PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) IPA MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION PADA TEMA HUJAN ASAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH.

(1)

vii

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) IPA MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE GROUP INVESTIGATION

PADA TEMA HUJAN ASAM DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH

Oleh Indri Arifiana NIM 11312241036

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation pada tema “Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan” yang layak digunakan dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi model 4D dari Thiagarajan, et.al. Model 4D meliputi tahap Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan) dan Disseminate (penyebaran). Penelitian ini melibatkan 2 dosen validator, 1 validator dari guru IPA dan 24 peserta didik kelas VIIC SMPN 1 Bantul sebagai subyek penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi angket validasi LKPD, soal pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah dan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning tipe Group Investigation. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif hasil validasi, dan gain score.

Hasil penelitian ini adalah produk LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation pada tema “Hujan Asam dan Dampaknya

terhadap Lingkungan” yang layak untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan penilaian ahli secara keseluruhan meliputi komponen kelayakan isi, komponen penyajian, komponen bahasa dan gambar, serta komponen kegrafisan masing-masing komponen memperoleh nilai A dengan kategori sangat baik. Karakteristik LKPD hasil pengembangan antara lain: (1) LKPD ini merupakan LKPD IPA terpadu, (2) LKPD menekankan pada model Cooperative Learning tipe Group Investigation, dan (3) LKPD menekankan pada kemampuan pemecahan masalah. LKPD IPA hasil pengembangan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dibuktikan dari perolehan gain score dengan kategori peningkatan sedang.

Kata kunci: LKPD IPA, model Cooperative Learning tipe GI, peningkatan kemampuan pemecahan masalah


(2)

viii

THE DEVELOPMENT OF SCIENCE STUDENT WORKSHEET USING GROUP INVESTIGATION TYPE OF COOPERATIVE LEARNING

MODEL IN THEME “ACID RAIN AND ITS EFFECTS ON THE

ENVIRONTMENT” TO IMPROVE PROBLEM SOLVING SKILLS

By Indri Arifiana NIM. 11312241036

ABSTRACT

The objectives of this research are to develop the Science student worksheet with Group Investigation type of Cooperative Learning model in theme

“Acid Rain and Its Effect on The Environment” in science learning which is valid to improve problem-solving skill of students.

The development method used in this study is adapted from Thiagarajan, et.al is 4D model with these following steps; Define, Design, Develop and Disseminate. This research includes validates, they are 2 expert lectures, 1 science teacher and 24 students VII C class of SMPN 1 Bantul as the respondents. The instrument that used in this research are Science student worksheet validation questionnaire, pretest and posttest about mastering problem-solving skill and also observation sheets about the realization of Group Investigation type of Cooperative Learning model. The technique used to analyze the data is descriptive analysis with percent and gain score.

The result of this research shows that Science student worksheet using Cooperative Learning type of Group Investigation model in theme “Acid Rain and Its Effect on The Environment” which valid to improve problem solving skills. Based on expert assessment including the content advisability component, presentation component, image and language component, as well as graphic component, each component got A with very good category. The character of this Science student worksheet are: (1) this is integrated Science student worksheet, (2) the Science student worksheet develop used Group Investigation type of Cooperative Learning model, and (3) the point of this Science student worksheet is to improve problem-solving skill. This Science student worksheet can improve the problem solving skills proved by the achievement of gain score which improvement category is average.

Keywords: Group Investigation type of Cooperative Learning model, problem-solving skill, Science student worksheet


(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia abad 21 terjadi dalam segala bidang kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan. Perkembangan pendidikan pada abad 21 sekarang ini menuntut kemampuan lebih (Higher Order Thinking Skills) seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan literasi IPA. NSTA Board of Directors (2011: 1) menyatakan bahwa “exemplary science education can offer a rich context for developing many 21st century skills, such as critical thinking, problem solving, and information literacy especially when instruction addresses the nature of science and promote use of science practice”. Pernyataan tersebut menekankan bahwa pendidikan IPA dapat memberikan suasana yang berharga untuk mengembangkan banyak kemampuan di abad 21 seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan literasi informasi terutama ketika instruksi berorientasi dasar IPA dan praktik kerja ilmiah yang dapat dilatih dan dikembangkan melalui proses pembelajaran.

Hasil analisis PISA tahun 2009 menemukan bahwa dari enam level kemampuan yang dirumuskan dalam studi PISA, hampir semua peserta didik SMP Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai pada level tiga, sementara negara lain yang terlibat dalam studi tersebut banyak yang mencapai level empat, lima, dan enam. Sedangkan hasil riset TIMSS pada bidang IPA atau sains menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada


(4)

2

ranking 10 terbawah dari 65 negara dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah, dan (4) melakukan investigasi (Kemendikbud, 2013: 77). Hasil-hasil ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten tetapi pada aspek kemampuan esensial abad 21, sehingga pemerintah melakukan upaya penyempurnaan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013.

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan merupakan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Kemendikbud (2013: 41) menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah atau penyelidikan ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar proses dan menumbuhkan kemampuan berpikir dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep melalui kegiatan penemuan atau penyelidikan. Pada proses mengarahkan peserta didik dalam kegiatan penyelidikan maka perlu adanya pendekatan IPA yang tepat sehingga kegiatan pembelajaran IPA pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam


(5)

3

membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Pendekatan ini menekankan pada cara belajar secara inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk belajar aktif menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, dan otentik.

Usaha perbaikan mutu pendidikan selain dengan adanya perubahan kurikulum yang mendorong perubahan pendekatan pembelajaran juga ditopang dengan adanya buku teks pelajaran. Dalam implementasi kurikulum 2013, buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah terdiri dari buku panduan guru dan buku peserta didik yang dikeluarkan langsung oleh Kemendikbud. Buku panduan guru adalah buku panduan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelas sedangkan buku peserta didik adalah buku yang diperuntukkan bagi peserta didik sebagai penunjang aktifitas pembelajaran untuk memudahkan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu (Kemendikbud, 2013: 91). Namun, menurut Hans (2013) kegiatan pembelajaran IPA pada buku pegangan peserta didik kurikulum 2013 masih didominasi oleh pengetahuan yang harus dihafal karena banyak pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah ada dalam pengetahuan yang diuraikan sebelumnya dan kegiatan peserta didik yang dituliskan dalam buku masih menggiring peserta didik untuk berpikir mengikuti algoritma langkah-langkah penyelesaian masalah, sehingga buku panduan peserta didik tersebut belum dapat dikatakan sesuai dengan hakikat pembelajaran kurikulum 2013.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA pada beberapa sekolah di Yogyakarta, yakni di SMPN 1 Bantul, SMPN 2 Bambanglipuro Bantul,


(6)

4

dan SMPN 2 Yogyakarta menunjukkan bahwa bahan ajar seperti buku teks kurikulum 2013 masih terbatas jumlahnya. Upaya untuk mengatasi terbatasnya buku teks pelajaran sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah tersebut adalah dengan penambahan bahan ajar lain seperti Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang dapat digunakan sebagai penuntun kegiatan belajar IPA. Namun, LKPD yang tersedia di sekolah-sekolah sekarang ini belum mengadopsi kegiatan pembelajaran yang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan yang diharapkan pada kurikulum 2013. Pada umumnya, LKPD yang digunakan hanya berisikan latihan soal-soal pengayaan. Kegiatan praktikum yang ada di dalam LKPD juga belum mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan masih menekankan pada materi dan konsep sehingga kegiatan penyelidikan belum maksimal dilaksanakan.

Hasil observasi di SMPN 1 Bantul menemukan bahwa pada kegiatan praktikum masih terjadi kecenderungan mengikuti langkah-langkah yang sudah ada dalam LKPD sehingga kegiatan praktikum cenderung monoton karena peserta didik tidak diberi kesempatan untuk mengeksplor kegiatan dalam upaya melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah melalui kegiatan penyelidikan sehingga berakibat pada kurang optimalnya kegiatan pembelajaran IPA. Padahal dengan pembelajaran IPA seharusnya dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk belajar menemukan suatu permasalahan dan mencari upaya penyelesaian masalah tersebut melalui LKPD yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu diperlukan


(7)

5

pengembangan LKPD yang dapat membantu melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah melalui kegiatan penyelidikan agar dapat meningkatkan kegiatan belajar IPA menjadi lebih berkualitas dan lebih optimal.

Salah satu upaya untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran IPA melalui pengembangan kemampuan pemecahan masalah dalam kurikulum 2013 yakni dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013 harus bersifat student center yakni peserta didik aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri konsep pengetahuan yang dimulai dari proses penemuan masalah hingga penyelesaian masalah melalui kegiatan investigasi. Salah satu model pembelajaran yang sejalan dengan konsep pembelajaran kurikulum 2013 adalah model Cooperative Learning tipe Group Investigation.

Pedersen & Digby (1995: 252) mengemukakan bahwa model Cooperative Learning tipe Group Investigation sangat cocok untuk diimplementasikan pada pembelajaran IPA dengan topik materi yang umum sehingga peserta didik dapat mempelajari topik tersebut dari berbagai sudut pandang melalui kegiatan investigasi dari berbagai sumber yang relevan sehingga memperoleh berbagai cara penyelesaian masalah. Lebih lanjut, hasil penelitian yang dilakukan oleh Nelia M Adora (2014: 3) menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran IPA yang mengimplementasikan model Cooperative Learning tipe Group Investigation dapat membantu mengembangkan


(8)

6

kemampuan berpikir peserta didik salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Pembelajaran IPA dengan model ini menekankan pada penemuan pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Melalui tahap-tahap pembelajaran Group Investigation peserta didik berlatih untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya secara berkelompok. Model pembelajaran ini melibatkan strategi komunikasi dan kerja kelompok yang sangat baik, sehingga dapat melatih berbagai kemampuan peserta didik dalam melakukan analisis, sintesis, dan mengumpulkan informasi untuk memecahkan berbagai masalah (Slavin, 2005: 5). Melalui kegiatan investigasi secara berkelompok akan meminta peserta didik menggunakan semua keterampilan interpersonal dan keterampilan meneliti. Peserta didik bekerja sama dalam menjalankan investigasi dan merencanakan bagaimana mengintegrasikan dan menyajikan temuan-temuan dan bersama dengan guru peserta didik bekerja sama mengevaluasi upaya akademis dan interpersonal mereka (Sharan, 2014: 130). Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti mengembangkan LKPD IPA berbasis model Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sehingga judul penelitian ini adalah “Pengembangan LKPD IPA dengan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation pada Tema Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta didik”. LKPD IPA dirancang


(9)

7

SMP/MTs dalam mempelajari IPA. Adanya LKPD hasil pengembangan diharapkan dapat mendukung kegiatan pembelajaran IPA di sekolah sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dalam masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Adapun beberapa permasalahan yang timbul berdasarkan latar belakang masalah berkaitan dengan proses, produk serta hasil belajar yang dapat diungkap sebagai berikut:

1. Pembelajaran abad 21 memiliki tantangan untuk pengembangan sistem pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran IPA.

2. Hasil analisis PISA menemukan bahwa hampir semua peserta didik SMP Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai pada level tiga dari enam level kemampuan pembelajaran.

3. Hasil riset TIMSS menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.

4. Kegiatan pembelajaran pada buku pegangan peserta didik belum mengembangkan kemampuan berpikir dan masih didominasi oleh pengetahuan yang harus dihafal sehingga buku panduan peserta didik belum sesuai dengan tujuan kurikulum 2013.


(10)

8

5. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang tersedia di sekolah pada umumnya berisi latihan soal-soal pengayaan. Bentuk kegiatan dalam LKPD juga belum mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan penyelidikan sehingga peserta didik cenderung menghafal materi tanpa memahami konsep penemuan.

6. Pada kegiatan praktikum masih terjadi kecenderungan mengikuti langkah-langkah yang sudah ada dalam LKPD sehingga kegiatan praktikum cenderung monoton karena peserta didik tidak diberi kesempatan untuk mengeksplor kegiatan dalam upaya memecahkan masalah melalui penyelidikan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka fokus penelitian dibatasi pada masalah pengembangan LKPD (lembar kerja peserta didik) yang diimplementasikan dengan model Cooperative Learning Tipe Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik kelas VII.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation?


(11)

9

2. Bagaimana kelayakan LKPD IPA hasil pengembangan dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah?

3. Bagaimana ketercapaian kemampuan pemecahan masalah peserta didik setelah pembelajaran menggunakan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah adalah untuk:

1. Menghasilkan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation

2. Mengetahui kelayakan LKPD IPA hasil pengembangan dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

3. Mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik setelah pembelajaran menggunakan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation.


(12)

10 F. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian, manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru

Memberikan tambahan referensi bahan ajar IPA berupa LKPD yang kreatif, inovatif dan menarik sehingga dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, serta memotivasi pendidik untuk dapat membuat bahan ajar yang lebih baik lagi sehingga kegiatan pembelajaran menjadi berkualitas.

2. Bagi peserta didik

Tersedianya sumber belajar berupa LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investiagtion sehingga dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk lebih mempermudah memahami konsep IPA, serta dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. 3. Bagi peneliti

Sebagai proses untuk mengembangkan kemampuan ilmu pendidikan yang diperoleh dan sebagai perolehan pengalaman dalam penelitian dibidang pendidikan.

G. Spesifikasi Produk dan Keterbatasan Pengembangan 1. Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKPD IPA berbentuk media cetak. LKPD ini dikembangkan dengan implementasi model Cooperative Learning tipe Group Investigation.


(13)

11

LKPD berisi petunjuk umum tentang kompetensi dasar, indikator dan tujuan yang ingin dicapai, penyajian masalah, dan kegiatan penyelidikan bagi peserta didik untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah pada tema “Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan”.

2. Keterbatasan Pengembangan

Pengembangan LKPD IPA dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation ini hanya mencakup materi yang dibahas dalam tema “Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan” untuk peserta didik SMP/MTs kelas VII.

H. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Maka variabel yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:

1.Lembar Kerja Peserta didik (LKPD) adalah bahan ajar yang berisi panduan berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk melakukan kegiatan penyelidikan dalam memecahkan suatu permasalahan yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

2.Model Group Investigation adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam bentuk kelompok heterogen untuk mempelajari suatu materi atau konsep dengan cara penyelidikan atau investigasi, berdiskusi, bagaimana mengolah dan menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penyelidikannya untuk dapat melatih kemampuan pemecahan masalah, keterampilan kerjasama, pengelolaan


(14)

12

dan tanggungjawab sehingga konsep yang dipelajari tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah model Group Investigation yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) identifikasi topik dan pembentukan kelompok, (b) merencanakan tugas belajar, (c) melaksanakan penyelidikan atau investigasi, (d) mempersiapkan laporan akhir, (e) mempresentasikan laporan akhir, dan (f) evaluasi.

3.Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk memahami suatu masalah sehingga dapat melakukan upaya untuk mengatasi masalah dengan cara yang kreatif dan inovatif melalui proses pemecahan masalah. Pada penelitian ini indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam pengembangan LKPD yaitu; (a) identifikasi masalah, (b) merumuskan masalah, (c) merumuskan hipotesis, (d) memilih prosedur yang sesuai, dan (e) menyimpulkan.


(15)

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Hakikat IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Kemendikbud, 2013: 175). Menurut Carin & Sund (1898: 4-5) “Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experiment”. IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum dan merupakan kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

Trefil & Hazen (2000: 3) mendefinisikan“Science is a way of asking and answering questions about the physical universe. The scientific method relies on making reproducible observations and experiments which may suggest general trends and hypotheses or theories”. IPA adalah cara untuk bertanya dan menjawab tentang pengetahuan yang bukan hanya merupakan kumpulan fakta tetapi kumpulan fakta dari hasil penelitian dengan menggunakan metode ilmiah. IPA meliputi empat unsur, yakni:

a. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang


(16)

14

dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;

b.proses atau metode: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan;

c.produk: berupa fakta, prinsip, teori dan hukum;

d.aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur tersebut diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuan bekerja dalam menemukan fakta baru (Depdiknas, 2007: 4).

Jadi, hakikat IPA ada empat domain yakni sikap, proses, produk dan aplikasi. Sebagai sikap, dengan pembelajaran IPA diharapkan dapat membentuk sikap-sikap ilmiah seperti rasa keingintahuan yang tinggi terhadap fakta dan fenomena alam di sekitar yang memunculkan masalah untuk dipecahkan dengan metode ilmiah. Sebagai proses, IPA merupakan kumpulan fakta-fakta dan fenomena alam disekitar yang dipecahkan dengan metode atau cara yang sistematis dan ilmiah dengan metode ilmiah. Sebagai produk, hasil dari proses IPA melalui metode ilmiah ini


(17)

15

berupa fakta baru, prinsip, teori maupun hukum yang nantinya akan diaplikasikan dalam konsep kehidupan sehari-hari. Penerapan ini berarti IPA sebagai aplikasi.

2. Pembelajaran IPA Berdasarkan Kurikulum 2013

Pada kegiatan pendidikan tidak terlepas dari kata pembelajaran. Pembelajaran menurut Permendikbud No.103 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 merupakan proses interaksi antarpeserta didik dan antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran IPA di SMP pada kurikulum 2013 merupakan konsep pembelajaran sebagai mata pelajaran integrative science atau “IPA terpadu” bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Konsep keterpaduan ini ditunjukkan dalam Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) pembelajaran IPA yakni di dalam satu KD sudah memadukan konsep-konsep IPA dari bidang ilmu biologi, fisika dan ilmu pengetahuan bumi dan antariksa. Pembelajaran IPA berorientasi pada kemampuan aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial dan alam. IPA juga ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan berbagai keunggulan wilayah Nusantara (Kemendikbud, 2013: 171).

Pembelajaran terpadu merupakan pembelajaran yang memadukan atau mengkaitkan antara konsep satu dengan yang lain dalam satu topik atau tema menjadi kesatuan yang utuh dan bulat sehingga tercapai tujuan


(18)

16

yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu (Puskur, 2004: 3).

Pembelajaran pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan apa yang peserta didik peroleh atau peserta didik ketahui setelah menerima materi pelajaran. Hosnan (2014: 108-109) mengungkapkan tahapan dalam pendekatan saintifik disajikan sebagai berikut:

a. Mengamati (Observing)

Observasi berarti melakukan proses mengamati fenomena dan gejala alam yang ada di sekitar dengan menggunakan alat indera dan atau alat bantu. Observasi bertujuan untuk mendapatkan data tentang masalah yang akan dipecahkan.


(19)

17 b. Menanya (Questioning)

Kegiatan selanjutnya adalah menanya. Pada tahap ini, peserta didik mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Pada pembelajaran IPA, proses menanya dapat berarti peserta didik mengajukan pertanyaan masalah dalam bentuk rumusan masalah tentang masalah yang ditemukannya melalui kegiatan observasi untuk selanjutnya dijadikan hipotesis. c. Mengumpulkan informasi

Tahap selanjutnya adalah kegiatan mengumpulkan informasi melalui berbagai sumber dan berbagai cara. Kegiatan mengumpulkan informasi dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan dengan cara penyelidikan, baik penyelidikan melalui eksperimen atau penyelidikan secara literatur. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran atas hipotesis (jawaban sementara) yang telah diajukan sebelumnya.

d. Mengasosiasi/Mengolah Informasi/Menalar (Associating)

Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Melalui kegiatan penalaran peserta didik akan memperoleh pengetahuan yang dibangun oleh dirinya sendiri berdasarkan hasil mengumpulkan informasi. Pada tahap ini, informasi yang telah diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.


(20)

18 e. Mengkomunikasikan

Pada tahapan ini, peserta didik akan mengkomunikasikan hasil penyelidikannya baik secara lisan maupun tulisan kepada orang lain.

3. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan adanya bahan ajar sangat membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar karena akan berlangsung lebih efektif. Selain itu, adanya bahan ajar juga membantu peserta didik untuk memperoleh pengetahuan baru dan mengurangi ketergantungan peserta didik kepada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan (Chomsin S. Widodo dan Jasmadi, 2008: 40).

Nana Sudjana (2004: 67) menyatakan bahwa bahan ajar adalah isi yang diberikan kepada peserta didik pada saat berlangsungnya proses belajar-mengajar. Melalui bahan ajar ini peserta didik diantarkan kepada tujuan pengajaran. Bahan pelajaran pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada peserta didik sesuai dengan kurikulum yang digunakannya. Bahan ajar memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan


(21)

19

sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi pelajaran yang disusun secara sistematis dan utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga tercipta suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar dengan baik. Andi Prastowo (2014: 147-148) mengelompokkan bahan ajar berdasarkan bentuknya menjadi empat yaitu:

a. Bahan ajar cetak (printed) adalah sejumlah bahan yang disiapkan dalam kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian informasi. Contohnya: handout, buku, modul, LKPD, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket.

b. Bahan ajar dengar (audio) atau program audio adalah semua sistem yang menggunakan sinyal radio secara langsung yang dapat dimainkan atau didengar oleh seseorang atau sekelompok orang. Contohnya: kaset, radio piringan hitam, dan compact disk audio. c. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual) adalah segala sesuatu yang

memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Contohnya: video compact disk dan film. d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching materials) adalah

kombinasi dari dua atau lebih media yang penggunaannya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu


(22)

20

perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi. Contohnya: compact disk interaktif.

4. Lembar Kerja Peserta Didik sebagai Bahan Ajar

Abdul Majid (2007: 176) menjelaskan bahwa LKS yang selanjutnya disebut Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKPD berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Slamet Suyanto, dkk (2011: 1) menyatakan bahwa LKPD adalah lembaran dimana peserta didik mengerjakan sesuatu terkait apa yang sedang dipelajarinya. LKPD IPA pada umumnya berisi panduan kegiatan penyelidikan, eksperimen, tabel data, dan persoalan yang perlu didiskusikan peserta didik dari data hasil percobaan. LKPD terkait dengan kegiatan belajar seperti yang dikemukakan oleh Anonim (2011) sebagai berikut; (1) a sheet of paper used for the preliminary or rough draft of a problem, design, etc., (2) a piece of paper recording work being planned or already in progress, (3) a sheet of paper containing exercises to be completed by a pupil or student. Menurut definisi tersebut, LKPD adalah selembar kertas untuk (1) menyusun skema pemecahan masalah atau membuat desain, (2) mencatat data hasil pengamatan, dan (3) lembar diskusi/latihan kerja peserta didik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa LKPD merupakan bahan ajar yang berisi panduan berupa petunjuk atau langkah-langkah untuk melakukan


(23)

21

kegiatan dalam memecahkan suatu permasalahan yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

LKPD memiliki beberapa fungsi (Slamet Suyanto dkk, 2011: 2), yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai panduan peserta didik di dalam melakukan kegiatan belajar, seperti melakukan percobaan. LKPD berisi alat dan bahan serta prosedur kerja.

b. Sebagai lembar pengamatan, dimana LKPD menyediakan dan memandu peserta didik menuliskan data hasil pengamatan. LKPD berisi tabel yang memungkinkan peserta didik mencatat data hasil pengukuran atau pengamatan.

c. Sebagai lembar diskusi, dimana LKPD berisi sejumlah pertanyaan yang menuntun peserta didik melakukan diskusi dalam rangka konseptualisasi. Melalui diskusi tersebut peserta didik dilatih membaca dan memaknakan data untuk memperoleh konsep-konsep yang dipelajari.

d. Sebagai lembar penemuan (discovery), dimana peserta didik mengekspresikan temuannya berupa hal-hal baru yang belum pernah ia kenal sebelumnya.

e. Sebagai wahana untuk melatih peserta didik berfikir lebih kritis dalam kegiatan belajar mengajar.


(24)

22

f. Meningkatkan minat peserta didik untuk belajar jika kegiatan belajar yang dipandu melalui LKPD lebih sistematis, berwarna serta bergambar, serta menarik perhatian peserta didik.

Sedangkan Andi Prastowo (2012: 205-206) mengungkapkan bahwa LKPD setidaknya memiliki empat fungsi sebagai berikut:

1) meminimalkan peran guru, namun lebih mengaktifkan peserta didik 2) mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan

guru

3) bentunya ringkas dan kaya tugas untuk berlatih

4) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik

LKPD juga sangat mendukung peserta didik untuk melatih dan mengembangkan keterampilan proses peserta didik dan mendorong peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diberikan kedalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan melatih peserta didik untuk selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran akan lebih berkualitas.

Slamet Suyanto, dkk (2011: 2) mengelompokkan model LKPD berdasarkan pendekatan dan metode pembelajaran menjadi tiga, yakni sebagai berikut:

a. Berdasarkan rumpun metode mendengar-berbicara mencakup (1) ceramah, (2) membaca, (3) bertanya, (4) analisis film, (5) debat, (6) iur gagasan. Model LKPD jenis ini lebih menekankan pada perintah dan hasil-hasil resitasi. LKPD ini cenderung bersifat tertutup berisi


(25)

23

perintah mendiskusikan persoalan mencari alternatif solusi dan presentasi di kelas.

b. Berdasarkan rumpun metode membaca-menulis meliputi (1) buku teks, (2) buku kerja, (3) kapur-papan tulis, (4) bulletin, (5) laporan, (5) reviu teman, (6) mencatat, (7) membuat jurnal. LKPD ini bersifat semi terbuka, berisi perintah membaca, mendikusikan persoalan, dan mencari alternatif solusi yang dilaporkan secara tertulis.

c. Berdasarkan rumpun mengamati-melakukan, mencakup (1) demonstrasi, (2) kerja lapangan, (3) kerja lab/ hands on, (4) proyek, (5) eksplorasi/diskoveri, (6) permainan. LKPD jenis ini bersifat lebih terbuka, berisi alat dan bahan, panduan kerja, serta tabel pengamatan dan pertanyaan pengarah diskusi peserta didik.

Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis (1992: 40-46) menjelaskan bahwa penulisan LKPD harus memperhatikan syarat-syarat berikut ini:

a. Syarat-syarat didaktif

Persyaratan didaktif artinya LKPD harus mengikuti asas-asas belajar-mengajar yang efektif, yaitu:

1) Memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga dapat digunakan oleh peserta didik yang lamban maupun peserta didik yang pandai


(26)

24

2) Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKPD sebagai petunjuk jalan bagi peserta didik untuk mencari tahu.

3) Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan peserta didik seperti menulis, menggambar, berdialog, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya

4) Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan estetika pada diri anak

5) Pengalaman belajar yang diperoleh dari LKPD ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi peserta didik dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.

b. Syarat konstruksi

Syarat konstruksi adalah syarat yang berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran dan kejelasan dalam LKPD. Syarat-syarat konstruksi tersebut adalah: 1) LKPD menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat

kedewasaan anak.

2) LKPD menggunakan struktur kalimat yang jelas.

3) LKPD memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik, artinya dalam hal-hal yang sederhana menuju ke hal yang lebih kompleks


(27)

25

5) LKPD mengacu pada buku standar dalam kemampuan keterbatasan peserta didik.

6) LKPD menyediakan ruang yang cukup untuk memberi keluasan pada peserta didik untuk menulis maupun menggambarkan hal-hal yang peserta didik ingin sampaikan.

7) LKPD menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. 8) LKPD menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata 9) LKPD dapat digunakan untuk anak-anak, baik yang lambat

maupun cepat dalam hal penguasaan materi.

10)LKPD memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai sumber motivasi

11)LKPD memiliki identitas untuk memudahkan administrasinya. c. Syarat teknis

1) Tulisan

Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin/romawi. Menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik. Menggunakan minimal 10 kata dalam satu baris. Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik. Memperbandingkan antara huruf dan gambar dengan serasi.

2) Gambar

Gambar yang baik adalah yang menyampaikan pesan secara efektif pada pengguna LKPD.


(28)

26 3) Penampilan

Penampilan dibuat menarik dengan menggunakan kombinasi antara gambar dan tulisan.

5. Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation

Isjoni (2012: 45) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran sistematis yang mengelompokkan peserta didik untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif dengan mengintegrasikan kemampuan sosial yang bermuatan akademis. Menurut Slavin (2005: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Arends (2008: 5) mengatakan pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting yaitu prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai macam tipe. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe Group Investigation. Menurut Sharan & Sharan (Miftahul Huda, 2011: 122) bahwa:

Model kooperatif tipe GI lebih menekankan pada pilihan dan kontrol peserta didik dibandingkan menerapkan teknik-teknik pengajaran diruang kelas. Peserta didik diberi kontrol dan pilihan penuh untuk merencakanan apa yang ingin dipalajari dan diinvestigasi. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok-kelompok


(29)

27

kecil. Kemudian masing-masing kelompok diberi tugas atau proyek yang berbeda.

Pada pembelajaran kooperatif tipe Group Investiagtion, setiap anggota kelompok berdiskusi dan menentukan informasi yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolah dan menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya di depan kelas. Semua anggota harus ikut andil dalam kegiatan pembelajaran. Selama kegiatan penelitian atau investigasi inilah peserta didik akan terlibat dalam aktivitas-aktivitas berpikir tingkat tinggi seperti membuat sintesis, ringkasan, hipotesis, kesimpulan dan menyajikan laporan akhir termasuk melakukan upaya pemecahan masalah.

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis kontruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Teori konstruktivisme menekankan pada penekanan yang diberikan kepada peserta didik lebih daripada guru sehingga peserta didik yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa untuk memperoleh pemahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut dalam rangka penyelesaian masalah. Arends (2008: 14) menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Group Investigation adalah kegiatan peserta didik belajar dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari empat sampai enam anggota untuk melaksanakan penyelidikan dengan cara memilih sub-sub topik yang menjadi tugas kelompok dan menyajikan hasil penyelidikan dalam


(30)

28

bentuk laporan. Dalam pembelajaran Group Investigation melibatkan peserta didik dalam merencanakan topik-topik yang akan dipelajari dan bagaimana cara menjalankan investigasinya.

Jadi, model Group Investigation adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam bentuk kelompok heterogen untuk mempelajari suatu materi atau konsep dengan cara berdiskusi dan menentukan informasi yang akan dikumpulkan, bagaimana mengolah dan menelitinya, dan bagaimana menyajikan hasil penelitiannya dalam rangka melatih kemampuan pemecahan masalah, keterampilan kerjasama, pengelolaan dan tanggungjawab sehingga konsep yang dipelajari tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah-langkah model Cooperative Learning tipe Group Investigation menurut Sharan & Sharan (Slavin, 2005: 111-112) terdiri dari enam langkah, yakni:

a. Identifikasi topik dan pembentukan kelompok

Pada tahapan identifikasi topik dan pembentukan kelompok, peserta didik: (1) mencari informasi, (2) mengajukan topik, (3) mengajukan saran, (4) bergabung dalam kelompok sesuai dengan topik yang dipilih, dan (5) bergabung dengan kelompok yang heterogen. Peran guru dalam tahap ini adalah mendampingi dan membantu peserta didik selama proses pencarian informasi.


(31)

29 b. Merencanakan tugas belajar

Pada tahap ini, peserta didik berdiskusi untuk menentukan: (1) apa yang akan dipelajari, (2) bagaimana mempelajarinya, (3) siapa yang mengerjakan tugas tersebut (pembagian tugas), dan (4) apa tujuan peserta didik mempelajari topik yang telah dipilih.

c. Melaksanakan penyelidikan atau investigasi

Pada tahap ini: (1) para peserta didik mencari informasi, menganalisis data, dan menarik kesimpulan; (2) setiap peserta didik memberikan sumbangsih dalam usaha kelompok; dan (3) peserta didik saling tukar-menukar, diskusi, menjelaskan, dan menyatukan ide. d. Mempersiapkan laporan akhir

Pada tahap ini: (1) angggota grup menentukan pesan utama dari tugas mereka; (2) anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka mempresentasikannya; dan (3) grup tersebut membentuk kepanitiaan untuk melaksanakan presentasi.

e. Mempresentasikan laporan akhir

Pada tahap mempresentasikan laporan akhir, kegiatan presentasi kelas secara menyeluruh yang melibatkan keterlibatan aktif dari peserta didik. Peserta didik menilai penjelasan dan mempertimbangkan presentator berdasarkan kriteria yang telah ditentukan di awal sesuai kesepakatan kelas.


(32)

30 f. Evaluasi

Pada tahap evaluasi; (1) para peserta didik secara bersama-sama memberikan timbal balik tentang topik, hasil kerja yang telah dilakukan oleh kelompok, dan pengalaman sikap selama kegiatan pembelajaran; (2) guru dan peserta didik berkolaborasi memberikan penilaian hasil kerja kelompok.

6. Kemampuan Pemecahan Masalah

Hakikat pembelajaran tidak hanya bertujuan untuk memahami dan menguasai apa dan bagaimana sesuatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Berdasarkan hal tersebut, maka pembelajaran pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk dibelajarkan. Tujuan akhir dari pembelajaran ini adalah peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan memecahkan masalah yang akan dihadapi dimasyarakat (Made Wena, 2011: 52).

Bernie Triling dan Charles Fadel (2009: 52) menyatakan bahwa pemecahan masalah (solve problems) is solve different kinds of nonfamiliar problems in both conventional and innovative ways. Indentify and ask significant questions that clarify various points of view and lead to better solution. Pemecahan masalah adalah penyelesaian suatu masalah dengan berbagai macam cara melalui identifikasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang menghubungkan pada beberapa teori untuk mendapatkan solusi yang lebih baik. Gagne dalam


(33)

31

Made Wena (2011: 52) menyatakan bahwa pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Pemecahan masalah tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terlebih dahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi.

Pemecahan masalah merupakan suatu bentuk aktifitas mental secara aktif yang memungkinkan terbentuknya pemikiran ilmiah. Pemecahan atas suatu masalah yang belum diketahui akan memberikan pengalaman yang bermakna dan bermanfaat bagi para peserta didik. Jacobsen, Eggen & Kauchak (2009: 243) mengemukakan bahwa pelajaran memecahkan masalah memiliki dua tujuan, yakni tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah agar peserta didik mampu memecahkan masalah dan mampu memahami konten yang ada dibalik permasalahan tersebut. Tujuan jangka panjang adalah agar peserta didik mampu memahami proses pemecahan masalah yang berkembang sebagai pembelajaran self-directed.

Menurut Wankat dan Oreovocz (1995) dalam Made Wena (2011: 53) bahwa ada lima tingkat taksonomi pemecahan masalah yaitu:

a. Rutin: tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang dilakukan tanpa membuat suatu keputusan.


(34)

32

b. Diagnostik: pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Strategi: pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah. Strategi merupakan tahap analisis dan evaluasi dalam taksonomi bloom.

d. Interpretasi: kegiatan pemecahan masalah yang sesungguhnya, karena melibatkan kegiatan mereduksi masalah yang nyata sehingga dapat dipecahkan.

e. Generalisasi: pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan maslah – masalah yang baru.

Gega (1967: 48-49) menyatakan bahwa indikator dalam kemampuan menyelesaikan masalah adalah seperti berikut:

a. Kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan permasalahan IPA

Kategori ini antara lain berisi tentang kemampuan untuk melakukan identifikasi dan membuat rumusan masalah dengan menyesuaikan pada cara pencarian solusinya.

b. Kemampuan untuk merumuskan hipotesis

Kategori ini terdiri dari kemampuan untuk melakukan identifikasi mengenai sebab akibat, merumuskan hipotesis yang logis, mengecek hipotesis dengan hukum, fakta atau eksperimen yang sesuai untuk mencari solusi pemecahan masalah yang aplikatif.


(35)

33

c. Kemampuan untuk memilih prosedur yang sesuai

Kemampuan ini terdiri dari kemampuan untuk merencanakan penyelidikan dalam rangka melakukan pengumpulan data yang tepat. d. Kemampuan untuk menginterpretasi informasi dan menarik

kesimpulan

Kemampuan ini terdiri dari kemampuan untuk merumuskan kesimpulan yang benar dan valid dan melakukan generalisasi dari data yang diketahui.

e. Kemampuan untuk mengevaluasi secara kritis

Kemampuan ini terdiri dari kemampuan untuk menyeleksi atau mengevaluasi suatu informasi dari fakta-fakta yang relevan dan yang tidak relevan, dan membedakan fakta, pendapat, dan hippotesis.

f. Kemampuan untuk berfikir secara kuantitatif dan simbolis

Beberapa kategori dalam kemampuan ini adalah memahami dan menggunakan persamaan, simbol-simbol, dan informasi dalam bentuk grafik, diagram, peta, dan tabel.

Jadi, pemecahan masalah adalah kemampuan untuk memahami suatu masalah sehingga dapat melakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara yang kreatif dan inovatif melalui proses pemecahan masalah. Pada penelitian ini indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan dalam pengembangan LKPD yaitu:

a. Identifikasi masalah

Disajikan deskripsi suatu masalah, peserta didik dapat mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan.


(36)

34 b. Merumuskan masalah

Disajikan sebuah deskripsi masalah, peserta didik dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan dari hasil identifikasi masalah tersebut.

c. Merumuskan hipotesis

Disajikan sebuah pertanyaan yang berisi sebuah masalah peserta didik dapat merumuskan jawaban sementara (hipotesa) sesuai dengan rumusan masalahnya.

d. Memilih prosedur yang sesuai

Disajikan sebuah pertanyaan masalah, peserta didik dapat memecahkan masalah dan menjelaskan prosedur dan alat serta bahan yang digunakan untuk memecahkan masalah.

e. Menyimpulkan

Peserta didik dapat membuat kesimpulan yang benar dan sesuai dengan rumusan masalah dan data yang diperoleh dalam upaya pemecahan masalah.

Indikator yang digunakan disesuaikan dengan materi yang akan dipelajari dalam LKPD yang dikaitkan dengan tahap-tahap pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation.

B. Kajian Keilmuan

1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

Penelitian ini menggunakan materi keterpaduan “Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan” yang dijabarkan dari Kompetensi inti


(37)

35

dan kompetensi dasar. Kompetensi inti dan kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

KI 1 KI 2 KI 3 KI 4 TEMA

Kompe-tensi Dasar 1.1Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi, kehidupan dalam ekosistem dan peranan manusia dalam lingkungan serta mewujud-kannya dalam pengalaman ajaran agama yang dianutnya. 2.1Menunjuk-kan perilaku ilmiah

(memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung-jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif; dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari 3.8Mendeskripsi kan interaksi antar makhluk hidup dan lingkungannya 3.9Mendeskripsi kan pencemaran dan dampaknya bagi makhluk hidup 4.7 Melakukan penyelidikan untuk menentukan sifat larutan yang ada di lingkungan sekitar menggunakan indikator buatan maupun alami Hujan Asam dan Dampak nya terhadap Lingku-ngan Bidang Kajian

Kimia : sifat larutan asam dan basa

Biologi : interaksi makhluk hidup dan lingkungannya

Pende-katan/ Metode

Pendekatan Saintifik

Model Cooperative Learning tipe Group Investigation Materi Sifat larutan asam dan basa

Interaksi makhluk hidup dan lingkungannya

2. Materi Pembelajaran IPA dengan Tema “Hujan Asam dan Dampaknya terhadap Lingkungan”

Berbagai permasalahan terkait dengan lingkungan hidup banyak yang muncul pada saat ini. Sesuai dengan peraturan pemerintah No. 29 tahun 1986 menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di


(38)

36

dalamnya manusia dan perilaku yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan yang erat kaitannya dengan kehidupan makhluk hidup di bumi ini.

Hujan asam merupakan salah satu isu permasalahan lingkungan hidup yang mulai muncul ke permukaan. Istilah hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith. Secara normal, hujan bersifat asam yaitu hujan yang memiliki pH sekitar 5,6. Hal ini disebabkan karena terlarutnya asam karbonat (H2CO3) yang terbentuk dari gas CO2 di dalam air hujan. Hujan disebut sebagai hujan asam jika air hujan tersebut terkontaminasi oleh asam kuat sehingga pH air hujan turun di bawah 5,6 (Philip Kristanto, 2004: 152).

Hujan asam terjadi sebagai salah satu akibat dari pencemaran udara oleh gas-gas pencemar yang berasal dari kegiatan manusia maupun alam. Secara alami, gas-gas pencemar udara berasal dari asap gunung meletus dan gas hasil pembusukan sedangkan kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan pencemaran udara misalnya adalah pemakaian batubara dalam kegiatan industri, transportasi, pembakaran sampah plastik, dan lain sebagainya. Sejalan dengan kemajuan dalam bidang industri dan teknologi yang sangat membutuhkan banyak energi, produksi bahan bakar fosil dari tahun ke tahun terus meningkat. Meningkatnya produksi bahan bakar fosil menyebabkan berkurangnya daya dukung alam dan meluasnya dampak pencemaran lingkungan, terutama pencemaran udara


(39)

37

(Wisnu Arya Wardhana, 2004: 30). Selain itu, pembakaran sampah plastik yang terjadi sebagai bentuk pengurangan sampah yang sukar membusuk dalam kegiatan sehari-hari oleh masyarakat juga menyumbang gas-gas yang dapat mencemari udara. Penyebab - penyebab yang menyumbangkan beberapa jenis gas-gas yang akan mengalami proses kimia di udara dan berubah menjadi asam. Asam yang terbentuk ini akan turun ke permukaan bersama-sama dengan air hujan (Philip Kristanto, 2004: 8). Beberapa gas penyebab hujan asam adalah sebagai berikut:

a. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan limbah plastik. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk walaupun jumlahnya relatif besar seperti hasil letusan gunung berapi dan proses biologi. Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan. Pada daerah perkotaan yang banyak kegiatan industri dan padatnya lalu lintas, udaranya banyak tercemar oleh gas tersebut. Sedangkan daerah pinggiran atau desa, cemaran gas CO diudara relatif sedikit. Hal ini disebabkan karena pada daerah pinggiran kota atau desa masih terdapat banyak tanah terbuka yang dapat membantu penyerapan gas CO oleh mikroorganisme yang terkandung dalam tanah.


(40)

38 b. Nitrogen Oksida

Nitrogen Oksida disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua macam bentuk yang sifatnya beda yaitu gas NO2 dan gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat. Pencemaran gas NOx di udara terutama berasal dari generator pembangkit listrik atau mesin-mesin yang menggunakan bahan bakar gas alam (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 44).

c. Belerang Oksida

Gas belerang oksida atau sering ditulis SOx terdiri atas gas SO2 dan gas SO3 yang keduanya mempunyai sifat beda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 berbau sangat menyengat dan sangat mudah terbakar. Gas SOx sangat mudah bereaksi dengan uap air di udara dengan membentuk asam sulfat (H2SO4). Gas buangan hasil pembakaran pada umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak. Gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada di udara dan membentuk gas SO3 melalui reaksi:

2SO2(g) + O2(g)  2SO3(g)

Udara yang mengandung uap air akan bereaksi dengan gas SO2 seingga membentuk asam sulfit melalui persamaan:


(41)

39

Apabila asam nitrat, asam sulfit dan asam sulfat turun ke bumi bersama dengan hujan maka terjadilah hujan asam (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 48-49).

Proses terjadinya hujan asam tidak terlepas dari adanya siklus air pada peristiwa turunnya air dari atmosfer ke bumi. Siklus air merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari bumi ke atmosfer dan kembali ke bumi melalui evaporasi dan transpirasi, kondensasi dan presipitasi. Berikut adalah penjelasan mengenai siklus air:

a. Evaporasi

Evaporasi merupakan penguapan air dari permukaan bumi yang berasal permukaan air laut, danau, sungai, tanah, jaringan tumbuhan, hewan, manusia dan bahan lain yang mengandung air. Namun, jika evaporasi yang berasal dari tumbuhan lebih sering disebut transpirasi. Keduanya sering dikelompokkan menjadi satu dan disebut evapotranspirasi (Otto Soemarwoto, 1992: 16).

b. Kondensasi uap air membentuk awan

Uap air yang naik akan mengalami kondensasi membentuk butiran-butiran air. Kondensasi ini sama dengan peristiwa pengembunan sehingga uap air yang awalnya merupakan gas berubah wujud menjadi butiran-butiran air. Peristiwa kondensasi ini terjadi akibat suhu udara yang semakin rendah seiring dengan bertambahnya ketinggian pada atmosfer bumi. Butiran-butiran air ini kemudian akan berkumpul membentuk awan.


(42)

40

c. Perpindahan awan mengikuti arah angin

Butiran-butiran air yang membentuk awan ini ringan sehingga mudah terbawa mengikuti arah angin dan lama kelamaan semakin besar karena berkumpul satu sama lain.

d. Presipitasi

Jika awan mencapai ukuran yang cukup besar maka butiran air tersebut akan jatuh ke permukaan bumi. Proses jatuhnya butiran air ke permukaan bumi disebut presipitasi. Presipitasi ini dapat turun dalam bentuk hujan maupun salju. Hal ini bergantung pada suhu udara saat presipitasi terjadi. Jika saat presipitasi terjadi suhu udaranya diatas titik beku maka presipitasi akan turun sebagai hujan. Namun jika saat presipitasi suhu udaranya dibawah titik beku maka presipitasi akan turun sebagai salju.

e. Mengalirnya air mengikuti gaya gravitasi

Air dari presipitasi sebagian akan mengalir lagi ke sungai, danau, laut. Sebagian lagi ada yang meresap ke tanah dan disimpan sebagai air tanah.

Hujan asam berdampak pada terganggunya keseimbangan ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Philip Kristianto, 2004: 13). Ekosistem terdiri atas komponen abiotik dan komponen biotik. Hujan asam yang terjadi pada suatu ekosistem dapat mengganggu komponen abiotik maupun biotik.


(43)

41

Pada komponen biotik, hujan asam yang turun mengandung asam sulfit yang dapat menghilangkan ion magnesium dari cincin tetrapinol pada molekul klorofil sehingga mengubah klorofil menjadi phaeofitin, suatu pigmen yang tidak aktif terhadap fotosintesis. Hujan asam yang larut bersama nutrisi di dalam tanah menyapu kandungan tersebut sebelum pohon-pohon dapat menggunakannya untuk tumbuh serta akan melepaskan zat kimia beracun seperti alumunium. Apabila nutrisi ini diserap oleh tumbuhan akan menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran. Selain itu, terdapat pengaruh pH terhadap ikan. Pada pH <6 terjadi penurunan pada fitoplankton, zooplankton, hewan-hewan di dasar air dan hewan tak bertulang belakang. Dengan menurunnya pH, terjadi serangkaian reaksi kimia yang menyebabkan penurunan laju daur zat makanan dalam sistem perairan (Connell, 1995: 398).

Hujan asam juga dapat berpengaruh terhadap komponen abiotik. Air hujan asam yang masuk ke dalam dinding-dinding bangunan akan melarutkan kalsium dalam bahan-bahan beton, lalu meleleh keluar dari dinding-dinding. Zat-zat tersebut bersenyawa dengan karbondioksida di udara dan membentuk kalsium karbonat yang tumbuh seperti lapisan kerucut es. Lapisan es tersebut dapat menyebabkan bangunan menjadi rapuh. Efek lain dari hujan asam adalah air hujan asam tersebut melarutkan batuan, atap-atap, ukiran-ukiran serta mempercepat perkaratan pada logam-logam (Eko Cahyono, 2010: 50).


(44)

42

Hujan asam yang terjadi sebagai akibat dari proses pembakaran pada batu bara juga mengeluarkan sejumlah abu maupun debu dan unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan. Unsur-unsur-unsur radioaktif yang ikut keluar dari pembakaran batubara diantaranya adalah timbal, polonium, protactium, radium, thorium dan uranium. Unsur-unsur tersebut termasuk dalam golongan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 60). Untuk itu, diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari unsur-unsur dan gas-gas yang dapat menyebabkan hujan asam terjadi.

Salah satu usaha preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mengganti sumber energi misalnya penggunaan LNG (Liquified Natural Gasses) yang menghasilkan gas buangan yang lebih bersih (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 167). Selain itu, usaha minimal yang dapat dilakukan antara lain :

a. Menggunakan bahan bakar dengan kandungan belerang rendah

Minyak bumi dan batu bara merupakan sumber bahan bakar utama di Indonesia. Minyak bumi memiliki kandungan belerang yang tinggi, untuk mengurangi emisi zat pembentuk asam dapat digunakan gas alam sebagai sumber bahan bakar. Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non-belerang seperti methanol, etanol, dan hidrogen. Namun penggunaan bahan bakar non-belerang ini juga perlu diperhatikan karena akan membawa dampak pula terhadap lingkungan (Trefil, 2000: 41).


(45)

43 b. Desulfurisasi.

Desulfurisasi adalah proses penghilangan unsur belerang. Desulfurisasi dapat dilakukan pada waktu sebelum pembakaran, selama pembakaran dan setelah pembakaran. Sebelum pembakaran kandungan belerang dapat dikurangi saat proses produksi bahan bakar. Misalnya, batubara dapat dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah, dan kotoran lain serta mengurangi kadar belerang sampai 50-90%. Pengendalian pencemaran selama pembakaran dapat dilakukan dengan Lime Injection in Multiple Burners (LIMB). Caranya dengan menginjeksikan kapur Ca(OH)2 dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakaran khusus. Teknologi LIMB ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 80% dan NOx 50%. Teknik pengendalian setelah pembakaran disebut scubbing. Prinsip teknologi ini adalah mengikat SO2 dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben. Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat (Wisnu Arya Wardhana, 2004: 168).

c. Mengaplikasikan prinsip 3R (Dadang Rusbiantoro, 2008:161) 1) Reduce

Prinsip Reduce dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan sumber daya alam. Contohnya dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil terutama batu bara dan minyak bumi yang digunakan dalam kegiatan pabrik, transportasi dan


(46)

44

pembangkit listrik. Oleh karena itu cara paling mudah yang dapat dilakukan adalah dengan menghemat listrik, mengurangi penggunaan plastik.

2) Reuse

Reuse adalah usaha yang dilakukan dengan memanfaatkan dan menggunakan kembali barang bekas. Contohnya memakai kembali botol atau kaleng bekas.

3) Recycle

Recycle adalah usaha yang dilakukan dengan cara mendaur ulang suatu barang. Barang yang dapat didaur ulang antara lain; kaca, kertas, plastik dan logam.

C. Penelitian yang relevan

Adapun beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1. Nur Ana (2010), dalam penelitian yang berjudul Pengembangan LKPD berbasis pembelajaran kooperatif group investigation untuk melatih keterampilan berpikir kritis. LKPD di validasi oleh 5 orang ahli dan angket keterbacaan pada 36 peserta didik di SMAN 3 Nganjuk kelas X. Hasil penelitian menunjukkan kelayakan LKPD berbasis pembelajaran kooperatif GI sebesar 86,5% dengan kategori sangat layak. Respon peserta didik terhadap keterbacaan LKPD sebesar 86,23% dengan kategori sangat layak. Keterampilan berpikir kritis yang dilatihkan dalam LKPD belum semua dapat dikuasai oleh peserta didik, yakni kemampuan induksi. Hal


(47)

45

ini dapat dilihat dari penurunan persentasi kemampuan berpikir kritis dari LKPD I hingga LKPD III.

2. Winarto (2012), dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Kooperatif Peserta didik dengan Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dalam Pembelajaran IPA Terpadu di Kelas VII B SMPN 1 Klaten. Peningkatan pemahaman konsep dapat dilihat dari hasil rerata postes sebesar 78,64 dengan pencapaian KKM sebesar 86,48%. Peningkatan keterampilan kooperatif terlihat dari data sebayak 20 peserta didik dengan persentase 54,05% memiliki keterampilan kooperatif yang sangat tinggi. Peningkatan respon sangat positif yang diberikan peserta didik terhadap model cooperative learning tipe group investigation dalam pembelajaran IPA, hal ini dapat dilihat sebanyak 33 peserta didik memberikan respon sangat positif dengan persentase 89,19%.

3. Febrina Indriani (2014), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Group Investigation terhadap kemampuan pemecahan masalah fluida statis peserta didik kelas XI MAN 3 Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan signifikan dalam kemampuan pemecahan masalah antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Group Investigation dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Perbandingan rerata pada kelas kontrol dan kelas ekperimen adalah 49,73 < 58,50.


(48)

46 D. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA sesuai kurikulum 2013 menuntut peserta didik untuk aktif mencari konsepnya secara mandiri maupun kelompok melalui kegiatan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pada pembelajaran IPA tersebut, buku teks panduan bagi guru maupun peserta didik menjadi salah satu bahan ajar yang menopang kegiatan pembelajaran. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa buku teks kurikulum 2013 masih terbatas dan belum sesuai dengan karakteristik pembelajaran kurikulum 2013. Buku teks panduan bagi peserta didik belum mengembangkan kemampuan berpikir dan masih didominasi oleh pengetahuan yang harus dihafal. Bahan ajar lain yang digunakan seperti LKPD juga belum mengarahkan peserta didik untuk mengasah kemampuan berpikir. Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu kemampuan berpikir yang harus dikembangkan pada pembelajaran Kurikulum 2013 ini belum ditekankan dalam kegiatan praktikum dan kegiatan pembelajaran di kelas baik melalui proses penyelidikan ataupun penemuan.

Hasil studi literatur menyebutkan bahwa LKPD merupakan bahan ajar yang sangat penting untuk melatih kemampuan berpikir peserta didik melalui kegiatan penyelidikan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, maka cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan LKPD IPA. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk


(49)

47

mengoptimalkan kualitas pembelajaran IPA dengan cara melatih dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah melalui kegiatan penyelidikan yaitu dengan mengimplementasikan model Cooperative Learning tipe Group Investigation pada kegiatan pembelajaran. Hasil studi literatur menemukan model Cooperative Learning tipe Group Investigation sangat cocok untuk diimplementasikan pada pembelajaran IPA dengan topik materi yang umum sehingga peserta didik dapat mempelajari topik tersebut dari berbagai sudut pandang melalui kegiatan penyelidikan dari berbagai sumber yang relevan sehingga memperoleh berbagai cara penyelesaian masalah. Pembelajaran IPA dengan model ini menekankan pada penemuan pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Melalui tahap-tahap pembelajaran Group Investigation peserta didik berlatih untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalahnya secara berkelompok. Adapun kerangka berpikir penulis dapat digambarkan pada Gambar 1.


(50)

48

Gambar 1. Kerangka Berpikir Peneliti

Studi Lapangan

Studi Literatur Permasalahan:

1. Terbatasnya jumlah buku teks panduan kurikulum 2013 untuk guru dan peserta didik. 2. Buku teks panduan bagi peserta didik belum mengembangkan kemampuan berpikir dan

masih didominasi oleh pengetahuan yang harus dihafal

3. Pembelajaran belum mengarahkan peserta didik pada proses penyelidikan dan penemuan.

Perlunya pengembangan LKPD IPA

Di sekolah belum tersedia LKPD yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengembangakan kemampuan pemecahan masalah

Menyusun LKPD IPA dengan model Group Investigation

LKPD IPA (Produk jadi)

Uji Coba produk

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik

Sintaks model Group Investigation: Kemampuan pemecahan masalah:

1. Identifikasi topik dan pembentukan kelompok 2. Perencanaan tugas belajar 3. Penyelidikan

4. Mempersiapkan laporan akhir 5. Presentasi

6. Evaluasi

1. Identifikasi topik 2. Merumuskan masalah 3. Merumuskan hipotesis 4. Pemecahan masalah 5. Menyimpulkan


(51)

49 BAB III

METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan

Penelitian ini dilakukan dengan metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development). Sugiyono (2008: 427) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti sehingga menghasilkan produk baru dan selanjutnya menguji kefektifan produk tersebut. Dalam penelitian ini produk yang dikembangkan adalah LKPD dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation untuk pembelajaran IPA sebagai peningkat kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII.

Model R&D (Research and Development) yang akan digunakan dalam penelitian pengembangan ini sesuai dengan Thiagarajan, et.al yakni 4-D model (1974: 5). Model ini terdiri dari 4 tahap research and development (R&D), yaitu Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan), dan Disseminate (penyebaran). Pada penelitian ini, peneliti hanya melaksanakan langkah 1 sampai dengan 4, tetapi langkah disseminate atau penyebaran dilakukan secara terbatas karena keterbatasan sumber daya yang ada.


(52)

50 B. Prosedur Pengembangan

Tahapan penelitian pengembangan LKS dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis Awal

Analisis Siswa

Analisis Konsep Analisis Tugas

Spesifikasi Tujuan

Define

Design

Develop

Penyebaran LKPD IPA sebagai produk akhir kepada peserta didik kelas VII dan guru IPA di SMPN 1 Bantul

Gambar 2. Langkah-langkah Penelitian Pengembangan LKPD (Sumber: Diadopsi dari Thiagarajan, et.al, 1974: 6-8)

Disseminate Validasi Ahli + Guru Revisi I

Draft II Uji Coba Pengembangan

Revisi II

LKPD IPA (Produk Jadi)

Menyusun Tes Acuan Patokan

Pemilihan Media

Pemilihan Format


(53)

51 1. Tahap Pendefinisian (Define)

Tujuan dari tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran yang di awali dengan analisis tujuan dan batasan materi yang akan dikembangkan. Tahap ini meliputi lima langkah pokok, yaitu:

a. Analisis Awal (Front-end analysis)

Bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran IPA, sehingga dibutuhkan pengembangan media pembelajaran berupa LKPD. Gambaran fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar akan diperoleh melalui analisis awal.

b. Analisis Peserta Didik (Learner analysis)

Analisis peserta didik mengkaji mengenai karakteristik peserta didik sesuai dengan desain pengembangan LKPD. Karakteristik ini meliputi latar belakang kemampuan akademik, perkembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu atau sosial sehingga menentukan pola aktivitas pembelajaran. Hasil analisis tersebut yang akan dijadikan kerangka acuan dalam menyusun materi pembelajaran yang tertuang dalam produk pengembangan.

c. Analisis Tugas (Task analysis)

Merupakan kumpulan prosedur untuk menentukan isi dalam satuan pembelajaran dengan merinci isi materi ajar secara garis besar. Hasil dari analisis tugas tertulis dalam LKPD sebagai perangkat


(1)

61

Tabel 5. Konversi Skor Aktual menjadi Nilai Skala Lima

No Rentang Skor Nilai Kategori

1 X > xi + 1,80 SBi A Sangat Baik

2 xi + 0,60 SBi < X ≤ xi + 1,80 SBi B Baik 3 xi - 0,60 SBi < X ≤ xi + 0,60 SBi C Cukup 4 xi - 1,80 SBi < X ≤ xi + 0,60 SBi D Kurang

5 X ≤ - 1,80 SBi E Sangat Kurang

(Sumber: Eko Putro Widyoko, 2012: 238) Keterangan:

X : Skor aktual (skor yang dicapai)

xi : rerata skor ideal (1/2) [skor tertinggi ideal + skor terendah ideal] SBi : simpangan baku skor ideal = (1/2) (1/3) (skor tertinggi ideal –

skor terendah ideal)

Skor tertinggi ideal = ∑ butir kriteria x skor tertinggi Skor terendah ideal = ∑ butir kriteria x skor terendah

Pada penelitian ini kelayakan ditentukan dengan nilai minimum “C” dengan kategori cukup baik. Jadi jika hasil penilaian oleh ahli dan guru reratanya memberikan hasil akhir “C” maka produk pengembangan LKPD pembelajaran ini layak digunakan.

b. Angket Respon Peserta Didik terhadap LKPD IPA

Analisis data untuk angket respon peserta didik terhadap LKPD IPA diperoleh dengan cara mencari rata-rata dari penilaian peserta didik dalam satu kelas. Perolehan rata-rata skor dari setiap komponen aspek penilaian dengan menggunakan rumus:

X = Keterangan:

X = skor rata-rata = jumlah skor n = jumlah penilaian

Selanjutnya, semua data yang sudah diperoleh pada tiap butir penilaian kemudian dijumlah disebut skor aktual (X). Skor aktual


(2)

62

yang bersifat kuantitatif ini diubah menjadi nilai kualitatif dengan berpedoman pada konversi skor menjadi skala empat untuk mengetahui kelayakan kualitas LKPD. Adapun acuan pengubahan skor menjadi skala empat tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Konversi Skor Aktual menjadi Nilai Skala Empat

No Rentang Skor Nilai Kategori

1 x > X+ 1 SBx A Sangat Baik

2 X + 1 SBx x ≥ X B Baik

3 X x ≥ X – 1 SBx C Cukup

4 x X – 1 SBx D Kurang

(Sumber: Djemari Mardapi, 2008: 123) Keterangan:

X : Mean ideal

(1/2) (Skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) SBx : Simpangan baku ideal

(1/3) (1/2) (Skor tertinggi ideal + skor terendah ideal) x : skor aktual

Skor tertinggi ideal: jumlah indikator x skor tertinggi Skor terendah ideal: jumlah indikator x skor terendah

c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran dengan Model

Cooperative Learning Tipe Group Investigation

Penilaian terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation dilakukan oleh observer. Kriteria setiap langkah yang dimaksud adalah terlaksana dan tidak terlaksana. Adapun skala presentase untuk menentukan keterlaksanaan sintaks pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe Group Investigation menggunakan rumus sebagai berikut:


(3)

63

Persen keterlaksanaan selanjutnya diubah menjadi data kualitatif dengan menggunakan kriteria dari Eko Putro Widyoko (2012: 242) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Persen Keterlaksanaan Pembelajaran No Persentase (%) Kategori

1 > 80 Sangat Baik

2 >60-80 Baik

3 >40-60 Cukup

4 >20-40 Kurang

5 ≤ 20 Sangat Kurang

d. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah (Pretest dan Postest)

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dilakukan dengan analisis gain score. Gain Score merupakan selisih antara skor pretes dengan skor postes. Hasil dari analisis data gain score dapat menunjukkan pencapaian peningkatan kemampuan peserta didik dengan memperhatikan kemampuan awalnya dan menunjukkan keefektifan LKPD hasil pengembangan. Perhitungan dilakukan dengan cara:

Gain score =

Kriteria peningkatan hasil belajar peserta didik ditentukan sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 8. Kriteria Peningkatan Hasil Belajar Nilai Kuantitatif Nilai Kualitatif

(<g>) > 0,7 Tinggi 0,7 ≥ (<g>) ≥ 0,3 Sedang

(<g>) < 0,3 Rendah


(4)

113

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2007). Perencaan Pembelajaran Mengembangkan standar Kompetensi Guru. Bandung: PT remaja Rosdakarya

Adora, Nelia M. (2014). Group Investigation in Teaching Elemntary Science. International Jurnal of Humanities and Management Sciences (Volume 2 Nomor 3). Hlm. 1-7

Andi Prastowo. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.Yogyakarta: Diva Press

______. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Tematik.Yogyakarta: Diva Press

Anonim. (2011). Worksheet. Diakses pada tanggal 20 November 2014, dari http://www.thefreedictionary.com/worksheet

Arends, Richard. (2008). Learning to Teach Seven Edition. (Alih bahasa: Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyatini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Bloom, Benjamin S. (2001). Taxonomy of Educational Objectives Handbook II

Cognitive Domain. New York: David Mc Kay Company

Bringuier, J.C. (1980). Conversations with Jean Piaget. Chicago: University of Chicago Press

Carin, A.A., & Sund, R.B. (1898). Teaching Modern Sains (3rd ed). Ohio: A.Bell & Howell Company

Chay Asdak. (2001). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis

Kompetensi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Dadang Rusbiantoro. (2008). Global Warming for Beginner Pengantar Komprehensif tentang Pemanasan Global.Yogyakarta: O2

Depdiknas. (2007). Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Pusat Kurikulum Depdiknas

Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendekia

Eko Putro Widyoko. (2009) .Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(5)

114

Febrina Indriani. (2014). Pengaruh Pembelajaran Group Investigation terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fluida Statis Peserta Didik Kelas XI MAN 3 Malang. Skripsi. FMIPA UNM

Gega, Peter C. (1967). Science in Elementary Education. New York: John Wiley & Sons, Inc

Hans. (2013). Kualitas Isi Buku IPA SMP Kelas 7 Kurikulum 2013. Diakses pada tanggal 21 Februari 2014, dari:

http//www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=6952#.V6M1OqA -ZBN

Hake, Richard R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Diakses pada tanggal 4 Februari 2014, dari: http//www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

Heller, Patricia, Ronald Keith & Scott Anderson. (1992). Teaching Problem Solving Through Cooperative Grouping. Jurnal Phyisic (Volume 60 Nomor 7). Hlm. 627-657

Hendro Darmodjo & Jenny R.E Kaligis. (1992). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jacobsen, David A, Paul Eggen & Donald Kauchak. (2009). Methods for Teaching. Harlow: Pearson Education

Johnson, David W, Roger T. Johnson, & Edythe Johnson Holubec. (2012). Colaborative Learning: Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama.(Alih bahasa: Narulita Yusron). Bandung: Nusa Media

Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud

M. Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bandung: Ghalia Indonesia

Made Wena. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara

Miftahul Huda. (2011). Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Nana Sudjana. (2004). Dasar-dasar Proses belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo


(6)

115

Nur Ana. (2010). Pengembangan LKPD Berbasis Pembelajaran Kooperatif Group Investigation untuk Melatih Keterampilan Berpikir Kritis. Skripsi. FMIPA UNS

NSTA. (2011). Quality Science Education and 21st Century Skilss. Diakses pada tanggal 21 Februari 2014, dari: http//www.nsta.org/about/positions/21stcentury.aspx Pedersen, Jon E & Anette D. Digby. (1995). Secondary School and Cooperative

Learning: Theroies, Models and Strategies. New York: CIP Philip Kristanto. (2004). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi

Sharan, Shlomo. (2014). The Hanbook of Cooperative Learning: Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas. (Alih bahasa: Sigit Prawoto). Yogyakarta: Istana Media

Slamet Suyanto, Paidi & Insih Wilujeng. (2011). Lembar Kerja Siswa. Artikel PPM Pembekalan Guru Daerah Terluar dan Tertinggal. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Slavin, Robert E. (2005). Cooperative Learning: Teori Riset dan Praktik. (Alih bahasa: Narulita Yusron). Bandung: Nusa Media

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Thigarajan, Silvasailam, Semmel, Dorothy S., Semmel, Melvyn I. (1974). Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. Bloomington, Indiana: Indiana University

Trefil, James & Robert M. Hazen. (2000). The Science: An Integrated Approach, 6th Edition. New York: John Wiley & Sons

Triling, Bernie & Charles Fadel. (2009). 21st Century Skills Learning for Life in our times. New York:John Wiley & Sons, Inc

W.Des, Connel. (1995). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.(Alih bahasa: Yanti Koestoer). Jakarta: UI Press

Winarto. (2012). Peningkatan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Kooperatif Siswa dengan Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Group Investigation dalam Pembelajaran IPA Terpadu di Kelas VII B SMPN 1 Klaten. Skripsi. FMIPA UNY

Wisnu Arya Wardhana. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi


Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) PADA PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MEMFASILITASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

0 8 100

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN POGIL BERBANTUAN LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK (LKPD) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

1 15 251

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) FISIKA BERBASIS SCIENTIFIC INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI FLUIDA DINAMIS PESERTA DIDIK SMA.

1 12 249

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) PADA TEMA “PENCEMARAN AIR” BERPENDEKATAN AUTENTIC INQUIRY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEINGINTAHUAN DAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH PESERTA DIDIK SMP KELAS VII.

0 0 69

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Eksploratif Berbasis Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Memecahkan Masalah Peserta Didik SMA Kelas X.

0 3 41

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK (LKPD) IPA DENGAN TEMA “SISTEM TRANSPORTASI MAKHLUK HIDUP” DALAM MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PESERTA DIDIK SMP KELAS VIII.

0 1 85

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) OUTDOOR LEARNING SYSTEM BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS TEMA “KERUSAKAN LINGKUNGAN” PADA PEMBELAJARAN IPA.

0 1 79

Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Model Problem-Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Proses IPA dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama.

1 2 2

Pengembangan LKPD IPA Tema Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Sikap Peduli Lingkungan Peserta Didik SMP.

0 0 2

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK LKPD Kelas X

0 4 15