PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN BIBIT MIKRO KENTANG (Solanum tuberosum L.) ENKAPSULASI PADA BEBERAPA KONSENTRASI ALGINAT.

Ketahanan Bibit Mikro Enkapsulasi

PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN BIBIT MIKRO
KENTANG (Solanum tuberosum L.) ENKAPSULASI
PADA BEBERAPA KONSENTRASI ALGINAT
(Effect of Alginate on Microshoot Encapsulation of Potato (Solanum
tuberosum L.))

Warnita dan Irfan Suliansyah 1)
1

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Unand, Padang

ABSTRACT
An experiment was carried out at the plant Tissue Culture Lab. of Departement of
Agronomy, Faculty of Agriculture, Andalas University Padang from April to September
2007. The objetive of the experiment to obtain the best alginate concentration to
maintain microshoot vigorous on seed encapsulation. The treatments were arranged in
completely Randomized Design with 10 replication. The treatments were : 1.0 % 1, 5
%, 2.0 %, 2.5 %, dan 3.0 %. Observation included explants with capsul conditian, time
of shoot inisitiation, plantlet height, root height, percentage of shoot live number of

shoot, and number of leaf. Result indicated that 2.5 % alginate the best to support
capsul conditian, plant height, root height and percentage og shoot live.

Keywords: alginate, concentration, microshoot, encapsulation, potato

ISSN 1979-0228

139

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

PENDAHULUAN

P

esatnya peningkatan kebutuhan
kentang dipicu oleh perubahan
pola
konsumsi
masyarakat

Indonesia dewasa ini. Pada mulanya,
kentang hanya dikonsumsi sebagai
sayuran. Dengan semakin meningkatnya
industri makanan kecil yang berbahan
baku kentang (snack) dan semakin
menjamurnya tempat yang menyediakan
makanan dengan kentang sebagai menu
utamanya, maka manfaat kentang
semakin bervariasi.
Kentang juga
merupakan komoditas andalan sebagai
tanaman
alternatif
nonpadi
untuk
mempertahankan program swasembada
pangan di Indonesia.
Kebutuhan
kentang
yang

terus
meningkat membuka peluang untuk
mengusahakan
tanaman
kentang.
Indonesia baru bisa memenuhi 20 % dari
kebutuhan kentangnya, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan kentang diimpor
dari Australia dan Belanda.
Kendala utama dalam peningkatan
produksi kentang di Indonesia adalah
tidak tersedianya propagula/bibit kentang
bermutu. Indonesia sampai saat ini untuk
mendapatkan bibit kentang bermutu,
masih mengimpor dari luar negeri. Luas
pertanaman kentang Indonesia 65.000 ha
dengan kebutuhan bibit 2 ton/ha maka
kebutuhan bibit adalah 130.000 ton dan
Indonesia mengimpor sekitar 90 %.
Apabila harga bibit impor adalah Rp

20.000,- per kg, maka betapa besarnya
devisa negara yang dikeluarkan untuk
impor bibit kentang. Peningkatan luas
tanam kentang dari tahun ke tahun
menyebabkan volume impor bibit dari
tahun ke tahun juga turut meningkat.
(BPS, 2003)
Kebutuhan bibit mikro kentang yang
terus meningkat dapat diatasi dengan
memproduksi bibit secara in vitro, berupa
tunas mikro, umbi mikro, stek mini dan
umbi mini. Keuntungan dari perbanyak
in vitro adalah dapat dihasilkan bibit yang
bebas dari berbagai pernyakit sistemik
terutaama virus. Teknik in vitro tanaman
sekarang telah meluas penggunaannya
dalam industri perbanyakan tanaman dan
pengembangan tanaman.
Teknik ini
menjadi penting bagi perbanyakan klonal

untuk kelanjutan peningkatan hasil
pertanian setiap tahun (Siahaan, 1996).
Propagula hasil kultur jaringan dalam
bentuk stek mikro masih diproduksi di
140

kota-kota besar.
Sementara lokasi
penanaman kentang terletak relatif jauh
dari lokasi produksi propagul mikro, maka
pendistribusian propagul mikro masih
terkendala dan apalagi bibit mikro sensitif
terhadap kondisi nonaseptik.
Teknik enkapsulasi merupakan teknik
pembungkusan eksplan (embrio somatik
atau meristem atau tunas pucuk) dengan
suatu
pembungkus
khusus
yang

membuat eksplan tidak mudah rusak dan
dapat tumbuh. Teknik enkapsulasi ini
dikembangkan oleh Redenbaugh et al
(1985)
dengan
cara
membungkus
embrio somatik dengan natrium alginat,
yaitu sejenis gel yang diperkaya dengan
hara, ZPT, mikroorganisme yang bersifat
simbiosis misalnya Rhizobium dan jamur
VAM (Vesicular Arbuscular Mycorhyza)
atau komponen lain yang berfungsi
dalam perkecambahan.
Pada tunas pucuk atau tunas aksilar
yang
dienkapsulasi
tidak
memiliki
primordia akar seperti hal embrio somatik

maka
pada matriks kapsul perlu
ditambahkan zat pengatur tumbuhan
untuk menginisiasi akarnya (Bapat et al.,
1993; Rao et al., 1993; Sudarmonowati
dan Bachtiar, 1994; Picocioni dan
Standardi, 1996). Redenbaugh, et al.,
(1985) menggunakan bahan selubung
hidrogel
natrium
alginat
untuk
enkapsulasi embrio somatik alfalfa dan
seledri.
Sementara Kitto dan Janick
(1985) mengenkapsulasi embrio somatik
wortel dengan 2.5 % polietilen oksida.
Teknik enkapsulasi tunas pucuk dan
tunas aksilar telah berhasil dilakukan oleh
beberapa peneliti. Bapat, et al. (1987)

mengenkapsulasi setek buku tunggal
mulberry (Morus indica L.) asal kultur
jaringan dengan 4 % natrium alginat
yang mengandung media MS cair.
Sudarmonowati dan Bachtiar (1994)
mengenkapsulasi tunas pucuk akasia
(Accasia mangium) dengan 2 % natrium
alginat yang mengandung media MS cair
dan ditumbuhkan pada media MS padat
yang mengandung 2 mg/l IBA dan 1 mg/l
BAP. Rao et al. ((1993) telah berhasil
mengenkapsulasi tunas pucuk pisang
dengan 3 % natrium alginate dan
menumbuhkannya pada media White
padat secara in vitro. Ganapathi, et al.
(1992, 1994) mengenkapsulasi tunas
pucuk
cardamon
(Elettaria
gargamommum Maton) dengan 3 %

natrium alginat dan menumbuhkannya
pada media media White pada secara in
ISSN 1979-0228

Ketahanan Bibit Mikro Enkapsulasi

vitro. Suliansyah dan Warnita (2001)
menunjukkan konsentrasi alginat terbaik
untuk enkapsulasi kentang adalah 2,5 %.
Warnita
(2004)
telah
berhasil
mengenkapsulasi planlet buku tunggal
kentang dengan 2 % natrium alginat PA
yang sebelum ditanam pada media MS
padat yang mengandung 0.025 mg/l
paclobutrazol.
Selanjutnya
Warnita,

Bustamam
dan
Putih
(2005)
menambahkan spermidin 4 mg/l sebelum
dilakukan
enkapsulasi
untuk
meningkatkan daya tahan bibit mikro
enkapsulasi.
Warnita
(2006)
mendapatkan pemberian
GA3 dan
spermidin mampu mempercepat muncul
tunas
dan
tinggi
tanaman
pada

enkapsulasi bibit mikro kentang,
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan :konsentasi alginat teknis
(non PA) yang terbaik untuk digunakan
sebagai bahan penyalut setek mikro
kentang.

BAHAN DAN METODE
Percobaan
dilaksanakan
di
Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Andalas, Padang.
Percobaan dilaksanakan
bulan Maret
sampai dengan Desember 2007.
Kentang yang digunakan sebagai
bahan percobaan ini adalah kultivar
Atlantik
yang
merupakan
koleksi
Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Jurusan BDP Fakultas Pertanian Unand.
Bahan kimia yang digunakan antara lain:
senyawa penyusun media MS, sukrosa,
CaCl2 2H2O, GA3, IBA, Bacto agar, natrium
alginat,
sterilan (alkohol, spiritus)
pestisida, antibiotika, NaOH, dan KOH.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari botol
kultur, gelas ukur, timbangan analitik, pH
meter, autoklaf, alat diseksi, laminar air
flow cabinet, dan rak kultur .

Percobaan
disusun
menurut
Rancangan Acak Lengkap dengan 5
perlakuan dan 10 ulangan. Perlakuannya
adalah konsentrasi natrium alginat terdiri
dari lima taraf, yaitu :1.0 % 1, 5 %, 2.0
%, 2.5 %, dan 3.0 %.
Bibit mikro
kentang diperoleh dengan cara menanam
setek buku tunggal pada media MS yang
mengandung 0.025 mg/l paclobutrazol.
Bibit mikro kentang dipanen setelah
berumur tiga minggu setelah sub kultur.
Enkapsulasi bibit mikro dilaksanakan
dengan cara meneteskan natrium alginat
sebanyak dua tetes pada tabung reaksi
yang berfungsi sebagai pencetak kapsul.
Satu bibit mikro kentang dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditetesi
kembali satu atau dua tetes natrium
alginat sampai bibit mikro terselubungi
seluruhnya. Untuk mengeraskan alginat
menjadi gel kapsul ditambahkan 2 g/150
ml CaCl2. 2 H2O sebanyak lima tetes ke
dalam tabung reaksi. Selanjutnya tabung
reaksi digoyang-goyang secara perlahan
sampai terbentuk gel kapsul yang berisi
satu bibit mikro kentang. Kegiatan ini
dilakukan dalam laminar air flow cabinet.
Pengamatan dilakukan terhadap: 1)
kondisi kapsul dan kemampuan tumbuh
bibit mikro kentang pada perlakuan
natrium alginat (tinggi tanaman, panjang
akar, persentase tumbuh, saat muncul
tunas. Variabel respon dianalisis dengan
sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji
BNJ pada taraf nyata 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi bibit mikro kentang (BMK) yang
dienkapsulasi dengan alginat menunjukkan
keragaan yang bervariasi.
Perbedaan
konsenterasi
alginat
memperlihatkan
kondisi kapsul yang berbeda dan
penyalutannya
terhadap
BMK
juga
berbeda. (Tabel 1)..

Tabel 1. Kondisi kapsul pada beberapa konsentrasi alginat teknis
Konsentrasi natrium alginat teknis
Kondisi kapsul
1.0 %
Sangat lunak dan BMK tidak terbungkus
1,5 %
Lunak dan BMK tidak terbngkus sempurna
2.0 %
Agak padat dan BMK tidak terbungkus sempurna
2.5 %
Padat dan BMK terbungkus sempurna
3.0 %
Terlalu padat dan BMK terbungkus sempurna
Dari Tabel 1 terlihat bahwa semakin
tinggi konsenterasi alginat yang digunakan
akan mengakibatkan semakin padat kapsul
ISSN 1979-0228

yang terbentuk dan semakin sempurna
membungkus bibit mikro. Hasil penelitian
Bapad, et al (1987) menunjukkan bahwa
141

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

enkapsulasi tunas aksilar mulberry (Morus
indica L.) terbaik pada 4 % natrium alginat
yang dikombinasikan dengan 1.36 g / 150
ml CaCl2.2H2O.
Sudarmonowati dan
Bachtiar (1994) mendapatkan enkapsulasi
tunas pucuk akasia (Acacia mangium)
terbaik pada 2 % natrium alginat
dikombinasikan dengan 1.1025 g/100 ml
CaCl2.2H2O, sedangkan Warnita (2004)
telah berhasil mengenkapsulasi planlet
buku tunggal kentang dengan 2 % natrium
alginat PA yang sebelum ditanam pada
media MS padat yang mengandung 0.025
mg/l paclobutrazol.
Dari hasil percobaan pada Tabel 1 dapat
dilihat bahwa penggunaan natrium alginat
teknis 1 % - 2 % untuk enkapsulasi BMK,
membentuk hidrogel yang lunak dan tidak

menyalut BMK dengan sempurna sehingga
bentuk kapsul tidak utuh akibatnya
menyulitkan
untuk
dipindahkan.
Sementara penggunaan natrium alginat
teknis dengan
konsentrasi
3.0
%
membentuk kapsul yang terlalu padat
(keras). Kondisi kapsul yang terlalu lunak
dan terlalu padat akan mempengaruhi
daya hidup BMK karena kondisi tersebut
tidak mendukung pertumbuhan dan
perkembangan BMK selanjutnya.
Saat muncul tunas, jumlah tunas dan
jumlah daun tidak dipengaruhi oleh
konsenterasi alginat.
Tidak demikian
halnya dengan tinggi tanaman, panjang
akar dan % tunas hidup yang justru
dipengaruhi oleh konsenterasi Alginat
(Tabel 2)

Tabel 2. Saat muncul tunas dan tinggi tanaman, panjang akar,
daun pada beberapa konsentrasi alginat teknis
Saat
Konsentrasi
Tinggi
Panjang
muncul
alginat
tanaman
akar
tunas
1.0 %
5.50 a
0.65 a
0.59 a
1.5 %
5.40 a
0.82 b
0.68 b
2.0 %
5.50 a
0.80 b
0.75 b
2.5 %
5.30 a
0.92 b
0.78 b
3.0 %
6.00 a
0.80 b
0.70 b
KK =
11.87 % 18.89 %
14.56 %

% tunas hidup, jumlah tunas dan jamlah
% Tunas
hidup

Jumlah
tunas

Jumlah
daun

50 a
60 a
62 a
82 b
66 a
2.17 %

0.60 a
0.70 a
0.70 a
0.60 a
0.50 a
16.50 %

2.20 a
2.40 a
2.50 a
2.60 a
2.40 a
7.33 %

* Data jumlah tunas dan jumlah daun ditransformasi √ x +1
** Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf nyata
5 %.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa ratarata
pemberian
konsentrasi
alginat
terhadap saat muncul tunas pengaruhnya
tidak berarti, meskipun ada kecenderungan
pada konsentrasi natrium alginat yang
tinggi 3% saat muncul tunas lebih lama.
Sama halnya terhadap jumlah tunas dan
jumlah daun, pemberian konsentrasi
alginat sama saja pengaruhnya. Jumlah
dan ukuran daun dipengaruhi oleh
genotipe dan lingkungan seperti suhu,
cahaya dan faktor-faktor lainnya, namun
lebih dikendalikan oleh genetik (Gardner,
1991). Meristem apikal batang merupakan
tempat dimana daun, cabang, dan organ
generatif terbentuk (Lakitan, 1996). Laju
pembentukan daun relatif konstan jika
tanaman ditumbuhkan pada suhu dan
intensitas cahaya yang konstan.
Tinggi tanaman,
panjang akar dan
persentase tunas hidup bergantung pada
pemberian beberapa konsentrasi natrium
alginat. Kinsentrasi 2,.5 % merupakan
konsentrasi terbaik untuk meningkatkan
persentase tunas yang hidup yaitu 82 %.
Panjang akar pada pemberian alginat
142

rendah, kurang berkembang dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh kondisi kapsul yang
sangat lunak sehingga tidak mendukung
untuk pertumbuhan akar.

KESIMPULAN
Dari
percobaaan
yang
telah
dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi alginat teknis yang terbaik
untuk kondisi kapsul bibit mikro kentang,
dan persentase hidup tunas adalah 2.5
%. Tinggi tanaman dan panjangnya akar,
pemberian konsentrasi 1,5 % sampai
dengan 3,0 % sama baiknya.

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada DP2M
Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional yang telah mendanai penelitian ini
pada tahun 2007. Ucapan yang sama
disampaikan pada Yurnawilis, SP. dan
ISSN 1979-0228

Ketahanan Bibit Mikro Enkapsulasi

semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan penelitian ini terutama di
Fakultas
Pertanian Universitas Andalas
Padang.

DAFTAR PUSTAKA
Bapat, V.A., M. Mhatre, and P. S. Rao.
1987. Propagation of shoot Morus
indica
L.
(Mulberi)
by
encapsulated shoot buds. Plant
Cell Rep. 6 : 393 – 395.
________. 1993. Studies on syntetic seeds
of sandalwood (Santalum album
L.) mulberry (Morus indica L.) p.
381 – 407. In K. Redenbaugh
(Ed.) “Synseed”.
Aplication of
Synthetic
Seeds
to
Crop
Improvement. CRC. Press Inc.
Ann. Arbor.
BPS. 2003. Survei Pertanian. Produksi
Tanaman Sayuran di Indonesia.
http//www. bps.go.id. 2 Februari
2006.
Ganaphati, T. R., P. Suprasanna, V. A.
Bapat, and P. S. Rao. 1992.
Propagation
of
through
encapsulated shoot tips. Plant Cell
Rep. 11 : 571 – 575.
______________, V. A. Bapat, and P. S. Rao.
1994. In vitro development of
encapsulated shoot tips of cardamom. Biotechnol. Tech. 8 (4) :
239 – 244.
Gardner, F.P. 1991. Fisiologi tanaman
budi-daya. Penerbit Universitas
Indonesia (UI. Press). Jakarta .
428 hal.
Kitto, S. L. and Janick , J.
1985.
Production of ssynthetic seeds by
encapsulating asexual embryos of
carrot. J. Amer. Soc. Hort. Sci.
110 (2) : 177 – 184.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. PT.
Raja Grafindo. Jakarta . 218 hal.
Piccioni, E. and Standardi.
1995,
Encapsulation of micropropagated
buds of six woody species. Plant
cell tissue and delivery system.
Info musa 2 (2) : 4 – 5.
Rao, P. S., T. R. Ganapathi, P. Suprasanna
and
V.
A.
Bapat.
1993.
ISSN 1979-0228

Encapsulated Shoot Tips of
Banana : a new propagation and
delivery system. Info Musa 2
(2) 4 – 5.
Redenbaugh, K., D. Slade, P. R. Viss and
M. E. Kossler. 1985. In Colloquim
on Progres and Prospects in Forest
and Crop Biotechnology.
F.
Valentin (Ed.).
Spinger-Verlag,
Berlin.
___________. And S. E. Ruzin. 1988.
Artificial seed production and
forestry. P. 225 – 238. In Dhawan,
V
(Ed.).
Aplication
of
Biotechnology in Forestry and
Horticulture. Plenum Press. New
York.
Siahaan, F. R. 1996. Enkapsulasi bibit
kentang (Solanum tuberosum L.)
dengan natrium alginat. Tesis
Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Sudarmonowati, E. dan A.S Bachtiar.
1994.
produksi biji buatan
enkapsulasi tunas pucuk pucuk
Accasia mangium. Hal 25 – 30.
Dalam
Proseding
Seminar
Nasional Hasil-hasil penelitian dan
pengembangan Bioteknologi II.
Cibinong. Bogor.
Suliansyah, I dan Warnita. 2001.
Teknologi pembuatan biji sintetik
melalui enkapsulasi bibit mikro
kentang (Solanum tuberosum L.)
Warnita. 1994. Penampilan pertumbuhan
tunas mikro kentang (Solanum
tuberosum L.) in vitro dengan
penambahan 2,4 D. dan BAP dan
stek
hidup
pada
media
aklimatisasi.
Thesis
Program
Pascasarjana Universitas Andalas,
Padang. 89 hal.
_______. 2004.
Pengaruh paclobutrazol
terhadap produksi dan ketahanan
bibit mikro
kentang (Solanum
tuberosum L.) siap enkapsulasi.
Jurnal Stigma Vol
XII No.
2.
April- Juni 2004. hal 214 –
218.
_______, T. Bustamam dan R. Putih. 2005.
Pertumbuhan dan ketahanan bibit
mikro
kentang
(Solanum
tuberosum L.) enkapsulasi pada
konsentrasi spermidin. Laporan
Penelitian SP 4 Jurusan Budaidaya
Pertanian.. 23 hal.
143

Jerami Volume I No. 3, September - Desember 2008

_______. 2006.
Pertumbuhan dan
ketahanan bibit mikro kentang
Enkapsulasi (Solanum tuberosum

L.) pada Beberapa
GA3 dan Spermidin.

Konsentrasi

------------------------------oo0oo------------------------------

144

ISSN 1979-0228