Kapolri "Berkumis".

KAPOLRI “BERKUMIS”
Oleh: Muradi

Hampir dipastikan Komjen Timur Pradopo, Kepala Badan Pemeliharaan
Keamanan (Baharkam) akan terpilih menjadi Kapo lri menggantikan Bambang
Hendarso Danuri. Uji Kelayakan dan Kepatutan yang dilakukan oleh Komisi III
DPR menjadi fo rmalitas bagi Jenderal bintang tiga angkatan tahun 1978 tersebut
untuk menjadi Tri Brata 1 (TB 1). Jenderal yang besar di unit Lantas ini dipilih
Yudhoyono karena dinilai bersih dari dinamika konflik internal, yang
berimplikasi tidak dipilihnya dua nama yang diajukan oleh Kapolri dan
Wanjakti Po lri; Nanan Sukarna dan Imam Sudjarwo. Pilihan terhadap Timur
Pradopo di mata publik sesungguhnya mengundang banyak tanya. Selain
dianggap kurang berprestasi, Timur Pradopo dianggap sebagai jenderal po litik,
yang dinaungi keberuntungan.
Namun bukan itu yang menjadi konsern penulis dalam konteks ini. Justru
figur dan penampilan Timur Pradopo lah yang menarik. Selain karena hampir
pasti menjadi Kapolri, juga dikarenakan mantan Kapolda Jawa Barat tersebut
seolah mengembalikan era Kapolri berkumis lebat, yang terakhir kali dilakukan
oleh Anton Sudjarwo, sebagai Kapolri ke-9. Hal yang menarik adalah keduanya
memiliki beberapa kesamaan, yakni: Pertama, proses pengangkatan keduanya
mengundang kontroversi, baik dari internal maupun eksternal Polri. Anton

Sudjarwo diangkat menjadi Kapolri saat masih menjabat sebagai Kapolda Metro
Jaya menggantikan Awaluddin Djamin yang dianggap sukses membersihkan
Polri dari praktik korupsi dan membenahi organisasi Po lri. hal yang membuat
pengangkatan tersebut menjadi kontroversi karena manajemen yang dipraktikan
oleh Anton Sudjarwo ketika memimpin Polda Metro jaya, sangat berlawanan
dengan
kebijakan yang
dibuat loeh Awaluddin Djamin. Sehingga
pengangkatannya dianggap kontroversial.
Sedangkan pada proses naiknya Timur Pradopo juga setali tiga uang.
Selain dianggap jenderal instan yang tidak cukup berprestasi. Timur Prado po
juga diajukan detik-detik terakhir oleh Bambang Hendarso Danuri, ketika
Yudhoyono menolak dua calon yang diajukan di awal, dengan mengangkatnya
menduduki jabatan bintang tiga sebagai Kepala Baharkam Po lri.
Kedua, keduanya dianggap sebagai tipikal perwira lapangan. Meski
keduanya berasal dari unit yang berbeda, Anton Sudjarwo besar di unit Brimob,
sedangkan Timur Pradopo besar di unit Lantas. Namun keduanya bukan tipikal
perwira pekerja dan pemikir sebagaimana Awaluddin Djamin, atau Nanan



Penulis adalah Staf Pengajar Ilmu Pemerintahan, FISIP UNPAD, Bandung.
Alamat: Kompleks Margahayu Raya, Jl. Saturnus Utara No. 47, Bandung.
Phone/ Faks: 022 7561828 Mobile: 08159983004. Email:
muradi_clark@unpad.ac.id, www.muradi.wordpress.co m No. Acc BCA: 111111-0781

Sukarna dan Imam Sudjarwo, dua jenderal yang diajukan Kapolri di awal.
Karakteristik perwira lapangan ini sesungguhnya coco k dalam konteks negara
dalam situasi yang bersifat darurat atau kritis, di mana dibutuhkan orientasi
hasil yang akurat. Sementara perwira pekerja dan pemikir cenderung diarahkan
untuk membangun konstruksi organisasi Polri agar selaras dengan program
pemerintah.
Ketiga, keduanya sama-sama memelihara kumis yang lebat. Sebenarnya
paska berpisah dari ABRI, hampir tidak ditemukan penampilan anggo ta Polri
yang memelihara kumis lebat dan terkesan angker dan kurang bersahabat.
Naiknya Timur Pradopo sebagai Kapolri apakah akan kembali menyuburkan hal
tersebut? Situasi ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada pencapaian
program. Hanya saja, di banyak negara demokratis, hampir tidak ditemukan
anggota kepolisiannya berpenampilan seperti itu, kecuali di negara yang
memiliki tradisi memelihara kumis dan cambang yang kuat. Ada asumsi dasar
yang masuk akal, di mana sebagai pelayan masyarakat, anggota kepolisian harus

terlihat bersahabat dan menanggalkan kesan angker. Dengan begitu, publik akan
menerima dengan tangan terbuka.
Keempat, keduanya sama-sama dianggap sebagai jendral politik, karena
keduanya dianggap naik memegang posisi TB 1 sangat sarat den
gan
kepentingan politik. Anton Sudjarwo naik menggantikan Awaluddin Djamin,
karena dianggap sebagai antitesis dari karakter kepemimpinan Awaluddin
Djamin yang banyak melakukan pembenahan ke dalam dan cenderung
menggunakan metode pendekatan kepolisian modern, yang tidak terlalu coco k
dengan konteks ketika itu yang mana Polri menjadi bagian dari ABRI.
Sedangkan Timur Prado po yang akan menjabat sebagai Kapo lri u
j ga
dianggap antitesis dari tarik-menarik kepentingan politik, karena dua calon yang
diajukan o leh Kapolri dan Wanjakti Po lri kurang diterima oleh Yudho yono dan
Koalisi partai pendukungnya. Sehingga ketika diajukan mengundang pro dan
ko tra, apalagi Timur Pradopo hanya menjabat Kapolda Metro Jaya dalam
hitungan bulan, bandingkan dengan prestasi Anton Sudjarwo yang memimpin
Polda Metro selama empat tahun.
Tiga Langkah Prioritas


Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah apakah dengan empat
kesamaan tersebut Timur Pradopo akan sesukses Anton Sudjarwo dalam
memimpin Polri? bila berkaca dari pengalaman dan konflik internal berkaitan
dengan pemilihan Kapolri, maka ada tiga langkah yang harus dilakukan oleh
Timur Pradopo apabila menjadi Kapolri, agar dapat efektif memimpin Polri tiga
atau empat tahun ke depan, selain Sepuluh Pro gram Prioritas yang telah
dipaparkan di depan anggo ta Komisi III DPR tersebut, yakni: Pertama,
menuntaskan ketidakpuasan
di nternal
i
berkaitan dengan
polit
isasi
pengangkatan Kapolri, terutama dari pendukung dua calon Kapolri yang tidak
dipilih Yudhoyono untuk diajukan ke DPR. Biar bagaimanapun, figur Nanan

Sukarna dan Imam Sudjarwo memiliki pendukung yang cukup solid. Apalagi
keduanya diajukan resmi o leh Kapo lri berdasarkan rapat Wanjakti dan
direkomendasikan o leh Kompo lnas. Tanpa soliditas internal, Timur Prado po
tidak akan efektif memimpin Polri.

Kedua, mengembalikan kepercayaan publik. Nada miring terhadap
kemampuan dirinya memimpin Polri serta adanya dugaan sejumlah jenderal
polisi terlibat dalam mafia hukum dan penyalahgunaan wewenang harus
dijadikan pemicu untuk diselesaikan lebih awal. Apalagi sela
ma ini
pemberantasan praktik mafia hukum di internal Po lri hanya sampai pada
pengadilan sejumlah perwira menengah, dan tidak menyentuh pada oknum
jenderal polisi yang juga terlibat. Dalam pandangan penulis, publik akan sedikit
menghapus keraguan Timur Pradopo dalam memimpin Polri dengan capaian
yang telah dilakukan pada kasus tersebut.
Ketiga, Timur Pradopo harus mampu melakukan gebrakan yang efektif
agar tuduhan publik terkait dengan naiknya menjadi Kapolri karena sokongan
politik dari sejumlah partai koalisi pendukung Yudhoyono terbantahkan. Salah
satunya dengan membuka sejumlah kasus korupsi yang melibatkan politisi dari
partai pendukung pemerintah atau bahkan membuka Kasus Bank Century dan
Lumpur Panas Lapindo , yang hingga saat ini tidak tersentuh oleh hukum. Bila
Timur Pradopo mampu melakukan akselerasi pengungkapan kasus korupsi
tersebut, dengan so kongan dari KPK. Maka bisa dipastikan, Polri dibawah
kepemimpinan Timur Pradopo akan beranjak kembali menjadi penegak hukum
yang efektif.

Dengan tiga langkah prioritas tersebut, Timur Pradopo tidak hanya
dikenal sebagai Kapolri berkumis lebat, tapi juga dapat sesu kses Anton
Sudjarwo dalam memimpin Po lri.