Chapter II Pengaruh Pendidikan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan
2.1.1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan
berasal
dari
gogos=membimbing/menuntun,
bahasa
Yunani
“paedagogiek”
iek=ilmu)
adalah
ilmu
yang
(pais=anak,
membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
diterjemahkan menjadi ‘education’ (Yunani, educare) yang berarti membawa keluar
yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.
Dalam bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses mendidik atau melakukan
suatu kegiatan yang mengandung proses komunikasi pendidikan antara pihak
pendidik dan yang dididik. Melalui proses pendidikan, berbagai materi secara sadar
dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya sehingga materi tersebut diketahui
(kognitif), disadari dan didalami (afektif), serta dapat diwujudkan dalam bentuk
tindakan (psikomotorik).
Tujuan pendidikan adalah menghasilkan seseorang yang memiliki kualitas
dan karakter sehingga memiliki wawasan yang luas sehingga dapat mencapai citacita serta mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.
Pendidikan itu sendiri mendorong diri kita sendiri untuk lebih baik dalam segala
aspek kehidupan.
Pada dasarnya pengertian pendidikan merujuk Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
24
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata
‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti
proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan;
proses,
cara,
perbuatan
mendidik
(http://kamusbahasaindonesia.org/pendidikan/mirip, diakses tanggal 5 Agustus 2015
pukul 16:47 wib).
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dewantara
(Bapak
Pendidikan
Nasional
Indonesia)
mengemukakan
pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
25
Langeveld adalah seorang ahli pendidikan berbangsa Belanda. Ahli ini
merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”. Herbert Spencer, filosof
Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M mengatakan bahwa pendidikan ialah
menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Sedang
menurut Rousseau filosof Prancis, 1712-1778 M mengatakan bahwa pendidikan
ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa
kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. Dewey filosof
Chicago, 1859 M - 1952 M juga mengatakan bahwa pendidikan adalah membentuk
manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh
peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia.
Sedangkan menurut Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia.
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus,
dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu pemberian
26
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di
Indonesia, yaitu :
1. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen
Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang
berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait
sangat dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon
pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek
dari pendidikan (http://www.kavie-design.indonesiaforum.net).
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan
baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat
dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut
serta mewariskannya pada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan
kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, atau dengan kata lain bahwa
pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan
atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang
berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan
pendidikannya (Fuad, 2010: 1).
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk
27
maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka (Fuad, 2010:
2)
2.1.2. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu
pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah
(SMU, SMK), dan pendidikan tinggi. Meski tidak termasuk dalam jenjang
pendidikan, terdapat pula pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan yang diberikan
sebelum memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui
peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan
yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang
jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.
Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional,
dan keaksaran lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini
(PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia.
Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program Paket A (setara SD), Paket B
(setara B) adalah merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program
28
paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik
dilaksanakan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Pendidikan non formal
mengenai pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan
program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari
kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari
Community Learning Center (CLC) yang menjadi bagian komponen dari Community
Center.
3. pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan
standar
nasional
(http://.id.m.wikipedia.org/wiki/pendidikan_informal
diakses
pendidikan
pada
tanggal
30
Agustus 2015 pukul 17:36 WIB).
2.1.3. Teori-Teori Pendidikan
Ada beberapa teori-teori pendidikan antara lain :
1. Behaviorisme
Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi
filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara
alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimana
kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya
diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada
29
perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan
berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa perilaku yang
diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi
pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh
lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull,
Guthrie, dan Thorndike.
2. Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme
adalah rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn
(Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut
dengan filosofi rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam
lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah
orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa
belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme
pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain :
Piaget, Bruner, dan Ausebel.
3. Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar siswa memperoleh
pengetahuan adalah keaktifan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, konsep pembelajaran
adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan
30
proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa
sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi
pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting
peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan
dan sikap belajar. Teori ini juga menekankan bahwa siswa adalah subjek utama
dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan
melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya
memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting
dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar.
Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuanpengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von
Glasersfeld, dan Vico.
4. Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh
karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa
untuk mengembangkan dirinya, yang berarti membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang
lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi
31
kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang agar menjadi lebih baik. Secara
singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan
positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk
mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan
hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila
pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan
sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi sesama
manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali
ragamnya. Definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya
yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena
sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat
menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli
beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda antara satu dengan yang lain.
Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari
semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai
tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.
32
2.1.4. Pendidikan dan Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan dan
pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian sebelumnya. Lalu apakah
yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa
yang akan dating. Di sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari
pendidikan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan
dari pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.
Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan ke
kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan dan pembelajaran
terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan pendidikan atau pembelajaran
tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan adalah aspek kognitif dan
psikomotor maka disebut pembelajaran, sedangkan bila penekanannya kepada
tercapainya tujuan untuk membentuk sikap disebut pendidikan
Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) memberi gambaran tentang perbedaan
pembelajaran dan pendidikan seperti pada tabel berikut.
Pendidikan
1. Lebih
Pembelajaran
menekankan
pembentukan
pada
manusianya
(penanaman sikap dan nilai-
33
1. Lebih
menekankan
penguasaan
wawasan
pada
dan
pengetahuan tentang bidang
nilai).
tertentu.
2. Memakan waktu yang relatif
panjang.
3. Metode
psikologis
2. Memakan waktu yang relatif
pendek.
lebih
dan
bersifat
pendekatan
3. Metode
lebih
bersifat
rasional, teknis dan praktis.
manusiawi.
2.2. Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi akan dibahas secara terpisah. Sosial dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang artinya segala sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk
sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain di
sekitarnya (Salim, 2002:454).
Sedangkan pengertian sosial menurut Departemen Sosial adalah segala
sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam sosial bersifat abstrak yang berisi simbolsimbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk
mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu sebagai anggota
masyarakat. Oleh karena itu, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu
yang terkait pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang inividu yang
saling berfungsi satu dengan lainnya (http:www.depsos.go.id).
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
34
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan tersebut kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Adam Smith diakui sebagai
bapak dari ilmu ekonomi. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος
(oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan,
aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau
"manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau
ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah,
segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang
serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat
dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup
sehari-hari (Salim, 2002:379).
Menurut M. Manullang ekonomi merupakan suatu usaha masyarakat untuk
mencapai kemakmuran ( kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat
memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa) (Simangunsong, 2004:
22).
Pengertian sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, sosial ekonomi adalah kemampuan
seseorang untuk menempatkan dirinya di lingkungannya, sehingga ia dapat
menentukan keberadaan dirinya berdasarkan atas apa yang dimilikinya, yaitu
mengenai pendapatan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kondisi pangan.
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang di atur secara sosial dan
merupakan posisi tertentu seseorang dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian
35
posisi ini disertai dengan pemberian seperangkat hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pembawa status (Mubyarto, 2000: 32).
Dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan
atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi
tertentu dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang,
pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. kehidupan sosial ekonomi
harus dipandang sebagai sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan.
2.3. Pengertian Rumah Tangga
Rumah tangga adalah seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama,
dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi.
Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan
di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa,
keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak
bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah
mampu (Murniati, 2004: 203).
Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat yang paling kecil yang biasa
terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Sebuah rumah tangga diharapkan memancarkan
kebahagiaan dan kehangatan penuh cinta kasih (Soeroso, 2010: 24).
Agar kehidupan keluarga yang hidup di dalam sebuah rumah tangga berjalan
dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan yang disebut manajemen rumah
36
tangga. Di dalam manajemen rumah tangga terdapat tiga unsur pokok, yang dalam
praksisnya merupakan suatu proses. Tiga unsur pokok tersebut adalah:
a) Perencanaan, yaitu menentukan lebih dahulu suatu tindakan yang akan
dikerjakan sesuai dengan tujuan dan sasaran anggotanya.
b) Pelaksanaan,
yaitu
suatu
pengendalian
untuk
mengetahui
terjadi
penyimpangan atau tidak dalam pelaksanaannya.
c) Evaluasi dan refleksi yang dilakukan secara periodik sesuai dengan
kesepakatan seluruh anggota dalam rumah tangga.
Hal yang manusiawi adalah apabila setiap orang tidak menyukai kesalahan
dan kegagalan secara berulang-ulang. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi, dimana
evaluasi tersebut merupakan penilaian terhadap pekerjaan, perbuatan, pelaksanaan
kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi sebaiknya dilakukan di dalam musyawarah
keluarga sebagai anggota rumah tangga. Setelah dilakukan penilaian maka akan
diperoleh nilai baik atau buruk yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam
menyelamatkan jiwa dan raga anggota keluarga yang berorientasi kepada benda yang
bersifat manusiawi.
2.3.1. Fungsi Rumah Tangga
Setiap rumah tangga mempunyai peran dan fungsi. Tetapi secara garis besar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja untuk memenuhi pangan,
sandang, dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan
pemeliharaan pangan, sandang, papan serta kegiatan lain yang menyangkut
kebutuhan rumah tangga.
37
2. Administrasi adalah kegiatan yang menyangkut catat-mencatat. Kegiatan ini
meliputi penyediaan dan pengaturan catatan keuangan, kartu dan surat-surat
penting yang dibutuhkan untuk urusan anggota rumah tangga (kartu keluarga,
surat nikah, ijazah, dan sebagainya).
3. Berhubungan dengan pihak luar dari rumah tangga adalah kegiatan
bernegosiasi, kegiatan berhubungan antarkeluarga dan kegiatan sosial lainnya
(Murniati, 2004: 206).
2.4. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada
hubungan darah, ikatan perkawinan dan tinggal bersama dalam satu rumah yang
dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 ayat 3 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat
ketiga.
2.4.1. Fungsi Keluarga
Di dalam hidup berumah tangga, keluarga mempunyai beberapa fungsi,
sebagai berikut :
38
1. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan
anak bila kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi anak : Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini
adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi
anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga
merasa terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi Perasaan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara
instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain
dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi
Religius
:
Tugas
keluarga
dalam
fungsi
ini
adalah
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain
dalam
kehidupan
beragama,
dan
tugas
kepala
keluarga
untuk
menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis : Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari
sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang
lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur
penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif : Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus
selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana
39
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat
dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang
pengalaman masing-masing, dan sebagainya.
8. Fungsi Biologis : Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk
meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
2.4.2. Peran Keluarga
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki
hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara
individu yang mempunyai peranan didalam keluarga. Berikut ini adalah peranan dari
keluarga yaitu :
1. Peranan Ayah
Peran Ayah dalam keluarga selain sebagai suami dari istri dan
anak-anak, pencari nafkah, pendidik dan penyeimbang hubungan anak
dengan orang tua baik ayah maupun ibu. Sebagai kepala keluarga,
ayah berperan penting dalam dalam pemenuhan kebutuhan hidup
keluarga.
2. Peranan Ibu
Seorang ibu berperan sebagai pendamping suami/ayah.
Bahkan dalam perannya mendampingi ayah, ibu juga sering
membantu ayah dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak jarang
saat ini seorang ibu bekerja seperti ayah, agar semua kebutuhan
keluarga tidak ada kekurangannya. Selain itu, ibu juga berperan
sebagai
pengurus
semua
keperluan
rumah
tangga.
(http://abdulhalimsolkan.blogspot.com/2014/01/kedudukan-dan40
peran-anggota-keluarga.html#sthash.lTUsdKHq.dpuf
diakses
pada
tanggal 7 Agustus 2015 pukul 10:24 wib).
3. Peranan anak
Anak
sebagai
anggota
keluarga
diharapkan
dapat
melaksanakan peranannya sebagai anak yaitu dengan melaksanakan
peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.5. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah tangga
Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas
aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Sedangkan rumah tangga
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang berkenaan
dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah
keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang.
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), “Kekerasan dalam Rumah Tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.”
Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga.
Tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan tindakan tunggal, akan tetapi
41
merupakan tindakan yang terjadi berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang
lama dan terhadap korban yang sama.
Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang biasanya
terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih memiliki
pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi kehangatan,
kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat mustahil apabila terjadi
suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan bagian dari anggota keluarga
dengan pelakunya juga anggota keluarga itu sendiri.
Tindakan kekerasan yang terjadi sangat memprihatinkan karena sebagian
besar korbannya adalah para perempuan dan anak-anak. Apabila korban melaporkan
tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan tidak akan
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya adalah seorang suami yang
merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga istri yang mengalami kekerasan
tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialami bahkan cenderung menutupnutupinya karena takut akan pandangan dari masyarakat maupun dari keluarga
sendiri yang tidak bisa menjaga nama baik keluarga.
Keadaan ekonomi yang rendah juga merupakan faktor yang mempengaruhi
terjadinya tindak kekerasan dalam keluarga. karena banyaknya tuntutan keluarga
untuk pemenuhan kebutuhan sedangkan pendapatan tidak mencukupi sehingga
membuat emosi menjadi tidak bisa dikendalikan. hal ini menjadi penyebab terjadinya
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap anggota keluarga yang ada didalam
rumah tangga.
42
2.5.1. Kekerasan Sebagai Masalah Sosial
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang mendasar kepada
gender. Karena tindakan tersebut sering terjadi terhadap perempuan dan yang
menjadi pelaku kekerasan adalah laki-laki, yang beranggapan memiliki kekuasaan
penuh terhadap urusan keluarga sehingga bertindak sesuai dengan keinginannya.
Oleh karena itu, masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah
sosial yang termasuk ke dalam perilaku menyimpang terhadap nilai dan norma sosial
yang berlaku. Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama
penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu
maupun pembenarannya sebagai bagian dari pada makhluk sosial.
Meskipun kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang
harus dihindari karena mengakibatkan penganiayaan fisik, seksual, psikologis dan
penelantaran rumah tangga. Namun hal tersebut belum bisa diatasi dengan baik,
karena banyak masyarakat menganggap kekerasan yang terjadi di dalam rumah
tangga merupakan masalah pribadi keluarga yang tidak perlu orang lain
mengetahuinya.
2.5.2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bentuk-bentuk tindak kekerasaan yang sering terjadi si dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut ini yaitu :
1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan
dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau
penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh. kekerasan fisik meliputi :
43
a. Pembunuhan yaitu pembunuhan yang dilakukan antara anggota
yang satu dengan anggota yang lain, baik itu ayah, ibu maupun
anak.
b. Penganiayaan yaitu tindakan pelecehan yang dilakukan antara
anggota kepada anggota keluarga lain yang ada di dalam rumah
tangga.
c. Perkosaan yaitu tindakan criminal yang berwatak seksual untuk
melakukan hubungan seksual kepada anggota keluarga yang lain.
2. Kekerasan nonfisik/psikis/emosional, yaitu tindakan yang dilakukan di dalam
rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk
terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan. kekerasan
nonfisik meliputi :
a. Penghinaan dan komentar-komentar untuk merendahkan dan
melukai harga diri pihak istri.
b. Melarang istri atau anak untuk bergaul dengan orang lain.
c. Ancaman-ancaman berupa menceraikan, mengembalikan istri
kepada orang tua dan memisahkan istri dari anak-anaknya.
3. Kekerasan seksual, yaitu Pelecehan seksual yang dilakukan demi kepuasan
seksual secara sepihak dan merendahkan harga diri orang lain. Kekerasan
seksual meliputi :
a. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki
atau disetujui oleh istri.
b. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya.
c. Memaksa istri menjadi pelacur atau menjual diri.
4. Kekerasan ekonomi meiputi :
a. Tidak memberi nafkah pada istri.
44
b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomi untuk
mengontrol kehidupan istri.
c. Membiarkan istri bekerja dan kemudian menguasai penghasilan
istri.
Bentuk-bentuk kekerasan yang ada diatas merupakan tindak kekerasan yang
berakibat buruk terhadap kejiwaan korban sehingga akan mengakibatkan trauma dan
mengganggu pertumbuhan korban.
2.5.3. Faktor-faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik,
tetapi juga dapat berupa kekerasan psikis seperti perkataan-perkataan yang
merendahkan, membanding-bandingkan anggota keluarga dengan orang lain yang
menurutnya lebih baik, sehingga menimbulkan rasa sakit hati anggota keluarga yang
bersangkutan.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena seperti
gunung es yang akhir-akhir ini mulai bermunculan ke permukaaan dan dari waktu ke
waktu semakin meningkat jumlahnya. Seperti yang dijelaskan pada situs
psychcentral.com, berikut ada beberapa faktor penyebab KDRT, yaitu:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan
keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus
ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah
sosial.
45
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan
mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi
suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai
perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
8) Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari
masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan
dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang
kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga,
sehingga
data
kasus
tentang
KDRT
pun
banyak
terjadi
(http://www.vemale.com/relationship/intim/37950-faktor-faktormendasar-penyebab-kdrt.html, diakses tanggal 3 agustus 2015 pukul
17:09 wib).
Beberapa faktor pendukung yang pada dasarnya menyebabkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Masalah komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam
suatu hubungan dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan
kepercayaan tidak terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu
konflik.
2. Masalah kedudukan dari suami dan istri dalam suatu rumah tangga
dimana hal ini tidak jarang merupakan salah satu faktor penyebab
apalagi jika tidak ada kesepahaman antar pasangan.
46
3. Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga
sedang terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan
tindakan-tindakan yang dapat berbentuk kekerasan dan juga tidak
menutup kemungkinan bagi keluarga yang dipandang cukup dari segi
ekonomi bisa jadi jadi keegoisan akan muncul.
4. Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri
memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan
mudah “main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu.
5. Masalah seksual, penolakan hubungan seksual suami terhadap istri
untuk memuaskan hawa nafsu suami dalam urusan ranjang sehingga
menyebabkan kekerasan.
2.6. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau kelompok orang hidup
di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Siagian, 2012: 2).
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
47
perkapita
perbulan
dibawah
garis
kemiskinan
(http://www.bps.go.id/subjek/view/id/23, diakses tanggal 14 Agustus pukul 15:46).
2.6.1. Ciri-Ciri Kemiskinan
Sulit
memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan
indikasi-indikasi seperti yang digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan secara
akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut tidak miskin. Berdasarkan
suatu studi
yang dilakukan menunjukkan adanya 5 ciri-ciri kemiskinan
(Siagian,2012: 20-23), yaitu :
1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai.
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD
atau hanya tamat SD.
4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori
setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah
mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal
bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sector-sektor
informal yang bekerja serabutan atau musiman.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan ataupunn pendidikan memadai.
48
2.7. Kerangka Pemikiran
Di dalam hidup berkeluarga, keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang
bahagia, aman, tentram adalah dambaan setiap orang dalam berumah tangga. Dalam
hal ini, setiap peran Ayah dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah, sedangkan
ibu sebagai pengatur rumah tangga dan anak sebagai anggota keluarga mendapatkan
proses sosialisasi dalam pembentukan tingkah laku anak.
Keluarga merupakan lembaga yang berfungsi untuk sarana pendidikan dalam
proses mengubah perilaku dan tindakan yang lebih baik untuk mendapatkan
kehidupan keluarga yang harmonis. Namun, untuk mewujudkan impian keluarga
yang bahagia tergantung pada kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang
dalam berumah tangga. Jika proses pembelajaran mengubah perilaku tidak dapat
dilakukan maka akan muncul masalah di dalam keluarga.
Pendidikan yang rendah di dalam keluarga akan berpengaruh juga terhadap
ekonomi keluarga, dimana Ayah yang mempunyai pendidikan rendah tidak bisa
mencari pekerjaan yang lebih baik karena kurangnya pengetahuan atau skill sehingga
kepala keluarga berpendapatan rendah.
Pendapatan yang rendah menjadi masalah di dalam keluarga, dimana tingkat
kebutuhan sehari-hari meningkat tidak sebanding dengan pendapatan. Banyaknya
permintaan keluarga seakan-akan hanya menjadi beban pikiran Ayah, membuat
Ayah menjadi emosi dan menimbulkan perselisihan di dalam keluarga hingga sampai
terjadi kekerasan terhadap anggota keluarga.
Kekerasan yang sering terjadi di dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi atau penelantaran
ekonomi.
49
Bagan Alur Pikiran
Suami
Pendidikan :
1.
2.
3.
4.
Sosial-Ekonomi:
Tingkat SD
(Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah,
dan sederajat)
Tingkat SMP
(SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah,
SMP kejuruan dan sederajat.)
Tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah Aliyah dan sederajat)
Perguruan Tinggi : Diploma I, II,III,
IV, S1 dan sederajat.
1.
Pendapatan suami/istri:
- Rp. 500.000 – Rp.1.500.000,
- Rp 1.500.000 – Rp. 2.500.000,
- Rp. 2.500.000 – Rp. 3.500.000.
2.
Pekerjaan suami/istri :
- Petani
- PNS
- Supir
- Karyawan
Kondisi kepemilikan tanah
- Milik sendiri
- sewa
3.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga:
1.
2.
3.
4.
Kekerasan secara fisik
(Pembunuhan, Penganiayaan atau penganiayaan, dan perkosa)
Kekerasan secara seksual
(Penghinaan, merendahkan istri, dan ancaman-ancaman perceraian)
Kekerasan secara psikologis
(Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian dan pemaksaan pelacuran)
Penelantaran ekonomi
(tidak memberi nafkah, memanfaatkan ketergantungan ekonomi istri
dan membiarkan istri bekerja sendiri)
50
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1. Defenisi Konsep
Istilah konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka peneliti harus
menegaskan dan membatasi arti konsep yang di teliti (Siagian, 2011: 136- 138).
Berikut ini adalah menjadi batasan konsep dalam penelitian, yaitu :
1. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar
untuk meningkatkan pengetahuan seseorang dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.
2. Sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam kelompok masyarakat
yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan. Dalam hal ini, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat
hidup sendiri dan pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam rangka
memenuhi kebutuhannya, sedangkan ekonomi berarti keluarga yang
membutuhkan peraturan dalam menata rumah tangga.
3.
Rumah tangga merupakan sekelompok orang yang tinggal bersama-sama
di suatu tempat tinggal dan berbagi dengan satu keluarga, dalam arti satukesatuan ekonomi.
4. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kekerasan yang
dilakukan anggota keluarga yang menyebabkan dampak buruk bagi fisik,
psikologis, dan penelantaran rumah tangga.
5. Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah
lokasi penelitian dilakukan.
51
2.8.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang
ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006:46).
A. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas (X) adalah variabel atau sekelompok atribut yang
mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok atribut
lainnya (Siagian, 2011: 89). Adapun variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah
pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga.
1. Indikator Pendidikan yaitu :
a. Tingkat SD : Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan sederajat.
b. Tingkat SMP : Pendidikan SMP umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP
Kejuruan dan sederajat.
c. Tingkat SM : Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat.
d. Tingkat Pendidikan Tinggi : Pendidikan Diploma I, II, III, IV dan
sederajat.
2. Indikator sosial ekonomi yaitu :
a. Pekerjaan suami/istri : Petani, Supir, Wiraswasta, PNS, Pedagang.
b. Penghasilan suami/istri : Rp. 500.000- 1.500.000, Rp 1.500.0002.500.000, Rp. 2.500.000-3.500.000.
c. Kondisi kepemilikan tanah : Sewa atau milik sendiri.
52
B. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat (y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Variabel utama atau variabel awal beranjaknya kajian melalui pelaksanaan penelitian
(Siagian, 2011: 90). Adapun variabel terikat (y) dalam penelitian ini yaitu tindakan
kekerasan dalam rumah tangga, dengan indikatornya sebagai berikut :
1. Kekerasan secara fisik
: Pembunuhan, Penganiayaan atau
pemerkosaan.
2. Kekerasan secara seksual
: Penghinaan, merendahkan harga diri istri dan
ancaman-ancaman perceraian.
3. Kekerasan secara psikologis
: Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian,
dan pemaksaan pelacuran.
4. Kekerasan Ekonomi
: Tidak memberi nafkah keluarga,
memanfaatkan ketergantungan istri untuk
mengontrol hidup istri, dan membiarkan istri
bekerja kemudian menguasai penghasilan
istri.
2.9. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan
yang masih belum sempurna. Pengertian secara luas yaitu sebagai kesimpulan
penelitian
yang
belum
sempurna,
sehingga
53
perlu
disempurnakan
dengan
membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian data di lapangan (Bungin,
2011: 85).
Berdasarkan pengertian di atas maka disimpulkan :
Ha
: Terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan
kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan
Kabupaten Simalungun.
Ho
:Tidak terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan
kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan
Kabupaten Simalungun.
54
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendidikan
2.1.1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan
berasal
dari
gogos=membimbing/menuntun,
bahasa
Yunani
“paedagogiek”
iek=ilmu)
adalah
ilmu
yang
(pais=anak,
membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan
diterjemahkan menjadi ‘education’ (Yunani, educare) yang berarti membawa keluar
yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.
Dalam bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses mendidik atau melakukan
suatu kegiatan yang mengandung proses komunikasi pendidikan antara pihak
pendidik dan yang dididik. Melalui proses pendidikan, berbagai materi secara sadar
dicerna oleh jiwa, akal maupun raganya sehingga materi tersebut diketahui
(kognitif), disadari dan didalami (afektif), serta dapat diwujudkan dalam bentuk
tindakan (psikomotorik).
Tujuan pendidikan adalah menghasilkan seseorang yang memiliki kualitas
dan karakter sehingga memiliki wawasan yang luas sehingga dapat mencapai citacita serta mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan.
Pendidikan itu sendiri mendorong diri kita sendiri untuk lebih baik dalam segala
aspek kehidupan.
Pada dasarnya pengertian pendidikan merujuk Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
24
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata
‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti
proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan;
proses,
cara,
perbuatan
mendidik
(http://kamusbahasaindonesia.org/pendidikan/mirip, diakses tanggal 5 Agustus 2015
pukul 16:47 wib).
Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dewantara
(Bapak
Pendidikan
Nasional
Indonesia)
mengemukakan
pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun
maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
25
Langeveld adalah seorang ahli pendidikan berbangsa Belanda. Ahli ini
merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak
untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”. Herbert Spencer, filosof
Inggris yang hidup tahun 1820-1903 M mengatakan bahwa pendidikan ialah
menyiapkan seseorang agar dapat menikmati kehidupan yang bahagia. Sedang
menurut Rousseau filosof Prancis, 1712-1778 M mengatakan bahwa pendidikan
ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa
kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa. Dewey filosof
Chicago, 1859 M - 1952 M juga mengatakan bahwa pendidikan adalah membentuk
manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh
peninggalan - peninggalan budaya lama masyarakat manusia.
Sedangkan menurut Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah
berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari
manusia.
Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus,
dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam, yaitu pemberian
26
pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di
Indonesia, yaitu :
1. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen
Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang
berada di garis depan. Dalam hal ini, intervensi dari pihak-pihak yang terkait
sangat dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya yang merupakan ikon
pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek
dari pendidikan (http://www.kavie-design.indonesiaforum.net).
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, pendidikan dapat diartikan sebagai
suatu usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan
baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat
dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut
serta mewariskannya pada generasi berikutnya untuk dikembangkan dalam hidup dan
kehidupan yang terjadi dalam suatu proses pendidikan, atau dengan kata lain bahwa
pendidikan dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan
atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat) yang
berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan
pendidikannya (Fuad, 2010: 1).
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk
27
maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka (Fuad, 2010:
2)
2.1.2. Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu
pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah
(SMU, SMK), dan pendidikan tinggi. Meski tidak termasuk dalam jenjang
pendidikan, terdapat pula pendidikan anak usia dini, yaitu pendidikan yang diberikan
sebelum memasuki pendidikan dasar. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui
peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan
yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang
jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,sampai pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal meliputi pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan.
Pendidikan dasar mencakup pendidikan keaksaraan dasar, keaksaraan fungsional,
dan keaksaran lanjutan paling banyak ditemukan dalam pendidikan usia dini
(PAUD), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), maupun Pendidikan Lanjut Usia.
Pemberantasan Buta Aksara (PBA) serta program Paket A (setara SD), Paket B
(setara B) adalah merupakan pendidikan dasar. Pendidikan lanjutan meliputi program
28
paket C (setara SLA), kursus, pendidikan vokasi, latihan keterampilan lain baik
dilaksanakan secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi. Pendidikan non formal
mengenai pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai pangkalan
program yang dapat berada di dalam satu kawasan setingkat atau lebih kecil dari
kelurahan/desa. PKBM dalam istilah yang berlaku umum merupakan padanan dari
Community Learning Center (CLC) yang menjadi bagian komponen dari Community
Center.
3. pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai
dengan
standar
nasional
(http://.id.m.wikipedia.org/wiki/pendidikan_informal
diakses
pendidikan
pada
tanggal
30
Agustus 2015 pukul 17:36 WIB).
2.1.3. Teori-Teori Pendidikan
Ada beberapa teori-teori pendidikan antara lain :
1. Behaviorisme
Kerangkah kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi
filosofis dari behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara
alami). Latar belakang empirisme adalah How we know what we know (bagaimana
kita tahu apa yang kita tahu). Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya
diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran behaviorisme didasarkan pada
29
perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan
berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa perilaku yang
diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi
pada siswa. Jadi, berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh
lingkungan. Tokoh aliran behaviorisme antara lain : Pavlov, Watson, Skinner, Hull,
Guthrie, dan Thorndike.
2. Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme
adalah rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn
(Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut
dengan filosofi rasionalisme. Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh
kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam
lingkungan. Teori kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimanah
orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa
belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut teori kognitivisme
pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme antara lain :
Piaget, Bruner, dan Ausebel.
3. Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar siswa memperoleh
pengetahuan adalah keaktifan siswa itu sendiri. Dalam hal ini, konsep pembelajaran
adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan
30
proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh
karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa
sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi
pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting
peranan siswa. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan
dan sikap belajar. Teori ini juga menekankan bahwa siswa adalah subjek utama
dalam penemuan pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan
melalui berbagai pengalaman yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
Mereka harus menjalani sendiri berbagai pengalaman yang pada akhirnya
memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan tertentu. Hal terpenting
dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana caranya belajar.
Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri pengetahuanpengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain : Von
Glasersfeld, dan Vico.
4. Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh
karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa
untuk mengembangkan dirinya, yang berarti membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang
lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi
31
kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang agar menjadi lebih baik. Secara
singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan
positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan
menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan
tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk
mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati keberadaan
hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri secara
positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila
pembelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Pendidikan merupakan syarat mutlak apabila manusia ingin tampil dengan
sifat-sifat hakikat manusia yang dimilikinya. Untuk bisa bersosialisasi sesama
manusia inilah manusia perlu pendidikan. Definisi tentang pendidikan banyak sekali
ragamnya. Definisi yang satu dapat berbeda dengan yang lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh sudut pandang masing-masing. Pendidikan, seperti sifat sasarannya
yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. Karena
sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada satu batasan pun secara gamblang dapat
menjelaskan arti pendidikan. Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli
beraneka ragam dan kandungannya dapat berbeda antara satu dengan yang lain.
Perbedaan itu bisa karena orientasinya, konsep dasar yang digunakannya, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Yang terpenting dari
semua itu adalah bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara sadar, mempunyai
tujuan yang jelas, dan menjamin terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.
32
2.1.4. Pendidikan dan Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan kita selalu berjumpa dengan istilah pendidikan dan
pembelajaran. Istilah pendidikan telah dibahas pada uraian sebelumnya. Lalu apakah
yang dimaksud dengan istilah pembelajaran?
Dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa
yang akan dating. Di sini jelas bahwa pembelajaran merupakan salah satu bagian dari
pendidikan. Itulah sebabnya dikatakan bahwa istilah pembelajaran dapat dibedakan
dari pendidikan tetapi sulit untuk dipisahkan secara tegas.
Menurut Kemp (1985), pembelajaran merupakan bagian dari pendidikan.
Pendidikan adalah proses membimbing manusia dari kegelapan dan kebodohan ke
kecerahan pengetahuan. Sesungguhnya perbedaan pendidikan dan pembelajaran
terletak pada penekanan yang ingin dicapai dengan pendidikan atau pembelajaran
tersebut. Jika yang dipersoalkan atau dijadikan tekanan adalah aspek kognitif dan
psikomotor maka disebut pembelajaran, sedangkan bila penekanannya kepada
tercapainya tujuan untuk membentuk sikap disebut pendidikan
Tirtarahardja (dalam Djoehana: 8) memberi gambaran tentang perbedaan
pembelajaran dan pendidikan seperti pada tabel berikut.
Pendidikan
1. Lebih
Pembelajaran
menekankan
pembentukan
pada
manusianya
(penanaman sikap dan nilai-
33
1. Lebih
menekankan
penguasaan
wawasan
pada
dan
pengetahuan tentang bidang
nilai).
tertentu.
2. Memakan waktu yang relatif
panjang.
3. Metode
psikologis
2. Memakan waktu yang relatif
pendek.
lebih
dan
bersifat
pendekatan
3. Metode
lebih
bersifat
rasional, teknis dan praktis.
manusiawi.
2.2. Pengertian Sosial Ekonomi
Pengertian sosial ekonomi akan dibahas secara terpisah. Sosial dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang artinya segala sesuatu yang berkenaan dengan
masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk
sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain di
sekitarnya (Salim, 2002:454).
Sedangkan pengertian sosial menurut Departemen Sosial adalah segala
sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam sosial bersifat abstrak yang berisi simbolsimbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk
mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu sebagai anggota
masyarakat. Oleh karena itu, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu
yang terkait pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang inividu yang
saling berfungsi satu dengan lainnya (http:www.depsos.go.id).
Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat
34
pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan tersebut kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Adam Smith diakui sebagai
bapak dari ilmu ekonomi. Kata "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος
(oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan,
aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau
"manajemen rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau
ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah,
segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang
serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat
dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup
sehari-hari (Salim, 2002:379).
Menurut M. Manullang ekonomi merupakan suatu usaha masyarakat untuk
mencapai kemakmuran ( kemakmuran adalah suatu keadaan dimana manusia dapat
memenuhi kebutuhannya baik barang-barang maupun jasa) (Simangunsong, 2004:
22).
Pengertian sosial ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, sosial ekonomi adalah kemampuan
seseorang untuk menempatkan dirinya di lingkungannya, sehingga ia dapat
menentukan keberadaan dirinya berdasarkan atas apa yang dimilikinya, yaitu
mengenai pendapatan, perumahan, kesehatan, pendidikan, kondisi pangan.
Kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan yang di atur secara sosial dan
merupakan posisi tertentu seseorang dalam struktur sosial masyarakat. Pemberian
35
posisi ini disertai dengan pemberian seperangkat hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pembawa status (Mubyarto, 2000: 32).
Dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi diartikan sebagai suatu keadaan
atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi
tertentu dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang,
pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. kehidupan sosial ekonomi
harus dipandang sebagai sistem (sistem sosial), yaitu keseluruhan bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan dalam satu kesatuan.
2.3. Pengertian Rumah Tangga
Rumah tangga adalah seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama,
dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi.
Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan
di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa,
keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak
bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah
mampu (Murniati, 2004: 203).
Rumah tangga merupakan bentuk masyarakat yang paling kecil yang biasa
terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Sebuah rumah tangga diharapkan memancarkan
kebahagiaan dan kehangatan penuh cinta kasih (Soeroso, 2010: 24).
Agar kehidupan keluarga yang hidup di dalam sebuah rumah tangga berjalan
dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan yang disebut manajemen rumah
36
tangga. Di dalam manajemen rumah tangga terdapat tiga unsur pokok, yang dalam
praksisnya merupakan suatu proses. Tiga unsur pokok tersebut adalah:
a) Perencanaan, yaitu menentukan lebih dahulu suatu tindakan yang akan
dikerjakan sesuai dengan tujuan dan sasaran anggotanya.
b) Pelaksanaan,
yaitu
suatu
pengendalian
untuk
mengetahui
terjadi
penyimpangan atau tidak dalam pelaksanaannya.
c) Evaluasi dan refleksi yang dilakukan secara periodik sesuai dengan
kesepakatan seluruh anggota dalam rumah tangga.
Hal yang manusiawi adalah apabila setiap orang tidak menyukai kesalahan
dan kegagalan secara berulang-ulang. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi, dimana
evaluasi tersebut merupakan penilaian terhadap pekerjaan, perbuatan, pelaksanaan
kegiatan yang telah dikerjakan. Evaluasi sebaiknya dilakukan di dalam musyawarah
keluarga sebagai anggota rumah tangga. Setelah dilakukan penilaian maka akan
diperoleh nilai baik atau buruk yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam
menyelamatkan jiwa dan raga anggota keluarga yang berorientasi kepada benda yang
bersifat manusiawi.
2.3.1. Fungsi Rumah Tangga
Setiap rumah tangga mempunyai peran dan fungsi. Tetapi secara garis besar
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan hidup, seperti bekerja untuk memenuhi pangan,
sandang, dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan
pemeliharaan pangan, sandang, papan serta kegiatan lain yang menyangkut
kebutuhan rumah tangga.
37
2. Administrasi adalah kegiatan yang menyangkut catat-mencatat. Kegiatan ini
meliputi penyediaan dan pengaturan catatan keuangan, kartu dan surat-surat
penting yang dibutuhkan untuk urusan anggota rumah tangga (kartu keluarga,
surat nikah, ijazah, dan sebagainya).
3. Berhubungan dengan pihak luar dari rumah tangga adalah kegiatan
bernegosiasi, kegiatan berhubungan antarkeluarga dan kegiatan sosial lainnya
(Murniati, 2004: 206).
2.4. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup
bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat terkecil dan biasanya selalu ada
hubungan darah, ikatan perkawinan dan tinggal bersama dalam satu rumah yang
dipimpin oleh seorang kepala rumah tangga.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 ayat 3 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami
istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau
keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat
ketiga.
2.4.1. Fungsi Keluarga
Di dalam hidup berumah tangga, keluarga mempunyai beberapa fungsi,
sebagai berikut :
38
1. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan
anak bila kelak dewasa.
2. Fungsi Sosialisasi anak : Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini
adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi
anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga
merasa terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi Perasaan : Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara
instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain
dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga.
Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi
Religius
:
Tugas
keluarga
dalam
fungsi
ini
adalah
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain
dalam
kehidupan
beragama,
dan
tugas
kepala
keluarga
untuk
menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis : Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari
sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang
lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur
penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhankebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif : Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus
selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana
39
menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat
dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang
pengalaman masing-masing, dan sebagainya.
8. Fungsi Biologis : Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk
meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
2.4.2. Peran Keluarga
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki
hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara
individu yang mempunyai peranan didalam keluarga. Berikut ini adalah peranan dari
keluarga yaitu :
1. Peranan Ayah
Peran Ayah dalam keluarga selain sebagai suami dari istri dan
anak-anak, pencari nafkah, pendidik dan penyeimbang hubungan anak
dengan orang tua baik ayah maupun ibu. Sebagai kepala keluarga,
ayah berperan penting dalam dalam pemenuhan kebutuhan hidup
keluarga.
2. Peranan Ibu
Seorang ibu berperan sebagai pendamping suami/ayah.
Bahkan dalam perannya mendampingi ayah, ibu juga sering
membantu ayah dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Tidak jarang
saat ini seorang ibu bekerja seperti ayah, agar semua kebutuhan
keluarga tidak ada kekurangannya. Selain itu, ibu juga berperan
sebagai
pengurus
semua
keperluan
rumah
tangga.
(http://abdulhalimsolkan.blogspot.com/2014/01/kedudukan-dan40
peran-anggota-keluarga.html#sthash.lTUsdKHq.dpuf
diakses
pada
tanggal 7 Agustus 2015 pukul 10:24 wib).
3. Peranan anak
Anak
sebagai
anggota
keluarga
diharapkan
dapat
melaksanakan peranannya sebagai anak yaitu dengan melaksanakan
peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik
fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.5. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah tangga
Kekerasan adalah suatu perlakuan atau situasi yang menyebabkan realitas
aktual seseorang ada di bawah realitas potensialnya. Sedangkan rumah tangga
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang berkenaan
dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat dinyatakan bahwa
kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang dialami oleh sebuah
keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak berkembang.
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), “Kekerasan dalam Rumah Tangga
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.”
Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada tindakan yang dilakukan
dengan niat untuk menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga.
Tindakan kekerasan tersebut bukan merupakan tindakan tunggal, akan tetapi
41
merupakan tindakan yang terjadi berulang-ulang bahkan dalam jangka waktu yang
lama dan terhadap korban yang sama.
Jika melihat komposisi anggota di dalam sebuah rumah tangga yang biasanya
terdiri ayah, ibu, dan anak-anak serta beberapa kerabat yang masih memiliki
pertalian darah, maka akan terbayang suatu kehidupan yang dipenuhi kehangatan,
kasih sayang dan sikap saling menghormati. Sehingga sangat mustahil apabila terjadi
suatu tindakan kekerasan yang korbannya merupakan bagian dari anggota keluarga
dengan pelakunya juga anggota keluarga itu sendiri.
Tindakan kekerasan yang terjadi sangat memprihatinkan karena sebagian
besar korbannya adalah para perempuan dan anak-anak. Apabila korban melaporkan
tindakan kekerasan yang mereka alami, maka akan muncul ketakutan tidak akan
terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena pelakunya adalah seorang suami yang
merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga istri yang mengalami kekerasan
tidak melaporkan tindak kekerasan yang dialami bahkan cenderung menutupnutupinya karena takut akan pandangan dari masyarakat maupun dari keluarga
sendiri yang tidak bisa menjaga nama baik keluarga.
Keadaan ekonomi yang rendah juga merupakan faktor yang mempengaruhi
terjadinya tindak kekerasan dalam keluarga. karena banyaknya tuntutan keluarga
untuk pemenuhan kebutuhan sedangkan pendapatan tidak mencukupi sehingga
membuat emosi menjadi tidak bisa dikendalikan. hal ini menjadi penyebab terjadinya
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap anggota keluarga yang ada didalam
rumah tangga.
42
2.5.1. Kekerasan Sebagai Masalah Sosial
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kekerasan yang mendasar kepada
gender. Karena tindakan tersebut sering terjadi terhadap perempuan dan yang
menjadi pelaku kekerasan adalah laki-laki, yang beranggapan memiliki kekuasaan
penuh terhadap urusan keluarga sehingga bertindak sesuai dengan keinginannya.
Oleh karena itu, masalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah
sosial yang termasuk ke dalam perilaku menyimpang terhadap nilai dan norma sosial
yang berlaku. Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama
penyimpangan sosial adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu
maupun pembenarannya sebagai bagian dari pada makhluk sosial.
Meskipun kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial yang
harus dihindari karena mengakibatkan penganiayaan fisik, seksual, psikologis dan
penelantaran rumah tangga. Namun hal tersebut belum bisa diatasi dengan baik,
karena banyak masyarakat menganggap kekerasan yang terjadi di dalam rumah
tangga merupakan masalah pribadi keluarga yang tidak perlu orang lain
mengetahuinya.
2.5.2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Bentuk-bentuk tindak kekerasaan yang sering terjadi si dalam rumah tangga
adalah sebagai berikut ini yaitu :
1. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan yang melibatkan kontak langsung dan
dimaksudkan untuk menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau
penderitaan fisik lain atau kerusakan tubuh. kekerasan fisik meliputi :
43
a. Pembunuhan yaitu pembunuhan yang dilakukan antara anggota
yang satu dengan anggota yang lain, baik itu ayah, ibu maupun
anak.
b. Penganiayaan yaitu tindakan pelecehan yang dilakukan antara
anggota kepada anggota keluarga lain yang ada di dalam rumah
tangga.
c. Perkosaan yaitu tindakan criminal yang berwatak seksual untuk
melakukan hubungan seksual kepada anggota keluarga yang lain.
2. Kekerasan nonfisik/psikis/emosional, yaitu tindakan yang dilakukan di dalam
rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk
terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan. kekerasan
nonfisik meliputi :
a. Penghinaan dan komentar-komentar untuk merendahkan dan
melukai harga diri pihak istri.
b. Melarang istri atau anak untuk bergaul dengan orang lain.
c. Ancaman-ancaman berupa menceraikan, mengembalikan istri
kepada orang tua dan memisahkan istri dari anak-anaknya.
3. Kekerasan seksual, yaitu Pelecehan seksual yang dilakukan demi kepuasan
seksual secara sepihak dan merendahkan harga diri orang lain. Kekerasan
seksual meliputi :
a. Pemaksaan hubungan seksual dengan pola yang tidak dikehendaki
atau disetujui oleh istri.
b. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya.
c. Memaksa istri menjadi pelacur atau menjual diri.
4. Kekerasan ekonomi meiputi :
a. Tidak memberi nafkah pada istri.
44
b. Memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomi untuk
mengontrol kehidupan istri.
c. Membiarkan istri bekerja dan kemudian menguasai penghasilan
istri.
Bentuk-bentuk kekerasan yang ada diatas merupakan tindak kekerasan yang
berakibat buruk terhadap kejiwaan korban sehingga akan mengakibatkan trauma dan
mengganggu pertumbuhan korban.
2.5.3. Faktor-faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dalam bentuk kekerasan fisik,
tetapi juga dapat berupa kekerasan psikis seperti perkataan-perkataan yang
merendahkan, membanding-bandingkan anggota keluarga dengan orang lain yang
menurutnya lebih baik, sehingga menimbulkan rasa sakit hati anggota keluarga yang
bersangkutan.
Kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena seperti
gunung es yang akhir-akhir ini mulai bermunculan ke permukaaan dan dari waktu ke
waktu semakin meningkat jumlahnya. Seperti yang dijelaskan pada situs
psychcentral.com, berikut ada beberapa faktor penyebab KDRT, yaitu:
1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan
keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus
ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah
sosial.
45
4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan
mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi
suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai
perempuan.
5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
7) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
8) Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari
masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan
dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang
kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga,
sehingga
data
kasus
tentang
KDRT
pun
banyak
terjadi
(http://www.vemale.com/relationship/intim/37950-faktor-faktormendasar-penyebab-kdrt.html, diakses tanggal 3 agustus 2015 pukul
17:09 wib).
Beberapa faktor pendukung yang pada dasarnya menyebabkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Masalah komunikasi dan kepercayaan, hal ini sangat penting dalam
suatu hubungan dan tidak menutup kemungkinan jika komunikasi dan
kepercayaan tidak terbangun dengan baik akan menimbulkan suatu
konflik.
2. Masalah kedudukan dari suami dan istri dalam suatu rumah tangga
dimana hal ini tidak jarang merupakan salah satu faktor penyebab
apalagi jika tidak ada kesepahaman antar pasangan.
46
3. Masalah ekonomi, dimana kecenderungan jika sebuah keluarga
sedang terhimpit masalah keuangan akan mungkin menimbulkan
tindakan-tindakan yang dapat berbentuk kekerasan dan juga tidak
menutup kemungkinan bagi keluarga yang dipandang cukup dari segi
ekonomi bisa jadi jadi keegoisan akan muncul.
4. Masalah psikologi dari pasangan, jika salah satu dari suami istri
memiliki tempramen yang tinggi (emosional) dan bahkan dengan
mudah “main tangan”, hal ini juga bisa menjadi pemicu.
5. Masalah seksual, penolakan hubungan seksual suami terhadap istri
untuk memuaskan hawa nafsu suami dalam urusan ranjang sehingga
menyebabkan kekerasan.
2.6. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau kelompok orang hidup
di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Siagian, 2012: 2).
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
47
perkapita
perbulan
dibawah
garis
kemiskinan
(http://www.bps.go.id/subjek/view/id/23, diakses tanggal 14 Agustus pukul 15:46).
2.6.1. Ciri-Ciri Kemiskinan
Sulit
memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan
indikasi-indikasi seperti yang digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan secara
akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut tidak miskin. Berdasarkan
suatu studi
yang dilakukan menunjukkan adanya 5 ciri-ciri kemiskinan
(Siagian,2012: 20-23), yaitu :
1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai.
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD
atau hanya tamat SD.
4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori
setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah
mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal
bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki sector-sektor
informal yang bekerja serabutan atau musiman.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki keterampilan ataupunn pendidikan memadai.
48
2.7. Kerangka Pemikiran
Di dalam hidup berkeluarga, keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang
bahagia, aman, tentram adalah dambaan setiap orang dalam berumah tangga. Dalam
hal ini, setiap peran Ayah dalam keluarga adalah sebagai pencari nafkah, sedangkan
ibu sebagai pengatur rumah tangga dan anak sebagai anggota keluarga mendapatkan
proses sosialisasi dalam pembentukan tingkah laku anak.
Keluarga merupakan lembaga yang berfungsi untuk sarana pendidikan dalam
proses mengubah perilaku dan tindakan yang lebih baik untuk mendapatkan
kehidupan keluarga yang harmonis. Namun, untuk mewujudkan impian keluarga
yang bahagia tergantung pada kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang
dalam berumah tangga. Jika proses pembelajaran mengubah perilaku tidak dapat
dilakukan maka akan muncul masalah di dalam keluarga.
Pendidikan yang rendah di dalam keluarga akan berpengaruh juga terhadap
ekonomi keluarga, dimana Ayah yang mempunyai pendidikan rendah tidak bisa
mencari pekerjaan yang lebih baik karena kurangnya pengetahuan atau skill sehingga
kepala keluarga berpendapatan rendah.
Pendapatan yang rendah menjadi masalah di dalam keluarga, dimana tingkat
kebutuhan sehari-hari meningkat tidak sebanding dengan pendapatan. Banyaknya
permintaan keluarga seakan-akan hanya menjadi beban pikiran Ayah, membuat
Ayah menjadi emosi dan menimbulkan perselisihan di dalam keluarga hingga sampai
terjadi kekerasan terhadap anggota keluarga.
Kekerasan yang sering terjadi di dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik,
kekerasan psikis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi atau penelantaran
ekonomi.
49
Bagan Alur Pikiran
Suami
Pendidikan :
1.
2.
3.
4.
Sosial-Ekonomi:
Tingkat SD
(Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah,
dan sederajat)
Tingkat SMP
(SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah,
SMP kejuruan dan sederajat.)
Tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas (SMA),
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Madrasah Aliyah dan sederajat)
Perguruan Tinggi : Diploma I, II,III,
IV, S1 dan sederajat.
1.
Pendapatan suami/istri:
- Rp. 500.000 – Rp.1.500.000,
- Rp 1.500.000 – Rp. 2.500.000,
- Rp. 2.500.000 – Rp. 3.500.000.
2.
Pekerjaan suami/istri :
- Petani
- PNS
- Supir
- Karyawan
Kondisi kepemilikan tanah
- Milik sendiri
- sewa
3.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga:
1.
2.
3.
4.
Kekerasan secara fisik
(Pembunuhan, Penganiayaan atau penganiayaan, dan perkosa)
Kekerasan secara seksual
(Penghinaan, merendahkan istri, dan ancaman-ancaman perceraian)
Kekerasan secara psikologis
(Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian dan pemaksaan pelacuran)
Penelantaran ekonomi
(tidak memberi nafkah, memanfaatkan ketergantungan ekonomi istri
dan membiarkan istri bekerja sendiri)
50
2.8. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.8.1. Defenisi Konsep
Istilah konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka peneliti harus
menegaskan dan membatasi arti konsep yang di teliti (Siagian, 2011: 136- 138).
Berikut ini adalah menjadi batasan konsep dalam penelitian, yaitu :
1. Pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara sadar
untuk meningkatkan pengetahuan seseorang dalam mencapai tujuan yang
diinginkan.
2. Sosial ekonomi adalah kedudukan seseorang dalam kelompok masyarakat
yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan. Dalam hal ini, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat
hidup sendiri dan pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam rangka
memenuhi kebutuhannya, sedangkan ekonomi berarti keluarga yang
membutuhkan peraturan dalam menata rumah tangga.
3.
Rumah tangga merupakan sekelompok orang yang tinggal bersama-sama
di suatu tempat tinggal dan berbagi dengan satu keluarga, dalam arti satukesatuan ekonomi.
4. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan tindakan kekerasan yang
dilakukan anggota keluarga yang menyebabkan dampak buruk bagi fisik,
psikologis, dan penelantaran rumah tangga.
5. Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun adalah
lokasi penelitian dilakukan.
51
2.8.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain defenisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang
ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006:46).
A. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas (X) adalah variabel atau sekelompok atribut yang
mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok atribut
lainnya (Siagian, 2011: 89). Adapun variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah
pendidikan dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga.
1. Indikator Pendidikan yaitu :
a. Tingkat SD : Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan sederajat.
b. Tingkat SMP : Pendidikan SMP umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP
Kejuruan dan sederajat.
c. Tingkat SM : Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah dan sederajat.
d. Tingkat Pendidikan Tinggi : Pendidikan Diploma I, II, III, IV dan
sederajat.
2. Indikator sosial ekonomi yaitu :
a. Pekerjaan suami/istri : Petani, Supir, Wiraswasta, PNS, Pedagang.
b. Penghasilan suami/istri : Rp. 500.000- 1.500.000, Rp 1.500.0002.500.000, Rp. 2.500.000-3.500.000.
c. Kondisi kepemilikan tanah : Sewa atau milik sendiri.
52
B. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat (y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Variabel utama atau variabel awal beranjaknya kajian melalui pelaksanaan penelitian
(Siagian, 2011: 90). Adapun variabel terikat (y) dalam penelitian ini yaitu tindakan
kekerasan dalam rumah tangga, dengan indikatornya sebagai berikut :
1. Kekerasan secara fisik
: Pembunuhan, Penganiayaan atau
pemerkosaan.
2. Kekerasan secara seksual
: Penghinaan, merendahkan harga diri istri dan
ancaman-ancaman perceraian.
3. Kekerasan secara psikologis
: Pemaksaan hubungan seksual, pengisolasian,
dan pemaksaan pelacuran.
4. Kekerasan Ekonomi
: Tidak memberi nafkah keluarga,
memanfaatkan ketergantungan istri untuk
mengontrol hidup istri, dan membiarkan istri
bekerja kemudian menguasai penghasilan
istri.
2.9. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan
yang masih belum sempurna. Pengertian secara luas yaitu sebagai kesimpulan
penelitian
yang
belum
sempurna,
sehingga
53
perlu
disempurnakan
dengan
membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian data di lapangan (Bungin,
2011: 85).
Berdasarkan pengertian di atas maka disimpulkan :
Ha
: Terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan
kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan
Kabupaten Simalungun.
Ho
:Tidak terdapat pengaruh pendidikan dan sosial ekonomi terhadap tindakan
kekerasan dalam rumah tangga di Desa Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan
Kabupaten Simalungun.
54