukan siapa yang diinterviu; 2) Menyiapkan bahan-bahan intervieu; 3) Langkah-langkah pendahuluan;


(36)

4) Mengatur kecepatan mengintervieu dan mengupayakan agar tetap produktif; dan 5) Mengakhiri intervieu.

Berdasarkan langkah-langkah yang diungkapkan oleh Guba dan Lincoln di atas, maka langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah menetukan siapa yang akan diintervieu.

Setelah orang yang akan diintervieu jelas, selanjutnya peneliti menyusun pedoman wawancara sebagai kompas dalam peraktek wawancara agar senantiasa terarah kepada fokus penelitian, dalam prakteknya terlontar secara sistematis sesuai dengan pedoman, namun tidak jarang ditambahkan beberapa pertanyaan tambahan atas fenomena baru yang mencuat.

Pedoman wawancara isinya mengacu kepada rumusan masalah, hasil observasi dan hasil wawancara sebelumnya, ruang lingkup pedoman wawancara berbeda setiap sasaran responden yang diwawancarai (lihat lampiran).

Guru Pendidikan Agama Islam, merupakan sumber pertama yang diintervieu oleh peneliti. Selanjutnya, siswa-siswa yang telah mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kemudian kepala sekolah dan beberapa warga sekolah yang terkait dengan penelitian.

Tempat dan waktu secara kebetulan tidak ditentukan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena kesibukan yang dihadapi para guru tersebut. Selain itu juga kesempatan yang dimiliki peneliti tidak menentu. Oleh karena itu wawancara yang dilakukan terhadap para guru tersebut dilaksanakan pada waktu dan tempat yang berbeda-beda. Begitu juga wawancara dengan para siswa dilakukan setelah selesai pembelajaran, serta pada waktu senggang di luar jam pelajaran.


(37)

3. Studi Dokumentasi

Yang dimaksud studi dokumentasi dalam hal ini yakni dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Sebagaimana menurut Guba dan Lincoln dalam Alwasilah (2009: 156) menyatakan bahwa:

 Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekali pun dokumen tidak lagi berlaku.

 Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan dan kekeliruan interpretasi.

 Dokumen itu merupakan sumber data yang relatif mudah dan murah dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-Cuma.

 Dokumen merupakan sumber data yang non reaktif dan alami.

 Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan memperkaya bagi informasi yang diperoleh lewat intervieu atau observasi‖.

Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui dokumen tentang bagaimana kurikulum dan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Istiqamah kota Bandung sebelum penelitian. Dan dokumen tersebut diperoleh dari guru Pendidikan Agama Islam SMP Istiqomah kota Bandung berbentuk silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Selain itu dokumen yang berhubungan dengan pengembangan disiplin sekolah berupa tata tertib diperoleh oleh peneliti dari bagian tata usaha sekolah dan kesiswaan. Dan dokumen lain berasal dari unsur-unsur sekolah yang dianggap mendukung pada pengembangan disiplin dan pembelajaran pendidikan agama Islam, serta kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penanaman moral serta berhububgan dengan kedisiplinan serta kepatuhan siswa pada aturan dan tata tertib sekolah.


(38)

4. Tehnik Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan konsep pendidikan karakter, disiplin siswa, pendidikan agama Islam dan Pendidikan Umum, kegiatan pembelajaran serta metode penelitian pendidikan.

Untuk memperoleh data-data ilmiah ini, penulis mengkaji referensi-referensi kepustakaan dari perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Perpustakaan Program Studi Pendidikan Umum SPs UPI, perpustakaan Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, perpustakaan Pondok Pesantren Yayasan Nurul Islam (Yanuris) Cianjur, perpustakaan SMP Istiqamah Kota Bandung, perpustakaan penulis sendiri, internet dan sumber lain yang mendukung terhadap penulisan penelitian tesis ini.

F. TAHAPAN-TAHAPAN PENELITIAN

Untuk mendapatkan data secara maksimal, penulis melakukan penelitian dengan beberapa tahapan yaitu melalui: orientasi, eksplorasi, pencatatan data, dan analisis data. 1. Tahapan Orientasi

Pada tahapan orientasi, awalnya peneliti mengadakan survey ke lembaga pendidikan SMP Istiqomah Kota Bandung, yang diawali dialog dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf tata usaha dan guru-guru yang berada di lingkungan SMP Istiqamah Kota Bandung.

Setelah mendapatkan informasi dan izin dari pimpinan sekolah tersebut, penulis selanjutnya mengadakan wawancara sederhana tentang pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan karakter disiplin siswa yang dikembangkan melalui


(39)

pendidikan agama Islam di sekolah sebagai wujud internalisasi nilai-nilai karakter dalam pendidikan umum/ nilai.

Dari hasil pendekatan tersebut peneliti mengambil dua unsur responden yaitu guru-guru bidang studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan para siswa yang sedang menempu pendidikan di sekolah tersebut.

2. Tahapan Eksplorasi

Pada tahapan ini peneliti mulai melakukan kunjungan pada sekolah dan responden, serta mulai mengenal dekat dengan responden. Selanjutnya meningkat dengan mengamati sekaligus berpartisipasi bersama responden. Sehingga penulis dapat melaksanakan wawancara dengan pendidik/ guru.

Untuk mendukug kelengkapan data, peneliti pun mencari informasi dari responden yang berasal dari siswa yang mewakilinya.

Peroses pengamatan dilakukan dengan membuat janji terlebih dahulu dengan guru bersangkutan sehingga proses pengamatan diketahui oleh guru tersebut. Sedangkan dalam menentukan siswa yang akan diwawancara, selain peneliti mencari sendiri, juga atas masukan dari guru yang bersangkutan, serta guru bimbingan konseling di sekolah tersebut.

Pengamatan selanjutnya dilakukan di dalam kelas pada saat kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dilaksanakan, maupun diluar kelas ketika siswa sedang beristirahat, melaksanakan ibadah ataupun ketika para siswa sedang melakukan kegiatan ekstra kulikuler.


(40)

3. Tahapan Pencatatan Data

Catatan merupakan rekaman hasil observasi dan wawancara, yang dilakukan pada saat terjun di lapangan berupa catatan singkat atau catatan kunci. Selanjutnya pada saat ingatan masih segar, pencatatan data di lapangan segera dilakukan.

Adapun langkah-langkah penulisan catatan lapangan yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana yang diungkapkan oleh Moleong (2007: 216-217) sebagai berikut:

1. Pencatatan awal. Pencatatan ini dilakukan sewaktu berada di latar penelitian dengan jalan hanya menuliskan kata-kata kunci pada buku nota. 2. Pembuatan catatan lapangan lengkap setelah kembali ke tempat tinggal.

Pembuatan catatan ini dilakukan dalam suasana yang tenang dan tidak ada gangguan. Hasilnya sudah berupa catatan lapangan lengkap.

3. Apabila sewaktu ke lapangan penelitian kemudian teringat bahwa masih ada yang belum dicatat dan dimasukan dalam catatan lapangan, dan hal itu dimasukan.

4. Tahapan Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam catatan lapangan, selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisa. Adapun pengolahan dan penganalisaan data merupakan upaya menata data secara sistematis. Maksudnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami maknanya.


(41)

Diungkapkan oleh Seiddel dalam Moleong (2007: 248) bahwa dalam proses berjalannya analisis data kualitatif, peneliti harus memperhatikan hal-hal sebagi berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mengsintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeknya.

c. Berfikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makan, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan umum.

Selanjutnya tahapan analisis data tersebut menurut Janice Mc Drury dalam Moleong (2007: 248) harus dilanjutkan ke tahap berikutnya yakni:

a) Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data; b) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data; c) Menuliskan model yang ditemukan; dan d) Koding yang telah dilakukan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka proses analisis data dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Dan dituangkan dalam catatan lapangan untuk dikategorikan berdasarkan pengkodean yang telah dibuat oleh peneliti. Selanjutnya peneliti memilih kategori yang terdapat hubungan dengan fokus penelitian untuk kemudian dianalisis dan diberi makna sehingga menghasilkan sebuah teori.

5. Tahapan Pelaporan

Data yang sudah dianalisa kemudian dipadukan dengan teori-teori yang relevan dengan konsepsi penulis tentang permasalahan yang menjadi fokus penelitian. Proses pemaduan konsepsi penelitian dituangkan dalam laporan penelitian yang sistematikanya mengacu pada pedoman penulisan karya tulis ilmiah dari Universitas Pendidikan Indonesia edisi 2011.


(42)

Selain itu, dalam rangka menyempurnakan laporan penelitian dilakukan proses bimbingan secara berkelanjutan dengan dosen pembimbing, baik pembimbing I maupun pembimbing II.

G. VALIDISASI DAN RELIABILITAS DATA

Agar nilai kebenaran secara ilmiahnya dapat teruji serta memiliki nilai keajegan, maka dalam penelitian ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas data yang ditemukan di lapangan.

1. Validisasi Data

Sebagaimana dinyatakan Alwasilah (2009: 169) bahwa ―validitas adalah kebenaran dan kejujuran sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran dan segala jenis laporan‖. Dan apabila ada ancaman terhadap validitas, hanya dapat ditangkis dengan bukti, bukan dengan metode. Karena metode hanyalah alat untuk mendapatkan bukti.

Dalam menguji validitas ini, dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik yang disarankan oleh Alwasilah (2009: 175-184) yang mengemukakan 14 teknik dalam menguji validitas penelitian sebagai berikut:

1) Pendekatan Modus Operandi (MO); 2) Mencari bukti yang menyimpang dan kasus negatif; 3) Triangulasi; 4) Masukan, asupan atau feedback; 5) Mengecek ulang atau member checks; 6) ―Rich data‖ atau data yang

melimpah; 7) Quasi-statistics; 8) Perbandingan; 9) Audit; 10) Observasi jangka panjang (long-term observation); 11) Metode partisipatori (participatory mode of research); 12) Bias penelitian; 13) Jurnal reflektif (reflective Journal); dan 14) Catatan pengambilan keputusan.

Dari keempat belas teknik tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan 5 (lima) teknik yang dianggap dapat mewakili teknik-teknik tersebut yakni:


(43)

triangulasi, member checks, metode partisipatori, jurnal reflektif dan catatan pengambilan keputusan.

a. Triangulasi

Menurut Alwasilah (2009: 175) menyebutkan bahwa ―Triangulasi merupakan teknik yang merujuk pada informasi atau data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagai metode‖ . Sejalan dengan hal itu Moleong (2007: 330) mengungkapkan bahwa ―Triangulasi adalah sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain‖. Selain itu Patton dalam Moleong (2007: 330) menyatakan bahwa triangulasi dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut:

(1) membandingkan data pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang di depan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitiaan dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dengan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah dan tinggi, orang berada, orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

b. Member Cheeks atau Mengecek Ulang

Member checks yaitu ―masukan yang diberikan individu yang menjadi

responden kita‖ (Alwasilah, 2009: 178). Sedangkan Moleong (2007: 335) menjelaskan bahwa ―pengecekan dilakukan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan, yang dicek meliputi data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan‖.

Member checks tersebut digunakan untuk menghidari salah tafsir terhadap


(44)

terhadap prilaku responden sewaktu diobservasi, serta untuk mengkonfirmasi perspektif emik responden terhadap suatu proses yang sedang berlangsung.

c. Metode Partisipatori

Menurut Alwasilah (2009: 182) menyebutkan bahwa dalam metode partisipatori (participatory mode of research) ―Peneliti sejak dini melibatkan partisipan peneliti dalam segala fase penelitian dari konseptualisasi penelitian sampai dengan penulisan pelaporan‖. Artinya bahwa peneliti berpartisipasi langsung sekaligus melibatkan partisipan-partisipan lain yang mendukung dalam setiap fase-fase penelitian.

Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lapangan, larut dan berbaur dengan lingkungan penelitian yaitu SMP Istiqomah Kota Bandung, serta meminta beberapa partisipan seperti guru-guru Pendidikan Agama Islam, siswa-siswa, Kepala sekolah dan Wakil Kepala Sekolah atau partisipan lain yang dianggap mendukung terhadap penelitian untuk melibatkan diri dan larut dalam setiap fase-fase penelitian agar hasil dan laporan penelitian mempunyai validitas yang tinggi. d. Jurnal Reflektif

Jurnal reflektif adalah sebagimana yang diungkapkan Alwasilah (2009: 183) bahwa:

ini merujuk pada jurnal yang disiapkan peneliti dan diisi setiap saat selama melakukan penelitian. Ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti.

Artinya bahwa peneliti harus membuat jurnal yang diasiapkan untuk penelitian dan diisi setiap saat selama melaksanakan penelitian dilapangan.


(45)

Jurnal refleksi ini sebagai bukti otentik penelitian, hal ini diungkapkan Alwasilah (2009: 183) bahwa jurnal refleksi ―ini merupakan rekaman pengalaman peneliti yang merupakan bukti otentik bagi yang penasaran dengan hasil-hasil yang dikemukakan peneliti‖. Peneliti merekam semua pengalamannya dalam sebuah jurnal sebagai bukti fisik yang otentik dan ini merupakan bukti bahwa penelitian tersebut benar-benar dilakukan.

e. Catatan pengambilan keputusan

Alwasilah (2009: 184) mengungkapkan bahwa ―paradigma kualitaif tidak mengenal keputusan a priori, melainkan membiarkan keputusan-keputusan itu mencuat dengan sendirinya dari data secara alamai. Namun demikian peneliti boleh memulai penelitian dengan keputusan-keputusan pendahuluan‖. Dalam hal ini peneliti membuat keputusan-keputusan dalam tahapan-tahapan dan langkah-langkah penelitian dan hal itu dicatat dengan tertib dan rapi dalam sebuah catatan pengambilan keputusan (Decision Trail).

Ada tiga alasan dalam pengambilan keputusan ini, sebagaimana yang dikemukakan Alwasilah (2009: 184) sebagai berikut:

Pertama, firasat, intuisi, insting, reaksi seketika sebagi faktor internal yang terus menerus mendorong saya segera mengambil keputusan, Misalnya saya merasa seorang responden yang sombong, menggurui, dan sok tahu yang tidak mungkin dapat diajak bekerja sama. Saya juga merasa bahwa beberapa pertanyaan tidak selayaknya diajukan pada responden tertentu. Kedua, informasi yang muncul dari interviu dan observasi mempengaruhi pengambilan keputusan. Manakala keteraturan dan konsistensi berakumulasi dalam kategori-kategori, saya berkeyakinan bahwa saya harus mengakhiri interviu dan observasi. Proses debriefing dengan semua debriefer dan konsultasi dengan pembimbing disertasi member saya ilham dan sudut pandang dan menumbuhkan revitalisasi kesadaran saya sebagai peneliti. Ketiga, faktor eksternal seperti jangka beasiswa dan keterbatasan dana membatasi saya untuk melakukan penelitian yang –sebenarnya bisa—lebih ekstensif.


(46)

2. Realibilitas Data

Suatu alat dikatakan reliable, bila alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukan hasil yang sama (Nasution, 1996: 77). Adapun ―konsep reliabilitas (reliability) mempunyai pengertian sejauh mana

temuan-temuan penelitian dapat direplikasi‖ (Alwasilah, 2009: 186).

Guba dan Lincoln (Alwasilah, 2009: 187) mengungkapkan ―tidak perlu untuk mengeksplisitkan persyaratan reliabilitas. Namun menyarankan penggunaan istilah

dependedability atau consistenscy, atau keterhandalan‖.

Selanjutnya pada penelitian kualitatif reliabilitas ini sulit dipenuhi karena perilaku manusia senantiasa berubah-ubah. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang berasumsi bahwa reliabilitas dilandaskan pada adanya realitas esa (single


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN

Pertama, SMP Istiqomah kota Bandung sangat menekankan disiplin terhadap siswa-siswanya. Hal ini dapat terlihat dari unsur-unsur disiplin di sekolah yang lengkap, diantara unsur-unsur disiplin tersebut adalah a) Peraturan, b) hukuman, c) penghargaan, dan d) konsistensi. Kondisi kedisiplinan siswa di SMP Istiqamah sangat baik, hal ini ditandai dengan indikator-indikator disiplin siswa diantaranya: a) Disiplin siswa dalam masuk sekolah, b)Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas, c) Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, dan d) Disiplin siswa dalam mentaati tata tertib sekolah.

Kedua, pengetahuan dan pemahaman guru-guru PAI terhadap pendidikan karakter dan disiplin dilandasi dengan nilai-nilai agama, dengan demikian guru-guru agama mengembangkan karakter disiplin siswa dengan program-program sebagai berikut: a) Shalat berjamaah, b) kuliah tujuh menit (kultum), c) tadarus Al-Qur’an, d) tahfidzul qur’an, dan kajian keislaman.

Ketiga, Guru-guru PAI sangat berperan penting dalam mengembangkan karakter disiplin siswa, karena sebagai pelopor, pengatur dan penanggungjawab. Pelopor maksudnya, pencetus ide-ide dalam mengembangkan karakter disiplin siswa berbasis agama Islam.

Keempat, usaha-usaha guru PAI untuk meningkatkan kedisiplinan siswa diantaranya, dalam peroses pembelajaran guru selalu menanamkan nilai-nilai yang baik termasuk nilai disiplin, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, menggunakan


(48)

metode mengajar yang vairiatif dan mengecek ulang tugas. Di luar pembelajaran guru PAI sering menegur dan menasehati jika ditemukan siswa yang tidak disiplin.

Kelima, kurikulum yang digunakan di SMP Istiqamah adalah kurikulum KTSP dengan memadukan konsep kurikulum sekolah, konsep kurikulum Kemenag dan Kemendikbud. Kurikulum dikembangkan menjadi lima mata pelajaran di antaranya: Qur’an hadits, Akidah Akhlak, Tarikh, Fiqih dan Bahasa Arab. Dalam kurikulum terdapat karakter-karakter yang baik seperti: Ta’at, jujur, bertangungjawab dan menggunakan waktu dengan baik, bahkan Islam sangat menekankan untuk menggunakan waktu dengan baik dan efektif, sebab dalam hal ini Allah sering mengingatkan kita terhadap waktu ini dengan banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan waktu seperti: Ad-Dhuhaa: waktu dhuhaa; Al-‘Ashr: waktu ‘ashar; Al-Lail: waktu malam. Guru

PAI selalu mempersiapkan administrasi pembelajaran berupa silabus, RPP, bahan ajar, sumber belajar dan media pembelajaran, yang mana semua itu dapat meningkatkan pemahaman guru terhadap materi pelajaran.

Keenam, guru-guru PAI di SMP Istiqamah mampu memilih metode yang akan digunakan dalam pembelajaran PAI di kelas, metode yang dipilih cukup bervariatif diantaranya: menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, Inquiry, demonstrasi dengan media pembelajaran dan penggunaan multi media seperti Slide Power Point serta infokus infokus. Dengan demikian, dapat menciptakan suasana Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Hal ini melahirkan tanggapan dan responsiswa-siswa SMP Istiqamah Bandung terhadap pembelajaran PAI cukup baik. Sehingga setelah pembelajaran PAI terjadi perubahan yang baik secara derastis dalam diri siswa.


(49)

B. REKOMENDASI

Setelah peneliti melaksanakan penelitian di SMP Istiqamah Bandung dengan cara observasi, wawancara dan studi pustaka, maka sudah semestinya penulis selaku peneliti untuk mengajukan rekomendasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah ini diantaranya:

1. Pengelola Lembaga Pendidikan, Sekolah dan Madrasah.

Pertama, untuk suksesnya penanaman dan pengembangan karakter disiplin di sekolah, maka yang bertanggung jawab terhadap kedisiplinan sekolah adalah semua unsur yang terlibat di sekolah. Dari mulai kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala TU dan staf, tenaga kependidikan, siswa-siswa, dan satpam harus bekerja sama dan bersama-sama mengembangkan, menanamkan dan membangun disiplin sekolah secara konsekwen dan konsisten. Dengan demikian, suasana sekolah yang kondusip dan disiplin dapat diwujudkan.

Kedua, untuk epektifitas penanaman dan pengembangan karakter disiplin siswa, maka pihak sekolah harus mampu menciptakan pendidik kualifikasi S1 yang sesuai dengan bidangnya, termasuk guru PAI. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan etos kerja dan profesionalisme guru, sehingga guru-guru PAI khususnya mampu menciptakan ide-ide untuk dijadikan program-program sekolah dalam rangka pengembangan karakter disiplin siswa. Selain itu, dukungan penuh dari pihak sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru untuk keberlangsungan program-program tersebut sangat dibutuhkan serta akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan program-program tersebut.


(50)

Ketiga, peran guru-guru PAI dalam pengembangan disiplin siswa di sekolah sangat besar, tetapi hal itu bukan berarti menjadi tangggung jawab guru-guru PAI semata. Peran guru-guru yang lain juga sama besarnya, oleh sebab peran dan fungsi guru-guru lain sangat dibutuhkan untuk lebih menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai disiplin di sekolah.

Keempat, usaha-usaha guru-guru PAI dalam rangka mengembangkan karakter disiplin di sekolah sangat dibutuhkan, oleh sebab itu sebagi guru professional guru-guru PAI harus mampu menciptakan inovasi-inovasi dalam upaya mengembangkan karakter disiplin siswa di sekolah, sehingga lebih terasa berkembang dan maju, terhindar dari kesan monoton dan stagnan.

Kelima, pemahamn guru PAI terhadap materi-materi dalam kurikulum sangat menentukan keberhasilan penanaman dan pengemabagan karakter disiplin siswa, oleh sebab itu guru-guru PAI harus terus meningkatkan kemampuan dan keilmuannya secara kontinyu. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi dan memahami situasi untuk menyesuaikan diri dalam perkembangan zaman dan dunia pendidikan.

Keenam, untuk lebih memudahkan guru dalam mentrasnfer dan menginternalisasi nilai-nilai termasuk nilai karakter disiplin dalam pembelajaran, maka guru-guru PAI dituntu untuk mampu memilih dan menggunakan berbagai macam metode mengajar dan tidak berkutat dengan satu metode saja. Hal itu dilakukan agar tercipta pembelajaran aktif, efektif dan menyenangkan (PAKEM), sehingga akan muncul tanggapan dan respon siswa yang baik terhadap mata pelajaran PAI. Yang pada akhirnya dapat dengan mudah merubah sikap, dan karakter siswa menjadi lebih baik.


(1)

2. Pemerintah

Pertama, agar membantu pihak sekolah dalam mengembangkan karakter disiplin siswa dengan pengawasan, pengarahan dan bimbingan yang intensiv kepada pihak sekolah, dengan demikian pihak sekolah akan merasa diperhatikan oleh pemerintah.

Kedua, membantu pihak sekolah dari segi finansial dan materil untuk menunjang pengembangan karekter disiplin siswa di sekolah. Agar factor-faktor pendukung pengembangan disiplin siswa disekolah dapat diwujudkan.

3. Peneliti selanjutnya

Pertama, karena keterbatasan peneliti dalam mengungkap permasalahan dan temuan-temuan, maka peneliti menganjurkan agar ada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sebagaimana masalah yang dikemukan dalam penelitian ini.

Kedua, disarankan peneliti selanjutnya dapat mengungkapkan permasalahan dan temuan secara lebih komprehensip dan luas. Dengan menggunakan berbagai objek penelitian yang dianngap perlu dalam dunia pendidikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, S. M. N. (1992). Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan

Alberty, H.B. and Alberty, J. (1965). Reorganizing The High School Curriculum. New York: The Mac Millan Company.

Al-Ghazali, AAHM. (Tanpa Tahun). Ihya ‘ulumuddin. Beirut-Libanon: Dar Al-Ma’rifat. Al-Kailani, M.I. (1985). Tatawwur Mafhum al-Nazariyyah at-Tarbawiyyah. Beirut: Dar

Ibnu Katsir.

Al-Qur’an (1985). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI

Alwasilah,A. Chaedar (2007). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan

Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Arifin, H.M. (1993). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Badaruddin, K. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry and Reseach, Choosing among Five

Tradition. London: SAGE Publications, Inc.

Crow, Lester. D. & Crow, Allice. (1960). Introduction To Education. New York: FPMP. Dahlan, M.D. (1988) Posisi Bimbingan Penyuluhan Pendidikan dalam Rangka Ilmu

Pendidikan. Pidato Pengukuhan Jabatan guru Besar dalam Pendidikan di FIP

IKIP Bandung.

Daien, Amir. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Dalyono. (1996). Psikologi Pendidikan. Semarang: Rineka Cipta.

Darajat, Z. (1976). Ilmu Pendidikan Agama. Jakarta: Bulan Bintang

Depdiknas Pusat Kurikulum Balitbang (2002), Pengembangan Kompetensi Lintas

Kurikulum (On Line) Tersedia: http://www.puskur.or.id/kurikulum.shtml.

Djahiri K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Laboratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung.

Djamari (1988). Agama dalam Persepektif Sosiologi Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(3)

Gunarsa, S.D dan Ny. Gunarsa, S.D. (1992). Psikologi Untuk Membimbing, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hamzah, U. Y. (1996). Ma’alim al-Tarbiyah fil Al-Qur’an wa al-Sunnah. Yordan: Dar

Usamah.

Haris, C.W. and Marie, RL. (1960). Encyclopedia Of Education Research. New York: The Mac Millan Company.

Henry, N.B. (1952) The Fifty-First Yearbook of One General Education. Chicago: The University of Chicago Perss.

Hidayat,D.R., Abdurahman, M., dan Nurbayan, Y. (2009): Pendidikan Agama: Urgensi

dan Tantangan. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Pendidikan Disiplin Ilmu. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Bandung: IMTIMA

Hurlock. E. B. (1980). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga. Imron, Ali. (1995). Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya. Jalaluddin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kemendiknas.(2010). Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas.

Kneller, George.F.(1971) Introduction to the philosophy of education. New York: John Willey Sons Inc.

Kourtlsky, M. & Quaranta. L. (1987). Effective Teaching, Principles and Practice. London: Scot Foresman and Company.

Maimun. A, Bisri A.M, Hannanuddin (2003). Profil Pendidikan Agama Islam (PAI)

Model Sekolah Umum Tingkat Dasar. Jakarta: Depag RI

Maksum. H. (1999). Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Maryatin, Teni. (2010). Program Pembiasaan Disiplin Melalui Kegiatan Shalat

Berjamaah dalam Rangka Membangun Generasi Berakhlakul karimah (Tesis).

Bandung: UPI

Masngudin. HMS (2004). Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang

Hubungannya dengan Keberfungsian Sosial Keluarga, Kasus Di Pondok Pinang

Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta. {on line}. Tersedia:

http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/21/ibu-adalah-kartini-sejati/


(4)

Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosda Karya.

Muhaimin, (1999). Etos kerja Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah. (Tidak diterbitkan) Malang: STAIN

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyasa. E. (2003): Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya Muttahari, M. (1983). Manusia dan Agama. Bandung: Mizan

Nasution. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Palardy, M.j. & Murdey, J.C. (1975). Teaching Today, Talks Challenge. New York. Macmillan Publishing, Co. Inc.

Phenix.P.H. (1964).Realms of Meaning: A Philoshopy Of Curriculum For General

Education. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Poerwadarminta (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Power, E.J. (1983). Philosophy Of Education: Studies In Philosophies, Schooling and

Education Polcies. New Jersey: Prentce-Hill, Inc. Englewood.

Prijodarminto (1994). Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarata: PT. Pradaya Paramita Pusat Kurikulum dan Perbukuan, (2011). Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter.

Jakarta: Kemendiknas

Rahman, J.A.r (2005). Tahapan Mendidik Anak Teladan Rasulullah SAW. Bandung: Irsyad Baitus Salam

Rochman, M. (1999). Manajemen Kelas Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru SekolahDasar.

Saodah, T. (2008). Internalisasi Nilai-Nilai Hukum dalam Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Di Pesekolahan (Tesis). Bandung: UPI

Sastrapratedja. SJ, M. (1993). Pendidikan Nilai, dalam Profil Pendidikan Agama Islam

(PAI) Model Pada Sekolah Umum Tingkat Dasar (2003). Jakarta: Depag RI


(5)

Sauri, S., Firmansyah, H., dan Rizal, A.S. (2010). Filsafat Ilmu Pendidikan Agama. Bandung: Arvino Raya

Sauri, S. (1996). Komunikasi Orang Tua Anak dalam Membina Nilai-nilai Agama pada

Keluarga. Bandung: PPs IKIP Bandung.

---. (2009).Membangun Propesionalisme Guru Berbasis Bahasa Santun bagi

Pembinaan Keperibadian Bangsa yang Bijak. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suhada, I. (2006). Strategi dalam Meningkatkan Kedisiplinan Siswa Terhadap Berbagai

Peraturan Sekolah (Tesis). Bandung: UPI.

Suharto, B. (1993). Pengertian, Fungsi, Format, Bimbingan Karya Ilmiah Ilmu Sosial. Bandung: Tarsito.

Sumaatmadja, N. (2002). Pendidikan Pemanusiaan Manusia Manusiawi. Bandung: Alfabeta.

---. (1990). Konsep dan Eksistensi Pendidikan Umum. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Sumantri, E. (2009). Pendidikan Umum dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Pendidikan

Disiplin Ilmu. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. Bandung: IMTIMA

Surakhmad, W. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tehnik. Bandung: Tarsito.

Suryabrata, S. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Susilowati, (2005) http:// digilib. Unnes.ac.id/ gsdl/ collect/ skripsi/ index/ assoc/

HASH01.dir/ doc.pdf.

Syarifudin, Azwar. (2007). Reliabilitas dan Validitas (Third Ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tilaar, H.A.R (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam

Persepektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.

Tulus, T.(2004). Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Gramedia. Undang-undang , RI No. 20 Tahun 2003 (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Bandung:


(6)

Wach, J. (1984). Ilmu Perbandingan Agama (terjemahan Jammannuri). Jakarta: Rajawali.

Wayson, W.W. (1982). Handbook for Developing Schools with Good Discipline,. Indiana: Phi Delta Kappa.

Yulianingsih, Y. (2008). Pembinaan Nilai Disiplin di Lingkungan Pesantren (Studi

Deskriptik di Pesantren Persis No. 67 Benda Nagarasari Kota Tasikmalaya) (Tesis). Bandung: UPI