PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP.
SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN
PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
Oleh
SITI NURHASANAH 0905561
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED
SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN
PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP
Oleh Siti Nurhasanah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
© Siti Nurhasanah 2013 Universitas Pendidikan indonesia
April 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN
KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP
Oleh : Siti Nurhasanah
NIM. 0905561
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,
Dr. Setiya Utari M.Si NIP. 196707251992032
Pembimbing II,
Dr. Selly Feranie M.Si NIP. 197411081999032
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 1968070311992032001
(4)
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN
KONTEN MATERI FISIKA SISWA SMP
Siti Nurhasanah, NIM. 0905561, Pembimbing I: Dr. Setiya Utari, M.Si, Pembimbing II: Dr. Selly Feranie, M.Si, Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI
ABSTRAK
Penelitian berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) untuk Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa SMP” ini dilatarbelakangi oleh rendahnya penguasaan konten materi fisika siswa SMP di sekolah yang dijadikan tempat penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran ISR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experiment dengan desain one group pretest posttest design. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII salah satu SMP di kota Bandung yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan tes penguasaan konten materi fisika berupa soal-soal berbentuk pilihan ganda yang dilakukan pada saat sebelum dan sesudah diterapkannya model pembelajaran ISR. Analisis data yang dilakukan adalah dengan cara menghitung skor gain yang dinormalisasi. Dari hasil analisis data diperoleh skor rata-rata gain ternormalisasi sebesar 0,630. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa SMP setelah diterapkan model pembelajaran ISR berada pada kategori sedang.
Kata kunci : model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR), penguasaan konten materi.
ABSTRACT
The study entitled "Application of Learning Model-Inquiry Based Science Plus Reading (ISR) to Improve Junior High School Students’ Mastery of Physics Content" is caused by the low of students’ mastery of physics content in the junior high school where a place of research. This study aims to determine the increase the students’ mastery of physics content after applying ISR learning model. The method was used in this study were pre-design experiment with one group pretest posttest design. The sample in this study is one of the students of class VII in Bandung selected by purposive sampling technique. Retrieval of data in this study using mastery of physics content test in the form of multiple choices performed at the time before and after the implementation of the learning model of ISR. Data analysis was performed by calculating the normalized gain scores. From the analysis of the data obtained by the average normalized gain of 0.630. It can be concluded that increasing junior high school students’ mastery of physics content after ISR model applied and included middle category.
(5)
ii
Keywords: learning model of Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR), mastery of physics content.
(6)
DAFTAR ISI
halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Struktur Organisasi ... 4
BAB II MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PENGUASAAN KONTEN MATERI FISIKA SISWA ... 6
A. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri ... 6
B. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri ... 7
C. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri ... 11
D. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri ... 12
E. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) ... 13
F. Literasi Sains ... 17
G. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa .... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A. Metode Penelitian ... 23
B. Desain Penelitian ... 23
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 24
D. Definisi Operasional ... 25
E. Instrumen Penelitian... 26
F. Teknik Pengumpulan Data ... 26
G. Prosedur Penelitian... 27
H. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 29
(7)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa ... 36
B. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR ... 38
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
A. Kesimpulan ... 44
B. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Lampiran A Perangkat Pembelajaran 2. Lampiran B Uji Coba Instrumen 3. Lampiran C Instrumen Penelitian 4. Lampiran D Analisis Hasil Penelitian 5. Lampiran E Dokumentasi Penelitian 6. Lampiran F Format Isian
7. Lampiran G Surat-Surat Penelitian 8. Lampiran H Studi Pendahuluan
(8)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di masa mendatang. Siswa perlu dibekali kompetensi tinggi untuk menyiapkan dirinya di masa depan. Komisi tentang Abad ke- 21 (Commission on Education for the “21” Century) dalam Trianto (2010:5) merekomendasikan empat strategi dalam menyukseskan pendidikan yaitu learning to learn, learning to be, learning to do, dan learning to be together. Kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke- 21 ini memuat bagaimana siswa menggali informasi yang ada di sekitarnya, mampu menempatkan diri, mengambil tindakan dan memunculkan ide-ide kreatif, serta sebagai makhluk sosial mampu menghargai dan bekerja sama dengan orang lain.
Kompetensi abad ke- 21 yang sesuai dengan kebutuhan global seperti yang diuraikan diatas adalah literasi sains menurut PISA-OECD (Program for International Student Assessment-Organisation for Economic Cooperation and Development). Literasi sains didefinisikan PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan tentang perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia (OECD, 2003:133).
Literasi sains merupakan ranah studi PISA. Penilaian literasi sains yang dikembangkan PISA mengukur aspek kemampuan konteks, konten, kompetensi dan sikap. Berdasarkan hasil studi PISA 2009, Indonesia menduduki peringkat ke- 59 dari 65 negara dan mendapatkan skor 383 dari skor rata-rata keseluruhan 501. Pada tingkat kemampuan ini, siswa Indonesia pada umumnya dinilai hanya akan mampu mengingat fakta, istilah, dan hukum-hukum ilmiah serta menggunakannya dalam menarik kesimpulan ilmiah yang sederhana. Hal ini juga ditunjukkan berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu SMP di Kota Bandung yang
(9)
bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan konten materi fisika dimana kemampuan tersebut merupakan salah satu aspek literasi sains. Dari 30 soal konten materi fisika yang diujikan diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 67,7 (lampiran H). Dari hasil studi pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa penguasaan konten materi fisika siswa SMP masih rendah.
Berdasarkan paparan permasalahan diatas, diperlukan suatu inovasi model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan konten materi fisika siswa. Pembelajaran fisika tidak cukup sekedar menguasai konsep dan fakta saja, tetapi juga sebaiknya mempelajari berbagai proses / gejala alam melalui kegiatan penemuan. Belajar dari kegiatan penemuan lebih efektif karena lebih memudahkan siswa menerima dan memahami informasi yang diberikan serta melibatkan siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran. Trianto (2010: 152) mengemukakan bahwa pembelajaran sains menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat yang dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan. Model pembelajaran bersifat penemuan / penyelidikan inilah yang disebut inkuiri.
Bruner mengungkapkan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan pembelajaran inkuiri menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Ratna, 1989: 103).
Salah satu model pembelajaran inkuiri yang relevan dengan kebutuhan penelitian adalah Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) yang dikembangkan oleh Zhihui Fang dan Youhua Wei dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion. Dari hasil penelitian dalam jurnal tersebut diungkapkan bahwa kemampuan literasi sains siswa meningkat secara signifikan setelah diterapkannya model pembelajaran ISR. Model pembelajaran ini terdiri dari dua komponen yaitu reading strategy instruction dan home science reading program. Reading strategy instruction
(10)
maksudnya siswa diajarkan strategi membaca selama 15-20 menit setiap minggunya, sedangkan home science reading program maksudnya siswa diberi tugas membaca satu buku sains setiap minggunya. Tugas membaca ini tidak hanya penting untuk meningkatkan pengetahuan siswa tetapi juga melatihkan strategi membaca yang sudah diajarkan.
Melalui model pembelajaran ISR ini, siswa dapat membangun pengetahuan sains secara luas dan tidak terbatas karena siswa diberi kebebasan dalam mendapatkan pengetahuan sains dari berbagai buku sumber atau dari berbagai jenis media informasi terkait materi yang sudah ditetapkan. Tugas membaca ini melatihkan siswa untuk membaca komprehensif dalam memahami sains dan bertujuan membekali pengetahuan yang cukup bagi siswa untuk berinkuiri pada saat kegiatan pebelajaran berlangsung. Namun, pada kenyataannya tugas membaca ini tidak memungkinkan bagi siswa karena kondisi perpustakaan yang belum memadai. Oleh karena itu, pada penelitian yang dilakukan penulis di salah satu SMP di Kota Bandung memodifikasi tugas membaca dengan memberikan sebuah artikel / bacaan dan alamat web terkait bacaan tersebut yang disertai beberapa pertanyaan.
Dari uraian diatas, maka penelitian ini diberi judul “Penerapan Model
Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa SMP”.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah tingkat penguasaan konten materi fisika siswa SMP setelah diterapkannya model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)?”
Rumusan masalah di atas diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)?
(11)
2. Bagaimana tingkat penguasaan konten materi fisika siswa pada setiap aspeknya setelah diterapkannya model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)?
Menurut Sugiono (2008: 38), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dan penguasaan konten materi fisika siswa SMP.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu:
1. Meningkatkan setiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa SMP. 2. Memperoleh gambaran tentang profil membaca siswa SMP.
3. Mengetahui implementasi model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR).
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dengan penerapan model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) ini diharapkan dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif dalam meningkatkan penguasaan konten materi fisika siswa SMP.
E. Struktur Organisasi
Adapun rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian
(12)
e. Struktur Organisasi
2. Bab II Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dan Kaitannya dengan Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
a. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri b. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri c. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri e. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)
f. Literasi Sains
g. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
3. Bab III Metode Penelitian a. Metode Penelitian b. Desain Penelitian
c. Populasi dan Sampel Penelitian d. Definisi Operasional
e. Instrumen Penelitian f. Teknik Pengumpulan Data g. Prosedur Penelitian
h. Teknik Analisis Instrumen Penelitian i. Teknik Pengolahan Data
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa b. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR
c. Pembahasan Hasil Penelitian 5. Bab V Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan b. Saran
(13)
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY-BASED SCIENCE PLUS READING (ISR) DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN PENGUASAAN
KONTEN MATERI FISIKA SISWA
Pembelajaran sains tidak cukup sekedar menguasai teori saja, tetapi juga dapat menerapkan teori tersebut dalam kehidupan nyata. Sehingga, alangkah lebih baik jika siswa belajar sains dari pengalaman, karena pengalaman yang dialami siswa akan tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Pengalaman ini dapat diperoleh siswa melalui pembelajaran yang bersifat penemuan / inkuiri dengan melakukan kegiatan penyelidikan / penelitian terhadap suatu permasalahan. Penemuan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri (Kunandar, 2008).
Pembelajaran bersifat penemuan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan berperan aktif dalam memecahkan masalah, membuat keputusan, serta memperoleh keterampilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Schlenker (1991) dalam Joyce et.al (2009) bahwa “latihan penyelidikan akan meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuan, produktivitas dalam berpikir kreatif, dan keterampilan-keterampilan dalam memproses informasi.” Sehingga siswa tidak hanya belajar konsep dan fakta saja, melainkan mereka mempelajari berbagai proses yang terlibat dalam pemantapan konsep dan fakta.
A. Konsep Dasar Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang berarti mengadakan penyelidikan. Gulo (2002) dalam Trianto (2010: 166) menyatakan strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Teori Bruner mengungkapkan pembelajaran inkuiri merupakan suatu
(14)
model pembelajaran yang lebih menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar. Dalam pembelajaran inkuiri, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari suatu struktur materi (Woolfolk, 1997: 317) (dalam Trianto, 2010: 80).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, jadi model pembelajaran inkuiri adalah suatu model yang menuntut siswa untuk lebih aktif dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan untuk menemukan sendiri suatu konsep dimana guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu kegiatan diskusi. Inkuiri memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif bagi siswa. Siswa belajar menjadi seorang ilmuan dimana mereka diberi kesempatan untuk menyelidiki dan mencari jawaban sendiri.
B. Langkah-Langkah Pembelajaran Inkuiri
Langkah-langkah pembelajaran inkuiri menurut Wenning (2011) sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi masalah untuk dijadikan penyelidikan. 2. Jika tepat:
a. Menggunakan pola pikir induktif dalam merumuskan hipotesis secara logis dan didukung oleh fakta-fakta.
b. Menggunakan pola pikir deduktif dalam membuat prediksi dari hipotesis. c. Merancang prosedur eksperimen untuk menguji hipotesis.
3. Menghubungkan eksperimen sains, observasi atau simulasi untuk menguji hipotesis:
a. Mengidentifikasi sistem eksperimen.
b. Mengidentifikasi dan menjelaskan variabel secara operasional. c. Mengaitkan suatu ekperimen kontrol atau observasi.
4. Mengumpulkan data, mengorganisasi data, dan menganalisa data secara akurat dan tepat:
(15)
a. Menganalisis data guna menemukan kecenderungan dan keterkaitannya. b. Merancang dan menginterpretasikan suatu grafik.
c. Mengembangkan sebuah prinsip dengan induksi atau hukum berdasarkan bukti yang menggunakan metode grafik atau model matematika lainnya. 5. Mampu mengaplikasikan perhitungan statistik dalam pengolahan data untuk
mengambil kesimpulan:
a. Menggunakan teknologi dan matematika selama kegiatan penyelidikan. b. Mengaplikasikan metode statistik untuk membuat prediksi dan menguji
keakuratan hasil pengamatan.
c. Menggambarkan kesimpulan yang tepat berdasarkan bukti.
6. Dapat menjelaskan secara logis hasil eksperimen jika data yang diinginkan tidak didapat:
a. Memformulasikan sebuah hipotesis pilihan / alternatif atau model jika perlu.
b. Mengidentifikasi dan mengkomunikasikan sumber kesalahan eksperimen yang tidak bisa dihindari.
c. Mengidentifikasi kemungkinan alasan untuk hasil yang tidak tetap seperti sumber kesalahan atau kondisi yang tidak terkontrol.
7. Menggunakan teknologi yang ada, melaporkan / mempresentasikan, menunjukkan, dan mempertahankan hasil pengamatan kepada orang lain yang ahli secara teknis dan profesional.
Langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang diterapkan oleh penulis dalam penelitian disesuaikan dengan kondisi subjek penelitiannya yaitu siswa SMP. Adapun rincian langkah-langkah pembelajaran inkuiri di kelas sebagai berikut: 1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah awal membina suasana pembelajaran responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan kegiatan pembelajaran. Guru menyajikan kejadian-kejadian atau fenomena yang memungkinkan siswa untuk menemukan permasalahan. Sehingga siswa
(16)
terangsang untuk berpikir memecahkan masalah dengan diberi pertanyaan-pertanyaan arahan dari guru.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu permasalahan. Guru membimbing siswa merumuskan masalah penelitian berdasarkan kejadian dan fenomena yang disajikannya. Permasalahan yang disajikan adalah permasalahan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan jawabannya. Permasalahan dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. Proses mencari jawaban inilah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan yang harus dimiliki siswa yaitu menebak atau mengira-ngira dari suatu permasalahan. Ketika siswa sudah mampu membuktikan hipotesisnya, maka akan sampai pada posisi yang dapat mendorong siswa untuk berpikir lebih lanjut. 4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses ini memerlukan motivasi yang kuat, ketekunan, dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh karena itu, tugas dan peran guru dalam langkah ini adalah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Hipotesis berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
(17)
Langkah terakhir adalah merumuskan kesimpulan. Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kompetensi merumuskan kesimpulan sangat penting dimillki siswa. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru menunjukkan data yang relevan pada siswa sehingga hasil dari kegiatan inkuiri mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
C. Macam-Macam Pembelajaran Inkuiri
Carl J. Wenning dalam tulisannya yang berjudul Level of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry process menyatakan bahwa tahapan inkuiri terdiri dari delapan macam yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, guided inquiry lab, bounded inquiry lab, free inquiry lab, pure hypothetical inquiry, dan applied hypothetical inquiry (Wenning, 2005). Berikut ini penjelasan dari kedelapan macam tahapan tersebut. 1. Discovery Learning
Discovery learning merupakan bentuk paling fundamental dalam pembelajaran inkuiri yang didasarkan pada pendekatan ”Eureka! I have found it!”. Pada tahap ini, pembelajaran inkuiri tidak berfokus dalam menemukan penerapan pengetahuan, tetapi membangun konsep dan pengetahuan dari pengalaman.
2. Interactive Demonstration
Interactive Demonstration berarti guru menyajikan pembelajaran sains melalui kegiatan demonstrasi yang melibatkan siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan arahan kepada siswa yang bertujuan untuk menghadirkan respon-respon seperti prediksi, penjelasan lebih lanjut, dan menarik kesimpulan.
3. Inquiry Lesson
Inquiry lesson merupakan tahap lanjutan dari demonstrasi interaktif menuju tahap laboratory experience. Inquiry lesson hampir mirip dengan demonstrasi interaktif, namun sebenarnya terdapat perbedaan penting. Pada tahap ini terdapat kegiatan eksperimen sains yang lebih kompleks daripada demonstrasi
(18)
interaktif. Selain itu, dalam tahapan ini bimbingan guru lebih banyak diberikan secara langsung menggunakan strategi pertanyaan. Guru membantu siswa selama proses eksperimen berlangsung dimana siswa belajar mengidentifikasi jenis-jenis variabel, dan mengontrol variabel-variabel tersebut.
4. Guided Inquiry Lab
Pada pendekatan inkuiri bentuk ini, guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan pada suatu diskusi. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Dengan pendekatan ini siswa belajar lebih beorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru hingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik suatu kesimpulan secara mandiri. 5. Bounded Inquiry Lab
Tahap selanjutnya yaitu bounded inquiry lab, dimana siswa merancang dan mengadakan eksperimen tanpa banyaknya panduan dari guru, tidak sebanyak pada tahap guided inquiry lab. Pada tahap ini siswa dilatih menyelesaikan permasalahan secara mandiri meski masih mendapat panduan dari guru.
6. Free Inquiry Lab
Pada tahap ini menempatkan siswa seolah-olah bekerja seperti seorang ilmuwan. Siswa diberi kebebasan menentukan permasalahan untuk diselidiki, menemukan, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan merancang prosedur. Selama proses ini, bimbingan dari guru sangat sedikit diberikan atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Ada kemungkinan siswa mempunyai alternatif pemecahan masalah lebih dari satu cara, karena tergantung bagaimana cara mereka mengkonstruksi jawabannya sendiri. Namun, pendekatan ini jarang diterapkan karena membutuhkan kemampuan yang lebih dari siswa.
7. Pure Hypothetical Inquiry
Pendekatan ini maksudnya riset yang dilakukan secara empiris penjelasan hipotesis dari hukum-hukum dan menggunkan hipotesis tersebut untuk menjelaskan berbagai fenomena. Hasil yang akan diperoleh pada tahap ini yaitu
(19)
pembuktian dari hukum-hukum sebelumnya atau pembuktian dari kesalahan hukum-hukum tersebut sehingga memunculkan teori-teori baru.
8. Applied Hypothetical Inquiry
Pada tahap ini menempatkan siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan nyata. Siswa harus membangun sebuah masalah untuk memformulasikan hipotesisdari fakta-fakta, kemudian memberikan argumen yang logis untuk mendukung hipotesis mereka.
D. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri
Beberapa keunggulan dan kelemahan pembelajaran inkuiri menurut Hanafiah dan Suhana (2012: 79) sebagai berikut.
1. Keunggulan
a. Membantu siswa untuk mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif.
b. Siswa memperoleh pengetahuan secara mandiri sehingga dapat memahami dan menyimpan pengetahuan yang diperolehnya dalam memori jangka panjangnya.
c. Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar siswa untuk belajar lebih giat lagi.
d. Memberikan peluang untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing.
e. Memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses menemukan sendiri karena pembelajaran berpusat pada siswa dengan peran guru yang terbatas.
2. Kelemahan
a. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
b. Pada kenyataan di lapangan, kondisi kelas yang gemuk (banyak siswa) yang menyebabkan pembelajaran inkuiri tidak memuaskan.
(20)
c. Guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan PBM gaya lama maka dengan pembelajaran inkuiri akan mengecewakan.
d. Proses dalam pembelajaran inkuri terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan sikap dan keterampilan bagi siswa.
E. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)
Model pembelajaran inkuiri banyak dikembangkan dalam penelitian, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhihui Fang dan Youhua Wei (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion. Penelitian ini mengkombinasikan antara model pembelajaran inkuiri dengan strategi membaca. Model pembelajarannya dinamakan Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR). Strategi membaca diperlukan guna memudahkan siswa dalam mempelajari sains khususnya mata pelajaran fisika.
Model pembelajaran ISR terdiri dari dua komponen reading infusion yaitu reading strategy instruction dan home science reading program. Reading strategy instruction ini berupa strategi membaca yang diajarkan oleh guru kepada siswa. Sedangkan home science reading program, siswa ditugaskan untuk membaca buku terkait materi yang ditentukan setiap minggunya. Tugas membaca ini bertujuan untuk melatihkan kemampuan memahami bacaan siswa setelah strategi membaca diajarkan. Namun, pada kenyataannya tugas membaca ini tidak memungkinkan bagi siswa karena kondisi perpustakaan yang belum memadai. Oleh karena itu, pada penelitian yang dilakukan penulis di salah satu SMP di Kota Bandung memodifikasi tugas membaca dengan memberikan sebuah artikel / bacaan dan alamat web terkait bacaan tersebut yang disertai beberapa pertanyaan.
Beberapa hari sebelum pembelajaran, guru memberikan reading task berupa bahan bacaan / artikel yang disertai alamat web agar siswa membaca dan mengkaji isi bacaan dengan menjawab beberapa pertanyaan terkait bacaan tersebut. Bacaan ini bersifat kontekstual dan berhubungan dengan materi yang akan diberikan pada saat pembelajaran inkuiri. Saat pemberian artikel, guru
(21)
mengajarkan strategi membaca kepada siswa selama 15-20 menit. Reading task ini bertujuan membekali siswa agar memiliki pengetahuan yang cukup untuk berinkuiri. Sehingga ketika proses pembelajaran dengan inkuiri, diharapkan siswa sudah siap berinkuiri. Setelah proses pembelajaran selesai, guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk membuat proyek sains melalui LKS yang sudah disiapkan. Proyek sains dibuat sebagai tugas kelompok yang dikerjakan di rumah. Sehingga setiap kelompok dapat berkreasi membuat proyek sains karena sumber informasi yang digunakan untuk mendukung dalam proses pembuatannya bisa dari internet, buku, dan sebagainya.
Cara membaca seseorang mempengaruhi apa yang didapat dari hasil membacanya itu. Maka strategi membaca dipandang penting dalam pembelajaran sains, karena siswa diajarkan bagaimana cara membaca komprehensif sehingga strategi ini membantu siswa dalam menentukan konsep-konsep inti dari sumber yang dibacanya. Menurut Zhihui et.al (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion menyatakan:
“On one hand, science is an organized human activity that seeks knowledge about the natural world in a systematic way. It requires the use of scientific methods for observing, identifying, describing, and experimentally investigating the natural phenomenon. On the other hand, science is also a form of discourse that involves the use of language, particularly written language. Scientists use language in conducting scientific inquiries and in constructing theoretical explanations of the natural phenomenon. They also use language to communicate scientific knowledge, principles, procedures, and reasoning to others.”
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pada satu sisi pembelajaran sains bersifat ilmiah yakni menggunakan metode-metode ilmiah dalam pembelajarannya, namun di lain sisi pembelajaran sains melibatkan penggunaan bahasa dalam menghubungkan penemuan-penemuan sains dan membangun penjelasan teori dari fenomena alam. Jadi penggunaan bahasa berperan penting
(22)
dalam meningkatkan atau menambah vocabulary (perbendaharaan kata) dan comprehension (pemahaman) mengenai konsep-konsep fisika.
Strategi membaca yang dijadikan rujukan oleh penulis yaitu Collaborative Strategic Reading (CSR) menurut Janette Klingner. Berikut adalah gambar alur perencanaan strategi membaca CSR.
Gambar 2.1 Perencanaan Strategi Membaca CSR (Klingner, 2010)
Berdasarkan gambar 2.2 diatas, strategi membaca CSR terbagi kedalam tiga bagian yaitu:
a. Sebelum Membaca
Preview (pendahuluan)
Berdasarkan gambar 2.2 terdapat dua komponen preview yaitu brainstorm dan predict. Brainstorm berarti menunjukkan apa yang sudah diketahui siswa mengenai topik yang akan dibaca. Sedangkan predict berarti memprediksikan apa yang akan siswa dapatkan dari hasil membaca topik tersebut.
Pada tahap ini siswa terlebih dahulu meninjau seluruh bacaan untuk membaca setiap bagiannya. Tujuan dari preview ini yaitu untuk membangun dan
(23)
mengaktifkan pengetahuan dasar siswa mengenai topik bacaan, mempelajari bacaan selama yang mereka bisa dalam waktu singkat, membantu siswa membuat prediksi mengenai apa yang akan mereka pelajari, menumbuhkan minat siswa dalam bacaan yang diberikan dan mengajak siswa untuk membaca aktif dari awal. b. Selama Membaca
Click and clunk (permasalahan)
Tujuan dari click dan clunk yaitu siswa dapat memonitor sejauhmana pemahaman membaca mereka, mengidentifikasi ketika mempunyai kesulitan /
permasalahan dalam memahami bacaan, menggunakan strategi “fix-up” untuk menemukan solusinya, mengidentifikasi dan menjelaskan strategi yang hendak digunakan dan alasan menggunakan strategi tersebut.
Strategi “fix-up” terdiri dari 1) mengulangi bacaan yang sulit dimengerti dan mencari ide pokok untuk membantu kita memahaminya, 2) membaca kembali bacaan sebelum dan sesudah mencari petunjuk (clue), 3) mencari petunjuk di awal bacaan, akar kata, dan di akhir bacaan, 4) memisahkan kalimat menjadi bagian-bagian kata yang lebih kecil yang bisa dimengerti.
Get the Gist (buat intisari)
Siswa mempelajari untuk mendapatkan intisari dengan mengidentifikasi
ide pokok dari setiap bagian paragraf. Tujuan dari “get the gist” ini yaitu mengajarkan siswa untuk mengemukakan kembali gagasan penting dari bacaan dengan menggunakan kata-kata sendiri sebagai bukti bahwa mereka sudah paham mengenai apa yang mereka baca, dan meningkatkan daya ingat siswa terhadap apa yang sudah dipelajari. Untuk mendapatkan intisari dari bacaan, siswa perlu mengidentifikasi siapa atau apa yang paling penting dari setiap paragraf, mengemukakan ide pokok mengenai siapa atau apa dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri, dan membuat intisari sesingkat mungkin dalam beberapa kalimat.
c. Setelah Membaca
Wrap-Up (penutup)
Siswa menutup kegiatan membaca ini dengan merumuskan pertanyaan mengenai apa yang sudah mereka pelajari dan dengan meninjau kembali ide-ide
(24)
pokok setiap bagian bacaan. Tujuan dari tahap ini yaitu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan daya ingat siswa mengenai apa yang mereka baca.
F. Literasi Sains
Definisi literasi sains secara harfiah berasal dari bahasa inggris, “literacy”
berarti melek huruf dan “science” berarti ilmu pengetahuan. Pembaharuan pendidikan sains di Australia (Curriculum Corporation, 1994), Canada (Council of Ministers of Education, Canada, 1997), New Zealand (Ministry of Education, 1993), Inggris (Department of Education, 1995), dan Amerika serikat (National Research Council, 1996) mempromosikan suatu standar definisi literasi sains sebagai kemampuan dan kebiasaan pemikiran yang diperlukan untuk membangun pemahaman sains, menerapkan ide-ide kreatif pada permasalahan yang nyata dan isu-isu yang melibatkan sains, teknologi, masyarakat, dan lingkungan, serta menginformasikan dan mengajak orang lain untuk mengambil tindakan berdasarkan ide-ide ilmiah tersebut (Hand, Prain, & Yore, 2001).
Salah satu indikator keberhasilan siswa menguasai berpikir logis, berpikir kreatif, dan teknologi dapat dilihat dari penguasaan konten materi yang merupakan salah satu ranah literasi sains yang didefinisikan oleh PISA. Literasi sains didefinisikan PISA (2009) sebagai berikut.
Pengetahuan dan menggunakan pengetahuan tersebut untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah dan menggambarkan kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah.
Mengutamakan karakteristik ilmiah sebagai suatu bentuk pengetahuan manusia dan penyelidikan.
Bagaimana sains dan teknologi membentuk materi, intelektual, dan kebudayaan lingkungan kita.
Kesediaan untuk ikut serta dalam memecahkan isu-isu yang berkaitan dengan sains dan memberikan ide-ide ilmiah sebagai kesadaran masyarakat.
Berikut adalah kerangka literasi sains PISA 2009 yang dijadikan indikator penilaian literasi sains siswa.
(25)
menuntut orang agar
dipengaruhi
oleh
Gambar 2.2 Kerangka Penilaian Sains PISA 2009 (OECD, 2009: 130)
Berdasarkan kerangka diatas, aspek literasi sains terdiri dari konteks, pengetahuan (konten), sikap dan kompetensi (proses) sains. Namun, pada penelitian ini aspek yang dijadikan bahan penelitian dibatasi hanya pengetahuan saja atau penguasaan konten materi fisika. Berikut ini penjelasan dari setiap aspek tersebut.
1. Konteks
Konteks berarti kemampuan dalam mengenali situasi kehidupan yang melibatkan pengetahuan sains dan teknologi. Sebuah aspek penting dari penilaian literasi sains PISA adalah melibatkan sains dalam berbagai situasi untuk menghadapi isu-isu ilmiah, pilihan metode dan representasi berdasarkan situasi yang disajikan. Penilaian dibingkai tidak hanya terbatas pada lingkungan atau kehidupan di sekolah saja, tetapi juga situasi kehidupan umum. Berikut ini disajikan tabel yang berisikan komponen-komponen konteks sains (PISA, 2009).
Konteks Situasi kehidupan yang memerlukan sains dan teknologi Pengetahuan
Apa yang mereka ketahui:
alam dan teknologi sains Sikap Bagaimana mereka merespon sains: minat dukungan terhadap penyelidikan ilmiah
tanggung jawab terhadap lingkungan Kompetensi Mengidentifikasi masalah sains Menjelaskan fenomena secara ilmiah Memanfaatkan data sains
(26)
Tabel 2.1 Penilaian Konteks Sains (PISA, 2009)
Aspek Personal Sosial Global
Kesehatan menjaga kesehatan, kecelakaan dan nutrisi pengendalian penyakit, transmisi social, pilihan menu makanan dan komunitas kesehatan
epidemik dan penyebaran penyakit infeksi
Sumber Daya Alam
konsumsi bahan dan energi untuk kebutuhan pribadi
menjaga populasi manusia, kualitas hidup, keamanan,produksi dan distribusi makanan, persediaan energi
sumber energi yang dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui, sistem alam, pertumbuhan populasi, dan kelestarian spesies Lingkungan perilaku ramah lingkungan, penggunaan dan pembungan bahan
sebaran populasi, tidak boros, dampak
lingkungan, dan cuaca local
keragaman makhluk hidup, kelestarian ekologi, pengendalian polusi, produksi dan hilangnya tanah subur
Bahaya
induksi alam dan manusia, serta keputusan tentang perumahan
perubahan di bumi (gempa bumi, cuaca buruk, erosi, sedimentasi), penilaian resiko
perubahan iklim dan dampak peperangan Penemuan Baru (sains & teknologi) minat dalam menjelaskan fenomena alam, hobi dalam sains, olah raga, musik, & teknologi pribadi
material baru,
perlengkapan & proses, modifikasi genetika, alat transportasi, teknologi persenjataan
penciptaan spesias, eksplorasi luar angkasa, asal usul dan struktur alam semesta
2. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud adalah ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu. Pengetahuan ini mengacu pada konsep-konsep inti sains yang digunakan untuk memahami fenomena alam dan menjelaskan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Berikut penjelasan tentang kedua hal tersebut.
a. Ilmu Pengetahuan
Tujuan dari PISA adalah menggambarkan sejauhmana siswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan dalam konteks yang relevan bagi kehidupan mereka. Penilaian pengetahuan dipilih dari fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan antariksa, dan teknologi yang berdasarkan kriteria berikut ini.
(27)
1) Relevansi dalam situasi kehidupan nyata: pengetahuan ilmiah berbeda dalam tingkatan yang berguna dalam kehidupan pribadi.
2) Pengetahuan yang dipilih mewakili konsep-konsep penting dan memiliki utilitas abadi.
3) Pengetahuan yang dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan siswa usia 15 tahun.
b. Pengetahuan Tentang Ilmu
PISA mengklasifikasikan pengetahuan tentang ilmu kedalam dua kategori yaitu penyelidikan ilmiah (scientific inquiry) dan penjelasan ilmiah (scientific explanation). Penyelidikan ilmiah yang dimaksud adalah merumuskan pertanyaan ilmiah, merumuskan tujuan, bereksperimen, mengambil data, mengolah data, dan menyimpulkan hasil eksperimen. Sedangkan penjelasan ilmiah artinya penyelidikan harus berdasarkan teori, merepresentasi data, berimajinasi dan logis, konsisten, berdasarkan bukti, pengetahuan terkini, menghasilkan pengetahuan baru, metode & teknologi baru, serta mengarahkan pada pertanyaan & penyelidikan baru.
3. Sikap
Sikap berarti sejauhmana sikap siswa dalam merespon sains. Sikap menunjukkan minat dalam mempelajari ilmu pengetahuan, dukungan terhadap penyelidikan ilmiah dan motivasi untuk bertindak secara bertanggungjawab terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Pada penelitian ini, sikap ilmiah tidak diteliti dikarenakan sulit untuk mengukur sikap setiap siswa.
4. Kompetensi
Penilaian sains PISA 2009 dalam aspek kompetensi yang dimaksud adalah mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah. Berikut penjelasan dari setiap kompetensi tersebut. a. Mengidentifikasi Pertanyaan Ilmiah
Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang meminta jawaban berdasarkan bukti ilmiah yang dalamnya mengenal pertanyaan yang mungkin diselidiki secara ilmiah dalam situasi yang diberikan dan mengidentifikasi kata-kata kunci untuk mencari informasi ilmiah tentang suatu topik dari bacaan yang disajikan.
(28)
b. Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah
Kompetensi ini mencakup mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi perubahan. Kompetensi ini melibatkan pengenalan dan identifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang sesuai.
c. Menggunakan Bukti Ilmiah
Kompetensi yang dimaksud yaitu menginterpretasikan informasi ilmiah, menarik kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah, memilih dari alternatif-alternatif kesimpulan yang terkait bukti yang diberikan, memberikan alasan untuk setuju atau menolak kesimpulan yang ditarik dari data yang tersedia, mengidentifikasi asumsi-asumsi yang dibuat dalam mencapai kesimpulan, serta membuat refleksi berdasarkan implikasi sosial dari kesimpulan ilmiah.
G. Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dalam Meningkatkan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
Model pembelajaran ISR merupakan kombinasi antara pembelajaran inkuiri dan strategi membaca. Zhihui et.al (2010:264) dalam jurnalnya yang berjudul Improving Middle School Students’ Science Literacy Through Reading Infusion menyatakan “...combining reading and science instruction has the potential to improve science reading comprehension and science content learning, helping promote the development of science literacy.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kombinasi antara pengajaran sains dan membaca memiliki potensial dalam meningkatkan pemahaman membaca teks sains dan pembelajaran konten sains, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan penguasaan konten materi siswa. Oleh karena itu pembelajaran inkuiri yang mengajarkan strategi membaca komprehensif menjadi perlu untuk diterapkan.
Berdasarkan paparan pada kajian teori sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan perilaku
(29)
(Nanang dan Cucu, 2012: 77). Melalui kegiatan berinkuiri, siswa memperoleh pengetahuan dari pengalaman-pengalaman belajar selama pembelajaran berlangsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap aspek konten yaitu ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu terlatihkan dalam pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR). Berikut ini dipaparkan hubungan sintaks atau tahapan model pembelajaran ISR dengan penguasaan konten materi fisika siswa.
Tabel 2.2 Hubungan Sintaks Model Pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dengan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
Tahapan Model Pembelajaran
ISR Aktivitas Pembelajaran
Aspek Penguasaan Konten yang Dilatihkan Reading Strategy Instruction Strategi Membaca CSR - Ilmu pengetahuan Home Science Reading Program
Reading task /
Tugas Membaca Artikel - Ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu Inquiry Lesson Orientasi
Siswa menerima apersepsi, motivasi dan konflik kognitif Ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu Merumuskan masalah
Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi permasalahan Pengetahuan tentang ilmu Merumuskan Hipotesis
Siswa berhipotesis terkait permasalahan Pengetahuan tentang ilmu Mengumpulkan Data Siswa mengidentifikasi variabel, menyusun prosedur, & mengamati demontrasi percobaan
Pengetahuan tentang ilmu
Menguji Hipotesis
Siswa mengolah data dan menganalisis data
Pengetahuan tentang ilmu Merumuskan
Kesimpulan
Siswa menyimpulkan hasil percobaan dan
mempresentasikannya
Pengetahuan tentang ilmu
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dalam setiap tahapan pembelajaran inkuiri terlatihkan pula aspek penguasaan konten materi. Dengan demikian diharapkan penerapan model pembelajaran ISR ini dapat meningkatkan penguasaan konten materi fisika siswa SMP.
(30)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan rancangan penelitian yang menggambarkan prosedur atau langkah-langkah kegiatan penelitian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wirartha (2006: 76) bahwa metode penelitian adalah suatu cara atau prosedur untuk memperoleh pemecahan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Pada penelitian ini subjek penelitian yang diteliti hanya satu kelas dan tidak ada kelas kontrol, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Pre-Experiment.
Metode Pre-Experiment bertujuan untuk memperoleh data dengan memanipulasi variabel-variabel yang sulit dikontrol. Penelitian yang dilakukan di dalam kelas tidak memungkinkan mengontrol semua variabel karena antar variabel dapat saling mempengaruhi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan suatu metode penelitian yang dapat memanipulasi semua variabel dan karakteristik subjek yang diteliti. Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah metode Pre-Experiment, dimana metode ini menggunakan rancangan yang memungkinkan dapat mengendalikan situasi yang ada.
Metode Pre-Experiment ini pernah digunakan oleh Bozdoğan dan Yalçin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Determining the Influence of a Science Exhibition Center Training Program on Elementary Pupils’ Interest and Achievement in Science.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan perencanaan penelitian mengenai bagaimana penelitian dilaksanakan. Penentuan desain penelitian bergantung pada tujuan penelitian itu sendiri. Sesuai dengan tujuan dan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu tentang bagaimana peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkan model pembelajaran Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) dan dikarenakan subjek penelitiannya hanya satu kelompok kelas eksperimen dan
(31)
tidak ada kelompok kelas kontrol, maka desain penelitian yang digunakan ialah one group pretest-posttest design. Pretest dilaksanakan sebelum subjek penelitian diberi perlakuan dan posttest dilaksanakan setelah subjek penelitian diberi perlakuan. Desian penelitian ini pernah digunakan oleh Bozdoğan dan Yalçin (2009). Berikut merupakan tabel desain penelitian one group pretest posttest design (Sugiono, 2008: 111).
Tabel 3.1 Tabel One Group Pretest Posttest Design
Keterangan:
S1 = pretest (tes awal),
X = treatment (perlakuan) dengan menerapkan model pembelajaran ISR, S2 = posttest (tes akhir).
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam metode penelitian, kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi masalah sasaran penelitian (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 151). Sedangkan sampel adalah suatu contoh dari populasi atau sebagian dari populasi yang diharapkan dapat menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan (Masyhuri dan Zainuddin, 2008: 155). Oleh karena itu sampel yang diambil dari populasi sebaiknya representatif (mewakili).
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP negeri di Kota Bandung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII. Sedangkan sampel yang dijadikan dalam penelitian adalah salah satu kelas VII di sekolah tersebut yang terdiri dari 33 siswa. Kelas VII ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih sengaja menyesuaikan dengan tujuan penelitian (Purwanto, 2012:257). Kelas VII ini memiliki kemampuan tingkat kognitif yang sedang dibandingkan dengan kelas VII lainnya.
Pretest Treatment Posttest
(32)
D. Definisi Operasional
Variabel-variabel yang akan diteliti harus didefinisikan secara operasional, yaitu definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (di observasi), sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain (Narbuko dan Achmadi, 2009: 61).
Beberapa istilah perlu didefinisikan agar diperoleh penegasan-penegasan serta gambaran yang jelas dan tepat yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian sebagai berikut.
1. Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR)
Inquiry-Based Science Plus Reading (ISR) merupakan suatu model pembelajaran ilmiah bersifat inkuiri (penemuan) yang dikombinasikan dengan strategi membaca (reading infusion). Strategi membaca yang dijadikan rujukan oleh penulis yaitu Collaborative Strategic Reading (CSR) menurut Janette Klingner. Model pembelajaran ISR menurut Zhihui Fang dan Youhua Wei terdiri dari dua komponen reading infusion yaitu reading strategi instruction dan home science reading program. Sedangkan model pembelajaran inkuiri yang diterapkan saat pembelajaran di kelas adalah inquiry lesson. Model ini bertujuan membantu siswa dalam memproses informasi yang dimiliki atau dari input menjadi output yang berguna untuk memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupannya. Untuk mengukur keterlaksanaan pembelajaran dengan model ISR dilakukan observasi terhadap kegiatan guru menggunakan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran berdasarkan RPP yang dirancang.
2. Penguasaan konten materi adalah pemahaman terhadap alam atas dasar pengetahuan ilmiah yang mencakup ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu. Kategori ilmu pengetahuan dalam penelitian ini adalah fisika yang mencakup materi pemuaian. Sedangkan pengetahuan tentang ilmu terdiri dari dua kriteria yaitu penyelidikan ilmiah dan penjelasan ilmiah. Penguasaan konten materi ini diukur melalui instrumen tes berupa soal pilihan ganda yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran (posttest).
(33)
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat untuk memperoleh data hasil penelitian. Arikunto (2006) mengungkapkan bahwa instrumen penelitian digolongkan menjadi dua macam yaitu instrumen tes dan non tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan dan variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan untuk memperoleh data penguasaan konten materi fisika siswa berbentuk soal pilihan ganda yang memuat aspek ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang ilmu. Tes ini dilakukan dua kali yaitu sebelum perlakuan dan setelah perlakuan.
2. Instrumen Non Tes
Instrumen non tes ini adalah gambaran aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan diterapkannya model pembelajaran ISR. Instrumennya berupa lembar observasi partisipasi pengamat yaitu dengan menggunakan tanda checklis pada kolom susunan aktivitas serta terdapat kolom yang memuat saran-saran observer selama proses pembelajaran.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data penelitian (Riduwan, 2012: 69). Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan ialah tes dan observasi.
1. Tes
Menurut Arikuto (1997: 30), “tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program”. Dalam penelitian ini, instrumen tes yang digunakan adalah tes tertulis berupa soal pilihan ganda yang memuat setiap penguasaan konten materi fisika.
2. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi dilakukan ketika model pembelajaran diterapkan. Lembar observasi ini dibuat dalam bentuk isian yang harus dijawab “ya” atau “tidak” dan disertai dengan keterangan
(34)
jawaban tersebut. Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui terlaksana atau tidaknya model pembelajaran ISR. Lembar observasi ini diberikan kepada observer yang merupakan rekan-rekan mahasiswa.
G. Prosedur Penelitian
Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:
a. Tahap Studi Pendahuluan
1. Melakukan studi pendahuluan dengan manganalisis nilai LKS dan LDS siswa selama pembelajaran di kelas.
2. Melakukan studi literatur mengenai teori yang melandasi penelitian. 3. Merumuskan masalah penelitian berdasarkan hasil studi pendahuluan. 4. Menyusun proposal penelitian.
b. Tahap Perencanaan
1. Melakukan studi kurikulum SK dan KD mata pelajaran fisika mengenai pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian.
2. Menyusun perangkat pembelajaran berupa RPP dan bahan ajar sesuai dengan model pembelajaran ISR.
3. Menyusun instrumen penelitian yang meliputi kisi-kisi soal dan format observasi keterlaksanan model pembelajaran.
4. Membuat surat ijin penelitian.
5. Mengkonsultasikan dan men-judgment instrumen penelitian kepada dua dosen fisika dan satu guru mata pelajaran fisika.
6. Mengujicobakan instrumen penelitian yang telah di-judgment.
7. Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian, kemudian menentukan soal yang layak untuk dijadikan insrumen penelitian.
c. Tahap Pelaksanaan
1. Memberikan pretest kepada sampel penelitian.
(35)
3. Memberikan posttest kepada sampel guna mengetahui peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran ISR.
d. Tahap Akhir
1. Mengolah data hasil pretest dan posttest.
2. Menganalisis peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa. 3. Memberikan kesimpulan dan saran.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut:
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Studi literatur tentang model
pembelajaran ISR dan komponen literasi sains
Mempelajari SK dan KD mata pelajaran fisika Studi pendahuluan
melalui analisis LKS dan LDS siswa
Menyusun instrumen penelitian Menyusun artikel &
kerangka proyek sains
Menyusun perangkat pembelajaran
Judgement
Analisis uji
coba instrumen Revisi
Penentuan sampel
Pretest Treatment / Pembelajaran ISR
Posttest
Analisis data
Kesimpulan
Uji coba instrumen
(36)
H. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Analisis terhadap instrument perlu dilakukan untuk menguji apakah instrumen yang dibuat dapat dikatakan baik dan memenuhi persyaratan. Instrumen dapat dikatakan baik atau memenuhi syarat dapat dipertanggungjawabkan dari segi validitasnya, reliabilitasnya, taraf kesukarannya, daya pembedanya objektivitasnya, praktikabilitasnya dan ekonomisnya (Muslich, 2010: 92).
a. Validitas
Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut (Sudijono, 20007: 182). Sebutir item dapat dikatakan memiliki validitas tinggi atau dinyatakan valid, jika ada korelasi positif yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya. Untuk mengetahui validitas item dari suatu tes dapat menggunakan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Dalam penelitian ini, besarnya koefisien kolerasi antara dua variabel dirumuskan:
2 2
2
2
Y Y N X X N Y X XY N rxy
... (3.1)(Arikunto, 2009: 72) dengan : rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan y
x = skor siswa pada butir item yang diuji validitasnya y = skor total yang diperoleh siswa
Nilai rxy yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan validitas butir soal dengan menggunakan kriteria pada tabel berikut.
Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Butir Soal
Nilai rxy Interpretasi
0,80 – 1,00 Sangat tinggi 0,60 – 0,80 Tinggi 0,40 – 0,60 Cukup 0,20 – 0,40 Rendah 0,00 – 0,20 Sangat rendah
(37)
(Arikunto, 2009: 75) b. Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila instrument tersebut dapat menghasilkan pengukuran yang ajeg. Keajegan / ketetapan di sini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Nunnaly (1970), Allen dan Yen (1979) dan Anastasi (1986) menyatakan bahwa reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa reliabilitas merupakan tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari dua pengukuran terhadap hal yang sama. Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini menggunakan metoda belah dua (split half) awal - akhir. Reliabilitas tes dapat dihitung dengan menggunakan perumusan Spearman dan Brown:
= 2
(1+ ) ………. (3.2)
(Sudijono, 2007: 216) dengan: = koefisien reliabilitas tes secara total (tt = total test)
= koefisien korelasi product moment antara separo (bagian pertama) tes, dengan separo (bagian kedua) dari tes tersebut (hh = half-half).
Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas
0.800 – 1.000 Sangat tinggi 0.600 – 0.800 Tinggi 0.400 – 0.600 Cukup 0.200 – 0.400 Rendah 0.000 – 0.200 Sangat Rendah
(38)
c. Daya Pembeda
Menurut Sudijono (2007: 385) mengemukakan bahwa daya pembeda adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke rendah. Kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Kemudian daya pembeda dihitung dengan menggunakan rumus:
�
=
− ... (3.3)(Surapranata, 2006: 31) dengan : D = indek daya pembeda item satu butir soal tertentu
∑ A = Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas
∑ B = Jumlah peserta tes yang menjawab pada kelompok bawah n = Jumlah peserta tes (kelompok atas atau kelompok bawah) Untuk menginterpretasikan nilai Daya Pembeda yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:
Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda
Nilai DP Interpretasi
Bertanda negative Sangat Buruk DP < 0.20 Buruk 0.20 < DP < 0.40 Cukup 0.41 < DP < 0.70 Baik 0.70 < DP < 1.00 Baik Sekali
(Sudijono, 2007: 389)
(39)
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar pertama-tama dapat diketahui dari derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut (Sudijono, 2007: 370). Jika suatu soal dijawab benar oleh seluruh peserta tes, maka ditinjau dari sudut psikometris soal tersebut tidak baik karena soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang siswa untuk mempertinggi usaha pemecahan masalah. Demikian pula sebaliknya jika suatu soal dijawab salah oleh hampir seluruh peserta tes, maka soal tersebut juga tidak baik karena akan membuat siswa putus asa dan tidak semangat untuk mencoba lagi. Dalam mengembangkan soal, sebaiknya tingkat kesukaran meningkat dari soal-soal yang mudah sampai pada soal-soal yang sukar serta tingkat kesukaran butir-butir soal tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.
Indeks kesukaran item dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Dubois, yaitu:
p =
� � ... (3.4)
(Surapranata, 2006: 12) dengan : p = Indeks tingkat kesukaran
∑x = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar Sm = Skor maksimum
N = Jumlah peserta tes
Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran yang diperoleh, maka digunakan tabel berikut:
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Nilai p Interpretasi
P < 0.3 Sukar 0.3 ≤ P ≤ 0.7 Sedang P > 0.7 Mudah
(Surapranata, 2006: 21)
Selanjutnya mengenai objektivitas, ekonomis dan praktikabilitas jarang dijadikan sebagai syarat instrumen oleh para peneliti sebelumnya. Karena ketiga
(40)
syarat tersebut biasanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang memungkinkan dilakukan oleh peneliti itu sendiri.
Adapun rekapitulasi hasil analisis uji coba instrumen ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Instrumen
No Validitas
Tingkat
Kesukaran Daya Pembeda Reliabilitas Ket. Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1 0,423 Cukup 0,861 Mudah 0,278 Cukup 0,808 Sangat
Tinggi Dipakai 2 0,375 Rendah 0,639 Sedang 0,167 Buruk Dipakai 3 0,410 Cukup 0,667 Sedang 0,333 Cukup Dipakai 4 0,618 Tinggi 0,528 Sedang 0,611 Baik Dipakai
5 0,067 Sangat
Rendah 0,472 Sedang 0,056 Buruk Dipakai 6 0,511 Cukup 0,583 Sedang 0,389 Cukup Dipakai
7 0,170 Sangat
Rendah 0,639 Sedang 0,056 Buruk Dipakai 8 0,399 Rendah 0,111 Sukar 0,222 Cukup Dipakai 9 0,280 Rendah 0,444 Sedang 0,222 Cukup Dipakai 10 0,296 Rendah 0,278 Sukar 0,222 Cukup Dipakai 11 0,433 Cukup 0,722 Mudah 0,444 Baik Dipakai 12 0,658 Tinggi 0,556 Sedang 0,444 Baik Dipakai 13 0,515 Cukup 0,639 Sedang 0,500 Baik Dipakai 14 0,670 Tinggi 0,528 Sedang 0,611 Baik Dipakai 15 0,641 Tinggi 0,667 Sedang 0,556 Baik Dipakai
16 0,814 Sangat
Tinggi 0,472 Sedang 0,722 Baik Dipakai 17 0,773 Tinggi 0,472 Sedang 0,722 Baik Dipakai 18 0,447 Cukup 0,333 Sedang 0,444 Baik Dipakai 19 0,725 Tinggi 0,361 Sedang 0,500 Baik Dipakai 20 0,569 Cukup 0,639 Sedang 0,500 Baik Dipakai 21 0,472 Cukup 0,639 Sedang 0,500 Baik Dipakai
22 0,052 Sangat
Rendah 0,500 Sedang 0,222 Cukup Dipakai 23 0,326 Rendah 0,194 Sukar 0,167 Buruk Dipakai 24 0,653 Tinggi 0,500 Sedang 0,556 Baik Dipakai
Berdasarkan tabel diatas diperoleh analisis dari 24 soal yang diujicobakan memenuhi kriteria kelayakan instrumen penelitian karena dari hasil validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda tidak ada nilai yang negatif. Semua soal tersebut dirancang kembali untuk penelitian, hanya saja ada beberapa
(41)
soal yang sedikit direvisi. Rekapitulasi distribusi soal untuk setiap aspek penguasaan konten materi ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.7 Distribusi Soal Setiap Aspek Penguasaan Konten Materi Aspek Penguasaan Konten Materi Nomor Soal Jumlah
Soal Total Ilmu
pengetahuan
Pemuaian zat padat 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 10
24 Pemuaian zat cair 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 7
Pemuaian zat padat 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 7
Pengetahuan tentang Ilmu
Penyelidikan ilmiah 3, 4, 5, 7, 8, 9, 12, 13, 14,
16, 19, 20, 21, 23 14 Penjelasan ilmiah 1, 2, 6, 10, 11, 15, 17, 18,
22, 24 10
I. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data ini menggunakan perhitungan data statistik. Pengolahan data ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaraan ISR dan peningkatan setiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa.
1. Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Keterlaksanaan model pembelajaran ini dikembangkan dari hasil lembar observasi yang telah diisi oleh observer. Setiap kolom yang berisikan fase pembelajaran, jika terlaksana diberikan tanda checklist (√) yang bernilai skor satu, dan jika tidak terlaksana maka kolom dikosongkan sebagai tanda skor nol. Data yang diperoleh dari lembar observasi diolah dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase yang dihitung dengan menggunakan rumus:
% � � ��
=
� � � � � �� � × 100% ... (3.5)
Setelah data dari lembar observasi diolah, kemudian diinterpretasikan dengan mengadopsi kriteria persentase seperti pada tabel berikut.
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran
KM (%) Kriteria
KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana 50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana
(42)
KM (%) Kriteria
75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana
(Budiarti dalam Yudhayana, 2010: 40) (dalam Hakim, 2012) 2. Analisis Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
a. Pemberian Skor
Semua jawaban pretest dan posttest siswa diberi skor. Skor yang diberikan untuk jawaban benar adalah satu, sedangkan untuk jawaban salah adalah nol. Skor total dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.
b. Menghitung Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest
Nilai rata-rata (mean) dari skor tes baik pretest maupun posttest dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
� = ΣX
� ………. (3.6)
(Susetyo, 2010: 34) dengan : � = nilai rata-rata skor pretest maupun posttest
X = skor tes yang diperoleh setiap siswa N = banyaknya data
c. Menghitung Rerata Skor Gain yang Dinormalisasi
Besarnya skor gain yang dinormalisasi ditentukan dengan persamaan yang dirumuskan oleh Hake (1998):
= % � −% �
100−% � ... (3.7)
dengan: = Rerata skor gain yang dinormalisasi Sf = Skor posttest
Si = Skor pretest
Skor gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kategori peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa.
Tabel 3.9 Kategori Skor Gain yang Dinormalisasi
Rentang <g> Kategori
(43)
0.3 < (<g>) ≤0.7 Sedang (<g>) ≤ 0.3 Rendah
(44)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian dan pembahasannya sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian tersebut, penulis menguraikan secara berurutan mengenai peningkatan penguasaan konten materi fisika siswa, keterlaksanaan model pembelajaran ISR dan pembahasan hasil penelitian.
A. Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
Dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, diperoleh data skor tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) yang kemudian digunakan sebagai data untuk menghitung skor gain yang dinormalisasi. Rekapitulasi hasil analisis pretest dan posttest ditunjukkan dalam bentuk Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa
Rata-rata skor pretest (%) Rata-rata skor posttest (%) Rata-rata gain (%)
44,19 78,41 34,22
Apabila Tabel 4.1 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.
Gambar 4.1 Diagram Peningkatan Penguasaan Konten Materi Fisika Siswa 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
pretest postest g
P
er
sent
a
se
Sk
o
r
(45)
Sedangkan nilai gain ternormalisasinya sebesar 0,630 yang berada pada kategori sedang. Aspek pengetahuan konten materi yang diukur meliputi penyelidikan ilmiah dan penjelasan ilmiah yang ditunjukkan seperti pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika
Aspek Rata-Rata Skor
Pretest (%)
Rata-Rata Skor Posttest (%)
Rata-Rata Skor Gain (%)
Penyelidikan Ilmiah 33,98 79,22 45,24 Penjelasan Ilmiah 58,48 76,97 18,48
Apabila Tabel 4.2 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.
Gambar 4.2 Diagram Peningkatan Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika Sedangkan nilai gain ternormalisasi pada peningkatan tiap aspek penguasaan konten materi fisika siswa disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Skor Gain Ternormalisasi Peningkatan Tiap Aspek Penguasaan Konten Materi Fisika
Aspek Skor Gain Ternormalisasi Kategori
Penyelidikan Ilmiah 0,682 Sedang Penjelasan Ilmiah 0,342 Sedang
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Penyelidikan Ilmiah Penjelasan Ilmiah
P
er
sent
a
se
Sk
o
r
(%)
Aspek Penguasaan Konten Materi
pretest posttest g
(46)
B. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ISR
Model Pembelajaran ISR merupakan kombinasi antara pembelajaran inkuiri dengan strategi membaca. Pembelajaran ISR ini seperti pembelajaran inkuiri pada umumnya namun diberi reading infusion. Terdapat dua komponen reading infusion, yaitu reading strategy instruction dan home science reading program. Berikut ini disajikan mengenai keterlaksanaan model pembelajaran ISR yang terdiri dari reading infusion dan pembelajaran di kelas.
1. Reading Infusion
Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, model pembelajaran ISR diterapkan selama tiga pertemuan. Sebelum pertemuan pertama, sampel diberi tes awal (pretest) untuk mengetahui pengetahuan dan kemampuan awal siswa, sekalian siswa diajarkan strategi membaca komprehensif CSR selama kurang lebih 15 - 20 menit sesudah pretest. Pengajaran strategi membaca ini merupakan komponen dari reading strategy instruction. Setelah itu, siswa diberi reading task ke-1 (pemuaian zat padat) sebagai aplikasi dari strategi membaca yang harus dikumpulkan pada pertemuan pertama nanti.
Kemudian dilanjutkan dengan pemberian treatment / perlakuan selama tiga kali pertemuan. Di akhir pertemuan pertama, siswa diberi reading task ke-2 (pemuaian zat cair), dan di akhir pertemuan kedua siswa diberi reading task ke-3 (pemuaian gas). Reading task ini merupakan komponen dari home science reading program.
Untuk mengetahui keterlaksanaan reading infusion, berikut disajikan tabel dan grafik profil membaca siswa setelah diterapkannya strategi membaca komprehensif CSR.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Skor Kemampuan Memahami Bacaan
Artikel Skor Kemampuan Memahami Bacaan (%)
Reading Task 1 69,70
Reading Task 2 64,14
(47)
Apabila Tabel 4.4 disajikan ke dalam bentuk diagram, maka diperoleh hasil seperti gambar berikut.
Gambar 4.3 Diagram Profil Kemampuan Memahami Bacaan
2. Pembelajaran Inkuiri
Materi yang dijadikan topik pembelajaran pada penelitian ini adalah pemuaian. Materi pemuaian dirancang untuk tiga pertemuan, pertemuan pertama mengenai pemuaian zat padat, pertemuan kedua mengenai pemuaian zat cair dan pertemuan ketiga mengenai pemuaian gas. Materi tersebut disampaikan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri di setiap pertemuannya. Keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri ini dilihat dari lembar observasi yang diisi oleh observer (rekan mahasiswa).
Pada proses KBM atau kegiatan tatap muka di kelas, diterapkan model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri yang dikembangkan disesuaikan dengan kondisi sampel penelitian, yaitu salah satu kelas VII pada salah satu SMP di Bandung. Oleh karena itu, jenis pembelajaran inkuiri yang diterapkan saat di kelas adalah inquiry lesson yang dikembangkan Wenning, dimana pembelajaran ini siswa lebih banyak menerima arahan atau bimbingan dari guru.
Dari kegiatan pelaksanaan penelitian ini didapatkan data berupa skor pretest dan posttest, serta data observasi keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri. Dari data observasi keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri ini dapat
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
Skor Tiap Pertemuan
P
er
sent
a
se
Sk
o
r
(%)
Reading Task 1 Reading Task 2 Reading Task 3
(48)
dianalisis persentase keterlaksanaan model tersebut. Observer menilai relevansi aktivitas model pembelajaran inkuiri pada RPP dengan aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran. Relevansi aktivitas guru dan siswa ini menggambarkan seberapa jauh ketercapaian susunan model pembelajaran inkuiri selama proses pembelajaran di kelas. Seperti yang telah dipaparkan pada Bab III, setiap indikator yang muncul pada kegiatan pembelajaran di kelas diberi skor satu dan indikator yang tidak muncul diberi skor nol. Adapun rekapitulasi dari hasil pengolahan data tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri
Pertemuan Persentase
Keterlaksanaan (%) Kriteria
1 91,91 Hampir seluruh kegiatan terlaksana 2 91,91 Hampir seluruh kegiatan terlaksana 3 88,15 Hampir seluruh kegiatan terlaksana Rata – rata 90,66 Hampir seluruh kegiatan terlaksana Adapun rincian persentase tiap fase kegiatan pembelajaran inkuiri selama di kelas sebagai berikut.
Tabel 4.6 Persentase Keterlaksanaan Tiap Fase Model Pembelajaran Inkuiri
Fase Kegiatan Pembelajaran Inkuiri
Persentase Keterlaksanaan Tiap Pertemuan (%)
1 2 3
Orientasi 80,00 80,00 73,33
Merumuskan Masalah 100,00 100,00 100,00 Merumuskan Hipotesis 100,00 100,00 83,33 Mengumpulkan Data 100,00 100,00 100,00 Menguji Hipotesis 100,00 100,00 100,00 Merumuskan
Kesimpulan 71,43 71,43 72,22
Rata-Rata 91,91 91,91 88,15
Kriteria
Hampir seluruh kegiatan terlaksana
Hampir seluruh kegiatan terlaksana
Hampir seluruh kegiatan terlaksana
(1)
FORMAT OBSERVASI KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY BASED SCIENCE PLUS READING
Satuan Pendidikan : SMPN 12 Bandung Kelas/Semester : VII/1
Mata Pelajaran : Fisika
Konsep : Pemuaian Zat Cair
Alokasi Waktu : 2 x 40’ (1 x pertemuan)
KEGIATAN GURU Keterlaksanaan KEGIATAN SISWA
Keterlaksanaan
Keterangan
Ya Tidak Ya Tidak
Pendahuluan Pendahuluan
Memulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan memeriksa kehadiran siswa.
Membalas salam dari guru dan menyiapkan diri untuk menerima pelajaran.
Apersepsi
Menceritakan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan pemuaian zat cair dan memberikan pertanyaan terkait fenomena tesebut.
Apersepsi
Memperhatikan dan aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru.
Motivasi
Memotivasi siswa dengan menanyakan manfaat dari pembelajaran pemuaian zat cair dalam kehidupan sehari-hari.
Motivasi
Menyebutkan manfaat dari pemuaian zat cair dalam keidupan sehari-hari.
(2)
Menunjukkan pemuaian zat cair menggunakan termometer.
Mengamati pemuaian zat cair menggunakan termometer.
Konsepsi Awal
Memberikan permasalahan tentang
pemuaian dua zat cair yang berbeda, air dan minyak.
Mengarahkan siswa untuk berhipotesis terkait permasalahan yang diberikan.
Konsepsi Awal
Merumuskan permasalahan
mengenai besar pemuaian zat cair.
Siswa berhipotesis terkait permasalahan.
Menyampaikan tujuan pembelajaran. Mengetahui tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti Kegiatan Inti
Eksplorasi
Membimbing siswa dalam pembentukan kelompok.
Membagikan LKS kepada setiap kelompok.
Memberikan pertanyaan arahan mengenai variabel yang akan diamati dan alat & bahan yang diperlukan.
Membimbing siswa untuk menyusun prosedur percobaan.
Eksplorasi
Siswa duduk secara
berkelompok.
Setiap kelompok menerima LKS.
Merumuskan variabel-variabel yang akan diteliti, alat dan bahan yang diperlukan.
Siswa menyusun prosedur percobaan.
Elaborasi
Mendemonstrasikan percobaan
menggunakan labu erlenmeyer berpipa kapiler yang dipanaskan.
Memberikan pertanyaan dan arahan selama demonstrasi agar siswa dapat melihat fenomena dan memperoleh data.
Elaborasi
Mengamati demonstrasi
percobaaan.
Berperan aktif dalam menjawab dan memperhatikan arahan dari guru.
(3)
Membimbing siswa untuk berdiskusi dan melakukan tanya jawab tentang hasil eksperimen yang telah diperoleh.
Memberikan koreksi atau penguatan tentang konsep yang dipelajari.
Melakukan diskusi kelas melalui tanya jawab.
Memperhatikan penguatan dari
guru dan merumuskan
kesimpulan.
Penutup Penutup
Member reward kepada kelompok yang memiliki kinerja & kerja sama yang baik.
Menerima reward bagi siswa yang memiliki kinerja paling baik
Melakukan evaluasi berupa latihan soal. Mengerjakan soal evaluasi.
Membimbing siswa untuk melakukan refleksi.
Siswa berefleksi terkait pembelajaran.
Menyuruh siswa untuk mengumpulkan reading task 2
Mengumpulkan tugas reading task 2
Menginformasikan materi pelajaran untuk pertemuan berikutnya, sambil memberikan reading task 3 (tugas membaca) sebagai bahan pembelajaran berikutnya.
Menerima tugas reading task 3
Memberi tugas berupa proyek sains yang sudah ditentukan untuk setiap kelompok.
Memperhatikan petunjuk
pembuatan proyek sains.
Menutup pelajaran dengan ucapan salam. Membalas salam dari guru
Bandung, …… November 2012
Observer,
(4)
FORMAT OBSERVASI KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY BASED SCIENCE PLUS READING
Satuan Pendidikan : SMPN 12 Bandung Kelas/Semester : VII/1
Mata Pelajaran : Fisika
Konsep : Pemuaian Gas
Alokasi Waktu : 2 x 40’ (1 x pertemuan)
KEGIATAN GURU Keterlaksanaan KEGIATAN SISWA
Keterlaksanaan
Keterangan
Ya Tidak Ya Tidak
Pendahuluan Pendahuluan
Memulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan memeriksa kehadiran siswa.
Membalas salam dari guru dan menyiapkan diri untuk menerima pelajaran.
Apersepsi
Menceritakan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan pemuaian gas dan memberikan pertanyaan terkait fenomena tesebut.
Apersepsi
Memperhatikan dan aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru.
Motivasi
Memotivasi siswa dengan menanyakan manfaat dari pembelajaran pemuaian gas dalam kehidupan sehari-hari.
Motivasi
Menyebutkan manfaat dari
pemuaian zat cair dalam keidupan sehari-hari.
(5)
Menunjukkan pemuaian gas menggunakan labu didih.
Mengamati demostrasi pemuaian gas.
Konsepsi Awal
Memberikan permasalahan tentang pemuaian gas.
Mengarahkan siswa untuk berhipotesis terkait permasalahan yang diberikan.
Konsepsi Awal
Merumuskan permasalahan
mengenai besar pemuaian zat cair.
Siswa berhipotesis terkait permasalahan.
Menyampaikan tujuan pembelajaran. Mengetaui tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti Kegiatan Inti
Eksplorasi
Membimbing siswa dalam pembentukan kelompok.
Membagikan LKS kepada setiap kelompok.
Memberikan pertanyaan arahan mengenai variabel yang akan diamati dan alat & bahan yang diperlukan untuk menyelidiki pemuaian gas.
Membimbing siswa untuk menyusun prosedur percobaan.
Eksplorasi
Siswa duduk secara berkelompok.
Setiap kelompok menerima LKS.
Merumuskan variabel-variabel yang akan diteliti, alat dan bahan yang diperlukan.
Siswa menyusun prosedur
percobaan.
Elaborasi
Mendemonstrasikan percobaan
menggunakan labu didih yang dipanaskan.
Memberikan pertanyaan dan arahan selama demonstrasi agar siswa dapat melihat fenomena dan memperoleh data.
Elaborasi
Mengamati demonstrasi
percobaaan.
Berperan aktif dalam menjawab dan memperhatikan arahan dari guru.
Konfirmasi
Membimbing siswa untuk berdiskusi dan
Konfirmasi
(6)
melakukan tanya jawab tentang hasil eksperimen yang telah diperoleh.
Memberikan koreksi atau penguatan tentang konsep yang dipelajari.
tanya jawab.
Memperhatikan penguatan dari guru dan merumuskan kesimpulan.
Penutup Penutup
Member reward kepada kelompok yang memiliki kinerja & kerja sama yang baik.
Menerima reward bagi siswa yang memiliki kinerja paling baik
Melakukan evaluasi berupa latihan soal. Mengerjakan soal evaluasi.
Membimbing siswa untuk melakukan refleksi.
Siswa berefleksi terkait pembelajaran.
Menyuruh siswa untuk mengumpulkan reading task 3
Mengumpulkan tugas reading task 3
Memberi tugas berupa proyek sains yang sudah ditentukan untuk setiap kelompok.
Memperhatikan petunjuk
pembuatan proyek sains.
Menutup pelajaran dengan ucapan salam. Membalas salam dari guru.
Bandung, …… November 2012
Observer,