Episode Perang Yarmuk | Abu Dzakwan's Blog

Judul asli

: Abthal Al Yarmuk

Judul terjemahan

: Pahlawan-pahlawan Perang Yarmuk

Penulis

: Ali Ahmad Baktsir

Penerbit

: Dar Al Bayan, Kuwait

Penerjemah

: Abdul Hamid

Editor


: Masturi Irham

EPISODE PERTAMA
Tentara kaum muslimin berkumpul di satu dataran tinggi
tandus dekat sungai Yarmuk. Mereka menjadikan daerah yang
berada

di

logistik

belakang

dan

bala

mereka


sebagai

bantuan.

Di

situ,

tempat

penyimpanan

terdapat

Ubaidah yang sangat luas karena dijadikan pusat

tenda

Abu


perkumpulan

bagi tentara kaum muslimin.
Tampak Abu Ubaidah sedang duduk, dia di kelilingi oleh
beberapa komandan tentara antara lain: “Khalid, Amr bin Al
‘Ash, Yazid bin Abu Sufyan,
Mu’adz bin Jabal.

Syurahbil bin Hasanah

dan

Di depan mereka berdiri seorang laki-laki

berasal dari daerah Tanukh yang dipaggil Abu Basyir dan
seorang petani dari daerah Ghutah, Damaskus, yang sedang
menangis dan mengiba kepada Abu Ubaidah.
Petani

:


“Balaskan

balaskan

buat

untuk

saya

wahai

panglima

Arab,

saya

atas


segala

perbuatan

yang

telah mereka lakukan.”
Abu Ubaidah: “Apa yang telah mereka perbuat pada dirimu?”
Petani

: “Saya tidak dapat menceritakannya kepada kalian
karena

perbuatan

mereka

sangat


kejam!

sangat

saya

untuk

biadab!”
Abu

Basyir:

“Apakah

anda

mengizinkan

menceritakannya kepada mereka?”


Petani

: “Lakukanlah.”

Abu Basyir

: “Ketika tentara Romawi kembali ke Damaskus
-setelah kalian kalahkan- sebagian mereka singgah
di daerah saudara kita ini yaitu daerah Ghutah. Di
daerah ini terdapat ratusan hewan ternak kambing
dan lainnya. Dan Petrik
pasukan

Romawi

yang

(sebutan untuk komandan


membawahi

sekitar

10.000

pasukan) menyembelihnya setiap hari untuk dimakan.
Ketika Petrik akan melanjutkan perjalanan pulang,
para saudaranya merampas semua hewan ternak yang
ada di situ. Lalu ketika saudara kita ini, yang
pada waktu kejadian masih berada di kota, akan
mengambil

hewan-hewan

ternak

itu

karena


suatu

kebutuhan, ternyata hewan ternak itu telah habis.
Akhirnya

anak

perempuannya

pergi

bersama

pembantunya ke Petrik

untuk mengadukan segala apa

yang


Sang

telah

terjadi.

anak

perempuan

itu

berkata: ‘Segala apa yang kamu ambil buat diri
anda,

maka

saya

ikhlas.


Akan

tetapi,

katakan

kepada saudara-saudara paduka untuk mengembalikan
seluruh hewan ternak yang telah mereka ambil dari
kami.

Mendengar

tidak

pengaduan

melakukan

apa-apa,

memerintahkan

prajuritnya

perempuan

ke

itu

itu,

tempat

untuk

ternyata
tetapi

Petrik
malah

membawa

anak

peristirahatannya

dan

memperkosanya dengan paksa. Pembantunya berusaha
mencegah

kejadian

itu,

tetapi

Petrik

malah

menyuruh pengawal untuk membunuhnya.”
Para hadirin

: “La haula wala quwwata illa billah. Betapa

keji dan kejamnya dia!!”
Abu Ubaidah

: “Bukankah

sang Petrik itu punya atasan?”

Abu Basyir

: “Atasannya adalah Bahan, panglima tertinggi

pasukan Romawi.”
Abu Ubaidah

: “Kalau begitu, mengadulah kepadanya atas

segala kekejaman yang telah kamu alami?”
Petani

: “Saya telah melakukan itu, wahai panglima Arab.
Saya telah mengadu kepadanya dan dia menampakkan
kesedihan atas apa yang telah saya alami, tetapi
dia tidak dapat melakukan apa-apa. Sebab, jika dia
memarahi

Petrik,

maka

para

kawannya

pun

akan

berbalik memarahi Bahan. Akhirnya mereka (kawankawan

Petrik)

berusaha

untuk

membunuhku

karena

saya melaporkan apa yang mereka perbuat kepada
Bahan,

tetapi

saya

dapat

meloloskan

diri

dari

mereka.”
Abu Ubaidah

: “Semoga Allah menghancurkan mereka karena

mereka tidak mau mencegah perbuatan munkar yang
telah

dilakukan

perbuatan

yang

oleh

sebagian

paling

mereka.

jelek

dilakukan

Inilah
oleh

mereka.”
Abu Basyir

: “Wahai tuan panglima, tidak hanya itu yang
telah mereka lakukan. Mereka juga telah melakukan
banyak perbuatan keji di semua daerah-dareah yang
anda

tinggalkan

buat

mereka

seperti

Hims,

Ba’labak, Hamaah dan Ma’irrah.”
Abu Ubaidah
dari

:

“Jadi

seakan-akan

kamu,

wahai

Tanukh,

melimpahkan

segala

saudaraku

tanggung

jawab

atas segala apa yang telah menimpamu kepada kami?”
Abu Basyir

:

“Benar

tuan

panglima.

Jadi

seakan-akan

maksud dia adalah “janganlah kalian meninggalkan
kami untuk menjadi sasaran orang-orang zalim itu
setelah kalian menyelamatkan kami dari mereka.”

Mu’adz

: “Bukankah sudah saya katakan sebelumnya kepada
kalian tentang suatu kaum yang mempercayai dan
merasa

tenang

atas

perlindungan

kenapa

kalian

malah

kalian,

meninggalkan

tetapi

mereka?

Demi

Allah, sesungguhnya saya khawatir kalau Allah akan
menghukum

kita

atas

sebenarnya

dapat

kita

segala
cegah

kezaliman

tetapi

kita

yang
tidak

melakukannya.”
Amr

: “Demi Allah, saya tidak mengerti mengapa anda,
wahai tuan panglima, melakukan rencana ini (yaitu
untuk

meninggalkan

daerah-daerah

yang

telah

dikuasai). Kalau bukan karena mentaati perintah
dari

panglima,

saya

tidak

akan

meninggalkan

Palestina yang telah kita taklukan.”
Abu Ubaidah

: “Celaka kalian semua! Apa kalian pikir kita

mampu

menghadapi

pasukan

Heraklius

yang

telah

bergabung sedangkan kita sendiri masih terpecahpecah?”
Mu’adz

: “Kita telah menghadapi mereka di berbagai tempat
dan Allah memberikan kemenangan pada kita.”

Yazid

: “Panglima kita telah mengambil keputusan ini dan
kita tidak mungkin untuk kembali lagi.”

Syurahbil :

“Sekarang

kita

harus

memikirkan

lebih

jauh

tentang bagaimana caranya kita menghadapi mereka.
Sekarang seluruh tentara mereka telah berkumpul di
lembah yang berada di samping daerah kita ini.
Antara kita dengan mereka hanya dipisahkan oleh
sungai.”
Abu Ubaidah

: “Wahai Abu Sulaiman, bukankah kamu ingin

mengatakan sesuatu?”
Khalid

: (Menatap dua orang yang sedang berdiri) “Apakah
kalian memiliki pengaduan lain lagi?”

Abu Basyir

:

“Tidak

tuanku,

mengiformasikan

kepada

kami

kalian

hanya

bahwa

ingin

orang-orang

Romawi, ketika menerima negeri yang telah kalian
tinggalkan,

akan

melakukan

perbuatan

kejam

terhadap para penduduknya.”
Khalid

: “Sekarang, keluarlah kalian berdua. Kami paham
apa

yang

kalian

katakan.

Hai

Yunus,

antar

dan

tempatkan mereka berdua di tempatmu sampai kami
dapat menentukan apa yang bisa kami perbuat untuk
mereka berdua selanjutnya.”
(Kemudian Abu Basyir dan temannya keluar bersama
Yunus)
Khalid

:

“Hai

saudara-saudaraku,

pengaduan

dari

orang-orang

apakah

ketika

daerah

ini

datang
kalian

memberi perhatian sedangkan di sisi lain kalian
melupakan

kalau

kita

sebenarnya

sedang

terjun

dalam peperangan yang menentukan dengan musuh kita
sekarang

ini?

Siapa

di

antara

kalian

yang

mau

bertanggungjawab dalam peperangan ini? Kamu, hai
Mu’adz bin Jabbal?”
Mu’adz

: “Sekarang? Setelah kita meninggalkan kota-kota
dan benteng kepada mereka?”

Khalid

: “Kamu, hai Amr bin Ash?”

Amr

: “Bukan saya. Saya tidak mau menanggung suatu
akibat yang tidak saya saksikan dengan mata kepala
saya sendiri.”

Khalid

: “Kamu, hai Yazid bin Abu Sufyan?”

Yazid

:

“Bukan,

seperti

karena

saya

tidak

memimpin

sepantasnyalah

orang-orang

sekalian.”
Khalid

: “Kamu, hai Syurahbil bin Hasanah?”

seperti

orang
anda

Syurahbil : “Saya berlindung kepada Allah supaya saya tidak
menentang Saifullah -pedang Allah- (julukan yang
diberikan kepada Khalid bin Walid) dalam masalah
ini.”
Khalid

: “Jadi ketahuilah sekarang, bahwa tanggungjawab
masalah ini baik di hadapan Allah maupun dihadapan
kaum muslimin, seluruhnya ada pada diri saya. Dan
ketahuilah, bahwasanya saya sudah mengetahui apa
yang

akan

saya

lakukan

dan

saya

sudah

mempersiapkan hal ini sejak saya masih di Hims.”
Abu Ubaidah

: “Ya, demi Allah saya bersaksi untuk hal

itu. Saya ikut bersamamu (saya setuju dengan kamu)
hai Abu Sulaiman. Saya tidak akan melaksanakan ide
saya

tanpa

kamu

dan

juga

saya

tidak

akan

membiarkan kamu bertanggung jawab dalam masalah
ini sendirian.”
Khalid

: “Semoga Allah memberkati kamu, wahai pemegang
amanat umat. Kalau begitu, biarkan saya melakukan
apa yang telah saya rencanakan bersama orang-orang
ini sekarang. Berikan wewenang kepada saya untuk
menangani musuh kita itu. Dan dengan izin Allah,
saya dapat menghadapinya.”

Abu Ubaidah

:

“Wewenang

ada

pada

kamu

untuk

mengatur

semuanya, wahai Khalid. Dan demi Allah, tidak ada
yang

dapat

menanganinya

selain

kamu.

Dan

saya

bersaksi bahwa sayalah orang pertama yang mentaati
perintahmu

walaupun

kamu

menyuruh

saya

untuk

memegang tali kendali kudamu, tentu akupun akan
mentaatinya.”
Khalid

: “Maksudku tidak begitu, wahai Abu Ubaidah. Saya
hanya menginginkan supaya kita bersatu dalam satu
pendapat.

Kemudian

kita

juga

bersatu

dalam

menghadapi musuh dengan satu rencana, satu aturan
dan

satu

tangggungjawab.

Sehingga

kita

tidak

saling menggagalkan usaha satu sama yang lain.
Sebab

dalam

peperangan

tidak

ada

yang

lebih

berbahaya selain perbedaan pendapat yang terjadi
di antara kita.”
Abu Ubaidah

: “Kamu dapat melakukan apa saja yang kamu

suka terhadap kami. Kamu adalah penglima kami dan
kami adalah tentara dan bawahanmu.”
Khalid

:

“Kirimkan

utusan

ke

seluruh

wilayah

dan

perintahkan mereka untuk mentaati saya.”
Abu Ubaidah
Dhahak

: (Memanggil) “Wahai Dhahak bin Qais!”

: (Yang sedang menjaga pintu masuk) “Ya tuanku!”
(Ia muncul dari balik pintu tenda)

Abu Ubaidah

: “Wahai Ibnu Qais, berkelilinglah ke seluruh

daerah

yang

dikuasai

kaum

muslimin.

Sampaikan

perintahku kepada mereka untuk mentaati Khalid bin
Walid atas apa yang diperintahkannya kepada mereka
dalam peperangan ini.”
Khalid

:

“Walaupun

ide

saya

bertentangan

dengan

ide

kamu?”
Abu Ubaidah

:

“Walaupun

bertentangan

dengan

ide

saya.

Kamu paham wahai Ibnu Qais?”
Dhahak

: “Ya, saya paham.” (Kemudian ia keluar)

Khalid

: “Wahai para komandan tentara! Sekarang sebaiknya
kamu

mengetahui

Sesungguhnya

kita

masalah
telah

yang

dapat

sebenarnya.

menipu

tentara

Romawi. Sebab di mata mereka kita tampak ketakutan
menghadapi tentara Romawi yang berjumlah sangat
besar, yang dikumpulkan oleh

Heraklius sehingga

akhirnya kita lari dan berkemah di daerah ini,
padahal sebenarnya tidak. Karena itu, perintahkan

tentara

yang

lain

untuk

menyusul

kita

dengan

menerobos jalan pegunungan dari setiap celah yang
ada sampai mereka berkumpul semua di lembah yang
ada di samping daerah yang kita tempati ini. Hal
ini

kita

lakukan

supaya

membuat

mereka

merasa

senang kalau mereka telah mengusir semua kita dari
daerah Syam. Dengan begitu barangkali mereka akan
melupakan segala kekalahan menyakitkan yang telah
kita berikan kepada mereka sebelumnya.”
Abu Ubaidah

:

“Saya

berjumlah

bis

sangat

mengalahkan

banyak

itu,

tentara

hanya

yang

saja

saya

khawatir kaum muslimin akan merasa gentar. Karena
itu

saya

telah

menulis

surat

kepada

Amirul

Mukminin Umar bin Khattab untuk meminta bantuan
pasukan.”
Khalid

: “Tidak apa-apa, itu langkah yang bagus.”

Mu’adz

:

“Berapa

jumlah

tentara

musuh,

wahai

Abu

Sulaiman?”
Khalid

: “Sekitar dua ratus lima puluh sampai tiga ratus
ribu orang.”

Mu’adz

:

“Lebih

baik

jika

mereka

(tentara

Romawi)

berkumpul di satu tempat untuk menyerang tentara
kita. Hal ini lebih baik jika dibandingkan dengan
kita

harus

memerangi

mereka

yang

masih

dalam

keadaan berpencar-pencar, ada yang di barat dan
ada yang di timur, sehingga kita dapat memenangi
peperangan ini dengan seizin Allah.”
Khalid

:

“Tidak

menghadapi

begitu
mereka

wahai
semua

Ibnu
di

Jabal.
tempat

Sebab
ini,

kita

dengan

begitu kita dapat memberikan pukulan telak kepada
mereka.

Dengan

demikian

insya

Allah

kita

akan

memperoleh kemenangan. Dan jikapun kita kalah maka

kekalahan kita tidak telak. Tapi insya Allah kita
tidak akan kalah. Karena itu, wahai para komandan
tentara, janganlah kalian mengatakan “wah betapa
banyak tentara Romawi dan betapa sedikit tentara
Arab.” Sebab banyaknya tentara itu ditentukan oleh
kemenangan dan sedikitnya tentara itu dilihat dari
kekalahan

yang

dialami.

Namun

khusus

dalam

peperangan ini, peperangan tidak ditentukan dengan
jumlah

banyaknya

tentara

tetapi

pertama

dengan

taktik, kelihaian dan kemudian dengan kesabaran.”
Amr

: “Untuk masalah kesabaran kita sudah tahu, lalu
apakah kita dapat mengetahui tentang taktik macam
apa yang akan kamu gunakan itu?”

Khalid

:

“Kesabaran

dari

diri

kalian

dan

taktik

dari

diriku. Namun tidak baik jika kalian mengetahuinya
sekarang. Kalian akan mengetahuinya jika waktunya
sudah tiba. Karena itu bersabarlah, semoga Allah
merahmati kalian. Sekarang kembalilah ke tempat
kalian masing-masing.”
(satu-persatu para komandan tentara itu keluar ke
tempatnya masing-masing)
Abu Ubaidah

: “Wahai Abu Sulaiman, saya akan mengirim

utusan ke Amirul Mukminin Umar bin Khattab hari
ini, jadi bisakah kamu menjelaskan rencanamu ke
utusan tersebut supaya dia dapat menjelaskannya
kepada khalifah. Sebab saya khawatir rencana itu
tidak

dapat

terlaksana

sesuai

dengan

yang

diinginkan dan ini akan menimbulkan dugaan yang
bukan-bukan.”
Khalid

: “Wahai Abu Ubaidah, orang seperti kamu masih
menaruh curiga kepada Umar?”

Abu Ubaidah

: “Saya tidak bermaksud seperti itu wahai Abu

Sulaiman.

Maksud

saya

adalah

kalau-kalau

Umar

telah salah sangka kepada kita karena kita telah
meninggalkan

kota-kota

di

daerah

timur

tanpa

kembali lagi dan lapor kepadanya. Dan kamu tahu
kalau anak paman kamu itu (Umar) sangat perhatian
terhadap masalah kaum muslimin!?”
Khalid

: “Kamu benar, wahai Abu Ubaidah. Tapi semoga saja
Ibnu Khattab dapat memberi pemahaman yang baik
kepada para syuhada. Oh ya, di mana utusan itu?”

Abu Ubaidah

: (Memanggil) hai Sufyan bin Auf, kemarilah!”
(Sufyan bin Auf masuk)

Khalid

:

“Kemarilah

wahai

Sufyan

bin

Auf.

Kemarilah,

mendekat kepadaku.”
Abu Ubaidah

: “Saya telah menulis surat untuk dikirim

kepada Amirul Mukminin dengan perantaraan kamu.
Dan

ini,

Khalid

bin

Walid,

ingin

menjelaskan

rencananya kepada kamu supaya nanti kamu dapat
menerangkan
Khattab.

kepada

Karena

Amirul

itu

Mukminin

dengarkan

dengan

Umar
baik

bin
dan

pahamilah.”
Khalid

: “Berhati-hatilah kamu dan ingat! Kamu jangan
menceritakan hal ini kepada siapapun selain kepada
Umar bin Khattab sendiri.”

Sufyan

:

“Percayalah

wahai

Abu

Sulaiman.

Saya

akan

berangkat lewat lembah Tawwi dengan begitu saya
tidak

akan

dijalanpun
siapapun

bertemu
saya

tidak

sampai

saya

dengan
akan

seorangpun
mengatakan

bertemu

dan
kepada

dengan

Amirul

tentara

Romawi

Mukminin.”
Khalid

:

“Apakah

sekarang?”

kamu

tahu

di

mana

Sufyan

: “Ya, mereka sekarang berada di lembah sekitar
kita bermukim ini. Yaitu di antara lembah Harir
dan lembah Alan.”

Khalid

: “Rencanaku adalah saya ingin memposisikan mereka
untuk berada di dataran luas, tetapi yang tidak
ada jalan keluarnya. Tempat ini terletak di antara
lembah Alan, lembah Riqad dan sungai Yarmuk. Nah
ketika

mereka

memasuki

tempat

ini,

kita

akan

menutup jalan masuk itu sehingga kita berada dalam
posisi yang mudah sementara mereka dalam posisi
yang sulit. Dan tidak ada tempat untuk melarikan
diri kecuali daerah pinggir jurang yang sangat
berbahaya itu di mana terpasang jaring di situ.
Dengan begitu mereka akan terjatuh karena terkejut
dan takut ketika datang serangan mendadak yang
dilancarkan oleh pasukan kita.”
Sufyan

: “Tapi bagaimana mendesak mereka untuk sampai di
dataran tersebut?”

Khalid

: “Pertanyaan bagus, kamu cerdik. Nah maka dari
itu

kita

akan

berjalan

pada

waktu

malam

dan

menguasai lembah Harir dari arah timur sehingga
pasukan kita menghadap dataran tersebut. Dan untuk
mengelabui mereka, kita akan pura-pura berusaha
untuk mendudukinya dan membuat benteng di situ
sehingga
untuk

mereka

menduduki

akan

berusaha

tempat

mendahului

tersebut.

Dengan

kita

begitu

kita dapat menjerat mereka di tempat itu.”
Abu Ubaidah

:

jenius.
untuk

(Takjub)
Nah,

demi

apakah

menyampaikan

Allah,
kamu

ini

rencana

sekarang

rencana

ini

dapat

dengan

kepada Amirul Mukminin, wahai Abu Sufyan?”

yang
pergi
detail

Sufyan

:

“Saya

akan

menceritakan

sedetail-detailnya

rencana

sehingga

ini

dengan

seakan-akan

dia

melihatnya sendiri dari telapak tangannya.”
Abu Ubaidah

: “Berhati-hatilah, wahai Abu Sufyan. Saya

tidak

mendengar

kecuali

rencana

ketika

bersama

ini

dari

kamu.

Abu

Dan

Sulaiman

awas,

jangan

sampai kamu menceritakannya kepada seorangpun.”
Sufyan

: “Walaupun leher saya ditebas, saya tidak akan
menceritakannya!”

Abu Ubaidah

:

“Pergilah

sekarang

dan

semoga

Allah

memberkatimu.”
EPISODE KEDUA
Di daerah perbukitan tinggi yang posisinya berada di
belakang

perkemahan

kaum

muslimin,

para

wanita

telah

berkumpul di dalam tenda mereka, berbincang-bincang sambil
menunggu waktu sore tiba. Perkemahan ini berada di dataran
paling

atas

yang

merupakan

daerah

tempat

penggembalaan.

Sementara itu, di tempat yang lebih rendah, Hindun bin Utbah
dan anak perempuannya, Juwairiyah, terlihat sedang membawa
dua ikat tali kayu bakar di punggung mereka. Tiba-tiba,
Asma` binti Abu Bakar turun dari perbukitan tinggi itu dan
menemui

mereka

di

dataran

rendah

tersebut.

Dan

akhirnya

Hindun pun berhenti sambil beristirahat.
Hindun

: “Apa kabar wahai Asma` binti Abu Bakar?”

Asma`

: “Apa kabar Hindun. Kemarikan kayu bakar itu,
biar saya yang membawanya.”

Hindun

:

“Jangan.

Demi

Allah,

tidak

ada

yang

boleh

membawanya selain aku.”
Asma`

:

“Saya

lihat

kamu

menduduki

ikatan

tandanya kamu sudah tidak kuat lagi.”

itu,

itu

Hindun

: “Tidak apa-apa, saya hanya istirahat sebentar.
Sebab menaiki perbukitan yang tinggi itu sangatlah
melelahkan.”

Juwairiyah

:

“Demi

Allah,

mengapa

mereka

menempatkan

kita di perbukitan yang tinggi seperti ini?”
Hindun

: “Celaka kamu! Apa kamu tidak tahu kenapa? Sebab
supaya kita aman dari serangan musuh!”

Asma`

: “Dan kita dapat memukul setiap anggota tentara
kita yang melarikan dari dari medan perang.”

Hindun

: (Sambil bergurau) “Saya bersumpah, jika ayahmu
melarikan diri dari medan perang, maka saya akan
memukulnya dengan ujung kayu ini.”

Juwairiyah

: “Tidak wahai ibu, Abu Sufyan bukanlah orang
yang suka lari dari medan perang.”

Hindun

: “Lari atau tidak, itu tidak penting bagiku.”

Asma`

: “Celaka kamu wahai Ummu Hanzhalah. Abu Sufyan
adalah pemimpin Quraisy pada zamannya.”

Hindun

: “Orang tua itu mengira kalau ia dapat mengadopsi
anak perempuan, maka ia akan kembali muda.”

Asma`

: “Jangan percaya dia Hindun. Sebenarnya siapa
yang tidak beruntung dapat menemukan orang seperti
Hindun binti Utbah?”

Hindun

: “Dia mengira kalau saya telah tua dan masamasaku telah hilang.”

Asma`

: “Dan dia sendiri, apakah dia tidak merasa kalau
dirinya

sudah

tua

dan

masa-masanya

juga

sudah

lewat?”
Hindun

: “Katakan pada dia wahai Asma` binti Abu Bakar,
dan

tanyakan

kepadanya

kenapa

sekarang

dia

berperang dengan lidahnya, tidak berperang dengan
umurnya?”

Asma`

:

(Tertawa)

“Siapa

yang

mengajarimu

untuk

mengatakan ini, wahai Ummu Hanzhalah?”
Juwairiyah

: “Kamu jangan sewenang-wenang terhadapnya,
ibu. Amirul Mukminin-lah yang menyuruhnya untuk
berperang dengan lidahnya.”

Hindun

:

“Dan

mencegahnya

untuk

berperang

dengan

umurnya?”
Juwairiyah

: “Dialah yang menugaskan ayah untuk menjadi
pemberi

semangat

memperingatkan

kepada

mereka

para

tentang

tentara

pahala

serta

yang

akan

diberikan Allah bagi orang-orang yang berjihad di
jalan-Nya.”
Hindun

: “Karena ia hanya cocok melakukan itu saja.”

Asma`

:

“Jangan

marah,

Juwairiyah.

Sebenarnya

ibumu

mencintainya dan cemburu terhadap dirinya itu.”
Hindun

: “Apa, aku menyukainya? Apa yang saya sukai dari
dirinya? Dan apa yang harus saya cemburui dari
dirinya?”

Asma`

:(Asma` mengembalikan ingatan Hindun ke masa-masa
silam, dan mencontohkan dengan mengalunkan sya’ir)
“Ketika mereka datang, kita mendekapnya.
Atau ketika mereka berpaling (untuk pergi), itu
berarti kita berpisah dengannya.
Maka

itu

berarti

kehilangan

orang

yang

kita

cintai.
Dengan perpisahan yang tanpa cinta.
Nah sekarang, apakah kamu ingat ini wahai Hindun?”
Hindun

: (Dengan perasaan tersinggung) “Apakah ini suatu
cemoohan wahai Asma`? Jika benar, maka hari-hari
itu telah lewat. Dan kami bersyukur kepada Allah
karena
Islam.”

telah

memuliakan

kami

dengan

datangnya

Asma`

: “Kenapa Allah menjadikan sya’ir itu selalu saya
ingat wahai Hindun? Karena saya tahu bahwa Islam
membatalkan sesuatu yang datang sebelumnya (jika
hal itu merupakan hal buruk). Dan saya menyebutkan
bait-bait sya’ir ini karena ingin mengajak kamu
untuk mengagumi makna yang terkandung di dalamnya
bersama

saya.

Yaitu

bagaimana

orang-orang

yang

dahulu memusuhi Islam tapi sekarang malah menjadi
pembelanya untuk menegakkan kalimat Allah di dunia
ini?!”
Hindun

:

“Kamu

benar

seorang

Asma`.

perempuan

Ketika

muda

yang

itu

saya

sabar,

adalah

tegar

dan

keras. Tetapi walaupun begitu saya takut kematian
akan

mendatangi

diriku,

anak-anakku

dan

keluargaku. Tapi sekarang saya mengharapkan mati
sebagai syahid untuk diriku dan mereka semua.”
Juwairiyah
Hindun

: “Dan untuk ayah juga wahai ibu?”
:

(Tampak

hilang

kemarahannya)

“Terutama

untuk

ayahmu!”
(Mereka akhirnya tertawa bersama-sama)
(Kemudian

Hindun

dan

Juwairiyah

berdiri

untuk

melanjutkan perjalanan mereka menuju ke atas bukit
sampai

akhirnya

mereka

tidak

kelihatan

karena

terhalang oleh tenda-tenda yang berada di bukit
itu. Sedangkan Asma` sendiri turun sampai akhirnya
ia

keluar

dari

sisi

sebelah

kanan

tempat

penggembalaan hewan yang masih merupakan kawasan
perbukitan itu).
(Tampak Abu Ubaidah sedang mendaki bukit)
Abu Ubaidah

: (Memanggil) “Wahai Ummu Ubaidah, hai Ummu

Ubaidah!”
Suara

: “Ya, ya wahai Abu Ubaidah.”

(Muncullah Hindun binti Jabir dari balik tenda)
Abu Ubaidah

:

(Mendekatinya

sambil

berjalan

mendaki)

“Bagaimana keadaan para wanita muslimah dan anakanak mereka?”
Hindun

: “Alhamdulillah, mereka sehat semua.”

Abu Ubaidah
Hindun

: “Apa mereka tidak membutuhkan sesuatu?”

: “Semuanya tersedia.”

Abu Ubaidah

:

“Dan

kamu

wahai

binti

Jabir,

bagaimana

kabarmu?”
Hindun

: “Saya, ya seperti yang kamu lihat, alhamdulillah
sehat-sehat saja.”

Abu Ubaidah
Hindun

: “Bagaimana dengan itu, Hindun?”

: “Saya tidak ingin menjadikanmu wahai sahabat
Rasulullah.”

Abu Ubaidah

: “Kamu masih saja memakai pakaian ini wahai

Hindun?”
Hindun

:(Berkeluh kesah) “Wahai Abu Ubaidah, seandainya
nama

kuniyahku

(Nama

julukanku)

dapat

menutupi

diriku, tentu saya tidak peduli atas pakaian macam
apa

yang

aku

pakai.

Tetapi

ternyata

diri

saya

adalah satu-satunya perempuan yang memakai pakaian
paling
sendiri

baik.
bahwa

Sebab,
di

seperti

antara

para

yang

kamu

wanita

lihat

tidak

ada

satupun perempuan yang memakai pakaian lebih bagus
dariku.

Karena

itu

untuk

apa

saya

masih

tetap

memakai pakaian lusuh dan usang yang saya bawa
dari Hijaz?”
Abu Ubaidah

: “Celaka kamu, sebenarnya ini adalah gaun

buatan Yaman dan itu adalah pakaian paling bagus
yang saya miliki yang dilukis dengan tinta dari
Syam.”

Hindun

: “Wahai Abu Ubaidah, saya akan malu dihadapan
para wanita jika memakai pakaian yang jelek karena
saya adalah isteri pemimpin mereka.”

Abu Ubaidah

:

“Kalau

seandainya

saya

bukan

pemimpin

mereka tentu kamu akan lebih bebas dan saya akan
memberikan
posisiku

apa

yang

adalah

kamu

sebagai

minta.

Tetapi

pemimpin

karena

mereka,

maka

sayapun mempunyai tanggung jawab yang berat atas
mereka

di

akhirat

nanti.

Karena

itu,

tinggalkanlah, hilangkanlah semua kemegahan itu.
Sebab saya mendengar Rasulullah bersabda: “Bahwa
orang-orang yang menyembunyikan kemewahan yang ia
miliki (karena takut akan menimbulkan kecemburuan
sosial)

adalah

orang-orang

yang

memperoleh

kemenangan.”
Hindun

:

“Wahai

Abu

Ubaidah,

pertanyaan

kamu

telah

mempengaruhi diriku, karena itu tinggalkan diriku
sekarang dan saya akan menuruti perintahmu. Semoga
Allah mengasihimu!”
Abu Ubaidah

: “Saya suka seandainya kerelaanmu ini muncul

dari dasar lubuk hatimu yang paling dalam.”
Hindun

: “Saya rela wahai sahabat Rasulullah seperti apa
yang kamu inginkan.”

Abu Ubaidah

:

hatiku.

“Semoga
Semoga

kamu

diberkahi,

Allah

tidak

wahai

penenang

mencegahku

untuk

memperoleh segala kebaikan dan kerelaan darimu.”
(Berniat menuruni bukit).
Hindun

:

“Tunggulah

sebentar

sampai

saya

mengambil

sesuatu yang telah saya buatkan khusus untukmu.”
(Kemudian ia naik ke atas untuk mengambil sesuatu,
lalu kembali lagi sambil membawa periuk kecil).
Abu Ubaidah

: “Apa ini Hindun?”

Hindun

: “Makanan yang saya buat untukmu, insya Allah
kamu akan menyukainya.”

Abu Ubaidah
ini.

: “Kamu tahu kalau saya tidak membutuhkan
Korma

yang

ada

sejak

kemarin,

cukup

bagi

saya.”
Hindun

: “Korma wahai Amir! padahal dirimu sendiri sedang
bekerja keras, mencurahkan segala kemampuan kamu
dalam perang ini? Karena itu, kamu harus memakan
makanan

yang

baik

untuk

memenuhi

gizimu

dan

menambah tenagamu.”
Abu Ubaidah

: “Wahai binti Jabir, kami sekarang tidak

sedang

memerangi

senang

memotong

kaum

musyrikin

hewan

Quraisy

sembelihan

dan

yang

meminum

khamer.” (nada sindiran)
Hindun

: “Seluruh isteri kaum muslimin membuat makanan
dan memasak daging untuk suami mereka.”

Abu Ubaidah

:

“Lakukanlah

seperti

apa

yang

mereka

lakukan. Tapi ingat, bahwa Abu Ubaidah tidak suka
melakukan

sesuatu

yang

tidak

dilakukan

oleh

Rasulullah ketika beliau keluar untuk berjihad.”
Hindun

: “Kenapa kamu mengharamkan sesuatu yang telah
dihalalkan oleh Allah untuk dirimu?”

Abu Ubaidah

:

“Demi

sesuatu

yang

Allah,
telah

saya

tidak

dihalalkan

mengharamkan

oleh-Nya,

tetapi

Allah berfirman dalam Al Qur`an tentang orangorang

yang

berlebih-lebihan

”Kamu

telah

menghilangkan

dalam

segala

kenikmatan,

kebaikanmu

di

dalam kehidupan dunia ini.”
Hindun

: “Tetapi Allah juga berfirman: “Dan janganlah
kamu melupakan bagian duniamu.”

Abu Ubaidah

:

“Celaka

kamu,

saya

tidak

melakukan

ini

kecuali mengikuti cara Rasulullah di mana Allah
mengharuskan kita untuk mengikutinya.”
Hindun

:

“Tidak

semestinya

kamu

menyulitkan

dirimu

sendiri.”
Abu Ubaidah

:

“Wahai

Hindun,

apakah

yang

harus

saya

harapkan lagi selain kesehatan diriku? Bukankah
kamu

juga

melihat

kalau

saya

segar

bugar

dan

selalu dalam lindungan Allah?”
Hindun

: “Lalu bagaimana dengan makanan yang telah saya
buatkan untukmu?”

Abu Ubaidah

:

“Kalau

kamu

ingin,

biarkan

makanan

itu

bersamamu untuk bekal kamu dan santapan sahabatsahabat kamu. Kalau kamu ingin, berikan sebagian
makanan

kepada

saya

untuk

saya

bagikan

kepada

sahabat-sahabat saya yang tidak memperoleh masakan
dari

isteri-isteri

mempunyai

isteri)

mereka
yang

(karena

tinggal

di

mereka

tidak

kaki

bukit

sana.”
Hindun

: “Kalau begitu, bawalah semua.”

Abu Ubaidah

: “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan

wahai Binti Jabir.”
(Akhirnya Abu Ubaidah turun sambil membawa makanan
sampai ia hilang dari pandangan mata. Begitu juga
dengan Hindun, ia naik kembali ke tempatnya sampai
akhirnya tidak kelihatan)
(Di kaki gunung tampak Khalid bin Walid sedang
bersama

isterinya,

Ummu

Tamim.

Bersama

mereka

terdapat Rumanus dan Dhirar)
Khalid

: (Berkata kepada Ummu Tamim) “Ajaklah dia bicara
sekali lagi, barangkali dia akan menerimanya.”

Ummu Tamim: “Ma’afkan saya Khalid, saya sudah berusaha dan
memakai berbagai cara untuk membujuknya tetapi dia
tetap menolak. Dalam pikiran saya, barangkali dia
menginginkan laki-laki lain.”
Khalid

: “Demi Allah, dia tidak akan menemukan laki-laki
yang

lebih

utama

dan

lebih

baik

dari

pada

Rumanus.”
Ummu Tamim: “Ya, tapi kalau dia berfikir seperti itu!”
Khalid

: “Kenapa kamu tidak mau menundanya untuk tidak
menikah sampai perang usai wahai Abu Rum?”

Rumanus

:

“Saya

dahulu

khawatir
sebelum

kalau

saya

saya

menikahi

terbunuh
wanita

terlebih
Arab

yang

muslim.”
Khalid

: (Sambil bergurau) “Jadi dia akan menyelamatkan
orang

yang

menyakiti,

mencerai

beraikan

dan

menzalimi dirinya?”
Rumanus

: “Saya akan menanggung segala akibatnya wahai Abu
Sulaiman.

Semoga

Allah

memberi

karunia

kepada

saya, keturunan yang beragama Islam.”
Dhirar

: “Biarkan saya yang berbicara kepadanya dalam
persoalan ini.”

Khalid

:

“Lakukanlah,

semoga

Allah

memberkati

serta

memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepadamu.”
Ummu Tamim: “Ambillah pecimu ini. Karena saya akan kembali
ke rombonganku.”
(Ia memberikan peci tersebut kepada Khalid)
Khalid

: “Selamat tinggal wahai Ummu Tamim.”

Dhirar

:

“Wahai

mengatakan

Ummu

Tamim,

saya

kepada

Khaulah

segala

hormat

harap

untuk

kamu

turun

mau

menemui

saya.”
Ummu

Tamim:

“Dengan

akan

saya

sampaikan.”

(Lalu ia naik sampai hilang di balik perkemahan)

Khalid

: “Sebaiknya kita tidak di sini hai Rumanus, mari
kita keluar.”
( Keduanya keluar menuju arah timur supaya tidak
terlihat oleh Khaulah).
( Tampak Khaulah binti Azwar sedang turun).

Khaulah

: “Dhirar!”

Dhirar

: “Khaulah!” (mereka berdua bertemu dan saling
bersalaman)

Khaulah

: “Maafkan saya wahai saudaraku, saya tidak dapat
menyediakan apa-apa untukmu hari ini.”

Dhirar

: “Saya datang ke sini bukan untuk membicarakan
itu Khaulah, tetapi saya datang untuk suatu urusan
lain.”

Khaulah

: “Apa itu?”

Dhirar

: “Apakah kamu akan memenuhi permintaanku?”

Khaulah

: “Ya, kalau saya mampu.”

Dhirar

: “Kamu pasti mampu untuk memenuhinya.”

Khaulah

:(Menatap Dhirar dengan penuh curiga) “Hati-hati
kamu,

jangan

sampai

membicarakan

tentang

orang

dengan

orang

muslim dari Romawi itu!!”
Dhirar

: “Maksud saya memang itu.”

Khaulah

:

“Apakah

kamu

rela

saya

menikah

Romawi itu?”
Dhirar

: “Celaka kamu, kenapa kamu tidak mau menerimanya?
Dia adalah seorang muslim sama seperti kita. Dia
adalah

penguasa

Basrah

yang

diangkat

oleh

Heraklius langsung. Lalu, kemuliaan apalagi yang
kamu inginkan melebihi dari itu?”
Khaulah

: “Tangguhkan masalah ini sampai peperangan ini
usai.”

Dhirar

: “Saya tidak ingin berperang sebelum melihatmu
menikah.”

Khaulah

:

“Tetapi

saya

ingin

meninggal

dalam

keadaan

syahid.”
Dhirar

:

“Kamu

dapat

mati

syahid

dalam

keadaan

sudah

menikah.”
Khualah

: “Kamu jangan memaksa saya untuk menikah.”

Dhirar

: “Tapi ternyata, kamu ingin menikah dengan Khalid
bin Walid walaupun dalam keadaan perang?!”

Khulah

: “Siapa yang mengatakan itu kepadamu?”

Dhirar

: “Karena itu kamu menolak semua pinangan yang
diajukan kepadamu?!”

Khaulah

: “Anggaplah apa yang kamu katakan itu benar. Lalu
apa jeleknya bagi saya?

Dia adalah pemimpin kaum

dan pemimpin para pahlawan.”
Dhirar

:

“Tidak

tidak

seyogyanya

mencintaimu.

kamu
Di

mencintai

sisi

lain,

orang

yang

dia

juga

mempunyai isteri yang lebih cantik dari kamu.”
Khulah

: “Tetapi saya mirip dengannya, dan sifatnyapun
hampir sama denganku.”

Dhirar

: “Apakah karena ini kamu ikut dalam peperangan
ini?”

Khaulah

: “Ya.”

Dhirar

: “Dan Ummu Tamimpun berperang karena motif itu.
Lalu

kenapa

Khalid

harus

meninggalkannya

demi

kamu?”
Khaulah

:

“Tidak

apa-apa

kalau

dia

ingin

mengumpulkan

(poligami) kita berdua menjadi isterinya.”
Dhirar

:

“Dengarkanlah

wahai

saudaraku,

Khalid

pernah

memadu Ummu Tamim dengan anak perempuan Muja’ah
dan keadaannya pun lebih cantik dari kamu. Tapi
tidak

lama

kemudian,

diapun

mentalak

anak

perempuan Muja’ah dan lebih memilih untuk tetap
bersama Ummu Tamim karena dia tidak mampu melihat

perselisihan

dan

pertengkaran

di

antara

para

isteri.”
Khaulah

: “Saya dengan Ummu Tamim tidak akan bertengkar.”

Dhirar

: “Celaka kamu, apakah kamu telah mengemukakannya
kepada Ummu Tamim dan membuat kesepakatan untuk
tidak saling berselisih?”

Khaulah

: “Tidak wahai saudaraku. Tetapi saya tidak akan
menyakiti

hatinya

selamanya.

Saya

akan

memposisikan diri saya sebagai saudara mudanya.”
Dhirar

: “Ada apa dengan semua ini, wahai para perempuan.
Demi Allah kamu ingin isteri tuanya.”

Khaulah

:

“Apakah

orang

Romawi

itu

tidak

menemukan

perempuan lain yang dapat dinikahinya selain aku?”
Dhirar

: “Dia ingin menikahi perempuan Arab yang muslim.
Dan di sini tidak ada perempuan lain selain kamu
dan Ummu Aban. Sedangkan Ummu Aban sendiri masih
dalam keadaan berkabung atas kematian suaminya.
Karena itu tidak ada yang lain selain kamu.”

Khaulah

: “Jadi, dia ingin menikahiku karena dia tidak
menemukan perempuan lain selain diriku?”

Dhirar

:

“Lalu

apa

jeleknya?

Kita

sekarang

berada

di

sini, di negeri Syam. Kalau dia pergi ke negerinegeri

Arab

tentu

dia

akan

menemukan

banyak

perempaun yang lebih baik selain kamu.”
Khaulah

: “Kalau begitu, suruh saja dia pergi ke negeri
Arab!”

Dhirar

: “Dan meninggalkan jihad di jalan Allah?”

Khaulah

:

“Dia

sedang

berjihad

di

jalan

Allah,

tetapi

kenapa pikirannya masih disibukkan dengan urusan
pernikahan?”
Dhirar

: “Semoga Allah mengkaruniainya keturunan orangorang Islam yang mau berjihad di jalan Allah.”

Khaulah

:

“Apakah

dia

yang

mengutusmu

untuk

menyampaikannya ini padaku?”
Dhirar

: “Bukan, tetapi Khalidlah yang mengutusku.”

Khaulah

: (Dia menggigil dan kemarahan tampak di wajahnya)
“Khalid bin Walid?”

Dhirar

:

“Jika

kamu

menghormatinya,

maka

muliakanlah

Rumanus. Karena Khalid menghormati Rumanus.”
Khaulah

:

(Berusaha

untuk

mengakhiri

pembicaraan)

“Dan

kamu sendiri, kenapa kamu tidak menikah?”
Dhirar

: “Karena saya yakin kalau Allah akan memberikan
predikat syahid kepadaku dalam waktu dekat ini.”

Khaulah

: “Justru itu lebih pantas untuk dijadikan motif
agar kamu cepat menikah.”

Dhirar

:

“Tetapi

saya

sedang

menunggu

untuk

menikah

dengan bidadari di surga.”
Khaulah

: “Lalu kenapa saudaramu yang berbangsa Romawi itu
tidak mau menunggu seperti kamu agar dapat menikah
dengan bidadari?”

Dhirar

:

(Berkata

dengan

lirih)

“Wahai

Khaulah

binti

Azwar, dia memiliki perempuan pilihan yang lebih
utama jika dibandingkan dengan bidadari.”
Khaulah

: (Agak tersipu malu) “Jangan bohong. Tadi kamu
bilang

kalau

ia

menginginkan

aku

karena

tidak

menemukan perempaun lain.”
Dhirar

: “Dia tidak menemukan yang tepat buatnya selain
kamu.”

Khaulah

:

“Demi

Allah

saya

tidak

akan

menikah

sampai

perang ini selesai.”
Dhirar

: “Dan kamu mau menikah dengannya nanti?”

Khaulah

: “Ya.” (kemudian dia pergi menaiki anak bukit).

Dhirar

: “Tapi saya khawatir kalau dia membatalkannya
karena terluka dalam peperangan sampai akhirnya

terlambat menikahimu. Dan ini membutuhkan waktu
yang

lebih

lama

lagi

karena

harus

menunggu

kesembuhannya.”
Khaulah

: (Dari jauh) “Kalau itu yang terjadi, maka saya
tidak akan menerimanya selamanya.”
(Akhirnya

Khaulah

tidak

nampak

lagi

karena

tertutup oleh tenda-tenda)
(Lalu

muncul

Keduanya

Khalid

menarik

bersama-sama.
:

“Qais

bin

Walid

tangan

Tiba-tiba

bertemu dengan
Khalid

bin

di

dengan

Rumanus.

Dhirar,

lalu

turun

tengah

jalan

mereka

Qais bin Hubairah).
Hubairah!

Kamu

mau

melakukan

peninjauan tempat perlindungan ini?”
Qais

: “Ya. Kamukan yang menyuruh saya untuk melakukan
ini, wahai Abu Sulaiman. Dan saya tidak tahu kalau
akan menemukanmu di sini.”

Khalid

: “Tapi itu bagus. Bagaimanapun juga tidak baik
bagi

kamu

meninggalkan

daerah

yang

sudah

ditetapkan sebagai tangungjawabmu (untuk dijaga).”
(Khalid, Rumanus dan Dhirar akhirnya keluar dari
kawasan itu)
(Sementara itu, ketika

Qais bin Hubairah baru

menaikinya sedikit, tiba-tiba ada seorang wanita
turun menuju ke arahnya).
Perempuan : (Memanggil dengan manja) “Abdullah! Abdullah!
saya

sudah

mempersiapkan

makanan

yang

lezat

untukmu!”
Qais

:

(Sambil

berkomat

kamit)

“Astaghfirullah.

Apa

yang diinginkan perempuan ini dariku?” (dia turun
sambil membelakanginya).
Perempuan : (Berlari di belakangnya) “Dengarkan! demi diriku
wahai Ibnu Qurth, kemarilah untuk makan!”

Qais

: (Berkomat-kamit) “La haula wala quwwata illa
billah, kamu menyangka kalau saya adalah Abdullah
bin Qurth.”

Perempuan : “Abdullah, apa yang kamu katakan!?”
Qais

: “Wahai ibu, barangkali kamu mengira kalau saya
adalah Abdullah bin Qurth, padahal bukan!”

Perempuan : “Oh, betapa hinanya aku, kedua mata ini telah
membohongi diriku.”
Qais

: “Jangan takut! kamu dapat minta ma’af. Memang,
saya seperti Abdullah bin Qurth sampai seakan-akan
kami berdua adalah saudara kembar.”

Perempuan : “Oh betapa hinanya aku, betapa malunya aku.”
(lalu

dia

kembali

ke

kelompok

perempuan

yang

berada di atas).
Para wanita
Umaimah

: “Apa yang kamu katakan wahai Umaimah?”

: “Saya kira dia adalah Abdullah, suamiku. Tapi
ternyata dia orang lain.”

Para wanita
Qais

: “Orang lain?”

: (Agak bimbang, namun akhirnya dia naik ke tempat
para wanita itu) “Wahai para perempuan muslimah,
saya adalah Qais bin Hubairah al-Muradi. Saudara
kalian telah mengira kalau saya adalah suaminya.
Karena
diriku,

itu

dia

seperti

berhak
yang

meminta
kalian

ma’af.
lihat,

Adapun
memang

menyerupai Abdullah bin Qurth Ats Tsumali.”
Umaimah

: “Oh betapa malunya aku, saya tidak tahu kalau
dia

bukan

Abdullah

bin

Qurth

kecuali

dari

suaranya.”
Qais

: “Dengarkanlah wahai saudaraku, berhati-hatilah
kalian

semua.

Allah

mencela

wanita

yang

memperlihatkan cinta kasih kepada suaminya –dan
ini

sebenarnya

adalah

musuh

yang

menyelimuti

dirinya- tetapi sang suami tidak berperang karena
dia.”
Salah

satu

wanita:

“Celaka

kamu

wahai

Ibnu

Hubairah.

Katakan hal itu pada kaum lelaki. Tidak ada di
antara

kita

orang-orang

yang

mempunyai

sifat

seperti apa yang kamu katakan tadi.”
Qais

: “Jika ada laki-laki yang menginginkan isterinya
melakukan itu (berperang tidak karena isterinya)
maka

taburkanlah

debu

di

wajahnya

dan

katakan

kepadanya “Keluarlah, pergilah berperang demi aku,
jika tidak maka aku bukan isterimu.” (lalu dia
keluar).
Salah satu wanita: “Itu buat kamu wahai Umaimah binti Abu
Basyar Al Asadiyah. Kamu telah menjadikan kami
mencela dan menegur laki-laki ini.”
Yang lain :

“Demi

Allah,

dalam

masalah

ini

kami

tidak

memerlukan nasehatnya.”
Umaimah

: “Sebagian loghat bahasanya mungkin benar. Tapi
demi

Allah,

saya

mengira

kalau

dia

itu

adalah

Abdullah ibnu Qurth.”
Wanita yang ketiga: “Karena itu kami tidak mencelamu, kamu
tidak ingin mencela ibnu Qurth sekarang?”
Umaimah

: “Wahai saudara-saudaraku, ibnu Qurth datang dari
Madinah membawa surat dari Amirul Mukminin Umar
bin Khattab. Dan sekarang tenaganya telah habis
setelah dia menempuh perjalanan jauh pulang pergi
tanpa berhenti.”

Wanita yang ketiga: “Celaka kamu, kalau keadaannya memang
seperti itu, maka itu lebih pantas bagimu untuk
tidak

melakukan

(sambil tertawa).

sesuatu

yang

kamu

inginkan.”

Umaimah

:

(Sambil

marah)

“Sialan

kalian

semua.

Apakah

kalian tidak mau mendengarkan semua keteranganku?”
Para wanita

: (Serempak) “Kami akan mendengarkan segala

keteranganmu!”
Umaimah

: “Sesungguhnya suamiku belum makan malam semenjak
kemarin sore.”

Para wanita
Umaimah

: “Kenapa kamu tidak memberinya makan?”

: “Makan malamnya dihabiskan oleh dua saudaranya
yang makan bersamanya. Dan hari ini saya sudah
mempersiapkan makanan yang lezat untuknya. Karena
itu, kalau aku melihatnya berada di kaki bukit itu
maka saya akan mengatakan “Makanlah sekarang.”

Para wanita

: “Kamu akan memberinya makan sebelum shalat

maghrib?”
Umaimah

: “Karena dia sangat lapar.”

Para wanita

: “Kalau dia sangat lapar, maka kita tidak

pantas untuk menegurnya seperti itu!”
Umaimah

: (Tampak marah) “Wahai, yang saya maksud adalah
suamiku, Abdullah bin Qurth!”

Wanita ketiga: “Bersyukurlah kepada Allah, sebab laki-laki
itu tidak memakan hidangan makan malammu. Sehingga
tidak

menjadikan

belaian

hatimu

(suamimu)

melewatkan malam ini tanpa makan malam.”
(mereka

semua

berhenti

tertawa

sampai

dan

mereka

tawa

mereka

mendengarkan

tidak
suara

panggilan adzan untuk shalat maghrib).
EPISODE KETIGA
Di

pintu

masuk

utama

daerah

yang

datar

itu,

yang

terletak di antara lembah Ghulan dan lembah Riqad, terdapat
tempat

terbuka

yang

luas.

Di

sebelah

sebagian perkemahan kaum muslimin.

kanannya,

terdapat

Tampak Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, Amr bin Ash dan
Syurahbil bin Hasanah

sedang berdiri di depan kemah Abu

Ubaidah.
Khalid

: (Memanggil) “Wahai ‘Ayyad bin Ghanam!”

Suara

: “Siap tuanku!”

Khalid

:

“Kamu

memimpin

pasukan

kavaleri

(pasukan

berkuda) yang ketiga puluh tujuh, wahai Abu alA’war al-Silmy!”
Suara

: “Siap tuanku!”

Khalid

:

“Kamu

puluh

memimpin

delapan,

pasukan

wahai

kavaleri

pemberani

yang

(yang

ketiga

mempunyai

kuda liar)!”
Suara

: “Siap tuanku!”

Khalid

:

“Kamu

memimpin

pasukan

kavaleri

yang

ketiga

puluh sembilan, wahai Fadhl bin Abbas bin Abdul
Muthalib!”
Suara

: “Siap tuanku!”

Khalid

: “Kamu memimpin pasukan kavaleri yang keempat
puluh,

wahai

anak

paman

Nabi.

Wahai

kaum

muslimin.....! Saya telah membagi kalian menjadi
beberapa

bagian

pasukan

berkuda

supaya

kalian

berlomba-lomba dalam berperang melawan musuh. Dan
supaya kalian semua tahu resiko akibat kelalaian
yang kalian lakukan. Dan setiap anggota pasukan
kavaleri

harus

mematuhi

komandan

regunya

dan

setiap komandan regu harus patuh kepada komandan
yang lebih tinggi. Jika dia menyuruh kalian untuk
ke kanan atau ke kiri atau berbalik maka taatilah
perintah itu! Nah sekarang bubarlah kalian semua
untuk

menempati

pos-pos

yang

telah

semoga Allah merahmati kalian semua!”

ditentukan,

(terdengar suara langkah kaki mereka yang bubar,
keramaianpun berkurang sedikit demi sedikit sampai
akhirnya keadaan benar-benar sunyi).
Khalid

:

(Menoleh

kearah

para

komandan

regu

tentara)

“Apakah kalian tahu di mana posisi kita dan di
mana

posisi

tentara

Romawi

sekarang?

posisi

tentara Romawi sekarang berada di tanah datar yang
terletak

diantara

Sedangkan

kita

lembah

berada

Nahar

di

pintu

dan

Buhairah.

masuk

daerah

tersebut. Jadi tidak ada jalan keluar bagi mereka
untuk melarikan diri kecuali dari arah kita dan
jaring
Amr

ini.”

: “Ya, demi Allah pasukan Romawi telah terkepung
dan itu pertanda baik bagi kita.”

Khalid

: “Itu adalah tipu muslihat, wahai Amr bin ‘Ash.”

Amr

: “Kamu hebat wahai Abu Sulaiman. Demi Allah saya
tidak

akan

menentang

pendapatmu

dalam

hal

ini

selamanya.”
Khalid

: “Kemarilah kalian semua bersamaku, untuk melihat
keadaan dari arah sini supaya kita lebih tahu.
Kemarilah!”

Abu Ubaidah

: “Dan saya wahai Abu Sulaiman, mungkinkah

saya pergi bersama kalian?”
Khalid

: “Jangan, kamu harus tetap di sini, di kemahmu
untuk

melayani

segala

kebutuhan

orang-orang

di

sini!”
Abu Ubaidah

: “Saya akan mentaati perintahmu wahai Abu

Sulaiman.”
(Khalid, Amr, dan Syurahbil keluar)
(Abu

Ubaidah

duduk

di

atas

tanah,

di

depan

kemahnya sambil menggosok-gosok pedang, membolik-

balikkan dan memperbaikinya. Duduk di sampingnya
Mu’adz bin Jabal)
(Rumanus masuk bersama tentara Romawi)
Abu Ubaidah
Mu’adz

: “Siapa orang yang bersamamu Rumanus?”

: “Dialah utusan Bahan, panglima pasukan tentara
Romawi.”

Abu Ubaidah
Jurjah

:

: “Apakah dia dapat berbicara bahasa Arab?”
“(Dengan

tergagap)

ya,

saya

dapat

berbicara

bahasa Arab.”
Abu Ubaidah

: “(Berdiri dari tempat duduknya dengan wajah

ceria)

selamat

datang

wahai

saudaraku

dari

Romawi.”
Jurjah

: “Nama saya Jurjah dan saya bukan dari Romawi
tetapi dari Armenia.”

Abu Ubaidah
Jurjah

: “Apakah kamu tidak ingin duduk, Jurjah?”

: “Di mana saya duduk?”

Abu Ubaidah

: “Di sini, di mana aku duduk.”

Jurjah

: “Apakah benar kamu adalah pemimpin mereka?”

Rumanus

: “Celaka kamu, apa kamu kira saya menipumu?”

Abu Ubaidah

: “Biarkan dia menanyakan apa saja. Ya, saya

adalah pemimpin mereka, wahai Jurjah!”
Jurjah

: “Abu Ubaidah?”

Abu Ubaidah
Jurjah

:

: “Ya, saya adalah Abu Ubaidah.”
“Bukankah

kamu

mempunyai

tempat

duduk

(singgasana) yang lebih baik dari ini?”
Abu Ubaidah

:

“Dalam

keadaan

panas

begini,

tidak

ada

tempat yang lebih baik dari tempat berteduh ini.”
Jurjah

: “Dengan duduk di atas tanah seperti ini? tanpa
alas permadani ataupun bantal?”

Abu Ubaidah

: “Wahai Jurjah, kita adalah hamba Allah.

Kita berjalan, duduk, makan dan tidur di atas bumi
ini dan itu semua tidak menurunkan posisi kita di

sisi Allah. Bahkan dengan seperti itu, pahala kita
akan

semakin

bertamabah

dan

derajat

kita

akan

semakin tinggi.”
Jurjah

: “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka. Kebiasaan
di kita, tempat seperti ini hanya diperuntukkan
untuk para budak.”

Abu Ubaidah

: “Di kita, kedudukan pemimpin dan budak sama

saja. Semuanya adalah hamba Allah. Tidak ada yang
lebih

utama

di

antara

kita

kecuali

dengan

ketaqwaan dan perbuatan baik.”
Jurjah

: “Bagaimana pendapatmu jika kamu duduk dengan
beralaskan

bantal

atau

permadani,

apakah

hal

seperti itu dilarang dan diharamkan menurut agama
kamu?”
Abu Ubaidah

: “Tidak, Allah menghalalkan semua hal-hal

yang baik itu bagi kita.”
Jurjah

: “Lalu apa yang mencegahmu untuk duduk dengan
beralaskan permadani dan bantal?”

Abu Ubaidah
Jurjah

: “Saya tidak punya bantal maupun permadani.”

: “Jadi bagaimana kamu tidur?”

Abu Ubaidah

:

“Saya

tidur

dengan

berbantalkan

pelana

kudaku dan berselimutkan mantelku.”
Jurjah

: “Apakah kamu miskin?”

Abu Ubaidah
untuk

: “Hanya Allahlah yang Maha kaya. Kemarin
memberi

nafkah

isteri

saya,

saya

telah

meminjamnya dari sahabatku ini (menunjuk kepada
Mu’adz).”
Jurjah

: “Apakah dia lebih kaya dari kamu?”

Abu Ubaidah

: “Di antara kita tidak ada orang yang lebih

kaya jika dibandingkan dengan yang lainnya. Tetapi
terkadang salah satu dari kita hari ini memiliki
sesuatu yang tidak dimiliki saudaranya. Kemudian,

mungkin besok saudaranya memiliki apa yang tidak
ia miliki. Jadi kita satu sama lain saling pinjam
meminjam.”
Jurjah

: “Jadi kalau kamu mempunyai bantal dan permadani
maka kamu akan menjadikannya sebagai alas tempat
dudukmu?”

Abu Ubaidah

: “Tidak,

saya tidak akan menjadikan bantal

dan permadani seperti itu. Semua kaum muslimin
yang bersama saya di sini menjadikan bumi sebagai
tempat tidur mereka.”
Jurjah

: “Apakah mereka akan mengingkari dan melarangmu
jika kamu melakukan hal seperti itu?”

Abu Ubaidah

: “Saya melarang diri saya sendiri sebelum

mereka melarang saya.”
Jurjah

: “Tetapi kamu adalah pemimpin mereka!?”

Abu Ubaidah

: “Justru itulah yang menjadikan saya untuk

tidak

melakukan

kasak-kusuk

sesuatu

bahan

yang

omongan

dan

dapat

menimbulkan

berpengaruh

pada

diri mereka.”
(Jurjah terdiam sambil merasa heran dan kagum).
Mu’adz

: “Wahai saudaraku dari Armenia, bukankah kamu
melarang pemimpin kami untuk duduk, karena kamu
tidak

ingin

duduk

sampai

akhirnya

kami

duduk

bersama kamu?”
Abu Ubaidah

:

“(Mencopot

menggelarnya

di

mantel
atas

dari

tanah)

punggungnya
duduklah,

dan

wahai

saudaraku, di atas mantel ini supaya kami dapat
duduk denganmu.”
Jurjah

:

“(Sangat

terkesima)

tidak,

demi

tuhan,

saya

tidak akan duduk kecuali di atas tanah ini bersama
kalian.”

(Dia menyingkap kembali mantel itu dan duduk di
atas tanah. Di sisi lain, Abu Ubaidah dan Mu’adz
melihat tingkah lakunya dengan takjub).
Abu Ubaidah

:

“Sungguh,

saya

harap

Allah

memberinya

cahaya iman dalam hatinya.”
Rumanus

: “Firasat kamu benar wahai Abu Ubaidah. Dia tidak
datang kecuali untuk mengikrarkan ke-islamannya di
hadapan kalian.”

Abu

Ubaidah

dan

Mu’adz:

“Alhamdulillah.

(Tampak

Sesungguhnya

gembira

sekali)

Allah

memberi

petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.”
Rumanus

: “Itu dia Khalid bin Walid telah datang.”

Abu Ubaidah
Khalid

: “Kemarilah, wahai Abu Sulaiman.”

: (Muncul) “Telah sampai berita kepada saya kalau
utusan Bahan ada bersamamu.”

Abu Ubaidah

:

“Ya...

dan

bergembiralah

wahai

Abu

Sulaiman.”
Khalid

: “Gembira untuk apa?”

Abu Ubaidah
Khalid

: “Dia telah masuk Islam.”

: “Siapa?”

Abu Ubaidah

: (Menepuk punggung Jurjah) utusan Bahan yang

ada dihadapanmu itu!”
Khalid

: “Beri tahu saya, wahai utusan Bahan.”

Jurjah

: “Nama saya Jurjah.”

Khalid

: “Beri tahu saya Jurjah, apakah Bahan mengirim
kamu kepada kami demi memberi kesempatan kepadamu
untuk mengikrarkan keislamanmu?”

Jurjah

: (Tersenyum) “Tidak tuanku. Seandainya dia tahu
apa sebenarnya yang ada di hatiku, tentu dia akan
membunuhku.”

Khalid

: “Lalu untuk keperluan apa dia mengirimmu?”

Jurjah

: “Sekarang Bahan tidak memperhatikan aku lagi,
juga

surat-suratnya.

kembali

lagi

Saya

padanya.

Saya

tidak

akan

akan

di

pernah

sini

saja

bersama kalian dan berperang dengan kalian.”
Khalid

: “Bukankah Bahan mempercayaimu, Jurjah?”

Jurjah

: “Ya tuanku. Itu semua karena saya adalah orang
Armenia seperti dia.”

Khalid

: “Supaya peperanganmu den