Teknik Kultur Jaringan Dalam Rangka Pengadaan Bibit Dan Pelestarian Jeruk Besar (Citrus Grandis (L.) Osbect) Var. Cikoneng - In Vitro Technique In Order To Serve Of Seedling And Conservation Of Citrus Grandis (L.) Osbect Varietas Cikoneng.
ARTIKEL ILMIAH
Judul
TEKNIK KULTUR JARINGAN
DALAM RANGKA PENGADAAN BIBIT DAN PELESTARIAN
JERUK BESAR (Citrus grandis (L.) Osbect) VAR. CIKONENG
Oleh :
Ketua
Anggota I
Anggota II
: Erni Suminar, S.P.
: Denny Sobardini Sobarna., Dra.,MP.
: Murgayanti, S.P.,M.P.
Dibiayai oleh Dana Penelitian Dosen DIPA PNBP
Tahun Anggaran 2005
Berdasarkan SK No. 211/J06.14/LP/PL/2005
Tanggal 29 Maret 2006
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
NOPEMBER TAHUN 2006
1
ABSTRAK
TEKNIK KULTUR JARINGAN
DALAM RANGKA PENGADAAN BIBIT DAN PELESTARIAN JERUK BESAR
(Citrus grandis (L.) Osbect) Varietas Cikoneng
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran sejak bulan Maret 2006 sampai dengan Nopember 2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk perbanyakan dan pelestarian species ini melalui
multiplikasi secara kultur jaringan. Eksplan pucuk dikulturkan dalam media MS normal dan
setengah konsentrasi hara makro, hara mikro dan vitamin yang dikombinasikan dengan
(0.0; 0.01; 0.1; and 1.0 md/L) and BAP ( 0.0; 1.0; and 2.0 mg/L).
Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap pola Faktorial.
Subkultur pertama dilakukan pada 14 hari setelah tanam dari media MS tanpa pemberian zat
pengatur tumbuh dan subkultur kedua dilakukan dari media MS dengan penambahan
0.5 mg/L BAP to media dengan penambahan TDZ dan BAP. Parameter yang diamati terdiri
dari jumlah tunas, jumlah akar, dan jumlah daun setelah 84 hari dalam media perlakuan.
Jumlah tunas tertinggi (3.67 tunas), jumlah akar (1.00) dan jumlah daun (8.67 cm).
Key words : Thidiazuron (TDZ) . 6-Benzylaminopurine (BAP). Murashige Skoog (MS).
ABSTRACT
IN VITRO TECHNIQUE
IN ORDER TO SERVE OF SEEDLING AND CONSERVATION OF
Citrus grandis (L.) Osbect Varietas Cikoneng*
Erni Suminar, Denny Sobardini, Murgayanti. 2006
Tissue Culture Laboratory of Seed Technology, Agriculture Faculty, Padjadjaran University.
The experiment has been conducted in Tissue Culture Laboratory of Seed Technology,
Agriculture Faculty, Padjadjaran University since March 2006 until November 2006. One of
the effort to propagate and to conserv this species in by multiplication through tissue culture
method. Shoot tip explants were cultured in MS normal and half strength concentration
macroelements, suplemented with microelements and vitamins; combination on TDZ
(0.0; 0.01; 0.1; and 1.0 md/L) and BAP ( 0.0; 1.0; and 2.0 mg/L).
The design was a factorial completely randomized. The first subculture was carried
out at the age 14 days from MS without growth regulators, and the second subculture from
MS with 0.5 mg/L BAP to medium was treated combination of TDZ and BAP. Parameters
assessed were number of shoot, number of root number of leaves at 84 days. Maximum shoot
number (3.67 shoots), number of root (1.00) and number of leaves (8.67).
Key words : Thidiazuron (TDZ) . 6-Benzylaminopurine (BAP). Murashige Skoog (MS).
2
PENDAHULUAN
Citrus grandis (L.) Osbect yang dikenal dengan nama daerah jeruk besar atau jeruk
bali. Jeruk besar ini merupakan tanaman asli Indonesia. Di Indonesia tiap daerah mempunyai
nama yang berbeda diantaranya Munter, Nagiri (Aceh), Unte balon, unte godang, unte susu
(Toba), limau gadang (Minagkabau), jeruk dalima (Sunda), jeruk adas, jeruk gulung (Jawa),
jeruk macan (Madura), jeruk muntis, jeruk jeruti (Bali) (Fried dan Eiseman, 1988).
Perkembangan varietas jeruk besar tidak sebaik jeruk keprok atau jeruk manis, bahkan
cenderung merosot jumlahnya, mendekati punah. Kejayaan Jeruk Cikoneng terjadi pada tahun
1980-an, setelah itu mengalami kepunahan akibat dari debu yang berasal dari letusan Gunung
Galunggung serta serangan penyakit CVPD , sehingga untuk memenuhi tuntutan
pasar/konsumen dalam hal kualitas dan kuantitas maupun kontinuitas, diperlukan upaya
terobosan yang mengarah pada terwujudnya kawasan sentra produksi yang mantap dan
dikelola secara profesional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Menurut hasil identifikasi Lembaga Biologi Nasional (LBN), terdapat 15 kultivar
jeruk yang masih dapat dijumpai, yaitu : jeruk besar nambangan, bali, cikoneng,
pandanwangi, pandan, sinyonya, simanalagi, jomblang, delima, silempang, oyod, gondrong,
kepyar, macan, sabun, celeng, dan gulung. Namun, secara umum keberadan jeruk besar ini
hampir punah (Tabel 1.), sehingga tindakan konservasi pun perlu dilakukan untuk menjaga
kelangsungan hidup jenis ini
Tabel 1. Daerah produksi jeruk di Indonesia
Propinsi
Sentra Produksi
Keterangan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Bali
Ragunan Pasar Minggu
Sumedang
Madiun (Nambangan)
Magetan (Sukomoro)
Banyuwangi
Sambas
Hampir punah
Hampir punah
Hampir Punah
Berkembang
Data tidak lengkap
Data tidak lengkap
Jeruk Cikoneng adalah salah satu jenis jeruk besar yang banyak ditanam di daerah
Sumedang Jawa Barat dan keberadaannya hampir punah. Jeruk besar jenis ini memiliki buah
yang berkulit kuning, daging buahnya kemerah-merahan dengan rasa cukup manis, sedikit
getir.
1
Selama ini tanaman jeruk besar diperbanyak dengan menggunakan biji, cangkok dan
okulasi. Bibit yang berasal dari biji atau generatif mempunyai beberapa kekurangan
diantaranya sifat tidak selalu sama dengan induknya, masa berbuahnya lebih lama, dan sifatsifat tanaman baru diketahui setelah besar, sedangkan bibit cangkokan tidak bisa diperoleh
dalam jumlah banyak dan perakaran dangkal sehingga mudah roboh untuk daerah berangin
keras. Secara umum bibit okulasi memberikan keuntungan yang lebih daripada kedua cara
perbanyakan di atas, namun seringkali batang atas tidak sesuai dengan batang bawah,
sehingga proses pengangkutan air dan hara dari dalam tanah sering terhambat
(Janick dan
Moore, 1995).
Untuk tujuan komersial dibutuhkan bibit yang sehat dalam jumlah besar dan homogen
yang ternyata sulit diperoleh melalui perbanyakan konvensional. Teknik kultur jaringan dapat
dimanfaatkan dalam membantu usaha konservasi dan perbanyakan tanaman klonal secara
kultur jaringan dapat diupayakan untuk meningkatkan populasi tanaman. Sedangkan
penyimpanan plasma nutfah secara in vitro pada suhu rendah telah dikembangkan untuk
tanaman anggur, Fragaria, Rubus, Alfalfa (Bhojwani & Razdan, 1983). Pada jeruk-jerukan
konservasi plasma nutfah in vitro diusulkan oleh Marin & Duran-Vila (1991), melalui siklus
perbanyakan tunas dari eksplan buku batang, pengakaran dan pemanjangan tunas. Dengan
metoda ini subkultur bisa diperpanjang sampai 12 bulan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu diadakan untuk penelitian sebagai
langkah awal penyediaan bibit dan konservasi plasma nutfah Jeruk Besar var. Cikoneng .
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran di Jatinangor pada bulan Maret 2006 sampai bulan
Nopember 2006.
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan eksplan adalah medium dasar ½ MS
dan MS penuh yang dibuat padat dengan penambahan agar 8 g per L, sukrosa 30 g per L, agar
8 g per L dan pemberian zat pengatur tumbuh TDZ (0.0; 0.01; 0.1; dan 1 mg/L), BAP
(0.0;1.0; dan 2 mg/L). Eksplan diambil dari pucuk dari biji steril jeruk cikoneng yang
2
dikecambahkan kemudian disterilisasi dengan menggunakan deterjen selama 5 menit, alkohol
70% selama 15 menit, clorox 1% selama 10 menit selanjutnya dibilas dengan akuades steril..
Eksplan dikulturkan pada media I (MS0) untuk mendapatkan pucuk steril selama 6
minggu kemudian dilakukan subkultur I kedalam media 0.5 mg/L BAP selama 2 minggu,
selanjutnya subkultur II ke media II (1/2 MS atau MS dengan penambahan Thidiazuron dan
6-Benzylaminopurine). Kultur diamati setelah 12 minggu dalam media II. Pengamatan
dilakukan terhadap parameter jumlah tunas, jumlah akar, dan jumlah daun.Rancangan yang
digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, terdiri dari 24
perlakuan dengan 3 ulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Tunas
Berdasarkan hasil sidik ragam, ternyata perlakuan media subkultur
dengan
penggunaan BAP dan TDZ yang dikombinasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap jumlah tunas. Dari data yang diperoleh tampak bahwa penggunaan sitokinin
(0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP) pada media ½ MS, menghasilkan rata-rata jumlah tunas
yang relatif lebih tinggi daripada perlakuan lainnya yaitu sebanyak 3.67 buah.
Lain halnya
dengan media MS penuh maupun ½ MS, dengan konsentrasi sitokinin yang sama (0.1 mg/L
TDZ dan 2 mg/L BAP) menghasilkan rata-rata jumlah tunas 1 buah, hal ini kemungkinan
penambahan 0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP telah bersifat toksik karena pertumbuhan tunas
mencapai nilai yang lebih rendah daripada perlakuan kontrol.
Pada media konsentrasi hara MS penuh tanpa penambahan sitokinin baik TDZ
maupun BAP, terlihat bahwa rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan lebih tinggi ( 3.00 buah)
daripada media ½ konsentrasi hara MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (1.67 buah).
Selain zat pengatur tumbuh yang menentukan keberhasilan kultur secara in vitro antara lain
garam-garam mineral makro dan mikro yang terdapat dalam media dasar turut
mempengaruhinya pula.
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa nitrogen/senyawa nitrogen dan rasio antara
ammonium dengan nitrat dapat mempengaruhi terjadinya diferensiasi, dediferensiasi,
pertumbuhan dan perkembangan eksplan atau pembentukan organnya.
Konsentrasi
3
ammonium merupakan hal yang menentukan dalam pembentukan tunas in vitro yaitu dalam
konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan sintesa sitokinin (Preece, 1995).
Tabel 2. Rata-rata jumlah Tunas pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata Jumlah
Tunas
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
1.67
1.00
1.33
1.67
1.00
2.00
2.00
1.00
3.67
1.67
1.33
1.33
3.00
1.00
1.33
1.67
1.67
2.00
1.67
2.33
1.00
1.33
1.00
1,00
a
a
a
a
a
b
b
a
b
a
a
a
b
a
b
a
a
b
a
b
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Scottknott taraf 5%
Berdasarkan Tabel 2. , terlihat bahwa penambahan 1 mg/L TDZ
pada berbagai
konsentrasi BAP baik pada media MS penuh maupun MS 1/2 menghasilkan rata-rata jumlah
tunas yang relatif sedikit. Nielsen dkk. (1995) menyatakan bahwa kandungan TDZ yang
cukup tinggi akan menyebabkan gugus adenin sitokinin berubah menjadi tipe adenin yang
tidak berikatan pada gugusnya, sehingga peningkatan pemberian TDZ tidak efektif dalam
peningkatan jumlah tunas.
4
Jumlah Akar
Berdasarkan
hasil sidik ragam, perlakuan media dasar baik konsnetrasi hara MS
penuh maupun ½ konsentrasi hara tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan akar. Dari Tabel 4, terlihat bahwa pada media ½ MS tanpa penambahan
sitokinin BAP dan TDZ cenderung menghasilkan rata-rata jumlah akar yang relatif lebih
tinggi (1.00 buah) dibandingkan dengan penggunaan TDZ dan BAP pada konsentrasi yang
tinggi.
Pada media dengan penambahan TDZ sampai dengan 1 mg/L tanpa pemberian BAP,
ternyata menghasilkan rata-rata jumlah akar yang relatif lebih rendah daripada perlakuan
lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa TDZ pada konsentrasi yang tinggi cenderung
menghambat inisiasi tunas dan perakaran (Chang and Chang, 2000).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Akar pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata Jumlah
Akar
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
1.00
0.67
0.67
0.00
0.67
0.33
0.00
0.33
0.00
0.00
0.33
1.00
0.33
0.33
0.67
1.00
0.67
0.67
0.33
0.00
0.33
0.00
0.33
0.33
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scottknott taraf 5%
5
Hal ini disebabkan penambahan sitokinin baik TDZ maupun BAP dalam konsentrasi
yang tinggi dapat merangsang biosintesis etilen yang dapat menghambat proses pertunasan
dan perakaran (Khakafalla dan Hattori, 2000.).
Jumlah Daun
Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa jenis media dasar yaitu MS dan ½ MS dengan
penambahan sitokinin berupa BAP dan TDZ menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap jumlah daun. Penggunaan 0.01 mg/L TDZ yang dikombinasikan dengan berbagai
konsentrasi BAP (1 – 2 mg/L) pada media MS penuh, ternyata menghasilkan rata-rata jumlah
daun yang lebih banyak daripada perlakuan lainnya.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata
Jumlah Daun
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
5.00
5.00
5.67
5.00
6.00
4.67
3.67
5.00
4.33
3.67
4.33
6.33
4.67
4.33
5.67
6.67
6.68
8.67
4.67
2.67
4.67
4.33
3.33
4.33
b
b
b
b
b
a
a
b
a
a
a
b
a
a
b
b
b
b
a
a
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scottknott taraf 5%
6
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin baik BAP maupun TDZ secara
bersamaan dalam media konsentrasi hara MS penuh maupun ½ MS sangat berpengaruh pada
pertumbuhan daun.
Pada media dimana rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu media I (1/2 MS + 0.1 mg/L
TDZ + 2 mg/L BAP), M (MS + 0 mg/L TDZ + 2 mg/L BAP), dan T (MS + 0.1 mg/L TDZ +
1 mg/L BAP), ternyata menghasilkan rata-rata jumlah daun yang relatif lebih rendah daripada
perlakuan lainnya. Peningkatan jumlah daun yang sangat nyata dihasilkan dari penambahan
0.01 mg/L TDZ dengan penambahan konsentrasi BAP sampai dengan 2 mg/L pada
konsentrasi hara MS penuh, menghasilkan jumlah daun yang relatif lebih banyak daripada
perlakuan lainnya. Hal ini teramati pula pada percobaan G. procumbens dimana kultur dalam
media dasar MS yang konsentrasi hara makro normal cenderung lebih baik bila dibandingkan
dengan kultur dalam media dasar hara makro ½ MS bagian dengan perlakuan zat pengatur
tumbuh yang sama (Hoesen, 2001).
KESIMPULAN
1. Jumlah tunas tertinggi (3.67 buah) diperoleh pada media ½ konsentrasi hara MS dengan
penambahan 0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP, sedangkan pada media MS penuh tanpa
penambahan BAP dan TDZ menghasilkan rata-rata jumlah tunas sebanyak 3.00 buah
2. Media dengan penambahan sitokinin baik TDZ maupun BAP tidak berpengaruh secara
nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk.
3.
Jumlah daun tertinggi diperoleh pada media konsentrasi hara MS penuh dengan
penambahan 0.01 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan eksplan pucuk jeruk
besar varietas Cikoneng pada beberapa media perlakuan berbagai kadar media dasar yaitu ½
MS dan MS penuh, ternyata rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan masih relatif sedikit dan
memakan waktu cukup lama untuk pertumbuhannya, hal ini dapat dilihat dari rata-rata jumlah
tunas yang masih sedikit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
penggunaan
berbagai macam eksplan kedalam medium yang ditambahkan auksin dan
sitokinin agar pertumbuhannya baik.
7
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. “Buah jeruk punya potensi menurunkan kadar kolesterol darah” Pedoman
Rakyat, 15 September 1991.
Bhojwani, S.S. and M.K. Razdan. 1986. Plant tissue culture : theory and practice.Elsevier.
Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo.
Chang, C. and Wein-chin Chang 2000. Effect of Thidiazuron on bud development of
Cymbidium sinense Willd in vitro. Plant Growth Regulation 30 : 171 – 175. Kluwer
Acadeic Publishers. Printed in Netherlands.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2004. Pencanangan kebun contoh Jeruk
Cikoneng oleh Bupati Sumedang bersama Direktur Tanaman Buah.
Jakarta.
Endang, Titik. 1988. Jeruk Besar Bernilai Dan Bergizi Tinggi”, Dharma Wanita, April 1988.
Fried dan Eiseman. 1988. Teknik kultur jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian. Bogor.
Gamborg, O.L. and J.P. Shyluk. 1981.Nutrition, media and characteristic of plant cell and
tissue culture. In Thorpe, T.A. (ed) Plant tissue culture : Methods and application in
agriculture. Academic Press. Inc. New York.
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation; by tissue culture. Exegetics. Ltd.
England.
Hoesen DSH.2000. Penyimpanan plasma nutfah Musa spp. Kultivar Ambon,
Raja dan
Tanduk secara In-Vitro dengan metode pertumbuhan minimal. Dalam : Panduan
Simposium Naisonal Pengelolaan Plasma Nutfah Dan Pemuliaan. Bogor. 22-23 Agustus
2000. PERIPI-Badan Litbang Pertanian-Dirjen Perkebunan Komnas Plasma Nutfah.
Janick, J. and Moore, J.N. 1995. Fruit Breeding. Tree and trpoical fruit. Vol. I. John Wiley
and Sons Inc. USA.
Khafkafalla, M.M. and Kazumi Hattori. 2000. Ethylene inhibitors enhance in vitro root
formation on faba bean shoots regerated on medium containging thidiazuron. Plant
Growth Regulation 32: 59-63. Kluwer Academic Poublishers.Printed in the
Netherlands.
8
Kitto, S.L., and M.J.Young.1981.In vitro propagation of Carrizo citrange. Hort. Science
16(3) : 305-306.
Livy Winata Gunawan. 1988. Teknik kultur jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Pusat Antar Universitas. Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Marin, M.L. and N.Duran-Vila. 1991.Conservation of citrus germplasm in vitro. J. Amer.
Soc. Hort. Science 116 (4) : 740 – 746.
Murashige, t. and F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and biassays with
tobacco tissue culture. Physiol. Plant. 15 : 473 – 497.
Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of highest Plants. Martinus Nijhoof of Publishers.
Neteherland.
Preece J.E., 1995. Can Nutrients Salts Partially Substitute for Plants Regulators? Plant Tissue
Culture and Biotechnology 1 (1) 26-27.
Watada, A.A., Ahroni, A., Zuke, A., Shejtman, H., Nissim, A. and Vaistein, A. 1996.
Adventititous shoot formation from carnation stem segments : a comparison of different
culture procedures. Scientia Horticulture 65:313-320.
Witjaksono.1992. Kultur jaringan Jeruk Jepara. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH.
9
U capan Terima Kasih kepada :
Rektor U niversitas Padjadjaran, Ketua Lembaga Penelitian,
D ekan Fakultas Pertanian U npad, Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian, Kepala Laboratorium Teknologi Benih,, Koordinator
Laboratorium Kultur Jaringan, Ketua Program Studi Agronomi,
asisten serta para teknisi laboratorium kultur jaringan
U niversitas Padjadjaram
yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini .
10
Judul
TEKNIK KULTUR JARINGAN
DALAM RANGKA PENGADAAN BIBIT DAN PELESTARIAN
JERUK BESAR (Citrus grandis (L.) Osbect) VAR. CIKONENG
Oleh :
Ketua
Anggota I
Anggota II
: Erni Suminar, S.P.
: Denny Sobardini Sobarna., Dra.,MP.
: Murgayanti, S.P.,M.P.
Dibiayai oleh Dana Penelitian Dosen DIPA PNBP
Tahun Anggaran 2005
Berdasarkan SK No. 211/J06.14/LP/PL/2005
Tanggal 29 Maret 2006
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
NOPEMBER TAHUN 2006
1
ABSTRAK
TEKNIK KULTUR JARINGAN
DALAM RANGKA PENGADAAN BIBIT DAN PELESTARIAN JERUK BESAR
(Citrus grandis (L.) Osbect) Varietas Cikoneng
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran sejak bulan Maret 2006 sampai dengan Nopember 2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk perbanyakan dan pelestarian species ini melalui
multiplikasi secara kultur jaringan. Eksplan pucuk dikulturkan dalam media MS normal dan
setengah konsentrasi hara makro, hara mikro dan vitamin yang dikombinasikan dengan
(0.0; 0.01; 0.1; and 1.0 md/L) and BAP ( 0.0; 1.0; and 2.0 mg/L).
Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap pola Faktorial.
Subkultur pertama dilakukan pada 14 hari setelah tanam dari media MS tanpa pemberian zat
pengatur tumbuh dan subkultur kedua dilakukan dari media MS dengan penambahan
0.5 mg/L BAP to media dengan penambahan TDZ dan BAP. Parameter yang diamati terdiri
dari jumlah tunas, jumlah akar, dan jumlah daun setelah 84 hari dalam media perlakuan.
Jumlah tunas tertinggi (3.67 tunas), jumlah akar (1.00) dan jumlah daun (8.67 cm).
Key words : Thidiazuron (TDZ) . 6-Benzylaminopurine (BAP). Murashige Skoog (MS).
ABSTRACT
IN VITRO TECHNIQUE
IN ORDER TO SERVE OF SEEDLING AND CONSERVATION OF
Citrus grandis (L.) Osbect Varietas Cikoneng*
Erni Suminar, Denny Sobardini, Murgayanti. 2006
Tissue Culture Laboratory of Seed Technology, Agriculture Faculty, Padjadjaran University.
The experiment has been conducted in Tissue Culture Laboratory of Seed Technology,
Agriculture Faculty, Padjadjaran University since March 2006 until November 2006. One of
the effort to propagate and to conserv this species in by multiplication through tissue culture
method. Shoot tip explants were cultured in MS normal and half strength concentration
macroelements, suplemented with microelements and vitamins; combination on TDZ
(0.0; 0.01; 0.1; and 1.0 md/L) and BAP ( 0.0; 1.0; and 2.0 mg/L).
The design was a factorial completely randomized. The first subculture was carried
out at the age 14 days from MS without growth regulators, and the second subculture from
MS with 0.5 mg/L BAP to medium was treated combination of TDZ and BAP. Parameters
assessed were number of shoot, number of root number of leaves at 84 days. Maximum shoot
number (3.67 shoots), number of root (1.00) and number of leaves (8.67).
Key words : Thidiazuron (TDZ) . 6-Benzylaminopurine (BAP). Murashige Skoog (MS).
2
PENDAHULUAN
Citrus grandis (L.) Osbect yang dikenal dengan nama daerah jeruk besar atau jeruk
bali. Jeruk besar ini merupakan tanaman asli Indonesia. Di Indonesia tiap daerah mempunyai
nama yang berbeda diantaranya Munter, Nagiri (Aceh), Unte balon, unte godang, unte susu
(Toba), limau gadang (Minagkabau), jeruk dalima (Sunda), jeruk adas, jeruk gulung (Jawa),
jeruk macan (Madura), jeruk muntis, jeruk jeruti (Bali) (Fried dan Eiseman, 1988).
Perkembangan varietas jeruk besar tidak sebaik jeruk keprok atau jeruk manis, bahkan
cenderung merosot jumlahnya, mendekati punah. Kejayaan Jeruk Cikoneng terjadi pada tahun
1980-an, setelah itu mengalami kepunahan akibat dari debu yang berasal dari letusan Gunung
Galunggung serta serangan penyakit CVPD , sehingga untuk memenuhi tuntutan
pasar/konsumen dalam hal kualitas dan kuantitas maupun kontinuitas, diperlukan upaya
terobosan yang mengarah pada terwujudnya kawasan sentra produksi yang mantap dan
dikelola secara profesional (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Menurut hasil identifikasi Lembaga Biologi Nasional (LBN), terdapat 15 kultivar
jeruk yang masih dapat dijumpai, yaitu : jeruk besar nambangan, bali, cikoneng,
pandanwangi, pandan, sinyonya, simanalagi, jomblang, delima, silempang, oyod, gondrong,
kepyar, macan, sabun, celeng, dan gulung. Namun, secara umum keberadan jeruk besar ini
hampir punah (Tabel 1.), sehingga tindakan konservasi pun perlu dilakukan untuk menjaga
kelangsungan hidup jenis ini
Tabel 1. Daerah produksi jeruk di Indonesia
Propinsi
Sentra Produksi
Keterangan
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Bali
Ragunan Pasar Minggu
Sumedang
Madiun (Nambangan)
Magetan (Sukomoro)
Banyuwangi
Sambas
Hampir punah
Hampir punah
Hampir Punah
Berkembang
Data tidak lengkap
Data tidak lengkap
Jeruk Cikoneng adalah salah satu jenis jeruk besar yang banyak ditanam di daerah
Sumedang Jawa Barat dan keberadaannya hampir punah. Jeruk besar jenis ini memiliki buah
yang berkulit kuning, daging buahnya kemerah-merahan dengan rasa cukup manis, sedikit
getir.
1
Selama ini tanaman jeruk besar diperbanyak dengan menggunakan biji, cangkok dan
okulasi. Bibit yang berasal dari biji atau generatif mempunyai beberapa kekurangan
diantaranya sifat tidak selalu sama dengan induknya, masa berbuahnya lebih lama, dan sifatsifat tanaman baru diketahui setelah besar, sedangkan bibit cangkokan tidak bisa diperoleh
dalam jumlah banyak dan perakaran dangkal sehingga mudah roboh untuk daerah berangin
keras. Secara umum bibit okulasi memberikan keuntungan yang lebih daripada kedua cara
perbanyakan di atas, namun seringkali batang atas tidak sesuai dengan batang bawah,
sehingga proses pengangkutan air dan hara dari dalam tanah sering terhambat
(Janick dan
Moore, 1995).
Untuk tujuan komersial dibutuhkan bibit yang sehat dalam jumlah besar dan homogen
yang ternyata sulit diperoleh melalui perbanyakan konvensional. Teknik kultur jaringan dapat
dimanfaatkan dalam membantu usaha konservasi dan perbanyakan tanaman klonal secara
kultur jaringan dapat diupayakan untuk meningkatkan populasi tanaman. Sedangkan
penyimpanan plasma nutfah secara in vitro pada suhu rendah telah dikembangkan untuk
tanaman anggur, Fragaria, Rubus, Alfalfa (Bhojwani & Razdan, 1983). Pada jeruk-jerukan
konservasi plasma nutfah in vitro diusulkan oleh Marin & Duran-Vila (1991), melalui siklus
perbanyakan tunas dari eksplan buku batang, pengakaran dan pemanjangan tunas. Dengan
metoda ini subkultur bisa diperpanjang sampai 12 bulan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu diadakan untuk penelitian sebagai
langkah awal penyediaan bibit dan konservasi plasma nutfah Jeruk Besar var. Cikoneng .
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran di Jatinangor pada bulan Maret 2006 sampai bulan
Nopember 2006.
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan eksplan adalah medium dasar ½ MS
dan MS penuh yang dibuat padat dengan penambahan agar 8 g per L, sukrosa 30 g per L, agar
8 g per L dan pemberian zat pengatur tumbuh TDZ (0.0; 0.01; 0.1; dan 1 mg/L), BAP
(0.0;1.0; dan 2 mg/L). Eksplan diambil dari pucuk dari biji steril jeruk cikoneng yang
2
dikecambahkan kemudian disterilisasi dengan menggunakan deterjen selama 5 menit, alkohol
70% selama 15 menit, clorox 1% selama 10 menit selanjutnya dibilas dengan akuades steril..
Eksplan dikulturkan pada media I (MS0) untuk mendapatkan pucuk steril selama 6
minggu kemudian dilakukan subkultur I kedalam media 0.5 mg/L BAP selama 2 minggu,
selanjutnya subkultur II ke media II (1/2 MS atau MS dengan penambahan Thidiazuron dan
6-Benzylaminopurine). Kultur diamati setelah 12 minggu dalam media II. Pengamatan
dilakukan terhadap parameter jumlah tunas, jumlah akar, dan jumlah daun.Rancangan yang
digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, terdiri dari 24
perlakuan dengan 3 ulangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah Tunas
Berdasarkan hasil sidik ragam, ternyata perlakuan media subkultur
dengan
penggunaan BAP dan TDZ yang dikombinasikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap jumlah tunas. Dari data yang diperoleh tampak bahwa penggunaan sitokinin
(0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP) pada media ½ MS, menghasilkan rata-rata jumlah tunas
yang relatif lebih tinggi daripada perlakuan lainnya yaitu sebanyak 3.67 buah.
Lain halnya
dengan media MS penuh maupun ½ MS, dengan konsentrasi sitokinin yang sama (0.1 mg/L
TDZ dan 2 mg/L BAP) menghasilkan rata-rata jumlah tunas 1 buah, hal ini kemungkinan
penambahan 0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP telah bersifat toksik karena pertumbuhan tunas
mencapai nilai yang lebih rendah daripada perlakuan kontrol.
Pada media konsentrasi hara MS penuh tanpa penambahan sitokinin baik TDZ
maupun BAP, terlihat bahwa rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan lebih tinggi ( 3.00 buah)
daripada media ½ konsentrasi hara MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (1.67 buah).
Selain zat pengatur tumbuh yang menentukan keberhasilan kultur secara in vitro antara lain
garam-garam mineral makro dan mikro yang terdapat dalam media dasar turut
mempengaruhinya pula.
Dari beberapa penelitian ditemukan bahwa nitrogen/senyawa nitrogen dan rasio antara
ammonium dengan nitrat dapat mempengaruhi terjadinya diferensiasi, dediferensiasi,
pertumbuhan dan perkembangan eksplan atau pembentukan organnya.
Konsentrasi
3
ammonium merupakan hal yang menentukan dalam pembentukan tunas in vitro yaitu dalam
konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan sintesa sitokinin (Preece, 1995).
Tabel 2. Rata-rata jumlah Tunas pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata Jumlah
Tunas
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
1.67
1.00
1.33
1.67
1.00
2.00
2.00
1.00
3.67
1.67
1.33
1.33
3.00
1.00
1.33
1.67
1.67
2.00
1.67
2.33
1.00
1.33
1.00
1,00
a
a
a
a
a
b
b
a
b
a
a
a
b
a
b
a
a
b
a
b
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata
berdasarkan uji Scottknott taraf 5%
Berdasarkan Tabel 2. , terlihat bahwa penambahan 1 mg/L TDZ
pada berbagai
konsentrasi BAP baik pada media MS penuh maupun MS 1/2 menghasilkan rata-rata jumlah
tunas yang relatif sedikit. Nielsen dkk. (1995) menyatakan bahwa kandungan TDZ yang
cukup tinggi akan menyebabkan gugus adenin sitokinin berubah menjadi tipe adenin yang
tidak berikatan pada gugusnya, sehingga peningkatan pemberian TDZ tidak efektif dalam
peningkatan jumlah tunas.
4
Jumlah Akar
Berdasarkan
hasil sidik ragam, perlakuan media dasar baik konsnetrasi hara MS
penuh maupun ½ konsentrasi hara tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan akar. Dari Tabel 4, terlihat bahwa pada media ½ MS tanpa penambahan
sitokinin BAP dan TDZ cenderung menghasilkan rata-rata jumlah akar yang relatif lebih
tinggi (1.00 buah) dibandingkan dengan penggunaan TDZ dan BAP pada konsentrasi yang
tinggi.
Pada media dengan penambahan TDZ sampai dengan 1 mg/L tanpa pemberian BAP,
ternyata menghasilkan rata-rata jumlah akar yang relatif lebih rendah daripada perlakuan
lainnya, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa TDZ pada konsentrasi yang tinggi cenderung
menghambat inisiasi tunas dan perakaran (Chang and Chang, 2000).
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Akar pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata Jumlah
Akar
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
1.00
0.67
0.67
0.00
0.67
0.33
0.00
0.33
0.00
0.00
0.33
1.00
0.33
0.33
0.67
1.00
0.67
0.67
0.33
0.00
0.33
0.00
0.33
0.33
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scottknott taraf 5%
5
Hal ini disebabkan penambahan sitokinin baik TDZ maupun BAP dalam konsentrasi
yang tinggi dapat merangsang biosintesis etilen yang dapat menghambat proses pertunasan
dan perakaran (Khakafalla dan Hattori, 2000.).
Jumlah Daun
Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa jenis media dasar yaitu MS dan ½ MS dengan
penambahan sitokinin berupa BAP dan TDZ menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap jumlah daun. Penggunaan 0.01 mg/L TDZ yang dikombinasikan dengan berbagai
konsentrasi BAP (1 – 2 mg/L) pada media MS penuh, ternyata menghasilkan rata-rata jumlah
daun yang lebih banyak daripada perlakuan lainnya.
Tabel 3. Rata-rata Jumlah Daun pada 12 MST
No.
Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Rata-rata
Jumlah Daun
Perlakuan
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
1/2 MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
MS
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,01 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
0,1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
1 mg /L TDZ
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
0 mg /L
BAP
1 mg /L
BAP
2 mg /L
BAP
5.00
5.00
5.67
5.00
6.00
4.67
3.67
5.00
4.33
3.67
4.33
6.33
4.67
4.33
5.67
6.67
6.68
8.67
4.67
2.67
4.67
4.33
3.33
4.33
b
b
b
b
b
a
a
b
a
a
a
b
a
a
b
b
b
b
a
a
a
a
a
a
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji
Scottknott taraf 5%
6
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin baik BAP maupun TDZ secara
bersamaan dalam media konsentrasi hara MS penuh maupun ½ MS sangat berpengaruh pada
pertumbuhan daun.
Pada media dimana rata-rata jumlah tunas tertinggi yaitu media I (1/2 MS + 0.1 mg/L
TDZ + 2 mg/L BAP), M (MS + 0 mg/L TDZ + 2 mg/L BAP), dan T (MS + 0.1 mg/L TDZ +
1 mg/L BAP), ternyata menghasilkan rata-rata jumlah daun yang relatif lebih rendah daripada
perlakuan lainnya. Peningkatan jumlah daun yang sangat nyata dihasilkan dari penambahan
0.01 mg/L TDZ dengan penambahan konsentrasi BAP sampai dengan 2 mg/L pada
konsentrasi hara MS penuh, menghasilkan jumlah daun yang relatif lebih banyak daripada
perlakuan lainnya. Hal ini teramati pula pada percobaan G. procumbens dimana kultur dalam
media dasar MS yang konsentrasi hara makro normal cenderung lebih baik bila dibandingkan
dengan kultur dalam media dasar hara makro ½ MS bagian dengan perlakuan zat pengatur
tumbuh yang sama (Hoesen, 2001).
KESIMPULAN
1. Jumlah tunas tertinggi (3.67 buah) diperoleh pada media ½ konsentrasi hara MS dengan
penambahan 0.1 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP, sedangkan pada media MS penuh tanpa
penambahan BAP dan TDZ menghasilkan rata-rata jumlah tunas sebanyak 3.00 buah
2. Media dengan penambahan sitokinin baik TDZ maupun BAP tidak berpengaruh secara
nyata terhadap jumlah akar yang terbentuk.
3.
Jumlah daun tertinggi diperoleh pada media konsentrasi hara MS penuh dengan
penambahan 0.01 mg/L TDZ dan 2 mg/L BAP.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan penggunaan eksplan pucuk jeruk
besar varietas Cikoneng pada beberapa media perlakuan berbagai kadar media dasar yaitu ½
MS dan MS penuh, ternyata rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan masih relatif sedikit dan
memakan waktu cukup lama untuk pertumbuhannya, hal ini dapat dilihat dari rata-rata jumlah
tunas yang masih sedikit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
penggunaan
berbagai macam eksplan kedalam medium yang ditambahkan auksin dan
sitokinin agar pertumbuhannya baik.
7
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1991. “Buah jeruk punya potensi menurunkan kadar kolesterol darah” Pedoman
Rakyat, 15 September 1991.
Bhojwani, S.S. and M.K. Razdan. 1986. Plant tissue culture : theory and practice.Elsevier.
Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo.
Chang, C. and Wein-chin Chang 2000. Effect of Thidiazuron on bud development of
Cymbidium sinense Willd in vitro. Plant Growth Regulation 30 : 171 – 175. Kluwer
Acadeic Publishers. Printed in Netherlands.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2004. Pencanangan kebun contoh Jeruk
Cikoneng oleh Bupati Sumedang bersama Direktur Tanaman Buah.
Jakarta.
Endang, Titik. 1988. Jeruk Besar Bernilai Dan Bergizi Tinggi”, Dharma Wanita, April 1988.
Fried dan Eiseman. 1988. Teknik kultur jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian. Bogor.
Gamborg, O.L. and J.P. Shyluk. 1981.Nutrition, media and characteristic of plant cell and
tissue culture. In Thorpe, T.A. (ed) Plant tissue culture : Methods and application in
agriculture. Academic Press. Inc. New York.
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation; by tissue culture. Exegetics. Ltd.
England.
Hoesen DSH.2000. Penyimpanan plasma nutfah Musa spp. Kultivar Ambon,
Raja dan
Tanduk secara In-Vitro dengan metode pertumbuhan minimal. Dalam : Panduan
Simposium Naisonal Pengelolaan Plasma Nutfah Dan Pemuliaan. Bogor. 22-23 Agustus
2000. PERIPI-Badan Litbang Pertanian-Dirjen Perkebunan Komnas Plasma Nutfah.
Janick, J. and Moore, J.N. 1995. Fruit Breeding. Tree and trpoical fruit. Vol. I. John Wiley
and Sons Inc. USA.
Khafkafalla, M.M. and Kazumi Hattori. 2000. Ethylene inhibitors enhance in vitro root
formation on faba bean shoots regerated on medium containging thidiazuron. Plant
Growth Regulation 32: 59-63. Kluwer Academic Poublishers.Printed in the
Netherlands.
8
Kitto, S.L., and M.J.Young.1981.In vitro propagation of Carrizo citrange. Hort. Science
16(3) : 305-306.
Livy Winata Gunawan. 1988. Teknik kultur jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Pusat Antar Universitas. Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Marin, M.L. and N.Duran-Vila. 1991.Conservation of citrus germplasm in vitro. J. Amer.
Soc. Hort. Science 116 (4) : 740 – 746.
Murashige, t. and F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and biassays with
tobacco tissue culture. Physiol. Plant. 15 : 473 – 497.
Pierik, R.L.M. 1987. In vitro culture of highest Plants. Martinus Nijhoof of Publishers.
Neteherland.
Preece J.E., 1995. Can Nutrients Salts Partially Substitute for Plants Regulators? Plant Tissue
Culture and Biotechnology 1 (1) 26-27.
Watada, A.A., Ahroni, A., Zuke, A., Shejtman, H., Nissim, A. and Vaistein, A. 1996.
Adventititous shoot formation from carnation stem segments : a comparison of different
culture procedures. Scientia Horticulture 65:313-320.
Witjaksono.1992. Kultur jaringan Jeruk Jepara. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH.
9
U capan Terima Kasih kepada :
Rektor U niversitas Padjadjaran, Ketua Lembaga Penelitian,
D ekan Fakultas Pertanian U npad, Ketua Jurusan Budidaya
Pertanian, Kepala Laboratorium Teknologi Benih,, Koordinator
Laboratorium Kultur Jaringan, Ketua Program Studi Agronomi,
asisten serta para teknisi laboratorium kultur jaringan
U niversitas Padjadjaram
yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini .
10