PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) OUTDOOR LEARNING SYSTEM BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TEMA “KERUSAKAN LINGKUNGAN” PADA PEMBELAJARAN IPA.

(1)

vi

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) OUTDOOR LEARNING SYSTEM BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR

KRITIS TEMA “KERUSAKAN LINGKUNGAN” PADA PEMBELAJARAN IPA

Oleh: Tina Lestari NIM. 12312241007

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” yang memenuhi kelayakan sebagai bahan ajar berdasarkan penilaian para validator dan mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis serta respon peserta didik setelah menggunakan LKPD hasil pengembangan.

Metode penelitian yang digunakan adalah Research and Development (R&D) yang terdiri dari 4 tahap penelitian dan pengembangan, yaitu: 1) Define, meliputi: analisis awal, analisis peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan perumusan tujuan pembelajaran; 2) Design, meliputi: penyusunan tes kriteria acuan, pemilihan media, pemilihan format, penyusunan rancangan awal; 3) Develop, meliputi: penilaian ahli, uji coba lapangan; 4) Disseminate, yaitu: penyebaran produk akhir secara terbatas pada guru IPA di SMP N 5 Banguntapan dan guru IPA SMP N 1 Banguntapan. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi lembar validasi LKPD, soal pretest dan postest, lembar observasi keterampilan berpikir kritis, angket respon peserta didik terhadap LKPD, dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Project Based Learning. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kelayakan LKPD berdasarkan skor dan saran penilaian dari validator, analisis gain score peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik, analisis peningkatan persentase keterampilan berpikir kritis peserta didik tiap pertemuan, analisis respon peserta didik terhadap LKPD berdasarkan skor dan saran penilaian angket respon, serta analisis persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Project Based Learning.

Hasil penelitian mendapatkan bahwa LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning dinyatakan layak sebagai bahan ajar dengan kategori sangat baik. LKPD hasil pengembangan juga efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dengan kategori sedang dan peserta didik juga memberikan respon yang positif terhadap LKPD hasil pengembangan.

Kata kunci: Keterampilan Berpikir Kritis, LKPD, Outdoor Learning System, Project Based Learning.


(2)

vii

DEVELOPMENT OF STUDENTS WORKSHEET OUTDOOR LEARNING SYSTEM BASED ON PROJECT BASED LEARNING TO

INCREASE CRITICAL THINKING SKILLS ON THE THEME "ENVIRONMENTAL DAMAGE" LEARNING ON

NATURAL OF SCIENCE By:

Tina Lestari NIM. 12312241007

ABSTRACT

This research aims to developed Outdoor Learning System based on Project Based Learning student’s worksheet in the theme “Environmental Damage” which reasonable as teaching material based on an assessment of the validator, the increasing of student’s critical thingking skill and student’s responses after using it in the learning process.

The research method is Research and Development (R&D), which consist of four stages, they are: 1) Define, incudles: front-end analysis, learner analysis, task analysis, concept analysis, and specifying instructional objectives; 2) Design, includes: construction criterion-referenced test, media selection, format selection, initial design; 3) Develop, includes: expert appraisal by lecturer and the natural science teacher and developmental testing; 4) Disseminate, includes: the distribution of the final product of the worksheet exclusively to the natural science teachers in Junior High School 5 Bangutapan and Junior High School 1 Banguntapan. The instruments that used in this research are validation sheet of the worksheet, the questions set of pretest and posttest, observation sheet of student’s critical thingking skill, student’s responses on student worksheet, and the sheet of Project Based Learning and approach implementation. The data analysis techniques that used are descriptive analysis on the feasibility of the student worksheet based on the suggestions and assessment score from the validator, gain score from the increasing of student’s critical thinking skill on each meeting, student’s response on the worksheet based on the suggestions and assessment score of the response sheet, and the percentage of the implementation of Project Based Learning approach.

Result of this research point out that student’s worksheet Outdoor Learning System Based Project Based Learning reasonable as teaching material with excellent category. Student worksheet results of the development is also effective to increased the students’ critical thinking skill with moderate category and it received a very positive responses from the students after using it in the learning process.

Keywords: Critical Thinking Skill, Outdoor Learning System, Project Based Learning, Student Worksheet.


(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia di sepanjang hidupnya, tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang. Pendidikan selalu melekat pada kehidupan sehari-hari, baik pada kehidupan manusia sebagai makhluk individu, sosial, dan beragama. Oleh sebab itu, untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur maka pelaksanaan pendidikan harus berlangsung optimal. Pendidikan juga merupakan suatu kewajiban bagi semua warga Negara dalam meningkatkan kemajuan suatu Negara.

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana demi mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan pembentuk kepribadian bangsa dan masyarakat, dengan demikian kemampuan bangsa dalam menghadapi masa depan sangat ditentukan oleh mekanisme dan sistem pendidikan yang dimiliki dan sedang berjalan.

Mutu pendidikan nasional terus ditekankan untuk mencapai peningkatan demi pembangunan dibidang pendidikan, untuk itu pemerintah terus melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan disetiap jenjang meskipun


(4)

pada kenyataannya indikator peningkatan mutu masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan (Patta Bundu, 2006: 1). Berdasarkan hasil study Program for Internasional Student Assesment (PISA) tahun 2012 menunjukkan bahwa rata-rata skor prestasi literasi membaca, matematika, dan sains peserta didik Indonesia masih di bawah rata-rata internasional (litbang.kemdikbud.go.id). Rendahnya mutu pendidikan memerlukan evaluasi menyeluruh dari setiap unsur dalam kerangka sistem pendidikan formal. Oleh karena itu pada abad 21 ini perlu dilakukan pengkajian ulang mengenai implementasi empat pilar pendidikan yang telah dicanangkan UNESCO. Empat pilar tersebut yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Dari keempat pilar pendidikan tersebut kebanyakan peserta didik masih pada level learning to know, yaitu tingkatan dimana peserta didik sadar bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar.

Untuk itu pembelajaran yang mengarahkan peserta didik menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya sangat perlu dilakukan. Dengan begitu, pengalaman belajar dapat ditingkatkan pada level learning to do, yaitu tingkatan dimana peserta didik mau dan mampu (berani) mengaktualisasi keterampilan yang dimilikinya selain bakat dan minat yang telah dimiliki sejak awal (Chosim S. Widodo dan Jasmadi, 2008: 5). Dan untuk mengarahkan peserta didik dalam mencapai pada level tersebut merupakan tugas dari semua guru bidang studi yang bersangkutan.

Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses


(5)

penemuan. Menurut Maslichah Asy’ari (2006: 12), IPA sebagai proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan suatu masalah, yang meliputi kegiatan cara mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan. Proses pembelajaran IPA juga menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMP N 5 Banguntapan, guru lebih banyak menyampaikan materi secara langsung kepada peserta didik (learning to know) sehingga peserta didik belum dapat melakukan proses penemuan. Pembelajaran IPA yang masih dilakukan secara transfer of knowledge tersebut akan membatasi pengalaman belajar dari peserta didik. Dengan demikian berbagai keterampilan berpikir peserta didik yang diharapkan muncul dalam pembelajaran akan kurang optimal. Menurut Ennis (Quitadamo et.al., 2008), salah satu keterampilan penting yang menjadi terhambat dengan pembelajaran seperti itu adalah keterampilan berpikir kritis, yakni keterampilan yang tersusun atas kecenderungan perilaku (seperti rasa ingin tahu dan pemikiran terbuka) dan keterampilan kognitif (seperti analisis, inferensi, dan evaluasi).

Berdasarkan observasi, dapat diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis yang dimiliki peserta didik masih rendah. Hal ini ditunjukkan pada saat pembelajaran berlangsung peserta didik yang masih kurang aktif bertanya dalam pembelajaran. Selain itu, saat diskusi peserta didik juga kurang berani


(6)

dalam mengungkapkan atau menyampaikan pendapatnya (memberi argumen). Keterampilan berpikir kritis peserta didik yang rendah juga ditunjukkan saat melakukan kegiatan praktikum, peserta didik masih mengalami kesulitan ketika menganalisis data dan menarik kesimpulan hasil percobaan. Berdasarkan hal tersebutlah maka peneliti berpikir bahwa keterampilan berpikir kritis sangat perlu untuk ditingkatkan.

Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi peserta didik. Prinsip dalam Project Based Learning menekankan pada aktivitas peserta didik untuk memecahkan masalah dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata (Hosnan, 2014: 321). Sehingga Project Based Learning merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, karena dalam penyelesaian proyek peserta didik harus terlebih dahulu mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, menganalisis, sampai dengan mengkomunikasikan hasil. Beberapa kegiatan tersebut merupakan bagian dari keterampilan berpikir kritis.

Bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas (Abdul Majid, 2012: 174). Peneliti dalam hal ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar berupa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). LKPD merupakan


(7)

bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi dasar tertentu (Andi Prastwo, 2011: 204). LKPD perlu digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran IPA serta dapat menjadi panduan bagi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran IPA baik di kelas maupun di rumah.

Outdoor Learning System merupakan sistem pembelajaran yang dilaksanakan di luar ruangan. Sebuah artikel Curriculum for Excellence Factfile menyatakan bahwa Outdoor Learning System merupakan pembelajaran yang berlangsung di luar ruangan mulai dari membaca buku hingga melakukan sebuah ekspedisi tertentu. Dengan sistem pembelajaran tersebut akan mendorong peserta didik untuk terlibat langsung dengan alam dan membawa sejumlah manfaat misalnya dengan pembelajaran yang dilakukan di luar ruangan peserta didik mampu menggunakan keterampilan/kemampuan yang tidak selalu relevan dilakukan di dalam kelas.

Peneliti memilih untuk mengembangkan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning karena LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning merupakan lembar kerja peserta didik dengan sistem pembelajaran di luar ruangan berbasis proyek yang dapat digunakan sebagai bahan ajar menarik serta dapat membantu dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keterampilan berpikir kritis peserta didik di lapangan masih rendah karena metode pembelajaran yang belum menuntut peserta didik


(8)

aktif. Melalui penggunaan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning, maka kesempatan untuk dapat memancing peserta didik agar aktivitas dalam pembelajaran akan semakin besar, sehingga diharapkan keterampilan berpikir kritis peserta didik pun akan meningkat.

Selain permasalahan tersebut, di lapangan terdapat fakta yang menunjukkan bahwa sesuai dengan kebutuhan peserta didik LKPD perlu dikembangkan. Karena dalam pembelajaran IPA telah menggunakan LKPD, akan tetapi LKPD yang digunakan di lapangan hanya berisi ringkasan materi dan latihan soal sehingga peserta didik masih bersifat pasif dalam kegiatan pembelajaran. Hakikatnya, pembelajaran yang bermakna dapat tercapai apabila aktivitas belajar peserta didik yang aktif dapat terwujud. LKPD yang hanya bersifat informatif serta terbatas pada ruang kelas tersebut kurang mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. LKPD yang digunakan dalam pembelajaran IPA juga belum mengandung aspek yang mampu memunculkan keterampilan berpikir kritis peserta didik secara utuh, padahal hal itu penting dalam pembelajaran IPA. Selain itu LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning belum dirancang dan digunakan dalam pembelajaran. Berdasarkan penjabaran tersebut maka peneliti semakin kuat untuk melakukan pengembangan LKPD Outdoor Learning System sebagai sarana pendukung untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Keterampilan berpikir kritis mempunyai beberapa indikator, salah satu indikator awal yang mengarahkan pada keterampilan berpikir kritis yaitu menyadari dan mengidentifikasi suatu permasalahan (membangun


(9)

keterampilan dasar). Berdasarkan hasil observasi diperoleh fakta yang menyatakan bahwa indikator awal tersebut masih rendah, dibuktikan dengan masih rendahnya kesadaran peserta didik mengenai permasalahan yang paling dekat yaitu masalah lingkungan sekitarnya seperti menjaga kebersihan kelasnya. Sebagian peserta didik masih belum tergerak untuk membersihkan lingkungan kelas yang kotor jika bukan pada jadwal piketnya atau jika guru tidak menyuruhnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA aplikasi peran manusia dalam pengelolaan lingkungan hanya sebagai pengetahuan saja. LKPD ini mengambil tema kerusakan lingkungan karena tema tersebut sangat dekat dengan permasalahan peserta didik. Selain itu fungsi IPA juga digunakan untuk menguasai dan mengendalikan alam demi kepentingan manusia serta digunakan untuk melestarikan alam karena sumbangan ilmunya mengenai alam (Surjani Wonoraharjo, 2010: 14). Selain itu dengan mengangkat tema kerusakan lingkungan ke dalam pembelajaran ini sekaligus dapat menanamkan rasa peduli terhadap lingkungan pada peserta didik. Sehingga peserta didik mampu untuk senantiasa menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan di sekitarnya. Tema kerusakan lingkungan terdapat pada materi kelas VII semester II yang sesuai dengan standar kompetensi (SK) yaitu memahami saling ketergantungan dalam ekosistem dan kompetensi dasar (KD) mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Peneliti mencoba memberikan alternatif dengan membuat lembar kerja peserta didik (LKPD) Outdoor Learning System dengan metode Project Based


(10)

Learning pada tema kerusakan lingkungan. Selanjutnya peneliti mengangkat penelitian dengan judul “Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Outdoor Learning System Berbasis Project Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Tema Kerusakan Lingkungan Pada Pembelajaran IPA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut.

1. Guru lebih banyak menyampaikan materi secara langsung kepada peserta didik, sehingga pembelajaran cenderung verbal dan peserta didik belum dapat melakukan proses penemuan untuk memperoleh kemampuan dan pengetahuan IPA.

2. Kegiatan diskusi di kelas seharusnya berlangsung secara interaktif, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih banyak peserta didik yang merasa ragu-ragu dalam menyampaikan pertanyaan dan argumennya.

3. Pada kegiatan praktikum belum berlangsung dengan baik, sehingga sebagian besar peserta didik masih mengalami kesulitan dalam menganalisis data dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan yang dilakukan.

4. Peserta didik seharusnya mempunyai keterampilan berpikir kritis yang baik untuk dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan suatu masalah, namun keterampilan berpikir kritis peserta didik masih kurang.


(11)

5. LKPD yang digunakan bersifat informatif, hanya berisi ringkasan materi dan latihan soal sehingga peserta didik masih bersifat pasif dalam kegiatan pembelajaran.

6. LKPD yang digunakan belum mengandung aspek yang mampu memunculkan keterampilan berpikir kritis peserta didik secara utuh, padahal hal ini penting dalam pembelajaran IPA.

7. LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning belum dirancang dan digunakan dalam pembelajaran IPA, sehingga dibutuhkan pengembangan LKPD sebagai sarana pendukung untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada peserta didik.

8. IPA sebagai aplikasi peran manusia dalam pengelolaan lingkungan hanya sekedar pengetahuan saja, sehingga kesadaran peserta didik mengenai permasalahan yang paling dekat yaitu seperti menjaga kebersihan kelasnya masih kurang.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka ditetapkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. LKPD yang dikembangkan adalah LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning.

2. LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning diperuntukkan untuk peserta didik SMP kelas VII.


(12)

3. LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik SMP.

4. Tema pokok materi yang disajikan dalam LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning yaitu kerusakan lingkungan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah, rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah hasil pengembangan LKPD Outdoor Learning System berbasis

Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” dapat memenuhi kelayakan sebagai bahan ajar menurut dosen ahli, teman sejawat, dan guru IPA?

2. Apakah hasil pengembangan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik SMP pada pembelajaran IPA? 3. Bagaimana respon peserta didik setelah menggunakan LKPD Outdoor

Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” yang dikembangkan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” yang memenuhi kelayakkan sebagai bahan ajar menurut dosen ahli, guru IPA, dan teman sejawat.


(13)

2. Mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik SMP setelah pembelajaran IPA menggunakan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan”.

3. Mengetahui respon peserta didik setelah menggunakan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning tema “Kerusakan Lingkungan” yang dikembangkan.

F. Spesifikasi Produk dan Keterbatasan Pengembangan

Spesifikasi dan keterbatasan produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Spesifikasi Produk

Spesifikasi LKPD yang dikembangkan adalah:

a. LKPD yang dikembangkan adalah LKPD Outdoor Learning System mengunakan pendekatan Project Based Learning, sehingga LKPD ini dibuat berdasarkan sintaks Project Based Learning dengan kegiatan yang menuntun peserta didik untuk belajar menggunakan sistem pembelajaran di luar ruangan.

b. Kegiatan-kegiatan dan pertanyaan-pertanyaan diskusi dalam LKPD disusun untuk menggali keterampilan berpikir kritis peserta didik.

2. Keterbatasan Pengembangan

Adapun keterbatasan pengembangan LKPD ini adalah:

a. Pengembangan ini menggunakan 4-D Models, namun khusus pada pengembangan ini terdapat keterbatasan pada tahap D ke-4 yakni tahap


(14)

disseminate. Keterbatasan tersebut yaitu produk diberikan kepada sekolah tempat uji coba lapangan dan di SMP N 1 Banguntapan.

b. Aspek penilaian yang menjadi fokus penelitian hanya penilaian keterampilan berpikir kritis.

c. Uji coba produk hanya dilakukan pada satu kelas. G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat berikut. 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian dan pengembangan LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning dengan tema “Kerusakan Lingkungan” adalah untuk mengembangkan pengetahuan tentang pengembangan LKPD dan menjadi acuan/referensi bagi penelitian selanjutnya yang relevan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar IPA dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik SMP pada pelajaran IPA.

b. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terhadap LKPD yang bermanfaat bagi pelaksanaan pembelajaran IPA dan LKPD ini dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi bagi guru untuk mengembangkannya pada materi lain.


(15)

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti, melatih kemampuan dalam membuat LKPD, melatih skill untuk melakukan penelitian.

H. Definisi Operasional

Berikut ini definisi operasional dari variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian.

1. LKPD Outdoor Learning System berbasis Project Based Learning adalah suatu bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran panduan belajar untuk peserta didik dengan sistem pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitar tempat tinggal peserta didik sebagai salah satu sumber informasi atau sumber pengetahuan berbasis proyek atau pembuatan karya. 2. Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir dengan sebuah

proses disiplin yang yang lebih kompleks, hal ini dapat terkait pada kemampuan peserta didik dalam mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari hasil pengamatan, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan.

3. Kerusakan lingkungan adalah keadaan dimana lingkungan mengalami penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang merupakan akibat dari terjadinya pencemaran lingkungan.


(16)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA atau sains berasal dari kata natural science. Natural berarti alamiah, berhubungan dengan alam. Sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Sedangkan Carin & Sund (1989: 4-5) menyatakan bahwa science is the system of knowing about the universe through data collected by

observation and controlled experimentation yang artinya science

adalah sistem ilmu yang mempelajari tentang alam semesta melalui kumpulan data berdasarkan observasi dan eksperimen terkontrol. Selain itu Carin & Sund juga menyebutkan bahwa dalam science

terdapat 3 elemen penting yaitu processes or methods (seperti merumuskan masalah, observasi, membuat hipotesis, mendesain hingga melakukan percobaan dan seterusnya), products (berupa fakta, prinsip, hukum, teori) dan human attitudes.

Fowler (Wasih Djojosoediro, 2010: 17) mendefinisikan bahwa

natural science merupakan systematic and formulated knowledge

dealing with material phenomena and based mainly on observation

and induction yang artinya bahwa “ilmu pengetahuan alam merupakan


(17)

gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi”.

Laksmi Prihantoro dkk, (Trianto, 2010: 137) menyatakan bahwa pada hakikatnya IPA merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA adalah sekumpulan pengetahuan, sekumpulan konsep dan bagan konsep. Yang dimaksud dengan IPA sebagai proses, yaitu merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains. Sedangkan IPA sebagai aplikasi, berdasarkan dari teori-teori IPA yang ada dapat melahirkan suatu teknologi yang mampu memberikan kemudahan bagi kehidupan.

Patta Bundu (2006: 12) menjelaskan bahwa IPA dari segi proses disebut juga keterampilan proses sains atau dapat disingkat dengan proses sains. Proses Sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu itu selanjutnya. Selain itu keterampilan berpikir yang dapat membantu peserta didik mempelajari IPA sesuai dengan yang dilakukan para ahli sains yakni melalui pengamatan, klasifikasi, inferensi, merumuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Menurut Maslichah Asy’ari (2006: 12), IPA sebagai proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara memecahkan suatu masalah, yang meliputi kegiatan cara mengumpulkan data,


(18)

menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sains atau ilmu pengetahuan alam merupakan pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan peristiwa alam, yang didalamnya bukan hanya konsep atau kumpulan fakta-fakta yang dapat dihafal namun didalamnya terdapat suatu proses aktif menggunakan pikiran seperti tentang bagaimana cara mengumpulkan data, menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan guna menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. 2. Pembelajaran IPA

Pembelajaran adalah suatu proses dan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat peserta didik belajar, pembelajaran juga merupakan persiapan di masa depan dan sekolah mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Menurut Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007), pembelajaran merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara lengkap pengertian pembelajaran adalah “suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.


(19)

Pembelajaran IPA Terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA Terpadu dengan situasi lebih “alami” dan situasi dunia nyata peserta didik, serta mendorong peserta didik membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran IPA Terpadu adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan peserta didik menerapkan konsep-konsep sains dan berpikir tingkat tinggi (HOTS =

High Order Thinking Skills). Selain itu pembelajaran IPA Terpadu mendorong peserta didik untuk tanggap dalam lingkungan dan budayanya (Frank Santo, 2012: 2).

Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga pada pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan dari kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pemahaman tentang karakteristik IPA ini berdampak pada proses belajar IPA di sekolah. Sesuai dengan karakteristik IPA, IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi sarana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan karakteristik IPA pula, cakupan IPA yang dipelajari di


(20)

sekolah tidak hanya berupa kumpulan fakta tetapi juga proses perolehan fakta yang didasarkan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dasar IPA untuk memprediksi atau menjelaskan berbagai fenomena yang berbeda (Wasih Djojosoediro, 2010: 20-21).

Berdasarkan amanat dalam KTSP bahwa model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tujuan pembelajaran IPA terpadu yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi peserta didik, serta beberapa kompetensi dapat dicapai sekaligus. Dalam Pusat Kurikulum (2006: 7-8) pembelajaran IPA terpadu mempunyai tujuan. Berikut ini akan diuraikan tujuan pembelajaran IPA terpadu yaitu:

a. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas

Anak usia 7-14 tahun masih dalam peralihan dari tingkat berpikir operasional konkrit ke berpikir abstrak dan masih memandang dunia sekitar secara holistis. Penyajian pembelajaran secara terpisah-pisah memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan sehingga kurang efektif dan efisien serta membosankan bagi peserta didik.

b. Meningkatkan minat dan motivasi

Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan


(21)

memahami keterkaitan antar konsep yang satu dengan konsep yang lainnya yang termuat dalam tema. Peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik dan analitik. c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus

Pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, sarana, dan biaya karena beberapa Kompetensi Dasar (KD) dapat dicapai sekaligus menjadi sebuah tema. Tema tersebut didasarkan atas pemaduan sejumlah Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) yang dipandang memiliki keterkaitan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi peserta didik dalam pemahaman terhadap alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA juga diarahkan untuk menerapkan konsep-konsep dalam sains dan berpikir tingkat tinggi, serta mengarahkan peserta didik untuk mencari tahu sehingga membantu dalam memahami alam sekitar lebih mendalam yang natinya akan menyelesaikan permasalahan dalam kajian IPA.

3. Outdoor Learning System

Sistem pembelajaran di luar ruangan (outdoor learning system) adalah sistem pembelajaran yang menciptakan kegiatan-kegiatan pembelajaran di luar ruangan dan merupakan sebuah konsep umum yang menggunakan area di luar ruangan sebagai alat pembelajaran.


(22)

Menurut Yuni Wibowo (2011: 3) pembelajaran outdoor dapat dilakukan di waktu pembelajaran normal, sebelum kegiatan pembelajaran di sekolah atau sesudahnya, dan saat-saat liburan sekolah. Adapun berbagai lokasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran pada sistem ini yaitu lingkungan di dalam sekolah atau lingkungan di luar sekolah. Secara umum pembelajaran outdoor untuk siswa SD, SMP, dan SMA menurut Yuni Wibowo (2011: 4-8), dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:

a. Studi lapangan atau kunjungan lapangan

Merupakan bentuk pembelajaran outdoor dimana terjadi kegiatan observasi untuk mengungkap fakta–fakta guna memperoleh data dengan cara terjun langsung ke lapangan. Studi lapangan merupakan cara ilmiah yang dilakukan dengan rancangan operasional sehingga didapat hasil yang lebih akurat. Dalam kegiatan studi lapangan, siswa diajak mengunjungi ke tempat dimana objek-objek IPA yang akan dipelajari tersedia disana. Berbagai lokasi yang dapat digunakan untuk studi lapangan sangat beragam mulai dari lingkungan disekitar sekolah, daerah asli habitat hewan atau tumbuhan tertentu, daerah wisata, dll.

b. Pendidikan menjelajah lingkungan

Ciri dari pembelajaran jelajah lingkungan atau alam sekitar siswa adalah adanya kegiatan eksplorasi sehingga metode yang sering digunakan adalah discovery dan inquiry. Sementara itu obyek yang


(23)

dipelajari adalah lingkungan sekitar peserta didik. Kegiatan ini mengajak peserta didik aktif mengeksplorasi lingkungan sekitarnya untuk mencapai kecakapan kognitif afektif, dan psikomotornya sehingga memiliki penguasaan ilmu dan keterampilan. Ciri kedua adalah selalu ada kegiatan berupa peramalan (prediksi), pengamatan, dan penjelasan. Ciri ketiga adalah ada laporan untuk dikomunikasikan baik secara lisan, tulisan, gambar, foto atau audiovisual. Ciri keempat kegiatan pembelajarannya dirancang menyenangkan sehingga menimbulkan minat untuk belajar lebih lanjut.

c. Sekolah proyek komunitas

Fokus pembelajaran ini terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan peserta didik dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan ada peserta didik untuk bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata.

Bilton (2010: 11-27) mengungkapkan bahwa pembelajaran di luar ruangan yaitu:

Working outside can be harder than inside, one may be physically more active, regularly battling against the elements and often more alert - watchful for potential dangers. Being involved in play and constantly mindful of the head demanding ‘results’. Overall education out of doors in physically and mentally taxing. We have to be convinced all the effort is for a good reason.


(24)

Berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa belajar di luar dapat lebih sulit daripada bekerja di dalam, hal ini dapat terlihat bahwa secara fisik akan lebih aktif karena harus terlibat langsung dengan sekitar dan juga harus sering untuk lebih waspada. Selain itu bekerja di luar juga harus terlibat dalam kegiatan dan selalu menuntut pada ‘hasil’. Secara keseluruhan pendidikan di luar ruangan lebih menggunakan fisik dan mental, jadi kita harus yakin bahwa upaya ini sebagai alasan yang baik.

Selain itu Bilton juga menyebutkan bahwa pembelajaran di luar ruangan memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah:

a. Children being outside

Pembelajaran di luar ruangan dapat melatih kemampuan peserta didik dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, karena tingginya tingkat aktivitas yang dilakukan dengan lingkungan.

b. Environmental influence

Lingkungan belajar selalu mempunyai dampak bagi peserta didik, dengan pembelajaran outdoor peserta didik akan menjadi kurang hiperaktif, dapat berkonsentrasi lebih baik, selain itu peserta didik dapat melakukan kegiatan secara mandiri sehingga mereka mampu mengembangkan kemampuannya dengan maksimal.

c. Fresh air

Salah satu manfaat pembelajaran outdoor yaitu peserta didik akan memperoleh suasana yang sejuk karena oksigen yang cukup,


(25)

sehingga mereka dapat lebih berkonsentrasi dan belajar pun akan lebih efektif.

d. Sunlight and daylight

Melalui pembelajaran di luar ruangan dapat memfasilitasi peserta didik untuk mendapatkan paparan sinar matahari yang mampu mengaktifkan vitamin D, sehingga dengan kata lain pembelajaran

outdoor mampu membuat peserta didik lebih sehat.

e. Peace and quiet

Pembelajaran di luar ruangan juga dapat menimbulkan suasana damai dan tenang, hal ini dikarenakan dapat memberikan suasana baru bagi peserta didik yang selama ini sudah sering melakukan pembelajaran dengan suasana kelas atau ruangan yang terdapat beberapa pembatas.

f. Physical development, motor development, exercise and rest

Pembelajaran outdoor juga mempunyai dampak pada perkembangan fisik dan motorik dari peserta didik, hal ini dikarenakan dalam pembelajaran di luar ruangan lebih menekankan pada pengalaman langsung peserta didik dengan lingkungan.

g. Freedom

Melalui pembelajaran di luar ruangan peserta didik bebas untuk bereksplorasi mengenai kemampuan yang dimiliki tanpa harus merasa tertekan untuk menjadi sukses, selain itu mereka juga dapat


(26)

terlibat atau berpartisipasi dalam kelompok karena peserta didik dapat melakukan aktivitas di luar sekolah.

Outdoor Learning System yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sebuah sistem pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitar tempat tinggal peserta didik sebagai salah satu sumber informasi atau sumber pengetahuan. Selain itu peserta didik juga melakukan kegiatan di luar ruangan yang mengarah pada pembuatan sebuah proyek terkait tema atau topik pembelajaran IPA. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk membuat proses pembelajaran IPA lebih menarik serta diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada peserta didik.

4. Project Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning

(PjBL) dilakukan untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan cara membuat karya atau proyek yang terkait dengan materi ajar dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik. Menurut Burner & Byrd (2013: 156), pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai:

Project based lessons flow naturally in a problem-solving environment. Students often work either independently or cooperatively on projects related to the objectives of the unit being covered. A project is an activity that involves investigation about the fact of a particular issue and the reporting of these fact in various ways. Projects include research reports, surveys, or case studies that have a particular purpose or objective.


(27)

Berdasarkan dari definisi ini dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek mengalir secara alami di lingkungan dalam proses pemecahan masalah. Peserta didik bekerja secara mandiri atau berkelompok dalam suatu proyek yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Proyek yang dimaksud merupakan kegiatan yang melibatkan penyelidikan tentang fakta dari isu atau topik tertentu dan penyampaian fakta tersebut dengan berbagai macam cara. Proyek tersebut dapat meliputi laporan penelitian, survei, atau studi kasus yang memiliki tujuan tertentu.

Menurut Ridwan Abdullah (2014: 226), PjBL mencakup kegiatan peserta didik dalam menyelesaikan masalah (problem

solving), pengambilan keputusan, keterampilan melakukan investigasi,

dan keterampilan membuat karya. Hal ini sejalan dengan pendapat Hosnan (2014: 319) yang mendefinisikan bahwa Project Based

Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan

proyek/kegiatan sebagai media. Guru menugaskan peserta didik untuk melakukan eksplorasi, penilaian, interprestasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Hosnan juga menyatakan bahwa model pembelajaran ini dapat menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.


(28)

Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan peluang bagi peserta didik untuk bekerja mengkonstruk tugas yang diberikan guru dan puncaknya dapat menghasilkan produk karya. Adapun manfaat Project Based Learning menurut Hosnan (2014: 325), diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.

b. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah.

c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.

d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas.

e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBLyang bersifat kelompok.

Menurut Warsono & Hariyanto (2012: 157), langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis proyek yang diadaptasi dari Han dan Bhattacharya adalah sebagai berikut.

a. Fase perencanaan

Dalam tahap ini, peserta didik memilih topik, mencari sumber-sumber terkait informasi yang relevan, dan mengorganisasikan sumber-sumber menjadi suatu bentuk yang berguna.

b. Fase implementasi (penciptaan)

Dalam tahap ini, peserta didik mengembangkan gagasan terkait proyek, menggabungkan dan menyinergikan seluruh kontribusi dari anggota kelompok, dan mewujudkan proyeknya.


(29)

c. Fase pemrosesan

Proyek hasil karya peserta didik didiskusikan dengan prinsip saling berbagi dengan kelompok yang lain, sehingga diperoleh umpan balik, kemudian setiap kelompok melakukan refleksi terhadap hasil karyanya.

Hosnan (2014: 319) menyatakan bahwa secara umum langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis proyek dapat dilakukan dengan 6 tahapan sebagai berikut.

a. Penentuan proyek

Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik proyek berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru.

b. Perencanaan langkah-langkah penyelesaian proyek

Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan perancangan proyek ini berisi aturan main dalam pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung tugas proyek, pengintegrasian berbagai kemungkinan penyelesaian tugas proyek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung penyelesaian tugas proyek dan kerjasama antar anggota kelompok. c. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek

Melalui pendampingan guru peserta didik dapat melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.


(30)

d. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru

Langkah ini merupakan langkah implementasian rancangan proyek yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan peserta didik yaitu; membaca, meneliti, observasi, wawancara, merekam, berkarya seni, megunjungi objek, atau akses internet. Sedangkan guru memonitor aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas proyek.

e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek

Hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa karya tulis, karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan kepada peserta didik yang lain dan guru.

f. Evaluasi proses dan hasil proyek

Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

Berdasarkan literatur, peneliti merumuskan bahwa Project Based

Learning (PjBL) atau pembelajaran berbasis proyek merupakan

pembelajaran yang dirancang agar peserta didik melakukan investigasi dan eksplorasi untuk mengumpulkan sejumlah informasi guna memecahkan permasalahan dengan kegiatan proyek yang terkait pada materi pembelajaran. Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan peserta didik dalam merencanakan pengerjaan proyek,


(31)

menganalisis rancangan proyek jika diperlukan. Project Based

Learning merupakan bentuk pembelajaran yang dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Langkah yang akan dilakukan dengan pembelajaran IPA SMP yaitu a) guru akan memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar dan kompetensi yang akan dicapai, b) peserta didik mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji, c) kelompok membuat rencana proyek atau karya dengan memahami konsep atau prinsip yang terkait dengan materi pelajaran, d) masing-masing kelompok mempresentasikan hasil karya/produk di depan kelas, dan e) guru dan peserta didik melakukan refleksi umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

Komponen-komponen Project Based Learning dalam LKPD yaitu pemaparan topik, identifikasi kasus atau permasalahan, mendesain proyek, monitoring proyek, mengkomunikasikan, penilaian proyek, dan evaluaasi pengalaman.

5. Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Scriven dan Paul (Muh Tawil & Liliasari, 2013: 7), keterampilan berpikir kritis didefinisikan sebagai “critical thingking is the intellectually disciplined process of actively and skillfully conceptualizing, applying, analizing, synthesizing, and or evaluating information gathered from, or generated by observation, experiences, reflection, reasoning, or communication, as a guide to belief and


(32)

action”. Berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses disiplin yang secara intelektual aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari atau dihasilkan oleh, pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan.

Beyer (1995: 8) menjelaskan bahwa “critical thinking is not making decisions or solving problems, it is not same as reflective thinking, creative thinking, or conceptualizing. Each of these other

types of thinking serves a specific purpose”. Dari penjelasan tersebut

dapat diartikan bahwa berpikir kritis itu tidak hanya sekedar membuat keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan, selain itu berpikir kritis juga tidak sama dengan berpikir reflektif, berpikir kreatif, atau mengkonseptualisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang mempunyai tujuan tertentu. Beyer juga menyatakan bahwa “… the purpose of critical thinking is to ascertain the degree to which some phenomenon meets some criterion or the extent to which it is an

authentic instance of a specifically defined phenomenon”, yang berarti

bahwa tujuan dari berpikir kritis yaitu untuk memastikan sejauh mana beberapa fenomena memenuhi beberapa kriteria atau sejauh mana itu adalah sebuah contoh otentik dari fenomena yang didefinisikan secara spesifik. Dede Rosdaya (2004: 170) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis (critical thingking) merupakan cara menghimpun


(33)

berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut.

Menurut Ennis (1993: 237), indikator keterampilan berpikir kritis dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support of an argument), membuat inferensi (inferences), memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics). Sedangkan menurut Henri (Muh. Tawil & Liliasari, 2013), keterampilan berpikir kritis dapat diklasifikasikan menjadi 5 dimensi, yakni klasifikasi dasar, klasifikasi mendalam, interensi, penilaian, strategi dan taktik. Tabel 1 menunjukkan indikator dan kata-kata operasional kemampuan berpikir kritis tersebut.

Tabel 1. Indikator dan Kata-kata Operasional Kemampuan Berpikir Kritis menurut Ahli

Menurut Ennis (1993: 237)

Indikator Kata operasional memberikan penjelasan

sederhana (elementary clarification)

Menganalisis pertanyaan (focus on a question), (analyze argument), mengajukan dan menjawab pertanyaan (ask clarifying questions)

membangun keterampilan dasar (basic support of an argument)

Menilai kredibilitas suatu sumber (Judge the credibility of a source), meneliti dan menilai hasil penelitian (judge observation reports)

membuat inferensi

(inferences) Mereduksi deduksi (judge deductionsdan menilai ), menginduksi dan menilai induksi (judge inductions), membuat dan menilai penilaian yang berharga (make judgments about values)


(34)

memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification)

Mengidentifikasi istilah (jugde definitions), mengidentifikasi asumsi (identity implicit assumptions)

mengatur strategi dan taktik

(strategies and tactics) Memutuskan suatu tindakan (decide on an action), berinteraksi dengan orang lain (interact with others)

Menurut Henri (Muh. Tawil & Liliasari, 2013)

klasifikasi dasar Meneliti, mempelajari masalah, mengidentifikasi, meneliti hubugan-hubungan klasifikasi mendalam Menganalisis masalah untuk

memahami nilai, kepercayaan, dan asumisi utamanya

inferensi Mengakui dan mengemukakan

ide berdasarkan pada proposisi yang benar

penilaian Membuat keputusan, evaluasi, dan kritik-kritik

strategi dan taktik Menerapkan solusi setelah pilihan atau keputusan

Berdasarkan uraian beberapa ahli tersebut, peneliti merumuskan bahwa keterampilan berpikir kritis bukan sekedar membuat keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan namun merupakan keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir dengan sebuah proses disiplin yang lebih kompleks, hal ini dapat terkait pada kemampuan peserta didik dalam mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari hasil pengamatan, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk kepercayaan dan tindakan. Serta dalam penelitian ini indikator dan kata operasional dari keterampilan berpikir kritis yang digunakan yaitu merujuk dari rumusan oleh Ennis namun disesuaikan dengan materi permasalahan yang dihadapi peserta didik adalah sebagai berikut.


(35)

Tabel 2. Indikator dan Kata-kata Operasional Kemampuan Berpikir Kritis menurut Peneliti

No. Indikator Kata Operasional

1. Mengidentifikasi masalah Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi sesuai pernyataan, merumuskan pertanyaan sesuai permasalahan. 2. Merumuskankan hipotesis Merumuskan hipotesis sesuai

permasalahan dan hubungan antar variabel yang terlibat.

3. Menganalisis data Menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen dengan membedakan, menghubungkan dan mengidentifikasi

data/pernyataan.

4. Menarik kesimpulan Membuat kesimpulan yang beralasan.

5. Mengkomunikasikan hasil Mengkomunikasikan hasil yang diperoleh dengan orang lain sesuai dengan fakta.

6. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

Interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran akan sangat efektif jika tersedia media pendukung. Media (medium), yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi, dalam proses komunikasi ada sumber pesan (guru), penerima pesan (peserta didik), dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambilkan dari kurikulum. Media dalam proses belajar-mengajar salah satunya adalah bahan ajar (Chomsin dan Jasmadi, 2008: 38-40). Andi Prastowo (2011: 31) menyatakan bahwa yang dimaksud bahan ajar yaitu segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai


(36)

peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk perncanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

Menurut Abdul Majid (2012: 174), bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:

a. Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.

b. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti

compact disk interaktif.

Penelitian pengembangan ini yaitu tentang bahan ajar cetak, Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Menurut Andi Prastowo (2011: 204), Lembar Kerja Siswa (LKS) atau Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran-lembaran yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Sedangkan LKPD atau student worksheet oleh Abdul Majid (2012: 176) didefinisikan sebagai lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik, berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas dengan kejelasan kompetensi dasar yang harus dicapai.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah suatu bahan ajar cetak yang berupa lembaran-lembaran berisi panduan belajar untuk


(37)

peserta didik melakukan kegiatan terkait dengan materi pembelajaran yang memuat proses penyelidikan dan pemecahan masalah guna mencapai kompetensi dasar yang harus dikuasai.

Menurut Andi Prastowo (2011: 205-206), fungsi dari LKS sebagai bahan ajar diantaranya yaitu:

a. dapat meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan peserta didik;

b. mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan;

c. ringkas dan kaya tugas untuk berlatih;

d. memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.

Sedangkan manfaat dari penggunaan media pembelajaran termasuk LKPD di dalam proses pembelajaran menurut Azhar Arsyad (2011: 25-26) adalah:

a. memperjelas penyajian pesan dan informasi,

b. meningkatkan dan mengarahkan perhatian peserta didik sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan, dan kemungkinan peserta didik untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya, c. dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu

d. dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta didik tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka.


(38)

Adapun tujuan penyusunan LKS menurut Andi Prastowo (2011: 206) ada empat poin, yaitu:

a. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan.

c. Melatih kemandirian belajar peserta didik

d. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.

Hendro Darmodjo dan Jenny R. E. Kaligis (1992: 41-46) menyatakan LKPD dapat memberi peranan yang besar dalam proses belajar mengajar, sehingga penyusunan LKPD harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan dan syarat teknis.

a. Syarat didaktik

Syarat didaktik adalah syarat penyusunan LKPD yang sesuai dengan asas-asas belajar mengajar efektif, yaitu:

1) Memperhatikan adanya perbedaan individu

2) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep

3) Memilih variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik sesuai kurikulum yang digunakan 4) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial,

emosional, moral, dan estetika pada diri peserta didik. 5) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan

pribadi peserta didik. b. Syarat konstruksi

Syarat konstruksi adalah syarat yang berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, pemilihan kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan LKPD, yaitu:


(39)

1) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik

2) Menggunakan struktur kalimat yang jelas

3) Memiliki tata urutan materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik

4) Mengacu pada buku sumber yang sesuai dengan kemampuan keterbacaan peserta didik

5) Menyediakan ruangan yang cukup untuk member keleluasaan pada peserta didik untuk menulis atau menggambarkan pada LKPD

6) Menggunakan lebih banyak ilustrasi atau gambar daripada kata-kata

7) Memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai sumber motivasi

8) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. c. Syarat teknis

Syarat teknis adalah syarat-syarat yang berkaitan dengan penyajian tulisan, gambar, dan penampilan LKPD. Berikut merupakan syarat-syarat teknis penyususnan LKPD.

1) Tulisan, yaitu menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi, gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik, dan menggunakan perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.

2) Gambar, yaitu menggunakan gambar-gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada peserta didik.

3) Penampilan, yaitu berupa lay out yang menarik perhatian dan minat peserta didik.

Dengan demikian, LKPD yang akan dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik disusun berdasarkan kriteria kesesuaian dengan Outdoor Learning System dan

Project Based Learning, keterpaduan konsep, kebenaran&kedalaman,


(40)

Unsur-unsur utama LKPD sebagai bahan ajar dapat dilihat berdasarkan tabel 3:

Tabel 3. Unsur-unsur LKPD No. Menurut Trianto

(2007: 74) Prastowo (2013: Menurut Andi 208)

Unsur LKPD 1. Judul eksperimen Judul Judul

2. Teori singkat tentang

materi Petunjuk belajar Peta kompetensi 3. Alat dan bahan Kompetensi dasar

atau materi pokok Tujuan kegiatan 4. Prosedur eksperimen Informasi

pendukung Informasi terkait 5. Data pengamatan Tugas atau langkah

kerja Mendesain proyek

6. Pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi

Penilaian Pertanyaan dan kesimpulan untuk diskusi

Kriteria kesesuian dengan Outdoor Learning System berbasis

Project Based Learning ditinjau dari penekanan pada beberapa

komponen utama PjBL, yaitu mencantumkan pertanyaan esensial yang berisi penugasan pembuatan proyek, membuat desain proyek, mencantumkan tabel monitoring proyek, mencantumkan arahan untuk membuat tabel data hasil pengamatan, dan evaluasi proyek.

7. Materi Pokok IPA SMP

Penyusunan LKPD ini berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) IPA SMP. LKPD yang dikembangkan oleh peneliti juga disesuaikan dengan prinsip keterpaduan materi IPA yang


(41)

sedang dibelajarkan pada kelas VII. Tema yang diambil yaitu “Kerusakan Lingkungan”.

Kerusakan lingkungan merupakan akibat pencemaran terjadi dimana-mana yang berdampak pada menurunnya kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bahkan, pencemaran dan kerusakan lingkungan menimbulkan berbagai dampak buruk bagi manusia seperti penyakit dan bencana alam. Oleh karena itulah, setelah mampelajari bab ini diharapkan mampu mengajak peserta didik untuk tidak mencemari lingkungan dan melakukan berbagai upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan.

a. Pengertian pencemaran

Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No 32 Tahun 2009 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pencemaran dapat terjadi secara alami atau sebagai kegiatan manusia. Seiring dengan pertambahan penduduk, semakin banyak pula kebutuhan manusia. Untuk mencukupi kebutuhannya, manusia melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Menurut Fuad Amsyari (1986: 52), masalah pencemaran lingkungan merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bentuk kehidupan manusia


(42)

dengan lingkungan buatannya. Adapun siklus perubahan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus Perubahan Lingkungan

Sumber: Diadaptasi dari Fuad Amsyari (1986: 53) b. Jenis-jenis pencemaran

I Gusti Ayu (2014: 409) menyatakan bahwa berdasarkan lingkungan yang mengalami pencemaran, secara garis besar pencemaran lingkungan dapat dibagi menjadi tiga yaitu pencemaran air, udara, dan tanah.

1) Pencemaran air

Pencemaran air adalah pencemaran tubuh-tubuh air seperti danau, sungai, laut, dan air tanah disebabkan oleh kegiatan manusia yang dapat membahayakan organisme dan tumbuhan yang hidup pada tubuh-tubuh air tersebut. Berikut merupakan ciri-ciri air yang sudah tercemar atau menyimpang dari keadaan normal air, yaitu; adanya perubahan suhu; adanya perubahan warna, bau, dan rasa air; adanya endapan dan bahan terlarut; terdapat mikroorganisme.


(43)

2) Pencemaran udara

Udara dikatakan tercemar jika mengandung unsur-unsur yang mengotori udara. Bentuk pencemar udara bermacam-macam, ada yang berbentuk gas dan ada yang berbentuk cair atau padat (misalnya; asap/kabut dan debu). Sedangkan pencemaran udara adalah masuk/dimasukkannya bahan-bahan atau zat-zat asing ke udara yang menyebabkan perubahan komposisi udara dari keadaan normalnya. Zat-zat asing tersebut mengubah komposisi udara dari keadaan normalnya dan jika berlangsung lama akan mengganggu kehidupan manusia dan manusia akhir. Bahan-bahan atau zat-zat yang mencemari udara yaitu Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Belerang Oksida (SOx), Belarang Oksida, Hidro Karbon (HC), partikel dan lain-lain.

3) Pencemaran tanah

Pencemaran tanah merupakan keadaan di mana bahan yang sukar hancur atau terurai masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Komponen penyebab pencemaran tanah yaitu: sampah-sampah plastik yang sukar hancur; pupuk buatan; detergen yang bersifat bio degradable; zat kimia dari buangan pertanian. Pencemaran Tanah dapat dikelompokkan: a). Pencemaran sedimen, merupakan pencemaran karena zat-zat padat; b).


(44)

Pencemaran kimia, merupakan pencemaran tanah yang disebabkan adanya senyawa kimia dalam tanah.

Menurut Arif Zulkifli (2014: 6), tanah yang tidak tercemar adalah tanah yang memenuhi unsur dasar sebagai tanah seperti tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak kesuburannya. Tanah yang tidak tercemar memiliki potensi besar untuk aktivitas dan kehidupan manusia. Adapun ciri-ciri tanah tidak tercemar adalah:

a) Tanahnya subur.

b) Nilai pH berkisar 6,5-8,5.

c) Tidak berbau busuk, tidak kering.

d) Memiliki tingkat kegemburan yang normal. e) Tidak mengandung logam berat.

f) Tidak mengandung sampah anorganik. c. Sumber pencemaran lingkungan

Pencemaran lingkungan berasal dari berbagai sumber, baik dari aktivitas atau proses alam maupun kegiatan manusia. Aktivitas gunung api yang mengeluarkan letusan salah satu komponennya berupa partikel-partikel debu yang mencemari udara. Meskipun alam menjadi sumber pencemaran namun relatif jarang terjadi dan biasanya berdampak lokal dan sesaat. Pencemaran lingkungan yang utama justru berasal dari kegiatan manusia misalnya kegiatan rumah tangga dan perorangan, industri, pertanian, dan transportasi.


(45)

d. Upaya penanggulangan pencemaran lingkungan

Berikut merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menaggulangi pencemaran lingkungan: 1) membuang sampah pada tempatnya; 2) penggulangan limbah industri, seperti mengolah limbah industri sebelum membuangnya ke lingkungan; 3) penanggulangan pencemaran udara, seperti mengurangi pemakaian bahan bakar minyak; 4) mengadakan penghijauan di kota-kota besar; 5) penggunaan pupuk dan obat pembasmi hama tanaman yang sesuai; 6) pengurangan pemakaian CFC.

Dari tema tersebut dibatasi menjadi sub tema yang berkaitan

dengan kompetensi dasar, diantaranya yaitu: 1) Model penyaringan air

Untuk menanggulangi pencemaran air akibat air keruh dan kotor dapat dilakukan dengan cara melakukan penyaringan air. Ada berbagai macam cara atau model penyaringan air sederhana yang dapat dilakukan guna mendapatkan air bersih. Cara yang paling sering digunakan adalah dengan membuat saringan air dengan menerapkan konsep pemisahan campuran. Penyaringan (filtrasi) merupakan proses pemisahan antara padatan/koloid dengan cairan (Kusnaedi. 2010: 25). Berikut beberapa alternatif cara pengolahan air sederhana yang dapat dilakukan di pedesaan untuk mendapatkan air bersih melalui proses penyaringan air menurut Kusnaedi (2010: 26-30).


(46)

Berdasarkan ukuran padatan yang terdapat dalam air, tipe penyaringan ada tiga yaitu:

a) Single medium: tipe penyaringan untuk menyaring air yang mengandung padatan dengan ukuran seragam.

b) Dual medium: tipe penyaringan untuk menyaring air limbah yang didominasi oleh dua ukuran padatan.

c) Three medium: tipe penyaringan untuk menyaring air limbah yang mengandung padatan dengan ukuran beragam.

Gambar 2. Tipe Penyaringan berdasarkan Ukuran Padatan Sumber: Kusnaedi (2010. 27)

Ukuran pasir menurut klasifikasi USDA dalam Kusnaedi (2010. 26) dibagi menjadi:

a) Pasir sangat kasar (very coarse sand): 2,0 – 1,0 mm b)Pasir kasar (coarse sand): 1,0 – 0,5 mm

c) Pasir sedang (medium sand): 0,5 – 0,25 mm d)Pasir halus (fine sand): 0,25 – 0,1 mm


(47)

e) Pasir sangat halus (very fine sand): 0,1 – 0,05 mm

Adapun sistem penyaringan air yang diterapkan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) terdapat dua jenis pengolahan air, yaitu:

a) Penglohan Tidak Lengkap

Pengolahan tidak lengkap diberlakukan pada air baku yang hanya mempunyai beberapa parameter saja yang harus diturunkan kadarnya, contoh air baku yang berasal dari mata air dan air tanah dalam. Misal air baku tersebut mempunyai kadar zat besi (Fe) yang melebihi ambang batas, maka pengolahan yang perlu dilakukan adalah:

i. Aerasi, suatu proses pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi kadar zat besi yang melampaui batas ambang yang telah ditetapkan DepKes – RI.

ii. Chlorinasi adalah pembubuhan zat disinfeltan (misal gas chlor, sodium Hypochlorit) yang bertujuan untuk membubuh bakteri yang mungkin ada, baik di reservoir , jaringan pipa distribusi hingga sampai ke pelanggan.


(48)

b) Pengolahan Lengkap

Berikut merupakan tahapan pada pengolahan air berdasarkan sistem penyaringan air minum di salah satu PDAM Kota Semarang.

c)

i) Intake, tempat pengambilan air baku dilengkapi dengan ‘Bar screen’/penyaring yang bertujuan untuk menyaring benda-benda terapung agar tidak sampai masuk ruang intake karena bisa mengganggu kinerja pompa.

ii) Koagulasi, adalah proses pemberian koagulan CMA dengan maksud mengurangi gaya tolak menolak antar partikel koloid

. Su gai . Bak s ree . Pipa da sari ga . Ba gu a i take . Po pa air aku . Pe u uh PAC . Koagulasi de ga . Flokulator

. Sedi e tasi de ga tu e settler .Rua g lu pur

.Bak flokulasi .Lapisa pasir .Lapisa kerikil .Pe u uh khlor .Reservator .Po pa air ersih .Distri usi air ersih

Gambar 3. Proses Pengolahan Air di PDAM Sumber: www.pdamkotasmg.co.id


(49)

sehingga partikel koloid tersebut bisa bergabung menjadi flok-flok kecil.

iii)Flokulasi, proses pemberian flokulan dengan maksud menggabungkan flok-flok kecil yang telah terbentuk pada proses sebelumnya (koagulasi) sehingga menjadi besar dan mudah untuk diendapkan. Dalam proses flokulasi mengalami pengadukan lambat memberikan kesempatan flok-flok kecil menjadi semakin besar dan mencegah pecahnya kembali flok-flok yang sudah terbentuk.

iv)Sedimentasi, proses dimana partikel-partikel/flok- flok yang terbentuk dari flokulasi akan mengendap pada bak sedimentasi. Pada bak sedimentasi dilengkapi ‘tube settler’ yang bertujuan untuk mempercepat proses pengendapan.

v) Filtrasi, proses ini bertujuan untuk melakukan penyaringan flok-flok halus yang belum dapat terendapkan pada bak sedimentasi. Proses filtrasi dilakukan dengan cara melewatkan air melalui media porous yaitu; pasir silica/kwarsa.

vi)Chlorinasi, adalah pembubuhan zat disinfektan (contoh; gas Chlor, Sodium Hypochlorit) yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang mungkin ada, baik di reservoir, jaringan pipa distribusi hingga sampai ke pelanggan.


(50)

2) Hujan asam

Salah satu dampak yang disebabkan oleh adanya pencemaran udara yaitu terjadinya hujan asam, dalam LKPD yang dikembangkan terdapat topik yang mengarahkan peserta didik untuk mendesain proyek kegiatan yang dapat membuktikan pengaruh hujan asam terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup. Menurut Campbell dan Reece (2010: 422-423), hujan asam merupakan hujan yang mempunyai pH kurang dari 5,2. Adanya pembakaran kayu dan bahan bakar fosil, termasuk batu bara dan minyak, melepaskan oksida-oksida sulfur dan nitrogen yang bereaksi dengan air di atmosfer, sehingga membentuk asam sulfurat dan asam nitrat. Dan asam-asam tersebut pada akhirnya jatuh ke permukaan tanah sebagai hujan asam. Dampak dari hujan asam yaitu menurunkan pH sungai dan danau serta dapat mempengaruhi kimia tanah dan ketersediaan nutrien. Adapun proses terjadinya hujan asam dapat dilihat pada Gambar 4. sebagai berikut.


(51)

Gambar 4. Proses Terjadinya Hujan Asam Sumber: Wisnu A. Wardhana (2001: 48)

Konsentrasi gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) jika berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Gas SO2 ini dihasilkan dari hasil pembakaran, di udara gas tersebut akan bertemu dengan oksigen dan kemudian membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut.

2 SO2 + O2 (di udara)  2 SO3

Gas SO2 juga dapat membentuk garam sulfat apabila bertemu dengan oksida logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut ini:

4MgO + 4SO2  3MgSO4 + MgS

Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 sehingga membentuk asam sulfit:

SO2 + H2O  H2SO3 (asam sulfit)

Selain itu udara yang mengandung uap air juga akan bereaksi dengan gas SO3 membentuk asam sulfat:


(52)

Adanya asam tersebut di udara kemudian akan turun bersama air hujan sehingga menjadi hujan asam Wisnu A. Wardhana (2001: 47-49).

3) Pencemaran tanah akibat penggunaan pupuk kimia

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran tanah yaitu penggunaan pupuk kimia atau pestisida yang berlebihan, dalam LKPD yang dikembangkan terdapat topik yang mengarahkan peserta didik untuk mendesain proyek kegiatan yang dapat membuktikan pengaruh penggunaan pupuk kimia terhadap kelangsungan hidup makhluk hidup tanah. Dalam dunia pertanian sering menggunakan berbagai jenis pupuk baik pupuk alami seperti pupuk kandang atau pun pupuk kimia sebagai bahan penyubur tanah guna meningkatkan hasil panen. Disamping meningkatkan kebutuhan pertanian teserbut, penggunaan pupuk kimia juga dapat pula menimbulkan masalah baru dalam pertanian misalnya menjadikan hama tahan terhadap kondisi tertentu. Penggunaan bahan kimia sintetis yang pada dasarnya sebagai pengatur hama apabila digunakan secara berlebihan akan justru akan merusak struktur tanah itu sendiri, sehingga tingkat kesuburan tanah juga akan berkurang. Apabila tanah mengalami penumpukan bahan kimia sintesis maka kehidupan makhluk hidup tanah yang dapat membantu proses penguraian seperti cacing juga akan terganggu. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Connel dan


(53)

Miller (1995: 194-95) yang menyatakan bahwa penggunaan pestisida atau bahan kimia sintesis lainnya dapat mempengaruhi seluruh kolompok taksonomi biota termasuk makhluk bukan sasaran karena sifat dasar dari bahan tersebut cukup beracun. Selain itu sifat dari pestisida yang tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga dapat tahan dalam daerah perlakuan dan dengan demikian keefektifannya dapat diperkuat hingga menimbulkan pengaruh jangka panjang dalam ekosisitem alamiah. B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Enry Widi Yarti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan LKS Pengelolaan Limbah Berbasis Model Project

Based Learning untuk Meningkatkan Memecahkan Masalah Siswa

Kelas VII SMP N 1 Wonosari” menyimpulkan bahwa LKS pengelolaan limbah berbasis project based learning layak dijadikan sebagai bahan ajar yang dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah siswa SMP. Hal ini ditunjukkan N-gain sebesar 0,74 dengan kategori tinggi.

2. Asri Novianti (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan LKS Pada Integrated Science Instruction Berbasis Pendekatan STM Untuk Merintis Outdoor Learning System Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP”


(1)

Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan indeks gain (g) menurut klasifikasi Hake (1999: 1) sebagai berikut.

Tabel 7. Kriteria Gain

Indeks Gain Interpretasi

g > 0,70 Tinggi

0,30 < g ≤ 0,70 Sedang

g ≤ 0,30 Rendah

3. Analisis Lembar Observasi Keterampilan Berpikir Kritis

Lembar observasi keterampilan berpikir kritis peserta didik dianalaisis dengan menghitung persentase keterampilan berpikir kritis peserta didik setiap pertemuan. Menurut Eko Putro W (2009: 242) persentase keterampilan berpikir kritis peserta didik dihitung dengan rumus:

NP (%) = × %

Keterangan:

NP = nilai persentase (%) R = skor mentah

SM = skor maksimum

Nilai persentase keterampilan berpikir kritis peserta didik kemudian diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria pada Tabel 11.

Tabel 8. Konversi Persentase Keterampilan Berpikir Kritis

No Persentase (%) Kategori

1 >80 Sangat Baik

2 >60-80 Baik

3 >40-60 Cukup

4 >20-40 Kurang

5 ≤20 Sangat Kurang

Sumber: Eko Putro Widoyoko (2009: 242) … (4) Persa aa .

Perhitu ga Nilai Perse tase NP


(2)

4. Analisis Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar keterlaksanaan pembelajaran dianalisis dengan cara menghitung persentase keterlaksanaan pembelajaran yang sesuai RPP pada setiap pertemuannya dengan menggunakan persamaan:

% Keterlaksanaan= × %

Persentase keterlaksanaan pembelajaran kemudian diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria pada Tabel 12.

Tabel 9. Konversi Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran

No Persentase (%) Kategori

1 >80 Sangat Baik

2 >60-80 Baik

3 >40-60 Cukup

4 >20-40 Kurang

5 ≤20 Sangat Kurang

Sumber: Eko Putro Widoyoko (2009: 242) 5. Analisis Angket Respon Peserta Didik terhapat LKPD

Angket respon peserta didik dianalisis dengan mengubah data kualitatif menjadi kuantitatif dengan ketentuan dalam Tabel 13.

Tabel 10. Konversi Skor Kualitatif menjadi Kuantitatif

No. Pilihan Jawaban Skor

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif

1. Sangat Setuju (SS) 4 1

2. Setuju (S) 3 2

3. Tidak Setuju (TS) 2 3

4. Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Sumber: Djemari Mardapi (2007: 84) Selanjutnya, skor kuantitatif yang diperoleh dari keseluruhan peserta didik diubah menjadi data kualitatif menggunakan kriteria pada Tabel 9.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2012). Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar

Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.

Yogyakarta: Diva Press.

Anonim. (2011). Curriculum for Excellence Factfile-Outdoor Learning. Diakses

tanggal 20 Desember 2015 dari

http://www.educationscotland.gov.uk/Images/FactfileOutdoorLearning_tcm 4-660306.pdf.

Anonim. (2015). P21 Framework Definitions. Diakses tanggal 17 Desember 2015

dari

http://www.p21.org/storage/documents/docs/P21_Framework_Definitions_ New_Logo_2015.pdf.

Asri Novianti. (2013). Pengembangan LKS Pada Integrated Science Instruction

Berbasis Pendekatan STM Untuk Merintis Outdoor Learning System Dalam

Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP. Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Azhar Arsyad. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Barry K. Bayer. (1995). Critical Thinking. Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation Bloomington.

Bilton, Helen. (2010). Outdoor Learning in The Early Years: Management and Innovation. 3rd. ed. New York: Routledge.

Borich, Gary D. (1994). Observation Skill for Effective Teaching. New York: M

Publishing Company.

Carin, Arthur A. & Sund, Robert B. (1989). Teaching Science Through Discovery

(6th Ed.). London: Merrill Publishing Company.

Chomsin S. Widodo & Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis

Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Dede Rosdaya. (2004). Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Modal

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. Connell, Des W. & Gregory J. Miller. (1995). Kimia dan Ekotoksikologi


(4)

Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Eko Putro Widoyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Ennis, R. H. (1993). Critical thinking: What is it? In Henry A. Alexander (Ed.),

Philosophy of education 1992. Urbana, IL: Philosophy of Education Society. Pp. 76-80.

Enry Widi Yarti. (2012). Pengembangan LKS Pengelolaan Limbah Berbasis

Model Project Based Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan

Memecahkan Masalah Siswa Kelas VII SMP N 1 Wonosari. Skripsi, tidak

dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Frank Santo. (2012). Pembelajaran IPA Terpadu KSG. Diakses dari https://www.academia.edu/22340950/01-Pembelajaran-IPA-Terpadu-KSG pada tanggal 16 Desember 2015, pukul 20.00 WIB.

Fuad Amstari. 1986. Masalah Pencemaran Lingkungan: Studi tentang Banjir,

Kararteristik Desa dan Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hake, Richard. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Diakses tanggal 21

Desember 2015 dari

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

Hendro Darmodjo dan Jenny R. Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hosnan, (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad

21. Bogor: Ghalia Indonesia.

I Gusti A. T. Agustiana. (2014). Konsep Dasar IPA: Aspek Biologi. Yogyakarta:

Ombak (Anggota IKAPI).

Istika Arum Kusuma Wardani. (2014). Pengembangan LKS IPA berbasis 5Es

Instructional Model Pada Tema Pembuatan Bioherbisida Untuk

Meningkatkan Berfikir Kritis Dan Keterampilan Proses Pada Siswa. Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta.

Kamdi, W. (2007). Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based-Learning).

Materi Pelatihan untuk Guru di YPC Riau.

Kemendikdud. (2015). Survei Internasional programe for international Student

Assessment (PISA). Diakses tanggal 17 Desember 2015 dari


(5)

Larmer & Mergendoller. (2010). Seven Essentials for Project Based Learning.

Educational Leadership for Buck Institute, 68(1). Hlm. 34-37.

Maslichah Asy’ari. (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat

dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Muh. Tawil & Liliasari. (2013). Berpikir Kompleks dan Implementasinya Dalam

Pembelajaran IPA. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Navies Luthvitasari, Ngurah Made D. P, dan Suharto Linuwih. (2012). Implementasi Pembelajaran Fisika Berbasis Proyek terhadap Keterampilan Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif, dan Kemahiran Generik Sains. Journal of Innovative Science Education. 1 (2). Hlm. 93-97.

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains. Jakarta: Depdiknas.

Burner, Paul R. & David M. Byrd. (2013). Methods For Effective Teaching : Meeting The Needs Of All Students (6th Edition). Canada : Pearson

Education, Inc.

Pusat Kurikulum. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA.

Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari

http://puskurbuk.net/web13/download/prod2007/51_Kajian%20Kebijaka n%20Kurikulum%20IPA.pdf.

Quitadamo, I.J., Celia L.F, James E.J., & Marta J.K. (2008). Community-based Inquiry Improves Critical Thinking in General Education Biology.

CBE-Life Science Education, 7, Hlm. 327-337.

Riduwan. (2009). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Ridwan Abdullah Sani. (2014). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Siti Zubaidah, Susriyati Mahanal, Lia Yulianti, dan Darsono Sigit. (2014). Buku

Guru: Ilmu Pengetahuan Alam untuk SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kemdikbud.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Surjani Wonoraharjo. (2010). Dasar-Dasar Sains Menciptakan Masyarakat Sadar


(6)

Thiagarajan, Semmel, & Semmel. (1974). Instruction Development for Training Teachers of Exceptional Children. Bloomington: Indiana University.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi

Pendidikan Bagian 1: Ilmu Pendidikan Teoretis. Diakses tanggal 1 April

2015 dari

https://books.google.co.id/books?id=TkqF8C8ffK4C&pg=PA137&dq=pe mbelajaran+adalah&hl=en&sa=X&ei=995IVZDkO47JuASeoYHwCg&re dir_esc=y#v=onepage&q=pembelajaran%20adalah&f=false.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

_____. (2012). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

Warsono dan Hariyanto. (2013). Pembelajaran Aktif: Teori dan Asesmen.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wasih Djojosoediro. 2010. Unit 1: Hakikat IPA Dan Pembelajaran IPA SD. Diakses tanggal 1 April 2015 dari http://pjjpgsd.unesa.ac.id/dok/1.Modul-1 Hakikat%20IPA%20dan%20Pembelajaran%20IPA.pdf.

Wisnu Arya Wardhana. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).

Yogyakarta: ANDI.

Yuni Wibowo. (2011). Bentuk-Bentuk Pembelajaran Outdoor. Diakses tanggal 16

Desember 2015 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Bentuk-bentuk%20pembelajaran%20outdoor.pdf.


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) LEARNING CYCLE 7-E MATERI PEMANASAN GLOBAL UNTUK MENUMBUHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

2 12 84

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) PADA PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

0 8 100

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING TEMA GERAK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 13 150

PENGEMBANGAN LKPD FISIKA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN INDUKTIF UNTUK MENGUKUR KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA MAN GODEAN PADA MATERI POKOK GERAK LUR.

0 3 309

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) IPA MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION PADA TEMA HUJAN ASAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH.

0 0 68

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Eksploratif Berbasis Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Memecahkan Masalah Peserta Didik SMA Kelas X.

0 3 41

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Model Problem-Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses IPA dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama.

1 2 2

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA LKS IPA

1 1 17

Efektivitas LKPD Berbasis Project Based Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa

0 1 12

PENGEMBANGAN LKS IPA BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH KELAS IV

0 0 11