Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze 2 Bandung.

(1)

vi

摘要

姓名 :Carinna

专业 :中文本科

题目 :在老子二清真寺华裔穆斯林的社交及文化生活

本论文将要讨论的是关于万隆的华裔穆斯林社群的问题,特别是在老子二清 真寺,主要聚焦于华裔穆斯林的社交及文化生活。这里所依靠的主要理论来 源是社会性、文化、文化适应以及由住在印尼的中国人流传的的伊斯兰文化 。本论文将探讨关于华裔穆斯林社群与华裔非穆斯林社群和非华裔社群间的 关系。不仅仅在社交方面,另外当华裔穆斯林社群里的穆斯林大众在儿童及 成人时期的文化生活也将有所提及。不仅如此,在华裔穆斯林社群的生活也 有在文化领域的文化适应的解释。


(2)

vii ABSTRACT

Name : Carinna

Study Progam : Chinese Literature

Thesis Title : THE SOCIAL AND CULTURE LIFE IN

CHINESE MOSLEMS SOCIETY IN MASJID LAUTZE 2 BANDUNG

This paper will discuss about the Chinese Moslems community in Bandung, especially Masjid Lautze 2, with more focusing on the social and cultural life of the Chinese Moslems community. The main theories that are used is about socialization, culture, acculturation, and the history of the spread of Islam by ethnic Chinese in Indonesia. This paper will also discuss about how the Chinese Moslems community social relations with non-Moslems Chinese communities and non-Chinese communities are. Not only in social, but also cultural life of Chinese Muslim community after they converted to Islam will also be analyzed, for example during celebrations of the feast of ethnic Chinese. There is also the presentation of acculturation in the field of culture in the life of the Chinese Muslim community.


(3)

viii ABSTRAK

Nama : Carinna

Progam Studi : Sastra China

Judul : KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT

MUSLIM TIONGHOA DI MASJID LAUTZE 2 BANDUNG Skripsi ini akan membahas mengenai masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze 2 Bandung, dengan lebih difokuskan mengenai kehidupan social dan budaya masyarakat Muslim Tionghoa. Teori utama yang akan digunakan adalah mengenai sosialisasi, kebudayaan, akulturasi, serta sejarah mengenai penyebaran agama Islam oleh orang Tiongkok yang dating ke Indonesia. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai bagaimana hubungan social masyarakat Muslim Tionghoa dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim maupun masyarakat non-Tionghoa. Tidak hanya dalam bersosialisasi, kehidupan berbudaya masyarakat Muslim Tionghoa setelah mereka menjadi muallaf juga akan dianalisa, antara lain pada saat perayaan-perayaan hari raya etnis Tionghoa. Selain itu ada juga pemaparan akulturasi dalam bidang budaya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Muslim Tionghoa ini.


(4)

ix

DAFTAR ISI

KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT MUSLIM TIONGHOA DI MASJID

LAUTZE 2 BANDUNG ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

摘要 ... viii

DAFTAR ISI ... ix

1. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 4

2. LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Pengertian Sosial ... 5

2.2 Pengertian Sosialisasi ... 5

2.3 Pengertian Kebudayaan... 7

2.4 Pengertian Akulturasi ... 8

2.5 Masuknya Agama Islam ke Indonesia ... 9

2.6 Penyebaran Islam oleh Orang Tiongkok di Indonesia ... 11

2.7 Pengertian Muallaf ... 13

3. PEMBAHASAN ... 15

3.1 Awal Mula menjadi Muallaf ... 16

3.2 Kehidupan Sosial Masyarakat Muslim Tionghoa ... 17

3.3 Budaya Tionghoa yang Masih Dilakukan ... 20

3.4 Akulturasi yang Terjadi ... 27

4. SIMPULAN ... 29

LAMPIRAN ... 31


(5)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Seperti yang telah diketahui, di Indonesia ada banyak sekali masyarakat keturunan Tionghoa yang tersebar di setiap provinsi. Meskipun jumlah etnis Tionghoa di Indonesia memang relatif kecil, namun peran mereka bisa dibilang begitu besar, terutama di sektor ekonomi. Orang Tionghoa sudah datang ke Nusantara (Indonesia) sejak berabad-abad tahun yang lalu, baik untuk berdagang, menetap maupun menyebarkan agama. Meski kehadiran etnis Tionghoa di Nusantara sudah berabad-abad lamanya, tidak sedikit masyarakat pribumi yang masih memandang mereka sebagai orang asing yang belum mampu melakukan pembauran dalam kehidupan masyarakat pribumi (Bachrun dan Hartanto, 2001: 35)

Salah satu sumber utama yang menuliskan kapan persisnya orang Tionghoa mulai menginjakkan kakinya ke Nusantara ada dalam catatan perjalanan

seorang biksu Buddha bernama Fa Xian (法显; pinyin: Fǎxiǎn) yang

menyempatkan diri untuk singgah di Pulau Jawa selama perjalanannya menuju India dari tahun 400 sampai 414 M, banyak menjumpai orang-orang Tionghoa di pulau yang dulunya bernama Ya-va-di ini. Hal itu tercermin dari pernyataannya bahwa “di negeri ini banyak terdapat para heredic (penyembah berhala) dan brahman (penganut Hindu), tetapi sedikit sekali penganut Buddha” (Groeveneldt, 2009:11). Pada abad ke-8, ketika Tiongkok mulai berkembang, banyak laki-laki utusan pemerintah Tiongkok datang ke Nusantara tanpa membawa istrinya lalu menikah dengan perempuan setempat (Lyn Pan (ed.),1998:152). Hubungan harmonis dengan penduduk pribumi ini membuat orang-orang Tionghoa mulai tinggal menyebar ke pedalaman dan membaur dengan pribumi.

Orang-orang Tionghoa kembali lagi berdatangan ke Nusantara dalam jumlah yang lebih besar, yaitu pada saat pelayaran ekspedisi Laksamana Cheng


(6)

2

Universitas Kristen Maranatha

Ho1 (郑和, pinyin: Zhèng Hé) yang terjadi pada abad ke-15. Ketika berkunjung,

Laksamana Cheng Ho terkejut karena ternyata sudah banyak pedagang Tionghoa Muslim yang tinggal menetap di berbagai pelabuhan yang dia singgahi. Sesudah melintasi Laut Jawa, Cheng Ho singgah di salah satu pelabuhan yang bernama

Simongan karena salah satu pembantu setia Cheng Ho, Wang Jing Hong (王景弘;

pinyin: Wáng J nghóng), jatuh sakit. Chengho lalu meninggalkan 10 awak kapal

untuk menemani Wang Jing Hong yang tetap tinggal di kawasan tersebut. Wang Jing Hong dan 10 awak kapal yang ditinggalkan melanjutkan hidup di Nusantara dan hidup harmonis dengan penduduk setempat, Wang mengajari penduduk setempat bercocok tanam dan giat menyebarkan agama Islam pada masyarakat Tionghoa dan non-Tionghoa di daerah tersebut. Bahkan awak kapal pun memutuskan untuk menikah dengan perempuan-perempuan lokal sekitar. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang Tionghoa Muslim zaman dulu sudah cukup berhasil melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi.

Interaksi antara Tionghoa dan pribumi yang telah terjalin dengan hubungan timbal balik yang tanpa konflik mulai terancam ketika Belanda datang ke Nusantara. Ketika armada Belanda datang ke Nusantara, mereka tercengang melihat komunitas Tionghoa Muslim sudah memiliki hubungan yang sangat baik dengan penduduk dan penguasa setempat. Belanda yang tidak suka melihat hubungan harmonis antara Tionghoa dan pribumi menerapkan politik pecah-belah (divide et impera) untuk semakin memperkeruh hubungan keduanya (Afthonul Afif, 2012:8) dan untuk mencegah orang Tionghoa berbaur dengan pribumi yang menyebabkan turunnya populasi Tionghoa Muslim secara drastis dan membuat etnis Tionghoa terpisah dengan penduduk pribumi. Banyak kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan oleh Belanda seperti misalnya memasukkan orang-orang Tionghoa ke golongan pribumi yang dianggap bodoh, miskin dan terbelakang jika ketahuan melakukan hal-hal yang berhubungan dengan masyarakat pribumi.

1 Cheng Ho atau Zheng He (Hanzi: 郑和; pinyin: Zhèng Hé) telah melakukan tujuh kali

pelayaran. Pelayaran pertama diawali pada tahun 1405 dengan membawa 63 kapal yang memuat 27.870 orang. Selama tujuh kali melakukan pelayaran, Cheng Ho juga mengunjungi kepulauan di Indonesia, antara lain Palembang, Sumatera, Jawa, Madura.


(7)

3

Universitas Kristen Maranatha Prihatin melihat dilema yang sering dihadapi orang-orang Tionghoa Muslim di Indonesia, Haji Yap Siong dan Haji Karim Oey mendirikan organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Tujuan didirikannya PITI adalah untuk mempersatukan Muslim Tionghoa dengan Muslim Indonesia, Muslim Tionghoa dengan etnis Tionghoa, dan etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi (http://www.muslimtionghoa.com). Tidak hanya mendirikan PITI dengan Haji Yap Siong, Haji Karim Oey yang menjadi salah satu tokoh Muhammadiyah juga mendirikan Yayasan Haji Karim Oey (YHKO) dengan tujuan sebagai tempat informasi Islam kepada etnis Tionghoa. Haji Karim Oey lalu mendirikan sebuah masjid bernuansa Tionghoa, yaitu Masjid Lautze di Jakarta dan sekarang sudah memiliki cabang di Bandung, yaitu di Jl. Akip Prawirasuganda (Tamblong) no. 27.

Dari fenomena-fenomena di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana kehidupan bersosialisasi dan akulturasi budaya apa yang terjadi dalam masyarakat Tionghoa Muslim di Masjid Lautze 2 dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa di Bandung. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze masih mengenal/melakukan budaya dan tradisi Tionghoa.

1.2. Rumusan Masalah :

1. Bagaimana hubungan sosial masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid

Lautze dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan non-Tionghoa dalam kehidupannya?

2. Apakah masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze masih

mengenal/melakukan budaya dan tradisi Tionghoa?

3. Bagaimana akulturasi yang terjadi pada masyarakat Muslim Tionghoa di


(8)

4

Universitas Kristen Maranatha 1.3. Tujuan Penelitian :

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial masyarakat Muslim

Tionghoa di Masjid Lautze baik dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa.

2. Untuk mengetahui budaya dan tradisi apa saja yang masih

dikenal/dilakukan oleh masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze.

3. Untuk mengetahui akulturasi yang terjadi pada masyarakat Muslim

Tionghoa di Masjid Lautze dengan masyarakat sekitarnya, yaitu masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa.

1.4. Manfaat Penelitian :

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan bagi penulis maupun orang lain tentang

bagaimana kehidupan bersosialisasi dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze.

2. Menambah wawasan tentang masyarakat Muslim Tionghoa yang ada

di Indonesia, khususnya Bandung.

3. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penulis-penulis lainnya yang

akan membahas hal yang serupa. 1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data di lapangan yang digunakan oleh penulis adalah dengan teknik observasi, kuisioner dan wawancara. Observasi dilakukan selama 4 bulan di Masjid Lautze 2. Kuisioner akan dibagikan kepada subjek penelitian yang berumur 20-50 tahun baik laki-laki ataupun perempuan yang menjadi muallaf di Masjid Lautze 2. Penulis juga akan melakukan wawancara dengan pengurus masjid dan salah satu muallaf di Masjid Lautze 2.


(9)

29

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

SIMPULAN

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, Masjid Lautze 2 di Bandung yang didirikan sejak tahun 1997 sebagai pusat informasi bagi etnis Tionghoa untuk mengenal lebih jauh ajaran-ajaran Islam ini telah membantu cukup banyak etnis Tionghoa yang akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang muallaf. Sesuai dengan bangunan masjid bernuansa oriental yang sangat mencolok, Muslim Tionghoa di Indonesia juga semakin lama semakin berani menunjukkan jati dirinya di depan umum.

Muslim Tionghoa yang dulunya hanya diterima baik oleh masyarakat non-Tionghoa, sekarang sudah mulai diterima, begitu pula dengan reaksi dari keluarga dan kerabat ketika mengetahui mereka menjadi Muslim Tionghoa yang jauh lebih positif. Bahkan Muslim Tionghoa sekarang bersosialisasi dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa dengan baik. Karena statusnya sebagai seorang Muslim Tionghoa, mereka diterima baik oleh orang Tionghoa dan orang non-Tionghoa yang mayoritas beragama Islam. Muslim Tionghoa yang hidup diantara masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa ini memiliki peran yang cukup penting, yaitu sebagai jembatan antara kedua masyarakat ini.

Meskipun mereka sudah menjadi seorang Muslim, tapi mereka masih merayakan hari raya Imlek, mereka seperti keluarga yang lainnya, berkumpul pada hari Imlek dan saling memberikan angpao, meskipun ada beberapa yang sudah tidak merayakan hari raya Imlek lagi. Tetapi pada perayaan Cheng Beng mereka tetap ikut berziarah ke kuburan, pada perayaan Duanwu Jie mereka tetap makan bacang, pada perayaan Festival Kue Bulan mereka juga makan kue bulan, pada saat perayaan Yuanxiao Jie mereka makan ronde, begitu pula pada saat perayaan Cap Go Meh mereka menyaksikan kirab budaya Cap Go Meh yang diadakan pada tahun-tahun yang lalu. Semuanya tetap dilakukan, hanya saja ada beberapa yang sudah tidak dilakukan, seperti misalnya ritual sembahyang pada


(10)

30

Universitas Kristen Maranatha hari-hari raya tersebut. Ada beberapa dari mereka juga yang sudah tidak mengingat tanggalnya lagi. Pada saat hari raya Idul Fitri, mereka merayakannya seperti hari raya Imlek yaitu dengan kumpul keluarga, makan bersama dan memberikan angpao Idul Fitri.

Berdasarkan analisa tersebut, terbukti bahwa masyarakat Muslim Tionghoa ini semakin diterima baik oleh masyarakat Tionghoa non-Muslim maupun masyarakat non-Tionghoa. Meskipun mereka telah menjadi seorang Muslim, mereka tidak lalu melupakan kebudayaannya, tapi mereka masih merayakannya meskipun sudah tidak sama lagi seperti dulu. Dengan adanya Muslim Tionghoa ini, lalu terjadilah akulturasi sehingga hal inilah yang membuat mereka unik dan berbeda dari yang lain.

Meskipun sekarang sudah banyak Muslim Tionghoa yang diterima oleh keluarga, orang-orang terdekat dan komunitas masyarakat Tionghoa non-Muslim, tetapi pada awalnya mereka mengalami pertentangan, seperti contohnya dikucilkan pada saat bersosialisasi dengan komunitas masyarakat Tionghoa non-Muslim yang mungkin sebagian diantaranya adalah keluarganya sendiri. Dan diharapkan hal ini bisa melestarikan benih-benih toleransi di dalam masyarakat yang majemuk, terkhususnya di Indonesia.


(11)

47

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Afthonul. (2012). Identitas Tionghoa Muslim Indonesia Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok: Penerbit Kepik.

Dawis, Aimee. (2010). Orang Tionghoa Indonesia Mencari Identitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

De Graaf, H.J dkk. (2004). CINA MUSLIM di Jawa Abad XV dan XVI. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Jahja, Junus. (1991). WNI BERAGAMA ISLAM. Jakarta: Yayasan H. Abdulkarim Oei Tjeng Hien.

Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru Maryati, Kun & Suryawati, Juju. (2006). SOSIOLOGI. Jakarta: PT. Gelora Aksara

Pratama.

Nugrahanto, Widyo. (2006). Dinasti Cina Muslim di Nusantara. Jatinangor : AlqaPrint Jatinangor.

Santosa, Iman. (2012). Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Setiawan, Teguh. (2012). Cina Muslim dan Runtuhnya Republik Bisnis. Jakarta Selatan: Republika.

Soekanto, Soerjono. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Suryadinata, Leo. (2002). NEGARA DAN ETNIS TIONGHOA Kasus Indonesia.

Jakarta : Pustaka LP3ES.

Suryanegara, Ahmad Mansur. (1996). MENEMUKAN SEJARAH Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Tan, Melly G. (2008). Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


(12)

48

Cita. “Pengertian Muallaf.” 29 Oktober 2012. <http://www.lebaran.com/konsultasi/item/497-pengertian-muallaf.html>

Anwarabdi. “ILMU SOSIAL DASAR – Manusia sebagai Makhluk Sosial.” 7 April 2013. <https://anwarabdi.wordpress.com/tag/manusia-sebagai-makhluk-sosial/>

Sasrawan, Hedi. “Pengertian Sosialisasi.” 30 September 2013.

<hedisasrawan.blogspot.com/2013/01/pengertian-sosialisasi-artikel-lengkap.html>

Guo, Jean dan Tanya Harrison. “The Chinese Lantern Festival, Yuan Xiao Jie!” Epoch Times. 24 Febuari 2013. <http://www.theepochtimes.com/n3/3920-the-chinese-lantern-festival-yuan-xiao-jie/>

BP35Sharleen. “Festival Qingming.” 12 April 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming>

Komaruzaman. “Peh Cun.” 1 Juni 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Peh_Cun> OrophinBot. “Festival Musim Gugur.” 29 Maret 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Musim_Gugur>

Bennylin. “Cap Go Meh.” 27 Maret 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Cap_Go_Meh>

Wawancara

Jesslyn Reyner. (2014, Maret). Wawancara Pribadi Heriyanto. (2014, Maret). Wawancara Pribadi Sumber Foto

Gambar 5.1 : Adhisantika, Ammy. “Masjid Lautze II Bandung: Pusat Informasi

Islam untuk Tionghoa”. 24 Maret 2011. http://salmanitb.com/2011/03/24/masjid-lautze-ii-bandung-pusat-informasi-islam-untuk-tionghoa/>


(13)

49

Gambar 5.2 : Nuraini. “Masjid Lautze Bukti Eksistensi Komunitas Tionghoa Muslim Indonesia.” 6 Juli 2013. < http://alamandafashion.com/masjid-lautze-bukti-eksistensi-komunitas-tionghoa-muslim-indonesia/>

Gambar 6.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung Gambar 7.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung Gambar 8.1 : Dokumentasi pribadi.

Gambar 8.2 : Dokumentasi pribadi. Gambar 8.3 : Dokumentasi pribadi. Gambar 8.4 : Dokumentasi pribadi.

Gambar 9.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung. Gambar 9.2 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

1.3. Tujuan Penelitian :

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze baik dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa.

2. Untuk mengetahui budaya dan tradisi apa saja yang masih dikenal/dilakukan oleh masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze.

3. Untuk mengetahui akulturasi yang terjadi pada masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze dengan masyarakat sekitarnya, yaitu masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa.

1.4. Manfaat Penelitian :

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan bagi penulis maupun orang lain tentang bagaimana kehidupan bersosialisasi dan akulturasi yang terjadi pada masyarakat Muslim Tionghoa di Masjid Lautze.

2. Menambah wawasan tentang masyarakat Muslim Tionghoa yang ada di Indonesia, khususnya Bandung.

3. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penulis-penulis lainnya yang akan membahas hal yang serupa.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data di lapangan yang digunakan oleh penulis adalah dengan teknik observasi, kuisioner dan wawancara. Observasi dilakukan selama 4 bulan di Masjid Lautze 2. Kuisioner akan dibagikan kepada subjek penelitian yang berumur 20-50 tahun baik laki-laki ataupun perempuan yang menjadi muallaf di Masjid Lautze 2. Penulis juga akan melakukan wawancara dengan pengurus masjid dan salah satu muallaf di Masjid Lautze 2.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

SIMPULAN

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, Masjid Lautze 2 di Bandung yang didirikan sejak tahun 1997 sebagai pusat informasi bagi etnis Tionghoa untuk mengenal lebih jauh ajaran-ajaran Islam ini telah membantu cukup banyak etnis Tionghoa yang akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang muallaf. Sesuai dengan bangunan masjid bernuansa oriental yang sangat mencolok, Muslim Tionghoa di Indonesia juga semakin lama semakin berani menunjukkan jati dirinya di depan umum.

Muslim Tionghoa yang dulunya hanya diterima baik oleh masyarakat non-Tionghoa, sekarang sudah mulai diterima, begitu pula dengan reaksi dari keluarga dan kerabat ketika mengetahui mereka menjadi Muslim Tionghoa yang jauh lebih positif. Bahkan Muslim Tionghoa sekarang bersosialisasi dengan masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa dengan baik. Karena statusnya sebagai seorang Muslim Tionghoa, mereka diterima baik oleh orang Tionghoa dan orang non-Tionghoa yang mayoritas beragama Islam. Muslim Tionghoa yang hidup diantara masyarakat Tionghoa non-Muslim dan masyarakat non-Tionghoa ini memiliki peran yang cukup penting, yaitu sebagai jembatan antara kedua masyarakat ini.

Meskipun mereka sudah menjadi seorang Muslim, tapi mereka masih merayakan hari raya Imlek, mereka seperti keluarga yang lainnya, berkumpul pada hari Imlek dan saling memberikan angpao, meskipun ada beberapa yang sudah tidak merayakan hari raya Imlek lagi. Tetapi pada perayaan Cheng Beng mereka tetap ikut berziarah ke kuburan, pada perayaan Duanwu Jie mereka tetap makan bacang, pada perayaan Festival Kue Bulan mereka juga makan kue bulan, pada saat perayaan Yuanxiao Jie mereka makan ronde, begitu pula pada saat perayaan Cap Go Meh mereka menyaksikan kirab budaya Cap Go Meh yang diadakan pada tahun-tahun yang lalu. Semuanya tetap dilakukan, hanya saja ada beberapa yang sudah tidak dilakukan, seperti misalnya ritual sembahyang pada


(3)

Universitas Kristen Maranatha

hari-hari raya tersebut. Ada beberapa dari mereka juga yang sudah tidak mengingat tanggalnya lagi. Pada saat hari raya Idul Fitri, mereka merayakannya seperti hari raya Imlek yaitu dengan kumpul keluarga, makan bersama dan memberikan angpao Idul Fitri.

Berdasarkan analisa tersebut, terbukti bahwa masyarakat Muslim Tionghoa ini semakin diterima baik oleh masyarakat Tionghoa non-Muslim maupun masyarakat non-Tionghoa. Meskipun mereka telah menjadi seorang Muslim, mereka tidak lalu melupakan kebudayaannya, tapi mereka masih merayakannya meskipun sudah tidak sama lagi seperti dulu. Dengan adanya Muslim Tionghoa ini, lalu terjadilah akulturasi sehingga hal inilah yang membuat mereka unik dan berbeda dari yang lain.

Meskipun sekarang sudah banyak Muslim Tionghoa yang diterima oleh keluarga, orang-orang terdekat dan komunitas masyarakat Tionghoa non-Muslim, tetapi pada awalnya mereka mengalami pertentangan, seperti contohnya dikucilkan pada saat bersosialisasi dengan komunitas masyarakat Tionghoa non-Muslim yang mungkin sebagian diantaranya adalah keluarganya sendiri. Dan diharapkan hal ini bisa melestarikan benih-benih toleransi di dalam masyarakat yang majemuk, terkhususnya di Indonesia.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Afthonul. (2012). Identitas Tionghoa Muslim Indonesia Pergulatan Mencari Jati Diri. Depok: Penerbit Kepik.

Dawis, Aimee. (2010). Orang Tionghoa Indonesia Mencari Identitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

De Graaf, H.J dkk. (2004). CINA MUSLIM di Jawa Abad XV dan XVI. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Jahja, Junus. (1991). WNI BERAGAMA ISLAM. Jakarta: Yayasan H. Abdulkarim Oei Tjeng Hien.

Koentjaraningrat. (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru Maryati, Kun & Suryawati, Juju. (2006). SOSIOLOGI. Jakarta: PT. Gelora Aksara

Pratama.

Nugrahanto, Widyo. (2006). Dinasti Cina Muslim di Nusantara. Jatinangor : AlqaPrint Jatinangor.

Santosa, Iman. (2012). Peranakan Tionghoa di Nusantara. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Setiawan, Teguh. (2012). Cina Muslim dan Runtuhnya Republik Bisnis. Jakarta Selatan: Republika.

Soekanto, Soerjono. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Suryadinata, Leo. (2002). NEGARA DAN ETNIS TIONGHOA Kasus Indonesia.

Jakarta : Pustaka LP3ES.

Suryanegara, Ahmad Mansur. (1996). MENEMUKAN SEJARAH Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Tan, Melly G. (2008). Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

Cita. “Pengertian Muallaf.” 29 Oktober 2012. <http://www.lebaran.com/konsultasi/item/497-pengertian-muallaf.html>

Anwarabdi. “ILMU SOSIAL DASAR – Manusia sebagai Makhluk Sosial.” 7 April 2013. <https://anwarabdi.wordpress.com/tag/manusia-sebagai-makhluk-sosial/>

Sasrawan, Hedi. “Pengertian Sosialisasi.” 30 September 2013.

<hedisasrawan.blogspot.com/2013/01/pengertian-sosialisasi-artikel-lengkap.html>

Guo, Jean dan Tanya Harrison. “The Chinese Lantern Festival, Yuan Xiao Jie!” Epoch Times. 24 Febuari 2013. <http://www.theepochtimes.com/n3/3920-the-chinese-lantern-festival-yuan-xiao-jie/>

BP35Sharleen. “Festival Qingming.” 12 April 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Qingming>

Komaruzaman. “Peh Cun.” 1 Juni 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Peh_Cun> OrophinBot. “Festival Musim Gugur.” 29 Maret 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Festival_Musim_Gugur>

Bennylin. “Cap Go Meh.” 27 Maret 2014. <http://id.wikipedia.org/wiki/Cap_Go_Meh>

Wawancara

Jesslyn Reyner. (2014, Maret). Wawancara Pribadi Heriyanto. (2014, Maret). Wawancara Pribadi Sumber Foto

Gambar 5.1 : Adhisantika, Ammy. “Masjid Lautze II Bandung: Pusat Informasi Islam untuk Tionghoa”. 24 Maret 2011. http://salmanitb.com/2011/03/24/masjid-lautze-ii-bandung-pusat-informasi-islam-untuk-tionghoa/>


(6)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 5.2 : Nuraini. “Masjid Lautze Bukti Eksistensi Komunitas Tionghoa Muslim Indonesia.” 6 Juli 2013. < http://alamandafashion.com/masjid-lautze-bukti-eksistensi-komunitas-tionghoa-muslim-indonesia/>

Gambar 6.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung Gambar 7.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung Gambar 8.1 : Dokumentasi pribadi.

Gambar 8.2 : Dokumentasi pribadi. Gambar 8.3 : Dokumentasi pribadi. Gambar 8.4 : Dokumentasi pribadi.

Gambar 9.1 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung. Gambar 9.2 : Dokumentasi Masjid Lautze 2 Bandung.