TENUN SONGKET PALEMBANG 1980-2000 : Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang.

(1)

No Daftar FPIPS : 1976/UN.40.2.3/PL/2013

TENUN SONGKET PALEMBANG 1980-2000

(Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Jurusan Pendidikan Sejarah

Amalia 0804569

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

TENUN SONGKET PALEMBANG 1980-2000

(KAJIAN SOSIALBUDAYA TENTANG WARISAN BUDAYA MASYARAKAT

KELURAHAN 30 ILIR KECAMATAN ILIR BARAT PALEMBANG)

Oleh Amalia

Sebuah skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

©Amalia 2013

Universitas Pendidikan Indonesia Jurusan Pendidikan Sejarah

Oktober 2013

Hak Cipta di lindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagain Dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

TENUN SONGKET PALEMBANG 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat)

Oleh: AMALIA

0804569

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING : Pembimbing I

Dr. Erlina Wiyanarti M.Pd NIP: 19620718 198601 2 001

Pembimbing II

Dra. Lely Yulifar M.Pd NIP: 19641204 199001 2 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah


(4)

(5)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis dalam melihat kain Songket menjadi salah satu bukti peninggalan sejarah kebudayaan bangsa Indonesia. Kain ini sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan telah bertahan hingga saat ini. Peranan jenis kain Songket dalam kehidupan masyarakat Sumatera Selatan hingga masa sekarang sangat penting, terutama dalam kegiatan upacara-upacara adat, baik upacara adat yang sifatnya suka ataupun duka. Kain Songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja, akan tetapi kaum lelaki pun turut menenun Songket. Kain Songket tradisional Sumatera memiliki pola yang mengandung makna tertentu dan melambangkan simbol status dan kekayaan seseorang. Hal ini dapat dilihat bahwa mereka yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat diharuskan memakai kain Songket yang mempunyai motif tertentu sesuai dengan kedudukannya saat itu. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi yang berjudul “Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Suatu Kajian Sosial Budaya tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang)”. Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi empat pertanyaan penelitian, yaitu: 1). Bagaimana latar belakang lahirnya seni tenun Songket Palembang? 2). Bagaimana persepsi masyarakat terhadap proses desakralisasi simbol pada motif Songket Palembang? 3).Bagaimana upaya pemerintah Kotamadya Palembang dalam melestarikan dan mengembangkan kain tenun Songket Palembang ? 4). Apa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang dalam melestarikan nilai-nilai tradisi Songket Palembang tahun 1980-2000? Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode historis yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis data-data peninggalan dan peristiwa masa lampau melalui empat tahap, yaitu heuristik, kritik interpretasi dan historiografi. Teknik penelitian dilakukan dengan melalui studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan interdispliner dengan menempatkan sejarah sebagai ilmu utama dibantu dengan ilmu sosial lainnya. Berdasarkan pernyataan yang tersebut diatas, penulis menarik kesimpulan. Pada periode tahun 1980-2000, terjadi “desakralisasi” simbol pada motif Songket Palembang. Hal tersebut diakibatkan karena kecenderungan tersebut berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat kearah yang lebih modern dengan lebih mengejar pangsa pasar. Pergeseran nilai yang terjadi dalam masyarakat dan mengendornya pranata-pranata sosial yang ada juga memicu lunturnya simbolisme dalam hasil tenun tersebut, sehingga norma-norma yang divisualkan dalam bentuk motif sudah tidak ditaati lagi. Tenun Songket Palembang harus dilestarikan agar tidak di “curi” bangsa lain. Pemerintah Kotamadya Palembang telah mempatenkan motif-motif Songket dengan melakukan inventarisasi pengrajin Songket dan motifnya.


(6)

ABSTRAC

this thesis is motivated by the author interest about Songket fabric which became one of the historical evidence of the Indonesian culture. This fabric has been around since the time of Sriwijaya and last until today. Songket role in society of South Sumatra until now is very important, especially in the activities of traditional ceremonies. Songket can only be woven by adolescent girls, but men also participated in songket weaving. Sumatera songket fabric has a pattern that has a specific meaning and sy bolize a perso ’s status and wealth. This can be seen in those who have a position in society, they must wear songket that have a certain motifs according to their position. Based on the background that has been described, the author chose a thesis topic entitled Te u So gket Pale ba g 1980-2000 (Suatu Kajian Sosial Budaya tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang) . The main problem is divided into four study questions, that is: 1). how the origin of the art of weaving songket Palembang? 2). how the public perception on the the process of symbol desecration on the Palembang songket motif? 3). How Palembang municipal government's efforts in preserving and developing Palembang

songket fabric?

4). What is the problems faced by the community in the Village 30 Ilir, Palembang West Ilir District in preserving traditional values Songket Palembang in 1980-2000?. The method used in this study is historical method, historical method is to test the process and critically analyze data and events of the past heritage through four phases, that is heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Techniques research conducted through library study documentation studies and interviews. The method approach is interdisciplinary approach, by putting history as a major science supported by other social sciences. Based on these statements, the authors conclude. In 1980-2000, there was a "desecration" symbol in

Palembang songket motifs.

This is caused by the tendency of society which tends to make a more modern motif for

pursuit market share.

Shifting values in society and the weakening of social institutions also triggering disintegration of the symbolism in the weaving, so that the norms which visualized in the motif has not adhered anymore. Palembang songket must be preserved from being stolen by other nations. Municipal government has patented Palembang songket motifs by identifying artisans and songket motif.


(7)

ABSTRAC

This thesis is motivated by an interest in seeing the author Songket be one evidence of the history of the Indonesian culture. This fabric has been around since the time of Srivijaya and have survived until today. Role types songket in South Sumatra public life until the present is very important, especially in the activities of traditional ceremonies, traditional ceremonies that are either like or sorrow. Songket only be woven by virgins or adolescent girls, but men also participated in songket weaving. Sumatra has a traditional songket patterns that contain a specific meaning and symbolizes the symbol of status and wealth. It can be seen that they have accrued to the public are required to wear songket that have certain motifs according to the current position. Based on this background, the author raised thesis entitled "Weaving Songket Palembang 1980-2000 (A Socio-Cultural Studies on Cultural Heritage Village Community 30 West Ilir Ilir District II Palembang)". The main problem is then divided into four research questions, namely: 1). How the background of the art of weaving songket Palembang? 2). How the public perception of the desecration symbol in Palembang songket motif? 3). How Palembang municipal government's efforts in preserving and developing Palembang songket cloth? 4). What obstacles faced by village communities 30 West Ilir Ilir Palembang district in preserving traditional values Palembang songket 1980-2000? The method used in the study is the historical method to test the process and critically analyze data and events of the past heritage through four stages, namely heuristic, interpretation and critique of historiography. Engineering research conducted through library research, documentation studies and interviews, while the approach is interdisciplinary approach to history as a science major placing assisted by other social sciences. Based on the statement above, the writer concludes. In the period 1980-2000, there was a "desecration" symbol in Palembang songket motifs. This is caused because the trend goes hand in hand with the development of society towards more modern with more chasing market share. Shifting values in society and social institutions mengendornya that there is also triggered the erosion of the symbolism in the weaving, so that norms are visualized in the form of motive is no longer obeyed. Palembang songket must be preserved in order not to "steal" other nations. Municipal government has patented Palembang songket motifs by identifying artisans and songket motif.


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR PETA ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 7

1.6 Struktur Organisasi Skripsi ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Seni Tenun Nusantara ... 13

2.2 Pewarisan Kebudayaan ... 21

2.3 Pelestarian Kebudayaan Lokal ... 25

2.4 Perubahan Sosial dan Budaya ... 29

2.5 Penelitian Terdahulu ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1 Metode Penelitian ... 35

3.2 Persiapan Penelitian ... 40

3.2.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ... 40

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 41

3.2.3 Mengurus Perizinan ... 42


(9)

3.2.5 Proses Bimbingan ... 43

3.3 Pelaksanaan Penilitian ... 43

3.3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3.2 Heuristik ... 43

3.3.2.1 Sumber Tertulis ... 44

3.3.2.2 Sumber Lisan ... 44

3.3.3 Kritik Sumber ... 46

3.3.3.1 Kritik Internal ... 46

3.3.3.2 Kritik Eksternal ... 47

3.3.4 Interpretasi ... 49

3.3.5 Historiografi ... 50

BAB IV TENUN SONGKET PALEMBANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA MASYARAKAT KELURAHAN 30 ILIR PALEMBANG 1980-2000 ... 51

4.1 Keadaan Geografis Kelurahan 30 Ilir Palembang ... 51

4.1.1 Penduduk dan Mata Pencaharian ... 53

4.1.2 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Palembang ... 55

4.2 Latar Belakang Lahirnya Tenun Songket Palembang ... 58

4.2.1 Perkembangan Ragam Hias Songket Palembang ... 63

4.2.2 Jenis – Jenis Kain Songket Palembang ... 69

4.2.3 Perkembangan Teknik Songket Palembang ... 75

4.2.4 Songket Sebagai Simbol Status ... 84

4.3 Persepsi Masyarakat Terhadap Proses Desakralisasi Simbol Pada Motif Songket Palembang ... 89

4.4 Faktor Penghambat Pelestarian Kain Songket di Kelurahan 30 Ilir 1990-2000 ... 93

4.4.1 Sistem Pewarisan Kain Songket Palembang 90 ... 93

4.4.2 Perkembangan IPTEK dan Modernisasi ... 94

4.5 Upaya Pelestarian Kain Songket Palembang ... 95


(10)

4.5.2 Seniman dan Masyarakat 30 Ilir ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1 Kesimpulan ... 101

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 107 DAFTAR NARASUMBER

LAMPIRAN


(11)

DAFTAR PETA

PETA


(12)

DAFTAR TABEL Tabel

4.2. Perkembangan Penduduk Sumatera Selatan Tahun 1980-2000 ... 53 4.3. Penduduk Kelurahan Berdasarkan Mata Pencaharian ... 54


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

4.4. Songket Lepus ... 70

4.5. Songket Tawur ... 71

4.6. Songket Tretes Mender ... 73

4.7. Songket Bungo Pacik ... 74

4.8. Songket Kombinasi ... 74

4.9. Songket Limar ... 75

5.0. Penenunan Songket ... 78

5.2. Alat Tenun Songket ... 83

5.3. Pemakaian Kain Songket untuk Upacara Pernikahan ... 85

5.4. Pemakaian Kain Songket untuk Upacara Pernikahan ... 85

5.5. Upacara-Upacara Penyambutan Tamu Agung ... 87


(14)

DAFTAR SKEMA Skema

5.1. Proses Pembuatan Songket ... 79


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

Menurut Davidson (1991:2) warisan budaya merupakan produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang kemudian menjadi elemen pokok bagi jati diri suatu kelompok atau bangsa. Contohnya adalah negara Indonesia yang kaya akan warisan budaya baik budaya fisik (tangible) maupun nilai budaya (intangible) yang jika ditelaah satu persatu, warisan budaya tersebut ternyata berasal dari kebudayaan lokal masyarakatnya yang sangat beragam.

Indonesia adalah negeri yang multikultural, kaya akan kebudayaan yang tersebar dari ujung barat sampai ujung timur. Berbagai macam suku, ras dan adat istiadat mengenai ragam budaya Indonesia mencerminkan pula ekspresi kebudayaannya. Setiap daerah di Indonesia memiliki ragam budaya, yang telah menjadi warisan budaya dari masa kemasa. Jika kondisi ini dibiarkan, generasi penerus bangsa tidak memiliki kepedulian terhadap warisan budaya yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal, niscaya bangsa Indonesia secara perlahan-lahan pasti akan kehilangan satu-persatu warisan budaya Nusantara.

Keadaan tersebut diatas tidak boleh dibiarkan karena yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain, antara lain warisan budayanya. Dengan dasar itulah upaya-upaya yang mengarah pada pelestarian warisan budaya harus didukung oleh semua pihak, termasuk kaum akademisi, khususnya mahasiswa.

Salah satu diantaranya yaitu busana daerah, ciri khas dalam busana daerah yaitu dilengkapi dengan kain-kain yang khas, motif hias dan menjadi warisan budaya yang sangat memukau. Perbedaan sumber kehidupan masyarakat turut mempengaruhi keanekaragaman jenis busana dan ragam hiasnya. Unsur lingkungan telah


(16)

2

menghasilkan keragaman teknik, jenis-jenis, bahan, serta penciptaan peralatan yang pada akhirnya turut pula mempengaruhi hasil akhir busana.

Kain tenun menjadi dasar utama dalam busana daerah. Dalam kain tenun terdapat nilai-nilai, kepercayaan, unsur-unsur ragam hias pada kain merupakan salah satu bentuk ekspresi pengakuan terhadap keberadaan, keagungan dan kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta, sehingga pada sehelai kain tersirat makna tentang arti kehidupan. Keragaman dan keunikan pada ragam hias pun tercermin pada unsur pemujaan terhadap leluhur dan kebesaran alam. Dalam sebuah kain yang dihasilkan, terlihat betapa tingginya kemampuan seni hias pada kain yang dimiliki oleh berbagai daerah maupun suku bangsa di Nusantara ini.

Keragaman kain tenun Nusantara ini berakar dari kebudayaan lokal. Beragam wujud kain tenun ini memperkaya warisan budaya lokal dan memberi kesempatan untuk mempelajari kearifan lokal. Vakumnya kearifan lokal dewasa ini dihiraukan oleh kalangan generasi muda Indonesia ada kecenderungan diabaikan, dianggap tidak ada relevansinya dengan masa sekarang apalagi masa depan. Bahkan sehingga tidak heran ditemukan kenyataan warisan budaya menjadi lapuk dimakan usia, terlantar, teabaikan bahkan dilecehkan keberadaannya. Sebagian bangsa Indonesia yang kaya dengan warisan budaya justru mengabaikan asset budaya. Kita sebagai bangsa dengan jejak perjalanan sejarah yang panjang sehingga kaya dengan keanekaragaman budaya lokal harus melestarikan warisan budaya yang ada.

Bagi bangsa Indonesia tenun, tradisional merupakan aset budaya lokal sebagai ciri khas bangsa Indonesia. Budaya lokal menurut Edy Sediawati (2007,183) merupakan

“Kebudayaan yang hidup dan berkembang pada suku bangsa disetiap daerah disebut kebudayaan lokal. Kebudayaan lokal disebut juga sebagai kebudayaan nasional, biasanya diambil dari puncak-puncak kebudayaan daerah yang dikumpulkan dan menjadi kebudayaan nasional. Budaya lokal ini memiliki nilai nilai, adat, tradisi, kearifan, norma-norma luhur yang berlaku.”


(17)

3

Hal tersebut berarti nilai-nilai adat, tradisi, kearifan atau norma-norma luhur yang berlaku, merupakan komponen penting bagi kebudayaan lokal. Karena mencerminkan nilai-nilai luhur, yang telah teruji. Oleh karenanya dengan memahami kebudayaan lokal diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaan seni tradisional sekaligus melestarikannya.

Dalam upaya pelestarian budaya lokal di Indonesia, dihadapkan pada adanya suatu perubahan dalam masyarakat. Pada dasarnya, setiap masyarakat didalam kehidupannya akan mengalami perubahan. Kecenderungan tersebut dilihat dari hakekat perubahan dapat dimaknai sebagai bentuk upaya meningkatkan kualitas hidup, peradaban (civilization) dan kesempurnaan hidupnya, pada sisi perubahan sosial yang menimbulkan dampak negatif, kain tenun sebagai budaya lokal dan bagian yang tak terpisahkan dari warisan budaya Nusantara menghadapi masalah.

Begitu halnya dengan perubahan pada budaya adat suatu daerah. Pengaruh perkembangan zaman turut pula mempengaruhi hal tersebut, sehingga dewasa ini dapat diketahui banyak kebudayaan lokal itu berbentuk tenun tradisional. Banyak budaya yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukung. Bahkan, ada yang sudah parah karena pengaruh budaya global yang mempengaruhi budaya lokal.

Kebudayaan lokal yang memperkuat kebudayaan nasional yaitu tenun Nusantara yang terdapat di daerah Sumatera Selatan yaitu tenun Songket Palembang. Tenun Songket Palembang di percaya mengandung makna fungsi dan makna simbolis yang berhubungan dengan tradisi dan kepercayaan masyarakat Palembang. kain tenun ini telah menjadi jati diri bagi eksistensi masyarakat Palembang.

Sentra pembuatan dan penjualan kain Songket ini terdapat di Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir barat Palembang. Dahulu pembuatan dan penjualan Songket hanya ada disatu tempat sekarang berkembang menjadi satu perkampungan. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya (kini Pemerintah Kota Palembang) lewat


(18)

4

Surat Keputusan (SK) Walikota madya Palembang pada tahun 1996 memutuskan kawasan 30 ilir, bersama Kelurahan 32 Ilir, 12, 13, 14 Ulu menjadi Sentra Industri Kerajinan Songket.

Kain Songket merupakan warisan seni dan budaya yang terkenal dengan ciri khasnya apabila tidak dijaga dan dilestarikan maka akan hilang, atau dicuri bangsa lain. Malaysia telah mengklaim motif kain Songket Palembang sebagai hasil karyanya. Kain Songket tidak boleh diklaim sebagai produk khas sebuah bangsa di Asia Tenggara khususnya wilayah pesisir termasuk Malaysia. Sejak puluhan abad kain ini menjadi milik seluruh bangsa yang ada dipesisir Asia Tenggara (Arifin, 2006:4).

Sebanyak 22 motif tenun Songket Palembang telah ditetapkan sebagai warisan budaya rakyat Palembang, Sumatera Selatan. Motif-motif tersebut memperoleh pengakuan sebagai warisan budaya rakyat Palembang dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Beberapa diantaranya adalah motif bungo intan, motif lepus pulir, motif paku berkait, motif limar berantai dan motif nampanemas(http://Regional.kompas.com/read/2011/03/30/0546196/29.Songket.Pale mbang. jadi.warisan.budaya/).

Songket mempunyai bermacam-macam motif tenun, dalam setiap motif-motif ini mengandung makna-makna simbolis. Salah satu makna motif-motif tersebut berhubungan dengan tradisi dan kepercayaan masyarakat Palembang. Salah satu ragam hias yang berkaitan dengan fungsi sosial budaya yaitu dalam setiap kegiatan ritual keluarga atau agama, sepotong kain tenun menjadi bagian yang sangat penting. Kain tenun ini dilambangkan sebagai penghormatan terhadap leluhur mereka. Menurut Arifin, Songket begitu berharga dan syarat makna, karena orang Palembang menempatkan kain Songket sebagai bagian penting dari tradisi mereka. Dulu tak sembarang orang boleh mengenakan Songket, karena kain tenun ini ditempatkan pada posisi yang tinggi (Arifin, 2006:41).


(19)

5

Perubahan fungsi kain Songket mengalami pergeseran akibat perkembangan zaman. Kepercayaan simbolis kain tenun sudah semakin berkurang dikarenakan, zaman. Nilai-nilai sakral yang terkandung didalamnya seolah-olah ikut memudar tergerus arus globalisasi mode. Globalisasi ini menjadikan kain ini menjadi proses desakralisasi dan menjadi pakaian sehari-hari (Syahrofie, 2007:35).

Saat ini sebagian pengrajin masih tetap menjaga nilai-nilai keaslian dari Songket itu sendiri, terutama dalam penggunaan peralatan, bahan benang, warna, motif dan teknik pembuatan. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi dikhawatirkan sebagian pengrajin ini akan terbawa arus globalisasi sehingga terjadi pergeseran nilai. Dahulu motif-motif Songket bersifat sakral dan mengandung simbol-simbol tertentu sekarang mulai diabaikan. Motif-motif yang diproduksi tidak lagi mengutamakan hal yang simbolik tetapi lebih cenderung kepada seni dan keindahan.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam mengenai tenun Songket dengan alasan sebagai berikut. Pertama pentingnya pengelolaan dan pelestarian warisan budaya kini sudah semakin tinggi. Bahkan, warisan budaya ini merupakan pusaka bagi Sumatera Selatan. Artinya, sumber daya warisan budaya ini mempunyai kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dan melindungi Provinsi Sumatera Selatan dalam menapaki jalan ke masa depan. Sebagai pusaka, warisan budaya harus tetap dijaga agar kekuatannya tidak hilang dan dapat diwariskan kepada generasi penerus tanpa berkurang nilainya, karena warisan budaya adalah sumberdaya budaya yang tak-terbaharui

(non-renewable), terbatas (finite), dan khas (contextual).

Kedua, saya sebagai warga sumatera selatan merasa tertarik dan ingin

mengkaji, mengamati serta meneliti perkembangan Songket Palembang. Ketiga, sebagai generasi muda harus memiliki ide atau gagasan bagaimana mengembangkan dan melestarikan warisan seni dan budaya Songket kota Palembang ini agar dapat


(20)

6

tetap eksis dan diwariskan dari generasi secara turun dan temurun. Arah pengelolaan warisan budaya ini diarahkan pada aspek pelestarian dan pemanfaatan. Keempat, kaitannya dengan pembelajaran sejarah penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber penunjang materi pelajaran sejarah di Kelas X dengan Standar Kompetensi memahami prinsip dasar ilmu sejarah adapun kompetensi dasar yang sesuai adalah mengidentifikasi tradisi masyarakat Indonesia pada masa pra aksara dan masa aksara.

Berdasarkan pemaparan di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian guna mengkaji mengenai seni tenun Songket, pada Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat dengan mengambil judul “ Tenun Songket Palembang 1980-2000( Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang)

1.1.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, dalam pengkajian dan penelitian rumusan masalah ini dapat dibagi ke dalam beberapa bagian perumusan sebagai berikut:

Bagaimana latar belakang lahirnya seni tenun Songket Palembang ?

Bagaimana persepsi masyarakat terhadap proses desakralisasi simbol pada motif Songket Palembang ?

Bagaimana upaya Pemerintah Kotamadya Palembang dalam melestarikan dan mengembangkan kain tenun Songket Palembang ?

Apa kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang dalam melestarikan nilai-nilai tradisi Songket Palembang tahun 1980-2000?

1.2.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan pembatasan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:


(21)

7

1. Mendeskripsikan latar belakang lahirnya seni tenun Songket Palembang. 2. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap perubahan simbol pada motif

Songket Palembang yang dulu bersifat sakral dan mengandung simbol-simbol tertentu sekarang mulai diabaikan.

3. Menjelaskan upaya Pemerintah Kotamadya Palembang dalam melestarikan dan mengembangkan kain tenun Songket Palembang.

4. Menjelaskan kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang dalam melestarikan nilai-nilai tradisi Songket Palembang 1980-2000.

1.3.Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagi Universitas Pendidikan Indonesia memperkaya wawasan guna mendapatkan nilai tambah ilmu pengetahuan dalam khasanah tenun nusantara. 2. Bagi akademisi, sebagai wacana ilmiah dalam pengembangan teori-teori

perkembangan kebudayaan dan penggunaan metode dalam bahasan ilmu sejarah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoritis yang mendukung penelitian lebih lanjut agar terjadi kesinambungan dan saling melengkapi.

3. Bagi masyarakat tenun Songket Palembang dapat terus dilestarikan dengan nilai nilai keaslian dari Songket itu sendiri dan kerajinan tradisional dapat terus diwariskan dari generasi secara turun temurun.

1.4. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Metodologi adalah seperangkat asas, dan teknik penulisan metodologi dalam penulisan ini adalah metodologi sejarah. Menurut Sjamsuddin, metodologi sejarah adalah seperangkat sarana/sistem yang berisi asas-asas atau norma-norma,


(22)

aturan-8

aturan dan prosedur metode dan teknik yang harus diikuti untuk mengumpulkan segala kemungkinan saksi mata (witness) tentang suatu masa atau peristiwa, untuk mengevaluasi kesaksian ( testimony ) tentang saksi-saksi tersebut, untuk menyusun fakta-fakta yang telah diuji dalam hubungan-hubungan kausalnya dan akhirnya menyajikan pengetahuan yang tersusun mengenai peristiwa tersebut, sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Ismaun, 2005: 28).

Dalam Metode Penelitian Sejarah, menguraikan beberapa tahapan, diantaranya heuristik, kritik baik intern maupun kritik ekstern, interpretasi dan terakhir historiografi

1. Heuristik, kegiatan mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah baik sumber primer maupun sumber sekunder, atau sumber lisan dan sumber tulisan. Dalam proses mencari dan mengumpulkan sumber-sumber ini, penulis mengunjungi perpustakaan kota dan perpustakaan lainnya yang ada di Bandung. Setelah mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan kajian penulis, disamping membaca dan menelaah sumber- sumber yang diperoleh, penulis juga mencatat hasil wawancara dari para narasumber

2. Kritik sumber merupakan tahapan penulisan dalam menyelidiki dan menilai secara kritis. Pada tahap ini penulis melakukan penelitian terhadap sumber yang diperoleh baik berupa buku, artikel maupun dokumen/arsip yang berkaitan dengan Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Palembang). Penulis melakukan dua hal dalam masalah kritik sumber baik itu sumber lisan maupun sumber tulisan. Pertama kritik eksternal yaitu cara pengujian aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang dipergunakan. Kedua adalah kritik internal, yaitu cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber tersebut.


(23)

9

3. Interpretasi merupakan tahap untuk menafsirkan fakta-fakta yang terkumpul yang telah dikritisi dengan merujuk dari beberapa referensi yang mendukung dengan permasalahan yang dikaji. Dalam tahap ini penulis mencoba menafsirkan setiap peristiwa yang berhubungan Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang)

4. Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu proses penyusunan hasil penelitian yang telah diperoleh sehingga satu kesatuan yang utuh dalam bentuk skripsi, sehingga dihasilkan suatu tulisan yang logis dan sistematis, dengan demikian akan diperoleh suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Hasil penelitian tersebut memuat Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang).

Sebagai upaya untuk mempertajam analisis terhadap masalah yang akan dikaji, penulis membahas dengan menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan ini digunakan untuk melihat sesuatu peristiwa dari berbagai segi, dengan harapan semua aspek perkembangan masyarakat tersebut dapat ditampilkan secara menyeluruh atau holistik (Sjamsuddin, 2007:203). Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah yang dibahas baik keluasan maupun kedalamannya semakin jelas.

Pendekatan interdisipliner dan multidimensional maksudnya ialah dalam menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarah menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajiannya. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial ini akan memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah itu, baik keluasan maupun


(24)

10

kedalamannya akan semakin jelas (Ismaun, 2005: 198). Penulis menggunakan beberapa ilmu bantu dalam melakukan penelitian, yaitu Sosiologi, Antropologi, Geografi dengan memecahkan permasalahan penelitian.

Teknik- teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan dan menganalisis materi dari berbagai literatur yang relevan untuk memecahkan masalah penelitian. Penulis juga membandingkan antara literatur satu dengan literatur lainnya supaya mendapatkan data yang akurat. Dalam mengkaji beberapa literatur, penulis harus mencari dan membaca bahan-bahan yang berkaitan dengan ruang lingkup penelitian. Setelah itu penulis menganalisis setiap sumber yang diperoleh dengan membandingkan antara sumber satu dengan sumber yang lain, sehingga diperolehlah data-data yang penulis anggap otentik, kemudian data-data tersebut penulis paparkan dalam bentuk naratif yaitu skripsi.

2. Wawancara yaitu mengumpulkan informasi secara langsung antara si pencari sumber ( interviewer atau information Hunter) dengan sumber informasi (interviwee) dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan Tanya jawab antara pencari informasi dengan sumber informasi. Penggunaan wawancara dimaksudkan untuk mencari sumber primer. Wawancara dilakukan kepada masyarakat kelurahan 30 Ilir, data-data yang diperolehnya diharapkan sesuai dengan peristiwa yang terjadi.

1.5Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini maka disusunlah sistematika penulisan sebagai berikut :


(25)

11

1. Bab I Pendahuluan

Pada bab ini, berisikan tentang beberapa sub bab yaitu mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, berupaya menjelaskan masalah-masalah yang melatarbelakanginya dengan mengungkapkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Selanjutnya dikemukakan rumusan masalah, yang merupakan persoalan-persoalan penting yang memerlukan pemecahan. Dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penelitian yang memuat maksud-maksud dari pemilihan masalah tersebut. Selanjutnya dilanjutkan dengan metode dan teknik pengumpulan data, dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, terakhir dalam bab ini dituliskan mengenai sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini merupakan landasan teoritis berisikan pemaparan terhadap beberapa sumber kepustakaan yang dijadikan sebagai rujukan bagi penulis dalam mengkaji permasalahan yang diangkat yaitu mengenai tenun Songket sebagai warisan budaya yang terancam punah. Fokus kajian dalam bab ini adalah mengenai Songket Palembang sebagai warisan budaya dan usaha pelestarian kebudayaan lokal di Indonesia.

3. Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini, menguraikan tentang metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode historis yang terdiri dari beberapa tahap : Heuristik yang merupakan proses pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian skripsi ini, kritik yaitu pengumpulan data sejarah sehingga menjadi fakta yang reliable dan otentik, interpretasi yakni penafsiran sejarahwan terhadap faktor-faktor dengan menggunakan pendekatan dan metode penafsiran tertentu, serta historiografis yaitu proses penulisan fakta-fakta sejarah agar dapat dinikmati dan dikomunikasikan


(26)

12

pada orang banyak. Selain menjelaskan metode historis dalam penulisan skripsi ini disampaikan pula beberapa pendekatan yang akan digunakan dalam skripsi ini yaitu pendekatan interdisipliner

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji pada rumusan masalah yang telah dirumuskan dalam bab I, yaitu memuat kajian mengenai latar belakang seni tenun Songket Palembang dan penyebab terancam punahnya tenun Songket Palembang serta upaya pelestarian dari Pemerintah Kotamadya Palembang, maupun dari para tokoh tenun Songket serta pengaruhnya terhadap sosio kultural masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang, dengan menggunakan sumber-sumber yang penulis cari.

5. Bab V Penutup

Pada bab ini, merupakan bab terakhir yang menguraikan rangkuman atau kesimpulan dari permasalahan yang penulis kaji dalam pembahasan skripsi ini. Kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap maslah-masalah secara keseluruhan setelah pengkajian pada bab sebelumnya.

1. Daftar Pustaka

Pada bagian ini, memuat sumber-sumber rujukan yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi. Sumber rujukan ini bisa berupa buku, arsip, narasumber, jurnal, media cetak, dan lain-lain.

2. Lampiran-lampiran

Pada bagian ini, berisi semua dokumen dan dokumentasi berupa foto-foto, arsip, dan lain-lain yang merupakan sumber atau data temuan yang bertujuan untuk menegaskan dan memperjelas bab hasil penelitian dan pembahasan.


(27)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan

dengan judul skripsi “Tenun Songket Palembang 1980-2000”( Kajian Sosial Budaya

Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang). Adapun permasalahan yang dikaji dalam judul tersebut mengenai

keberadan warisan budaya kain Songket Palembang, kendala dalam pelestarian kain Songket Palembang dan upaya yang dilakukan masyarakat kelurahan 30 Ilir dalam melestarikan warisan budaya kain Songket Palembang terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat Kelurahan 30 Ilir.

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode historis atau metode sejarah dengan pendekatan interdisipliner yang menggunakan bantuan ilmu sosial lainnya seperti disiplin ilmu sosiologi, geografi dan antropologi. Metodologi sejarah adalah seperangkat sarana/sistem yang berisi asas-asas atau norma-norma, aturan-aturan dan prosedur metode dan teknik yang harus diikuti untuk mengumpulkan segala kemungkinan saksi mata (witness) tentang suatu masa atau peristiwa, untuk mengevaluasi kesaksian ( testimony ) tentang saksi-saksi tersebut, untuk menyusun fakta-fakta yang telah diuji dalam hubungan-hubungan kausalnya dan akhirnya menyajikan pengetahuan yang tersusun mengenai peristiwa tersebut (Sjamsuddin, 2007 : 13-94).

Metode historis digunakan oleh penulis dikarenakan data dan fakta yang dibutuhkan dalam penelitian berasal dari masa lampau dan hanya dapat diperoleh dengan menggunakan metode penelitian sejarah (historis). Data dan fakta tersebut diperoleh penulis melalui studi literatur yaitu mencari sumber kepustakaan yang relevan dengan penelitian dan pembahasan. Selain itu, penulis juga melakukan proses


(28)

36

wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kajian penelitian. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Ismaun, 2005: 28). Dalam Metodologi Penelitian Sejarah terdapat beberapa tahapan, diantaranya heuristik, kritik baik intern maupun kritik ekstern, interpretasi dan terakhir historiografi.

1. Heuristik, kegiatan mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah baik sumber primer maupun sumber sekunder, atau sumber lisan dan sumber tulisan. Dalam proses mencari dan mengumpulkan sumber-sumber ini, penulis mengunjungi perpustakaan kota dan perpustakaan lainnya yang ada di Bandung. Setelah mendapatkan sumber-sumber yang relevan dengan kajian penulis, disamping membaca dan menelaah sumber- sumber yang diperoleh, penulis juga mencatat hasil wawancara dari para narasumber

2. Kritik sumber merupakan tahapan penulisan dalam menyelidiki dan menilai secara kritis. Pada tahap ini penulis melakukan penelitian terhadap sumber yang diperoleh baik berupa buku, artikel maupun dokumen/ arsip yang berkaitan dengan Tenun Songket 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya tentang Warisan Budaya pada Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang). Penulis melakukan dua hal dalam masalah kritik sumber baik itu sumber lisan maupun sumber tulisan. Pertama kritik eksternal yaitu cara pengujian aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang dipergunakan. Kedua adalah kritik internal, yaitu cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek dalam yang berupa isi dari sumber tersebut.

3. Interpretasi merupakan tahap untuk menafsirkan fakta-fakta yang terkumpul yang telah dikritisi dengan merujuk dari beberapa referensi yang mendukung dengan permasalahan yang dikaji. Dalam tahap ini penulis mencoba menafsirkan setiap peristiwa yang berhubungan Tenun Songket Palembang 1980-2000 ( Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang


(29)

37

4. Historiografi atau penulisan sejarah, yaitu proses penyusunan hasil penelitian yang telah diperoleh sehingga satu kesatuan yang utuh dalam bentuk skripsi, sehingga dihasilkan suatu tulisan yang logis dan sistematis, dengan demikian akan diperoleh suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Hasil penelitian tersebut memuat Tenun Songket Palembang 1980-2000 ( Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang.

Hal tersebut sama seperti yang diungkapkan oleh Ernest Bernsheim (Ismaun, 2005 : 32), dapat dirinci dengan sistematika empat langkah sebagai berikut :

1. Heuristik adalah mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah

2. Kritik yaitu menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah

3. Aufassung, merupakan penaggapan terhadap fakta-fakta sejarah yang dipunguti dari dalam cerita sejarah

4. Dahrstellung, disebut dengan penyajian cerita yang memberikan gambaran sejarah yang terjadi pada masa lampau

Sedangkan menurut Nugroho Notosusanto (Ismaun, 2005 : 34) menguraikan ada empat prosedur/langkah dalam metode historis, yaitu :

1. Mencari jejak-jejak masa lampau.

2. Meneliti jejak-jejak tersebut secara kritis.

3. Berusaha membayangkan bagaimana gambaran masa lampau, berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu.

4. Menyampaikan hasil-hasil rekonstruktif imajinatif dari masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun dengan imajinasi ilmiah.

Pendapat lain diungkapkan oleh Kuntowijoyo (1995:84) yang mengemukakan bahwa metode historis mengenalkan cara-cara penelitian dan penulisan sejarah, yaitu terdiri dari hal-hal berikut :


(30)

38

1. Pemilihan topik 2. Pengumpulan sumber 3. Kritik intern dan ekstern 4. Analisis dan interpretasi dan 5. Penyajian dalam bentuk tulisan

Berdasarkan dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat kesamaan dalam metode historis yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli tersebut. Langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ini pada umumnya adalah suatu proses untuk mengumpulkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, menganalisis sumber dengan kritik baik dari dalam maupun dari luar, kemudian menginterpretasikan hasil penelitiannya dan menyajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.

Sementara itu, pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan ini digunakan agar lebih mengarahkan kepada keadaaan-keadaaan dan indvidu-individu secara holistik (utuh). Menurut Moleong (2000 : 3):

“Pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan hubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristirahatannya.”

Pendekatan kualitatif juga memungkinkan memahami masyarakat secara personal dan memandang mereka sebagaimana mereka sendiri mengungkapkan pandangan dunianya, menangkap pengalaman-pengalaman mereka dalam perjuangan mereka sehari-hari di dalam masyarakat mereka, mengkaji kelompok dari pengalaman-pengalaman yang sama sekali belum diketahui.

Pendekatan kualitatif memungkinkan kita untuk membuat dan menyusun konsep-konsep yang hakiki, seperti indah, menderita, keyakinan, penderitaan, frustasi, harapan, cita-cita, dan sebagainya (Bogdan dan Taylor,


(31)

39

1993:30). Penulis juga menyadari bahwa apapun pendektan yang digunakan, tetap memiliki keterbatasan, seperti yang dinyatakan Mulyana (2000:18) bahwa suatu persepektif bersifat terbatas, dan mengandung bias, karena hanya memungkinkan manusia melihat satu sisi saja dari realitas „di luar sana‟. Dengan kata lain, tidak ada perspektif yang memungkinkan manusia dapat melihat semua aspek realitas secara simultan.

Sebagai upaya untuk mempertajam analisis terhadap masalah yang akan dikaji, penulis membahas dengan menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan ini digunakan untuk melihat sesuatu peristiwa dari berbagai segi, dengan harapan semua aspek perkembangan masyarakat tersebut dapat ditampilkan secara menyeluruh atau holistik (Sjamsuddin, 2007: 203). Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah yang dibahas baik keluasan maupun kedalamannya semakin jelas.

Pendekatan interdisipliner dan multidimensional maksudnya ialah dalam menganalisis berbagai peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarah menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajiannya. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial ini akan memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah itu, baik keluasan maupun kedalamannya akan semakin jelas (Ismaun, 2005: 198). Penulis menggunakan beberapa ilmu bantu dalam melakukan penelitian, yaitu Sosiologi, Antropologi, Geografi dengan memecahkan permasalahan penelitian.

Dalam upaya mengumpulkan data dan sumber informasi, dilakukan beberapa teknik penelitian sebagai berikut:


(32)

40

1. Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan dan menganalisis materi dari berbagai literatur yang relevan untuk memecahkan masalah penelitian. Penulis juga membandingkan antara literatur satu dengan literatur lainnya supaya mendapatkan data yang akurat. Dalam mengkaji beberapa literatur, penulis harus mencari dan membaca bahan-bahan yang berkaitan dengan ruang lingkup penelitian. Setelah itu penulis menganalisis setiap sumber yang diperoleh dengan membandingkan antara sumber satu dengansumber yang lain, sehingga diperolehlah data-data yang penulis anggap otentik, kemudian data-data tersebut penulis paparkan dalam bentuk naratif yaitu skripsi.

2. Wawancara yaitu mengumpulkan informasi secara langsung antara si pencari sumber ( interviewer atau information Hunter) dengan sumber informasi (interviwee) dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan Tanya jawab antara pencari informasi dengan sumber informasi. Penggunaan wawancara dimaksudkan untuk mencari sumber primer. Wawancara dilakukan kepada masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang, data-data yang diperolehnya diharapkan sesuai dengan peristwa yang terjadi. 2. Studi dokumentasi, yaitu studi yang dilakukan terhadap sumber-sumber

gambar. Hal ini bertujuan untuk mengumpulkan sumber berupa foto-foto guna memperlihatkan kondisi nyata dari tempat penelitian yang dilakukan. Foto-foto kegiatan menenun Songket, foto macam-macam kain Songket dll.

3.2. Persiapan Penelitian

3.2.1. Penentuan dan pengajuan Tema Penelitian

Ketertarikan peneliti terhadap kain Tenun khususnya kain tenun tradisional Nusantara, membawa peneliti kepada tema yang membahas tenun


(33)

41

Songket pada Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang. Selain itu, karena telah terjadi profanisasi hasil tenun, dahulu motif-motif Songket bersifat sakral dan mengandung simbol-simbol tertentu sekarang mulai diabaikan. Motif-motif yang diproduksi tidak lagi mengutamakan hal yang simbolik tetapi lebih cenderung kepada seni dan keindahan. Perubahan simbol-simbol kain tenun ini, merupakan suatu hal yang menarik untuk ditelaah. Tahapan ini merupakan langkah awal dalam memulai penelitian, penentuan tema penelitian.

Pada langkah pemilihan topik penelitian, peneliti membaca berbagai sumber literatur yang berhubungan dengan tema yang akan dikaji, melakukan wawancara pendahuluan terhadap narasumber ahli guna mendapat keterangan perihal topik yang dapat dipilih. Peneliti juga melakukan pencarian terhadap karya-karya ilmiah lainnya, dan langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mencari keterangan tentang topik sejenis agar tidak terdapat topik yang sama dengan yang peneliti kaji. Penelaahan sumber-sumber literatur (Bibiliographi) juga dilakukan guna memudahkan dalam pemetaan sumber. Langkah selanjutnya adalah menyerahkan judul dan permasalahan yang ditulis kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), untuk mengetahui apakah permasalahan-permasalahan yang akan dijadikan penelitian ini memiliki kesamaan dengan skripsi-skripsi sebelumnya penelitian. Adapun judul yang

peneliti ajukan pertama adalah “Perkembangan Industri Tenun Songket

Palembang dan Dampaknya Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Kelurahan Serenggam 32 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang :

1998-2005”. Judul diatas mengalami kendala karena menurut Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi judul tersebut sudah ada yang menulis, penulis mengganti judul yaitu “Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Palembang ). Setelah


(34)

42

mendapat persetujuan judul dan permasalahan maka langkah terakhir adalah membuat rancangan penelitian dalam bentuk proposal penelitian.

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh penulis sebelum menyusun rancangan penelitian ini. Rancangan penelitian merupakan kerangka dasar yang dijadikan acuan dalam penyusunan laporann penelitian. Rancangan penelitian yang sudah disusun dalam bentuk proposal diserahkan kepada TPPS untuk dipertimbangkan dalam seminar.

Penetapan pengesahan penelitian dilakukan melalui surat keputusan dengan nomor 045/TPPS/IPS/2010. Persetujuan tersebut mengantarkan

peneliti untuk mempresentasikan judul skripsi “Tenun Songket Palembang

1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Tentang Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Palembang )” kepada calon pembimbing dan dosen lainnya dalam sebuah seminar proposal skripsi. Adapun rancangan penelitian tersebut meliputi: (1) judul penelitian, (2) latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, (6) metode dan teknik penelitian, (7) tinjauan kepustakaan, (8) sistematika penulisan. 3.2.3. Mengurus Perizinan

Prosedur perizinan dilakukan untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, khususnya dalam memperoleh berbagai informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji. Perizinan ini terutama ditujukan kepada Kepala Kelurahan 30 Ilir dan Masyarakat pengrajin tenun Songket di Kelurahan 30 Ilir. Penulis juga mempersiapkan beberapa perizinan kepada lembaga-lembaga atau institusi lain guna membantu penulis dalam mendapatkan sumber-sumber atau bahan dan atau informasi yang penulis butuhkan.


(35)

43

3.2.4. Persiapan Perlengkapan Penelitian

Dalam rangka memudahkan dan memperlancar proses penelitian, penulis mempersiapkan berbagai perlengkapan penelitian yang diperlukan dalam proses penelitian, antara lain:

1. Surat izin penelitian 2. Instrumen wawancara 3. Catatan lapangan 4. Alat perekam 5. Kamera

3.2.5. Proses Bimbingan

Pada tahapan ini, penulis meyakini bahwa proses bimbingan merupakan tahapan yang penting dalam penyusunan skripsi. Penulis dibimbing oleh Ibu Dr. Erlina Wiyanarti M.Pd sebagai pembimbing I dan Dra. Ibu Lelly Yulifar M.Pd sebagai pembimbing II. Selain itu dalam proses bimbingan ini penulis dapat berdiskusi dengan pembimbing mengenai masalah yang dihadapi. Bimbingan dilakukan secara intensif dengan terlebih dahulu menyerahkan draft revisi terhadap pembimbing kemudian bimbingan dilakukan dengan cara berdiskusi mengenai masalah penelitian skripsi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan masukan maupun arahan dari pembimbing terhadap penulis mengenai penelitian sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih terarah dan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. 3.3. Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat, Palembang. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga kali. Kegiatan penelitian pertama dimulai tanggal 19 Juli 2012, berupa survey awal.


(36)

44

Kegiatan penelitian tahap ke dua dilakukan tanggal 26 Juli 2012 sampai dengan 29 Juli 2012, mencari informasi dan sumber data. Kegiatan penelitian ketiga dilakukan tanggal 2-5 Agustus 2012 melakukan wawancara lanjutan dan pengambilan data lapangan.

3.3.2. Heuristik

Pada tahapan ini penulis mencari dan mengumpulkan sumber yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan permasalahan yang sedang dikaji yaitu semakin memudarnya Songket Palembang yang menjadi warisan budaya pada masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang. Pada tahapan ini penulis memahami mengenai jenis-jenis sumber sejarah seperti sumber tertulis dan sumber lisan. Sumber tertulis berupa buku dan artikel yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dan juga ditambah dengan sumber lisan dengan menggunakan teknik wawancara kepada narasumber yang menjadi pelaku dan juga mengetahui tentang peristiwa sejarah tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang telah ditetapkan, maka informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seputar tenun Songket Palembang. Selain itu, hal lain yang dibahas dalam permasalahan penelitian ini adalah mengenai seni tenun nusantara, seni tenun Songket Palembang, pewarisan kebudayaan, upaya pelestarian, perubahan sosial.

3.3.2.1.Sumber Tertulis

Mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis berupa buku, surat kabar, dokumen dan artikel yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Hal ini dilakukan karena bahan atau sumber tertulis merupakan sesuatu yang paling umum dipakai, seperti dokumen, arsip, surat kabar, majalah, biografi, dan autobiografi. Tahap pengumpulan sumber tertulis yang dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan teknik studi kepustakaan dan studi dokumentasi.


(37)

45

Studi kepustakaan maksudnya adalah meneliti dan mempelajari buku-buku atau tulisan-tulisan hasil karya penelitian orang lain yang berhubungan dan relevan dengan permasalahan skripsi ini sedangkan studi dokumentasi, yaitu meneliti dan mempelajari dokumen-dokumen atau sumber-sumber tertulis lainnya yang berhubungan dan mendukung permasalahan penelitian ini. Penelusuran sumber tertulis dilakukan dengan mengumpulkan data dengan membaca dan mempelajari berbagai informasi seperti buku, artikel, hasil penelitian terdahulu, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang ada kaitannya dengan penelitian dengan mendatangi beberapa perpustakaan di sekitar kota Bandung, meliputi perpustakaan UPI, perpustakaan Seni Rupa ITB, perpustakaan daerah Palembang, beberapa perpustakaan pribadi, Toko-toko buku, sentral penjualan buku di internet (online), dan literatur kepustakaan yang dapat diakses dan tersedia di internet.

Penulis melakukan pencarian sumber literatur pertama kali mengunjungi perpustakaan UPI, di sana penulis menemukan buku-buku yang berkaitan tentang penelitian dan metode penelitian, buku tentang masyarakat, kebudayaan, dan perubahan sosial. Pencarian berikutnya penulis berkunjung ke Perpustakaan Daerah Palembang, di sana penulis menemukan buku tentang perubahan sosial dan juga buku yang mencakup materi tentang tenun Songket. Perpustakaan Seni Rupa ITB, dan perpustakaan STSI penulis banyak menemukan buku-buku perihal Tenun dan ragam hias dan beberapa karya ilmiah yang memiliki hubungan dengan tentang seni tenun khusnya dalam kajian Seni Rupa. Di beberapa perpustakaan pribadi, penulis banyak menemukan sumber-sumber yang berhubungan tentang seni, masyarakat. Toko-toko buku, dan sentral penjual buku di internet (online), peneliti menemukan buku perihal tenun Songket, buku yang berhubungan dengan tenun, ragam hias, serta peraturan-peraturan Pemerintah yang berhubungan dengan tenun Songket.


(38)

46

3.3.2.2.Sumber Lisan

Ada dua kategori untuk sumber lisan dan tradisi lisan. Sejarah lisan yaitu ingatan pertama yang dituturkan sejarah lisan oleh orang-orang yang diwawancarai oleh sejarawan (Sjamsuddin, 2007 : 102). Sedangkan tradisi lisan adalah narasi dan deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa masalah yang disampaikan oleh mulut ke mulut ( Sjamsuddin, 2007: 102). Sumber lisan memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya sebagai sumber sejarah. Dalam menggali sumber lisan dilakukan dengan teknik wawancara, yaitu mengajukan banyak pertanyaan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Pengumpulan sumber lisan ditujukan untuk melengkapi sumber tulisan, sehingga suatu peristiwa tergambar dengan utuh. Sumber lisan memiliki kedudukan penting dalam penulisan sejarah lokal, karena sumber ini memilki informasi yang atas suatu peristiwa yang terjadi.

Dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan observasi atau pengamatan terlibat pasif, yaitu peneliti berada dalam lingkungan pekerjaan di lapangan yang diteliti namun peneliti lebih berperan sebagai pengamat dan tidak berpartisipasi dengan subjek yang diteliti. Kegiatan yang dilakukan peneliti hanya mengumpulkan data permasalahan yang terkait dengan penelitian. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur untuk mendapatkan berbagai informasi dari narasumber dengan cara membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu, walaupun ketika wawancara berlangsung ada beberapa pertanyaan yang spontan terlontar untuk menanggapi jawaban narasumber. Adapun kebaikan dari penggabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah tujuan wawancara lebih terfokus, data yang diperoleh lebih mudah diolah, dan narasumber lebih bebas untuk mengungkapkan apa saja yang diketahuinya.


(39)

47

3.3.3. Kritik Sumber

Kritik sumber merupakan tahap kedua dalam penelitian sejarah. Fungsi kritik sumber erat kaitannya dengan tujuan sejarawan itu dalam rangka mencari kebenaran, sejarawan dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar, apa yang tidak benar (palsu), apa yang mungkin dan apa yang meragukan atau mustahil (Sjamsuddin, 2007: 131). Kritik sumber dilakukan setelah peneliti melakukan heuristik. Tujuan dari kegiatan-kegiatan itu adalah bahwa setelah penulis berhasil mengumpulkan sumber dalam penelitiannya, dan setelah itu penulis menyaring sumber-sumber secara kritis terutama terhadap sumber-sumber-sumber-sumber pertama agar terjadi fakta yang diharapkan.

Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran dan ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Adapun kritik yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut.

3.3.3.1.Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 132). Kritik eksternal merupakan suatu penilaian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan-catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi dan untuk mengetahui apakah sumber tersebut telah mengalami pergeseran atau diubah oleh saksi sejarah. Kritik eksternal harus menarangkan fakta dan kesaksian bahwa sumber sejarah :

a. Authenticity atau otentisitas, kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang

itu atau pada waktu yang sezaman dengan peristiwa

b. Kesaksian yang telah diberikan itu telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan atau penambahan atau penghilangan fakta-fakta yang subtansial karena memori manusia dalam menjelaskan peristiwa sejarah terkadang


(40)

48

berbeda, setiap individu tergantung pada sejauh mana narasumber mengingat peristiwa sejarah yang sedang dikaji ( Sjamsuddin, 2007: 134).

Kritik eksternal dilakukan guna menilai kelayakan sumber tersebut sebelum mengkaji isi sumbernya. Kritik ini dilakukan untuk meminimalisir subjektivitas dari narasumber, sehingga penulis dapat menyaring semua informasi dan mengelompokkannya kedalam kelompok yang benar, tidak benar atau meragukan.

3.3.3.2.Kritik Internal

Setelah penulis selesai melakukan kritik eksternal, tahap selanjutnya adalah kritik internal. Hal tersebut dilakukan untuk menguji kredibilitas (dapat dipercaya) dan reabilitas sumber-sumber yang telah diperoleh. Penulis melakukan kritik internal dengan cara mengkomparasikan dan melakukan

cross check diantara sumber yang diperoleh. Langkah-langkah dalam kritik

internal adalah dengan membaca seluruh sumber tertulis yang diperoleh, kemudian melakukan penilaian terhadap esensi sumber tertulis tersebut, setelah itu dibandingkan dengan sumber lainnya. Berbeda dengan sumber tertulis, kritik internal terhadap sumber lisan dilakukan sebelum wawancara dan sesudah wawancara dengan melihat hasil dari wawancara tersebut. Menurut Ismaun (1992: 129-130) sebelum memulai teknik wawancara, terdapat dua pertanyaan yang harus diajukan antara lain:

1. Apakah ia mampu untuk memberikan kesaksian. Kemampuan itu berdasarkan kehadirannya pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa serta keahliannya. 2. Apakah ia mampu memberikan kesaksian yang benar. Hal tersebut

menyangkut kepentingan penulis terhadap peristiwa itu, kita harus mengetahui apakah ia mempunyai alasan untuk menutupi suatu peristiwa atau bahkan melebih-lebihkannya.

Dalam mengkritik hasil wawancara maka penulis membagi dua bagian. Pertama, mengidentifikasi narasumber yang diwawancarai apakah ia


(41)

49

merupakan pelaku sejarah atau hanya sekedar saksi. Kedua, mencoba menganalisis kebenaran informasi yang disampaikan oleh narasumber kepada peneliti.

Melalui proses krtik eksternal dan internal terhadap sumber tertulis yang diperoleh fakta mengenai kehidupan sosial di masyarakat dan karakteristik masyarakat Palembang, selain itu juga diperoleh mengenai sejarah awal tenun Songket Palembang. Pada sumber lisan penulis mendapatkan informasi tentang warisan budaya yaitu Songket Palembang yang mulai memudar, kemudian tentang mengendornya makna dan simbol dari tenun Songket Palembang.

3.3.4. Interpretasi

Tahapan ketiga dalam penulisan karya ilmiah ini adalah interpretasi. Interpretasi berarti penafsiran atau pemberian makna kepada fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah (evidences). Interpretasi diperlukan karena pada dasarnya bukti-bukti sejarah (evidences) dan fakta-fakta sebagai saksi-saksi sejarah tidak dapat berbicara sendiri mengenai apa yang disaksikannya dari realitas masa lampau.(Ismaun, 2005: 28).

Setelah penulis melakukan pengujian terhadap sumber-sumber yang ada melalui kritik eksternal dan internal, penafsiran dilakukan oleh penulis terhadap data-data yang didapat dari buku dan beberapa dokumen, juga hasil wawancara. Akhirnya, penulis mendapatkan kumpulan fakta yang belum tersusun, kemudian penulis melakukan upaya penyusunan fakta-fakta yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang akan dikaji.

Dalam upaya rekonstruksi sejarah masa lampau pertama-tama interpretasi memiliki makna memberikan relasi antar fakta-fakta. Tahapan tersebut ialah mencari dan membuktikan adanya relasi antar fakta-fakta. Tahapan tersebut ialah mencari dan membuktikan adanya relasi fakta antara


(42)

50

fakta yang satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk rangkaian makna yang faktual dan logis tentang kurang diperhatikannya tenun Songket Palembang yang ada di Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat. Cara yang dilakukan peneliti dengan cara membandingkan sumber. Hal ini berguna untuk mengantisipasi penyimpangan informasi yang berasal dari pelaku sejarah. Dari hubungan antar berbagai fakta dan sumber inilah yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk penafsiran (Interpretasi). Makna kedua dari interpretasi ialah memberikan eksplanasi terhadap fenomena sejarah. Interpretasi menjelaskan argumentasi-argumentasi jawaban peneliti terhadap pertanyaan-pertanyaan kausal, mengapa dan bagaimana motif Songket terdesakralisasi yang ada di Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang (Kajian Sosial Budaya 1980 - 2000).

Proses interpretasi merupakan proses kerja yang melibatkan berbagai aktivitas mental seperti seleksi, analisis, komparasi, serta kombinasi dan bermuara pada sintesis. Oleh sebab itu, interpretasi merupakan analisis sintesis. Keduanya merupakan kegiatan yang tidak dapat terpisahkan yang satu dari yang lainnya saling menunjang. Karena analisis dan sintesis dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi (Kuntowijoyo, 2003: 103-104).

Fakta tersebut kemudian disusun sehingga fakta-fakta tersebut satu sama lainnya salling berhubungan dan menjadi suatu rangkaian peristiwa sejarah yang logis dan kronologi dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya serta memberi penjelasan terhadap permasalahan penelitian. 3.3.5. Historiografi

Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah penulisan laporan penelitian. Historiografi merupakan tahap akhir dalam penulisan karya ilmiah. Tahap akhir ini disebut juga dengan penulisan laporan penelitian yaitu seluruh hasil penelitian yang berupa data-data dan fakta-fakta yang telah mengalami


(43)

51

proses heuristik, kritik dan interpretasi dituangkan ke dalam bentuk tulisan atau dikenal dengan istilah historiografi. Dalam historiografi, penulis mencoba untuk menghubungkan keterkaitan antar fakta-fakta yang ada sehingga menjadi suatu penulisan sejarah dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tenun Songket 1980-2000 (Kajian Sosial Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang )”.

Penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia. Susunan penulisannya dibagi dalam lima bagian. Bagian pertama memuat tentang pendahuluan, bagian kedua tentang kajian pustaka, bagian ketiga tentang metode penelitian, bagian keempat memuat tentang pembahasan permasalahan dan pada bagian akhir berisi kesimpulan hasil penelitian.


(44)

101

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan disimpulkan hasil penellitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul “ Tenun Songket Palembang 1980-2000 (Kajian Sosial Budaya Tentang Warisan Budaya Masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat II Palembang )”, kesimpulan ini merupakan jawaban yang merujuk pada rumusan masalah di bab sebelumnya. Sesuai dengan permasalahan penelitian tersebut, ada empat hal pokok yang dapat disimpulkan meliputi apa yang diuraikan berikut ini

Pertama, sejarah dan latar belakang. Tradisi seni tenun di Indonesia

berkembang di pelbagai daerah dan hampir tersebar diseluruh wilayah Indonesia, seperti di Sumatera, Sulawesi, Lombok, Sumbawa dan lain-lain. Masing-masing daerah memiliki corak warna dan gaya tersendiri, dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan mulai dari yang bersifat ragawi dan rohani. Mulai dari letak geografis lingkungan alam, gaya hidup, tatanan sosial, adat istiadat hingga sistem kepercayaan. Aspek lainnya yang seringkali diyakini dapat mempengaruhi perkembangan tradisi seni tenun adalah aspek kesejarahan.

Terdapat dua pendapat yang dapat menjelaskan keberadaan tradisi seni tenun di Palembang, pendapat pertama yaitu menyatakan bahwa Songket telah ada di Palembang sejak ratusan tahun yang lalu, semasa Kerajaan Palembang (belum dikenal Kesultanan 1455-1659) dan kesultanan Palembang Darussalam (1659-1823). Songket di pakai raja-raja sebagai pakaian kebesaran, berdasarkan pendapat ini belum ada Songket yang berbentuk kain pada masa itu pemakaiannya hanya sebatas selendang.

Pendapat kedua, meyakini Songket lahir jauh sebelum masa Kesultanan Palembang, yaitu masa kerajaan Sriwijaya, terutama pada masa peralihan Sriwijaya.


(45)

102

Kerajaan Palembang (abad XII-XV). Penenunan Songket dimulai sejak maraknya perdagangan Internasional di Kerajaan Sriwijaya. Posisi Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan menjadikan interaksi dengan berbagai bangsa. Interaksi yang terjadi bukan hanya transaksi perdagangan melainkan juga persinggungan budaya yang melahirkan pertukaran dan saling mempengaruhi budaya.

Kedua, pada umumnya persepsi masyarakat memahami bahwa ada pergeseran

pemaknaan motif. Sebagian masyarakat berpendapat pergeseran pemaknaan simbol berada pada tahap desakralisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Sekalipun demikian ada beberapa orang berpendapat, proses tersebut menimbulkan keprihatinan dan mencoba memberikan pandangan untuk mengembangkan upaya-upaya untuk serta mengembalikan fungsi simbol-simbol dalam motif Songket itu kepada pemaknaan aslinya.

Temuan lain didalam proses perubahan tersebut, peneliti lebih melihat perubahan telah memberi peluang timbulnya kreativitas pada masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat Palembang sebagai bagian dari upaya pelestarian Songket. Usaha ini sekaligus membuka luasnya penerimaan masyarakt terutama generasi muda untuk lebih mengenal, mencintai dan menciptakan motif-motif baru. Selain itu juga motif Songket berkembang ke arah lebih modern, dengan lebih mengejar pangsa pasar. Pengrajin pun cenderung lebih bebas dalam menentuukan corak dan desain yang ada, perubahan ini juga mempunyai segi positif karena lebih dapat memacu produktifitas pengrajin sehingga tidak terpaku lagi pada pakem yang ada terutama pengusaha besar. Sementara kelompok yang menghendaki di kembalikannya nilai-nilai dengan upaya pelestarian tradisi Songket yang mengandung nilai-nilai luhur. Dengan demikian dengan adanya dua persepsi masyarakat tersebut melengkapi satu dengan yang lainnya. Disatu sisi ada pihak yang menjaga nilai-nilai tradisi lama yang didukung oleh upaya-upaya memperkenalkan motif-motif Songket dengan krreasi baru yang lebih memasyarakat.


(46)

103

Ketiga, berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian Pemerintah Kotamadya

Palembang sudah melakukan berbagai upaya dalam melestarikan dan mengembangkan kain tenun Songket. Pertama, dengan mempatenkan motif-motif Songket agar tidak „dicuri‟ bangsa lain, untuk itu Pemerintah mengambil langkah menginventarisasi semua pengrajin Songket Palembang beserta motif yang di produksi melalui DIRJEN HAKI. Kedua, upaya yang dilakukan Pemerintah Kotamadya Palembang menyelenggarakan pameran tenun Songket Palembang setiap tahunnya. Pameran itu diselenggarakan mulai di tingkat lokal, Nasional hingga Internasional.

Ketiga, Pemerintah menyediakan dukungan modal bagi pengusaha Songket berupa bantuan dan modal. Keempat, pemerrintah Kotamadya Palembang melalui Kanwil Perindustrian Provinsi Sumatera Selatan member bimbingan kepada pengrajin-pengrajin Songket. Disamping itu dari pihak Dharma Wanita dan PKK pernah pula memberikan pembinaan. Adapun bentuk-bentuk bimbingan dan binaan tersebut meliputi penyuluhan penataran studi banding kedaerah-daerah lain serta usaha-usaha menyalurkan hasil dipasaran. Kelima, bahkan di masa Pemerintahan Syahrial Oesman Kotamadya Palembang menyediakan gedung khusus untuk museum tekstil. Akan tetapi, seiring dengan waktu perhatian Pemerintah terhadap pemanfaatan gedung tersebut semakin berkurang bahkan akhirnya sekarang dialih fungsikan untuk kepentingan lain.

Keempat, kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kelurahan 30 Ilir

Kecamatan Ilir Barat Palembang adalah pertama, semakin menurunnya minat generasi muda Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat terhadap tenun Songket. Kedua, kurangnya penerusan usaha keluarga yang sudah turun temurun karena generasinya memilih studi dan berdagang. Selain itu, usaha ini kurang menjanjikan untuk kehidupan masa depan sebagian masyarakat masih melanjutkan usaha Songket, sebagian juga sudah meninggalkan usaha ini. Ketiga, belum optimalnya usaha Pemerintah dari sektor industri rumah tangga yang berkesinambungan


(47)

104

Selain kendala adapula faktor-faktor yang membuat seni tenun Songket masyarakat Kelurahan 30 Ilir ini tetap lestari diantaranya adalah faktor kepercayaan dan tradisi bahwa kegiatan menenun pada masyarakat 30 Ilir merupakan wujud dari kegiatan yang dilakukan oleh kaum wanita di Kelurahan 30 Ilir terhadap nilai-nilai dan kepercayaan yang mereka junjung. Keberadaan dan pelestarian seni tenun masyarakat Kelurahan 30 Ilir Kecamatan Ilir Barat pun tidak terlepas dari transmisi pengetahuan menenun yang dilakukan oleh kaum perempuan Kelurahan 30 Ilir yang terampil dalam menenun kepada anak/saudara perempuan yang memiliki minat untuk menenun.

Saran

Berkaitan dengan kesimpulan, penulis memberikan beberapa hal yang ingin disampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka melestarikan tenun somgket sebagai warisan budaya. Peneliti memiliki saran, diantaranya :

a. Bagi Seniman Tenun Songket

Usaha yang dilakukan seniman dalam melestarikan Songket Palembang saat ini membawa Songket Palembang hingga ke Mancanegara, yaitu Singapura, Malaysia, Perancis, Belanda, Jepang, Mesir, dan China. Selain itu juga, seniman dan budayawan juga mengadakan festival dan pameran mengenai kesenian dan tenun tradisional di Palembang. Cara yang dilakukan melalui pengumpulan, pencatatan dan pendokumentasian serta penyelamatan peninggalan budaya Palembang yang tersebar di diwilayah kota Palembang termasuk yang dikuasai oleh masyarakat.

b. Bagi Masyarakat Pendukung

Sebagai masyarakat pendukung tenun Songket Palembang dan untuk melestarikan tenun tradisional Songket dengan adanya tenun tradisional ini akan membawa nama baik kota Palembang ke wilayah lain bahkan


(48)

105

Mancanegara, sebagai salah sau bentuk keanekaragaman sosial budaya masyarakat Palembang dengan cara melakukan sistem pewarisan tenun Songket mulai dari anggota keluarga dan orang-orang terdekat pelaku yang memproduksi tenun Songket, sehingga dapat terjaga kelestariannya.

c. Bagi Pemerintah Kota Palembang

Kemajuan dan kemandirian sebuah tenun tradisional kiranya tidak lepas dari peranan kebijakan Pemerintah setempat. Sehubungan dengan itu hendaknya Pemerintah memberikan dukungan untuk perkembangan tenun tradisional yang hidup dan berkembang di kota Palembang, berupa alokasi dana dan pembinaan-pembinaan tenun Songket. Tanpa dukungan dari Pemerintah, tenun tradisional ini akan kurang berkembang.

Pemerintah kota Palembang mengajukan hak untuk motif tertentu sebaiknya, Pemerintah melestarikan warisan budaya luhur dengan cara memberikan perlindungan hukum. Di era perdagangan bebas dan globalisasi, Songket sebagai produk lokal yang sudah berlangsung turun-temurun juga perlu diberi identitas berupa hak paten. Saat ini di Kota Palembang terdapat 1.500 perajin Songket. Dilihat dari kapasitas produksinya, para perajin di Palembang masih berada di level usaha mikro-kecil, menengah, dan rumah tangga. Saat ini kurang lebih 200 motif Songket Palembang diproduksi pengrajin setempat.

Pemerintah daerah dan Nasional dalam upaya pelestarian warisan budaya bangsa dapat mengaturnya dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, solusi pemecahan masalah pelestarian warisan budaya dapat dilakukan melalui jalur hukum dan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat Daerah maupun Nasional, serta melibatkan seluruh lapisan masyarakat dengan perangkat hukum lainnya.


(49)

106

Pengembangan dan pelestariaan tenun tradisional ini juga dapat dilakukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukkan pengetahuan tenun tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas sehingga sistem pewarisan budaya tetap berjalan.

Masyarakat dan Pemerintah setempat harus bekerjasama untuk memperkenalkan tenun Songket ini kepada generasi muda di Kelurahan 30 Ilir. Salah satu pengenalan terhadap tenun Songket mengenai tata cara pembuatan Songket dan mempelajari nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalam kain Songket. Pengenalan ini bertujuan agar generasi muda setidaknya dapat mengetahui keberadaan kain tenun Songket sebagai warisan budaya bangsa. Selain itu Pemerintah harus menghidupkan kembali museum sebagai pewarisan kebudayaan. Banyaknya peninggalan tenun Songket di biarkan apa adanya seolah tidak ada campur tangan Negara untuk menjaga dan mengangkat warisan budaya sebagai kekayaan budaya yang layak dibanggakan. Pemerintah seharusnya menyadari hal itu dan ikut membantu pelestarian tenun Songket berikut budaya dan tradisi yang tersimpan didalamnya misalnya menghidupkan kembali museum tekstil sebagai warisan kebudayaan.

Harus disadari museum adalah tempat yang menyimpan rekaman perjalanan sejarah dan budaya di masa lampau. Apa yang terjadi di masa kini tak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalu. Lenyapnya museum ini tentu sebuah kerugian kita dan anak cucu kita kelak. Lambat laun mereka akan tercabut dari akar sejarah budayanya. Peran museum sebagai pusat indpirasi budaya dan alat perekat bangsa nyaris terlupakan. oleh karena itu, penting untuk mengangkat kembali eksistensi museum. Hal itu harus dipahami dengan upaya menghidupkan kembali museum sebagai upaya nyata


(50)

107

pelestarian budaya. Museum difuungsikan sebagai pusat pengembangan sejarah dan kebudayaan. Hal ini penting agar museum tidak hilang, jangan sampai karena kesulitan menghidupi dirinya museum terpaksa menjual asset-asetnya termasuk barang pusaka yang tidak ternilai harganya. Segala upaya itu dimaksudkan agar kita yang hidup di masa kini, maupun di generasi mendatang, tetap menjaga museum jangan sampai tergerus modernisasi. Upaya pelestarian budaya akan mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa sebagai bangsa yang masih menyimpan jejak kebesaran di masa lampau. Hal ini agar setiap warga Negara tidak melupakan akar sejarah bangsanya.

Selain itu dalam kaitannya dengan pembelajaran sejarah penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber penunjang materi pelajaran sejarah di Kelas X dengan Standar Kompetensi memahami prinsip dasar ilmu sejarah adapun kompetensi dasar yang sesuai adalah mengidentifikasi tradisi masyarakat Indonesia pada masa pra aksara dan masa aksara.


(1)

Pengembangan dan pelestariaan tenun tradisional ini juga dapat dilakukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukkan pengetahuan tenun tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas sehingga sistem pewarisan budaya tetap berjalan.

Masyarakat dan Pemerintah setempat harus bekerjasama untuk memperkenalkan tenun Songket ini kepada generasi muda di Kelurahan 30 Ilir. Salah satu pengenalan terhadap tenun Songket mengenai tata cara pembuatan Songket dan mempelajari nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalam kain Songket. Pengenalan ini bertujuan agar generasi muda setidaknya dapat mengetahui keberadaan kain tenun Songket sebagai warisan budaya bangsa. Selain itu Pemerintah harus menghidupkan kembali museum sebagai pewarisan kebudayaan. Banyaknya peninggalan tenun Songket di biarkan apa adanya seolah tidak ada campur tangan Negara untuk menjaga dan mengangkat warisan budaya sebagai kekayaan budaya yang layak dibanggakan. Pemerintah seharusnya menyadari hal itu dan ikut membantu pelestarian tenun Songket berikut budaya dan tradisi yang tersimpan didalamnya misalnya menghidupkan kembali museum tekstil sebagai warisan kebudayaan.

Harus disadari museum adalah tempat yang menyimpan rekaman perjalanan sejarah dan budaya di masa lampau. Apa yang terjadi di masa kini tak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalu. Lenyapnya museum ini tentu sebuah kerugian kita dan anak cucu kita kelak. Lambat laun mereka akan tercabut dari akar sejarah budayanya. Peran museum sebagai pusat indpirasi budaya dan alat perekat bangsa nyaris terlupakan. oleh karena itu, penting untuk mengangkat kembali eksistensi museum. Hal itu harus dipahami dengan upaya menghidupkan kembali museum sebagai upaya nyata


(2)

pelestarian budaya. Museum difuungsikan sebagai pusat pengembangan sejarah dan kebudayaan. Hal ini penting agar museum tidak hilang, jangan sampai karena kesulitan menghidupi dirinya museum terpaksa menjual asset-asetnya termasuk barang pusaka yang tidak ternilai harganya. Segala upaya itu dimaksudkan agar kita yang hidup di masa kini, maupun di generasi mendatang, tetap menjaga museum jangan sampai tergerus modernisasi. Upaya pelestarian budaya akan mampu meningkatkan harkat dan martabat bangsa sebagai bangsa yang masih menyimpan jejak kebesaran di masa lampau. Hal ini agar setiap warga Negara tidak melupakan akar sejarah bangsanya.

Selain itu dalam kaitannya dengan pembelajaran sejarah penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber penunjang materi pelajaran sejarah di Kelas X dengan Standar Kompetensi memahami prinsip dasar ilmu sejarah adapun kompetensi dasar yang sesuai adalah mengidentifikasi tradisi masyarakat Indonesia pada masa pra aksara dan masa aksara.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, zainal.2006. Songket Palembang : Indahnya Tradisi Menenun Sepenuh

Hati.Jakarta: Dian Rakyat.

Cahyono, sumardi. 2000. Pewarisan Kebudayaan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Data dan Informasi Sektor Perdagangan dan Industri Kecil Provinsi Sumsel. (2000).

Departemen Perindustrian : Palembang.

Djamarin, DKK. Tim Penusun ITT Bandung 1977. Pengetahuan Barang Tekstil Bandung.

Endarmoko. 2006. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Himpunan Wastraprema. (1976). Kain Adat /Tradition Textile : Jakarta.

Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah : Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana

Pendidikan. Bandung : Historia Utama Press.

Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. (1985). Ritus Peralihan Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya.

Moloeng, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Rosdakarya.

Poesponegoro, M.D & Notosusanto, N [Eds]. (1993). Sejarah Nasional Indonesia

Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.


(4)

Slamet, ahmad. (1997). Gema Industri Kecil. Proyek Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil Khusus Ekonomi Golongan Lemah. Departemen Perindustrian: Jakarta.

Saripudin, didin. 2007.Sosiologi Antropologi Pendidikan. Bandung: Masagi Foundation.

Sejarah dan Kebudayaan Palembang Rumah Adat Limas Palembang. 1990.

Akib.R.H.M. Palembang.

Suwarti, kartiwa. 1980. Songket Indonesia. Jakarta: Djambatan. ---- Tenun Ikat. (2008). Jakarta: Gramedia.

Susanto, A.S.1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta.

Syahrofie. Yudhie.2007. Songket Palembang ( Nilai Filosofi, Jejak Sejarah dan

Tradisi). Palembang : Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan.

Syamsudin, helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.

Tim Museum Purna Bhakti Pertiwi.1996. Puspawarana wastra. Jakarta : PT. Jayakarta.

Tenun Tradisional Sumatera Selatan. 2000. Palembang : Tim Penulis Depdikbud

Dinas Permuseuman Pembinaan Sumatera Selatan.

Yoeti,O.A.1985. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Jakarta:Angkasa.


(5)

INTERNET

http://infokito/portaljembataninformasikitobersamo/7/11/20007.html(12Desember 2012)

http://matakuliah.files.wordpress.com/2007/09/perekin-1.pdf.html. (15 Desember 2012)

http://Prasetijo.wordpres.com/2009/07/24/Keragaman-budaya-indonesia.html. ( 7 November 2012)

Putra, rakaryan.s.2001. Songket Palembang dalam Kemahalan.

http://www.kompas.com/2001/2 Mei 2001 (4 Januari 2013).

Putra, rakaryan.s. 2001. Kenal Motif Kenal Harga. http://www.kompas.com/2001/2 Mei 2001 (4 Januari 2013).

Putra, rakaryan s.2001. Songket Palembang sedang Naik Daun.

http://www.kompas/2001/2 Mei 2001 (4 Januari 2013).

(http://Regional.kompas.com/read/2011/03/30/0546196/29.Songket.Palembang. jadi.warisan.budaya/) (12 Oktober 2012).

(http://swytoputra.blogspot.com/2010/12/19.Makalahkerajinantenun.html (5Januari 2013)

http://tp-pkk.oganilir.blogspot.com/2011/11/12.html ( 5 Januari 2013)

Sumber Dokumen:

Badan Pusat Statistik. (2000). Kotamadya Palembang dalam Angka Tahun 2000. Palembang: BPS Palembang.


(6)

SKRIPSI

Ade Riyanti (2005). Makna Simbolis Kain Songket sebagai Simbol Status Sosial di

Kelurahan Serenggam 32 Ilir Barat Palembang. Skripsi Tata Busana UNES

Semarang : Tidak diterbitkan.

Susandi. (2011). Seni Tenun Baduy di Desa Kanekes Kabupaten Lebak Banten

1986-2001 (Asal mula, Makna dan Perkembangan). Skripsi Sarjana Pendidikan Sejarah

pada FPIPS UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Gina Novia Purgasari. (2011). Perubahan Sosial Budaya Masyarakat di Kampung

Adat Pulo Desa Cangkuang Kabupaten Garut(Kajian Historis Tahun 1976-2000).

Skripsi Sarjana Pendidikan Sejarah pada FPIPS UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

JURNAL/ARTIKEL

Bandem, I Made. (1999). Peranan Seni Budaya dalam Perkembangan Pariwisata. Artikel ini terdapat pada jurnal “ Mudra, Seni Budaya” Th. 7 Tahun 1999.

Nawawi, Muhammad dan Gustami, SP. (2002). Seni Kerajinan Tenun Sutera

Tradisional Bugis Wajo Sulawesi- Selatan : Antara Tantangan dan Harapan. Artikel