Peningkatan Pembungaan Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) ‘Cikoneng’ Melalui Strangulasi

(1)

PENINGKATAN PEMBUNGAAN JERUK PAMELO

(C

itrus grandis

(L.) Osbeck) ‘CIKONENG’

MELALUI STRANGULASI

MUHAMMAD THAMRIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Pembungaan Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) ‘Cikoneng’ Melalui Strangulasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Muhammad Thamrin


(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD THAMRIN. The Enhancing Flowering Induction of Pummelo ‘Cikoneng’ (Citrus grandis (L.) Osbeck) Using Strangulation Method. Under direction SLAMET SUSANTO and EDI SANTOSA.

Pummelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) trees express alternate bearing, where high fruit load in one year and less bearing fruit in the subsequent year. The objective of the research was to study the relationship between fruit load and position strangulation, and different time of strangulation on flowering induction of ‘Cikoneng ‘ pummelo trees.

Experiment was carried out using Completely Randomize Block Design. First experiment was combination of high crop load and less crop load with strangulation position at main stem and primary branches. In second experiment the treatment was strangulation times: one month, two months, and three months after harvest applied at main stem each at 3 months duration.

The results showed that crop load of previous year (higher and less) with strangulation position at primary branches had significant response to the numbers of flower clusters, flower buds, bloming flower, fruits formed, and fruit sets as compared with control. In the second experiment the strangulation applied at 3 months after harvest showed significantly in increasing the numbers of flower clusters, flower buds, bloming flowers, fruits formed and fruit sets compared with control in both experiments the percentage of carbohydrate content and ratio of C/N were higher at treated trees than those of control. These experiments implied that effectivenes of strangulation is determined by crop load in previous year, position of strangulation and time of strangulation after harvest.


(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD THAMRIN. Peningkatan Pembungaan Jeruk Pamelo ‘Cikoneng’ (Citrus grandis (L.) Osbeck) Melalui Strangulasi. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO dan EDI SANTOSA.

Untuk mengatasi masalah sifat berbuah musiman (alternate bearing) pada jeruk pamelo berbagai upaya perlu dilakukan baik rekayasa terhadap tanaman maupun lingkungan tumbuhnya melalui pengaturan suhu, stres air, panjang hari, ringing, membagi beban buah (penjarangan buah), pemangkasan dan pelatihan cabang, serta aplikasi zat pengatur tumbuh. Selain itu, mengatur pembungaan di luar musim dapat dilakukan dengan strangulasi. Strangulasi pada tanaman jeruk besar mampu merangsang tanaman untuk berbunga dan membentuk buah. Disamping itu, mengatur waktu strangulasi juga dapat meningkatkan laju induksi pembungaan.

Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh tingkat pembuahan sebelumnya, letak dan waktu strangulasi terhadap peningkatan pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’. Penelitian dilaksanakan di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dari bulan Agustus 2007 sampai April 2008. Analisis laboratorium dilakukan di Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor, Balai Besar Bioteknologi dan Genetika Bogor, dan Seameo Biotrop Bogor.

Percobaan I: Pengaruh tingkat buah sebelumnya dan letak strangulasi terhadap pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap. Perlakuan terdiri dari kombinasi tingkat buah sebelumnya berbuah lebat (rasio daun 70-100 daun per buah) dan sedikit (rasio daun >200 daun per buah) dengan letak strangulasi batang utama dan cabang primer, tanaman kontrol berbuah sedikit sebagai pembanding. Masing-masing perlakuan terdiri atas satu tanaman dengan lama strangulasi tiga bulan dan diulang lima kali.

Percobaan II: Pengaruh waktu strangulasi terhadap pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap. Perlakuan adalah waktu strangulasi satu bulan setelah panen, dua bulan setelah panen, dan tiga bulan setelah panen terdiri dari satu tanaman diulang enam kali. Masing-masing strangulasi berlangsung tiga bulan. Peubah yang diamati meliputi jumlah kluster bunga, kuncup bunga, bunga mekar, buah terbentuk, persentase fruit set, kandungan nitrogen dan karbohidrat daun, rasio C/N, dan anatomi jaringan. Data yang dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji nilai tengah dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kluster bunga, kuncup bunga, dan bunga mekar pada tingkat buah sedikit sebelumnya dengan strangulasi pada cabang primer memberikan nilai lebih tinggi masing-masing (52.60, 420.80, dan 263.00), berbeda sangat nyata dengan kontrol yang tidak berbunga, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tingkat buah dengan letak strangulasi lainnya. Perlakuan tingkat buah sedikit dengan strangulasi cabang primer memberikan produksi jumlah buah terbentuk lebih tinggi (125.40) dan berbeda sangat nyata dengan kontrol yang tidak terbentuk buah, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Untuk persentase fruit set, perlakuan tingkat buah yang sedikit


(5)

dengan strangulasi batang utama memberikan nilai lebih tinggi (40.50 %) berbeda nyata dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Persentase kandungan nitrogen daun pada semua perlakuan tingkat buah dengan letak strangulasi memperlihatkan nilai lebih rendah (1.88 % - 2.20 %) dan berbeda nyata dengan kontrol (3.00 %). Persentase kandungan karbohidrat daun tidak berbeda nyata pada semua perlakuan tingkat buah dan letak kawat strangulasi yang relatif seragam antara (22.22 % - 23.56 %) kecuali pada perlakuan kontrol sangat berbeda nyata (13.14 %). Rasio C/N pada semua perlakuan tingkat buah dan letak strangulasi masing-masing (10.58 – 12.61 %) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (4.52 %).

Persentase jumlah tanaman berbunga pada perlakuan strangulasi 3 BSP menunjukkan nilai tertinggi (83 %), disusul strangulasi 1 BSP (67 %), strangulasi 2 BSP (50 %), dan kontrol sama sekali tidak berbunga. Sedangkan pengamatan waktu berbunga pada setiap perlakuan menunjukkan strangulasi 2 BSP berbunga paling cepat (2.86 MSP) diikuti strangulasi 1 BSP (4.21 MSP), 3 BSP (6.85 MSP), dan kontrol tidak berbunga. Perlakuan strangulasi 3 BSP menunjukkan nilai lebih tinggi masing-masing jumlah kluster bunga (28.17), kuncup bunga (220.00), bunga mekar (143.33), buah terbentuk (61.17), dan persentase fruit set (39.02 %) berbeda nyata dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Analisis kandungan nitrogen daun pada perlakuan waktu strangulasi 3 BSP mempunyai nilai terendah (1.77 %) dan berbeda nyata dengan strangulasi 2 BSP (2.30 %), 1 BSP (2.38 %), dan kontrol (2.88 %). Kandungan karbohidrat daun tertinggi berturut-turut adalah perlakuan trangulasi 3 BSP (22.36 %), 1 BSP (19.42 %), 2 BSP (17.79 %) dan terendah adalah kontrol (12.19 %). Sedangkan kandungan rasio C/N perlakuan waktu strangulasi 3 BSP juga menunjukkan hasil tertinggi (12.79 %) dan berbeda nyata dengan strangulasi 2 BSP (7.88 %), 1 BSP (8.38 %) dan terendah kontrol (4.24 %).

Strangulasi kawat tidak memberikan efek merusak secara permanen pada jaringan tanaman (ploem). Hal ini ditunjukkan oleh analisis jaringan setelah dua bulan strangulasi dilepas baik batang utama maupun cabang primer sudah pulih kembali, sehingga tidak tampak adanya bekas strangulasi.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

PENINGKATAN PEMBUNGAAN JERUK PAMELO

(C

itrus grandis

(L.) Osbeck) ‘CIKONENG’

MELALUI STRANGULASI

MUHAMMAD THAMRIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Judul Tesis Nama NIM

: : :

Peningkatan Pembungaan Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) ‘Cikoneng’ Melalui Strangulasi

Muhammad Thamrin A 151060231

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.Si


(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Peningkatan Pembungaan Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck ‘Cikoneng’ Melalui Strangulasi, sehingga diharapkan menjadi salah satu sumber teknologi bagi pengguna dalam meningkatkan dan menghasilkan buah jeruk pamelo diluar musim.

Penghargaan dan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc dan Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan sumbangan pemikiran, kritikan, saran dan nasehat dalam pelaksanaan penelitian di lapangan maupun dalam penulisan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS selaku penguji luar komisi yang banyak memberi saran dan kritikan.

Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Litbang Pertanian khsusnya Komisis Pembinaan Tenaga atas kesempatan dan dana yang diberikan. Terima kasih juga kepada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan atas dorongan, arahan dan kesempatan dalam melanjutkan studi S2 di IPB.

Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Bapak Ateng dan Karnadi dari Seksi Buah-Buahan dan Aneka Tanaman, Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, Bapak Entom Rastam beserta anggota Kelompok Tani Jeruk Cikoneng, Saudara Herik Sugeri, SP dan Djoko yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan dan laboratorium, serta teman sejawat yang telah banyak memberikan saran dalam penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayah, ibu, istri, anak serta seluruh keluarga, atas segala doa restu dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan pada tanggal 17 April 1967 dari ayah Sangkala Bado Tjonggeng dan ibu Masnah Djawase. Penulis merupakan putra tunggal.

Tahun 1987, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 198 Bulukumba. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada Jurusan Budidaya Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ujung Pandang. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 1993.

Tahun 1994 penulis menikah dengan Ir. Ruchjaniningsih, MP. dan dikaruniai seorang putri bernama Nachwa Utaminingsih Thamrin.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Agronomi, Institut Pertanian Bogor, dengan biaya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Penulis mendapatkan gelar Magister Sains dalam bidang Agronomi dari Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli 2008.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR .

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

PENDAHULUAN

... Latar Belakang... Tujuan Penelitian... Hipotesis...

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh... Deskripsi Jeruk Pamelo... Pembungaan dan Pembuahan Jeruk Pamelo... Produksi Buah Masa On Year dan Off Year ... Strangulasi...

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu... Bahan dan Alat... Metode Penelitian... Percobaan I ...

Pelaksanaan Penelitian... Pengamatan... Percobaan II ...

Pelaksanaan Penelitian... Pengamatan...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian ... Kondisi Umum ... Percobaan I ... Percobaan II ... Pembahasan ... Percobaan I ... Percobaan II ...

KESIMPULAN

...

DAFTAR PUSTAKA

...

LAMPIRAN

...

xii xiii xiv

1 1 2 2

3 3 6 11 12

16 16 16 16 17 18 20 21 21

23 23 24 31 38 38 41 45 46 51


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Deskripsi Jeruk Pamelo Cikoneng ... 2 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif, jumlah tunas vegetatif, dan jumlah

tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan ...

3 Pertumbuhan generatif persentase jumlah tanaman berbunga, jumlah kluster bunga, kuncup bunga, dan bunga mekar per pohon jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

4 Produksi jumlah buah terbentuk dan fruit set jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

5 Tingkat kehijauan daun, luas daun, dan berat kering daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

6 Persentase kandungan nitrogen, karbohidrat dan rasio C/N daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

7 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif, jumlah tunas vegetatif, dan jumlah tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi

8 Jumlah tanaman berbunga dan waktu berbunga jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

9 Jumlah kluster bunga, kuncup bunga, bunga mekar, buah terbentuk dan persentase fruit set per pohon jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

10 Tingkat kehijauan daun, luas daun, dan berat kering daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

11 Persentase kandungan nitrogen, karbohidrat, dan rasio C/N daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

4

24

27

28

29

30

31

33

34

34


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Penampang melintang buah jeruk Pamelo ... 2 Berbagai strangulasi yang dilakukan dalam penelitian ...

3 Rata-rata curah hujan Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang tahun 2007...

4 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan. ...

5 Pertumbuhan jumlah tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

6 Pertumbuhan jumlah tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan...

7 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

8 Pertumbuhan jumlah tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

9 Pertumbuhan jumlah tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai waktu strangulasi ...

10 Gambar anatomi jaringan pada berbagai bagian dan perubahan setelah pelepasan strangulasi ...

5 18

23

25

25

26

31

32

32


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Alur Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ...

2 Dena Percobaan I di Lahan Petani ...

3 Dena Percobaan II di Lahan Petani ...

4 Penetapan Karbohidrat Total Daun ...

5 Metode Kjeldahl ... 6 Anatomi Jaringan Tanaman ... 7 Sidik Ragam Percobaan I ... 8 Sidik Ragam Percobaan II ...

52

53

54

55

56 57 58 64


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jeruk pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck) atau jeruk besar merupakan tanaman buah asli Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi. Jeruk pamelo mempunyai beragam kultivar antara lain Bali, Cikoneng, Nambangan, Raja, Ratu, dan Pangkep yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia. Sentra utama pamelo saat ini adalah Magetan, Sumedang dan Pangkep (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007; Purnomo et al. 2007).

Jeruk pamelo mempunyai sifat berbuah musiman (alternate bearing) yaitu berbuah banyak pada suatu musim dan berbuah sedikit pada musim berikutnya.

Alternate bearing dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama iklim mikro dan faktor endogen tanaman (Goldscmidt & Golomb 1982). Produksi buah pohon golongan biannual bearing berfluktuasi, dimana panen raya hanya terjadi dua tahun sekali. Goldschmidt dan Golomb (1982) mengatakan, kultivar-kultivar

alternate bearing tidak membentuk bunga pada tahun berikutnya setelah berbuah lebat (on year), disebabkan menipisnya cadangan karbohidrat pada tanaman.

Aktivitas fisiologi yang berperan dalam mempengaruhi perubahan pembungaan antara lain adalah kandungan nitrogen, karbohidrat, dan nisbah C/N yang terdapat dalam tanaman (Vemmos 1995). Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan pembungaan dan produksi, baik melalui rekayasa terhadap tanaman maupun lingkungan tumbuhnya. Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatur pembungaan seperti pengaturan suhu, stres air, panjang hari, ringing, membagi beban buah atau penjarangan buah, pemangkasan dan pelatihan cabang, dan aplikasi zat pengatur tumbuh.

Salah satu upaya untuk mengatur pembungaan di luar musim adalah melalui strangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strangulasi pada tanaman jeruk besar mampu merangsang tanaman untuk berbunga dan membentuk buah (Susanto et al. 2002; Yamanishi & Hasegawa 1995). Selain itu, lama waktu strangulasi juga dapat meningkatkan laju induksi pembungaan. Hasil penelitian Putra (2002) melaporkan bahwa strangulasi batang utama dengan kawat 2.0 mm dalam waktu tiga bulan mampu meningkatkan pembungaan jeruk besar ‘Nambangan’.


(17)

Hasil penelitian Goldschmidt dan Monselise (1972) menunjukkan bahwa induksi bunga jeruk terkait dengan aktivitas giberelin. Sedangkan kandungan pati dan nisbah C/N pada daun yang tinggi dapat menginisiasi pembungaan (Chanda & Pal 1985). Poerwanto dan Inoue (1990) mengemukakan bahwa aktivitas giberelin pada daun jeruk yang mengalami induksi pembungaan, lebih rendah dari pada yang tidak terinduksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strangulasi pada tanaman jeruk besar menghambat translokasi fotosintat dari tajuk ke akar sehingga terjadi peningkatan akumulasi karbohidrat di bagian tajuk yang akan merangsang tanaman jeruk untuk berbunga dan membentuk buah (Nakajima et al. 1990; Susanto et al. 1993; Yamanishi & Hasegawa 1995). Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian dilaksanakan guna mempelajari pengaruh tingkat pembuahan sebelumnya, letak strangulasi dan waktu strangulasi terhadap peningkatan pembungaan jeruk pamelo “Cikoneng’.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh tingkat pembuahan sebelumnya, letak strangulasi dan waktu strangulasi terhadap peningkatan pembungaan jeruk pamelo “Cikoneng’.

2. Mempelajari efektifitas waktu strangulasi dalam meningkatkan pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’.

Hipotesis Penelitian

1. Tingkat pembuahan yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda terhadap efektivitas strangulasi.

2. Perbedaan letak kawat strangulasi memberikan respon berbeda terhadap pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’.

3. Perbedaan waktu strangulasi memberikan respon berbeda terhadap pembungaan jeruk pamelo ‘Cikoneng’.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh

Secara agroklimat, jeruk Pamelo dapat tumbuh baik di dataran rendah tropik dengan suhu bulanannya rata-rata 25 – 30 oC dan kelembaban 50 – 85%. Tanaman lebih menyukai daerah dengan musim kemarau berlangsung 3 sampai 4 bulan dan curah hujan tahunannya sekitar 1500-1800 mm/tahun. Ketinggian tempat yang ideal untuk pertanaman ini adalah tidak lebih dari 400 meter di atas permukaan laut (m dpl). Jeruk Pamelo mampu beradapatasi pada kisaran tanah yang luas, mulai dari tanah berpasir hingga lempung berat. Namun demikian tanaman jeruk akan tumbuh lebih baik pada tipe tanah yang mampu menunjang perakaran yang dalam, tekstur tanah sedang, gembur dan subur serta bebas kadar garam yang membahayakan (Verheij & Coronel 1997). Jenis tanah yang ringan sampai sedang merupakan media tumbuh yang baik untuk pertumbuhan jeruk besar dengan kisaran pH yang baik adalah 5-6 dimana pada pH 6 produksi maksimal dapat diperoleh. Jika pH dibawah 5, daun jeruk akan menguning dan buah tidak berkembang (Setiawan 1993).

Deskripsi Jeruk Pamelo

Jeruk Besar atau jeruk pamelo banyak dikembangkan dari biji maupun dari pembiakan secara vegetatif (Susanto 2003). Di beberapa daerah dikenal varietas yang berbeda seperti pamelo ‘Bali Merah’ (Bali), pamelo ‘Cikoneng’ (Jawa Barat), pamelo ‘Nambangan’ (Jawa Timur), pamelo Raja, dan pemelo Ratu. Khusus Jeruk pamelo ‘Cikoneng’ deskripsi tertera pada (Tabel 1).

Tanaman jeruk pamelo termasuk famili Rutaceae dan ordo Rutales, memiliki pohon yang berkayu dengan tinggi yang bervariasi antara 5 – 15 m, tergantung kultivar dan umur tanaman. Batang keras dan kuat dengan diameter 10 – 15 cm. Kulit luar batang tebal dan berwarna coklat kekunimgan, cabang muda bersudut namun setelah dewasa menjadi bulat. Daun berbentuk bulat telur dengan tepi agak rata dan ujungnya tumpul. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua (Samson 1989; Verheij & Coronel 1997; Nakasone & Paul 1998).


(19)

Tabel 1 Deskripsi jeruk pamelo ‘Cikoneng’ Keadaan Batang

(Pohon)

Keadaan Daun Keadaan Bunga Keadaan Buah

•Tinggi tanaman 5-10 m

•Bentuk tanaman seperti payung

•Percabangan jorong ke atas

• Diameter batang 20-25 cm

•Warna kulit batang abu-abu

•Bulat panjang ujung lebar

•Panjang > 50 mm

•Lebar > 50 mm

•Warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah

kekuningan

•Tepi daun rata

•Warna bunga putih

•Tempat tum-buh bunga di percabangan

•Jumlah bunga per tandan 10

•Warna daging buah matang krem kemerah-merahan

•Tekstur daging buah halus tidak berserat

•Diameter buah 10-20 cm

•Berat buah utuh 1-2 kg

• Rasa buah manis segar

•Produksi 50-200 buah/phn/tahun Sumber: Ditjen BP Hortikultura (2002)

Tanaman jeruk Pamelo yang berasal dari biji umumnya memiliki duri yang panjangnya mencapai 5 cm namun duri akan hilang setelah tanaman menjadi dewasa, sedangkan yang berasal dari pembiakan vegetatif tidak memiliki duri. Hal ini terjadi karena bagian tanaman yang digunakan untuk perbanyakan vegetatif berasal dari tanaman yang sudah dewasa (Niyomdham dalam Verheij & Coronel 1992).

Bunga jeruk pamelo berada di ketiak daun, berisi rangkaian satu hingga beberapa kuntum. Bunga tanaman berukuran besar dengan panjang kuncup bunga 2-3 cm lebar setelah mekar penuh mencapai 3-5 cm. Mahkota bunga berwarna putih hingga krem, stamen berjumlah 25-30 dengan dasar bunga terbagi atas 11-16 lokus (Niyomdham dalam Verheij & Coronel 1992). Tangkai benang sari berwarna putih terletak di dalam tabung sari. Kepala benang sari terdiri dari 2 buah berbentuk memanjang dan berwarna kuning. Kepala sarinya terletak berhadapan dengan permukaan kepala putik dan dapa melepaskan serbuk sarinya sebelum kuncup bunga mekar (Verheij & Coronel 1997).

Jeruk pamelo memiliki buah yang berbentuk agak bulat pendek yang diameternya 10-30 cm dengan biji berukuran besar dan bersifat monoembrionik dimana dari satu biji hanya keluar satu tunas (Purgeslove 1974). Selain ukurannya yang relatif besar dibandingkan dengan spesies lainnya, buah memiliki kulit yang


(20)

relatif tebal. Kulit buah masak berwarna hijau kekuningan. Tiap tangkai jeruk besar menghasilkan satu buah. Daging buah berwarna merah muda sampai merah jingga setelah tua. Kulit buah terdiri atas tiga lapisan (Gambar 1), yaitu: (1) Lapisan luar yang kaku, berjangat dan mengandung banyak kelenjar minyak atsiri, yang disebut lapisan flavedo; (2) Lapisan tengah yang memiliki sifat spon, terdiri atas jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih, disebut lapisan albedo, dan (3) Lapisan dalam, bentuknya bersekat dan memiliki beberapa ruang (Niyomdham 1992; Verheij 1986).

Gambar 1 Penampang melintang buah jeruk Pamelo.

Buah jeruk rasanya manis asam, segar dengan daging buah yang banyak mengandung air (Niyomdham dalam Verheij & Coronel 1992). Keistimewaan lain buah jeruk ini dapat tahan dalam penyimpanan dalam suhu kamar dan dapat berlangsung sampai 4 bulan. Selama penyimpanan kulit buah sedikit keriput namun daging buahnya tetap segar (Setiawan 1993). Biji pada jeruk besar tidak terlalu banyak, berukuran besar, bernas, berpinggiran, berwarna kekuning-kuningan, berembrio tungal. Ukuran biji sekitar 1 – 1,5 cm, bentuk tipis dan lonjong (Niyomdham dalam Verheij & Coronel 1992).

Jeruk Pamelo disukai oleh konsumen sebagai buah yang memiliki kandungan gizi yang baik. Dalam 100 g bahan mengandung kalori 48 kal, protein 0.60 g, lemak 0.30 g, karbohidrat 12.40, kalsium 23.00 mg, fosfor 27.00 mg, zat besi 0.50 mg, vitamin A 20.00 SI, vitamin B1 0.04 mg, vitamin C 43.00 mg, air

86.30% dan Bdd 62.00% (Ditjen Bina Produksi Hortikultura 2007).

Exocarp (flavedo) Mesocarp (albedo)

Sekat segmen

biji


(21)

Pembungaan dan Pembuahan Jeruk Pamelo

Kondisi lokal tanaman dan faktor eksternal dapat mempengaruhi kemampuan tanaman berbunga dan menghasilkan buah. Gazit dan Degani (2002)

dalam Whiley et al. (2002) menyebutkan cuaca yang berawan dapat menunda mekarnya bunga advokat selama beberapa menit sampai satu jam. Selain itu temperatur dan curah hujan berpengaruh terhadap proses mekar dan menutupnya bunga (Sedley & Grifin 1989). Semua faktor-faktor tersebut harus mencapai satu kondisi yang ideal agar tanaman dapat berbunga dan berbuah. Pada umumnya tanaman jeruk dapat berbuah sepanjang tahun apabila kondisi lingkungan seperti diatas mendukungnya.

Status cadangan makanan dalam tanaman berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan. Pada tanaman tingkat tinggi terdapat empat tahap dalam proses pembungaan berlangsung, yaitu induksi bunga atau evokasi, differensiasi bunga, pendewasaan bagian bunga dan anthesis (Sedley & Griffin 1989).

Tahap induksi bunga dinyatakan sebagai tahap perubahan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Induksi bunga merupakan fase yang paling penting dalam proses pembungaan. Pada fase ini terjadi perubahan fisiologis dan biokimia pada mata tunas sedangkan secara morfologi belum terjadi perubahan secara visual. Induksi bunga dapat dideteksi melalui peningkatan sintesis asam nukleat dan protein yang dibutuhkan untuk pembelahan dan diferensiasi sel (Sedley & Griffin 1989).

Inisiasi bunga merupakan perubahan morfologi pertama yang dapat dideteksi pada kuncup tunas, yaitu dengan terbentuknya kubah apeks. Selama inisiasi bunga berlangsung pada bagian internal terjadi diferensiasi bagian-bagian bunga. Kubah akan terus mendatar dan kemudian primordia sepal terbentuk di sisi luarnya. Kemudian diikuti pembentukan primordia petal, pembentukan tangkai sari dengan kantong sarinya dan selanjutnya terbentuk pistil (Poerwanto 2003).

Peristiwa mekarnya bunga dikenal dengan anthesis. Pada saat itu terjadi 1) ekspansi petal dan tangkai sari yang memerlukan pembesaran sel dari organ tersebut, 2) tangkai sari memanjang, kantong sari membelah dan menyebarkan tepung sari ke luar, 3) kepala putik siap dan menjadi reseptif terhadap tepung sari.


(22)

Pengaturan waktu pembungaan sangat penting dalam manajemen produksi buah-buahan. Tunas bunga pada banyak tanaman buah-buahan diinisiasi selama musim pertumbuhan dan proses diferensiasinya diatur oleh hormon dan lingkungan. Tanaman yang berbeda mempunyai cara yang berbeda pada pembungaan yang diwariskan dengan melibatkan gen dan faktor linkungan (Guardiola 1981; Wang & Faust 1990).

Pada tahap induksi, pucuk (apek) vegetatif diubah menjadi bunga pada tingkat biokimia (tidak secara morfologis). Pelapisan dari apical dome merupakan bentuk morfologis pertama yang menunjukkan tunas mengalami perubahan dari vegetatif menjadi reproduktif. Selama tahap diferensiasi, primordia bunga terlihat jelas di bawah mikroskop; baik sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Pada tahap ketiga terjadi pematangan bagian-bagian bunga seperti jaringan sporogenuos, kepala putik dan serbuk sari. Pada tahap terakhir, bagian-bagian bunga mencapai ukuran maksimum; stigma menjadi reseptif; pergantian serbuk sari (Ryugo 1990).

Pada prinsipnya, terdapat tiga konsep tentang induksi pembungaan yaitu (1) adanya hormon pembungaan atau florigen atau produksi stimulus pembungaan pada daun yang mengalihkan fase vegetatif menjadi reproduktif, (2) adanya kondisi nutrisi yang optimum bersamaan dengan perubahan dalam apek, atau (3) terjadinya perubahan biokimia pada apek yang mengubah dan mengkonversi nutrien sehingga terjadi induksi pembungaan (Ryugo 1990). Pada tanaman buah-buahan aktivitas metabolit pada tunas sangat dipengaruhi oleh hormon endogen (Guardiola 1981; Wang & Faust 1990). Hormon tersebut tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi setiap proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Diantara hormon tersebut adalah giberelin dan sitokinin (Guardiola 1981; Wang & Faust 1990; Taiz & Zeiger 1991).

Faktor lingkungan tanaman akan mempengaruhi aktivitas fisiologi pada tanaman yang berdampak terhadap fase-fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses fisiologi adalah suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, panjang hari, dan intensitas cahaya. Sedangkan faktor lingkungan yang paling dominan dalam mempengaruhi inisiasi pembungaan diantaranya: 1) suhu, peningkatan suhu selama musim pertumbuhan


(23)

akan meningkatkan inisisasi tunas reproduktif sehingga mungkin mempengaruhi berbagai proses metabolisme dalam taaman seperti peningkatan fotosintesis menyebabkan karbohidrat yang dihasilkan tinggi, meningkatnya metabolisme karbohidrat menyebabkan transportasi protein ke daerah apikal meningkat. Selain itu suhu mendorong penyerapan air dan hara (nutrisi) dari tanah melalui proses transpirasi. 2) intensitas cahaya, menyangkut juga dengan bentuk tajuk, kemiringan, distribusi bunga pada tajuk dan keteduhan. Umumnya cabang yang terpapar intensitas cahaya yang tinggi akan berbunga lebih banyak dari pada cabang yang terlindungi atau ternaungi (Zomlefer 1994).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jeruk dapat dilihat dari ritme pertumbuhan tajuk, pertumbuhan akar, pembungaan, dan pembuahan. Aktivitas fisiologi yang diperkirakan mempengaruhi perubahan fisiologi antara lain adalah kandungan nitrogen, karbohidrat, dan nisbah C/N yang terdapat dalam tanaman (Vemmos 1995; Koshita et al. 1999). Karbohidrat sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan pembungaan tanaman. Poerwanto (2003) menyatakan bahwa kekurangan karbohidrat dapat menghambat pembentukan bunga. Proses fotosintesis sangat berperan dalam pembungaan, karena terkait dengan kandungan karbohidrat yang dibutuhkan sebagai sumber energi bagi induksi pembungaan, differensiasi dan inisiasi bunga. Fotosintesis juga memainkan peranan penting sebagai suatu sistem metabolisme kunci yang mempengaruhi sebagian besar sistem metabolisme dan proses fisiologi lainnya. Peranan penting fotosintesis antara lain berkaitan dengan penyadiaan ATP dan kerangka karbon dalam lintasan respirasi, mengendalikan sistem transport, sebagai penghantar signal bagi fungsi-fungsi akar yang juga berkaitan dengan zat pengatur tumbuh sitokinin pada saat pucuk terinduksi, berkaitan dengan metabolisme nitrogen, dan beberapa pengaruh tidak langsung dalam proses fisiologi lainnya (Mohr & Schopfer 1995).

Ryogu (1988) melaporkan bahwa ada beberapa cara perlakuan untuk mempercepat pembungaan diantaranya kerat batang dan strangulasi yang bertujuan dapat menekan fotosintat dari daun ke akar, sehingga terjadi akumulasi karbohidrat yang selanjutnya digunakan untuk pembungaan.


(24)

Wang dan Faust (1990) menjelaskan bahwa dalam proses pembungaan selain terjadi peningkatan sitokinin, juga terjadi perubahan metabolisme yaitu hidrolisis pati; peningkatan perpindahan karbohidrat dari kulit ke tunas, peningkatan asam nukleat, protein dan poliamin pada tunas, peningkatan respirasi dan produksi etilen pada tunas, peningkatan asam amino bebas dan peningkatan asam organik pada tunas, peningkatan aktivitas katalase, penurunan rasio sterol bebas dengan total fosfolipid dan peningkatan fluiditas membran. Para ahli fisiologi menduga bahwa perubahan dalam transportasi beberapa asimilat ke jaringan meristematik pucuk atau ujung batang merupakan suatu komponen yang penting dari induksi pembungaan.

Proses-proses fisiologi yang terjadi pada bagian tanaman khususnya pembungaan dan peristiwa-peristiwa reproduktif yang mengikuti sampai dengan selesainya pembuahan dicapai melalui sejumlah cara penyesuaian, termasuk penyesuaian terhadap suhu rendah seperti vernalisasi, kepekaan terhadap panjang hari atau terhadap banyaknya penyinaran matahari yang dapat diterima tanaman, juga akan mempengaruhi bagian tanaman lainnya yang sedang tumbuh sampai batas tertentu. Pertumbuhan vegetatif terhenti pada saat pembungaan atau pembuahan karena perkembangan buah memerlukan banyak asimilat dan hara, terutama hara N dan karbohidrat (Chandha & Pal 1993).

Mulai berbunganya suatu tumbuhan berbeda antara satu pohon dengan pohon yang lainnya. Lamanya fase vegetatif erat kaitannya umur pohon saat mulai berbunga yaitu setelah melewati masa juvenil. Setiap tanaman mempunyai tipe dan waktu inisiasi yang berbeda di mana tunas reproduktif akan muncul pada bagian ujung atau samping dahan dan biasanya ditutupi dengan kelopak tunas. Pengetahuan mengenai letak dan waktu inisiasi bunga sangat bermanfaat dalam upaya merangsang atau meningkatkan pembungaan.

Pada umumnya tanaman hanya menghasilkan bunga bilamana telah dewasa dalam ukuran, umur, dan cukup besar serta mengandung banyak zat-zat cadangan makanan. Tanaman yang baru berkecambah atau masih terlalu muda biasanya tidak dapat berbunga karena harus tumbuh vegetatif dulu yaitu membentuk bagian-bagian vegetaif seperti akar, batang, dan daun. Selama tanaman mengalami masa pertumbuhan vegetatif maka tanaman hanya akan mengalami


(25)

perubahan kuantitatif saja artinya tanaman akan menjadi besar, lebih berat dan menimbun zat-zat cadangan lebih banyak terutama karbohidrat yang berkorelasi positif dengan pembentukan bunga. Pada tanaman dewasa yang mempunyai zat cadangan cukup banyak, maka tanaman tersebut dapat mengalami perubahan kualitatif menuju kearah pembungaan. Pada saat terbentuk primordia bunga yaitu bakal tunas bunga yang akan membentuk kuncup bunga merupakan peralihan pertumbuhan dari ase vegetatif ke fase generatif.

Mata tunas yang telah membentuk bagian-bagian bunga belum tentu terus berkembang sampai membentuk bunga. Faktor-faktor endogen dan lingkungan sangat berperan dalam proses pembentukan bunga. Tidak hanya tunas bunga, tetapi juga bunga dan buah muda dapat gugur.

Darjanto dan Satifah (1990) faktor lingkungan yang menyebabkan bunga gugur bisa disebabkan oleh iklim. Musim kering yang berkepanjangan atau hujan lebat dapat menyebabkan sebagian besar kuncup bunga dan bunga mekar mati dan gugur. Hujan lebat menyebabkan butir-butir serbuk sari berlekatan satu sama lain, sehingga menjadi gumpalan yang berat dan tidak dapat meninggalkan ruang sari dan apabila cuacanya berubah menjadi cerah dengan panas matahari, maka tabung serbuk sari dapat cepat mengering dan kehilangan daya tumbuhnya. Goldsworthy (1992) mengemukakan bahwa sejumlah besar kuncup bunga dan bunga mekar gugur karena adanya persaingan internal dan hanya sebagian kecil yang akan terbentuk menjadi buah.

Jeruk Pamelo merupakan tanaman yang berbunga dan berbuah musiman. Di Jawa bulan panen berlangsung pada bulan April – Juni, setelah berbunga pada bulan September – Oktober tahun sebelumnya (Setiawan 1993). Di Indonesia pembungaan jeruk pamelo terjadi secara alami. Manipulasi pengaturan pembungaan masih belum dilakukan secara komersial. Pengaturan pembungaan pada pohon buah-buahan secara ekonomi sangat penting untuk memperoleh buah di luar musim. Hasil penelitian Poerwanto dan Inoue (1990) menunjukkan bahwa induksi pembungaan pada jeruk dapat dilakukan dengan cara mengatur suhu perakaran dan pemangkasan akar. Namun demikian, hal tersebut sulit untuk diterapkan di Indonesia mengingat umumnya petani menanam tanaman langsung di lapang produksi dan bukan dalam green house.


(26)

Tanaman ini berbunga majemuk. Ada yang tunggal, ada yang bertandan. Bentuk bunganya agak besar, baunya harum. Kelopak bunga membentuk lonceng atau cawan. Tajuk bunga 4-5. Waktu masih kuncup tersusun seperti genting. Benangsari 25-35, tegak, berberkas 4-5. Setelah mendapat sinar matahari terlepas satu sama lain. Panjang benangsari tidak seragam. Waktu berbunga terutama pada akhir musim-musim kering. Bakal buahnya bulat seperti kerucut. Hanya satu buah saja pada tiap tangkainya. Buah dewasa bulat besar bentuknya, isi buah beruang 11-16 bagian (septa). Kulit luar tebal. Biji sedikit. Septa-septa buah mudah dilepas satu sama lain. Tanaman jeruk besar mudah sekali terserang penyakit kulit batang, terutama di daerah yang basah. Peka terhadap

Asterolecanium, Phoma, dan Oospora pada buah (Verheij & Coronel 1992). Tanaman jeruk besar baru menghasilkan buah setelah berumur 5-6 tahun. Hasil buahnya dapat mencapai 200 buah per pohon. Masa berbuah yang paling lebat adalah pada bulan Juni-September (musim panen raya). Yang kurang lebat adalah bulan Desember-Januari (musim panen kecil) (Verheij & Coronel 1992).

Produksi Buah Masa On Year dan Off Year

Jeruk Pamelo mempunyai sifat biennial, yaitu mengalami masa berbuah lebat pada on year yang diikuti dengan menurunya produksi buah pada tahun berikutnya (off year). Produksi buah pohon golongan biannual bearing berfluktuasi, panen raya hanya terjadi dua tahun sekali. Jika tahun sebelumnya sudah berbuah lebat, tahun berikutnya terjadi penurunan produksi. Goldschmidt dan Golomb (1982) mengatakan, kultivar-kultivar alternate bearing tidak membentuk bunga pada tahun berikutnya setelah berbuah lebat (on year), disebabkan menipisnya cadangan karbohidrat pada semua bagian organ pohon.

Produksi buah jeruk Pamelo di Indonesia masih mengandalkan pada produksi buah yang muncul secara alami, belum mengarah ke produksi jeruk di luar musim. Secara alami, pohon jeruk sulit untuk dapat berbuah dua kali dalam setahun, mengingat induksi pembungaan dan keberhasilan pembungaan jeruk sangat terkait dengan kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh.

Hasil penelitian Luis et al. (1995) menunjukkan, perlakuan kerat batang pada tanaman jeruk dapat meningkatkan akumulasi pati di daun dan mempercepat


(27)

terjadinya inisiasi pembungaan. Dengan meningkatnya cadangan karbohidrat setelah kerat batang, diharapkan perlakuan kerat batang mampu mengatasi masalah alternate bearing pada pohon buah-buahan.

Stevenson dan Shackel (1998) mengatakan, terjadinya alternate bearing

pada tanaman kenari hijau diduga disebabkan oleh dua faktor, pertama adanya produksi hormon yang tinggi dalam tanaman yang dihasilkanoleh buah atau daun yang menyebabkan tunas bunga gugur. Kemungkinan kedua, adanya kompetisi dalam memperoleh karbohidrat antara buah dengan tunas bunga yang menyebakan gugurnya tunas bunga (bud abscission). Poerwanto et al. (2000) melaporkan, berkurangnya produksi bunga saat off year diduga dikarenakan adanya hambatan munculnya bunga pada tahun tersebut. Hambatan tersebut karena tingginya kandungan giberellin dalam pohon saat off year. Selain itu ada kaitannya dengan sedikitnya pertumbuhan vegetatif setelah tanaman berbuah lebat, dimana secara tidak langsung akan menurunkan produksi bunga pada tahun berikutnya.

Hasil penelitian pada tanaman rambutan Binjai menunjukkan terdapat respon positif perlakuan kerat batang utama yang dikombinasikan dengan waktu aplikasi KNO3 pada saat off season. Bunga muncul satu bulan setelah perlakuan

KNO3, namun demikian belum diketahui apakah respon yang sama akan

diperlihatkan pada tahun berikutnya (off year). Bagaimana juga halnya dengan pohon yang berbuah secara alami saat on year, apakah dapat berbuah off season

bila diberi perlakuan kerat batang pada saat off year (Poerwanto et al. 2000).

Strangulasi

Tanaman jeruk merupakan tanaman yang dapat berbuah sepanjang tahun. Dalam periode berbuahnya, seringkali tanaman jeruk mengalami panen buah yang melimpah saat panen raya atau mengalami kekurangan hasil panen pada saat buah sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pengaturan pembungaan dan pembuahan. Teknik pengaturan dan pembungaan dilakukan dengan membuat tanaman jeruk dapat berbuah di luar musim. Teknik memproduksi buah di luar musim merupakan suatu teknik pengaturan jadwal pembungaan untuk memperpanjang periode pembuahan dimana tanaman jeruk berbuah lebih cepat


(28)

atau lambat. Munurut Susanto et al. (1990) mengemukakan bahwa Jepang merupakan salah satu negara yang telah mengaplikasikan teknologi strangulasi pada jeruk Satsuma sehingga dapat berbuah setiap saat. Terdapat berbagai macam cara untuk menginduksi pembungaan, diantaranya adalah cara strangulasi.

Strangulasi merupakan salah satu cara memanipulasi tanaman dengan pencekikan batang ataupun cabang tanaman. Strangulasi terutama ditujukan untuk memanipulasi transportasi makanan dari tubuh tanaman yaitu pada batang menuju akar agar lebih lambat atau berhenti sama sekali. Hambatan tersebut diarahkan untuk merangsang proses fisiologi yang lain yang pada gilirannya akan mengaktifkan hormon yang menginduksi pembungaan. Mekanisme transportasi pada batang cukup rumit dijabarkan secara detail, namun secara garis besar dapat dijelaskan bahwa tanaman jeruk adalah tanaman yang berkambium, dimana bagian dalam kambium terdapat jaringan xylem (kayu) yang berfungsi untuk mengangkut unsur hara dari tanah. Unsur hara bersama air mengalir dari tanah ke jaringan xylem yang diakar dan batang pada sel-sel xylem, dan sampai di daun untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Sedangkan jaringan yang ada di sebelah luar (floem), yang dilapisi kulit dan jaringan gabus, mengangkut hasil fotosintesis dari daun untuk diedarkan ke seluruh tubuh tanaman. Dengan dilakukannya strangulasi pada batang sebatas kambium maka dimungkinkan akan terjadi penumpukan karbohidrat di tajuk tanaman. Kandungan karbohidrat di daun pada tanaman jeruk yang distrangulasi selama 3 dan 20 bulan nyata meningkat dibandingkan dengan tanaman kontrol (Yamanishi et al. 1993).

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa selain strangulasi atau pencekikan batang (Susanto et al. 1993: Yamanishi et al. 1993), terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatur pembungaan pohon buah-buahan, yaitu mengatur suhu udara dan tanah (Poerwanto et al. 1989; Susanto et al. 1991), stres air (Nir et al. 1972; Yelenosky 1979; Susanto et al. 1993) dan pemakaian zat pengatur tumbuh (Poerwanto & Susanto 1996; Poerwanto et al. 1997). Teknik-teknik tersebut secara umum dilakukan dengan mengganggu sistem metabolisme tanaman.

Adanya gangguan pada metabolisme tanaman terutama yang berkaitan dengan translokasi hasil-hasil asimilat dari daun ke perakaran berkorelasi positif


(29)

dengan akumulasi karbohidrat di tajuk tanaman. Perlakuan penghambatan translokasi karbohidrat ke bagian bawah tanaman seperti strangulasi dan pengeratan batang mampu meningkatkan akumulasi karbohidrat di bagian atas tanaman sehingga akan merangsang pembungaan (Biale & Young 1981).

Hasil penelitian Yamanishi dan Hasegawa (1995) memperlihatkan bahwa strangulasi batang selain mampu merangsang pembungaan, juga dapat meningkatkan kadar gula pada buah jeruk Pamelo. Melalui strangulasi aliran fotosintat dari daun ke akar untuk sementara terhambat sehingga terjadi penumpukan fotosintat di bagian tajuk tanaman. Penumpukan fotosintat tersebut berakibat terstimulasinya pembungaan (Yamanishi et al. 1993; Yamanishi 1995; Yamanishi & Hasegawa 1995). Demikian pula perlakuan pengeratan batang dapat meningkatkan pembentukan bunga dan akumulasi pati di daun (Luis et al.

1995).

Penelitian Poerwanto et al. (2000) juga menunjukkan bahwa perlakuan ringing (kerat batang) yang diaplikasikan pada rambutan Binjai dapat mengambat translokasi fotosintat (karbohidrat) dari tajuk ke akar yang menyebabkan terjadinya penumpukan karbohidrat di tajuk. Secara umum, penghambatan aliran karbohidrat ke akar akan dapat menyebabkan berkurangnya hormon giberellin yang disintesis di akar tanaman. Ogata et al. (1996) telah membuktikan bahwa pada tanaman jeruk, induksi pembungaan memerlukan penurunan aktivitas giberellin.

Perlakuan penghambatan translokasi karbohidrat mampu meningkatkan induksi bunga dan tanaman menjadi berbunga lebih awal dibandingkan tanaman kontrol (Luis et al. 1995; Menzel & Simpson 1992). Menzel et al. (1995) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat pada jaringan di atas perlakuan ringing batang pada tanaman leci meningkat, sedangkan kandungan karbohidrat di akar secara nyata menurun. Karbohidrat merupakan salah satu hasil fotosintesis yang mempunyai peranan penting dalam metabolisme. Selain sebagai hasil utama fotosintesis, karbohidrat merupakan substrat dalam proses respirasi. Karbohidrat dapat diubah menjadi gliserol dan asam lemak yang beraksi membentuk lemak atau membentuk protein melalui asam amino (Menzel & Simpson 1992).


(30)

Ukuran kawat yang digunakan untuk strangulasi disesuaikan dengan ketebalan dari kulit batang tanaman. Strangulasi akan memutus suplai karbohidrat dari tajuk ke akar. Keadaan ini akan menyebabkan aktivitas akar terganggu. Di lain pihak, terjadi penupukan karbohidrat di bagian pucuk tanaman. Kondisi tersebut dapat menginduksi pembungaan. Hasil penelitian Yamanishi dan Hasegawa (1995) memperlihatkan bahwa strangulasi meningkatkan kandungan karbohidrat di tajuk sehingga akan merangsang tanaman untuk berbunga dan membentuk buah.

Kandungan karbohidrat dan rasio C/N daun pada tanaman yang di strangulasi mengalami peningkatan selama strangulasi. Jumlah kuncup bunga dan bunga mekar lebih banyak pada tanaman yang di strangulasi dibandingkan dengan tanaman yang tidak distrangulasi (Yamanishi et al. 1993). Strangulasi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas, transpirasi dan laju fotosintesis pada daun tanaman jeruk besar (Yamanishi 1995).

Sementara hasil penelitian Chandha dan Pal (1993) melaporkan bahwa kandungan pati dan nisbah C/N pada daun yang tinggi berkorelasi positif terhadap pembungaan, dan peningkatan sedikit karbohidrat pada pucuk sudah dapat menstimulasi inisiasi tunas bunga. Pengaturan nisbah C/N ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kraus dan Kraybill (1918), yaitu jika tanaman dalam keadaan nisbah C/N yang tinggi, merupakan keadaan yang memungkinkan terjadinya pembungaan, sedangkan apabila nisbah C/N rendah pertumbuhan akan mengarah ke vegetatif.

Ukuran kawat untuk strangulasi diduga akan berkaitan dengan tingkat gangguan yang ditimbulkan. Semakin besar gangguan maka diharapkan laju induksi akan semakin tingi. Diameter kawat yang sering digunakan adalah 1.6 mm dan 2.0 mm, karena memiliki ukuran yang mendekati dengan ukuran ketebalan kulit batang jeruk. Sehingga dengan mengaplikasikan spesifikasi tersebut efek pada tanaman akan segera terlihat.


(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat 300 meter di atas permukaan laut. Analisis karbohidrat dan nitrogen daun dilakukan di Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, Balai Besar Bioteknologi dan Genetika Bogor dan Biotrop Seameo Bogor. Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Agustus 2007 sampai April 2008. Denah percobaan pada Lampiran 2 dan 3.

Bahan dan Alat

Bahan penelitian meliputi tanaman jeruk pamelo ‘Cikoneng’ hasil okulasi dengan umur empat tahun. Kawat yang digunakan untuk strangulasi berdiameter 3.0 mm. Peralatan yang digunakan adalah kawat, tang, jangka sorong, gunting stek, gergaji, martil, meteran, peralatan analisis laboratorium, Chlorophyllmeter (SPAD-502) Minolta dan alat tulis menulis.

Metode Penelitian Percobaan I:

Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo ‘Cikoneng’

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap. Faktor yang dicobakan adalah kombinasi tingkat berbuah sebelumnya berbuah lebat dan berbuah sedikit dan letak strangulasi batang utama dan cabang primer:

ƒ Berbuah lebat + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat + strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi cabang primer


(32)

Model matematika untuk rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ai + Bj + >ij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Nilai rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan kombinasi berbuah sebelumnya dan letak

strangulasi ke-i : 1,2 ;1,2

Bj = Pengaruh kelompok ke-j : 1,2,3,4,5

>ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Dari perlakuan tersebut terdapat 4 kombinasi yang diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari satu tanaman kontrol.

Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji nilai tengah dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Penelitian

Tanaman jeruk umur 4 tahun diseleksi untuk mendapatkan diameter batang yang relatif seragam kemudian diklasifikasi kedalam berbuah lebat (rasio daun 70-100 perbuah), dan berbuah sedikit (rasio daun >200 perbuah). Tanaman kontrol adalah tanaman berbuah sedikit.

Strangulasi dilakukan dengan melilitkan kawat yang tidak mudah berkarat berdiameter 3.0 mm pada batang dan menekan kawat ke batang sedalam 3.0 mm. Strangulasi dilakukan serentak pada batang utama setinggi 25 cm dari leher akar atau setinggi 25 cm di atas pertautan cabang primer, strangulasi dilepas 3 bulan setelah aplikasi (Gambar 2).

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapang. Pemberian pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk kandang dengan dosis masing-masing 400, 200, 200 gram, dan 10 kg per pohon (Sutopo et al. 2007). Pemupukan diberikan satu kali selama penelitian yaitu pada satu minggu sebelum perlakuan strangulasi dan diberikan di sekeliling tanaman secara melingkar di


(33)

bawah tajuk. Pengendalian hama/penyakit dilakukan secara terpadu dan pemeliharaan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Gambar 2 Berbagai metode strangulasi yang dilakukan dalam penelitian. A. Strangulasi batang utama, dan B. Strangulasi cabang primer C. Strangulasi 1 bulan, dan D. Pelepasan strangulasi setelah 3 bulan.

Pengamatan

Pengamatan mulai dilakukan 1 minggu setelah perlakuan strangulasi sampai minggu ke 20, variabel yang diamati meliputi:

1. Jumlah dan Panjang Tunas Vegetatif

Dihitung berdasarkan tumbuhnya tunas vegetatif yang ada pada setiap cabang. Dilakukan setiap dua minggu sekali untuk setiap tanaman karena periode lama untuk membentuk tunas vegetatif.

2. Jumlah Tunas Generatif

Dihitung berdasarkan pada jumlah tunas generatif yang muncul, dilakukan setiap dua minggu sekali untuk setiap tanaman.

3. Jumlah Kuncup Bunga

Dihitung jumlah kuncup bunga yang ada di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

A

B


(34)

4. Jumlah dan Waktu yang Diperlukan Tanaman untuk Berbunga

Waktu munculnya bunga dilihat saat bunga pertama pada pohon tersebut mekar, dihitung sejak strangulasi dilakukan, dengan mengamati pada tajuk pohon secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

5. Jumlah Bunga Mekar

Dihitung jumlah kuncup bunga yang mekar di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

6. Jumlah Buah terbentuk

Dihitung jumlah buah yang terbentuk di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

7. Persentase Fruit Set

Fruit set diamati setelah fase bunga mekar, dihitung dari jumlah buah yang terbentuk. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

8. Kandungan Karbohidrat Daun

Dianalisis pada akhir periode perlakuan. Penentuan kandungan karbohidrat daun dengan mengunakan Metode Penetapan Karbohidrat Daun (Lampiran 4). 9. Kandungan Nitrogen Daun

Analisis kandungan nitrogen daun dilakukan dengan Metode Kjeldhal. Pengamatan dilakukan pada akhir periode penelitian (Lampiran 5).

10. Tingkat Kehijauan Daun

Klorofil daun dilakukan dengan menggunakan alat Chlorophyll Meter (SPAD-502) Minolta. Pengamatan dilakukan tiga kali selama penelitian berlangsung. 11. Luas Daun

Luas daun dilakukan dengan menggunakan alat Leaf Area Meter. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

12. Berat Kering Daun

Pengukuran berat kering daun dilakukan dengan menimbang berat basah, kemudian dikeringkan dengan cara di oven suhu 70 oC selama 24 jam.


(35)

13. Anatomi Jaringan yang Distrangulasi

Pengamatan dilakukan terhadap jaringan tanaman yang distrangulasi dengan cara mengambil sampel jaringan yang telah dilepas strangulasinya dan dimasukkan ke larutan Formaldehid Acetic Acid Alcohol (FAA) (Lampiran 6).

Percobaan II

Pengaruh Waktu Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo ‘Cikoneng’

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap. Pengelompokan tanaman berdasarkan diameter batang dengan cara mengukur diameter batang dari semua unit percobaan. Faktor yang dicobakan adalah waktu strangulasi yaitu:

S1: Satu Bulan Setelah Panen (September – Nopember) S2: Dua Bulan Setelah Panen (Oktober – Desember) S3: Tiga Bulan Setelah Panen (Januari – Maret)

Dari faktor tersebut di atas terdapat tiga perlakuan yang diulang sebanyak enam kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari satu tanaman.

Model matematika untuk rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Ai + Bj + >ij

Keterangan:

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Nilai rataan umum

Ai = Pengaruh perlakuan waktu strangulasi ke-i : 1,2,3

Bj = Pengaruh kelompok ke-j : 1,2,3

>ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan uji nilai tengah dilakukan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Selain perlakuan diatas, pada masing-masing ulangan ada 1 kontrol (tanaman yang tidak distrangulasi)


(36)

Pelaksanaan Penelitian

Waktu strangulasi dilaksanakan dengan melilitkan kawat berdiameter 3.0 mm pada batang utama dan menekan kawat sedalam diameter kawat. Strangulasi dilakukan secara periode sesuai perlakuan di atas dan dilepas setelah 3 bulan kemudian. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapang. Pemberian pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk kandang dengan dosis masing-masing 400 g, 200 g, 200 g, dan 10 kg per pohon (Sutopo et al. 2007). Pemupukan diberikan satu kali selama penelitian yaitu pada satu minggu sebelum perlakuan strangulasi dan diberikan di sekeliling tanaman secara melingkar di bawah tajuk. Sedangkan pengendalian hama/penyakit dilakukan secara terpadu dan pemeliharaan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Pengamatan

Pengamatan mulai dilakukan 1 minggu setelah perlakuan strangulasi sampai minggu ke 20, variabel yang diamati meliputi:

1. Jumlah dan Panjang Tunas Vegetatif

Dihitung berdasarkan tumbuhnya tunas vegetatif yang ada pada setiap cabang. Dilakukan setiap dua minggu sekali untuk setiap tanaman karena periode lama untuk membentuk tunas vegetatif.

2. Jumlah Tunas Generatif

Dihitung berdasarkan pada jumlah tunas generatif yang muncul, dilakukan setiap satu minggu sekali untuk setiap tanaman.

3. Jumlah Kuncup Bunga

Dihitung jumlah kuncup bunga yang ada di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

4. Jumlah danWaktu yang Diperlukan Tanaman untuk Berbunga

Waktu munculnya bunga dilihat saat bunga pertama pada pohon tersebut mekar, dihitung sejak strangulasi dilakukan, dengan mengamati pada tajuk pohon secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan satu minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.


(37)

5. Jumlah Buah terbentuk

Dihitung jumlah buah yang terbentuk di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

6. Jumlah Bunga Mekar

Dihitung jumlah kuncup bunga yang mekar di setiap tanaman, dilakukan setiap dua minggu sekali setelah perlakuan strangulasi.

7. Persentase Fruit Set

Fruit set diamati setelah fase bunga mekar, dihitung dari jumlah buah yang terbentuk. Pengamatan dilakukan dua minggu sekali.

8. Kandungan Karbohidrat Daun

Dianalisis pada akhir periode perlakuan. Penentuan kandungan karbohidrat daun dengan mengunakan Metode Penetapan Karbohidrat Daun (Lampiran 4). 9. Kandungan Nitrogen Daun

Analisis kandungan nitrogen daun dilakukan dengan Metode Kjeldhal. Pengamatan dilakukan pada akhir periode penelitian (Lampiran 5).

10. Tingkat Kehijauan Daun

Klorofil daun dilakukan dengan menggunakan alat Chlorophyll Meter (SPAD-502) Minolta. Pengamatan dilakukan tiga kali selama penelitian berlangsung. 11. Luas Daun

Luas daun dilakukan dengan menggunakan alat Leaf Area Meter. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

12. Berat Kering Daun

Pengukuran berat kering daun dilakukan dengan menimbang berat basah, kemudian dikeringkan dengan cara di oven suhu 70 oC selama 24 jam.


(38)

0 100 200 300 400 500 600 700

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

BULAN

Cu

ra

h

Hu

ja

n

(m

m

)

0 5 10 15 20 25

Ha

ri

Hu

ja

n

CH (mm) HH

Strangulasi

Mulai berbunga

HASIL PENELITIAN

Kondisi Umum Penelitian

Lokasi penelitian merupakan daerah yang bertopografi agak datar dan bergelombang dengan kelerengan sekitar 2 – 5 %, ketinggian tempat 300 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah Aluvial. Keadaan iklim termasuk agak basah yaitu tipe C menurut Schmidt dan Ferguson. Selama tahun 2007 jumlah curah hujan dan hari hujan (2.876 mm dan 122 ) dengan rata-rata bulanan berkisar dari 0 – 655 mm dan hari hujan 0 – 20 (Gambar 3).

Sumber: Stasiun Klimatologi Situraja (terdekat) 2008

Gambar 3 Rata-rata curah hujan kecamatan situraja, kabupaten Sumedang tahun 2007.

Tanaman jeruk pamelo ditanam dengan jarak 5m x 5m dalam sistem pertanaman campuran (agroforestry) antara tegakan pohon Mahoni (Swietenia macrophylla), tanaman pisang (Musa sp.) dan selanya tanaman pangan (padi gogo, kedelai, dan kacang tanah). Pertumbuhan tanaman cukup baik sejak awal hingga akhir penelitian. Selama penelitian tanaman tidak mengalami gangguan abiotik (cekaman air, cekaman hara) dan gangguan biotik (serangan hama/penyakit, gulma) yang menyebabkan kematian tanaman. Adapun serangan hama yang menyerang buah adalah penggerek buah (Citripestis sagittiferella


(39)

hama tersebut dengan cara memetik buah jeruk yang terserang kemudian dibenam dalam tanah atau dibakar, juga dilakukan pemasangan perangkat lalat buah yang menggunakan metyl eugenol dan penyemprotan insektisida Diazinon 40 EC

sesuai anjuran.

Percobaan I:

Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo ‘Cikoneng’

Panjang Tunas Vegetatif, Jumlah Tunas Vegetatif, dan Jumlah Tunas Generatif

Data statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan antara semua perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak strangulasi dan kontrol terhadap pertumbuhan panjang tunas vegetatif (10 MSP) dan jumlah tunas vegetatif (14 MSP), tetapi jumlah tunas generatif (14 MSP) terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 2).

Tabel 2 Pertumbuhan tunas vegetatif dan generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Panjang Tunas Vegetatif (10 MSP)

(cm)

Jumlah Tunas Vegetatif (14 MSP)

Jumlah Tunas Generatif (14 MSP)

ƒ Berbuah lebat + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat + strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi cabang primer

ƒ Kontrol (berbuah sedikit)

25.26

26.31

26.81

26.74 24.35

148.20

129.60

131.60

124.60 153.00

37.83 ab

27.67 ab

23.50 ab

44.00 a 14.67 b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak strangulasi berturut-turut memperlihatkan panjang tunas vegetatif dari yang tertinggi sampai terendah yaitu perlakuan berbuah sedikit dengan strangulasi batang utama (26.81cm), tingkat buah sedikit dengan letak strangulasi cabang primer (26.74 cm), berbuah lebat


(40)

dengan letak strangulasi cabang primer (26.31 cm), berbuah lebat dengan letak strangulasi batang utama (25.26 cm), dan terendah kontrol (24.35 cm) (Gambar 4).

0 5 10 15 20 25 30

2 4 6 8 10

Minggu Setelah Perlakuan

P

a

nj

a

ng Tuna

s

V

e

ge

ta

ti

f (

c

m)

K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 Kontrol

Gambar 4 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.

Jumlah tunas vegetatif pada semua perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak strangulasi dan kontrol pada 14 MSP berturut-turut memperlihatkan nilai dari tertinggi sampai terendah yaitu kontrol (153.00), tingkat buah lebat sebelumnya dengan letak strangulasi batang utama (148.20), tingkat buah lebat dengan letak strangulasi cabang primer (129.60), tingkat buah sedikit dengan letak strangulasi batang utama (131.60), dan tingkat buah sedikit dengan letak strangulasi cabang primer (124.60) (Gambar 5).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

2 4 6 8 10 12 14

Minggu Setelah Perlakuan

J

u

m

la

h

Tuna

s

V

e

ge

ta

ti

f

K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 Kontrol

Gambar 5 Pertumbuhan jumlah tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.


(41)

Untuk jumlah tunas generatif, perlakuan tingkat buah sedikit sebelumnya dengan letak strangulasi cabang primer sampai 14 MSP menunjukkan nilai tertinggi 44.00 dan berbeda sangat nyata dengan perlakuan kontrol (14.67), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tingkat buah lebat dengan letak strangulasi batang utama (37.83), tingkat buah lebat dengan letak strangulasi cabang primer (27.67), dan tingkat buah sedikit dengan letak strangulasi batang utama (23.50) (Gambar 6).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2 4 6 8 10 12 14

Minggu Setelah Strangulasi

J

um

la

h Tun

a

s

G

e

ne

ra

ti

f

K1L1 K1L2 K2L1 K2L2 Kontrol

Gambar 6 Pertumbuhan jumlah tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.

Jumlah Tanaman Berbunga, Jumlah Kluster Bunga, Kuncup Bunga, dan Bunga Mekar

Jumlah tanaman berbunga pada perlakuan tingkat buah lebat dengan letak strangulasi batang utama menunjukkan nilai tertinggi (100.00 %), diikuti berturut-turut oleh perlakuan tingkat buah sedikit dengan letak strangulasi batang utama dan cabang primer masing-masing (80.00 %), kemudian perlakuan tingkat buah lebat dengan letak strangulasi cabang primer (60.00 %) dan terkecil perlakuan control (33.33 %).

Jumlah kluster bunga, kuncup bunga, dan bunga mekar menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan antara tingkat buah dan letak kawat strangulasi (Tabel 3).


(42)

Jumlah kluster bunga, kuncup bunga, dan bunga mekar pada tingkat buah sedikit sebelumnya dengan strangulasi pada cabang primer menunjukkan nilai lebih tinggi masing-masing (52.60, 420.80, dan 263.00) dan berbeda nyata dengan kontrol yang tidak berbunga (0.00), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tingkat buah lebat dengan strangulasi batang utama (31.80, 254.40, dan 159.00), tingkat buah sedikit dengan strangulasi batang utama (27.40, 219.20, dan 137.00), dan tingkat buah lebat dengan strangulasi cabang primer (20.80, 166.40, dan 104.00).

Tabel 3 Persentase jumlah tanaman berbunga, jumlah kluster bunga, kuncup bunga, dan bunga mekar per pohon jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Jumlah Tanaman Berbunga

(%)

Jumlah Kluster Bunga

Jumlah Kuncup

Bunga

Jumlah Bunga Mekar

ƒ Berbuah lebat +

strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat +

strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit +

strangulasi cabang primer

ƒ Kontrol (berbuah sedikit)

100.00

60.00

80.00

80.00 33.33

31.80 ab

20.80 ab

27.40 ab

52.60 a 0.00 b

254.40ab

166.40ab

219.20ab

420.80a 00.00 b

159.00ab

104.00ab

137.00ab

263.00a 00.00 b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Jumlah Buah Terbentuk, dan Persentase Fruit Set

Data menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata terhadap jumlah buah terbentuk dan persentase fruit set pada semua perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak kawat strangulasi (Tabel 4).

Perlakuan tingkat buah sedikit sebelumnya dengan strangulasi cabang primer memberikan produksi jumlah buah terbentuk lebih tinggi (125.40) dan berbeda sangat nyata dengan kontrol yang tidak terbentuk buah (0.00), tetapi tidak berbeda nyata dengan tingkat buah lebat sebelumnya dengan strangulasi batang utama (66.80), tingkat buah lebat sebelumnya dengan strangulasi cabang primer


(43)

(46.40) dan tingkat buah sedikit sebelumnya dengan strangulasi batang utama (44.80).

Tabel 4 Jumlah buah terbentuk dan fruit set jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Jumlah Buah Terbentuk

Fruit Set (%)

ƒ Berbuah lebat + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat + strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi cabang primer

ƒ Kontrol (berbuah sedikit)

66.80 ab

46.40 ab

44.80 ab

125.40 a 00.00 b

35.15 ab

17.19 ab

40.50 a

33.78 ab 00.00 b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Untuk persentase fruit set, perlakuan tingkat buah yang sedikit sebelumnya dengan strangulasi batang utama memberikan persentase fruit set lebih tinggi (40.50 %) berbeda sangat nyata dengan kontrol yang tidak ada fruit set (0.00 %), tetapi tidak berbeda nyata dengan tingkat buah lebat sebelumnya dengan strangulasi batang utama (35.15 %), tingkat buah sedikit sebelumnya dengan strangulasi cabang primer (33.78 %), dan tingkat buah lebat sebelumnya dengan strangulasi cabang primer (17.19 %).

Tingkat Kehijauan Daun, Luas Daun, dan Berat Kering Daun

Perlakuan tingkat buah sebelumnya dan letak kawat strangulasi tidak terjadi perbedaan yang nyata pada semua semua perlakuan terhadap tingkat kehijauan daun dan luas daun (Tabel 5).

Tingkat buah sedikit sebelumnya dan letak kawat strangulasi cabang primer memperlihatkan tingkat kehijauan daun tertinggi yaitu (78.14 unit), menyusul tingkat buah lebat sebelumnya dan letak kawat strangulasi batang utama (76.96 unit), tingkat buah lebat sebelumnya dan letak kawat strangulasi cabang primer (76.74 unit), tingkat buah sedikit sebelumnya dan letak kawat strangulasi cabang primer (76.32 unit) dan terendah adalah perlakuan kontrol (75.70 unit).


(44)

Untuk pengamatan luas daun, tingkat buah sedikit sebelumnya dan letak kawat strangulasi cabang primer menunjukkan tertinggi (479.59 cm2) kemudian diikuti tingkat buahlebat sebelumnya dan letak kawat strangulasi batang utama (465.31 cm2), tingkat pembuahan lebat sebelumnya dan letak kawat strangulasi cabang primer (455.93 cm2), tingkat buah sedikit sebelumnya dan letak kawat strangulasi batang utama (440.38 cm2) dan terendah dimiliki oleh perlakuan kontrol (408.18 cm2).

Tabel 5 Tingkat kehijauan daun, luas daun, dan berat kering daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan Tingkat Kehijauan Daun

(Unit)

Luas Daun (cm2)

Berat Kering Daun

(g)

ƒ Berbuah lebat + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat + strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit +

strangulasi cabang primer

ƒ Kontrol (berbuah sedikit)

76.96

76.74

78.14

76.32 75.70

465.31

455.93

440.38

479.59 408.18

23.36 b

22.26 b 27.04 ab

29.24 a 24.94 ab 

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan tingkat buah sebelumnya dan letak kawat strangulasi menunjukkan pengaruh nyata pada semua semua perlakuan terhadap berat kering daun. Tingkat buah sedikit sebelumnya dengan letak kawat strangulasi cabang primer memberikan berat kering daun tertinggi (29.24 g) berbeda sangat nyata dengan perlakuan tingkat buah yang lebat sebelumnya dengan letak kawat strangulasi batang utama dan tingkat buah yang lebat sebelumnya dengan letak kawat strangulasi cabang primer masing-masing (23.36 g dan 22.26 g). Sedangkan untuk perlakuan tingkat buah sedikit sebelumnya dengan letak kawat strangulasi batang utama dan kontrol tidak berbeda nyata (27.04 g dan 24.94 g).


(45)

Persentase Kandungan Nitrogen, Karbohidrat, dan Rasio C/N Daun

Persentase kandungan nitrogen daun, karbohidrat daun dan rasio C/N secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak strangulasi dengan tanaman kontrol (Tabel 6).

Tabel 6 Persentase kandungan nitrogen, karbohidrat, dan rasio C/N daun jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan Nitrogen Daun

(%)

Karbohidrat Daun

(%)

C/N (%)

ƒ Berbuah lebat + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah lebat + strangulasi cabang primer

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi batang utama

ƒ Berbuah sedikit + strangulasi cabang primer

ƒ Kontrol (berbuah sedikit)

2.20 b

2.16 b

1.88 b

2.00 b 2.99 a

22.94 a

22.22 a

23.56 a

23.32 a 13.14 b

10.58 a

10.66 a

12.61 a

11.76 a 4.52 b

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Persentase kandungan nitrogen daun pada semua perlakuan tingkat buah sebelumnya dengan letak strangulasi memperlihatkan lebih rendah yaitu hanya (1.88 % - 2.20 %) dan berbeda sangat nyata dengan kontrol (3.00 %).

Persentase kandungan karbohidrat daun tidak berbeda nyata pada semua perlakuan tingkat buah sebelumnya dan letak kawat strangulasi yaitu relatif seragam antara (22.22 %) sampai (23.56 %) kecuali pada perlakuan kontrol sangat berbeda nyata (13.14 %). Rasio C/N pada semua perlakuan tingkat buah dan letak strangulasi masing-masing (10.58 – 12.61 %) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol hanya mengandung (4.52 %).


(46)

Percobaan II

Pengaruh Waktu Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo ‘Cikoneng’

Pertumbuhan Vegetatif

Hasil pengamatan rata-rata pertumbuhan panjang tunas vegetatif jeruk pamelo 2 -10 minggu setelah perlakuan (MSP) disajikan dalam Gambar 7, sedangkan analisis statistik pada (Tabel 7).

0 5 10 15 20 25 30

2 4 6 8 10

Minggu Setelah Perlakuan

P

a

nj

a

ng T

una

s

V

e

ge

ta

ti

f (c

m

)

1 BSP 2 BSP 3 BSP Kontrol

Gambar 7 Pertumbuhan panjang tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.

Tabel 7 Pertumbuhan tunas vegetatif dan generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Panjang Tunas Vegetatif (10 MSP)

Jumlah Tunas Vegetatif (22 MSP)

Jumlah Tunas Generatif (22 MSP) Strangulasi 1 BSP

Strangulasi 2 BSP Strangulasi 3 BSP Kontrol

23.29 24.18 21.22 20.35

112.83 146.17 200.67 113.67

8.67 12.00 32.67 0.00

BSP= Bulan Setelah Panen MSP= Minggu Setelah Perlakuan.

Semua perlakuan waktu strangulasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang tunas vegetatif, namun waktu strangulasi 2 bulan setelah perlakuan (BSP) memperlihatkan tunas terpanjang (24.18 cm) kemudian disusul periode 1 BSP (23.29 cm), 3 BSP (21.22 cm), dan kontrol (20.35 cm).


(47)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Minggu Setelah Perlakuan

J

u

m

la

h Tun

a

s

V

e

ge

ta

ti

f

1 BSP 2 BSP 3 BSP Kontrol

Gambar 8 Pertumbuhan jumlah tunas vegetatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.

Hasil pengamatan rata-rata jumlah tunas vegetatif disajikan pada Gambar 8. Tabel 7 menunjukkan bahwa semua perlakuan periode strangulasi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan jumlah tunas vegetatif sampai 22 MSP. Periode strangulasi 3 BSP memperlihatkan jumlah tunas vegetatif terbesar (32.67) disusul berturut-turut oleh perlakuan strangulasi 2 BSP (12.00), 1 BSP (8.67), dan kontrol (0.00).

0 5 10 15 20 25 30 35

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22

Minggu Setelah Perlakuan

J

um

la

h

Tu

na

s

G

e

ne

ra

ti

f

1 BSP 2 BSP 3 BSP Kontrol

Gambar 9 Pertumbuhan jumlah tunas generatif jeruk pamelo ‘Cikoneng’ pada berbagai perlakuan.


(1)

Jumlah Kluster Bunga 2 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

13.97394583 6.60523750 34.78857917 55.36776250

4.65798194 1.32104750 2.31923861

2.01 * 0.57

0.1561 0.7223

33.06170

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Kluster Bunga 10 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

14.60698333 6.77295000 35.49031667 56.87025000

4.86899444 1.35459000 2.36602111

2.06 * 0.57

0.1489 0.7202

33.31213

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Kluster Bunga 12 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

16.98290000 6.30628333 44.40895000 67.69813333

5.66096667 1.26125667 2.96059667

1.91 * 0.43

0.1710 0.8235

35.42838

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Kluster Bunga 14 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

16.08347917 6.90802083 46.88739583 69.87889583

5.36115972 1.38160417 3.12582639

1.72 * 0.44

0.2067 0.8124

35.57047

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Bunga Mekar 2-14 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

107.8238125 52.0014708 262.8225125 422.6477958

35.9412708 10.4002942 17.5215008

2.05 * 0.59

0.1499 0.7054

39.13985

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Bunga Mekar 16 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

111.7173125 53.1781708 267.3818125 432.2772958

37.2391042 10.6356342 17.8254542

2.09 * 0.60

0.1446 0.7032

39.44065


(2)

Jumlah Bunga Mekar 18 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

135.2751458 67.7108708 323.0946792 526.0806958

45.0917153 13.5421742 21.5396453

2.09 * 0.63

0.1441 0.6808

31.47468

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Bunga Mekar 20 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

126.7219792 58.4910708 339.9933458 525.2063958

42.2406597 11.6982142 22.6662231

1.86 * 0.52

0.1791 0.7602

31.76644

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 2 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.45018333 10.92663333 37.20896667 56.58578333

2.81672778 2.18532667 2.48059778

1.14 * 0.88

0.3665 0.5173

35.43952

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 4 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.44043333 11.71688333 37.66841667 57.82573333

2.81347778 2.34337667 2.51122778

1.12 * 0.93

0.3721 0.4873

35.55764

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 6 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.37307917 12.40407083 37.87814583 58.65529583

2.79102639 2.48081417 2.52520972

1.11 * 0.98

0.3778 0.4602

35.57334

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 8 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.38003333 12.24715000 38.36621667 58.99340000

2.79334444 2.44943000 2.55774778

1.09 * 0.96

0.3828 0.4736

35.69857


(3)

Jumlah Buah Terbentuk 10 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.37307917 12.40407083 37.87814583 58.65529583

2.79102639 2.48081417 2.52520972

1.11 * 0.98

0.3778 0.4602

35.57334

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 12 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.38003333 12.24715000 38.36621667 58.99340000

2.79334444 2.44943000 2.55774778

1.09 * 0.96

0.3828 0.4736

35.69857

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 14 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

8.29043333 11.99288333 38.92741667 59.21073333

2.76347778 2.39857667 2.59516111

1.06 * 0.92

0.3934 0.4923

35.82543

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 16 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

10.01523333 11.16128333 38.11341667 59.28993333

3.33841111 2.23225667 2.54089444

1.31 * 0.88

0.3067 0.5187

35.16217

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 18 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

41.49234583 17.61998750 72.2522292 131.3645625

13.83078194 3.52399750 4.8168153

2.87 * 0.73

0.0713 0.6108

42.89713

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Jumlah Buah Terbentuk 20 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

52.91264583 23.02632083 94.5516292 170.4905958

17.63754861 4.60526417 6.3034419

2.80 * 0.73

0.0760 0.6115

46.82258


(4)

% Fruit Set 2-4 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

2.26397917 8.51227083 12.51224583 23.28849583

0.75465972 1.70245417 0.83414972

0.90 * 2.04

0.4620 0.1306

21.43729

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Fruit Set 6-12 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

2.62495000 11.94413333 15.72890000 30.29798333

0.87498333 2.38882667 1.04859333

0.83 * 2.28

0.4956 0.0994

23.75430

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Fruit Set 14 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

2.67570000 12.13018333 15.93825000 30.74413333

0.89190000 2.42603667 1.06255000

0.84 * 2.28

0.4932 0.0988

23.89801

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Fruit Set 16

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

3.05615000 11.49468333 15.47635000 30.02718333

1.01871667 2.29893667 1.03175667

0.99 * 2.23

0.4252 0.1053

23.45401

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Fruit Set 18 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

51.18444583 12.22062083 70.0169292 133.4219958

17.06148194 2.44412417 4.6677953

3.66 * 0.52

0.0370 0.7549

39.62720

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Fruit Set 20 MSP

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

48.56815000 12.76850000 52.5326000 113.8692500

16.18938333 2.55370000 3.5021733

4.62 * 0.73

0.0176 0.6124

34.51193


(5)

Tingkat Kehijauan Daun (Unit) I

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

62.72458333 31.88875000 115.2529167 209.8662500

20.90819444 6.37775000 7.6835278

2.72 * 0.83

0.0813 0.5480

3.755350

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata Tingkat Kehijauan Daun (Unit) II

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

113.3650000 19.7783333 334.9550000 468.0983333

37.7883333 3.9556667 22.3303333

1.69 tn 0.18

0.2113 0.9670

6.208910

Ket: tn = tidak berbeda nyata Tingkat Kehijauan Daun (Unit) III

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

138.5012500 36.2770833 267.8612500 442.6395833

46.1670833 7.2554167 17.8574167

2.59 tn 0.41

0.0918 0.8370

5.704443

Ket: tn = tidak berbeda nyata Luas Daun (cm)

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

34946.52705 68838.01917 166474.9694 270259.5156

11648.84235 13767.60383 11098.3313

1.05 tn 1.24

0.3995 0.3389

23.58998

Ket: tn = tidak berbeda nyata Berat Kering (g)

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

10.7212500 183.9870833 232.8912500 427.5995833

3.5737500 36.7974167 15.5260833

0.23 tn 2.37

0.8739 0.0896

19.10842

Ket: tn = tidak berbeda nyata % Nitrogen Daun

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

3.71795800 0.13855483 0.90132450 4.75783733

1.23931933 0.02771097 0.06008830

4.62 * 0.46

0.0041 0.7990

10.50328


(6)

% Karbohidrat Daun

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

329.2807458 46.4013708 223.5426792 599.2247958

109.7602486 9.2802742 14.9028453

7.37 * 0.62

0.0029 0.6849

21.52101

Ket: tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata % Rasio C/N Daun

SK DB JK KT F-hit Fr>F KK

Perlakuan Blok Galat Total

3 5 15 23

221.0021000 13.3065000 97.9514000 332.2600000

73.6673667 2.6613000 6.5300933

11.28 * 0.41

0.0004 0.8361

30.69555