GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND : Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932.

(1)

No.Daftar FPIPS:2130/UN.40.2.3/PL/2014

GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh:

Adam Jamaluddin 0705577


(2)

Oleh Adam Jamaluddin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial

© Adam Jamaluddin2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND

(Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932)

Oleh

ADAM JAMALUDDIN 0705577

Disetujui dan Disahkan Oleh: Pembimbing I

Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si NIP. 19630311 198901 1 001

Pembimbing II

Wawan Darmawan, S.Pd, M. Hum NIP. 19710101 199903 1 003

Mengetahui,


(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul ”Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932)”. Permasalahan pokok yang dikaji adalah mengapa terjadi Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand? Permasalahan tersebut kemudian dijabarkan dalam empat buah pertanyaan pokok, yaitu: (1) Apakah yang melatarbelakangi Patani diintegrasikan dalam wilayah Thailand (2) Bagaimana proses integrasi Patani terhadap wilayah Thailand (3) Bagaimana reaksi rakyat Patani terhadap proses integrasi tersebut (4) Bagaimana dampak gejolak rakyat Patani terhadap proses pencapaian kemerdekaan Patani di Thailand. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk dapat mendeskripsikan gejolak Patani dalam pemerintahan Thailand dan dapat mendeskripsikan respons yang ditimbulkan dari gejolak Patani, serta dapat dijadikan sumber bacaan dan sumber rujukan bagi para pelajar yang membacanya. Permasalahan tersebut perlu dikaji melalui metode historis. Metode ini meliputi kajian kepustakaan yang proses tahapannya adalah heuristik, kritik, interpretasi, historiografi. Yaitu teknik dalam penelitan ilmiah dengan mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku, artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga membantu peneliti dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang dirumuskan. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa Thailand adalah negara di Asia Tenggara yang mencoba membuat suatu komunitas politik melalui penjajahan. Konsep integrasi sebagai suatu pembentukan Negara dan komunitas politik yang dilakukan bangsa Eropa di Asia Tenggara, mendorong Siam (Thailand) pada masa Chulalongkorn (Rama V 1868-1910) melakukan serangkaian pembentukan Negara tahun 1902. Melalui pembaruan administratif terhadap wilayah-wilayah sebelah selatan atau Patani. Pola integrasi yang diterapkan Thailand terhadap Patani banyak menggunakan pendekatan dominasi etnik mayoritas yang memaksakan bentuk akulturasi kebudayaan dan multikulturalisme yang semu. Respons yang paling menarik adalah ketika struktur politik Kerajaan Melayu Patani mengalami perubahan dalam sistem kepemimpinan, sehingga Jabatan Raja Patani dicopot. Raja kehilangan sumber penghasilannya dari pajak, kemudian memancing kemarahan dan menimbulkan pemberontakan Raja Abdul Kadir Kamaruddin (Raja Patani terakhir) mengilhami pemberontakan-pemberontakan lainnya seperti pemberontakan Haji Sulong dan pemberontakan Namsai. Raja Chulalongkorn yang sudah bertekat untuk mengintegrasikan daerah Patani ke dalam sistem administratif Thai memutuskan bahwa, birokrasi pusat harus diperluas dan semua tingkat kekuasaan harus dialihkan ke tangan para pejabat yang diangkat oleh bangkok. Proses pencapaian kemerdekaan


(5)

Patani di tandai dengan munculnya pemberontakan pada tahun 1922, pemberontakan tersebut di semangati oleh bekas Raja Patani yaitu Abdul Kadir yang memprakarsai berdirinya Barisan Revolusi Nasional (BRN), Patani United Liberation Organization (PULO), dan berdirinya Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP).

ABSTRACT

Of this thesis titled "the Government Unrest In Thailand Pattani (Historical Studies Patani People's Process Integration Into The Regional Government of Thailand from 1902 to 1932)". The main problem studied is why there is Government Unrest In Thailand Pattani? The problem then described in four principal questions, that: (1) What are integrated in the background of Patani region of Thailand (2) How does the process of integration of the Pattani region of Thailand (3) What was the reaction of the people Patani to the integration process (4) How does the impact of turmoil people of the process of achieving independence Patani Patani in Thailand. The purpose of this paper is to describe the turmoil in the government of Thailand Pattani and can describe the responses elicited from the turmoil of Patani, and can be used as a source of reading and reference source for students who read it. This problem needs to be studied through historical methodsThis method includes the study of literature is a heuristic process stages, criticism, interpretation, historiography. Which is a technique in scientific the research by searching, reading, and reviewing written sources from books, articles, and internet-related issues that were examined, thus helping researchers in finding solutions to problems are formulated. Based on the research results can be explained that Thailand is a country in South East Asia are trying to make a political community through colonization.The concept of integration as a Country establishment and the political community committed Europeans in South East Asia, encouraged Siam (Thailand) at the Chulalongkorn (Rama V 1868-1910) conducted a series of state formation in 1902 through the administrative update to the to the south regions or of Patani . Thailand integration pattern that is applied to the of Patani lot approaches that impose the domination of the majority ethnic culture forms of acculturation and multiculturalism are false. The most interesting response was when the political structure of the kingdom of of Patani Malay leadership changes in the system, so that the King of of Patani Position removed. King lost source income from tax, then provoke anger and rebellion raises Abdul Kadir Kamaruddin Raja (King of of Patani last) inspired other uprisings like Haji Sulong uprising and rebellion Namsai. King Chulalongkorn who was determined to integrate into the area of Patani Thai decided that the administrative system, the central bureaucracy should be expanded and all levels of power should be transferred to the hands of the officials who was appointed by bangkok. of Patani in the process of achieving independence marked by the


(6)

emergence of insurgency in 1922, the rebellion in of Patani Encourage by former King Abdul Kadir who initiated the founding of the National Revolution Front (BRN) of Patani United Liberation Organization (PULO), and the establishment of the National Liberation Front of Patani (BNPP ).


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Metode Penelitian ... 6

1.6 Struktur Organisasi Skripsi ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Integrasi ... 11

2.2 Perang ... 13

2.3 Teori ………. ... 17

2.3.1 Teori Konflik ... 17

2.3.2 Teori Deskriminasi ... 20

2.4 Penelitian Terdahulu. ... ………...22

2.4.1 Penelitian Dalam Bentuk Skripsi ... 22

2.4.2 Buku dan Artikel yang Membahas Gerakan Patani Dalam Pemerintahan Thailand………... ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 36


(8)

3.1.1 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 40

3.1.2 Konsultasi ... 40

3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 41

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 41

3.2.2 Kritik Sumber ... 42

3.2.2.1 Kritik Eksternal ... 43

3.2.3 Interpretasi ... 44

3.2.4 Historiografi ... 45

3.3. Laporan Penelitian ... 45

3.3.1 Teknik Penulisan Laporan ... 46

3.3.2 Langkah-langkah Penulisan Laporan ... 46

BAB IV KONFLIK MASYARAKAT PATANI (1902-1932) ... 47

4.1 Patani Sebelum Proses Integrasi ... 47

4.1.1 Agama Masyarakat Patani ... 47

4.1.2 Identitas Budaya Masyarakat Patani ... 52

4.1.3 Situasi Politik Patani Sebelum Konflik ... 56

4.1.4 Perekonomian Patani Sebelum Konflik ... 63

4.2 Proses Penyatuan Patani oleh Pemerintah Thailand ... 67

4.2.1 Latar Belakang Penyatuan Patani ... 67

4.2.2 Tahap Penyatuan Patani (1902-1932)... 72

4.2.2.1 Tahap Adaptasi (1902-1906) ... 74

4.2.2.2 Tahap Integrasi (1906-1909) ... 76

4.2.2.3 Tahap Konflik (1909-1932) ... 77

4.3 Respons Patani Terhadap Proses Penyatuan ... 84

4.3.1 Latar Belakang Perlawanan ... 87

4.3.2 Bentuk Perlawanan Patani ... 93


(9)

4.3.2.2 Pemberontakan Haji Sulong ... 94

4.4 Dampak Perlawanan Rakyat Patani ... 100

4.4.1 Dampak Dalam Politik ... 100

4.4.1.1 Berdirinya Barisan Revolusi Nasional (BRN) ... 101

4.4.1.2 Berdirinya Patani United liberation Organization (PULO) ... 102

4.4.1.3 Berdirinya Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP) ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

5.1 Kesimpulan ... 105

5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Islam di Thailand paling tidak memiliki sejarah sejak abad ke 15 M. Selama itu juga Islam tumbuh di wilayah ini dipengaruhi oleh lingkungan baik secara budaya dan tradisi sosial masyarakat Asia Tenggara. Bahkan Islam merupakan sebuah kekuatan baik secara sosio-politik maupun sosio-ekonomi yang patut diperhitungkan. Meski Islam di Asia Tenggara secara geografis berada di teritori jantung Islam di Timur Tengah, namun komitmen masyarakat Muslim Asia Tenggara terhadap Islam baik secara spiritual, psikologi dan intelektual sangat dinamis, represif, dan bersikap terbuka (Abdullah dan Siddique, 1988: 1). Maka secara tidak langsung dapat dilihat pengaruh Islam pada zaman itu memiliki pengaruh yang sangat kuat.

Patani pernah menjadi Kerajaan Islam yang mencapai puncak kejayaan selama kurun waktu abad ke 15 M di Semenanjung Malaya dan berhasil menyaingi Kerajaan Siam (Thailand) yang memiliki pengaruh besar dalam peradaban dan kebudayaan di beberapa wilayah Indocina. Kerajaan Sukhotai bersama Kerajaan Ayuthia antara tahun 1283 dan 1287 berhasil mengalahkan orang-orang Khmer dari Kamboja dan orang-orang Annam dari Vietnam, Arakan di Burma serta Laos. Di bawah pemerintahan Raja Khamheng “Raja si pemberani” tahun 1283-1317, yang menggantikan ayahnya bernama Sri Indraditya sebagai Raja Sukhotai, berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya ke Lembah Menam dan Semenanjung Malaya. Dalam kurun waktu tersebut Sukhotai disebut pangkal kebudayaan Siam (Hall, 2003: 153-154). Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Kerajaan Patani


(11)

adalah Kerajaan yang memiliki pengaruh kuat di Semenanjung Malaya, hal tersebut dapat dilihat dengan berkuasanya Kerajaan Patani selama kurun waktu abad ke 15 M. Sejak 1786 Patani merupakan kerajaan yang merdeka dan berdaulat. Patani pada masa raja-raja perempuan, muncul menjadi pusat perniagaan Melayu yang kuat menyaingi Siam. Secara geografis serta peranan pelabuhan yang cukup strategis menjadikan patani sebagai pusat perdagangan bagi para pedagang yang berasal dari Timur dan Barat. Selain itu, kekuatan politik serta kemapanan ekonomi yang dicapai oleh Patani menjadikannya sebagai Negara kerajaan terkuat yang disegani oleh Negara kerajaan yang ada di Semenanjung Malaya. Hingga pada tahun 1808 kejayaan kerajaan Patani mengalami kemunduran. Kekacauan politik di tubuh kerajaan Patani semakin menyeruak, manakala pemerintah Raja Kuning berakhir dan tidak ada yang mampu melanjutkan kejayaan yang pernah dicapai oleh Patani. Dalam Hikayat Patani, raja-raja pengganti setelah Raja Kuning saling berebut kekuasaan, Raja sering kali dijadikan sebagai boneka ketimbang sebagai seorang berwibawa mengatur sistem pemerintahannya (Mahmud, TT: 4). Dari pemaparan di atas, Patani mengalami kemajuan sampai tahun 1808, namun ketika berakhirnya pemerintahan Raja Kuning Patani mengalami kemunduran karena tidak ada yang mengantikan peran Raja kuning. Akibat penyerbuan yang dilakukan oleh Siam, Kerajaan Patani lambat laun mengalami keguncangan sehingga strategi politik yang tidak kuat menjadikan kerajaan tersebut dengan mudah dapat dikalahkan oleh Siam.

Sebagai bentuk kekuasaan Siam atas Patani, maka setiap dua setengah tahun sekali kerajaan-kerajaan Melayu harus mengirimkan upeti berupa Bunga Mas (semacam upeti berbentuk pohon yang terbuat dari emas dan perak) dan menyerahkan orang atau tenaga manusia dan uang sebagai tanda kerajaan-kerajaan Melayu di bawah penguasa Siam. Namun Patani tetap memiliki kebijakan otonomi dalam


(12)

mengatur kebijakan politik, ekonomi dan sosial-budaya. Patani bukan merupakan bagian integral dari Negara Thailand. Termasuk ketika orang-orang Eropa datang ke wilayah Asia Tenggara pada abad 16 M, tradisi pengiriman upeti Bunga Mas tersebut dipandang oleh orang-orang Eropa sebagai tradisi yang tidak sesuai dengan hukum dan kebiasaan orang-orang Eropa. Pengukuhan Portugis sebagai kekuatan Eropa pertama yang memasuki Timur dengan semangat missionaries, yang ditandai dengan penaklukan Malaka oleh Portugis tahun 1511 M. Namun kemunculan pasukan Portugis selalu dapat dilawan oleh Muslim setempat, meskipun perlawanan mereka tidak dimotivasi oleh semangat keagamaan (Hall, 2003: 56). Berdasarkan pemaparan di atas upeti yang diterapkan Kerjaan Siam pada Patani ternyata tidak sesuai dengan kebiasaan orang-orang Eropa karena upeti yang di tarik Siam berupa bunga mas.

Kolonialisme Eropa pada abad 19 M semakin kukuh, kala mereka berupaya untuk melakukan batas-batas artificial dengan membagi wilayah jajahannya di Asia Tenggara, dan telah menghancurkan politik tradisional Asia Tenggara. Implikasinya seluruh kerajaan tradisional di Asia Tenggara baik yang bercorak Islam, Hindu atau Budha sudah kehilangan kemerdekaan politiknya, terkecuali Thailand (Muangthai). Rainer Baubock menggambarkan tiga jenis perbatasan komunitas politik dari masyarakat modern, yaitu sebagai wilayah perbatasan Negara, batas-batas Negara yang merupakan anggota sebuah komunitas politik yang ditentukan oleh status kewarganegaraan dan hak warga Negara dan batas-batas komunitas budaya yang memberikan seperangkat hak khusus untuk kelompok budaya minoritas (Mujani, 1993: 30-31). Akibat kolonialisme Eropa abad 19 M, menyebabkan Kerajaan Islam, Hindhu, maupun Budha telah kehilangan corak politiknya kecuali Thailand, karena Thailand membuka diri dari orang-orang Eropa.


(13)

Dengan demikian, setiap penjajahan selalu diikuti dengan kebijakan integrasi, baik integrasi teritorial, terutama pada awal abad 19 dan 20 M. Contoh kasus, Belanda menerapkan kebijakan integrasi atas kepulauan Nusantara untuk mengkonsolidasikan seluruh wilayah Nusantara berada dalam cengkramannya, pada awal abad 19 M dengan melakukan penataan kembali wilayah-wilayah Nusantara ke dalam bentuk propinsi dan menciptakan sistem dewan pemerintah daerah (system of local government councils) dengan aturan lokal, yang kebanyakan ditempati oleh orang Eropa tetapi juga mencakup beberapa anggota lokal dari kelas bangsawan. Tahun 1918 sistem ini diperluas ke dalam pembentukan tingkat nasional dengan bentuk „dewan perwakilan rakyat‟ sebagai penertiban administrasi wilayah kekuasaan Belanda. Sementara Inggris berusaha mengintegrasikan wilayah jajahannya di Semenanjung Malaya dengan membentuk sistem Negara Federasi (Federated States), dan menempatkan kebijakan ini ke dalam sistem pendidikan, bahwa setiap warga Negara yang berada di wilayah kekuasaannya harus menerima sistem pendidikan Eropa dan bahasa Inggris sebagai bahasa utama.

Selain bangsa Eropa, Thailand adalah Negara di Asia Tenggara yang mencoba membuat suatu komunitas politik melalui penjajahan. Konsep integrasi sebagai suatu pembentukan Negara dan komunitas politik yang dilakukan bangsa Eropa di Asia Tenggara, mendorong Siam (Thailand) pada masa Chulalongkorn (Rama V 1868-1910) melakukan serangkaian pembentukan Negara tahun 1902 (Pitsuwan, 1989: 22) melalui pembaruan administratif terhadap wilayah-wilayah sebelah selatan atau Patani. Selain itu, Raja Chulalongkorn melakukan beberapa pertimbangan diplomasi dengan Inggris yang pada saat itu menduduki negeri-negeri di Semenanjung Malaya yang berujung pada ditetapkannya Perjanjian Bangkok yang dilegitimasi oleh Kerajaan Siam-Inggris pada 10 Maret 1909 untuk meratifikasi batas antara negeri


(14)

Thai dengan Malaya Inggris dan menetapkan wilayah Patani, Narathiwat, Songkla, Yala dan Satun menjadi bagian wilayah Siam, Thailand, sekaligus memisahkan Patani dari wilayah Semenanjung Malaya, sedangkan Kelantan, Kedah, Perlis dan Trengganu dimasukkan Inggris menjadi wilayah Malaysia. Semua wilayah Malaya yang dipecah-pecah tersebut memiliki tradisi dan budaya Melayu dan agamanya Islam. Upaya ini sekaligus menjadi tonggak sejarah runtuhnya kedaulatan Patani. Patani bukan lagi sekedar Negara jajahan lagi bagi Siam tetapi menjadi bagian integral dalam kerajaan Thai, sekaligus menghapuskan sistem Kesultanan Melayu (Mujani, 2002: 11).

Dari pernyataan tersebut peneliti berkesimpulan, nampaknya Pemerintah Thailand berusaha mengadakan politik Siamisasi terhadap seluruh masyarakat Patani, artinya seluruh rakyat yang berada dalam kekuasaan wilayah Thailand diintegrasikan ke dalam satu kesatuan bangsa yang disebut bangsa Siam atau Thai. Reaksi atas dicetuskannya gagasan integrasi dalam rangka modernisasi Negara bangsa tersebut menimbulkan persoalan entitas budaya dan politik antara Negara Thailand dengan Melayu-Muslim Patani bahkan berujung pada persoalan agama dan menjadikan Siam (Thailand) menjadi salah satu Kerajaan yang majemuk. Berdasarkan hal itu peneliti tertarik untuk menganalisis mengapa pemerintah Thailand menetapkan kebijakan integrasi terhadap wilayah Patani sehingga menjadi bagian integral Thailand. Apakah dengan diintegrasikan, persoalan Patani akan selesai? Permasalahan tersebut menarik untuk dikaji.

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap permasalahan dalam bentuk skripsi dengan judul Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932).


(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menentukan permasalahan utama yang menjadi bagian penting dalam skripsi ini. Permasalahan tersebut adalah “Bagaimana terjadinya gejolak Patani dalam pemerintahan Thailand?”. Agar permasalahan dapat terarah dan memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan di atas, maka peneliti merumuskan dan membatasi permasalahan tersebut dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah yang melatarbelakangi Patani diintegrasikan dalam wilayah Thailand? 2. Bagaimana proses integrasi Patani terhadap wilayah Thailand?

3. Bagaimana reaksi rakyat Patani terhadap proses integrasi tersebut?

4. Bagaimana dampak gejolak rakyat Patani terhadap proses pencapaian kemerdekaan Patani di Thailand?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan latarbelakang Patani diintegrasikan dalam wilayah Thailand. 2. Mendeskripsikan proses integrasi Patani terhadap wilayah Thailand.

3. Mendeskripsikan reaksi rakyat Patani terhadap proses integrasi tersebut. 4. Mendeskripsikan dampak gejolak rakyat Patani terhadap proses pencapaian

kemerdekaan Patani di Thailand.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah khazanah sejarah Asia Tenggara terutama mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932).


(16)

2. Menambah kajian sejarah wajib SMA Kelas XI sesuai Kurikulum 2013 yaitu Kompetensi Inti 3. Membuat tulisan dan atau media lain mengenai hubungan perkembangan faham-faham besar seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi, Pan Islamisme dengan gerakan nasionalisme di Asia-Afrika pada masa itu dan masa kini. Kompetensi Dasar 3.5 Menganalisis hubungan perkembangan faham-faham besar seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi, Pan Islamisme dengan gerakan nasionalisme di Asia-Afrika pada masa itu dan masa kini.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Metode historis yaitu suatu proses pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peristiwa yang terjadi di masa lampau (Gosttchalk, 1986: 32). Sjamsuddin dalam buku metodologi sejarah mengartikan:

“Metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui sejarah. Dari beberapa pengertian mengenai metode historis tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya metode historis merupakan cara mengkaji, menguraikan, dan menganalisis suatu masalah secara kritis dan terstruktur untuk mengetahui atau merekonstruksi suatu peristiwa untuk selanjutnya dituangkan dalam suatu penulisan sejarah.”

Teknik penelitian yang digunakan peneliti dalam skripsi ini adalah dengan studi kepustakaan, yakni teknik dalam penelitan ilmiah dengan mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku, artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga membantu peneliti dalam


(17)

menemukan jawaban dari permasalahan yang dirumuskan. Peneliti beranggapan bahwa metode historis merupakan metode yang cocok digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena data dan fakta-fakta yang dibutuhkan berasal dari masa lampau. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti akhirnya menggunakan metode historis dalam penyusunan skripsi ini.

Penggunanan berbagai konsep ilmu sosial sangatlah relevan bagi seorang peneliti seperti yang diungkapkan Sjamsuddin (2007: 41) sebagai berikut :

“Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah yang akan dibahas baik keluasaan maupun kedalamannya semakin jelas. Seperti halnya fakta-fakta dengan sendirinya para sejarawan dapat pula memanfaatkan konsep-konsep yang relevan untuk membantu mereka dalam metodologi dan analisis-analisis historiografi mereka”.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode historis dapat digunakan dan sesuai karena cocok dengan data dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau.

Ada enam langkah dalam metode historis Sjamsuddin (2007: 89) mengemukakan, yaitu:

1. Memilih topik yang sesuai.

2. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik.

3. Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya dengan menggunakan system cards).

4. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber).


(18)

5. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. 6. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti dengan sejelas mungkin.

Berdasarkan pendapat tersebut, pada umumnya langkah-langkah yang ditempuh dalam metode historis adalah mengumpulkan sumber, menganalisis dan menyajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan membaca dan mengkaji sejumlah literatur yang berupa arsip-arsip, buku-buku, jurnal, surat kabar serta artikel yang dapat membantu peneliti dalam memecahkan permasalahan. Sehingga mendapatkan informasi-informasi yang dikaji yaitu mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Berkaitan dengan ini, dilakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan UPI, perpustakaan nasional Republik Indonesia (Desember 2013), perpustakaan Universitas Parahyangan dan perpustakaan konferensi Asia-Afrika yang mendukung penulisan ini. Setelah literatur terkumpul dan cukup relevan sebagai acuan penulisan maka peneliti mulai mempelajari, mengkaji, dan mengidendifikasikan. Selanjutnya peneliti memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan skripsi ini.


(19)

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Adapun sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut. Bab 1 merupakan Pendahuluan. Pada bab 1 ini, berisi mengenai uraian secara terperinci mengenai latar belakang masalah penulisan yang menjadi alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang ditujukan sebagai bahan penulisan skripsi, yang ditunjukan dari rumusan masalah yang diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian yang dilakukan, serta mengenai metode penulisan dan sistematika dalam penyusunan skripsi.

Bab II merupakan kajian pustaka atau pemaparan penelitian sebelumnya yang sejenis atau berhubungan. Dalam bab ini dikemukakan konsep-konsep dari penggalan judul atau konsep yang dianggap pokok dalam isi penelitian, memaparkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan, juga pemaparan penelitian sebelumnya yang berkaitan. Dalam penelitian ini, teori dijadikan analisis untuk mengkaji permasalahan tersebut.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dikemukakan rangkaian kegiatan serta langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, persiapan penelitian yang terdiri dari pengajuan judul penelitian. Kedua, adalah pelaksanaan penelitian serta melakukan kritik sumber baik internal maupun eksternal. Ketiga, adalah penafsiran atau interpretasi dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan, dan terakhir melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan (skripsi) atau yang lazim disebut historiografi.

Bab IV merupakan pembahasan, di mana dalam tahap ini peneliti akan membahas, mendeskripsikan, dan menguraikan permasalahan yang selama ini peneliti teliti, serta memaparkan dan menjelaskan tentang data-data yang peneliti peroleh baik dari buku-buku sumber, internet, wawancara, atau sumber lainnya yang


(20)

mendukung judul dan permasalahan yang dikaji dari karya ilmiah ini. Sehingga, pada bab keempat ini peneliti akan berusaha untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan mencoba untuk menganalisisnya dalam bentuk penulisan sejarah secara terstruktur dan sistematis.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran. Pada bagian ini, peneliti akan membahas beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan sebagai inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta mengambil makna dari kajian yang telah peneliti bahas pada bab sebelumnya.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Metode historis yaitu suatu proses pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peristiwa yang terjadi di masa lampau (Gosttchalk, 1986 : 32). Sjamsuddin (2007: 15) mengartikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui sejarah. Dari beberapa pengertian mengenai metode historis tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya metode historis merupakan cara mengkaji, menguraikan, dan menganalisis suatu masalah secara kritis dan terstruktur untuk mengetahui atau merekonstruksi suatu peristiwa untuk selanjutnya dituangkan dalam suatu penulisan sejarah. Kemudian tentu saja alasan penggunaan metode historis karena data-data yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini berasal dari masa lampau.

Teknik penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah dengan studi kepustakaan, yakni teknik dalam penelitan ilmiah dengan mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku, artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga membantu penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang dirumuskan. Penulis beranggapan bahwa metode historis merupakan metode yang cocok digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena data dan fakta-fakta yang dibutuhkan berasal dari masa lampau. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, penulis akhirnya menggunakan


(22)

metode historis dalam penyusunan skripsi ini. Penggunanan berbagai konsep ilmu sosial sangatlah relevan bagi seorang peneliti seperti yang diungkapkan Sjamsuddin (2007: 41) sebagai berikut :

“Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang masalah yang akan dibahas baik keluasaan maupun kedalamannya semakin jelas. Seperti halnya fakta-fakta dengan sendirinya para sejarawan dapat pula memanfaatkan konsep-konsep yang relevan untuk membantu mereka dalam metodologi dan analisis-analisis historiografi mereka”.

Pendapat lain mengenai metode historis diungkapkan di buku Metodologi Sejarah yang ditulis oleh Sjamsuddin (2007: 63) mengatakan bahwa metode historis adalah “suatu pengkajian pejelasan dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau”. Selanjutnya menyatakan bahwa “sejarah terutama yang berkaitan dengan kejadian masa lampau dari manusia, tetapi tidak semua kejadian ini bisa diungkapkan, sehingga studi tentang sejarah sebenarnya dianggap bukan sebagai studi masa lampau itu sendiri, tetapi studi tentang jejak-jejak dari peristiwa masa lampau.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode historis dapat digunakan dan sesuai karena cocok dengan data dan fakta yang diperlukan yang berasal dari masa lampau.

Ada enam langkah dalam metode historis Sjamsuddin (2007: 89) mengemukakan, yaitu:

1 Memilih topik yang sesuai.


(23)

3 Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya dengan menggunakan system cards).

4 Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber).

5 Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) ke dalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. 6 Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti dengan sejelas mungkin.

Berdasarkan pendapat tersebut, pada umumnya langkah-langkah yang ditempuh dalam metode historis adalah mengumpulkan sumber, menganalisis dan menyajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu alat pengumpul data untuk mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan membaca dan mengkaji sejumlah literatur yang berupa arsip-arsip, buku-buku, jurnal, surat kabar serta artikel yang dapat membantu penulis dalam memecahkan permasalahan. Sehingga mendapatkan informasi-informasi yang dikaji yaitu mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Berkaitan dengan ini, dilakukan kegiatan kunjungan pada perpustakaan UPI, perpustakaan nasional Republik Indonesia (Desember 2013), perpustakaan Universitas Parahyangan dan perpustakaan konferensi Asia-Afrika yang


(24)

mendukung penulisan ini. Setelah literatur terkumpul dan cukup relevan sebagai acuan penulisan maka peneliti mulai mempelajari, mengkaji, dan mengidendifikasikan. Selanjutnya peneliti memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan skripsi ini.

3.1 Persiapan Penelitian

Awalnya penulis tertarik mengkaji tentang Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) yang dalam perkembangannya mempunyai peran yang multi. Di samping membahas latar belakang gejolak, juga turut membahas jalannya perlawanan terhadap pemerintahan Thailand. Sejak 1786 Patani merupakan kerajaan yang merdeka dan berdaulat. Patani pada masa raja-raja perempuan, muncul menjadi pusat perniagaan Melayu yang kuat menyaingi Siam. Letak geografis dan peranan pelabuhan yang amat strategis menjadikannya pusat perdagangan bagi para pedagang dari Timur dan Barat. Selain itu, kekuatan politik serta kemapanan ekonomi yang dicapai oleh Patani menjadikannya sebagai Negara kerajaan terkuat yang disegani oleh Negara kerajaan yang ada di Semenanjung Malaya.

Hal yang menjadi ketertarikan dan pertanyaan peneliti adalah bagaimana situasi sosial Patani sebelum konflik dengan pemerintah Thailand? Kemudian dari segi agama, mengapa pemerintah Thailand yang mayoritas beragama Budha menetapkan integrasi Patani?. Dari hasil pencarian sumber, penulis menemukan beberapa sumber atau literatur yang membahas mengenai Gejolak Patani Dalam


(25)

Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932).

Judul yang diajukan adalah Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Sebelumnya penulis telah berkonsultasi dengan dosen mata kuliah Sejarah Asia Tenggara, Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si, beliau menyarankan agar dicoba dulu untuk diseminarkan.

Pengajuan judul skripsi ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) dilakukan pada tahun 2012, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian dan diseminarkan pada tanggal 19 Juli 2012. Pengesahan penelitian dikeluarkan melalui surat keputusan dari Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah No: 079 / TPPS/ JPS/ 2012. Setelah disetujui, pengesahan untuk penulisan skripsi dikeluarkan melalui Surat Keputusan Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI dan sekaligus penentuan pembimbing skripsi pada bulan Juli 2012, yaitu Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si (sebagai Pembimbing I) dan Bapak Wawan Darmawan, S.Pd., M.Hum (sebagai Pembimbing II).

3.1.1 Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah melakukan pengajuan judul ke TPPS, peneliti menyusun proposal skripsi yang kemudian melakukan proses konsultasi dengan pihak TPPS. Hal ini bertujuan agar proposal yang diajukan penulis mendapatkan saran dan kritik apabila terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Setelah proposal skripsi disetujui, maka penulis melakukan seminar proposal skripsi yang sudah


(26)

ditentukan TPPS pada tanggal 19 Juli 2012 bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai empat gedung FPIPS baru, Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil dari seminar proposal skripsi adalah perubahan terhadap kajian, namun objek yang dikaji tetap berhubungan dengan Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand. Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai calon pembimbing I menyarankan agar melakukan revisi proposal skripsi dengan kajiannya menggunakan displin ilmu lain yang masih berkaitan (interdisipliner). Judul Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) disetujui baik oleh calon pembimbing I (Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si) atau calon pembimbing II (Bapak Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum), serta surat keputusan penunjukkan pembimbing skripsi ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd (Ketua Jurusan) dan Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si (Ketua TPPS).

3.1.2 Konsultasi

Konsultasi merupakan proses bimbingan dalam penulisan skripsi yang dilaksanakan oleh dua orang dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti. Dalam hal ini kompentensi yang dimaksud adalah berhubungan dengan Sejarah Asia Tenggara, khususnya mengenai Thailand. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang dikeluarkan TPPS, dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum sebagai pembimbing II. Konsultasi merupakan proses yang harus dilaksanakan


(27)

peneliti untuk mendapatkan masukan, petunjuk, atau adanya ketidaksesuaian mengenai kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Konsultasi dilakukan oleh peneliti dengan dosen pembimbing setelah sebelumnya menghubungi dosen pembimbing dan mengatur jadwal pertemuan untuk bimbingan.

3.2 Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, penulis mengacu kepada tahap-tahap historiografi yakni dengan metode historis, yang proses tahapannya adalah heuristik - kritik - interpretasi - historiografi.

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber atau data-data melalui buku, artikel, internet, dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Sumber yang dimaksud adalah sumber tulisan, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber-sumber yang dikumpulkan peneliti adalah sumber yang berhubungan dengan Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932). Karena menggunakan teknik studi literatur, sebagaimana dikatakan di atas maka sumber yang dikumpulkan adalah berupa sumber tertulis baik dalam buku, jurnal, artikel, maupun tulisan dan gambar-gambar dalam internet.

Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, peneliti melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan, yakni di antaranya sebagai berikut.


(28)

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini peneliti mendapatkan tiga buku yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Tiga buku mengenai di Asia Tenggara. Tiga buku mengenai di Asia Tenggara di antaranya adalah 1) buku berjudul Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani karangan Surin Pitsuwan, 2) buku berjudul dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara karangan Syaiful Mujani, dan 3) buku berjudul Sejarah Asia Tenggara karangan D.G.E. Hall. Peneliti memilih tiga buku tersebut sebagai sumber yang khusus mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan Thailand.

2. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini peneliti mendapatkan Sejarah Modern Awal Asia Tenggara karangan Anthony Reid.

3. Perpustakaan Museum Konferensi Asia-Afrika. Di perpustakaan ini peneliti mendapatkan data-data mengenai Patani sebelum terintegrasi.

4. Perpustakaan Universitas Parahyangan. Disini peneliti mendapatkan buku The Muslims In Thailand.

5. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Di perpustakaan ini peneliti mendapatkan jurnal-jurnal terkait Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932).

6. Meminjam kepada teman-teman penulis mendapatkan buku: 1)Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara; 2) Konsep Islam dan Kebudayaan Melayu; 3) Pengantar Sejarah Patani; 4) Integrasi Nasional, Teori, Masalah,


(29)

dan Strategi; 5) Asal-usul dan Evolusi Nasionalisme Etnis Muslim Melayu di Muangthai; 6) The Muslim In Thailand.

7. Selain itu peneliti juga mempunyai beberapa buku koleksi pribadi di antaranya adalah buku: Raja Campa dan Dinasti Jembal, Minoritas Muslim di Filipina, Thailand dan Myanmar, Sejarah Negara Patani Darussalam, “Thailand”, Dalam Voices of Islam in Southeast Asia, Sejarah Asia Tenggara, “Patani Melayu” to “Thai Muslim”.

3.2.2 Kritik Sumber

Setelah penulis melakukan tahap proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah, penulis tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber-sumber itu, langkah berikutnya yakni melakukan kritik sumber terhadap data-data yang sudah diperoleha untuk penyelesaian skripsi ini, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber, maupun terhadap sustansi (isi) sumber (Sjamsuddin, 2007: 131).

3.2.2.1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul sumber, suatu penyelidikan atas bukti sejarah berupa catatan atau peninggalan untuk mendapatkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sumber sejarah tersebut mengalami perubahan atau tidak oleh orang-orang tertentu (Sjamsuddin, 2007: 134). Artinya, sebelum melakukan kritik atas substansi atau isi sumber terlebih dahulu melakukan telaah aspek luarnya, misalnya siapa yang mengatakan itu?, apa motifnya?, dan sebagainya. Tentunya kritik eksternal ini


(30)

bertujuan meminimalisir unsur subjektivitas yang terdapat dalam sumber sejarah. Dalam kritik eksternal ini contohnya menganalis bahasa terjemahan. Ketika membaca buku terjemahan tersebut, penulis harus membaca beberapa kali untuk dapat mengerti apa yang dimaksudkan penulis (pendapat, gagasan, dan pemikiran-pemikirannya). Jika melihat kelaziman pemikiran atau gagasan-gagasan para negarawan, diktator, dan sebagainya memang mempunyai bahasa yang berat dan sulit untuk langsung dimengerti. Misalnya membandingkannya dengan tulisan atau pemikiran Niccolo Machiavelli dalam buku “Il Principe” atau Soekarno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. Jadi kiranya buku tersebut memang merupakan terjemahan yang tidak banyak keluar dari pemikiran penulis. Selebihnya penulis tidak melakukan kritik eksternal karena sumber-sumber sejarah yang digunakan adalah sumber sekunder berupa buku-buku dan tulisan-tulisan yang terdapat pada internet.

Setelah mengalami kritik eksternal dan internal diharapkan data yang sudah mengalami proses tersebut merupakan data yang valid, yang kemudian data tersebut dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi oleh peneliti.

3.2.3 Interpretasi

Terkait dengan penafsiran, Sjamsuddin (2007: 158-159) mengatakan bahwa ketika sejarawan menulis, disadari atau tidak, mereka berpegang pada salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar penafsirannya. Salah satu filsafat sejarah yang digunakan penulis dalam menafsirkan fakta-fakta sejarah dalam skripsi ini adalah filsafat sejarah deterministik.

Filsafat sejarah deterministik menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil sendiri dan menjadikan


(31)

manusia semacam robot, artinya manusia ditentukan oleh kekuatan yang berada diluarnya. Tenaga-tenaga yang berada di luar manusia berasal dari dunia fisik seperti faktor-faktor geografi (luas daerah, letak daerah, iklim), etnologi (faktor keturunan, fisik biologis yang rasial), faktor-faktor dalam lingkungan budaya manusia seperti sistem ekonomi dan sosial (Romein, 1956: 10-16; Lucey, 1984: 95-97; dalam Sjamsuddin, 2007: 162-163). Kajian dan peristiwa yang dibahas dalam skripsi ini juga dilatarbelakangi oleh kekuatan dari luar individu yaitu psikologi sosial yang menyebabkan manusia mengambil keputusan tertentu dan selanjutnya menjadi sejarah. Hal ini kemudian melandasi penulis untuk menggunakan filsafat sejarah deterministik dalam penyusunan skripsi ini.

Dari berbagai macam jenis penafsiran yang termasuk dalam filsafat sejarah deterministik, penulis menggunakan penafsiran sintesis. Penafsiran sintesis mencoba menggabungkan semua faktor atau pendorong yang menjadi penggerak sejarah. Menurut penafsiran ini tidak ada sebab tunggal yang mampu menjelaskan semua fase dan periode dalam perkembangan sejarah (Barnes, 1963: 359-360, dalam Sjamsuddin, 2007: 170). Artinya, perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh bersama-sama berbagai faktor dan tenaga, namun tetap manusia sebagai pemeran utama.

3.2.4 Historiografi

Secara umum Historiogarfi merupakan penulisan sejarah setelah melewati tahapan-tahapan tertentu. Dalam penulisan sejarah, wujud dari penulisan itu


(32)

merupakan paparan, penyajian, presentasi atau penampilan yang pada akhirnya sampai kepada khalayak dan dibaca oleh para pembaca atau pemerhati sejarah (Sjamsuddin, 2007: 236). Ketika memasuki tahap historiografi, sejarawan hendaknya memiliki kemampuan analitis dan kritis agar penelitian yang dihasilkan dan disajikan memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah karya tulis dapat dikatakan ilmiah apabila memenuhi kaidah-kaidah keilmuan dan tata bahasa yang sesuai dengan aturan tata bahasa atau pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

3.3 Laporan Penelitian

Langkah ini merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan penulis. Hal ini dilakukan setelah penulis melaksanakan langkah-langkah penelitian sesuai dengan metode historis, yakni melakukan pencarian dan menemukan sumber sejarah, melakukan kritik sumber (analisis), melakukan interpretasi (penafsiran), dan menuangkannya dalam karya ilmiah yang sesuai dengan aturan atau kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari bab I pendahuluan, bab II kajian pustaka dan teori, bab III metode penelitian, bab IV pembahasan, dan bab V kesimpulan. Selain itu terdapat pula beberapa tambahan di antaranya adalah kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar pustaka serta lampiran-lampiran. Semuanya disusun dan disajikan dalam satu laporan utuh yang disebut sebagai skripsi dengan judul Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932).


(33)

3.3.1 Teknik Penulisan Laporan

Cara penulisan laporan penelitian ini diarahkan oleh fokus atau pusat pembahasan dimana dalam teknik penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan sistem Harvard. Penggunaan sistem ini digunakan peneliti karena disesuaikan dengan hal yang lazim digunakan akademisi Universitas Pendidikan Indonesia dalam penulisan karya ilmiah. Dalam hal ini penggunaan sistem Harvard, peneliti merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Laporan Buku, Makalah, Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan UPI (2013).

3.3.2 Langkah-langkah Penulisan Laporan

Langkah penulisan skripsi ini, dibagi dalam tahap awal dan tahap akhir (tahap penulisan yang sebenarnya). Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan materi dan kategorisasi data. Upaya pengumpulan sumber dilakukan peneliti sejak Mei 2012 hingga merasa mendapatkan referensi yang cukup.

Untuk penulisan ini, data yang dipakai dalam setiap bagian atau bab, terdapat perbedaan sesuai dengan titik berat pembahasan dan pokok tujuan tertentu dari tiap bab. Tahap penulisan terakhir akan dilakukan setelah materi atau bahan tersusun dan kerangka tulisan dibuat. Tulisan akhirnya dilakukan bab demi bab sesuai dengan proses penelitian yang dilakukan secara bertahap. Penulisan skripsi ini dimulai setelah Seminar Pra-Rancangan Penulisan Skripsi. Penulisan pada bulan Juli 2012 dan proses ini dilakukan dengan berbagai masukan dari Pembimbing I dan II.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) yang mengacu pada pembahasan, sesuai dengan masalah yang dikaji.

5.1 Kesimpulan

Pertama, kebijakan integrasi Pemerintah Thailand terhadap Patani, hal ini sebagai upaya untuk mono-etnic character of the state etnik tunggal yang menjadi ciri khas dari Negara Thailand. Selain itu berbagai pola integrasi yang dilakukan bangsa Eropa kemudian disadari Raja Chulalongkorn sebagai salah satu gagasan yang tepat dalam mempertahankan daerah jajahannya dan urusan dalam negerinya. Fenomena ini disadari ketika Raja Chulalongkorn berkunjung ke wilayah Jawa dan Sumatera yang diduduki oleh Belanda, juga Singapura dan Malaysia yang diduduki oleh Inggris dan sekaligus mengilhami Raja Chulalongkorn menciptakan konsep integrasi dengan istilah Thesaphiban dan Monthon (satuan administrasi daerah).

Dimulai pada tahun 1902, Pemerintah Thailand telah menetapkan integrasi wilayah Patani ke dalam wilayah Thailand. Pada tahun-tahun awal inilah kegiatan oposisi yang dipimpin oleh keluarga kerajaan digulingkan oleh para pemimpin Islam karismatik, yang kepemimpinannya semakin jatuh. Sebagai loyalitas atas kehilangan posisi agama Islam, mereka sebagai Muslim diperkuat dalam meningkatkan respons

non „Thaicization‟ (Thaisisasi) atau anti-Siam. Reaksi kolektif pun muncul dari


(35)

setelah secara final Patani dimasukkan ke dalam Kerajaan Thai, dengan adanya upaya mempertahankan identitas Melayu yang tidak bisa dipisahkan. Kemudian muncul respons dari kalangan mantan para Raja daerah Patani Raya sekaligus memimpin perlawanan terhadap Pemerintah Thailand.

Kedua, Siam menginginkan kekuasaan mutlak sebagai negara kerajaan yang independen dan mendapatkan pengakuan dari bangsa Eropa. Akibatnya Siam menekankan isu nasionalisme untuk menegaskan kembali kontrol Negara dan supremasi terhadap kelompok minoritas. Kebijakan integrasi Siam (Thai) atau konsep modernisasi dan westernisasi Siam dengan memasukan ide pemerintahan Barat dan administrasi serta perubahan ekonomi ke pasar dan ekonomi tunai. Serangkaian kebijakan ini disebut integrasi politik administrasi atau Thesaphiban, terjadi pada dua tingkatan secara suprastruktural maupun struktural. Pada tingkatan suprastruktural mendorong pengembangan ideologi nasionalisme dan konsep suatu negara, sedangkan dalam struktural integrasi mencakup dalam bidang politik dan ekonomi melalui kebijakan-kebijakan negara dan program-program Negara. Pada tingkat struktur terjadi kesenjangan antara kelompok mayoritas dan minoritas, ditandai dengan migrasi paksa, permintaan otonomi daerah, dan kesenjangan dalam distribusi. Sumber daya yang didominasi oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas dalam segala aspek baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya, sosial yang menjadi pilar utama sebuah bangsa sehingga membentuk masyarakat majemuk.

Cara integrasi Pemerintah Siam selain mereformasi administrasi negara adalah dengan cara tradisional melalui pengintegrasian pimpinan agama, terutama agama Budha ke dalam hierarki keagamaan nasional. Cara ini sekaligus membuktikan bahwa kekuasaan sekuler yang diwakili Raja berusaha memanipulasi dan


(36)

kesan bahwa landasan atas kebijakan-kebijakan Pemerintah Siam berasal dari asas dan konsep Budha. Upaya ini sebetulnya demi memecahkan persoalan dalam hubungan antar golongan etnis. Tetapi, jika suatu kebijakan Negara berlandaskan pada konsep suatu agama, maka ujung persoalan ini menjadi sebuah konflik agama yang tidak bisa dielakkan lagi. Disisi lain konsep integrasi Thai merupakan langkah konsolidasi kekuasaan Pemerintah Thai terhadap Patani dan mewujudkan mono-ethnic character of the state (etnik tunggal yang menjadi ciri khas dari negara Thailand) di selatan.

Ketiga, setelah diterapkannya kebijakan integrasi reformasi administrasi Siam terhadap Patani, struktur politik Kerajaan Melayu Patani mengalami perubahan. Jabatan Raja dicopot, Raja kehilangan sumber penghasilannya dari pajak, kemudian memancing kemarahan dari pihak Raja. Kemarahan tersebut diilustrasikan raja-raja Patani dengan berbagai pemberontakan. Gerakan pemberontakan melawan Thailand tersebut dikoordinasi oleh Raja Abdul Kadir Kamaruddin (Raja terakhir Patani). Para Raja menolak melaksanakan perintah Pemerintah Thailand untuk mengikuti kebijakan reformasi administratif, dengan memboikot semua pertemuan yang diadakan pejabat-pejabat Siam yang pada akhirnya menyebabkan mereka dicopot dari jabatan mereka sebagai Raja.

Pemberontakan berlanjut hingga berakhir dengan ditangkapnya Abdul Kadir Kamaruddin dan dipenjarakan di Phitsanulok hingga tahun 1916. Setelah dibebaskan dari penjara, Sultan dipindahkan untuk tinggal di Kelantan. Perjuangan yang dipelopori Raja Abdul Kadir Kamaruddin tersebut menginspirasi rakyat Melayu-Muslim Patani yang melihat aturan ini sebagai serangan terhadap budaya Patani oleh program Thaisasi. Dalam pemberontakan terjadi bentrokan antara warga Desa Namsai dengan aparat keamanan Pemerintah Thailand, dengan jumlah korban


(37)

meneruskan perjuangan melawan Pemerintah Thailand, melalui pemberontakan Namsai Baan pada tahun 1922. Pada pemberontakan ini, penduduk Desa di Mayo Namsai Patani, menolak untuk membayar pajak dan sewa tanah terhadap Pemerintah Siam sebagai respons terhadap penolakan reformasi pendidikan yang diperkenalkan tahun 1921. Dalam banyak hal pemberontakan Namsai merupakan suatu peristiwa yang unik dalam sejarah gerakan kemerdekaan Patani, karena menentukan arah perjuangan di kemudian hari.

Keempat, program wajib mengikuti pendidikan Thai, yang dimulai di masa pemerintahan Raja sebelumnya sudah mulai menampakkan pengaruhnya terhadap masyarakat tradisional Melayu. Madrasah-madrasah yang diselenggarakan di masjid, didorong untuk mengubah kurikulumnya sehingga mencakup pelajaran bahasa dan indoktrinasi kewargaan Thai yang telah dirancang oleh Bangkok. Yang paling meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai atas segala dimensi kehidupan sehari-hari. Sebuah kebudayaan yang khas dengan sejarah yang berkesinambungan, untuk pertama kali kehilangan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Bahasa agama dan nilai-nilai budaya mereka lainnya telah ditempatkan di bawah kekuasaan yang semakin besar dari sebuah Negara yang didominasi oleh orang-orang yang mereka anggap sebagai kafir.

Pada 13 Maret 1960, para pemimpin Patani yang terdiri dari beberapa kalangan baik itu dari tokoh politik, tokoh ulama dan bangsawan mengambil langkah untuk menumbuhkan sebuah organisasi perjuangan yang dinamakan Barisan Revolusi Nasional (BRN). Sebagai penggagas adalah Ustaz Karim Hasan, Muhammad Amin, Tuan Guru Haji Yusuf Capakiya dan Tengku Abdul Jalal. BRN adalah salah satu organisasi politik yang berjuang menuntut kemerdekaan dengan cara Revolusi


(38)

ideologi. Pada tahun 1968, Patani United Liberation Organization (PULO) dibentuk, PULO dianggap oleh masyarakat Patani merupakan organisasi yang mengordinasikan banyak kelompok gerilya untuk memerangi pemerintah Thai. PULO dianggap lebih praktis, juga sebagai senjata untuk lebih meluaskan cakupannya pada semua pihak dalam masyarakat Patani. Bagi mereka yang tidak setuju dengan pemahaman ideology Ustaz Karim, kemudian mereka membangun sebuah organisasi baru yang bernama Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP). BNPP mendapat dukungan kuat dari pada kalangan elit, guru agama dan kalangan intelektual, serta mendapatkan dukungan moral secara meluas dari masyarakat Patani pada umumnya. Perjuangan BNPP berdasarkan pendekatan kearah kebangsaan Melayu dan Islam, maka dengan itulah BNPP mendapatkan dukungan yang cukup banyak.

5.2 Saran

Skripsi berjudul “GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932)” ini diharapkan memberikan kontribusi yang berarti bagi beberapa pihak sebagai berikut:

1. Bagi Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)

Bagi lembaga pendidikan kajian dalam skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai materi sejarah Asia Tenggara. Dalam kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah kelas XI, yakni Kompetensi Dasar 3.5 Menganalisis hubungan perkembangan faham-faham besar seperti nasionalisme, liberalisme, sosialisme, demokrasi, Pan Islamisme dengan gerakan nasionalisme di Asia-Afrika pada masa itu dan masa kini. Kemudian sebagaimana pada saat ini pendidikan karakter sedang ditekankan kepada siswa, maka penelitian ini dapat diambil manfaatnya terutama dari karakter positif para tokoh dan masyarakat yang terlibat di dalamnya seperti sifat


(39)

hal-hal negatif yang harus dihindari seperti ambisi yang berlebihan dengan mengorbankan banyak nyawa, cinta tanah air yang cenderung mengarah kepada perasaan Chauvinisme, melakukan ancaman, tindak kekerasan, bahkan membunuh orang-orang atau kaum yang tidak berdaya, dan sebagainya.

2. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Untuk lembaga perguruan tinggi, khususnya Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, skripsi ini dapat dijadikan sumber tambahan penelitian dan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai sejarah Asia Tenggara pada umumnya dan sejarah mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) secara khusus.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya, skripsi berjudul perlawanan rakyat Patani terhadap pemerintahan Thailand ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi untuk peneliti selanjutnya. Skripsi ini masih banyak kekurangan, maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat lebih melengkapi materi terutama mengenai Thailand.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah dan Siddique, (1988). Tradisi dan Kebangkitan Islam di AsiaTenggara. Jakarta: LP3ES.

Al-Attas, S.M. (1976). Konsep Islam dalam Kebudayaan Melayu, Al-Islam. Vol.9. tahun III. Tanpa Penerbit.

Al-Fatani, A.F. (1994). Pengantar Sejarah Patani. Malaysia: Pustaka Darussalam.

Aphornsuvan, T. (2003). History and Politics of The Muslims Thailand. Bangkok: Thammasat University.

Bajunid, O.F. (1988). “Asal-usul dan Evolusi Nasionalisme Etnis Muslim Melayu di

Muangthai Selatan”, dalam Ed. Taufik Abdullah dan Sharon Siddique,

Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.

Bajunid, O.F. (1999). The Muslims in Thailand: A Review, Southeast Asian Studies, Vol. 37, No. 2. Tanpa Penerbit.

Bashah, H.,A.,H., (1994). Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar: Patani, Kelantan dan Terengganu. Kelantan: Pustaka Reka.

Budiwanti, E. (2004). “Minoritas Muslim d Filipina, Thailand dan Myanmar:

Masalah Represi Politik”, dalam Riza Sihbudi, Problematika Minoritas

Muslim di Asia Tenggara Kasus Moro, Pattani, dan Rohingya. Jakarta: Puslitbang Politik dan Kewilayahan, LIPI.

Che Daud, Ismail. (1988). Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu. Kota Baru: Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan.

Che Man, W.K. (1990). Muslim Separatism: The Moros of Southern Philippines and the Malays of Southern Thailand. Oxford University Press.

Dawud, A.,R.,H., (TT). Sejarah Negara Pattani Darussalam. Pattani: Tanpa Penerbit.


(41)

Dulyakasem, U. (1988). “Kemunculan dan Perkembangan Nasionalisme Etnis: Kasus

Muslim di Siam Selatan”, dalam Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia

Tenggara, Editor: Taufik Abdullah dan Sharon Siddique. Jakarta: LP3ES. Federspiel, H.,M., (2007). Sultans, shamans, and saints : Islam and Muslims in

Southeast Asia. USA : University of Hawai’i Press.

Futson, J. (2006). “Thailand, dalam Voices of Islam in Southeast Asia: A Contemporary Sourcebook, Ed., Greg Fealy dan Virginia Matheson Hooker. Virginia: Institute of Southeast Asian Studies.

Gilquin, M. (2005). The Muslims of Thailand. Thailand: Silkworm Books.

Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah; Penerjemah Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hall, D.,G.,E., (2003). Sejarah Asia Tenggara, Surabaya : Usaha Nasional.

Harish, S. P., (2006). Changing Conflict Identities: The Case of the Southern Thailand Discord. Singapore: Institute of Defence and Strategic Studies.

Jory, P. (2006). “Patani Melayu” to “Thai Muslim”, Islam Review. Tanpa Penerbit. Kamal K.Zaman, Muhammad. (1996). Fathoni 13 Ogos. Kelantan: Tanpa Penerbit.

Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kasimin, A. (1985). “Religion and Social Change among the Indigenous People of

The Malay Peninsula”. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kersten, C. (TT). The Predicament of Thailand’s Southern Muslim, The American Journal of Islamic Social Sciences. Tanpa Penerbit.

Khoo, G. (1969). Sejarah Asia Tenggara Sejak Tahun 1500. Petaling Jaya: Fajar Bakti SDN BHD.


(42)

Mahmud, N.,A.,N., (TT). Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954. Bangi: Jabatan Sejarah Universitas Kebangsaan Malaysia.

Malek, M.Z. (1994). Patani dalam Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mudmarn, S. (1993). “Negara, Kekerasan dan Bahasa Tinjauan atas Sejumlah Hasil

Studi Mengenai Kaum Muslim Muangthai”, dalam Pembangunan dan

Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Editor: Saiful Mujani. Jakarta: LP3ES.

Mujani, S. (1993). dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.

Mujani, W.,K., (2002). Minoriti Muslim:Cabaran dan Harapan Menjelang Abad ke 21. Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.

Omar, Chapakia Ahmad. (2001). Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di Selatan Thailand. Malaysia: University Kebangsaan Malaysia.

Pamungkas, C. (2004). “The State Policies Towards Southern Border Provinces”,

dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand. Jakarta: Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI).

Pitsuwan, S. (1989). Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani. Terj. Hasan Basri. Jakarta: LP3ES.

Pongsudhirak, T. (2007). The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand, dalam A Handbook of Terorism and Insurgency in Southeast Asia, Editor: Andrew T.H. Tan. USA: MPG Books.

Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Ritzer, dan Goodman. (2007). Teori Sosiology Modern, Penerjemah: Triwibowo Budi Santoso. Jakarta: Prenada Media.

Roux, Le. (1998). To Be or Not to Be: The Cultural Identity of the Jawi (Thailand), Asian Folklore Studies, Volume 57. Tanpa Penerbit.


(43)

Satha-Anand, C. (1992). “Pattani in the 1980s: Academic Literature and Political

Stories,” in Sojourn, Vol. 7. Tanpa Penerbit.

Sjamsuddin, H. (2005). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.

Sun Tzu, (TT). The Art of War.

Winichakul, T. (TT). A Short History of the Long Memory of the Thai Nation, Department of History, University of Wisconsin-Madison: Tidak Diterbitkan.

Yegar, M. (2002). Between Integration and Seccesion: The Muslim Communities of The Southern Philipines, Southern Thailand, and Western Burma/Myanmar. USA: Lexington Books.

Yuniarto, P.R. (2004). “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change

Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building

in Thailand. Indonesia: Pusat Penelitian Sumberdaya Regional.

Yusuf, I. (2009). “Ethnoreligious and Political Dimensions of the Southern Thailand

Conflict”, dalam Islam and Politics Renewal and Resistance in the Muslim

World, Editor; Amit Pandya dan Ellen Laipson. Washington: Henry L Stimon Center.

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI.

Jurnal

Abdullah, Ahmad Amir Bin, Melayu Petani: A Nation Survives, 07/ 29/ 2009.

Aphornsuvan, T. (2004). Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern Thailand. Asian Research Institute: University of Singapore.

Brown, D. (1988). From Peripheril Communities to Ethnic, Pacific Affairs 62, 1988.

Nuryanti, Sri, In Search of Identity of Pattani, dipresentasikan di Acara Indonesian API Fellow Seminar di Widya Graha LIPI, Lantai 5, 26 Maret 2003.


(44)

Problem, Monterey, California, 2005.

Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori

http://www.geocities.ws/prawat_patani/patanilupa_malay.htm

http://artikelilmiah.wordpress.com/2009/01/15/minoritas-muslim-thailand-selatan/

http://www.bangmu2.com/2012/12/teori-konflik-ralf-dahrendorf.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi

Haris, Syamsuddin, Birokrasi, Demokrasi, Dan Penegakkan Pemerintahan Yang Bersih: Pelajaran Dari Indonesia Dan Thailand, hal.,107. [online]

Tersedia:

http://katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/669/ 669.pdf. [diakses tanggal 17 Desember 2013]

Mahmud, N.,A.,N., (2014) Perjanjian Bangkok (1909) dan Implikasinya kepada Keselamatan dan Kestabilan Serantau. [online]

Tersedia: http://www.scribd.com/doc/13353098/Perjanjian-Bangkok-19. [diakses tanggal 20 januari 2014]

Suharto, I.,P., (2001) The Journey to Java by a Siamese King. [online] Tersedia: www.m-culture.go.th [diakses tanggal 14 oktober 2013]


(1)

hal-hal negatif yang harus dihindari seperti ambisi yang berlebihan dengan mengorbankan banyak nyawa, cinta tanah air yang cenderung mengarah kepada perasaan Chauvinisme, melakukan ancaman, tindak kekerasan, bahkan membunuh orang-orang atau kaum yang tidak berdaya, dan sebagainya.

2. Bagi Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Untuk lembaga perguruan tinggi, khususnya Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, skripsi ini dapat dijadikan sumber tambahan penelitian dan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai sejarah Asia Tenggara pada umumnya dan sejarah mengenai Gejolak Patani Dalam Pemerintahan Thailand (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani Ke Dalam Wilayah Pemerintahan Thailand 1902-1932) secara khusus.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya, skripsi berjudul perlawanan rakyat Patani terhadap pemerintahan Thailand ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi untuk peneliti selanjutnya. Skripsi ini masih banyak kekurangan, maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat lebih melengkapi materi terutama mengenai Thailand.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah dan Siddique, (1988). Tradisi dan Kebangkitan Islam di AsiaTenggara. Jakarta: LP3ES.

Al-Attas, S.M. (1976). Konsep Islam dalam Kebudayaan Melayu, Al-Islam. Vol.9. tahun III. Tanpa Penerbit.

Al-Fatani, A.F. (1994). Pengantar Sejarah Patani. Malaysia: Pustaka Darussalam. Aphornsuvan, T. (2003). History and Politics of The Muslims Thailand. Bangkok:

Thammasat University.

Bajunid, O.F. (1988). “Asal-usul dan Evolusi Nasionalisme Etnis Muslim Melayu di

Muangthai Selatan”, dalam Ed. Taufik Abdullah dan Sharon Siddique,

Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.

Bajunid, O.F. (1999). The Muslims in Thailand: A Review, Southeast Asian

Studies, Vol. 37, No. 2. Tanpa Penerbit.

Bashah, H.,A.,H., (1994). Raja Campa dan Dinasti Jembal dalam Patani Besar:

Patani, Kelantan dan Terengganu. Kelantan: Pustaka Reka.

Budiwanti, E. (2004). “Minoritas Muslim d Filipina, Thailand dan Myanmar: Masalah Represi Politik”, dalam Riza Sihbudi, Problematika Minoritas

Muslim di Asia Tenggara Kasus Moro, Pattani, dan Rohingya. Jakarta:

Puslitbang Politik dan Kewilayahan, LIPI.

Che Daud, Ismail. (1988). Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu. Kota Baru: Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan.

Che Man, W.K. (1990). Muslim Separatism: The Moros of Southern Philippines and

the Malays of Southern Thailand. Oxford University Press.

Dawud, A.,R.,H., (TT). Sejarah Negara Pattani Darussalam. Pattani: Tanpa Penerbit.


(3)

Dulyakasem, U. (1988). “Kemunculan dan Perkembangan Nasionalisme Etnis: Kasus

Muslim di Siam Selatan”, dalam Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia

Tenggara, Editor: Taufik Abdullah dan Sharon Siddique. Jakarta: LP3ES.

Federspiel, H.,M., (2007). Sultans, shamans, and saints : Islam and Muslims in

Southeast Asia. USA : University of Hawai’i Press.

Futson, J. (2006). “Thailand, dalam Voices of Islam in Southeast Asia: A

Contemporary Sourcebook, Ed., Greg Fealy dan Virginia Matheson Hooker.

Virginia: Institute of Southeast Asian Studies.

Gilquin, M. (2005). The Muslims of Thailand. Thailand: Silkworm Books.

Gottschalk, L. (2008). Mengerti Sejarah; Penerjemah Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hall, D.,G.,E., (2003). Sejarah Asia Tenggara, Surabaya : Usaha Nasional.

Harish, S. P., (2006). Changing Conflict Identities: The Case of the Southern

Thailand Discord. Singapore: Institute of Defence and Strategic Studies.

Jory, P. (2006). “Patani Melayu” to “Thai Muslim”, Islam Review. Tanpa Penerbit. Kamal K.Zaman, Muhammad. (1996). Fathoni 13 Ogos. Kelantan: Tanpa Penerbit. Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kasimin, A. (1985). “Religion and Social Change among the Indigenous People of

The Malay Peninsula”. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kersten, C. (TT). The Predicament of Thailand’s Southern Muslim, The American

Journal of Islamic Social Sciences. Tanpa Penerbit.

Khoo, G. (1969). Sejarah Asia Tenggara Sejak Tahun 1500. Petaling Jaya: Fajar Bakti SDN BHD.


(4)

Mahmud, N.,A.,N., (TT). Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954. Bangi: Jabatan Sejarah Universitas Kebangsaan Malaysia.

Malek, M.Z. (1994). Patani dalam Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mudmarn, S. (1993). “Negara, Kekerasan dan Bahasa Tinjauan atas Sejumlah Hasil Studi Mengenai Kaum Muslim Muangthai”, dalam Pembangunan dan

Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, Editor: Saiful Mujani. Jakarta: LP3ES.

Mujani, S. (1993). dalam Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.

Mujani, W.,K., (2002). Minoriti Muslim:Cabaran dan Harapan Menjelang Abad ke 21. Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.

Omar, Chapakia Ahmad. (2001). Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di

Selatan Thailand. Malaysia: University Kebangsaan Malaysia.

Pamungkas, C. (2004). “The State Policies Towards Southern Border Provinces”,

dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building in Thailand. Jakarta: Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI).

Pitsuwan, S. (1989). Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani.

Terj. Hasan Basri. Jakarta: LP3ES.

Pongsudhirak, T. (2007). The Malay-Muslim Insurgency in Southern Thailand, dalam

A Handbook of Terorism and Insurgency in Southeast Asia, Editor: Andrew

T.H. Tan. USA: MPG Books.

Raho, B. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Ritzer, dan Goodman. (2007). Teori Sosiology Modern, Penerjemah: Triwibowo Budi Santoso. Jakarta: Prenada Media.

Roux, Le. (1998). To Be or Not to Be: The Cultural Identity of the Jawi (Thailand),


(5)

Satha-Anand, C. (1992). “Pattani in the 1980s: Academic Literature and Political Stories,” in Sojourn, Vol. 7. Tanpa Penerbit.

Sjamsuddin, H. (2005). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Sun Tzu, (TT). The Art of War.

Winichakul, T. (TT). A Short History of the Long Memory of the Thai Nation, Department of History, University of Wisconsin-Madison: Tidak Diterbitkan. Yegar, M. (2002). Between Integration and Seccesion: The Muslim Communities of

The Southern Philipines, Southern Thailand, and Western Burma/Myanmar.

USA: Lexington Books.

Yuniarto, P.R. (2004). “Integration of Pattani Malays: a Geopolitical Change Perspective”, dalam Multiculturalism, Separatism, and Nation State Building

in Thailand. Indonesia:Pusat Penelitian Sumberdaya Regional.

Yusuf, I. (2009). “Ethnoreligious and Political Dimensions of the Southern Thailand Conflict”, dalam Islam and Politics Renewal and Resistance in the Muslim

World, Editor; Amit Pandya dan Ellen Laipson. Washington: Henry L Stimon

Center.

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI. Jurnal

Abdullah, Ahmad Amir Bin, Melayu Petani: A Nation Survives, 07/ 29/ 2009.

Aphornsuvan, T. (2004). Origins of Malay Muslim “Separatism” in Southern

Thailand. Asian Research Institute: University of Singapore.

Brown, D. (1988). From Peripheril Communities to Ethnic, Pacific Affairs 62, 1988. Nuryanti, Sri, In Search of Identity of Pattani, dipresentasikan di Acara Indonesian

API Fellow Seminar di Widya Graha LIPI, Lantai 5, 26 Maret 2003.


(6)

Problem, Monterey, California, 2005. Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori

http://www.geocities.ws/prawat_patani/patanilupa_malay.htm

http://artikelilmiah.wordpress.com/2009/01/15/minoritas-muslim-thailand-selatan/ http://www.bangmu2.com/2012/12/teori-konflik-ralf-dahrendorf.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Diskriminasi

Haris, Syamsuddin, Birokrasi, Demokrasi, Dan Penegakkan Pemerintahan Yang

Bersih: Pelajaran Dari Indonesia Dan Thailand, hal.,107. [online]

Tersedia:

http://katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/669/ 669.pdf. [diakses tanggal 17 Desember 2013]

Mahmud, N.,A.,N., (2014) Perjanjian Bangkok (1909) dan Implikasinya kepada

Keselamatan dan Kestabilan Serantau. [online]

Tersedia: http://www.scribd.com/doc/13353098/Perjanjian-Bangkok-19. [diakses tanggal 20 januari 2014]

Suharto, I.,P., (2001) The Journey to Java by a Siamese King. [online] Tersedia: www.m-culture.go.th [diakses tanggal 14 oktober 2013]