MODEL BIMBINGAN AKADEMIK UNTUK PENINGKATAN KETERAMPILAN DAN KEMANDIRIAN BELAJAR MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI.

(1)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS ………... ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii

ABSTRAK ………... iv

ABSTRACT ………... v

PENGANTAR ………... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ………. vii

PERSEMBAHAN ………. ix

MOTTO ……… x

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiii DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian ………

B.Pertanyaan Penelitian………

C.Tujuan Penelitian ……….

D.Manfaat Penelitian ………... E. Definisi Operasional ……… F. Asumsi Penelitian ………... BAB II PENINGKATAN KETERAMPILAN DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR MELALUI LAYANAN BIMBINGAN AKDEMIK A. Keterampilan Belajar

1. Makna Belajar ……….. 2. Makna Keterampilan Belajar ……….. 3. Aspek-aspek Keterampilan Belajar ……….... B. Kemandirian Belajar

1. Makna Kemandirian ……… 2. Makna Kemandirian Belajar ………


(2)

xii

3. Aspek-aspek Kemandirian Belajar ……….. C. Bimbingan Akademik

1. Makna Bimbingan Akademik ………. 2. Ruang Lingkup Kerja Bimbingan Akademik ………. D. Urgensi Peningkatan Keterampilan dan Kemandirian Belajar

Melalui Layanan Bimbingan Akademik……….. E. Penelitian Terdahulu yang Sejenis ………

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ……… B. Responden Penelitian ………... C. Hipotesis Penelitian

D. Teknik Pengumpulan Data ………... E. Analisis Data ………... F. Instrumen Penelitian ……… G. Tahapan Penelitian ...………... H. Draf Model Bimbingan Akademik ………..

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ………... B. Pengujian Hipotesis ………. C. Pembahasan Hasil Penelitian ……….. D. Model Akhir Bimbingan Akademik ………

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ………... B. Rekomendasi………

DAFTAR PUSTAKA ……….

LAMPIRAN ………..


(3)

xiii

DAFTAR TABEL

No

Nama Tabel Halaman

2.1 Teori-teori Belajar ………... 22

3.1 Responden Penelitian ……….. 125

3.2 Responden dalam Uji Lapangan ………. 128

3.3 Draf Kisi-kisi Instrumen Kuesioner ………. 138

3.4 Draf Kisi-kisi Instrumen Wawancara ……….. 139

3.5 Perhitungan Skala Item 07 Pernyataan Positif Kuesioner Keterampilan Belajar………….. 141

3.6 Perhitungan Skala Item 04 Pernyataan Negatif Kuesioner Kemandirian Belajar…………. 144

3.7 Kisi-kisi Kuesioner untuk Uji Lapangan……… 144

3.8 Kisi-kisi Kuesioner untuk Uji Lapangan ……….. 144

3.9 Catatan Koreksi Para Ahli terhadap Draf Model ………... 144

3.10 Tata Tertib Bimbingan ………... 146

3.11 Prosedur Bimbingan ……….. 147


(4)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Nama Gambar Halaman

2.1 Perbedaan Arah Pemikiran Konvergen dan Divergen……….. 37

2.2 Tahapan Mencapai Kemandirian Belajar……… 70

2.3 Siklus Belajar secara Mandiri……… 71


(5)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Lampiran Halaman

3.1 Data Hasil Penelitian Pendahuluan

3.2 Draf Instrumen Penelitian ……… 3.3 Hasil Penilaian Ahli terhadap Instrumen Penelitian ……… 3.4 Instrumen Penelitian untuk Ujicoba……….. 3.5 Hasil Uji Validitas & Reliabilitas Item Instrumen Penelitian……... 3.6 Hasil Uji Skala Item Instrumen Penelitian ………... 3.7 Instrumen untuk Penelitian Lapangan………... Surat Keterangan Para Ahli ……….. Panduan Operasional untuk Dosen ……….. Modul Materi untuk Mahasiswa ……….. Hasil Pengolahan Data dengan ANCOVA


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hakikat belajar di perguruan tinggi adalah membangun pola berpikir dalam struktur kognitif mahasiswa, bukan sekedar secara pragmatis untuk memperoleh materi kuliah sebanyak-banyaknya dan memperoleh nilai yang tinggi (Wahidin, 2004). Dengan pola berpikir yang terbangun pada struktur kognitif mahasiswa, diharapkan mereka mampu mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya dengan sikap dan tatanan nilai yang ada di lingkungannya, untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam belajar dan masalah kehidupan pada umumnya.

Namun proses berpikir berbeda dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses menerima pengetahuan dari luar dan disimpan dalam pikiran. Dalam proses berpikir, pengetahuan merupakan modal dasar untuk melakukan proses berpikir, karena tanpa didukung oleh pengetahuan yang memadai, hasil berpikir kurang memuaskan, atau bahkan melenceng dari yang diharapkan terjadi dalam membuat keputusan.

Menurut Sidjabat (2008), saat ini masih banyak dijumpai pembelajaran di kelas-kelas di perguruan tinggi sekalipun, lebih diarahkan untuk mentransfer pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada pebelajar daripada mentransfer keterampilan belajar. Strategi pembelajaran demikian kurang memberi manfaat. Dengan strategi ini, pebelajar akan tumbuh menjadi kurang kreatif, miskin ide,


(7)

dan pembelajaran menjadi “kering” tidak bermakna, karena mereka “dipaksa” lebih banyak menguasai bahan atau informasi yang diberikan pengajar, sehingga mengeleminir peran, kreativitas, dan tanggung jawab mereka. Mereka tidak mampu mengkonstruksi pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, tidak dapat mengembangkan diri, dan biasanya tidak bisa membandingkan antara teori dengan realitas dalam kehidupan.

Menurut Sidjabat (2008) lebih lanjut, idealnya pembelajaran di perguruan tinggi dewasa ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki keterampilan belajar yang memadai. Mahasiswa belajar bukan hanya untuk mengingat fakta-fakta yang diberikan dosen dalam perkuliahan, tetapi harus mampu melihat berbagai fenomena di balik fakta. Proses belajar tidak hanya bertujuan mengingat fakta, tetapi belajar melebihi fakta (learning beyond the facts). Mengembangkan proses belajar yang menekankan pemberian kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki keterampilan belajar akan lebih memberdayakan dan bermakna. Mahasiswa difasilitasi untuk berpikir dan bertindak dengan cara mereka sendiri, sehingga mereka merasa berkontribusi secara nyata melalui pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Husen (1995:85), “Mahasiswa harus dibelajarkan untuk menggali ilmu sendiri, menerapkan ilmu itu kepada apa yang sudah diketahui sebelumnya. Tugas perguruan tinggi memberikan keterampilan bagaimana ia mampu belajar sendiri”.

Salah satu keterampilan belajar yang penting dikuasai oleh mahasiswa adalah keterampilan berpikir sebagai alat belajar (tools of learning) yang


(8)

digunakan untuk memecahkan masalah belajar dan kehidupan pada umumnya (Dahlan, 1996; Wahidin, 2004; Novak & Gowin, 1999; Jones, et al., 1987).

Untuk mengembangkan keterampilan berpikir, para pakar merekomendasi dua jenis strategi berpikir, yaitu konvergen dan divergen yang dikembangkan secara seimbang. Strategi konvergen teruji dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan terencana, sementara strategi divergen menghasilkan berpikir kreatif, imaginatif, dan spontanitas (Guilford dalam http://en.wikipedia.org/wiki/ convergent and divergent productions; Hudson dalam http://www.learning and teaching. info/learning/convergent.htm). Berpikir merupakan proses mental yang dilakukan oleh seseorang yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui penafsiran terhadap fenomena.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh tinjauan terhadap kondisi ideal tentang hakekat belajar dan kondisi aktual sistem belajar di perguruan tinggi yang disinyalir Sidjabat (2008) di atas, dan tinjauan terhadap kondisi ideal dan aktual yang terjadi pada diri mahasiswa seperti akan dipaparkan.

Sebagaimana dimaklumi, usia mahasiswa untuk strata 1 (S1) umumnya sekitar 18 – 24 tahun, mereka berada pada masa remaja akhir dan dewasa awal, atau berada di antara keduanya, yakni transisi dari masa remaja ke masa dewasa (Hurlock, 1980). Dilihat dari kondisi ideal, terdapat dua faktor yang menjadi tinjauan penelitian ini, yaitu faktor internal dan eksternal.

Dilihat dari faktor internal, sekurang-kurangnya, ada empat alasan penelitian ini dilakukan. Pertama, ada potensi internal pada individu mahasiswa untuk mengembangkan daya berpikirnya. Berdasarkan perkembangan kognitif,


(9)

usia mahasiswa sudah mencapai tahap berpikir “operasional formal”, yaitu sudah mampu berpikir abstrak, hipotetis, dan kritis (Piaget, 1983). Dengan perkembangan berpikir operasional formal, cara berpikir mahasiswa sudah memungkinkan mandiri daripada masa sebelumnya, yang diperlukan untuk mempersiapkan diri memasuki dunia kerja dan mengembangkan karir masa depan sesuai dengan potensi, bakat, dan minatnya.

Kedua, ada dorongan internal untuk meraih kemandirian pada masa tersebut. Usia mahasiswa berdasarkan perkembangan psikososialnya, mereka sudah mencapai tahap pembentukan identitas (Erikson, 1980), di mana kebutuhan bereksplorasi sedang meningkat dan sedang memperjuangkan kemandirian sebagai manifestasi kedewasaan mereka. Mereka sudah ingin mandiri dari ketergantungan orang tua dan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1980). Di samping ingin mandiri, mereka mulai memperoleh identitas peran gender, menginternalisasi moral, memilih karir, mencoba beberapa peran orang dewasa, mencari identitas diri, dan sebagian mulai bekerja (Newman & Newman, 1987). Menurut Gormly & Brodzinsky (1993:396), usia orang muda ini sedang memasuki periode pengambilan keputusan dan dapat dianggap dewasa, meski belum banyak mengambil peran orang dewasa, sebagaimana dikatakannya:”Youth age is a period of development in which an individual is legally an adult but has not yet undertaken adult work and roles”. Hal ini mengisyaratkan, ciri kedewasaan seseorang adalah kemandirian, yang ditunjukkan oleh kemampuan dalam bertanggung jawab dan mengambil keputusan, seperti Fasick (Rice, 1996:336) mengemukakan: "One goal of every adolescent is to be accepted as an autonomous


(10)

adult”. Pada usia tersebut, mereka secara emosi tidak ingin lagi disebut kanak-kanak, tidak mau lagi didikte, tidak senang dikendalikan, tidak suka diatur, tidak mau dinasehati, dan tidak suka disalahkan oleh orang lain, apakah oleh orang-tua, guru/dosen, atau orang dewasa lainnya, apalagi dengan bahasa yang berkonotasi merendahkan kemampuan mereka, meskipun kenyataannya mereka sering tidak mandiri dalam bertindak.

Ketiga, ada kebutuhan internal pada individu untuk mengaktualisasikan diri secara mandiri sebagai manifestasi dari kedewasaannya (Maslow, 1970), sehingga kemandirian dalam aspek kognitif, sikap, maupun perbuatan, termasuk kemandirian dalam belajar, merupakan tugas perkembangan usia mahasiswa. Pada mulanya tidak mudah bagi mahasiswa menumbuhkan kemandirian itu, sebab usaha untuk memutuskan ikatan infantil yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak, seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami oleh dirinya (Rice, 1996). Mereka sering tidak dapat memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kanak-kanaknya dengan orang-tua dan guru/dosen secara logis dan objektif. Dalam usaha itu mereka kadang-kadang menentang, berdebat, beradu pendapat, dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang dewasa (Thornburg, 1982). Meskipun tugas ini sulit difahami oleh dirinya, orang-tua dan dosen perlu berupaya secara bijaksana mengembangkan kemandirian mereka, karena mencapai kemandirian merupakan tugas perkembangan yang lazim bagi mereka yang sudah menginjak dewasa (Steinberg, 1993; Rice, 1996; Thornburg, 1982; Lerner dan Spanier, 1980).


(11)

Keempat, ada potensi internal untuk mampu belajar secara mandiri. Menurut Merriam & Caffarella (1999), usia mahasiswa dipandang sudah cukup matang dan mampu merancang program dan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan minat dan cita-citanya dan cara belajar mereka sudah berbeda dengan cara belajar anak-anak. Para ahli juga berpendapat, usia mahasiswa sudah mampu mendiagnose kebutuhan belajarnya, apa yang akan dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya, dapat merumuskan program belajar, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih strategi belajar, membuat keputusan sesuai dengan kebutuhan belajarnya, mengatur sendiri kegiatan belajar atas inisiatifnya sendiri tanpa selalu tergantung kepada orang lain, mengikuti proses belajar, dan mengevaluasi hasil belajarnya (Gredler, 1989; Knowles, 1970; Kozma, Belle dan Williams, 1978; Aristo, 2007; Wedmeyer,1973).

Dilihat dari faktor eksternal, ada tiga hal yang menjadi alasan penelitian ini. Pertama, ada tuntutan ekternal dari sistem belajar dengan Sistem Kredit Semester (SKS) yang berlaku di perguruan tinggi. Karakteristik utama belajar dengan SKS menuntut kemandirian, baik dalam pelaksanaan proses belajar maupun dalam pengelolaan dirinya sebagai mahasiswa. Mahasiswa dituntut mampu belajar sendiri, mencari, menemukan, dan mendayagunakan sumber-sumber belajar, memperdalam dan mengkaji sendiri bahan perkuliahan tanpa banyak menggantungkan diri kepada dosen, serta menentukan apa yang bermanfaat bagi dirinya, apalagi dengan pembatasan waktu studi yang ketat, menuntut mereka membuat perencanaan yang matang bagi dirinya dan menuntut menguasai keterampilan belajar secara mandiri.


(12)

Kedua, kondisi eksternal dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sekarang ini menuntut penguasaan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam belajar. Fenomena kemajuan iptek memberi implikasi terhadap dunia pembelajaran, terutama di perguruan tinggi, menyangkut segi penyediaan sumber belajar dan cara membelajarkan mahasiswa. Keterampilan hidup yang diperlukan tidak cukup berupa keterampilan yang konvensional saja, tetapi perlu menguasai pelbagai keterampilan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi seoptimal dan seefektif mungkin bagi kemajuan hidupnya.

Kenyataan sekarang ini arus informasi terus meningkat dan tidak mungkin dapat dibendung. Apalagi dengan teknologi internet yang merupakan ciri paling menonjol saat ini, akses informasi dari dan ke pelbagai penjuru dunia dapat dilakukan dengan sangat efisien. Informasi perlu dicari dan ditangkap oleh mahasiswa, karena begitu banyak tawaran peluang memperoleh informasi yang mempersyaratkan menguasai pelbagai keterampilan untuk mengakses dan sekaligus menyeleksi informasi yang berguna bagi dirinya. Informasi perlu dikelola oleh mahasiswa, karena informasi yang diterima biasanya belum terstruktur, sehingga perlu menguasai beberapa keterampilan untuk menata informasi tersebut agar mudah difahami. Informasi perlu dimanfaatkan oleh mahasiswa dan untuk memanfaatkan informasi, perlu menguasai beberapa keterampilan agar informasi berguna bagi kemajuan hidupnya.

Oleh karena informasi itu pengetahuan, maka pemanfaatan informasi sama artinya dengan proses penyerapan dan pengayaan pengetahuan. Semakin baik penguasaan keterampilan mengakses informasi, semakin banyak informasi


(13)

yang diperoleh, yang berarti semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Semakin baik penguasaan keterampilan menata informasi, semakin banyak informasi dan pengetahuan yang dapat difahami. Semakin baik penguasaan keterampilan untuk menggunakan dan memanfaatkan informasi, semakin banyak informasi dan pengetahuan potensial yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidup dan dimanfaatkan untuk mencapai kemajuan hidupnya.

Ketiga, tuntutan eksternal sebagai hamba Tuhan untuk terus menerus mendaya-gunakan potensi berpikir sepanjang hayat. Usia mahasiswa ditinjau dari segi agama Islam, sudah termasuk mukallaf, yaitu yang sudah dikenai kewajiban-kewajiban agama dan sudah mampu memahami kewajiban-kewajiban agama. Banyak ayat-ayat al-Qur’an yang memberi pesan moral agar mengembangkan daya berpikir, baik yang berbentuk kalimat retoris, seperti apakah kamu sekalian tidak berpikir?

ن و ﻟ ﻗ ﻌ ﺗ ﻼ ﻓ أ

٠

ن و ر ﻛ ﻓ ﺗ ﺗ ﻼ ﻓ أ

٠

ن و ر ﺑ د ﺗ ﺗ ﻼ ﻓ أ

٠

ن و ﻣ ﻟ ﻌ ﺗ ﻼ ﻓ أ

٠

,

atau firman Allah berbentuk

kalimat berita dan pernyataan, antara lain:

Terjemah: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih berganti malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk


(14)

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. QS., Ali Imran [3]: 190-191.

Terjemah: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. QS. Al-A’raf [17]: 179. Memperhatikan firman Allah tersebut, kata “naar dan jahannam” (neraka) dapat diartikan secara hakiki bahwa Tuhan sudah menyediakan suatu tempat yang sangat menyengsarakan untuk orang-orang yang sudah diberi potensi untuk berpikir tetapi tidak mendaya-gunakan potensi tersebut, atau dapat diartikan secara kiasan (majazi), akan tersesat dan sengsaralah bagi orang yang tidak menggunakan daya berpikirnya, baik di dunia maupun akhirat, baik untuk urusan dunia maupun akhirat. Tuntutan untuk berpikir inilah yang membedakan manusia dengan hewan, yang sama-sama merupakan makhuk Tuhan, sehingga Tuhan menegaskan dalam firman tersebut, orang yang tidak menggunakan hati, mata, dan telinga sebagai alat untuk berpikir, ibarat binatang, bahkan lebih keji.


(15)

Dilihat dari kondisi aktual, berdasarkan penelitian pendahuluan untuk keperluan studi ini menemukan: (1) Taraf keterampilan belajar sebagian mahasiswa, khususnya dalam berpikir kritis dan kreatif dalam belajar, masih rendah; (2) Taraf kemandirian belajar sebagian mahasiswa, khususnya dalam aspek sikap dan keterampilan, masih rendah; (3) Bantuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar yang diberikan oleh dosen Pembimbing Akademik (PA) dalam bentuk layanan bimbingan akademik, belum optimal sesuai dengan kebutuhan mahasiswa; (4) Dukungan dan kebijakan pimpinan dalam menyediakan layanan bimbingan akademik, belum optimal untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa, sehingga mahasiswa terindikasi kurang terampil dan mandiri dalam belajar.

Beberapa hasil penelitian yang lalu berkaitan dengan bimbingan akademik, keterampilan belajar, dan kemandirian belajar sudah banyak dilakukan, antara lain penelitian Yuwono (2005) menyimpulkan, bimbingan akademik di perguruan tinggi umumnya cenderung masih berpola “atas-bawah”, dalam arti bimbingan lebih dipandang sebagai tugas dari “atasan” yang menyatu dengan tugas mengajar, sehingga memunculkan kinerja bimbingan lebih bersifat instruktif-administratif daripada mengembangkan kepribadian mahasiswa.

Penelitian Sedanayasa (2003) di sekolah menengah menemukan, penguasaan keterampilan belajar siswa umumnya masih rendah. Untuk solusinya, Sedanayasa menawarkan model bimbingan kolaborasi guru dan pembimbing untuk meningkatkan keterampilan belajar dengan pendekatan multimodal.


(16)

Penelitian Dahlan (1986) menemukan, cara belajar mahasiswa tidak berbeda dengan cara belajar ketika di sekolah menengah. Menurutnya, cara belajar di perguruan tinggi tidak cukup hanya bersifat reseptif dan reproduktif, tetapi harus mampu mengadakan penelitian, belajar, dan menemukan sendiri. Penelitian Emosda (1989) menyimpulkan, proses pengambilan keputusan oleh mahasiswa berkenaan dengan aktivitas belajar belum dilakukan secara mandiri, masih banyak bergantung kepada kekuatan eksternal. Menurutnya, sikap mahasiswa terhadap pembelajaran yang demikian ada hubungannya dengan layanan bimbingan kepada mereka yang belum optimal. Layanan bimbingan akademik yang belum optimal kepada mahasiswa diakui oleh Ahman (1990) dalam penelitiannya yang menjelaskan, bahwa untuk memenuhi tuntutan belajar di perguruan tinggi, perlu diintesifkan bimbingan akademik dengan menerapkan prinsip-prinsip bimbingan yang ideal.

Penelitian yang lebih spesifik dilakukan oleh Suriadinata (2000) tentang “Bimbingan Akademik di Perguruan Tinggi: Kepedualian Dosen Pembimbing Akademik dalam Pembinaan Kemandirian Belajar Mahasiswa di Fakultas Tarbiyah IAIN Cirebon”. Ia menemukan, pelaksanaan bimbingan akademik belum optimal sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan dalam pedoman akademik. Layanan bimbingan akademik masih bersifat formalitas, sebatas menyelesaikan tugas untuk menanda tangani KRS, sementara pembimbingan belajar belum banyak disentuh. Suriadinata (2000) juga menemukan, kecakapan dan kemandirian belajar mahasiswa umumnya belum berkembang secara mantap dalam hal: menangkap materi perkuliahan, memberi respon perkuliahan,


(17)

mengembangkan materi perkuliahan, melakukan diskusi, menyelesaikan tugas tepat waktu, membuat makalah, presentasi, atau membaca buku literatur asing.

Hasil penelitian Suriadinata tersebut diperkuat oleh Gormly & Brodzinsky (1993) dan Newman & Newman (1987) yang mensinyalir,umumnya mahasiswa belum mampu mandiri, mereka masih sering menggantungkan diri kepada orang lain dalam belajarnya

Menurut penelitian Wahidin (2004), pebelajar yang mendapat latihan keterampilan berpikir, skor kemampuan berpikirnya lebih tinggi daripada pebelajar yang tidak mendapat latihan berpikir (Wahidin, 2004). Para ahli juga sependapat, bahwa keterampilan berpikir dapat ditingkatkan melalui latihan dan pembelajaran (de Bono, 1998; Som & Dahlan, 2000; Liliasari, 1996; Philips, 1997; Rampingan, et.al., 1981). Oleh karena itu di Universitas Kebangsaan Malaysia, keterampilan berpikir kritis dan kreatif masuk ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh seluruh pebelajar (Wahidin, 2004; Som & Dahlan, 2000). Kriteria proses berpikir yang baik melibatkan empat komponen: (1) Berpikir membutuhkan pengetahuan; (2) Berpikir melibatkan proses mental yang membutuhkan keterampilan; (3) Berpikir bersifat aktif; (4) Berpikir menghasilkan tingkah laku atau sikap (Nickerson, 1985). Rampengan, et al. (1981) dikutip dari Wahidin (2004) menjelaskan bahwa: (1) Proses berpikir dapat dipelajari; (2) Proses berpikir adalah transaksi aktif antara individu, dan dosen dapat membantu mahasiswa dalam konseptualisasi proses mental; (3) Proses berpikir berkembang bertahap dan memerlukan strategi yang sistematik.


(18)

Demikian pun kemandirian belajar. Kemandirian belajar berhubungan dengan lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk mengembangkan aspek-aspek kemandirian dalam belajar, seperti kebebasan yang bertanggung jawab, rasa identitas, dan kesehatan psikososial (Lipps & Skoe, 1998; Baumrind, 1971). Steinberg (1993:293) menegaskan,”emotional autonomy develops under conditions that encourage both individuation and emotional closeness”. Menurut Collins (1990:101), “adolescents can become emotionally autonomous form their parents without becoming detached form them”.

Memperhatikan beberapa pendapat tersebut di atas, maka keterampilan berpikir dan kemandirian dalam belajar dapat dilatih dan ditingkatkan secara bertahap melalui strategi yang sistematik. Layanan bimbingan akademik dapat diprogram secara sistematik untuk membantu meningkatkan keterampilan berpikir dan kemandirian mahasiswa dalam belajar. Kondisi demikian memberi dampak fungsional kepada dosen PA untuk membantu mahasiswa yang memiliki masalah dalam belajarnya. Menurut Sidjabat (2008) perguruan tinggi seyogyanya dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan layanan bimbingan akademik kepada mahasiswa sesuai dengan perkembangan usia mereka, khususnya dalam mengupayakan peningkatan keterampilan belajarnya. Dengan meningkatnya keterampilan belajar, dimungkinkan meningkat pula kemandirian belajar mereka.

Dengan demikian, sudah bukan merupakan tawaran, melainkan keniscayaan dewasa ini bagi perguruan tinggi menyediakan layanan bimbingan akademik untuk menunjang keberhasilan belajar, khususnya dalam upaya meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar para mahasiswanya.


(19)

Layanan bimbingan akademik yang selama ini berlangsung di institusi ini, cenderung masih berpola kerja “atas-bawah” (top-down) dan formalistik, tidak dapat menyelesaikan masalah karena tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

Bertolak dari masalah di atas, dilihat dari kondisi ideal mahasiswa secara internal dan eksternal, serta kondisi aktual temuan penelitian pendahuluan tentang masih rendahnya taraf keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa, layanan bimbingan akademik yang belum berjalan secara optimal, yang melatar belakangi penelitian ini, dengan berupaya menghasilkan model bimbingan akademik untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan: Model bimbingan akademik seperti apakah untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa?

Rumusan tersebut secara operasional dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Model bimbingan seperti apakah untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa?

2. Sejauhmana model bimbingan akademik tersebut efektif untuk meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa?

3. Sejauhmana model bimbingan akademik tersebut efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa?


(20)

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan akhir penelitian ini tersusun model bimbingan akademik untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa. Secara spesifik penelitian ini bertujuan:

1. Menyusun model bimbingan akademik untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa.

2. Mengetahui sejauhmana model bimbingan akademik tersebut efektif untuk meningkatkan keterampilan belajar mahasiswa.

3. Mengetahui sejauhmana model bimbingan akademik tersebut efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar mahasiswa.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoretis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu bimbingan dan konseling, khususnya mengenai peran dan fungsi layanan bimbingan akademik dalam meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa sebagai bentuk partisipasi penulis dalam membahas hal tersebut.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh dosen PA, khususnya dosen PA di institusi di mana penelitian ini dilaksanakan, untuk menambah wawasan keilmuan mereka dalam membimbing mahasiswa, atau setidaknya sebagai bahan diskusi atau stimulan untuk diskusi tentang apa yang selayaknya perlu ditingkatkan pada mahasiswa bimbingannya mengenai keterampilan mahasiswa dalam menghadapi pembelajaran berdasarkan pantauan proses perkuliahan di kelas, atau bimbingan yang dilaksanakan secara individu atau kelompok sepanjang semester. Penelitian ini jika dibaca oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa strata satu (S1) di institusi di mana penelitian ini


(21)

dilakukan, kiranya bermanfaat untuk bahan bacaan mereka menulis skripsi di akhir, yang ada relevansinya dengan isu belajar dan bimbingan akademik.

E. Definisi Operasional

Untuk memperoleh pemahaman yang sama terhadap istilah yang dipakai dalam penelitian ini, perlu dibuat definisi operasional dari beberapa istilah: 1. Keterampilan belajar adalah kecakapan belajar mahasiswa dalam berpikir

kritis (konvergen) dan berpikir kreatif (divergen) yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah belajar dan masalah kehidupan pada umumnya. Berdasarkan definisi tersebut, keterampilan belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu kepada Guilford (1956) dalam menentukan aspek-aspek keterampilan belajar, dan mengacu kepada pendapat Som & Dahlan (2000) dalam menjabarkan ke dalam indikator-indikator dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Guilford, terdiri atas: (a) Keterampilan berpikir kritis dalam belajar, dengan indikator: mampu membandingkan dua perkara atau lebih berdasarkan karakteristiknya, mampu menentukan pilihan terbaik dari dua perkara atau lebih, mampu membuat kategori, mampu menyusun dan mengikuti urutan, mampu meneliti bagian-bagian kecil dan keseluruhan, mampu menjelaskan sebab dan akibat, mampu membuat hipotesis, mampu membuat pengandaian, mampu membuat kesimpulan, dan mampu membuat generalisasi; (b) Keterampilan berpikir kreatif dalam belajar, dengan indikator: mampu mengakses informasi dari pelbagai sumber, memanfaatkan sumber informasi, menyeleksi informasi, mengorganisasi informasi, mengembangkan informasi, memunculkan gagasan yang orisinal,


(22)

membuat alternatif pemikiran, membuat keputusan, berani bereksplorasi, mengevaluasi pemikiran sendiri, serta terbuka terhadap kritik dan saran. 2. Kemandirian belajar adalah kemampuan mahasiswa dalam belajar didasarkan

pada rasa tanggung jawab, percaya diri, inisiatif, dan motivasi sendiri dengan atau tanpa bantuan orang lain yang relevan, meliputi kemandirian dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap untuk memecahkan masalah belajar dan masalah kehidupan pada umumnya. Berdasarkan definisi tersebut, kemandirian belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini mengacu kepada kriteria kemandirian belajar menurut Davis (Kamil, 2007) yang mencakup tiga aspek: (a) Kemandirian belajar dalam aspek pengetahuan, dengan indikator: memahami urgensi kemandirian dalam belajar, memahami disiplin akademik dan pentingnya bagi keberhasilan belajar, mengetahui kecakapan dasar yang dibutuhkan dalam belajar, memahami kapan saatnya perlu bantuan orang lain dan kapan saatnya perlu berdiri sendiri dalam belajar, memahami makna belajar, mengenal kapasitas diri dalam belajar; (b) Kemandirian belajar dalam aspek keterampilan, dengan indikator: menguasai prosedur kecakapan dasar yang dibutuhkan dalam belajar, cakap bergaul, mampu memecahkan masalah belajar dan kehidupan; (c) Kemandirian belajar dalam aspek sikap, dengan indikator: berprinsip dan berkomitmen untuk mandiri dalam belajar, dan percaya pada kemampuan sendiri.

3. Bimbingan akademik untuk peningkatan keterampilan dan kemandirian belajar adalah sebuah model layanan bantuan berupa bimbingan yang sistematis dan terprogram dilakukan oleh dosen PA kepada para mahasiswa


(23)

bimbingannya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan belajar dan kemandirian belajar, mencakup: (a) bimbingan untuk meningkatkan kecakapan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam belajar, (b) bimbingan untuk meningkatkan kemandirian belajar, mencakup kemandirian belajar dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

F. Asumsi Penelitian

1. Keterampilan berpikir kritis dan kreatif perlu dan dapat dikembangkan secara seimbang sebagai alat belajar yang menunjang keberhasilan dalam menyelesaikan masalah belajar dan kehidupan pada umumnya.

2. Kemandirian, termasuk kemandirian belajar, merupakan kebutuhan setiap individu yang mencapai dewasa. Kemandirian berkembang bila memperoleh kesempatan dan pengalaman dalam lingkungan yang kondusif, yang memberi rasa aman dan mendukung kebebasan sesuai norma di masyarakat.

3. Keterampilan dan kemandirian belajar mahasiswa perlu dan dapat ditingkatkan di lingkungan perguruan tinggi melalui layanan bimbingan akademik yang diselenggarakan secara sistematis dan terprogram.


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian melalui empat tahapan, yaitu studi pendahuluan, menyusun draf model bimbingan akademik, memvalidasi model bimbingan akademik, dan menguji model bimbingan akademik di lapangan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terdiri dari tiga

bagian, yaitu: (a) Model bimbingan akademik, mencakup dasar pemikiran, tujuan, prinsip, asumsi, sasaran, pelaksana, teknik, waktu, strategi, prosedur, dan evaluasi bimbingan; (b) Panduan operasional untuk dosen, terdiri dari panduan umum, dan panduan khusus pelaksanaan bimbingan dari mulai tahapan pra bimbingan, permulaan bimbingan, assignment awal, bimbingan inti, assignment akhir, penutupan bimbingan, pasca bimbingan, dan evaluasi program; (c) Modul materi untuk mahasiswa, terdiri dari dua bagian, yaitu: bimbingan keterampilan belajar mencakup bimbingan berpikir kritis dan berpikir kreatif, serta bimbingan kemandirian belajar yang mencakup kemandirian dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam belajar.

2. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti cukup efektif untuk meningkatkan taraf keterampilan belajar mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan keterampilan belajar secara keseluruhan sebesar 32%. Skor rata-rata taraf keterampilan belajar mahasiswa kelompok eksperimen sebesar 380,345 dan mahasiswa kelompok kontrol sebesar


(25)

323,140. Hal ini menunjukkan skor rata-rata mahasiswa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang tanpa mendapat perlakuan model bimbingan akademik. Hasil uji statistik dapat ditafsirkan bahwa faktor asal sekolah atau jenis kelamin secara sendiri-sendiri tidak berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan belajar mahasiswa, namun interaksi asal sekolah dan jenis kelamin sedikit berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan belajar mahasiswa. Berdasarkan interaksi antara faktor asal sekolah, jenis kelamin dan kelompok dapat diketahui: (a) Dari segi asal sekolah, mahasiswa dari sekolah umum memiliki keterampilan belajar yang lebih tinggi daripada yang sekolah agama sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (b) Dari segi jenis kelamin, mahasiswa laki-laki memiliki taraf keterampilan belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa perempuan sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (c) Dari segi kelompok, mahasiswa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik memiliki keterampilan belajar yang jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang tanpa perlakuan model bimbingan akademik untuk setiap indikator.

3. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis mahasiswa sebesar 36 %. Hasil uji statistik dapat ditafsirkan bahwa faktor asal sekolah atau jenis kelamin secara sendiri-sendiri tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, namun interaksi asal sekolah dan jenis kelamin sedikit berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan


(26)

berpikir kritis mahasiswa. Berdasarkan interaksi antara faktor asal sekolah, jenis kelamin dan kelompok dapat diketahui: (a) Dari segi asal sekolah, mahasiswa dari sekolah umum maupun agama memiliki keterampilan berpikir kritis yang sama tinggi sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (b) Dari segi jenis kelamin, mahasiswa laki-laki maupun perempuan memiliki keterampilan berpikir kritis yang sama tinggi sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (c) Dari segi kelompok, mahasiswa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik memiliki keterampilan berpikir kritis yang jauh lebih tinggi daripada mahasiswa kelompok kontrol tanpa mendapat perlakuan model bimbingan akademik dalam setiap indikator.

4. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti cukup efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa sebesar 33 %. Hasil uji statistik dapat ditafsirkan bahwa faktor asal sekolah atau jenis kelamin secara sendiri-sendiri tidak berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa, namun interaksi asal sekolah dan jenis kelamin sedikit berpengaruh terhadap peningkatan keterampilan berpikir kreatif mahasiswa. Berdasarkan interaksi antara faktor asal sekolah, jenis kelamin dan kelompok dapat diketahui: (a) Dari segi asal sekolah, mahasiswa dari sekolah umum maupun agama memiliki keterampilan berpikir kreatif yang sama tinggi sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (b) Dari segi jenis kelamin, mahasiswa laki-laki maupun perempuan memiliki keterampilan berpikir kreatif yang sama tinggi sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (c) Dari segi kelompok, mahasiswa


(27)

kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik memiliki keterampilan berpikir kreatif yang jauh lebih tinggi daripada mahasiswa kelompok kontrol tanpa mendapat perlakuan model bimbingan akademik dalam setiap indikator.

5. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti efektif untuk meningkatkan taraf kemandirian belajar mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan taraf kemandirian belajar secara keseluruhan sebesar 52 %. Skor rata-rata kemandirian belajar kelompok eksperimen sebesar 290,105 dan kelompok kontrol sebesar 251,088. Hal ini menunjukkan skor rata-rata mahasiswa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik lebih tinggi daripada kelompok kontrol yang tanpa mendapat perlakuan model bimbingan akademik. Hasil uji statistik dapat ditafsirkan bahwa faktor asal sekolah atau jenis kelamin secara sendiri-sendiri tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemandirian belajar mahasiswa, namun interaksi asal sekolah dan jenis kelamin sedikit berpengaruh terhadap peningkatan kemandirian belajar mahasiswa. Berdasarkan interaksi antara faktor asal sekolah, jenis kelamin dan kelompok dapat diketahui: (a) Dari segi asal sekolah, mahasiswa dari sekolah umum memiliki kemandirian belajar yang lebih tinggi daripada yang sekolah agama sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (b) Dari segi jenis kelamin, mahasiswa laki-laki memiliki kemandirian belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa perempuan sesudah mendapat perlakuan model bimbingan akademik; (c) Dari segi kelompok, mahasiswa kelompok eksperimen yang mendapat perlakuan model bimbingan akademik memiliki kemandirian belajar yang jauh lebih tinggi daripada


(28)

mahasiswa kelompok kontrol tanpa mendapat perlakuan model bimbingan akademik dalam setiap indikator.

6. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti sangat efektif untuk meningkatkan taraf kemandirian belajar dalam aspek pengetahuan mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan kemandirian belajar dalam aspek pengetahuan sangat tinggi, yakni 93 %.

7. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini terbukti sangat efektif untuk meningkatkan taraf kemandirian belajar dalam aspek keterampilan mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan kemandirian belajar dalam aspek keterampilan sangat tinggi, yakni 93 %.

8. Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini sangat efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar dalam aspek sikap mahasiswa. Pengaruh model bimbingan akademik terhadap peningkatan kemandirian belajar dalam sikap sangat tinggi, yakni 83 %.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Penelitian ini difokuskan untuk kalangan mahasiswa strata 1 (S1) yang sedang beranjak dewasa yang diasumsikan mereka sudah mampu berpikir secara hipotetis, analitis, abstrak, sistematis, dan spontanitas, sehingga hasil penelitian ini kemungkinan akan bias jika digunakan untuk pebelajar di tingkat pendidikan menengah atas, menengah pertama, apalagi pendidikan dasar.

2. Penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif sebagai salah satu jenis keterampilan yang pokok dalam belajar, sehingga tidak dapat digeneralisasikan untuk keterampilan belajar yang lebih luas yang dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan belajar yang lebih menyeluruh.


(29)

3. Penelitian ini difokuskan pada kemandirian belajar untuk kalangan mahasiswa yang sedang beranjak dewasa yang diasumsikan mereka secara internal sedang menuntut otonomi dari orang-orang dewasa dan sudah memungkinkan untuk mencapai kemandirian sesuai dengan tugas perkembangan yang dialaminya. Meskipun demikian, kemandirian tidak serta merta seiring dengan usia yang dicapainya. Oleh karena itu, jika penelitian ini digunakan untuk mereka yang belum menginjak usia mahasiswa, harus digunakan dengan cermat untuk mereka yang sudah menunjukkan indikasi mandiri, meski pun usianya belum memadai. 4. Penelitian ini difokuskan dalam upaya menyusun model bimbingan akademik

yang menginspirasi para dosen pembimbing akademik di perguruan tinggi dalam membimbing mahasiswanya, sehingga untuk para guru bimbingan konseling di sekolah, perlu menyeleksi dan menyesuaikan secara hati-hati dengan konteks dan karakteristik siswa jika akan menggunakan model bimbingan akademik ini.

B. Rekomendasi

Berkaitan dengan hasil penelitian ini, ada beberapa rekomendasi untuk para pihak: 1. Pimpinan Institusi, antara lain: (a) Hasil penelitian ini akan berguna manakala

dapat difasilitasi oleh pimpinan untuk disosialisasikan kepada para dosen, baik melalui publikasi ilmiah maupun forum seminar di institusi tempat peneliti bertugas mengabdikan diri, agar hasil penelitian bermanfaat dan mendapat umpan balik dari sejawat; (b) Model bimbingan akademik yang dihasilkan ini sudah diuji di lapangan dan terbukti efektif untuk meningkatkan keterampilan belajar dan kemandirian belajar mahasiswa. Oleh karena itu, agar model bimbingan akademik bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan dan kemandirian belajar para mahasiswa di institusi ini, maka perlu difasilitasi oleh


(30)

pimpinan dengan dukungan moral, material, dan kebijakan untuk mengimplementasikan model bimbingan akademik ini kepada para mahasiswa, terutama mahasiswa baru untuk mempersiapkan mereka menghadapi pembelajarannya; (c) Untuk meningkatkan kompetensi bimbingan akademik para dosen PA, institusi perlu menyelenggarakan pelatihan kepembimbingan bagi para dosen PA dari ahli bimbingan dan konseling yang profesional; (d) Untuk meningkatkan kinerja pelayanan bimbingan akademik para dosen kepada mahasiswa bimbingannya, institusi perlu memberi insentif yang memadai dan mengapresiasi kinerja para dosen PA yang sudah relatif baik berdasarkan norma penilaian yang akuntabel; (e) Untuk mengefektifkan pelayanan bimbingan akademik, institusi perlu melakukan evaluasi dan monitoring secara periodik terhadap kinerja para dosen PA; (f) Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para dosen PA di bidang bimbingan akademik, institusi perlu memfasilitasi dengan menyediakan anggaran untuk penelitian di bidang bimbingan konseling, studi di pascasarjana Bimbingan Konseling, diskusi dosen dan temu ilmiah bidang bimbingan konseling, atau studi banding ke perguruan tinggi yang terindikasi sudah menyelenggarakan pelayanan bimbingan akademik yang relatif baik; (g) Untuk membantu dan mengkoordinasi pelayanan bimbingan akademik yang dilakukan oleh para dosen PA, institusi perlu membentuk sebuah Unit Pelayanan Teknis Bimbingan dan Konseling (UPT BK).

2. Dosen Pembimbing Akademik, antara lain: (a) Model bimbingan akademik yang dihasilkan dari penelitian ini dapat diimplementasikan di lapangan sepanjang dosen memiliki integritas untuk membantu mahasiswa meningkatkan taraf keterampilan dan kemandirian belajar mereka dengan terlebih dahulu


(31)

mempelajari secara seksama format model, panduan operasional, dan modul mahasiswa; (b) Untuk mengimplementasikan model bimbingan akademik kepada para mahasiswa dapat bekerja sama antar dosen pembimbing akademik dalam satu tim agar dapat saling menyempurnakan, mengefisiensi tenaga, melakukan tukar gagasan dan pengalaman, serta memperoleh umpan balik antar sesama dosen pembimbing dalam satu tim tersebut; (c) Dalam mengimplementasikan model bimbingan akademik, dosen selayaknya mampu memposisikan diri dalam kapasitasnya sebagai pembimbing akademik/fasilitator kegiatan, berbeda dengan posisi dosen dalam kapasitasnya sebagai pengajar di kelas.

3. Peneliti lanjutan. Mengingat beberapa keterbatasan dari penelitian ini, ada baiknya untuk peneliti lanjutan dapat melakukan penelitian antara lain: (a) Wilayah kajian penelitian akan lebih baik jika diperluas pada jenis keterampilan belajar yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan, misalnya: teknik belajar, prosedur belajar, strategi belajar, pengembangan media belajar, strategi pembelajaran dengan mengoptimalkan fungsi informasi teknologi, dan lain-lain; (b) Wilayah kajian penelitian akan lebih baik jika diperluas pada jenis-jenis pembelajaran mandiri, misalnya: sistem belajar dengan modul, sistem belajar aktif (active learning), sistem belajar terbuka, sistem belajar dengan mengoptimalkan informasi teknologi, dan lain-lain; (c) Sasaran penelitian akan lebih baik jika diperluas untuk kalangan mahasiswa di semua corak perguruan tinggi, seperti perguruan tinggi kedinasan, kejuruan, umum, maupun keagamaan, karena setiap corak perguruan tinggi memiliki karakteristik yang berbeda dan berbeda pula dalam penyediaan layanan bimbingan akademik, sehingga memperkaya khazanah model bimbingan akademik di perguruan tinggi.


(32)

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, T. (2009). ”Teori Belajar”. [Online]. Tersedia: http://blogs.unpad.ac.id/teguh aditya/script-php/read/teori belajar/. [2 April 2008].

Ahman. (1990). “Kontribusi Tingkat Penerapan Prinsip Bimbingan dalam Proses Bimbingan Akademik terhadap Kemandirian Belajar Mahasiswa”. Tesis. Bandung: IKIP. Tidak diterbitkan.

Amabile, TM. (1982). “Social Psychology of Creativity: A Consensual Assessment Technique”. Journal of Personality and Social Psychology. 43.

Amabile,TM. (1983). The Social Psychology of Creativity. New York: Springer-Verlag.

Ancok, Dj. & Suroso, FN. (2000). Psikologi Islam: Solusi Islam atas

Problema-problema Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anion, M & Hasan, A. (1996). Kepintaran Daya Cipta dan Kemahiran Berpikir. Kuala Lumpur: Utusan Publication. Sdn.Bhd.

Anion, M & Hasan, A. (1996). Pemikiran Rekacipta. Kuala Lumpur: Utusan Publication. Sdn.Bhd.

Aripuspita. (2005). “Kontribusi Bimbingan Akademik terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Mahasiswa”.Tesis.[Online].Tersedia:http//digilib.upi.edu/pasca/available /etd-1229105-140337/. [1 Maret 2008].

Aristo. (2008).”Kemandirian Belajar’. [Online]. Tersedia: http://www.adprima.com/ dears.html.[16April 2008].

Astiyanti, N. (2006). “Profil Prokastinasi di kalangan Mahasiswa: Studi ke arah Pengembangan Program Bimbingan Konseling untuk Menanggulangi Perilaku Prokastinasi di Kalangan Mahasiswa S1 UPI Bandung”. Tesis. [Online]. Tersedia: http//digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0614106-111214/. [1 Maret 2008].

Barnadib. (1982). “Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja”. [Online]. Tersedia: http://www.ukele.ac.uk/interact/lili/2005/contributions/childs. html. [16 April 2008].

Bauer. (1950). “Autonomy” [Online]. Tersedia: htttp://ec.khu.hk/autonomy/what.html. [16 April 2008].


(34)

Baumrind, D. (1971). Developmental Psychology Monographs. 4 (1). Best, JW. (1981). Research in Education. New Jersey: Prentice Hall.

Beyer, BK. (1988). Developing a Thinking Skill Program. Boston: Allyn & Bacon.Inc. Beyer, BK. (1995). Improving Student Thinking: A Comprehensive Approach.

Boston: Allyn & Bacon.Inc.

Bloom. (1974). “Taksonomi Belajar”. [Online]. Tersedia: http://peperonity.de/go/sites/ inview/petualangan/ 22180412.[12 April 2008].

Bluman, AG. (1998). Elementary Statistics: A Step by Step Approach. 3rd Edition. New York: McGraw-Hill.

Borkowski, Carr & Pressley. (1987).”Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki.uiniqe.ch/en/cognitive_strategy_instruction. [13 April 2009].

Boud, D. ed. (1988). Developing Student Autonomy in Learning. New York; Nochols Publishing Company.

Bourne, L; Ekstrand, B. & Dominowski, R. (1971). The Psychology of Thinking. New Jersey: Prentice Hall.

Briggs. (1974). “Cognitive Strategy”. [Online]. Tersedia: http://puspitariana.wordpress. com/ 2000/02/14. [13 April 2008].

Brookfield, SD. (1985). Adult Learners, Adult Education and the Community. New York: Columbia University. Teachers College Press.

Brookfield, SD. (1986). Understanding and Facilitating Adult Learning. Milton Keynes: Open University Press.

Brookfield. (1984). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia:http://www.nwrel. org/ planning/reports/self directed learning/indexphp. [16 April 2008].

Brophy, J & Good, T. (1986). Teacher Student Relationships: Causes and

Consequences. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Brophy, J. (1998). Motivating Students to Learn. New York: McGraw Hill.

Brown, BF. (1977). Education for Responsible Citizenships. New York: McGraw Hill Book Company.


(35)

Burden, P.R. & Byrd, D.M. (1996). Methods for Effective Teaching. Bostos:Allyn & Bacon.

Butcher. (1973). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http:// azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html.[15 April 2008].

Campbell, DT & Stanley, JC. (1966). Experimental and Quasi-Experimental Designs

for Research. Chicago:Rand Mcnally College Publishing Company.

Candy, PC. (1991). Self Direction Lifelong Learning: A Comprehensive to Theory

and Practice. San Fransisco: Jossey Bass-Inc.Publisher.

Candy, PC. (2000).“Independent Learning: Some Ideas from Literature”. [Online]. Tersedia: http://www.brookes.ac.uk/services/acsd/2_learntch/independent.html. [16 April 2008].

Candy, PC. (1991). Self-direction for Lifelong Learning , A Comprehensive to Theory

and Practice.`San Fancisco : Jossey-Bass Inc. Publishers.

Cannon. (1976). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http:// azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html. [15 April 2008].

Cochran, WG. (1991). Teknik Penarikan Sampel. Alih Bahasa: Rudiansyah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Collins, WA. (1990). dalam Montemayor. (Ed). Advances in Adolescent Development:

The Transition form Childhood to Adolescence. California: Sage.

Core Curriculum Advisory Committee. (1986). “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.sasked.gov.sk.ca/docs/policy/cels/e17.html. [17 April 2008]

Cranton, P.(1994). Understanding and Promoting Transformative Learning:A Guide

for Educators of Adults. San Francisco: Jossey-Bass Publisher.

Cronbach, LJ. Educational Psychology. (1977). 3rd Edition. New York: Harcourt Brace Jovanovich.Inc.

Crow, LD. Crow, A. (1960). Introduction to Guidance. New York: American Book Company.

Dahlan, M. et al. (1996). Model Kemahiran Berpikir Kritis dan Kreatif. Kuala Lumpur: Longman.


(36)

Dahlan, MD & Nurihsan, AJ. (2000). “Teori Bimbingan dan Konseling”. Ilmu dan

Aplikasi Pendidikan. Moh. Ali, dkk. (Penyunting). Bandung: Pedagogiana

Press.

Dahlan, MD., dkk. (1986). “Persepsi Mahasiswa tentang Peranan Proses Belajar Mengajar Tatap Muka Berstruktur dan Mandiri terhadap Hasil Belajar”.

Laporan Penelitian. Bandung IKIP. Tidak diterbitkan.

Darmaningtyas. (1999). “Makna Belajar”. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go. id/jurnal/37/belajar.[2 April 2008].

Davies. (1981). Teacher as Curriculum Evaluations. Sidney:George Allen & Unwim. Davis & Bull. (1978). “Creative Thinking” .[Online]. Tersedia: http://www.mustcomp

net 23 net/must/?p:4. [15 April 2008].

Davis, IK. (1971). The Management of Learning. London: McGraw Hill-Book Company.

DeBono, E.(1998). Berpikir Lateral. Kuala Lumpur:PTS Publications and Distributors. Sdn.Bhd.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pengembangan Kurikulum Berbasi

Kompetensi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menegah Umum.

DePorter, B & Hernacki, M. (1992). Quantum Learning. Bandung: Mizan.

Dewing. (1970). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http:// azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html [15 April 2008].

Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dodds, T. (1983). Administration of Distance-Teaching Institutions. Cambridge: International Extention College.

Drost, JI. (2001). Sekolah, Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta:Kanisius. Echols, JM & Shadily, H. (2000). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:Gramedia.

Edwards, AL. (1957). Techniques of Attitudes Scale Construction. New York:Appleton-Century - Corfts.

Emosda. (1989). “Keberhasilan Belajar di Perguruan Tinggi ditelaah dari Kemandirian dan Kreativitas Mahasiswa”. Tesis. Bandung FPS IKP. Tidak diterbitkan.


(37)

Ennis, RH. (1985). Goals for A Critical Thinking Curriculum : Developing Mind A

Resource. Book for Teaching Thinking. Virginia: Association for Supervisions

and Curriculum Development (ASCD).

Enswistle, N. (1987). “Motivation to Learn”. British Journal of Educational Studies. Vol XXXV [2] 129. [Online]. Tersedia: http://www.ukle.ac.uk/research/project/ childs.htm/autonomy and ability to learn project.[3 Maret 2008]

Erikson dalam Miller, PH. (1993). Theories of Developmental Psychology. 3rd Edition. New York: WH.Freeman and Company.

Faqih, M, Topatimasang, R. & Rahardjo, T. (2001). Pendidikan Popular: Membangun

Kesadaran Kritis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Fishman,GE. (2001). “Globalization, Consumers, Citizenz, and the Private School Advanteges in Argentina 1985-1999”. Education Policy Analysis Archives. 9(31) Arizona State University.

Frankel, J. (1980). Helping Student Think and Value: Strategies for Teaching the

Social Studies. New Jersey: Prebtice Hall,Inc.Englewood Cliffs.

Freire, P. (1986). Pedagogy of the Oppresssed. New York: Preanger.

Gagne, Rm; Briggs, LJ. 7 Wager, WW. (1992). Principles of Instructional Design. Fortworth:Harcourt Brace Jovanovich College Publisher.

Gagne, RM. (1977). The Conditions of Learning. 3rd Edition. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc.

Galbreath, J. (1999). “Critical Thinking”. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/ wiki/critical thinking.[15 April 2008].

Gall, MD. Gall, JH., Borg, RW (2003). Educational Research. London:Longman Inc. Ganda. (1992).“Definisi Keterampilan Belajar”. [Online]. Tersedia: http://id.answer.

yahoo.com/question/index/id.20080304094944AAH.[13 April 2008].

Gardner, H. (1993). Framers of Mind: The Theory of Mutiple Intelligences. New York: Basic Books.

Gardner. (1990). ”Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki. uiniqe.ch/en/cognitive_strategy_instruction. [13 April 2008].


(38)

Good, C.V. (Ed). (1973). Dictionary of Education. New York:McGraww-Hill Company.

Gormly, AV & Brodzinsky,DM. (1993). Lifespan Human Development. 5th edition. Tokyo: Harcourt Brace Collage Publishers.

Gorrison. (1997). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Greadler, Margaret, E. & Bell. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Alih Bahasa: Munandir. Jakarta: PAU-UT dan Rajawali Press.

Greadler, MB. (1989). Learning and Instruction: Theory to Practice. New York: McMillan Publishing Company.

Greadler. (1986). “Cognitive Strategy”. [Online]. Tersedia: http://puspitariana wordpress.com/ 2000/02/14. [13 April 2008].

Grow, G. (1991). “Teaching Learners to be Self-Directed”. [Online]. Tersedia. (http:// www.oaa.pdx.edu/CAE/facultyfocus/spring96/excerpt.html.[17 April 2008]. Guilford, JP. (1956). “Convergent and Divergent Production”. [Online]. Tersedia:

http:// en.wikipedia.org/wiki/convergent and divergent production. [13 April 2008].

Guilford, JP. (1956). “Convergent Versus Divergent Thinking”. [Online]. Tersedia: htttp://www. ehow.com/how.2158036 convergent thinking versus divergent thinking. html.[13 April 2008].

Guilford, JP. (1956). “Ways to be More Creative”. [Online]. Tersedia: H12plsd.edu/ school/hougston/2000pace/converge.htm.5k. [13 April 2008].

Guilford, JP. (1959). “Traits of Creativity” dalam Vernon, PE (1982). Creativity. Connecticut: Creativity Learning Press.

Guilford, JP. (1959). Creativity: Its Measurement and Development. A Source Book for Creative Thinking. NewYork: Charles Scribner’s Sons.

Hall, GE. et al. (1979). Measuring Stage of Concern about the Innovation: A Manual

for Use of the Questionaire. Austin: University of Texas.

Hammers, JHM; Van Luti, JEH & Csapo, B. (1999). Teaching and Learning Thinking Skills. Netherlands:Swets & Zeitlinger.


(39)

Harefa, A. (2000). Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta:Kompas.

Harrington. et al. (1993). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http:// azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html.[15 April 2008].

Hasan, SH. (1989). Evaluasi Kurikulum. Jakarta:Depdikbud.

Hasan. (1989). “Teori Belajar dari Gagne”. [Online]. Tersedia: http://bimbingan belajar. net//p 1388.[2 April 2008].

Hayes. (1978). “Creative Thinking” dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http:// azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html.[15 April 2008].

Herber & Herber (19870. “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://www. sasked.gov.sk .ca/docs /policy/cels /e17.html. [17 April 2008].

Hidayanto, DN. (2008). “Belajar Keterampilan berbasis Keterampilan Belajar”. [Online]. Tersedia: http://banjarnegarambs.wordpress.com/2008/09/10/ kemandirian belajar. [15 April 2008].

Hiemstra. (1994). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Hilgard, ER. (1956). Theories of Learning. New York: Appleton-Century Crofts.Inc. Hilgard, ER. (1962). Introduction to Psychology. New York: Harcourt, Brace.

Hill, J. & Holmbeck, JG. (1986). “Attachment and Autonomy during Adolescence”. Whitheturst, G (ed). Annals of Child Development. Greenwich: JAI Press. Hogart. (1980). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http://

azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html. [15 April 2008].

Hudson. (1967). “Convergent and Divergent Thinking Styles”. [Online]. Tersedia: htttp:// www.learning and teaching.info/learning/convergent.htm. [13 Aprili 2008].

Hurlock, EB. (1980). Developmental Psychology: A Lifespan Approach. 4th Edition. New York: McGraw-Hill Inc.


(40)

Ismail, AK.,dkk. (1986). “Studi Pelaksanaan Bimbingan Akademik di IKIP Bandung”.

Laporan Penelitian. Bandung:LP IKIP.Tidak diterbitkan.

Johnson (2000). “Convergent-Divergent”. [Online]. Tersedia: http://faculty.washington. edu/ezent/imdt.htm. [13 April 2008].

Johnson, EB. (2000). Contextual Teaching and Learning. California:Corwin Press.Inc. Joreskog, RG & Sorbon, D. (1996). Lisrel 8 : User’s Reference Guide. New Jersey:

Prentice Hall, Englewood Cliffs.

Jumhana, N. (2006). “Hubungan Pola Interaksi Dosen Pembimbing dalam Proses Bimbingan Akademik dengan Kemandirian dan Komitmen Belajar Mahasiswa”.

Tesis

.[Online].Tersedia:http//digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0614106-111214/ [1 Maret 2008].

Kamil, M. (2001). Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan Kemandirian. Disertasi. Bandung: UPI. Tidak diterbitkan.

Kamil, M. (2007). “Teori Andragogi”. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Penyunting: Mohammad Ali. Bandung: Pedagogiana Press.

Kartadinata, S. (2005). “Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Perilaku Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan”.Disertasi. [Online]. Tersedia:http//digilib.upi.edu/pasca/avalilable/etd-1206105-132350/. [1 Maret 2008]

Keegan (1990). “Independent Learning Strategies”. [Online]. Tersedia: http://www. newsletter.co.uk. [17 April 2008].

Keegan. (1990). “Independent Learning”.[Online]. Tersedia:http://austega.com/gifted/ provision/independent learning.html.[16 April 2008].

Keegan, D.(1990).Foundation of Distance Education. 2nd Edition.London: Routledge. Kesten, C.(2007). “Independent Learning” [Online]. Tersedia. http://www.sasked.gov.

sk .ca/docs /policy/cels /e17.html. [16 April 2008]

Kesten. (1987). “Skills of Self-Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.asa 3 org/ASA/education/learn/study skills.htm. [16 April 2008].

Kizlik, B. (2001). “Getting Ready for Distance Education: Distance Education Aptitude and Readiness Scale (DEARS)”.[Online]. Tersedia: (http://www.umuc.edu/ three_ models. html. [17 April 2008]


(41)

Knowles, MS. (1980). The Modern Prcatice of Adult Education: From Pedagogy to

Andragogy. New York.: The Adult Education Company.

Knowless, MS. (1975). Self- Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers. Chicago : Associates Press Follett Publishing Company.

Kolb. (1984) dalam Faqih, M, Topatimasang, R. & Rahardjo, T. (2001). Pendidikan

Popular: Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Kozma, RB, Belle, LW, William, GW. (1978). Instructional Techniques in Higher

Education. New Jersey: Educational Technology Publications.

Kroth, AJ. (1973). Counseling Psychology and Guidance. Illionis: Charles Thomas Publisher.

Kubow. (2003). “Creative Thinking”. [Online]. Tersedia: http://e-learning-bpplsp-reg5. go.id/?pilih=news.[15 April 2008].

Lerner, RM & Spanier, GB. (1980). Adolescent Development: A Lifespan Perspectives. New York: McGraw Hill Co.

Lerner, RM .(1976). Concepts and Theories of Human Development. Philippines: Addison Wesley.

Lewis & Spencer. (1986). “Independent Learning”.[Online]. Tersedia: http://sn2dg.blog spot.com/2008/sistem belajar mandiri.html.[16 April 2008].

Liliasari. (1996). “Beberapa Pola Berpikir dalam pembentukan Pengetahuan Kimia oleh Siswa SMA”. Disertasi.Tidak diterbitkan. Bandung: IKIP.

Lipps,V & Skoe, E. (Eds). (1998). Personality Development in Adolescence: A Cros

National and Lifespan Perspective. London: Routldge.

Lott. (1978). “Convergent-Divergent Thinking”. dalam Rafiuddin (20080. [Online]. Tersedia:http://rafiiud-word press.com/ assalamu alaikum.[13 April 2008]. Maiorana, VP. (1980). How to Learn and Study in College. New Jersey: Prentice Hall

Inc.

Mansfield & Busse. (1981). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia:http://azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html.[15April2008]. Maslow, AH (1970). Motivation and Personality. New York: Harper & Row


(42)

Matlin, M. (2002). Cognition. 5th Edition. New York:Wiley.

Merriam, S.B. & Cafferella, RS. (1999). Learning in Adulthood. San Fransisco:Josey Bass Publishers.

Mezirow, J. (1980). A Critical Theory of Adult Education. Adult Education XXXI (3). Miarso, YH. (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan .Jakarta: Kencana. Miller, FW; Fruehling, JA & Lewis, GJ. (1978). Guidance Principles and Services. 3rd

Edition. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Co.

Moore. (1977). “Developing Independent Learning Skills”. [Online]. Tersedia: http:// www.teaching expertise.com/articles/developing independent learning skills-719. [15 April 2008].

Moore, M. (1993). “Theory of Transactional Distance”. Keegan, D. (ed.), Theoretical

Principles of Distance Education. New York : Routledge.

Mu’tadin, Z. (2002). “Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja”. [Online]. Tersedia: http://www.ukele.ac.uk/interact/lili/2005/contributions/ childs.html.[16 April 2008].

Mujiman, H. (2005). “Manifestasi Belajar”. [Online]. Tersedia: http://konseling indonesia.com/index.php?option suon_content&task:view&id. [12 April 2008]. Munandar, AS. (1995). Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan

Nasional. Jakarta:LPPM.

Munandar, SCU. (1977).Creativity and Education. Jakarta: Dirjen Dikti.

Munandar, SCU. (1999). Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan Potensi

Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia.

Nasution, S (1988). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Natawidjaya, R. (1984). “Tingkat Penerapan Bimbingan dalam Proses Belajar Mengajar dihubungkan dengan kepeduliaan Guru dan Sikap Siswa terhadap Bimbingan”.

Disertasi. Bandung PPS IKIP. Tidak diterbitkan.

Newman, B.M. & Newman, P.R. (1987). Development Through Life: A Psychosocial


(43)

Nickerson, R; Perkins, D & Smith, E. (1985). The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Nor, S & Dahlan, M. (2000). Kemahiran Berpikir dalam Pengajaran dan

Pembelajaran Sain. Kuala Lumpur: Kementrian Pendidikan Malaysia.

Nor, S & Dahlan, MR. (2000). Kemahiran Berpikir Kritis dan Kreatif. Kuala Lumpur: Longman.

Novak, JO & Gowin, DB. (1999). Learning How to Learn. London: Cambridge University Press.

Orlich, et al. (1998). “Creativity”. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/ creativity. [15 April 2008].

Pannen, P; Mustofa, D. & Sekarwinahyu, M. (2000). Konstruktivisme dalam

Pembelajaran. Jakarta: PAU PAI-UT.

Phenix, HP. (1964). Realms of Meaning: A Philosophy of the Curriculum for General

Education. New York: McGraw-Hill Book Company.

Philips, JA. (1981). Piaget’s Theory: A Primer. San Fransisco:Freeman.

Philips, JA. (1997). Pengajaran Kemahiran Berpikir: Teori dan Amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publication & Didtributor.Sdn.Bhd.

Piaget, J. (1983). Science of Education and Psychology of the Child. New York: Orient Press.

Prawiradilaga, DS & Siregar, E. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pranata-Media.

Prawiradilaga, DS. (2007). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan Konseling di SMA. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.

Prayitno. (1994). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Presseisen, BZ. (1985). “Thinking Skill: Meaning and Model”. dalam Costa, AL. ed.

Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking.


(44)

Pressly.(1987). “Convergent Versus Divergent Thinking”. [Online]. Tersedia: http://www. betaversion.org/stefano/linotype/news/ 234. [13 April 2008].

Purwadhi. (2000). “Pengembangan Model Pembelajaran Berpikir”. Disertasi. Bandung: PPS IKIP. Tidak diterbitkan.

Puspitariana. “Strategi Kognitif”. [Online]. Tersedia: http://puspitariana.wordpress.com/ 2000/02/14/strategi kognitif/.[13 April 2008].

Race. (1999).“Independent Learning”.[Online].Tersedia:http://sn2dg.blogspot.com/ 2008/ sistem belajar mandiri.html.[16 April 2008].

Rampingan, MJ; Habiburrahman, RL & Tobing. (1981). Model Mengajar dalam

Pendidikan IPA. Jakarta: P3G Depdikbud.

Read, B. (2005). ”Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki. uiniqe.ch/en/cognitive_strategy_instruction. [13 April 2008]. Regina, SK. “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.sasked.gov.sk.ca/

docs/polisy/cels/cl17.html.[17 April 2008].

Reisser. (19730. [Online]. Tersedia: http://teori pembelajaran.blogsopt.com/2008/07 prinsip pembelajaran dan sistem belajar.html. [12 April 2008].

Rice, F.P. (1996). The Adolescent, Development, Relationships and Culture. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Robert, EV. (1978). Developing Cognitive Ability Teaching Children to Think. Saint Louis: The CV Mosby Company.

Rogers, A. (1986). Teaching Adults Milton Keynes:Open University Press.

Rogers, J. (1973). Adult Learning. A Penguin Book Great Britain. Hazel Wasten & Viney.

Rose, C & Nicholl, M.J. (1997). Accelerated Learning for the 21 Century. New York:Bantam Doubleday Dell Publishing Group, Inc.

Rowntree, D. (1992). Exploring Open and Distance Learning. London Kogan Ltd. Ruhcita. (2008). “Strategi Kognitif”. [Online]. Tersedia: http://ruhcita.wordpress.com/

2008/ 11/ 24/ strategi kognitif dan lupa.[13 April 2008].


(45)

Sadiman, AS. dkk.. (1986). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya. Jakarta : Rajawali.

Santosa, H. (2006). “Kontribusi Bimbingan Akademik terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa”.Tesis. [Online]. Tersedia:http//digilib.upi.edu/pasca/available/etd/ 0109106-141343/. [I Maret 2008]

Santoso, S. (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta:Gramedia. Santrock, JW. (2004). Educational Psychology. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill

Company.

Scheid, K. (1993). Helping Students become Strategic Learners: Guidelines for

Teaching. Cambridge. MA: Brookline Books.

Scheid. (1993). “Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki. uniqe.ch/en/artides/cognitive strategy instruction.[13 April 2008].

Scheidet. (2003). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Schillereff. (2001). “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://id.answer.yahoo. com/question/index? qid200803040944AAH. [16 April 2008].

Schillereff. (2001). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Sedanayasa. (2003). “Model Kolaborasi Pembimbing dan Guru dalam Peningakatan Keterampilan Belajar Siswa dengan Pendekatan Multimodal”. Disertasi. Bandung: UPI. Tidak diterbitkan.

Sekaran, U. (2000). Research Methods for Bussiness. 3rd Edition. New York: John Willey & Sons Corp.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2004). Pedoman Akademik. Cirebon: STAIN. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2006). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Cirebon: STAIN.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2006). Statuta STAIN Cirebon.. Cirebon: STAIN.

Semiawan, C. (1992). “Dasar Pendidikan dan Makna Belajar”. [Online]. Tersedia: http:// mijieschool multiply. com/journal/item/36. [12 April 2008].


(1)

Nickerson, R; Perkins, D & Smith, E. (1985). The Teaching of Thinking. New Jersey: Lawrence Erlbaum.

Nor, S & Dahlan, M. (2000). Kemahiran Berpikir dalam Pengajaran dan Pembelajaran Sain. Kuala Lumpur: Kementrian Pendidikan Malaysia.

Nor, S & Dahlan, MR. (2000). Kemahiran Berpikir Kritis dan Kreatif. Kuala Lumpur: Longman.

Novak, JO & Gowin, DB. (1999). Learning How to Learn. London: Cambridge University Press.

Orlich, et al. (1998). “Creativity”. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/ creativity. [15 April 2008].

Pannen, P; Mustofa, D. & Sekarwinahyu, M. (2000). Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU PAI-UT.

Phenix, HP. (1964). Realms of Meaning: A Philosophy of the Curriculum for General Education. New York: McGraw-Hill Book Company.

Philips, JA. (1981). Piaget’s Theory: A Primer. San Fransisco:Freeman.

Philips, JA. (1997). Pengajaran Kemahiran Berpikir: Teori dan Amalan. Kuala Lumpur: Utusan Publication & Didtributor.Sdn.Bhd.

Piaget, J. (1983). Science of Education and Psychology of the Child. New York: Orient Press.

Prawiradilaga, DS & Siregar, E. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Pranata-Media.

Prawiradilaga, DS. (2007). Prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan Konseling di SMA. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.

Prayitno. (1994). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Presseisen, BZ. (1985). “Thinking Skill: Meaning and Model”. dalam Costa, AL. ed. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria:ASCD.


(2)

Pressly.(1987). “Convergent Versus Divergent Thinking”. [Online]. Tersedia: http://www. betaversion.org/stefano/linotype/news/ 234. [13 April 2008].

Purwadhi. (2000). “Pengembangan Model Pembelajaran Berpikir”. Disertasi. Bandung: PPS IKIP. Tidak diterbitkan.

Puspitariana. “Strategi Kognitif”. [Online]. Tersedia: http://puspitariana.wordpress.com/ 2000/02/14/strategi kognitif/.[13 April 2008].

Race. (1999).“Independent Learning”.[Online].Tersedia:http://sn2dg.blogspot.com/ 2008/ sistem belajar mandiri.html.[16 April 2008].

Rampingan, MJ; Habiburrahman, RL & Tobing. (1981). Model Mengajar dalam Pendidikan IPA. Jakarta: P3G Depdikbud.

Read, B. (2005). ”Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki. uiniqe.ch/en/cognitive_strategy_instruction. [13 April 2008]. Regina, SK. “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.sasked.gov.sk.ca/

docs/polisy/cels/cl17.html.[17 April 2008].

Reisser. (19730. [Online]. Tersedia: http://teori pembelajaran.blogsopt.com/2008/07 prinsip pembelajaran dan sistem belajar.html. [12 April 2008].

Rice, F.P. (1996). The Adolescent, Development, Relationships and Culture. Massachusetts: Allyn & Bacon.

Robert, EV. (1978). Developing Cognitive Ability Teaching Children to Think. Saint Louis: The CV Mosby Company.

Rogers, A. (1986). Teaching Adults Milton Keynes:Open University Press.

Rogers, J. (1973). Adult Learning. A Penguin Book Great Britain. Hazel Wasten & Viney.

Rose, C & Nicholl, M.J. (1997). Accelerated Learning for the 21 Century. New York:Bantam Doubleday Dell Publishing Group, Inc.

Rowntree, D. (1992). Exploring Open and Distance Learning. London Kogan Ltd. Ruhcita. (2008). “Strategi Kognitif”. [Online]. Tersedia: http://ruhcita.wordpress.com/

2008/ 11/ 24/ strategi kognitif dan lupa.[13 April 2008].


(3)

Sadiman, AS. dkk.. (1986). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta : Rajawali.

Santosa, H. (2006). “Kontribusi Bimbingan Akademik terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa”.Tesis. [Online]. Tersedia:http//digilib.upi.edu/pasca/available/etd/ 0109106-141343/. [I Maret 2008]

Santoso, S. (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta:Gramedia. Santrock, JW. (2004). Educational Psychology. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill

Company.

Scheid, K. (1993). Helping Students become Strategic Learners: Guidelines for Teaching. Cambridge. MA: Brookline Books.

Scheid. (1993). “Cognitive Strategy Instruction”. [Online]. Tersedia: http://edutechwiki. uniqe.ch/en/artides/cognitive strategy instruction.[13 April 2008].

Scheidet. (2003). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Schillereff. (2001). “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://id.answer.yahoo. com/question/index? qid200803040944AAH. [16 April 2008].

Schillereff. (2001). “Self Directed Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.nwrel.org/ planning/report/self directed learning/index.php. [16 April 2008].

Sedanayasa. (2003). “Model Kolaborasi Pembimbing dan Guru dalam Peningakatan Keterampilan Belajar Siswa dengan Pendekatan Multimodal”. Disertasi. Bandung: UPI. Tidak diterbitkan.

Sekaran, U. (2000). Research Methods for Bussiness. 3rd Edition. New York: John Willey & Sons Corp.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2004). Pedoman Akademik. Cirebon: STAIN. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2006). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.

Cirebon: STAIN.

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. (2006). Statuta STAIN Cirebon.. Cirebon: STAIN.

Semiawan, C. (1992). “Dasar Pendidikan dan Makna Belajar”. [Online]. Tersedia: http:// mijieschool multiply. com/journal/item/36. [12 April 2008].


(4)

Semiawan, C. (1999). Pendidikan Tinggi : Peningkatan Kemampuan Manusia. Jakarta: Grasindo.

Sharan, S & Sharan, S. (1992). Expanding Cooperative Learning Through Group Investigation. New York: Teacher College Press.

Shertzer, B & Stone, CS.(1981). Fundamental of Counseling. Boston:Houghton Mifflin Company.

Sidjabat, BS. (2008). “Prinsip Pedagogi dan Andragogi”. [Online]. Tersedia: http://www. tiranus.net/?p20. [3 Maret 2008].

Snellbecker (1974). “Manifestasi Belajar”. [Online]. Tersedia: http://konseling indonesia. com/index.php?option suon_content&task:view&id. [12 April 2008]. Sobel. (1980). “Convergent-Divergent Thinking”. dalam Rafiuddin (2008). [Online].

Tersedia:http://rafiiud-word press.com/ assalamu alaikum.[13 April 2009]. Soekartawi. (1999). Rancangan Instruksional. Jakarta:Rajawali Press.

Songgok, RJ. (2008). “Motivasi dalam Belajar”. [Online]. Tersedia: htttp://sn2dg.blog spot.com/2008/06/motivasi dalam belajar.[2 Maret 2008].

Steinberg, LD. (1993). Adolescence. New York:McGraw-Hill.

Steinberg, RJ. & Swerling, SP. (1996). Teaching for Thinking. Washington, DC: American Psychological Association.

Stephen, D. (1988). Developing Critical Thinking: Challenging Adults to Explores Alternative Way of Thinking and Activy. San fransisico: Josey Bass Publishers. Stephen, D; Norris & Ennis, RH. (1989). The Practitioner’s Guide to Teaching

Thinking Series.: Evaluating Critical Thinking. Pasific Grove: Midwest Publications Critical Thinking.

Sudjana, N. & Ibrahim. (1988). Penelitian dan Penelitian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru.

Sudrajat, A. (2008). “Tujuan Bimbingan dan Konseling”. [Online]. Tersedia: http:// akhmadsudrajat.wordpress.com/2008.14/tujuan bimbingan_konseling. [1 Maret 2008].


(5)

Sukirman, S. (2004). Tuntutan Belajar di Perguruan Tinggi. Bandung: Pelangi Cendekia.

Sukmadinata, N.Sy. (2002). Pendekatan Penelitian dan Pengembangan. Bandung: PPS UPI.

Supardi.(1994). “Prinsip Belajar”. [Online]. Tersedia: http://teori pembelajaran.blogspot. com/search/label/prinsip pembelajaran. [3 Maret 2008]. Suprapto. (2008). “Keterampilan Berpikir”. [Online]. Tersedia: http://supraptowongsolo wordpres.com/2008/06/13/menggunakan keterampilan berpikir untuk meningkatkan mutu pembelajaran. [15 April 2008].

Suriadinata, S. (2000). “Bimbingan Akademik di Perguruan Tinggi: Kepeduliaan Dosen Pembimbing Akademik dalam Pembinaan Kemandirian Belajar Mahasiswa di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati”. Laporan Penelitian dalam rangka Mencapai Jabatan Guru Besar. Cirebon:Fak Tarbiyah IAIN SGD. Tidak diterbitkan.

Sutrisno, J. (2008). “Keterampilan Berpikir untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran”. [Online].Tersedia: http://joko.com/post/1969986616. [15 April 2008].

Suwardjono.(2007).“Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi”.[Online].Tersedia: http// www.suwardjono.com. [2 April 2008].

Thornburg, HD. (1982). Development in Adolescence. California:Brooks/Cole. Tim. (2007). Sukses Belajar di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:UIN Kalijaga. Tim. (2008). Smart Steps: Sukses Belajar di Perguruan Tinggi. Cirebon: STAIN. Torrence, EP. (1995). Education and the Creative Potential. Minneapolis: University

of Minnoseta Press.

Trilling & Hood. (1999). “Hakikat Kreativitas”. [Online]. Tersedia: http://artikel pendidikan.blogspot.com/2008/01/hakikat kreativitas.html. [15 April 2008]. Vernon. (1964). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia: http://

azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html. [15 April 2008]

Vernon. (1975). “Critical Thinking”.[Online]. Tersedia:http://www.fk.undip.ac.id/ index.php/pengembangan pendidikan/77/pembelajaran kemampuan berpikir kritis.html/ .[15 April 2008].


(6)

Wahab, AZ. (2000). Meningkatkan Belajar melalui Pemantapan Budaya Akademik Organisasi Perguruan Tinggi Sebagai Kunci Memasuki Milenium Ketiga. Bandung: STKIP Pasundan.

Wahidin. (2004). “Peta Konsep, Peta Vee dan Kemahiran Berpikir dalam Pengajaran Kimia”. Disertasi. Malaysia:Universitas Kebangsaan.

Walgito, B. (1982). Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:Fak Psikologi UGM.

Wallach & Kogan. (2002). “Creative Thinking”. dalam Azis, R. (2008). [Online]. Tersedia:http://azirahmat.blogsopt.som/2008-08-28-archive.html.[15April 2008] Wasserman, S. (1987). Teaching for Thinking: Theory, Strategy and Activities for the

Classroom. 2nd Edition. New York: Teacher College. Columbia University. Wedmeyer. (1973). “Independent Learning”. [Online]. Tersedia: http://www.heghlaid

schoolc-virtualib.org.uk/itt/whole learner independent.htm.[16 April 2008]. Wibawa. “Definisi Belajar dan Pembelajaran”. [Online]. Tersedia: http://mashavi

wibawa.wordpress.com/2008/07/19/definisibelajar_pembelajaran.[2April 2008]. Widjaja, H. (1986). “Hubungan Antara Asuhan Anak dan Ketergantungan-Kemandirian”. Disertasi. Bandung: Universitas Padjadjaran. Tidak diterbitkan. Winkel, WS & Hastuti, SMM. (2004). Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Winkel, WS. (2004). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma. Witherington, HC. (1980). Educational Psychology. Massachussets: Ginn & Company. Yuwono, D. (2005). “Pencarian Model Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan

Tinggi”. Tesis. [Online]. Tersedia: http//digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1207105-134233/. [1 Maret 2008].

Zaini. (2002). “Three Models of Learning”. [Online]. Tersedia: (http://www.umuc.edu/ three_models. html. [17 April 2008].

Zeidler, et al. (1992). “Creativity”. [Online]. Tersedia: http://en.wikipwdia.org/wiki/ creativity. [15 April 2008].

Zikmund, WG. (2000). Business Researsch Methods. 6th Edition. Philadelpia:The Dryden Press.