Pengaruh rasio ekstrak temulawak Polietilen Glikol (PEG) 6000 dalam sistem dispersi padat dengan metode pelelehan pelarutan terhadap disolusi kurkumin

(1)

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK/POLIETILEN GLIKOL (PEG) 6000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE

PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kendhi Swandanu

NIM : 138114136

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

Halaman Judul

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK/POLIETILEN GLIKOL (PEG) 6000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE

PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Kendhi Swandanu

NIM : 138114136

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini kurpersembahkan kepada: Tuhan Yesus Kristus sang teladan pribadiku

Bapak, Mama yang senantiasa mendukung dalam doa dan pengharapan Sahabat

Dan Almamater tercinta

Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia


(6)

(7)

(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas bimbingan, berkat, dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Rasio Ekstrak Temulawak/Polietilen Glikol (PEG) 6000 dalam Sistem Dispersi Padat dengan Metode Pelelehan-Pelarutan Terhadap Disolusi Kurkumin” dengan baik untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi. Selama proses yang dijalani, penulis telah melalui tahap dari penyusunan proposal, penelitian, hingga penyusunan naskah skripsi ini. Terlepas dari itu, penulis tidak melakukannya sendirian, sehingga penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing atas segala dorongan, masukan, saran selama proses penyusunan naskah dan penelitian.

3. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas masukan dan saran selama penyusunan proposan dan naskah skripsi.

4. Ibu Dina Christin Ayuning Putri, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas masukan dan saran selama penyusunan proposal dan naskah skripsi.

5. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas masukan dan saran selama penyusunan proposal dan naskah skripsi.

6. Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt. atas pemberian baku standar kurkumin untuk digunakan pada penelitian ini

7. Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. atas pembiayaan penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik

8. Bapak Musrifin, Bapak Wagiran, Bapak Bima, selaku laboran atas arahan dan dukungan selama penelitian

9. Bapak Surandaru, Mama Wahyu Sriharini yang selalu mendukung dalam doa dan memberikan dorongan serta semangat sehingga mampu melewati proses skripsi dengan baik.


(9)

viii

Penulis menyadari bahwa naskah ini masih belum sempurna sehingga penulis mohon maaf atas segala hal yang masih perlu disempurnakan melalui saran yang membangun. Sebagai penutup, penulis berharap agar karya penelitian ini dapat memberi kontribusi dan manfaat bagi pengetahuan dan masyarakat. Terima kasih

Yogyakarta, 7 Juni 2017


(10)

ix

PENGARUH RASIO EKSTRAK TEMULAWAK/POLIETILEN GLIKOL (PEG) 6000 DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN METODE

PELELEHAN-PELARUTAN TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN Kendhi Swandanu

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 swandanu.kendhi@gmail.com

ABSTRAK

Kurkumin merupakan salah satu komponen aktif dalam temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang memiliki potensi pada aktivitas farmakologis. Kurkumin termasuk dalam obat BCS (Biopharmaceutical Classification System) kelas II di mana kelarutannya dalam air rendah namun memiliki permeabilitas membran yang tinggi sehingga disolusi menjadi rate limiting step bioavailabilitas oral kurkumin.

Metode yang dipilih untuk meningkatkan disolusi obat yaitu pembuatan dispersi padat. Pembawa yang digunakan adalah polietilen glikol (PEG) 6000. Metode dispersi padat yang digunakan adalah pelelehan-pelarutan. Pembuatan dispersi padat dilakukan dengan variasi rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 sebesar 1:2, 1:4 dan 1:9. Karakterisasi dispersi padat dengan uji drug load, uji kelarutan dan uji disolusi. Uji disolusi dispersi padat kurkumin dilakukan dengan alat uji disolusi tipe 2 (dayung/paddle) dan penetapan kadar kurkuminoid dilakukan dengan spektrofotometer UV-Visible. Perbandingan hasil disolusi dilihat dengan nilai dissolution efficiency.

Pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dan disolusi kurkumin dibandingkan dengan campuran fisiknya (p<0,05) dengan peningkatan kelarutan paling tinggi pada rasio 1:4 (14,5 kali) serta nilai DE120 dispersi padat sebesar 60,40 ± 1,52%; 89,02 ± 1,00%; dan 92,23 ± 0,40% untuk tiap rasio berturut-turut 1:2, 1:4 dan 1:9. Perbedaan tiap rasio dispersi padat juga memiliki perbedaan yang signifikan (p< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa rasio dispersi padat ekstrak temulawak dengan PEG 6000 berpengaruh terhadap disolusi kurkumin. Kata kunci: kurkumin, dispersi padat, disolusi, PEG 6000, spektrofotometri UV-visibel


(11)

x

DISSOLUTION OF CURCUMIN BASED ON TEMULAWAK EXTRACT/POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) 6000 RATIO IN SOLID

DISPERSION SYSTEM WITH MELTING-SOLVENT METHOD Kendhi Swandanu

Faculty of Pharmacy

University of Sanata Dharma, Kampus III Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55282

Telp. (0274) 883037, Fax. (0274) 886529 swandanu.kendhi@gmail.com

ABSTRACT

Curcumin is one of the active component in Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) that proven to have pharmacological potential. Curcumin classified in Biopharmaceutical Classification System (BCS) Class II with low solubility in water but highly permeable in cell membrane. Therefore, dissolution becoming the rate limiting step of curcumin oral bioavailability.

Solid dispersion preparation was chosen to enhance drug dissolution. Polyethylene glycol was used as a carrier in solid dispersion system. The solid dispersion was prepared using melting-solvent method in different ratios as follows 1:2, 1:4 and 1:9. Solubility testing and dissolution testing was used as the solid dispersion characterization. USP apparatus type II (paddle) was used as dissolution testing instrument. Spectrophotometer UV-visible was chosen to determine concentration of curcuminoid. The dissolution was interpret using dissolution efficiency (DE).

The use of solid dispersion system with 1:2, 1:4 and 1:9 ratio enhance the solubility and dissolution rate of curcumin than its’ physical mixture (p value<0,05) with 14,5 fold times of solubility enhancement for 1:4 ratio and DE120 value for each consecutive ratio as follows 60,40 ± 1,52%; 89,02 ± 1,00%; and 92,23 ± 0,40%. The effect of ratio from solid dispersion of temulawak extract and PEG 6000 significanly different to enhance the dissolution rate of curcumin (p<0,05).

Keywords: curcumin, solid dispersion, dissolution, PEG 6000, spectrophotometry UV-Visible


(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN Verifikasi Metode Analisis ... 4

Pembuatan Dispersi Padat ... 4

Pembuatan Serbuk Campuran Fisik ... 5

Uji drug load ... 5

Uji kelarutan ... 5

Uji disolusi ... 5

Penetapan Kadar Kurkumin Terdisolusi ... 6

Analisis Hasil Uji Kelarutan dan Uji Disolusi ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Verifikasi metode analisis ... 7

Uji drug load ... 9

Uji kelarutan ... 9

Uji disolusi ... 11


(13)

xii

SARAN ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN ... 19


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil perhitungan parameter akurasi dan presisi ... 8 Tabel II. Hasil uji drug load campuran fisik (CF) dan dispersi padat (DP) ... 9 Tabel III. Hasil uji kelarutan campuran fisik (CF) dan dispersi padat (DP) ... 10


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi (n=3) ... 7 Gambar 2. Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik (n=3) .. 10 Gambar 3. Kurva Rata-Rata Persen Terdisolusi (%) vs Waktu (menit) dan Nilai


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (COA) ekstrak temulawak dari PT.

Phytochemindo Reksa ... 19

Lampiran 2. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 20

Lampiran 3. Verifikasi metode analisis: akurasi dan presisi ... 24

Lampiran 4. Summary output regression statistics untuk kurva baku medium disolusi ... 25

Lampiran 5. Kurva baku metanol ... 25

Lampiran 6. Summary output regression statistics untuk kurva baku metanol . 26 Lampiran 7. Perhitungan bahan pada pembuatan dispersi padat dan campuran fisik tiap rasio ... 26

Lampiran 8. Pembuatan dispersi padat ... 26

Lampiran 9. Statistika uji kelarutan ... 28

Lampiran 10. Uji Disolusi ... 31

Lampiran 11. Statistika uji disolusi dispersi padat dan campuran fisik ... 34

Lampiran 12. Statistika uji disolusi perbedaan rasio dispersi padat ... 37

Lampiran 13. Proses pembuatan dispersi padat ... 38


(17)

1 PENDAHULUAN

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli Indonesia (endogenous plant) yang sering digunakan pada industri makanan lokal serta memiliki beberapa manfaat farmakologis. Komponen yang terdapat dalam temulawak yaitu Xantorizol sebagai komponen utama dan kurkuminoid (Sumiwi and Sidik, 2008). Kurkuminoid merupakan senyawa yang dikenal memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Kurkuminoid terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin (Goel et al., 2008). Kurkumin telah dibuktikan dalam beberapa penelitian memiliki berbagai macam aktivitas antara lain antioksidan (Rosidi et al., 2016), antiinflamasi (Ferreira et al., 2015), hepatoprotektor (Devaraj et al., 2010), antibakteri (Mohammed and Habil, 2015) serta terapi pada penyakit Alzheimer (Yao and Xue, 2014). Manfaat-manfaat tersebut menyebabkan kurkumin banyak diminati sebagai pengobatan alami. Namun, hal yang menjadi penghambat utama kurkumin sebagai obat oral adalah kurangnya kelarutan kurkumin dalam air yang dikarenakan memiliki kelarutan dalam air sebesar 11 ng/mL (Tonnesen, Masson and Loftsson, 2002). Kurkumin termasuk ke dalam obat Biopharmaceutical Classification System (BCS) kelas II yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah namun memiliki permeabilitas membran yang tinggi. Untuk itu, kelarutan menjadi kendala utama dalam bentuk sediaan oral (Fudholi, 2013). Untuk obat-obatan yang termasuk dalam BCS kelas II, disolusi menjadi parameter utama atau rate limiting step dalam menentukan bioavailabilitas (ketersediaan hayati) oral (Wang et al., 2015).

Beberapa teknik dalam meningkatkan disolusi obat telah dilakukan, antara lain kosolvensi (Kharwade et al., 2012), pembentukan garam (Serajuddin, 2007), dan teknik mikronisasi. Selain teknik yang telah disebutkan, terdapat cara lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan disolusi yaitu dengan pembuatan dispersi padat. Komponen penyusun dispersi padat adalah obat hidrofobik dalam matriks atau pembawa yang bersifat hidrofilik. Mekanisme peningkatan kelarutan yang terjadi pada dispersi padat antara lain peningkatan luas permukaan kontak zat dengan matriks pembawanya karena terdapat luas permukaan yang cukup besar,


(18)

2

menjadikan bentuk amorf serta peningkatan pembasahan dengan kontak langsung obat dengan matriks (Mogal et al., 2012). Kestabilan dispersi padat ditentukan oleh pembawa yang digunakan. Pembawa yang digunakan pada penelitian ini adalah polietilen glikol 6000 (PEG 6000) dengan alasan memiliki nilai titik lebur kecil, bersifat hidrofilik, memiliki toksisitas yang rendah (Afifi, 2015) serta memiliki tingkat solidifikasi atau pemadatan yang cepat (Bley et al., 2010). Metode yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat adalah melting-solvent method atau pelelehan-pelarutan. Metode pelelehan-pelarutan dilakukan dengan melarutkan bahan obat terlebih dahulu dalam pelarut yang sesuai, kemudian dicampur dengan hasil pelelehan pembawa (Leuner and Dressman, 2000).

Pembuatan dispersi padat dilakukan dengan beberapa rasio tertentu. Penentuan rasio dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pada penelitian Patil dan Gaikwad (2011) didapatkan peningkatan pada profil disolusi obat gliclazide dengan pembuatan dispersi padat menggunakan metode pelelehan (fusion method) dengan perbandingan 1:1, 1:3 dan 1:5 masing-masing 90,43%, 92,97% dan 97,93%. Terlihat bahwa semakin banyak pembawa maka semakin tinggi peningkatan disolusi, maka pada penelitian ini digunakan rasio ekstrak dan pembawa sebesar 1:2, 1:4 dan 1:9. Rasio tersebut mengacu pada penelitian Prasanthi, Rao dan Manikiran (2010) yang membuat dispersi padat lasidipin dengan pembawa PEG 6000. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh rasio dispersi padat ekstrak temulawak dengan PEG 6000 terhadap disolusi kurkumin.

METODE PENELITIAN Bahan Penelitian

Standar baku kurkumin (diisolasi oleh Dr.rer.nat. Yosi Bayu Murti, M.Si., Apt.), ekstrak temulawak (PT. Phytochemindo Reksa) dengan kadar kurkuminoid minimal 15,06%, metanol p.a. (Merck), etanol teknis, akuades, cangkang kapsul keras ukuran 00 (Kapsulindo Nusantara), polietilen glikol 6000 sebagai pembawa, Sodium Lauryl Sulphate (SLS) (Merck) dan Sodium Dihydrogen Phosphate Dihydrate/NaH2PO4.2H2O (Merck).


(19)

3 Alat Penelitian

Alat gelas (Pyrex Iwaki), neraca analitik (Mettler Toledo), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co), water bath (Gerhardt), makropipet (Socorex), mikropipet (Socorex), pH meter (Wissenschaftlich-Technische-Werkstatten pH 3310 SET), orbital shaker (Innova 2100), alat uji disolusi tipe dayung (Guoming RC-6D), centrifuge (Gemmy PLC-05), mortir dan stamper, ayakan no. mesh 50, dan spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu UV-1800).

Pembuatan larutan baku kurkumin

1. Larutan stok kurkumin (konsentrasi 1000 µg/mL)

Kurkumin ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg, dimasukkan kedalam effendorf dan diencerkan dengan metanol p.a sebanyak 1 ml terlindung cahaya. Larutan kurkumin yang didapat memiliki konsentrasi sebesar 1 µg/mL.

2. Larutan intermediet (konsentrasi 10 µg/mL)

Larutan stok kurkumin 0,1 ml diambil kemudian dimasukkan dalam labu takar 10,0 ml dan diencerkan dengan metanol p.a hingga batas tanda, terlindung cahaya. Larutan kurkumin yang didapat memiliki konsentrasi 0,01 µg/mL.

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (λ maks)

Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak 0,25 ml; 1,5 ml dan 3 ml kemudian diencerkan dengan medium disolusi (dapat fosfat pH 6,0 dan sodium lauryl sulphate 0,5%) pada labu takar 10,0 ml. Larutan ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang antara 400-600 nm, kemudian dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang antara 400 – 600 nm.

4. Pembuatan kurva baku

Dari larutan intermediet kurkumin kemudian diencerkan dengan konsentrasi 0,54 µg/mL, 1,07 µg/mL, 2,15 µg/mL, 3,23 µg/mL, 4,31 µg/mL, 5,38 µg/mL. Larutan ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Data


(20)

4

dihitung menggunakan regresi linier sehingga diperoleh persamaan kurva baku.

Verifikasi Metode Analisis

1. Penetapan parameter linearitas

Parameter linearitas didapatkan dengan nilai koefisien korelasi (r) dari persamaan regresi linear tiga replikasi kurva baku. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,01 µg/mL; 0,02 µg/mL; 0,04 µg/mL; 0,09 µg/mL; 0,17 µg/mL; 0,22 µg/mL; 0,43 µg/mL; 0,53 µg/mL; 1,07 µg/mL; 2,15 µg/mL; 3,23 µg/mL; 4,31 µg/mL; 5,38 µg/mL; 6,46 µg/mL. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung persamaan regresi linear nya untuk mendapatkan nilai r.

2. Penetapan parameter akurasi dan presisi

Parameter akurasi ditetapkan dengan nilai perhitungan perolehan kembali, sedangkan parameter presisi ditetapkan dengan nilai perhitungan koefisien variasi. Konsentrasi larutan baku kurkumin dibuat sebanyak 3 konsentrasi yang berbeda (0,54; 3,23; dan 5,38 µg/mL). Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

Pembuatan Dispersi Padat Ekstrak Temulawak-PEG 6000

Dispersi padat ekstrak temulawak – PEG 6000 dibuat dengan menimbang serbuk ekstrak temulawak dan PEG 6000 masing-masing sebesar perbandingan 1:2, 1:4 dan 1:9 dengan bobot total sebesar 5 gram. Ekstrak temulawak terlebih dahulu dilarutkan dengan etanol dan bersamaan dengan itu PEG 6000 dilelehkan dalam cawan porselen pada water bath dengan suhu 60 oC. Setelah itu larutan kurkumin tersebut dimasukkan dalam cawan porselen yang telah berisi lelehan PEG. Setelah pelarut etanol menguap, campuran kemudian didiamkan selama 5 menit dan didinginkan menggunakan penangas es agar didapatkan suatu padatan. Padatan tersebut kemudian dihancurkan dengan cara digerus lalu diayak dengan ayakan


(21)

5

nomor mesh 50 kemudian disimpan dengan dimasukkan dalam desikator untuk dilakukan uji berikutnya.

Pembuatan Serbuk Campuran Fisik

Serbuk campuran fisik dibuat dengan cara menimbang serbuk ekstrak temulawak dan PEG 6000 yang sebelumnya telah dihaluskan dan diayak dengan perbandingan 1:2, 1:4 dan 1:9. Serbuk ekstrak temulawak dan PEG 6000 dicampur dengan lembut hingga homogen menggunakan mortir dan stamper, kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 50 kemudian dimasukkan dalam desikator untuk uji berikutnya.

Uji Drug Load

Uji drug load dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 25 mg serbuk dispersi padat dan campuran fisik kemudian dilarutkan dalam 25 mL metanol p.a. dan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 425 nm.

Uji Kelarutan

Uji kelarutan dilakukan dengan cara menimbang dispersi padat dan campuran fisik sebanyak 25 mg kemudian dilarutkan dalam 25 ml dapar fosfat pH 6,0 menggunakan erlenmeyer dan diaduk menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 75 rpm selama 48 jam di suhu ruangan (25o C) terlindung dari cahaya. Sampel kemudian disaring dan diambil 5 mL untuk dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visibel pada panjang gelombang 431 nm. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis dengan Real Statistics Microsoft Excel untuk melihat signifikansi tiap rasio formula.

Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan dengan alat uji disolusi tipe dayung. Medium yang digunakan adalah dapar fosfat pH 6,0 dan sodium lauryl sulphate (SLS) 0,5%. Kecepatan putar dayung diatur 75 rpm dan suhu diatur 37±0,5oC. Volume medium disolusi yang digunakan adalah 500 ml. Kapsul yang digunakan adalah kapsul


(22)

6

cangkang keras ukuran 00. Sebelum dilakukan disolusi, pada kapsul diberi pemberat lebih dulu agar kapsul tenggelam. Sampel disolusi diambil sebanyak 1 mL pada menit ke-10, 15, 30, 45, 60, 90 dan 120. Setelah sampel diambil diganti dengan 1 mL medium yang baru pada suhu yang sama. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Penetapan Kadar Kurkumin Terdisolusi dengan Spektrofotometri Visibel Sampel sebanyak 1 ml diambil dan di-centrifuge untuk menghilangkan endapan di dalam cuplikan dengan kecepatan 6000 rpm selama 5 menit kemudian diencerkan ke dalam labu takar 5 ml dan diukur absorbansinya pada spektrofotometer UV-visibel kemudian ditetapkan kadarnya.

Analisis Hasil Uji Kelarutan dan Disolusi

Uji statistik dilakukan dengan aplikasi real statistic yang dipasang pada Microsoft Excel. Uji normalitas dilakukan dengan Uji Shapiro-Wilk. Unpaired-T-test digunakan untuk data terdistribusi normal dan Mann Whitney Test untuk data terdistribusi tidak normal pada perbedaan kelarutan dan profil disolusi dispersi padat dengan campuran fisik. Perbedaan profil disolusi kurkumin antara dispersi padat dengan campuran fisik digunakan nilai DE120. Untuk melihat signifikansi pengaruh rasio ekstrak dan pembawa terhadap disolusi kurkumin digunakan ANOVA untuk data terdistribusi normal dan Uji Kruskal-Wallis untuk data terdistribusi tidak normal. Taraf kepercayaan yang digunakan sebesar 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 dalam sistem dispersi padat terhadap disolusi kurkumin.Metode yang digunakan pada pembuatan dispersi padat adalah metode pelelehan-pelarutan.

Metode pelelehan-pelarutan digunakan untuk pembawa yang memiliki titik leleh yang rendah namun memiliki kemampuan solidifikasi atau pemadatan yang cepat. Metode ini memiliki keuntungan yaitu meningkatkan homogenitas obat


(23)

7

dalam pembawa serta mengurangi jumlah pelarut yang digunakan dibandingkan dengan metode penguapan pelarut.

Verifikasi Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode analisis kurkumin dengan spektrofotometri UV-Visibel yang divalidasi oleh Sharma et al. (2012).

1. Linearitas

Pengukuran linearitas dilihat dengan koefisien korelasi (r). Pengukuran dilakukan dengan membuat 14 seri konsentrasi baku kurkumin dengan konsentrasi 0,01 µg/mL; 0,02 µg/mL; 0,04 µg/mL; 0,09 µg/mL; 0,17 µg/mL; 0,22 µg/mL; 0,43 µg/mL; 0,53 µg/mL; 1,07 µg/mL; 2,15 µg/mL; 3,23 µg/mL; 4,31 µg/mL; 5,38 µg/mL; 6,46 µg/mL. Hasil uji linearitas yang didapat (r) untuk kurkumin pada medium disolusi sebesar 0,998, hal tersebut telah memenuhi persyaratan AOAC (2002) tentang linearitas yang baik yaitu > 0,99.

Gambar 1. Kurva korelasi konsentrasi dengan absorbansi (n=3)

y = 0.1307x + 0.0015 R² = 0.9963

r = 0,998 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

0 2 4 6 8

A

bso

rba

nsi

Konsentrasi (µg/mL)


(24)

8 2. Akurasi dan presisi

Pengukuran akurasi dapat dilihat dari kedekatan konsentrasi terukur dengan konsentrasi sebenarnya, sedangkan pengukuran presisi dapat dilihat dari nilai coefficient of variation (CV). Kedekatan konsentrasi dihitung dengan cara menghitung banyaknya analit yang didapatkan kembali setelah 9 kali pengukuran pada 3 tingkat konsentrasi yang berbeda, sedangkan presisi diukur dari analisis 9 kali pengukuran kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi yang digunakan untuk mengukur akurasi dan presisi yaitu 0,54; 3,23 dan 5,38 µg/mL.

Tabel I. Hasil Perhitungan Parameter Akurasi dan Presisi

Keterangan Konsentrasi teoritis (µg/mL) Konsentrasi perhitungan (µg/mL) Perolehan kembali (%) CV (%) Rendah

Rep I 0,54 0,53 98,84

0,83

Rep II 0,54 0,54 100,26

Rep III 0,54 0,53 98,84

Sedang

Rep I 3,23 3,29 102,01

1,83

Rep II 3,23 3,35 103,67

Rep III 3,23 3,42 105,80

Tinggi

Rep I 5,38 5,58 103,71

2,42

Rep II 5,38 5,82 108,11

Rep III 5,38 5,83 108,26

Berdasar hasil perhitungan yang terdapat pada Tabel I, dapat dilihat nilai perolehan kembali berada pada rentang 98,84-108,26%. Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan yang diberikan oleh AOAC (2016) tentang perolehan kembali untuk sampel dengan konsentrasi 1 µg/mL, yaitu 80-110%. Nilai CV yang didapat menunjukkan hasil sebesar 0,83-2,42%. Hasil tersebut masih memenuhi persyaratan dari AOAC (2016) tentang nilai CV yaitu sebesar 11% untuk konsentrasi 1 µg/mL. Setelah didapatkan nilai


(25)

9

linearitas, akurasi dan presisi, dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan valid dan dapat dipakai untuk penelitian ini.

Uji Drug Load Campuran Fisik dan Dispersi Padat

Pengujian drug load dilakukan untuk mengetahui kadar kurkuminoid sebenarnya pada rasio yang digunakan serta mengetahui kehilangan obat pada proses pembuatan sistem. Hasil dari uji drug load dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Hasil Uji Drug Load Campuran Fisik (CF) dan Dispersi Padat (DP)

Sampel

(n=3) CF 1:2 CF 1:4 CF 1:9 DP 1:2 DP 1:4 DP 1:9

112,79 104,97 94,46 105,51 84,72 66,26 106,47 93,87 91,77 103,09 105,17 68,71 101,87 97,24 100,58 107,22 91,81 66,26 x̄ ± SD (%) 107,01 ±

5,49 98,69 ± 5,69 95,60 ± 4,52 105,27 ± 2,08 93,90 ± 10,38 67,08 ± 1,41

CV (%) 5,13 5,76 4,73 1,97 11,06 2,11

Tabel II menunjukkan nilai persen perolehan kembali (% recovery) dari uji drug load. Nilai % recovery yang diharapkan yaitu sebesar 100%. Pada tabel terdapat ketidaksesuaian nilai drug load dengan drug load sebenarnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya kehilangan saat proses pembuatan sediaan. Selain itu dapat dilihat bahwa rasio 1:9 lebih kecil dibandingkan dengan drug load lainnya. Hal tersebut dapat dikarenakan terjadinya ketidakstabilan pada kurkumin karena pengaruh hidrolisis yang terjadi karena sediaan masih mengandung molekul air. Semakin tinggi PEG yang digunakan maka semakin mudah sediaan menyerap molekul air di sekitarnya karena PEG bersifat higroskopis.

Uji Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat

Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan antara kelarutan campuran fisik dengan dispersi padat pada dapar fosfat pH 6,0 tanpa ada


(26)

10

penambahan sodium lauryl sulphate (SLS) 0,5%. Hasil dari uji kelarutan dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Hasil Uji Kelarutan Campuran Fisik (CF) dan Dispersi Padat (DP)

Sampel (n=3) DP 1:2 CF 1:2 DP 1:4 CF 1:4 DP 1:9 CF 1:9

0,75 0,38 0,86 0,07 1,44 0,44

0,71 0,30 0,88 0,07 1,34 0,39

0,65 0,30 0,88 0,04 1,34 0,40

x̄ ± SD (%) 0,70 ±

0,05 0,33 ± 0,04 0,87 ± 0,01 0,06 ± 0,02 1,37 ± 0,06 0,41 ± 0,03

CV (%) 6,56 13,48 1,34 26,57 6,74 4,35

Peningkatan 2,1 kali 14,5 kali 3,3 kali

Keterangan: SD = standar deviasi, CF = campuran fisik, DP = dispersi padat

Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan kelarutan antara dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Peningkatan yang terjadi masing-masing sebesar 2,1 kali, 14,5 kali dan 3,3 kali untuk rasio 1:2, 1;4 dan 1:9. Perbandingan hasil kelarutan antara dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik

Peningkatan kelarutan paling besar terjadi pada rasio 1:4. Setelah diuji statistik dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kelarutan yang signifikan pada

0.70 0.87 1.37 0.33 0.06 0.41 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

1:2 1:4 1:9

Ko n sen tr asi (µ g /m L )

Perbandingan Kelarutan Dispersi Padat dan Campuran Fisik


(27)

11

dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan dari kurkumin. Uji statistik juga dilakukan pada hasil uji kelarutan antar rasio dispersi padat. Hasil dari uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil uji kelarutan tiap rasio dispersi padat (p>0,05). Selain itu dilakukan uji statistik pada peningkatan tiap rasio. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa peningkatan tiap rasio berbeda secara signifikan dengan nilai p sebesar 0,02 (p<0,05).

Uji Disolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat

Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui pelepasan kurkumin pada medium disolusi secara in vitro. Metode uji disolusi yang digunakan adalah USP tipe II/metode dayung (paddle). Medium disolusi yang digunakan adalah dapar fosfat pH 6,0 dan SLS 0,5%. Menggunakan dapar fosfat pH 6,0 karena kurkumin paling stabil pada pH 6,0 (Wang et al., 1997). Pada penelitian ini medium disolusi menggunakan surfaktan yaitu sodium lauryl sulphate (SLS). Penggunaan surfaktan didasarkan oleh British Pharmacopeia (2011) untuk obat golongan BCS class II. Penggunaan surfaktan dalam medium disolusi akan lebih mencerminkan kondisi saluran pencernaan dibandingkan penggunaan pelarut organik. Penggunaan SLS dengan konsentrasi 0,5% didasarkan pada penelitan Rahman et al (2009) karena konsentrasi tersebut sudah melebihi nilai Critical Micelle Concentration (CMC) SLS sebesar 0,03%. Rahman juga mencoba menggunakan beberapa konsentrasi SLS pada disolusi kurkumin, yaitu dari konsentrasi 0,1-3% dan didapatkan bahwa konsentrasi 0,5% merupakan konsentrasi yang efektif digunakan pada disolusi kurkumin. Volume medium yang digunakan sebanyak 500 mL dan suhu yang digunakan 37±0,5oC. Laju disolusi dapat dinyatakan dengan persamaan Noyes-Whitney. Persamaan Noyes-Whitney dinyatakan sebagai berikut:


(28)

12

Persamaan Noyes-Whitney menunjukkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan laju disolusi obat dengan kelarutan yang rendah, dimana dM/dt adalah laju disolusi. Pada persamaan tersebut, S menunjukkan luas permukaan zat padat, kemudian h yang menunjukkan tebal lapisan difusi, Cs adalah konsentrasi senyawa pada larutan dengan kondisi jenuh pada suhu uji sedangkan C merupakan konsentrasi zat terlarut dalam bulk solution pada waktu t (Sinko, 2006).

Pada penelitian ini pembuatan dispersi padat berperan pada peningkatan pembasahan zat aktif sehingga konsentrasi jenuh akan meningkat. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi akan meningkat. Selain itu, pembuatan dispersi padat juga dapat mengecilkan ukuran partikel sehingga laju disolusi juga akan meningkat. Hasil uji disolusi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Rata-Rata Persen Terdisolusi (%) vs Waktu (menit) (A). Rasio 1:2; (B). Rasio 1:4; (C). Rasio 1:9; dan (D). Nilai Dissolution efficiency Menit ke-120

Keterangan *: Uji statistik tidak berbeda secara signifikan (p>0,05)

Pelepasan obat terjadi ketika kapsul mulai pecah pada menit ke-4 hingga menit ke-120. Waktu yang digunakan sesuai dengan penelitian Tran et al (2015) yaitu dari menit ke-0 hingga 120 menit.


(29)

13

Kurva pada gambar 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan disolusi pada ketiga rasio dispersi padat dibandingkan dengan campuran fisik. Profil disolusi antara 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan yaitu pada menit ke-10 obat telah terlepas ± 87%. Berdasarkan hasil tersebut pelepasan obat terjadi secara fast release. Berdasarkan kurva pada gambar 3 juga dapat diihat bahwa terjadi penurunan pada dispersi padat 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tercapainya titik jenuh pada sediaan sehingga tidak dapat terdisolusi lebih tinggi lagi. Selain itu, sudah tidak ada lagi sampel yang tersisa dalam chamber disolusi sehingga disolusi tidak dapat meningkat lebih tinggi lagi.

Pada penelitian Singh et al. (2013) hasil dari uji disolusi dispersi padat kurkumin dan PEG 6000 menggunakan metode hot melt dengan rasio 1:6 menunjukkan obat telah terlepas sebanyak 98,78% pada menit ke-10 namun mengalami penurunan drastis hingga mencapai 10% pada menit ke-90. Hal tersebut menunjukkan tercapainya kondisi jenuh dalam medium disolusi. Rasio 1:6 merupakan rasio yang paling baik pada penelitian tersebut. Pada penelitian ini rasio 1:4 da 1:9 menunjukkan kondisi yang sama yaitu tercapainya kondisi jenuh. Namun yang membedakan adalah pada rasio 1:9 persen terdisolusi mulai turun pada menit ke-120. Mekanisme peningkatan laju disolusi dipengaruhi oleh konsentrasi dalam kondisi jenuh. Jika konsentrasi jenuh meningkat maka laju disolusi semakin tinggi. Pada peneitian Madhavi et al. (2011) menunjukkan terjadi peningkatan disolusi kurkumin dari 16% menjadi 70% setelah dibuat dispersi padat dengan metode penguapan pelarut. Berdasarkan penelitian tersebut PEG 6000 terbukti dapat meningkatkan laju disolusi. Pada penelitian ini, yang membedakan adalah metode yang digunakan, yaitu metode pelelehan pelarutan. Profil yang didapatkan berbeda dikarenakan metode yang digunakan berbeda. Pada metode pelelehan-pelarutan didapatkan nilai persen terdisolusi yang lebih besar dibandingkan metode yang digunakan oleh penelitian lain tersebut karena obat dilarutkan pada pelarut yang sesuai lebih dulu.

Setelah itu dilakukan perhitungan nilai Dissolution Efficiency (DE) pada menit ke-120. Dissolution efficiency adalah perbandingan antara luas di bawah kurva profil disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif larut dalam


(30)

14

medium pada waktu tertentu (Fudholi, 2013). Nilai DE120 kemudian diuji statistik untuk mengetahui signifikansi. Pada penelitian didapatkan nilai DE120 untuk dispersi padat masing-masing 60,40%; 89,02% dan 92,23% untuk rasio 1:2, 1:4 dan 1:9. Peningkatan dissolution efficiency antara dispersi padat dengan campuran fisik masing-masing 1,4 kali, 1,6 kali dan 1,6 kali untuk rasio 1:2, 1:4 dan 1:9. Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa antara dispersi padat dan campuran fisik terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Perbandingan nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik dapat dilihat pada Gambar 3.

Nilai dissolution efficiency paling besar terjadi pada rasio 1:9. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada rasio 1:9 memiliki jumlah pembawa paling banyak, sehingga pembasahan partikel akan lebih baik. Nilai dissolution efficiency rasio 1:4 dan 1:9 memiliki kemiripan sehingga perlu dilakukan uji statistik untuk melihat perbedaan antara kedua rasio tersebut. Setelah dilakukan uji analisis didapatkan bahwa nilai dissolution efficiency dispersi padat rasio 1:4 dan 1:9 tidak berbeda secara signifikan (p>0,05). Pada rasio 1:4 ekstrak yang digunakan lebih banyak dibandingkan rasio 1:9. Oleh karena itu rasio 1:4 dipilih sebagai rasio yang dapat dikembangkan lagi karena rasio 1:4 memiliki nilai drug load yang lebih besar dibandingkan dengan rasio dispersi padat 1:9.

Untuk mengetahui pengaruh proporsi ekstrak terhadap disolusi kurkumin maka dilakukan uji statistik pada nilai DE antar formula dispersi padat. Nilai DE antar dispersi padat diuji dengan Uji Kruskal-Wallis dan didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05). Dapat disimpulkan bahwa rasio ekstrak temulawak dan PEG 6000 berpengaruh secara signifikan terhadap disolusi kurkumin sehingga perbedaan rasio mempengaruhi hasil uji disolusi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai drug load yang didapatkan tidak sesuai dengan drug load yang sebenarnya dilihat dari nilai % recovery yang belum 100%. Hasil yang didapat pada uji kelarutan dapat disimpulkan bahwa pembuatan dispersi padat dengan pembawa PEG 6000 terbukti dapat meningkatkan kelarutan kurkumin dengan perbedaan kelarutan yang


(31)

15

signifikan dibandingkan dengan campuran fisik (p<0,05). Hasil dari uji disolusi dilihat dengan nilai dissolution efficiency. Hasil yang didapat menunjukkan pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin secara signifikan dilihat dari perbandingan dissolution efficiency dispersi padat dan campuran fisik (p<0,05). Nilai dissolution efficiency tertinggi terdapat pada rasio dispersi padat 1:9 yaitu 92,23 ± 0,40%. Pengaruh rasio ekstrak dan pembawa terbukti berpengaruh terhadap disolusi kurkumin secara signifikan (p<0,05).

SARAN

Pembuatan dispersi padat perlu memperhatikan kondisi kelembapan ruangan agar hasil dispersi padat yang didapat lebih cepat kering. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik dari dispersi padat ekstrak dan pembawa. Beberapa karakteristik yang dapat diteliti lebih lanjut adalah distribusi molekul obat pada pembawa menggunakan Differential Scanning Calorimetry, pengukuran partikel menggunakan X-Rays Diffraction, serta interaksi obat dengan pembawa menggunakan Fourier Tra nsform Infrared Spectroscopy.


(32)

16 DAFTAR PUSTAKA

Afifi, S., 2015. Solid Dispersion Approach Improving Dissolution Rate of Stiripentol: A Novel Antiepileptic Drug. Iranian Journal of Pharmaceutical Research, 14 (4), 1001–1014.

AOAC, 2002, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Method for Dietary Supplements and Botanicals.

AOAC, 2016, AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals.

Bley, H., Fussnegger, B., and Bodmeier, R., 2010. Characterization and Stability of Solid Dispersions Based on PEG/Polymer Blends. International Journal of Pharmaceutics, 390 (2), 165–173.

British Pharmacopeia, 2011, British Pharmacopeia, The British Pharmacopeia Commission, London

Devaraj, S., Ismail1, S., Ramanathan, S., Marimuthu, S., and Fei, Y.M., 2010. Evaluation of The Hepatoprotective Activity of Standardized Ethanolic Extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Journal of Medicinal Plants Research, 4 (23), 2512–2517.

Ferreira, V.H., Nazli, A., Dizzell, S.E., Mueller, K., and Kaushic, C., 2015. The Anti-Inflammatory Activity of Curcumin Protects The Genital Mucosal Epithelial Barrier from Disruption and Blocks Replication of HIV-1 and HSV-2. PLoS ONE, 10 (4), 1–18.

Fudholi, A., 2013, Disolusi & Pelepasan in Vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 137-143.

Goel, A., Kunnumakkara, A.B., and Aggarwal, B.B., 2008. Curcumin as ‘Curecumin’: From Kitchen to Clinic. Biochemical Pharmacology, 75 (4), 787–809.

Kharwade, M., Mahitha, K., Subrahmanyam, C.V.S., and Babu, P.R.S., 2012. Cosolvency – An Approach for the Solubility Enhancement of Lornoxicam, 5 (8), 4204–4206.

Leuner, C. and Dressman, J., 2000. Improving Drug Solubility For Oral Delivery Using Solid Dispersions. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics.

Mogal, S.A., Gurjar, P.N., Yamgar, D.S., and Kamod, A.C., 2012. Solid Dispersion Technique for Improving Solubility of Some Poorly Soluble Drugs. Der Pharmacia Lettre, 4 (5), 1574–1586.

Mohammed, N. a and Habil, N.Y., 2015. Evaluation of Antimicrobial Activity of Curcumin Against Two Oral Bacteria. Science P ublishing Group, 3 (17), 18– 21.


(33)

17

Patil, M.P. and Gaikwad, N.J., 2011. Characterization of Gliclazide-Polyethylene Glycol Solid Dispersion and Its Effect on Dissolution. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 47 (1), 161–166.

Prasanthi, N.L., Rao, N.R., and Manikiran, S.S., 2010, Studies on Dissolution Enhancement of Poorly Water Soluble Drug Using Water Soluble Carriers, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 3(2), 95-97

Rahman, S., Telny, T., Ravi, T., and Kuppusamy, S., 2009, Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 71(2), 139.

Rosidi, A., Khomsan, A., Setiawan, B., Riyadi, H., and Briawan, D., 2016. Antioxidant Potential of Temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb). Pakistan Journal of Nutrition, 15 (6), 556–560.

Serajuddin, A.T.M., 2007. Salt Formation to Improve Drug Solubility. Advanced Drug Delivery Reviews, 59 (7), 603–616.

Sharma, K., Agrawal, S.S., and Gupta, M., 2012. Available online http://www.ijddr.in Covered in Official Product of Elsevier , The Netherlands Development and Validation of UV Spectrophotometric Method for The Estimation of Curcumin in Bulk Drug and Pharmaceutical Dosage Forms, 4 (2), 375–380.

Singh, D.P., Jayanthi, C., Hanumanthachar, K.J., and Bharathi, G., 2013. Enhancement of Aqueous Solubility of Curcumin by Solid Dispersion Technology. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 2(5), 4109-4120

Sinko, P.J., 2006, Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 423-445.

Sumiwi, S.A. and Sidik, 2008. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) botany, etnobotany, chemistry, pharmacology and there benefit, 27–28.

Tonnesen, H.H., Masson, M., and Loftsson, T., 2002, Studies of Curcumin and Curcuminoid. XXVII. Cyclodextrin Complexation: Solubility, Chemical and Photochemical Stability, International Journal of Pharmaceutics, 244(1-2), 127-135

Tran, K.A., Tran, T., Vo, T.V., Tran, T.V., Tran, P.H., 2015, Investigation of Solid Dispersion Methods to Improve the Dissolution Rate of Curcumin, International Conference on Biomedical Engineering in Vietnam, 46, 293-297 Wang, Y., Yu, C., Gan, Z., and Xie, Z., 2015. Preparation and in Vitro Dissolution

of Curcumin Tablets, (Ic3me), 516–522.

Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsieh, C.Y., and Lin, J.K., 1997. Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization of Its Degradation Products. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis,


(34)

18 15 (12), 1867–1876.

Yao, E.C. and Xue, L., 2014. Therapeutic Effects of Curcumin on Alzheimer ’ s Disease, (December), 145–159.


(35)

19 LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (COA) ekstrak temulawak dari PT. Phytochemindo Reksa


(36)

20

Lampiran 2.Penentuan panjang gelombang maksimum


(37)

21

2. Scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi rendah (0,5382 µg/mL)


(38)

22

3. Scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi sedang (3,2292 µg/mL)


(39)

23

4. Scanning panjang gelombang maksimum pada konsentrasi tinggi (6,4584 µg/mL)


(40)

24


(41)

25

Lampiran 4. Summary output regression statistics untuk kurva baku medium disolusi

Lampiran 5. Kurva baku metanol

dengan: a = -0,006 b = 0,1591 r = 0,998

y = 0,1591x 0,006

y = 0.1591x - 0.006 R² = 0.9973

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0 2 4 6

A

bsorbansi

Konsentrasi (µg/mL)


(42)

26

Lampiran 6. Summary output regression statistics untuk kurva baku metanol

Lampiran 7. Perhitungan bahan pada pembuatan dispersi padat dan campuran fisik tiap rasio

Tiap rasio akan dibuat dispersi padat dan campuran fisik sebanyak total 5 gram. Rincian jumlah ekstrak temulawak dan PEG 6000 yang digunakan dapat dilihat pada tabel:

Rasio Ekstrak temulawak (g) PEG 6000 (g)

1:2 1,667 3,333

1:4 1,000 4,000

1:9 0,500 4,500

Lampiran 8. Pembuatan dispersi padat

1. Penimbangan bahan dalam pembuatan dispersi padat tiap rasio

Rasio Ekstrak temulawak (g) PEG 6000 (g)

1:2 1,680 3,342

1:4 1,008 4,002


(43)

27

2. Perhitungan rendemen dispersi padat tiap rasio Rumus perhitungan rendemen = ����� � ℎ�� ���

����� ���� ��� x 100%

Rasio dispersi padat

1:2 1:4 1:9

Berat akhir 3,430 3,532 3,583

Berat total 4,378 4,510 4,533


(44)

28 Lampiran 9. Statistika uji kelarutan

1. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2

2. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4


(45)

29

3. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9

Berdasarkan uji normalitas, untuk data yang terdistribusi normal dilanjutkan dengan unpaired T-test sedangkan untuk data yang terdistribusi tidak normal dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney.

4. Signifikansi kelarutan dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2 dengan F-Test dilanjutkan dengan Unpaired T-test


(46)

30

5. Signifikansi kelarutan dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4 dengan Uji Mann-Whitney


(47)

31

6. Signifikansi kelarutan dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9 dengan Uji Mann-Whitney

Lampiran 10. Uji disolusi

1. Massa sampel kapsul uji disolusi

Sampel Rep I (g) Rep II (g) Rep III (g) Rata-rata (g) SD

DP 1:2 503 501 500 501 1,53

CF 1:2 502 501 500 501 1,00

DP 1:4 504 500 501 501 2,08

CF 1:4 500 504 504 502 2,31

DP 1:9 500 502 500 501 1,15


(48)

32 2. Contoh hasil data uji disolusi

a. Dispersi padat 1:9

b. Campuran fisik 1:9

Keterangan: C = konsentrasi, D = zat terdisolusi

Menit ke

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Rata-rata D (%) ± SD C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%) C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%) C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%)

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 ± 0,00 10 8,97 4485,46 89,05 9,35 4676,74 92,84 9,28 4638,49 92,09 91,33 ± 2,01 15 9,47 4734,12 93,98 9,51 4753,25 94,36 9,39 4695,87 93,22 93,86 ± 0,58 30 9,58 4791,51 95,12 9,51 4753,25 94,36 9,54 4772,38 94,74 94,74 ± 0,38 45 9,77 4887,15 97,02 9,62 4810,64 95,50 9,58 4791,51 95,12 95,88 ± 1,00 60 9,89 4944,53 98,16 9,70 4848,89 96,26 9,70 4848,89 96,26 96,90 ± 1,10 90 10,00 5001,91 99,30 9,89 4944,53 98,16 9,89 4944,53 98,16 98,54 ± 0,66 120 9,70 4848,89 96,26 9,74 4868,02 96,64 9,74 4868,02 96,64 96,52 ± 0,22

Menit ke

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Rata-rata D (%) ± SD C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%) C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%) C (µg/mL) C (µg/500 mL) D (%)

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 ± 0,00 10 8,05 4026,40 55,67 8,17 4083,78 56,46 8,13 4064,65 56,20 56,11 ± 0,40 15 9,05 4523,72 62,54 9,12 4561,97 63,07 9,24 4619,36 63,87 63,16 ± 0,67 30 9,47 4734,12 65,45 9,58 4791,51 66,25 9,62 4810,64 66,51 66,07 ± 0,55 45 9,70 4848,89 67,04 9,85 4925,40 68,10 9,89 4944,53 68,36 67,83 ± 0,70 60 9,85 4925,40 68,10 9,93 4963,66 68,63 9,97 4982,79 68,89 68,54 ± 0,40 90 10,12 5059,30 69,95 10,50 5250,57 72,59 10,54 5269,70 72,86 71,80 ± 1,61 120 10,69 5346,21 73,92 11,07 5537,49 76,56 11,04 5518,36 76,30 75,59 ± 1,46


(49)

33

3. Perhitungan Area Under Curve (AUC) dan Dissolution Efficiency (DE) Perhitungan AUC dilakukan dengan metode trapezoid dan perhitungan nilai dissolution efficiency dilakukan dengan rumus berikut:

= ∫ ���

� 0

� %

Dimana, DE merupakan nilai dissolution efficiency pada waktu t, Ydt merupakan luas di bawah kurva zat aktif terlarut pada waktu t, dan Y100 merupakan luas segiempat 100% zat aktif pada medium selama waktu t.

a. Contoh hasil perhitungan AUC dan DE dispersi padat 1:9

Menit ke

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Rata-rata DE SD

AUC DE AUC DE AUC DE

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

10 445.24 44.52 464.22 46.42 460.43 46.04 45.66 1.00 15 457.58 60.19 468.02 62.15 463.27 61.58 61.31 1.01 30 1418.30 77.37 1415.45 78.26 1409.76 77.78 77.80 0.44 45 1441.09 83.60 1424.00 83.82 1424.00 83.50 83.64 0.16 60 1463.87 87.10 1438.24 86.83 1435.39 86.55 86.83 0.28 90 2961.92 90.98 2916.35 90.29 2916.35 90.10 90.46 0.46 120 2933.44 92.68 2922.04 92.07 2922.04 91.93 92.22 0.40

b. Contoh hasil perhitungan AUC dan DE campuran fisik 1:9

Menit ke

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

Rata-rata DE SD

AUC DE AUC DE AUC DE

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

10 278,34 27,83 282,31 28,23 280,98 28,10 28,05 0,20 15 295,53 38,26 298,83 38,74 300,16 38,74 38,58 0,28 30 959,97 51,13 969,89 51,70 977,82 51,97 51,60 0,43 45 993,69 56,17 1007,57 56,86 1011,54 57,12 56,72 0,49 60 1013,52 59,02 1025,42 59,73 1029,39 60,00 59,58 0,51 90 2070,68 62,35 2118,29 63,36 2126,22 63,62 63,11 0,67 120 2157,95 64,75 2237,29 66,16 2237,29 66,36 65,76 0,88


(50)

34

Lampiran 11. Statistika uji disolusi dispersi padat dan campuran fisik

1. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2

2. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4


(51)

35

3. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9

Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa semua data tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji statistik dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney


(52)

36

4. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2

dengan Uji Mann-Whitney

5. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4


(53)

37

6. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9

dengan Uji Mann-Whitney

Lampiran 12. Statistika uji disolusi perbedaan rasio dispersi padat

1. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat rasio 1:2, 1:4 dan 1:9


(54)

38

Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa data terdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, uji statistik dilanjutkan dengan Uji Kruskal-Wallis

2. Signifikansi dispersi padat rasio 1:2, 1:4 dan 1:9 dengan Uji Kruskal-Wallis

Lampiran 13. Proses Pembuatan Dispersi Padat

Lampiran 14. Alat uji disolusi tipe dayung Pelarutan

ekstrak

Dimasukkan lelehan


(55)

39 BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Rasio Ekstrak

Temulawak/Polietilen Glikol (PEG) 6000 dalam Sistem Dispersi Padat dengan Metode Pelelehan-Pelarutan terhadap Disolusi Kurkumin” memiliki nama lengkap Kendhi Swandanu,

lahir di Yogyakarta, 14 September 1995 dan merupakan anak dari Surandaru dan Wahyu Sriharini. Penulis menyelesaikan studi di TK Dharma Rini (1999-2001), SD Kanisius Gayam (2001-2007), SMP Negeri 15 Yogyakarta (2007-2010), SMA Negeri 9 Yogyakarta (2010-2013), setelah itu melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama masa studi, penulis pernah aktif berperan pada kegiatan kemahasiswaan antara lain TITRASI 2014 sebagai anggota divisi bandzen, Pelepasan Wisuda II 2014 sebagai anggota divisi perlengkapan dan Pharmacy 3 on 3 2015 sebagai koordinator divisi perlengkapan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi (2016) dan Analisis Farmasi (2017).


(1)

34

Lampiran 11. Statistika uji disolusi dispersi padat dan campuran fisik

1. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2

2. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4


(2)

35

3. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9

Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa semua data tidak terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji statistik dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney


(3)

36

4. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:2 dengan Uji Mann-Whitney

5. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:4 dengan Uji Mann-Whitney


(4)

37

6. Signifikansi nilai DE120 dispersi padat dan campuran fisik rasio 1:9 dengan Uji Mann-Whitney

Lampiran 12. Statistika uji disolusi perbedaan rasio dispersi padat

1. Uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas dispersi padat rasio 1:2, 1:4 dan 1:9


(5)

38

Berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan bahwa data terdistribusi tidak normal. Oleh karena itu, uji statistik dilanjutkan dengan Uji Kruskal-Wallis

2. Signifikansi dispersi padat rasio 1:2, 1:4 dan 1:9 dengan Uji Kruskal-Wallis

Lampiran 13. Proses Pembuatan Dispersi Padat

Lampiran 14. Alat uji disolusi tipe dayung Pelarutan

ekstrak

Dimasukkan lelehan


(6)

39 BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Rasio Ekstrak

Temulawak/Polietilen Glikol (PEG) 6000 dalam Sistem Dispersi Padat dengan Metode Pelelehan-Pelarutan terhadap

Disolusi Kurkumin” memiliki nama lengkap Kendhi Swandanu,

lahir di Yogyakarta, 14 September 1995 dan merupakan anak dari Surandaru dan Wahyu Sriharini. Penulis menyelesaikan studi di TK Dharma Rini (1999-2001), SD Kanisius Gayam (2001-2007), SMP Negeri 15 Yogyakarta (2007-2010), SMA Negeri 9 Yogyakarta (2010-2013), setelah itu melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama masa studi, penulis pernah aktif berperan pada kegiatan kemahasiswaan antara lain TITRASI 2014 sebagai anggota divisi bandzen, Pelepasan Wisuda II 2014 sebagai anggota divisi perlengkapan dan Pharmacy 3 on 3 2015 sebagai koordinator divisi perlengkapan. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Farmasi (2016) dan Analisis Farmasi (2017).