Pengaruh rasio ekstrak temulawak polietilen glikol (PEG) 4000 dalam sistem dispersi padat dengan metode pelelehan pelarutan terhadap disolusi kurkumin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL
(PEG) 4000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE
PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh:
Dendi Putro Anggomantio
NIM: 138114082

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA

2017

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:
Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas izin dan karuniaNyalah maka skripsi
dapat dibuat dan selesai pada waktunya
Bapak Haryo Tri Anggono, ayah saya yang selalu memberikan semangat

Ibu Atik Yuniarsih, Ibu yang selalu memberikan kasih sayangnya kepada saya
Faradilla Novita Anggreini, kakak yang selalu memberikan ilmu dan waktu untuk
saya
Sahabat-sahabat yang telah memberikan saya semangat dan dukungan
Dan Alamamater tercinta Universitas Sanata Dharma

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat,

kasih karunia dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan skripsi yang berjudul “PENGARUH RASIO EKSTRAK
TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL (PEG) 4000 DALAM SISTEM
DISPERSI PADAT DENGAN METODE PELELEHAN-PELARUTAN
TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN” sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M. Sc., Ph. D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Dr. Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas
segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan, saran dan
motivasi kepada penulis.
3. Dr. Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt. atas pembiayaan proyek
penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
4. Beti Pudyastuti, M. Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.
5. Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.selaku dosen penguji skripsi yang
telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk

penelitian ini.
6. Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt. atas bantuan pemberian baku
kurkumin yang digunakan dalam penelitian ini.
7. Bapak Bimo, Bapak Musrifin dan Bapak Wagiran selaku laboran atas
segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama penelitian.
8. Bapak Haryo Tri Anggono, Ibu Atik Yuniarsih dan Kakak Faradilla
Novita Anggreini yang selalu memberikan motivasi, doa, semangat
dan kekuatan dalam menjalani skripsi.

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sehingga dapat membuat karya ini menjadi lebih
baik. Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Yogyakarta, 7 Juni 2017


Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK / POLIETILEN GLIKOL
(PEG) 4000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE
PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN
Dendi Putro Anggomantio
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo. Depok, Sleman,
Yogyakarta, Indonesia 55282
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
dnd.dendi@gmail.com

ABSTRAK
Kurkumin merupakan salah satu kandungan aktif di dalam rimpang
temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) yang memiliki berbagai macam

aktivitas yaitu aktivitas antioksidan, anti-inflamasi, dan antimikroba. Kurkumin
termasuk obat kelas II dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS) di
mana kurkumin memiliki sifat permeabilitas yang tinggi tetapi kurang larut dalam
air sehingga kelarutan merupakan penentu utama dari bioavaibilitas oral
kurkumin. Dispersi padat merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan
disolusi obat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh rasio ekstrak
temulawak / polietilen glikol (PEG) 4000 terhadap disolusi kurkumin.
Dispersi padat dibuat dengan metode pelelehan-pelarutan dengan
pembawa yang digunakan adalah polietilen glikol (PEG) 4000. Uji yang
dilakukan pada penelitian ini meliputi uji kelarutan, uji drug load, dan uji disolusi.
Pengukuran kadar kurkumin diukur menggunakan spektrofotometer Uv-Vis.
Dispersi padat ekstrak temulawak-PEG 4000 dibuat variasi dalam
pembuatannya yaitu 1:2, 1:4, dan 1:9. Hasil uji kelarutan menunjukkan adanya
peningkatan pada dispersi padat sebesar 2x lipat dibandingkan dengan campuran
fisik. Pada hasil uji disolusi terdapat perbedaan signifikan pada nilai DE120 di
mana nilai DE120 pada semua dispersi padat lebih tinggi dibandingkan campuran
fisiknya. Pada dispersi padat dengan rasio ekstrak temulawak-PEG 4000 (1:9)
didapatkan nilai DE120 yang paling tinggi yaitu 96,21±2,01%.
Kata kunci: kurkumin, PEG 4000, dispersi padat, disolusi.


ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DISSOLUTION OF CURCUMIN BASED ON THE RATIO OF
TEMULAWAK EXTRACT / POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) 4000 IN
SOLID DISPERSION SYSTEM WITH MELTING-SOLVENT METHOD
Dendi Putro Anggomantio
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo. Depok, Sleman,
Yogyakarta, Indonesia 55282
Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529
dnd.dendi@gmail.com

ABSTRACT
Curcumin is one of the active substances in Curcuma Javanica (Curcuma
xanthorriza Roxb.) which has various activities such as antioxidant, antiinflammatory, and antimicrobial activity. Curcumin is a class II drugs in
Biopharmaceutics Classification System (BCS) where curcumin has high
permeability properties but less water solubility, therefore solubility is the main
determinant of curcumin oral bioavaibility. Solid dispersion is one of the methods

to improve drug dissolution. The aim of this study is to determine the effect of
ratio temulawak extract / polyethylene glycol (PEG) 4000 to curcumin
dissolution.
The solid dispersion was prepared by melting-solvent method with the
carrier used was polyethylene glycol (PEG) 4000. The solubility test, drug load,
and dissolution test were conducted in this study. Curcumin levels was measured
using a Uv-Vis spectrophotometer.
Solid dispersion of temulawak extract-PEG 4000 was made with variation
ratio 1:2, 1:4, and 1:9. The solubility test results showed an increase in solid
dispersion by 2 times as compared with physical mixture. In the dissolution test
results, there was a significant difference in DE120 which the DE120 in all solid
dispersions was higher than the physical mixture. The solid dispersion of
temulawak extract-PEG 4000 with ratio 1:9 has obtained the highest DE120 (96.21
± 2.01%).
Keywords: curcumin, PEG 4000, solid dispersion, dissolution.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................. vi
PRAKATA.......... .................................................................................................. vii
ABSTRAK....... ...................................................................................................... ix
ABSTRACT...... ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 3
Alat dan Bahan .................................................................................................... 3
Pembuatan Kurva Baku Kurkumin ..................................................................... 3
Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000 ............. 4
Pembuatan Campuran Fisik Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000........... 4
Uji Drug Load ..................................................................................................... 5

Uji Kelarutan ....................................................................................................... 5
Uji Disolusi.......................................................................................................... 5
Penetapan Kadar Kurkumin ................................................................................ 5
Analisis Hasil ...................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Verifikasi Metode ................................................................................................ 6
Pengujian Drug Load Dispersi Padat dan Campuran Fisik ................................. 8
Pengujian Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik ................................... 9
Pengujian Disolusi Dispersi Padat dan Campuran Fisik ................................... 10
KESIMPULAN.......... ........................................................................................... 13
SARAN.......... ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 35

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi (µg/mL) ......................................... 7

Gambar 2. Perbandingan Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik
(n=3) ....................................................................................................... 9
Gambar 3. (A) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:2 (n=3), (B) Persen
Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:4 (n=3), (C) Persen Terdisolusi Vs
Waktu Rasio 1:9 (n=3), (D) Perbandingan DE120 antar Rasio (n=3) ... 11

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL
Tabel I. Data Akurasi dan Presisi (n=3) .................................................................. 8
Tabel II. Hasil Uji Drug Load (n=3) ...................................................................... 8
Tabel III. Hasil Uji Kelarutan (n=3) ....................................................................... 9

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Curcuma xanthorrhiza ...................... 17
Lampiran 2. Penentuan panjang gelombang maksimum ...................................... 18
Lampiran 3. Hasil verifikasi metode analisis pada pelarut medium disolusi ........ 22
Lampiran 4. Kurva baku dan Summary output regression untuk metanol ........... 24
Lampiran 5. Perhitungan bahan dalam pembuatan dispersi padat dan campuran
fisik masing-masing rasio ................................................................ 24
Lampiran 6. Pembuatan dispersi padat ................................................................. 25
Lampiran 7. Pembuatan campuran fisik................................................................ 25
Lampiran 8. Statistika uji kelarutan ...................................................................... 26
Lampiran 9. Uji disolusi........................................................................................ 28
Lampiran 10. Statistika uji disolusi – perbedaan campuran fisik dengan dispersi
padat pada DE120 .............................................................................. 30
Lampiran 11. Statistika uji disolusi – perbedaan antar rasio dispersi padat pada
DE120 ................................................................................................ 32
Lampiran 12. Pembuatan dispersi padat ............................................................... 33
Lampiran 13. Dokumentasi uji kelarutan .............................................................. 33
Lampiran 14. Dokumentasi uji drug load ............................................................. 34
Lampiran 15. Dokumentasi uji disolusi ................................................................ 34

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan tanaman asli
Indonesia yang memiliki nama lain Curcuma javanica. Rimpang temulawak
termasuk dalam famili Zingiberaceae yang sering digunakan dalam pengobatan
berbagai penyakit (Rahardjo, 2010). Xanthorrhizol dan kurkumin merupakan
senyawa yang terkandung di dalam rimpang temulawak (HMPC, 2012).
Kurkumin memiliki berbagai macam aktivitas farmakologis antara lain aktivitas
antioksidan, anti-inflamasi, dan antimikroba (Anand et al., 2008). Menurut
Strimpakos and Sharma (2008), Kurkumin telah ditetapkan aman oleh Food and
Drug Administration (FDA).
Kurkumin digolongkan sebagai obat kelas II menurut Biopharmsaceutics
Classification System (BCS). Obat-obatan yang tergolong dalam BCS kelas II
merupakan obat yang memiliki sifat kurang larut dalam air tetapi memiliki
permeabilitas membran yang tinggi. Kelarutan dari obat BCS kelas II yang rendah
dalam air menyebabkan bioavailabilitas oral dari obat golongan ini rendah (Wan
et al., 2012). Beberapa penelitian menunjukkan bioavailabilitas oral kurkumin
yang rendah meskipun pada pemberian dosis besar (hingga 8 gram per hari)
(Suresh et al., 2013).
Disolusi memiliki peran penting dalam absorpsi obat terutama untuk obat
yang diminum secara peroral. Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk
meningkatkan disolusi dari kurkumin, yaitu dengan cara pembentukan liposom,
nanopartikel, dan microspheres (Kesarwani and Gupta, 2013), namun metodemetode tersebut memiliki tantangan dalam proses scale-up (Desai et al., 2012).
Dispersi padat merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan disolusi
obat dan mampu memberikan bioavaibilitas yang lebih baik dari suatu obat
(Suresh et al., 2013). Dispersi padat didefinisikan sebagai dispersi dari satu atau
lebih bahan aktif dalam pembawa inert atau matriks. Dalam teknik dispersi padat,
obat yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah akan terdispersi ke dalam
matriks hidrofilik yang akan meningkatkan disolusi obat (Godse et al., 2013).
Kelebihan dari dispersi padat adalah dapat mengurangi ukuran partikel,
meningkatkan pembasahan partikel, meningkatkan porositas obat, mengurangi
1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

jumlah kristal dari obat dan merubahnya kebentuk amorf (Mogal et al., 2012) dan
memungkinkan untuk dapat di scale up (Leuner and Dressman, 2000).
Pembawa dalam dispersi padat memiliki peran penting. Polietilen glikol
(PEG) merupakan polimer yang secara luas digunakan sebagai pembawa dalam
pembuatan dispersi padat dikarenakan PEG memiliki titik leleh yang rendah,
memiliki tingkat solidifikasi yang cepat, toksisitas yang rendah dan biaya yang
rendah (Bley et al., 2010).
Pembuatan dispersi padat dapat dilakukan dengan metode pelelehan,
metode pelarutan, maupun metode pelelehan-pelarutan. Metode pelelehanpelarutan dibuat dengan cara melarutkan terlebih dahulu obat dengan pelarut yang
sesuai dan kemudian larutan tersebut dicampurkan ke dalam matriks yang telah
dilelehkan (Chiou and Riegelmant, 1971). Metode pelelehan-pelarutan merupakan
metode yang dapat digunakan untuk menghindari kerugian dari kedua metode
lainnya, di mana pada metode pelarutan membutuhkan pelarut organik dalam
jumlah yang besar (Serajuddin, 1999), sedangkan pada metode pelelehan
ketidakcampuran antara obat dengan pembawa dapat terjadi akibat tingginya
viskositas dari pembawa polimer yang meleleh (Huq, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Najmuddin et al. (2010), menunjukkan
adanya peningkatan disolusi dari dispersi padat ketoconazole dengan pembawa
PEG 4000 dengan rasio 1:1. Setelah uji disolusi selama 80 menit, terjadi
pelepasan ketoconazole sebesar 89,86% dengan menggunakan pembawa PEG
4000 sedangkan hanya 40,61% dari ketoconazole murni yang mengalami
pelepasan selama 80 menit.
Penelitian lain yang dilakakukan Prasanthi et al. (2010), menunjukkan
adanya peningkatan hasil disolusi dispersi padat lacidipine dengan semakin
besarnya jumlah pembawa yang digunakan. Dispersi padat lacidipine di buat
dengan pembawa PEG 4000 pada rasio 1:2, 1:4, dan 1:9 dengan nilai DE30 yang
didapatkan berturut-turut sebesar 59±1,35%, 72±1,03%, dan 81±0,96%.
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh rasio pembawa
PEG 4000 pada dispersi padat ekstrak temulawak yang dibuat dengan metode
pelelehan-pelarutan terhadap disolusi kurkumin. Variabel bebas pada penelitian

2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ini adalah rasio ekstrak temulawak dan PEG 4000, variabel tergantung pada
penelitian ini adalah kelarutan, drug load, dan dissolution efficiency (DE).

METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Iwaki),
timbangan analitik (Mettler Toledo), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co),
mortir dan stamper, ayakan nomor mesh 50, dry box (DB 38-28), dissolution
tester tipe dayung (Guoming RC-6D), makropipet (Socorex), mikropipet
(Socorex), centrifuge (Gemmy PLC-05), spektrofotometer UV-visibel (Shimadzu
UV-800), pH meter (pH 3310 SET2 include SenTix 41), vortex (Scientific, Inc G56E), shaker (Innova 2100), microtube (Effendorf), dan waterbath (Gerhardt).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar baku kurkumin
(diisolasi oleh Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt.), ekstrak temulawak
terstandar (PT. Phytochemindo Reksa) yang mengandung kurkuminoid sebesar
15,06%, polietilen glikol (PEG) 4000, etanol 96%, akuades, sodium dihydrogen
phosphate dihydrate (Merck), Sodium Lauryl Sulfate (Merck), metanol p.a
(Merck), dan cangkang kapsul nomor 00 (Kapsulindo Nusantara).
Pembuatan Kurva Baku Kurkumin
1. Pembuatan Larutan Stok Kurkumin (1 mg/ml)
Standar kurkumin ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg dan dilarutkan dengan
1 ml metanol p.a dalam microtube, kemudian divortex hingga larut.
2. Pembuatan Larutan Intermediet Kurkumin (0,01 mg/ml)
Larutan stok kurkumin diambil sebanyak 0,1 ml kemudian dimasukkan dalam
labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan metanol p.a hingga batas tanda.
3. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)
Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak 0,25 ml; 1,5 ml dan 3 ml,
masing-masing diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,0 yang mengandung
sodium lauryl sulfate 0,5% (medium disolusi) pada labu ukur 10,0 ml hingga

3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

batas tanda, kemudian dilakukan scanning pada panjang gelombang 400-600
nm.
4. Pembuatan Kurva Baku dalam Medium Disolusi
Larutan intermediet kurkumin diambil hingga didapat konsentrasi 0,011;
0,022; 0,043; 0,086; 0,172; 0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306;
5,382; 6,458 µg/mL. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum 431 nm.
5. Pembuatan Kurva Baku dalam Metanol
Larutan intermediet kurkumin diambil hingga didapat konsentrasi 0,532;
1,064; 2,127; 3,191; 4,254; 5,318 µg/mL. Larutan tersebut diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 425 nm.
6. Penetapan Parameter Linieritas pada Pelarut Medium Disolusi
Larutan seri dibuat dengan konsentrasi 0,011; 0,022; 0,043; 0,086; 0,172;
0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306; 5,382; 6,458 µg/mL. Serapan
diukur pada panjang gelombang 431 nm. Replikasi dilakukan sebanyak tiga
kali dan ditentukan nilai r.
7. Penetapan akurasi dan presisi
Dibuat larutan dengan 3 tingkat konsentrasi yaitu 0,538; 3,229; 5,382 µg/ml.
Serapan diukur pada panjang gelombang 431 nm. Replikasi dilakukan
sebanyak tiga kali dan dihitung nilai % recovery dan KV.
Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000
Ekstrak temulawak dilarutkan dengan etanol menggunakan magnetic
stirrer kemudian ditambahkan dengan PEG 4000 yang telah dilelehkan di atas
waterbath. Campuran ekstrak temulawak dan PEG 4000 di aduk di atas waterbath
hingga pelarut etanol hilang kemudian didinginkan di atas penangas es. Dispersi
padat kering dihaluskan dengan mortir dan stamper kemudian diayak dengan
ayakan nomor mesh 50. Serbuk dispersi padat ditimbang sebanyak 500 mg dan
dimasukkan dalam cangkang kapsul 00.
Pembuatan Campuran Fisik Ekstrak Temulawak-Polietilen Glikol 4000
Ekstrak temulawak dan PEG 4000 ditimbang masing-masing dan
dicampur hingga homogen. Serbuk campuran fisik kemudian diayak dengan

4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ayakan nomor mesh 50, ditimbang sebanyak 500 mg kemudian dimasukkan
dalam cangkang kapsul 00.
Uji Drug Load
Dispersi padat dan campuran fisik ditimbang seksama dan dilarutkan
dengan metanol p.a hingga diperoleh konsentrasi 1 mg/mL. Larutan tersebut
divortex dan diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang
425 nm. Uji drug load direplikasi sebanyak 3 kali.
Uji Kelarutan
Dispersi padat dan campuran fisik berlebih dilarutkan dengan 25 ml dapar
fosfat pH 6,0. Suspensi yang terbentuk dimasukkan dalam wadah tertutup dan
dilakukan pengadukan dengan shaker pada kecepatan 75 rpm selama 48 jam.
Hasil yang didapat disaring dengan kertas saring Whatmann nomor 1 dan filtrat
diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 431 nm. Uji
kelarutan direplikasi sebanyak 3 kali.
Uji Disolusi
Uji disolusi dilakukan menggunakan alat disolusi tipe dayung. Medium
disolusi yang digunakan yaitu 500 mL dapar fosfat pH 6,0 yang mengandung SLS
sebanyak 0,5% dan suhu uji disolusi adalah 37 ± 0,5C dengan kecepatan putar 75
rpm. Medium disolusi diambil 1 ml pada menit ke 10, 15, 30, 45, 60, 90, dan 120.
Setiap pengambilan cuplikan, medium digantikan dengan volume yang sama dan
medium yang sama. Uji disolusi direplikasi sebanyak 3 kali.
Penetapan Kadar Kurkumin
Cuplikan disolusi sebanyak 1 mL dicentrifuge pada kecepatan 6000 rpm
dalam waktu 5 menit, kemudian diencerkan dalam labu ukur 5 mL. Kadar
kurkumin diukur dengan spektrofotometer UV-visibel pada panjang gelombang
431 nm.
Analisis Hasil
Pengujian statistik pada hasil uji kelarutan dan uji disolusi dilakukan
menggunakan aplikasi realstatistic pada Microsoft Excel. Uji statistika
menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95%. Uji statistika didahului dengan uji
normalitas menggunakan Saphiro-Wilk. Pengujian statistika untuk melihat

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perbedaan peningkatan kelarutan dilakukan dengan Kruskal-Wallis. Hasil uji
kelarutan antara dispersi padat dengan campuran fisiknya pada rasio 1:2 dan 1:4
menggunakan Mann-Whitney dan pada rasio 1:9 menggunakan unpaired-T-test.
Nilai DE120 digunakan untuk melihat profil disolusi dispersi padat. Nilai DE120
dari dispersi padat dan campuran fisiknya dari masing-masing rasio diuji
menggunakan unpaired-T-test. Uji statistika antar rasio dispersi

padat

menggunakan Kruskal-Wallis. Uji unpaired-T-test digunakan untuk melihat
perbedaan nilai DE120 antara dispersi padat dengan rasio 1:4 dan 1:9.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan polietilen glikol
(PEG) 4000 dalam meningkatkan disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat.
Metode pelelehan-pelarutan digunakan dalam pembuatan dispersi padat ekstrak
temulawak-polietilen glikol 4000. Penelitian ini menggunakan variasi rasio antara
ekstrak temulawak / PEG 4000 yaitu 1:2, 1:4, dan 1:9 yang mengacu pada
penelitian Prasanthi et al. (2010) yang melaporkan bahwa terjadi peningkatan
hasil disolusi dispersi padat lacidipine dengan pembawa PEG 4000 pada rasio 1:2,
1:4, dan 1:9 dengan nilai DE30 yang didapatkan berturut-turut sebesar 59±1,35%,
72±1,03%, dan 81±0,96%.
Metode pelelehan-pelarutan merupakan metode yang dapat digunakan
untuk menghindari kerugian dari kedua metode lainnya, di mana pada metode
pelarutan membutuhkan pelarut organik dalam jumlah yang besar (Serajuddin,
1999), sedangkan pada metode pelelehan ketidakcampuran antara obat dengan
pembawa dapat terjadi akibat tingginya viskositas dari pembawa polimer yang
meleleh (Huq, 2013).
Verifikasi Metode
Pada penelitian ini dilakukan varifikasi metode analisis berupa penentuan
panjang gelombang maksimal, linearitas, presisi, dan akurasi. Panjang gelombang
maksimal kurkumin di dalam medium disolusi yang didapatkan adalah 431 nm
dan panjang gelombang maksimal dalam pelarut metanol adalah 425. Menurut

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kumar (2006), terjadinya pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar
disebut pergeseran batokromik. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pengaruh
dari pelarut yang digunakan.
Persamaan kurva baku dibuat pada konsentrasi 0,011; 0,022; 0,043; 0,086;
0,172; 0,215; 0,431; 0,538; 1,074; 2,153; 3,229; 4,306; 5,382; 6,458 µg/mL dan
dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Persamaan kurva baku yang didapat y =
0,1307x + 0,0015 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,9981 (Gambar 1).
Menurut AOAC (2002), linearitas yang baik memiliki nilai r yaitu ≥ 0,99.

Gambar 1. Kurva Absorbansi Vs Konsentrasi (µg/mL)

Parameter akurasi dilakukan dengan pengukuran 3 tingkat konsentrasi
yaitu 0,538, 3,229, dan 5,382 µg/mL. Menurut AOAC (2016), nilai perolehan
kembali yang ditetapkan untuk sampel dengan konsentrasi 1 ppm adalah 80110%. Hasill perolehan kembali yang didapat sebesar 98.8-108.2% (Tabel I).
Parameter presisi ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi dari
serangkaian pengukuran. Hasil koefisien variasi yang didapat sebesar 0,8272,424% (Tabel I). Rentang nilai koefisien variasi yang ditetapkan yaitu 11%
(AOAC, 2016). Dari hasil uji parameter linearitas, akurasi, dan presisi dapat
dikatakan bahwa metode yang digunakan valid dan dapat digunakan dalam
penelitian ini.

7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel I. Data Akurasi dan Presisi (n=3)

Konsentrasi teoritis
(µg/mL)

Konsentrasi yang
didapat (µg/mL)
0.532
0.539
0.532
3.294
3.347
3.416
5.581
5.819
5.826

0.538

3.229

5.382

Perolehan
kembali (%)
98.839
100.261
98.839
102.007
103.666
105.798
103.707
108.114
108.256

CV
(%)
0.827

1.831

2.424

Pengujian Drug Load Dispersi Padat dan Campuran Fisik
Pengujian drug load pada dispersi padat dan campuran fisik bertujuan
untuk mengetahui jumlah sebenarnya zat aktif dalam sediaan serta hilangnya zat
aktif selama proses pembuatan. Pada sampel dispersi padat (selanjutnya akan
disingkat DP) 1:2 didapatkan recovery drug load sebesar sebesar 92,15±1,04%,
pada DP 1:4 sebesar 94,81±1,93%, dan pada DP 1:9 sebesar 98,57±0,89%.
Recovery drug load pada campuran fisik (selanjutnya akan disingkat CF) 1:2
didapatkan hasil sebesar 90,31±6,34%, pada CF 1:4 sebesar 82,93±18,13%, dan
pada CF 1:9 sebesar 98,19±1,37%. Hilangnya sejumlah zat aktif pada proses
pembuatan baik campuran fisik maupun dispersi padat juga akan mempengaruhi
recovery drug load.
Tabel II. Hasil Uji Drug Load (n=3)
Sampel
(n=3)

DP 1:2

CF 1:2

DP 1:4

CF 1:4

DP 1:9

CF 1:9

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

(%)

x±SD

92,15±1,04

90,31±6,34

94,81±1,93

82,93±18,13

98,57±0,89

98,19±1,37

CV

1,13

7,02

2,04

21,86

0,90

1,39

Pada CF 1:4 dan CF 1:2 didapatkan nilai CV yang tinggi, hal tersebut
dapat disebabkan karena pada proses pembuatannya ekstrak temulawak pada
campuran fisik tidak mengalami proses pelarutan terlebih dahulu sehingga
memungkinkan terjadinya ketidakhomogenan pada saat pencampuran ekstrak
temulawak dan PEG 4000. Nilai CV yang kecil pada dispersi padat menunjukkan

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan proses pelarutan terlebih dahulu pada ekstrak temulawak serta proses
pelelehan pada PEG 4000 akan memberikan homogenitas yang lebih baik
dibanding dengan campuran fisik.
Pengujian Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik
Uji kelarutan dilakukan dengan memasukkan sejumlah sampel dalam
medium tanpa adanya surfaktan yaitu Sodium Lauryl Sulfate (SLS), uji ini
bertujuan untuk melihat perbandingan kelarutan antara sistem dispersi padat
dengan campuran fisik. Hasil yang didapat menunjukkan adanya peningkatan
kelarutan dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisiknya yaitu (Tabel III)
untuk rasio 1:2 terjadi peningkatan sebesar 2,13 kali, untuk rasio 1:4 sebesar 2,24
kali dan pada rasio 1:9 terjadi peningkatan sebesar 2,32 kali. Uji statistika pada
peningkatan kelarutan antar rasio menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan
nilai P sebesar 0,29.
Tabel III. Hasil Uji Kelarutan (n=3)
Sampel
(n=3)

DP 1:2
(µg/mL)

CF 1:2
(µg/mL)

DP 1:4
(µg/mL)

CF 1:4
(µg/mL)

x±SD

0,35±
0,01

0,16±
0,01

0,41±
0,03

0,18±
0,00

CV

2,56

5,46

6,74

2,42

Peningkatan
kelarutan

2,13

DP 1:9
(µg/mL)
0,35±
0,03

CF 1:9
(µg/mL)

8,95

5,13

2,24

0,15±
0,00

2,32

Konsentrasi (µg/mL)

Perbandingan Hasil Uji Kelarutan
Dispersi Padat dan Campuran Fisik
0,60

0,20

0,41

0,35

0,40

0,18

0,16

0,35
0,15

CF
DP

0,00
Formula 1:2

Formula 1:4

Formula 1:9

Gambar 2. Perbandingan Hasil Uji Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik
(n=3)

Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa pada masing-masing rasio
1:2, 1:4, dan 1:9 memiliki perbedaan signifikan (P dibawah 0,05) antara dispersi

9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

padat dengan campuran fisiknya. Hal tersebut menunjukan bahwa sistem dispersi
padat dapat meningkatkan kelarutan zat aktif bila dibandingkan dengan campuran
fisiknya. Terjadinya peningkatan kelarutan pada dispersi padat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan campuran fisik karena pada pembuatan dispersi padat
ekstrak temulawak terlebih dahulu dilarutkan di dalam etanol sehingga pada
proses pencampuran dengan lelehan PEG 4000 akan memberikan hasil
pencampuran yang lebih baik. Hal tersebut akan meningkatkan interaksi antara
larutan ekstrak temulawak dengan lelehan PEG 4000 (Suresh et al., 2013).
Pengujian Disolusi Dispersi Padat dan Campuran Fisik
Uji disolusi dilakukan pada masing-masing dispersi padat dan campuran
fisik yang bertujuan untuk membandingkan profil pelepasan zat aktif secara in
vitro. Medium disolusi yang digunakan mengandung buffer fosfat pH 6,0 dengan
kandungan SLS 0,5%. Menurut Wang et al. (1997), pada pengujian disolusi
kurkumin menggunakan buffer fosfat pH 3-10, didapatkan hasil bahwa kurkumin
paling stabil pada penggunaan buffer fosfat pH 6,0 dibandingkan dengan pH
lainnya. Menurut British Pharmacopoeia (2011), untuk uji disolusi pada obat
yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah penambahan surfaktan dengan
konsentrasi yang rendah pada medium uji dapat dilakukan. Penggunaan surfaktan
dengan konsentrasi yang rendah sesuai dengan keadaan tubuh manusia di mana
pada saluran gastrointestinal hanya terdapat sedikit surfaktan (Rahman et al.,
2009). Jumlah surfaktan yang dibutuhkan bergantung pada nilai critical micellar
concentration (CMC) dari surfaktan tersebut, di mana konsentrasi yang
dibutuhkan setidaknya berada di atas nilai CMC dari surfaktan yang digunakan.
Nilai CMC dari SLS sebesar 0,03% (Rahman et al., 2009). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Rahman et al. (2009), penggunaan SLS 0,5% merupakan jumlah
yang paling efektif digunakan dalam uji disolusi kurkumin. Uji disolusi dilakukan
selama 120 menit dan pencuplikan sampel dilakukan pada menit ke 0, 10, 15, 30,
45, 60, 90 dan 120.
Kecepatan suatu padatan dapat melarut dalam suatu pelarut dapat
dinyatakan dalam persamaan Noyes dan Whitney. Berdasarkan persamaan

10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut dapat memberikan informasi bagaimana meningkatkan disolusi dari obatobat yang memiliki kelarutan yang rendah:


=





− ).................................................... (1)

(

di mana dM/dt merupakan kecepatan disolusi (massa / waktu), D adalah koefisien
difusi zat terlarut dalam larutan, S adalah luas permukaan padatan yang terpejan, h
adalah tebal lapisan difusi, Cs adalah kelarutan padatan yakni konsentrasi
senyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur
percobaan dan C adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t
(Sinko, 2006).
Peningkatan

disolusi

dapat

dilakukan

dengan

peningkatan

luas

permukaaan yang dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran partikel dari dispersi
padat dan pendekatan secara formulasi dengan penggunaan zat pembawa untuk
meningkatkan kelarutan (Nikghalb et al., 2012).

Gambar 3. (A) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:2 (n=3), (B) Persen Terdisolusi Vs
Waktu Rasio 1:4 (n=3), (C) Persen Terdisolusi Vs Waktu Rasio 1:9 (n=3), (D) Perbandingan
DE120 antar Rasio (n=3)
Keterangan: * berbeda signifikan dengan nilai P sebesar 0,03

11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan Gambar 3a, 3b, dan 3c, urutan sampel dengan nilai rata-rata
persen terdisolusi dari paling tinggi ke rendah yaitu: DP 1:9 > DP 1:4 > DP 1:2 >
CF 1:9 > CF 1:4 > CF 1:2. Rata-rata persen terdisolusi dari sistem dispersi padat
pada semua rasio lebih tinggi dibandingkan dengan campuran fisik. Peningkatan
disolusi bisa terjadi dikarenakan adanya pengecilan ukuran partikel dan
peningkatan pembahasan partikel (wettability) (Dipti et al., 2010). Menurut
penelitian Suresh et al. (2013), pembawa PEG 4000 dalam dispersi padat
kurkumin dapat meningkatkan kelarutan dan memaksimalkan luas permukaan
kontak antara zat aktif dengan medium selama proses melarutnya pembawa.
Disolution Efficiency (DE) merupakan metode yang dapat digunakan
untuk mengatasi pengambilan keputusan yang bias dari hasil disolusi. Nilai DE
selalu

ditunjukkan

dalam

kurun

waktu

pengamatan

tertentu

sehingga

diekspresikan dengan DEt (Fudholi, 2013). DE120 digunakan pada penelitian ini
untuk membandingkan hasil disolusi pada tiap rasio.
Nilai rata-rata DE120 pada dispersi padat dan campuran fisik (Gambar 3d)
pada tiap rasio menunjukkan perbedaan signifikan (P < 0,05) setelah diuji statistik
dengan nilai P sebesar 0,006 (rasio 1:2), 0,004 (rasio 1:4), dan 0,010 (rasio 1:9).
Hasil tersebut menunjukkan sistem dispersi padat dapat meningkatkan disolusi
kurkumin dibandingkan dengan campuran fisik dengan kenaikan pada rasio 1:2
sebesar 1,16 kali, rasio 1:4 sebesar 1,37 kali dan pada rasio 1:9 sebesar 1,37 kali.
Peningkatan hasil disolusi tersebut dikarenakan pada proses pembuatan sampel
dispersi padat ekstrak temulawak mengalami pelarutan terlebih dahulu sebelum
dicampurkan pada lelehan PEG 4000 sedangkan pada pembuatan campuran fisik
ekstrak temulawak langsung dicampurkan dengan PEG 4000 tanpa adanya proses
pelarutan terlebih dahulu. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi dalam
peningkatan disolusi dispersi padat kurkumin dengan pembawa PEG 4000 yaitu
peningkatan pembasahan partikel (wettability) yang dapat diamati pada proses
disolusi di mana dispersi padat sangat cepat terlarut di dalam medium uji, tidak
terjadinya proses agregasi dan aglomerasi, serta terbentuknya interaksi antara
kurkumin dengan PEG 4000 yang menyebabkan perubahan kurkumin menjadi
bentuk amorf (Suresh et al., 2013).

12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Perbandingan nilai rata-rata DE120 pada dispersi padat antar rasio (Gambar
3d) juga dilakukan untuk melihat pengaruh rasio ekstrak temulawak-polietilen
glikol 4000 terhadap disolusi. Pada penelitian ini di dapat nilai DE120 rasio 1:2
sebesar 65,94±1,25%, DE120 rasio 1:4 sebesar 92,39±1,68%, dan DE120 rasio 1:9
sebesar 96,21±2,01%. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan didapatkan nilai P
sebesar 0,039 (P < 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan
dari hasil disolusi pada sampel dispersi padat dan dapat dikatakan bahwa
perbedaan rasio ekstrak temulawak-polietilen glikol 4000 mempengaruhi hasil
disolusi kurkumin.
Pada dispersi padat dengan perbandingan ekstrak temulawak-polietilen
glikol 4000 sebesar 1:9 didapatkan nilai rata-rata DE120 yang paling besar
dikarenakan pada rasio tersebut jumlah polietilen glikol 4000 paling besar
dibandingkan dengan yang lainnya sehingga semakin besar jumlah pembawa
hidrofilik di dalam sistem dispersi padat maka akan memberikan hasil disolusi
yang semakin baik. Hal tersebut dikarenakan semakin banyak jumlah polietilen
glikol (PEG) 4000, maka akan terjadi peningkatan pembasahan partikel sehingga
zat aktif kurkumin akan mudah larut di dalam air (Dipti et al., 2010).
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
dispersi padat ekstrak temulawak- polietilen glikol 4000 (PEG 4000) dengan rasio
1:2, 1:4, dan 1:9 dapat meningkatkan kelarutan kurkumin, dimana hasil uji
kelarutan menunjukkan adanya peningkatan pada dispersi padat sebesar 2x lipat
dibandingkan dengan campuran fisik. Pada hasil uji disolusi terdapat perbedaan
signifikan pada nilai DE120 di mana nilai DE120 pada semua dispersi padat lebih
tinggi dibandingkan campuran fisiknya. Pada dispersi padat dengan rasio ekstrak
temulawak-PEG 4000 (1:9) didapatkan nilai DE120 yang paling tinggi yaitu
96,21±2,01%.

13

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

SARAN
Perlu dilakukan karakterisasi dispersi padat lain seperti Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui interaksi antara kurkumin
dengan polietilen glikol (PEG) 4000, Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk
mengetahui ukuran partikel, X-Ray Diffraction Analysis

(XRD) untuk

karakterisasi struktur kristal dan Differential Scanning Calorimetry (DSC) untuk
mengetahui karakterisasi sampel berdasarkan energi transisi.

14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Anand, P., Thomas, S.G., Kunnumakkara, A.B., Sundaram, C., Harikumar, K.B.,
Sung, B., et al., 2008. Biological Activities of Curcumin and Its Analogues (
Congeners ) Made by Man and Mother Nature. Biochemical Pharmacology,
76, 1590–1611.
AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical
Methods for Dietary Supplements and Botanicals.
AOAC, 2016, Appendix F: Guidelines for Standard Method Performance
Requirements.
Bley, H., Fussnegger, B., and Bodmeier, R., 2010. Characterization and stability
of solid dispersions based on PEG / polymer blends. International Journal of
Pharmaceutics, 390 (2), 165–173.
British Pharmacopeia, 2011, British Pharmacopeia, The British Pharmacopeia
Commission, London.
Chiou, W.I.N.L. and Riegelmant, S., 1971. Pharmaceutical sciences
Pharmaceutical Applications of Solid. Journal of Pharmaceutical Sciences,
60 (9), 1281–1302.
Desai, P.P., Date, A.A., and Patravale, V.B., 2012. Overcoming Poor Oral
Bioavailability Using Nanoparticle Formulations – Opportunities and
Limitations. Drug Discovery Today: Technologies, 9 (2), 87–95.
Dipti, D., Anil, B., Sharma, R.B., Ranjana, G., and Sachin, G., 2010.
Enhancement of Dissolution Rate of Slightly Soluble Drug Clomiphene
Citrate by Solid Dispersion. International Journal of PharmTech Research, 2
(3), 1691–1697.
Fudholi, A., 2013, Disolusi dan Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
59, 137-143.
Godse, S.Z., Patil, M.S., Kothavade, S.M., and Saudagar, B., 2013. Techniques
for solubility enhancement of Hydrophobic Drugs : A Review. Journal Of
Advanced Pharmacy Education and Research, 3 (4), 403–414.
HMPC, 2012. Assessment Report on Curcuma xanthorrhiza Roxb . ( C .
xanthorrhiza D . Dietrich )., Rhizoma. European Medicines Agency, 1–22.
Huq, A., 2013. Solid Dispersion To Improve Dissolution of Drug Product.
International Journal of Pharmaceutical and Life Sciences, 2 (1), 42–58.
Kesarwani, K. and Gupta, R., 2013. Bioavailability Enhancers of Herbal Origin:
An Overview. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 3 (4), 253–
266.
Kumar, S., 2006. Organic Chemistery Spectroscopy of Organic Compounds.
Dept. Of Chemistry Guru Nanak Dev University, 1-36.
Leuner, C. and Dressman, J., 2000. Improving Drug Solubility for Oral Delivery
Using Solid Dispersions. European Journal of Pharmaceutics and
Biopharmaceutics, 50, 47–60.
Mogal, S.A., Gurjar, P.N., Yamgar, D.S., and Kamod, A.C., 2012. Solid
Dispersion Technique for Improving Solubility of Some Poorly Soluble
Drugs. Der Pharmacia Lettre, 4 (5), 1574–1586.
15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Najmuddin, M., Khan, T., AA, M., Shelar, S., and Patel, V., 2010. Enhancement
of Dissolution Rate of Ketoconazole by Solid Dispersion Technique.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 2 (3), 132–
136.
Nikghalb, L.A., Singh, G., Singh, G., and Kahkeshan, K.F., 2012. Solid
Dispersion: Methods and Polymers to Increase The Solubility of Poorly
Soluble Drugs. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 2 (10), 170–175.
Prasanthi, N.L., Rao, N.R., and Manikiran, S.S., 2010. Studies on Dissolution
Enhancement of Poorly Water Soluble Drug Using Water Soluble Carriers.
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 3 (2), 95-97.
Rahardjo, M., 2010. Penerapan SOP Budidaya Untuk Mendukung Temulawak
Sebagai Bahan Baku Obat Potensial. Perspektif, 9 (2), 78–93.
Rahman S.M.H, Telny, T.C., Ravi, T.K., and Kuppusamy, S., 2009. Role of
Surfactan and pH in Dissolution of Curcumin. Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 139-142
Rohman, A., 2012. Analysis of Curcuminoids in Food and Pharmaceutical
Products. International Food Research Journal, 19 (1), 19–27.
Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445.
Serajuddin, A.T.M., 1999. Solid Dispersion of Poorly Water-Soluble Drugs: Early
Promises, Subsequent Problems, and Recent Breakthroughs. Journal of
Pharmaceutical Sciences, 88 (10), 1058–1066.
Strimpakos, A.S. and Sharma, R. a, 2008. Curcumin: Preventive and Therapeutic
Properties in Laboratory Studies and Clinical Trials. Antioxidants & Redox
Signaling, 10 (3), 511–45.
Suresh, K., Yogesh, C., Priyanka, B., Khushbu, S., and Manisha, B., 2013.
Enhancement of Solubility and Dissolution Rate of Curcumin by Solid
Dispersion Technique. International Research Journal of Pharmacy, 4 (5),
226–232.
Wan, S., Sun, Y., Qi, X., and Tan, F., 2012. Improved Bioavailability of Poorly
Water-Soluble Drug Curcumin in Cellulose Acetate Solid Dispersion. AAPS
PharmSciTech, 13 (1).
Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsies, C.Y., et al., 1997.
Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization of Its
Degradation Products. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis,
15, 1867-1876.

16

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Curcuma xanthorrhiza

17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2. Penentuan panjang gelombang maksimum
1.

Hasil overlay spectrum scanning panjang gelombang maksimum

18

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Hasil scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi
rendah (0,5382 µg/mL)

19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Hasil scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi
sedang (3,2292 µg/mL)

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Hasil scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi
tinggi (6,4584 µg/mL)

21

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3. Hasil verifikasi metode analisis pada pelarut medium disolusi
1. Akurasi dan presisi

22

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Summary output regression untuk kurva baku medium disolusi

23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4. Kurva baku dan Summary output regression untuk metanol

Absorbansi

Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol
1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

y = 0,159x - 0,006
R² = 0,997

r = 0,998

0

1

2
3
4
Konsentrasi (µg/mL)

5

6

Lampiran 5. Perhitungan bahan dalam pembuatan dispersi padat dan
campuran fisik masing-masing rasio
Rasio

Ekstrak temulawak (g)

Polietilen glikol 4000 (g)

1:2

1,700

3,300

1:4

1,000

4,000

1:9

0,500

4,500

*akan dibuat dispersi padat dan campuran fisik sebanyak 5,000 gram

24

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 6. Pembuatan dispersi padat
1. Penimbangan bahan
Rasio dispersi padat

Ekstrak temulawak (g)

PEG 4000 (g)

1:2

1,706

3,310

1:4

1,001

4,006

1:9

0,503

4,507

2. Perhitungan rendemen dispersi padat
% Rendemen =

� � ℎ�


� �

� 100%

Dispersi padat

Rasio

1:2

1:4

1:9

Berat akhir (g)

3,937

4,359

4,443

Berat total (g)

5,016

5,007

5,010

Yield

78,49%

87,06%

88,68%

Lampiran 7. Pembuatan campuran fisik
1. Penimbangan bahan
Rasio campuran fisik

Ekstrak temulawak (g)

PEG 4000 (g)

1:2

1,700

3,300

1:4

1,003

4,000

1:9

0,498

4,499

25

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 8. Statistika uji kelarutan
1. Uji normalitas campuran fisik dan dispersi padat pada rasio 1:9, 1:4
dan 1:2 menggunakan Shapiro-Wilk Test

2. Signifikansi kelarutan antara campuran fisik dan dispersi padat pada
rasio 1:2 menggunakan Mann-Whitney Test

26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Signifikansi kelarutan antara campuran fisik dan dispersi padat pada
rasio 1:4 menggunakan Mann-Whitney Test

4. Signifikansi kelarutan antara campuran fisik dan dispersi padat pada
rasio 1:9 menggunakan F-Test dan T-Test

27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 9. Uji disolusi
1. Massa isi kapsul untuk uji disolusi
Sampel RI (g) RII (g) RIII
(g)

Ratarata (g)

SD

CV
(%)

CF 1:2

0,498

0,499

0,498

0,498

0,001

0,001

DP 1:2

0,498

0,502

0,500

0,500

0,002

0,004

CF 1:4

0,500

0,500

0,499

0,500

0,001

0,001

DP 1:4

0,502

0,502

0,502

0,502

0,000

0,000

CF 1:9

0,497

0,496

0,499

0,497

0,002

0,003

DP 1:9

0,502

0,502

0,502

0,502

0,000

0,000

2. Contoh hasil data uji disolusi
a. Campuran fisik rasio 1:2

*DF = Faktor Pengenceran
b. Dispersi padat rasio 1:2

*DF = Faktor Pengenceran

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Perhitungan AUC dan DE
a. Contoh hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) dan
Dissolution Efficiency (DE) campuran fisik rasio 1:2

b. Contoh hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) dan
Dissolution Efficiency (DE) dispersi padat 1:2

29

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 10. Statistika uji disolusi – perbedaan campuran fisik dengan
dispersi padat pada DE120
1. Uji normalitas campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:9, 1:4, dan
1:2 menggunakan Shapiro-Wilk Test

2. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:2
menggunakan F-test dan T-test

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:4
menggunakan F-test dan T-test

4. Signifikansi DE120 antara campuran fisik dan dispersi padat rasio 1:9
menggunakan F-test dan T-test

31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 11. Statistika uji disolusi – perbedaan antar rasio dispersi padat
pada DE120
1. Uji normalitas DE120 pada dispersi padat rasio 1:2, 1:4, dan 1:9
menggunakan Shapiro-Wilk Test

2. Signifikansi DE120 pada dispersi padat rasio 1:2, 1:4, dan 1:9
menggunakan Kruskal-Wallis Test

32

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN FOTO
Lampiran 12. Pembuatan dispersi padat

Lampiran 13. Dokumentasi uji kelarutan

33

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 14. Dokumentasi uji drug load

Lampiran 15. Dokumentasi uji disolusi

34

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Pengaruh Rasio
Ekstrak Temulawak / Polietilen Glikol (PEG) 4000
Dalam Sistem Dispersi Padat Dengan Metode
Pelelehan-Pelarutan Terhadap Disolusi Kurkumin”
memiliki nama lengkap Dendi Putro Anggomantio.
Penulis lahir di Denpasar, 21 April 1995 dan merupakan
anak kedua dari dua bersaudara pasangan Haryo Tri
Anggono dan Atik Yuniarsih. Penulis telah menempuh
pendidikan formal di TK Kartika VII Denpasar (20002001),
Pendidikan
Sekolah
Dasar
di
SD
Muhammadiyah 2 Denpasar (2001-2007), Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di SMPK Santo Yoseph
Denpasar (2007-2010), Pendidikan Sekolah Menengah di SMAK Santo Yoseph
Denpasar (2010-2013). Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2013. Selama masa
studi, penulis cukup aktif dalam mengikuti berbagai kepanitiaan antara lain
menjadi anggota divisi perlengkapan pada Panitia Pelepasan Wisuda (2014) serta
Titrasi (2015) dan divisi keamanan panitia 3 on 3 Fakultas Farmasi (2015).
Selama perkuliahan, penulis juga berperan menjadi asisten dosen pada praktikum
Formulasi dan Teknologi Sediaan Farmasi (2016-2017), serta praktikum Analisis
Farmasi (2016-2017). Penulis pernah mendapatkan dana hibah dari
RISTEKDIKTI dalam pengabdian masyarakat dengan judul “KALI CODE
(Edukasi: Kenali, Cegah, dan Obati Penyakit Degeneratif pada Lansia di
Pedukuhan Semagung, Kalibawang, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta” pada tahun
2016.

35