Analisis Multi Risiko DAS Comal

Oleh : NUR HAMID, dkk

I. LATAR BELAKANG

Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik ( physical systems ), sistem biologis ( biological systems ) dan sistem manusia ( human systems ). DAS sering didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU. No. 7 Tahun 2004). Pentingnya posisi DAS sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan dari hulu sampai hilir.

Peran DAS Comal sangat vital dalam menyangga kehidupan masyarakat di Jawa Tengah bagian tengah. DAS Comal merupakan DAS strategis sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti irigasi, industri dan lain-lain. DAS Comal memiliki luas 81.435,58 ha,meliputi 3 wilayah administrasi yaitu Kabupaten Tegal, Pemalang dan Pekalongan.Interaksi antara manusia dengan sumberdaya alam menciptakan karakteristik pada wilayah DAS dimana interaksi itu berlangsung. Karakteristik yang terbangun pada suatu DAS merupakan hasil perpaduan yang saling mempengaruhi antara sifat biofisik DAS dengan kultur sosial masyarakat. (BPDAS Pemali Jratun, 2013)

Bencana yang sering terjadi di DAS Comal adalah bencana banjir dan tanah longsor. Pengaturan tata air pada wilayah hulu masih belum optimal akibat gangguan fungsi masing-masing kawasan, terutama kondisi tutupan lahan dan drainase wilayahnya belum mampu mengendalikan banjir dan tanah longsor. Mengingat permasalahan yang terjadi dalam wilayah DAS Comal khususnya bencana banjir dan tanah longsor, perlu adanya analisis multirisiko bencana beserta manajemen risikonya.

II. NATURAL SYSTEM OBSERVATIONS

1. Kondisi Fisik Daerah Aliran Sungai (DAS)

(BPDAS Pemali Jratun, 2013) Daerah Aliran Sungai Comal merupakan suatu wilayah daratan di bagian utara Jawa Tengah yang dipisahkan oleh pemisah topografi berupa punggung bukit yang mengalirkan air hujan yang turun melalui sungai utama menuju Laut Jawa.

1) Letak DAS Comal terletak antara 109°11’29” - 109°38’27” BT dan 06°46’09” - 07°14’41” LS. Batas administrasi DAS Comal adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tegal serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batang.

Sedangkan batas DAS nya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan berbatasan dengan DAS Serayu, sebelah barat berbatasan dengan DAS Rambut serta sebelah timur berbatasan dengan DAS Sengkarang.

Gambar 1. Peta Wilayah DAS Comal

Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

2) Kondisi Geologi

Gambar 2. Peta Kondisi Geologi DAS Comal

Sumber : Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

3) Jenis Tanah Gambar 3. Jenis tanah

Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

4) Kemiringan Lereng atau Topografi Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng DAS Comal

Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

5) Sistem Lahan Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng DAS Comal

Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

6) Penutupan Lahan Gambar 6. Peta Penggunaan Lahan DAS Comal

Sumber : BPDAS Pemali Jratun, 2013

2. Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS)

Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Morfometri DAS Comal meliputi :

a. Sungai Utama Sungai utama dapat ditentukan sebagai berikut (Horton, 1945 dalam Rahman, 2011) :

 Dimulai dari alur sungai sebelum percabangan. Sungai utama adalah sungai yang menunjukkan arah yang sama atau hampir sama dengan

alur sungai sebelum mencapai titik percabangan, atau alur sungai yang membentuk sudut terkecil terhadap pelurusan alur sungai utama sebelum mencapai percabangan

 Apabila sungai bercabang dua dan membentuk sudut yang sama terhadap pelurusan alur sungai sebelum titik percabangan, maka alur

sungai yang terpanjang dipilih sebagai sungai utama. Sungai Utama DAS COMAL yaitu Kali Comal dengan panjang sungai 109,18 km. Dengan anak sungai yaitu Kali Layangan, Kali Wakung, Kali Polaga dan Kali Keruh.

b. Luas DAS Garis batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan membagi air hujan ke masing-masing DAS. Setelah diketahui batas DAS, maka akan dapat diukur luas DAS. DAS Comal memiliki luas 81.435,58 ha atau 814,3558 km², meliputi 3 wilayah administrasi yaitu Kabupaten Tegal, Pemalang dan Pekalongan.

Tabel 1. Luas DAS Comal berdasarkan wilayah administrasi

No

Jml. Kecamatan Jml. Desa 1 Tegal

Kabupaten

Luas (km²)

19 168 Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/

DAS Comal terbagi dalam sub DAS Comal Hilir, sub DAS Genteng, sub DAS Lomeneng, sub DAS Pulaga Sringseng dan Wakung/Comal Hulu.

Tabel 2. Luas DAS Comal berdasarkan sub DAS

No

Sub DAS

Luas (km²)

Persentase (%)

1 Comal Hilir

4 Pulaga Sringseng

5 Wakung/Comal Hulu

100,00 Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/

Sedangkan secara morfologi terbagi menjadi DAS bagian hulu seluas 661,4814 km², DAS bagian tengah seluas 33,5718 km² dan DAS bagian hilir seluas 119,3025 km². Sebagian besar DAS Comal merupakan DAS bagian hulu yang tentu saja pengelolaannya akan berpengaruh langsung terhadap wilayah-wilayah yang berada di bawahnya.

c. Panjang Alur Sungai Pengukuran panjang alur sungai berguna untuk menentukan kesepakatan alur dan nisbah panjang alur. Panjang alur sungai di DAS Comal adalah 897,57 km.

d. Panjang dan lebar DAS Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungai induk. Lebar DAS d. Panjang dan lebar DAS Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara sungai ke arah hulu sepanjang sungai induk. Sedangkan lebar DAS adalah perbandingan antara luas DAS dengan panjang sungai induk. Lebar DAS

W = A/Lb

W = lebar DAS (km)

A = luas DAS (km²) Lb = panjang sungai utama (km)

Panjang DAS Comal yaitu sama dengan panjang sungai induk (Kali Comal) 109,18 km. Sehingga dapat diketahui lebar tiap sub DAS berdasarkan perhitungan rumus diatas yaitu sebagai berikut :

Tabel 3. Lebar DAS Comal

Lebar DAS No

Luas

Panjang sungai

Sub DAS

(km²)

utama (km)

(km)

1 Comal Hilir

0,62 4 Pulaga Sringseng

0,86 Wakung/Comal

7,46 Sumber : Penulis

e. Keliling DAS Adalah panjang igir yang mengelilingi atau membatasi suatu DAS.

Tabel 4. Bentuk dan Keliling DAS Comal

Sub DAS

Bentuk

Keliling (Km)

Comal Hilir

12,3768 Pulaga Sringseng

Memanjang

17,5289 Wakung/Comal Hulu

Memanjang

Membulat

36,0075 Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/

Secara keseluruhan tinjauan bentuk DAS Comal hasil deliniasi catchment area menginformasikan bentuknya mendekati bentuk memanjang dengan keliling 114,3609 km.

f. Kemiringan atau gradien sungai Gradien atau kemiringan sungai yang merupakan perbandingan beda tinggi antara hulu dengan hilir dan panjang sungai induk. Kemiringan alur sungai merupakan parameter dimensional yang menggambarkan besarnya penurunan rerata tiap satuan jarak horizontal tertentu pada saluran sungai utama. Metode ini meliputi tahapan sebagai berikut :

1) Menentukan kemiringan alur, hal pertama harus diketahui adalah mengetahui profil sungai utamanya.

2) Selanjutnya dilakukan pengukuran ketinggian titik-titik sepanjang alur sungai utama yang ditentukan.

3) Dari data tersebut dibuat profil untuk menentukan ketinggian titik yang terletak pada jarak 0,10 lb sampai 0,85 lb diukur dari muara sungai sampai ke bagian hulu sungai.

4) Kemiringan alur sungai dapat ditentukan dengan menggunakan

10 slope factor ” dari Seyhan (1977) dengan rumus sebagai berikut :

m etode ” 85 –

Su = kemiringan alur sungai utama h10 = ketinggian titik yang terletak pada jarak 0,10 Lb h85 = ketinggian titik yang terletak pada jarak 0,85 Lb Lb = panjang alur sungai utama Sungai utama di DAS Comal adalah Kali Comal dengan panjang

sungai 109,18 km.

5) Jarak 0,10 lb = 10,918 km. Ketinggian titik yang berada 10,918 km dari hilir Kali Comal adalah 24 meter.

6) Jarak 0,85 lb = 92,803 km. Ketinggian titik yang berada 92,803 km dari hilir Kali Comal adalah 356 meter.

7) 0,75 lb = 81,885 km

Kemiringan alur sungai utama DAS Comal adalah 0,004 meter.

g. Orde dan tingkat percabangan sungai Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Orde sungai dapat ditentukan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidengger. Pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan dengan metode lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde g. Orde dan tingkat percabangan sungai Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Orde sungai dapat ditentukan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidengger. Pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan dengan metode lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde

Gambar 7. Penentuan alur sungai metode Strahler

Jumlah alur sungai suatu orde dapat ditentukan dari angka indeks percabangan sungai ( bifurcation ratio ) dengan persamaan berikut :

Perhitungan Rb biasanya dilakukan dalam unit Sub DAS atau sub- sub DAS. Untuk memperoleh nilai Rb dari keseluruhan DAS, maka digunakan tingkat percabangan Sungai Rerata Tertimbang ( weighted mean bifurcation ratio/WRb ), yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ;

Keterangan : Rb = indeks tingkat percabangan sungai Nu = jumlah alur sungai untuk orde ke-u Nu+1 = jumlah alur sungai untuk orde ke-(u+1)

Hasil persamaan tersebut dapat menyatakan keadaan sebagai berikut :

 Rb < 3  alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, sedangkan penurunannya berjalan lambat.

 Rb 3 – 5  alur sungai mempunyai kenaikan dan penurunan muka air banjir tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat

 Rb > 5  alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, demikian pula penurunannya akan berjalan dengan cepat.

Sumber : Penulis

Gambar 8. Orde DAS Comal

Dalam DAS Comal terdapat tujuh orde. Indeks tingkat percabangan rerata tertimbang sungai di DAS Comal dihitung berdasarkan rumus diatas adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Penghitungan tingkat percabangan rerata tertimbang DAS Comal

Orde u

N u +N u-1 Hasil -1

Jumlah Orde u (Nu)

N u /N u+1 (Rb)

-4 (3x4)

Orde u

N u +N u-1 Hasil -1

Jumlah Orde u (Nu)

N u /N u+1 (Rb)

2046,67 Sumber : Penulis

Tingkat percabangan rerata tertimbang sungai di DAS Comal adalah 16,11. Ini berarti alur sungai mempunyai kenaikan muka air banjir dengan cepat, demikian pula penurunannya akan berjalan dengan cepat.

h. Kerapatan sungai Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Kerapatan alur mencerminkan panjang sungai rerata dalam satu satuan luas tertentu. Kerapatan alur dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Dd = kerapatan alur (km/km²) Ln = total panjang alur (km)

A = luas DAS (km²) Indeks kerapatan aliran sungai diklasifikasikan sebagai berikut :

 Dd < 0,25 km/km²  rendah  Dd 0,25 – 10 km/km²  sedang  Dd 10 – 25 km/km²  tinggi  Dd > 25 km/km²  sangat tinggi

Dalam DAS Comal yang memiliki total panjang alur 897,57 km dan luas DAS 814,3558, maka kerapatan alirannya adalah 1,102 km/km². Kerapatan ini masuk dalam klasifikasi sedang.

Tabel 6. Indeks kerapatan aliran sungai

Dd Kelas

No (km/km 2 )

Alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras maka angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak, apabila kondisi lain yang mempengaruhinya sama

Sedang

Alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran akan lebih besar

Tinggi

Alur sungai melewati batuan dengan resistensi yang lunak sehingga angkutan sedimen yang terangkut aliran akan lebih besar

SangatTinggi

Alur sungai melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukkan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu daerah dengan

D drendah melewati batuan yang permeabilitas besar

i. Bentuk Daerah Aliran Sungai Pola sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan terpusat aliran. Bentuk DAS sulit untuk dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, bentuk DAS dapat didekati dengan nisbah kebulatan ( circularity ratio ) menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Rc = nisbah kebulatan

A = luas DAS (km²) P = keliling (perimeter) DAS (km)

Dalam DAS Comal yang memiliki luas DAS 814,3558 dan keliling 114,3609 km, maka nisbah kebulatannya adalah 0,7821. Jika nila Rc > 0,5 maka DAS berbentuk bulat, Rc < 0,5 DAS berbentuk memanjang. Dengan demikin DAS Comal bentuknya membulat.

Tabel 7. Bentuk kebulatan (circularity ratio/Rc)

Bentuk daerah aliran sungai membulat, debit puncak datangnya lama, begitu juga penurunannya

< 0,5 Bentuk daerah aliran sungai memanjang, debit puncak datangnya cepat, begitu juga penurunannya

3. Network Design

a. Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Comal

Gambar 9. Peta lokasi stasiun hujan di DAS Comal

Lokasi stasiun hujan di DAS Comal hanya ada 2 yaitu stasiun watukumpul yang terletak di hulu dengan ketinggian 415 mdpl dan nomor stasiun 33270401a. Sedangkan stasiun yang terletak di hilir adalah stasiun sokawati dengan ketinggian 24 mdpl dan nomor stasiun 33271087. Selain 2 stasiun tersebut, perlu penambahan stasiun yaitu di luar wilayah DAS Comal untuk mempermudah penentuan network design yaitu stasiun kajene dengan ketinggian 166 mdpl sebagai penyokong daerah tengah dan nomor stasiun 33270702a.

b. Stasiun AWLR

Pada DAS COMAL tidak terdapat stasiun AWLR, yang ada hanya pengukur debit sungai manual ( rain gauge ). Hal yang dapat dilakukan antara lain membangun stasiun AWLR sesuai karakteristik morfologi DAS.

Penempatan AWLR disesuakan dengan karakteristik morfologi DAS sehingga berdasarkan karakteristik DAS Comal, AWLR yang harus dipasang ada 6 yaitu :

1) bagian hulu DAS dipasang 4 AWLR yang masing-masing pemasangannya disesuaikan dengan arah aliran sungai

2) bagian tengah DAS dipasang 1 AWLR

3) bagian hilir DAS dipasang 1 AWLR

III. HAZARD POTENTIAL

1. Banjir Limpasan

Banjir ( flood ) adalah debit aliran air sungai yang secara relative lebih besar dari biasanya/normal akibat hujan yang turun di hulu atau disuatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Banjir merupakan suatu peristiwa alam biasa, kemudian menjadi suatu masalah apabila sudah mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia serta mengancam keselamatan. Dalam memformulasikan banjir, parameter-parameter yang terkait dibedakan antara karateristik potensi air banjir dan kerentanan daerah rawan banjir. Potensi banjir terkait dengan sumber (asal) penyebab air banjir itu terjadi dimana hal ini berkaitan dengan factor meterologis dan kerakteristik DAS-nya.

a. Debit banjir Metode rasional adalah metode yang digunakan untuk memperkirakan debit puncak ( peak discharge ). Jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc . Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada

sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak ( Qp ) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off coefficient (C) dengan nilai 0<=C<=1.

Qp = 0,2778 C . I . A

Keterangan: Q = debit banjir maksimum (m³/det)

C = koefisien pengaliran/limpasan

I = intensitashujan rata-rata (mm/jam)

A = luas daerah pengaliran (km²) Dalam menghitung debit banjir maka harus mengetahui beberapa hal, antara lain:

a) Menentukan koefisien pengaliran / limpasan (C)

Tabel 8. Koefisien Pengaliran tiap subdas pada DAS Comal

Tanah C

1 Comal Hilir

Pertanianlahankering Agakcuram

Sangatcuram Latosol 0.5

5 Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis

b) Menentukan intensitas curah hujan rata-rata (I) Bahwa intensitas hujan rata-rata di DAS Comal adalah 60 mm/jam

c) Menentukan luas daerah aliran sungai (A)

Tabel 9. Luas DAS Comal berdasarkan sub DAS

No

Sub DAS

Luas (km²)

Persentase (%)

1 Comal Hilir

5 Wakung/Comal Hulu

100,00 Sumber : Penulis

Jadi, untuk menentukan debit banjir adalah sebagai berikut : Tabel 10. Periode Ulang dan Peluang terjadinya banjir di DAS Comal

No Sub DAS

Konstanta

C A (km2)

Q (m³/det)

(mm/jam)

1 Comal Hilir

60 94,407 786,787938 5 Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penuli s

b. Probability of Accident Periode ulang adalah waktu yang dibutuhkan suatu peristiwa untuk mengalami suatu pengulangan. Probabilitas adalah indeks numerik risiko, merupakan ukuran dari kemungkinan bahwa peristiwa yang tidak diinginkan b. Probability of Accident Periode ulang adalah waktu yang dibutuhkan suatu peristiwa untuk mengalami suatu pengulangan. Probabilitas adalah indeks numerik risiko, merupakan ukuran dari kemungkinan bahwa peristiwa yang tidak diinginkan

Periode ulang banjir dan probabilitasnya dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : Tr = periode ulang banjir (returned period) n = jumlah data intensitas hujan yang dimiliki m = nomor urutan data P = probabilitas

Berikut adalah periode ulang banjir dan peluang terjadinya banjir di DAS Comal berdasarkan intensitas hujan pada tiga stasiun hujan yaitu Stasiun Sokawati, stasiun Kajene dan stasiun Watukumpul.

Tabel 11. Periode Ulang dan Peluang terjadinya banjir di DAS Comal

Intensitas Hujan (mm/jam) Returned Period (tahun) Probability m Sokawati Kajene Watukumpul

Sumber : Penulis

Intensitas hujan ekstrim tertinggi yang terjadi pada DAS Comal selama sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010 mencapai 352 mm/jam yang diukur dari stasiun Watukumpul. Stasiun Watukumpul terdapat pada daerah hulu DAS Comal dan berbentuk perbukitan sehingga curah hujannya sangat tinggi. Sedangkan untuk stasiun Kajene yang berada pada bagian tengah DAS Comal mencapai 224,50 mm/jam dan stasiun Sokawati yang berada Intensitas hujan ekstrim tertinggi yang terjadi pada DAS Comal selama sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010 mencapai 352 mm/jam yang diukur dari stasiun Watukumpul. Stasiun Watukumpul terdapat pada daerah hulu DAS Comal dan berbentuk perbukitan sehingga curah hujannya sangat tinggi. Sedangkan untuk stasiun Kajene yang berada pada bagian tengah DAS Comal mencapai 224,50 mm/jam dan stasiun Sokawati yang berada

Intensitas hujan ekstrim terendah yang diukur oleh stasiun Watukumpul sebesar 144,75 mm/jam, 115,25 mm/jam oleh stasiun Kajene dan 101 mm/jam oleh stasiun Sokawati. Ketiga intensitas hujan ini memiliki periode ulang setiap 1,1 tahun dengan peluang terjadi sebesar 91%.

c. Potensi Banjir Limpasan DAS COMAL DAS Comal memiliki potensi banjir limpasan tinggi terutama di daerah dengan topografi berat. Kelas limpasan ekstrim paling banyak dijumpai di Sub DAS Wakung (Comal Hulu), Sub DAS Genteng dan Sub DAS Pulaga Srengseng. Hal ini disebabkan karena kondisi alam di wilayah tersebut memiliki kemiringan lereng yang curam, kerapatan aliran yang rapat, kondisi tanah dengan infiltrasi lambat, serta ditambah dengan kondisi tutupan vegetasi yang jarang. Disamping itu curah hujan di DAS Comal juga termasuk tinggi yaitu mencapai 7000 mm pertahun dengan Tipe Iklim B yang artinya perbandingan antara bulan kering dan bulan basah lebih banyak bulan basahnya sehingga termasuk daerah basah.

Berikut adalah klasifikasi tingkat kerentanan banjir limpasan di DAS Comal yang dihitung berdasarkan luas daerah potensi banjir limpasan di masing-masing subdas.

Tabel 12. Klasifikasi tingkat banjir limpasan DAS Comal

SUBDAS Luas Daerah Potensi (Ha) Z-Score Klasifikasi

Comal Hilir

-1,27 RENDAH Genteng

0,66 TINGGI Pulaga Sringseng

-0,14 SEDANG Lomeneng

-0,53 RENDAH Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,44 – 1,28 SEDANG = -0,42 – 0,43 RENDAH = -1,27 – -0,41

Banjir limpasan erat kaitannya dengan kondisi penutupan lahan di bagian hulu. Namun, hal mendasar yang menjadi determinan kejadian bencana Banjir limpasan erat kaitannya dengan kondisi penutupan lahan di bagian hulu. Namun, hal mendasar yang menjadi determinan kejadian bencana

2. Banjir Genangan

Banjir genangan pada kelas sangat rawan paling banyak dijumpai di Sub DAS Comal Hilir. Kondisi alam di wilayah tersebut berpotensi untuk terjadinya banjir genangan khusunya di daerah hilir Sub DAS yang merupakan pertemuan antara anak sungai dengan sungai utama. Pada daerah pertemuan dua sungai bisa terjadi pertemuan aliran arus air yang mengakibatkan adanya perlambatan atau penahanan aliran air sehingga elevasi air pada daerah pertemuan tersebut bertambah melebihi tanggul palung sungainya sehingga menggenangi daerah sekitar.

Apabila sungai kecil bertemu dengan sungai yang lebih besar sering terjadi penahanan aliran air oleh aliran air sungai besar atau bahkan aliran air sungai besar masuk ke dalam sungai yang lebih kecil ( back water ) sehingga daya tampung palung sungai kecil tidakmuat dan mengakibatkan banjir di sekitarnya. Keberadaan meandering atau sungai yang berkelok-kelok atau bentuk seperti tapal kuda juga berpotensi untuk menghambat kecepatan aliran sungai sehingga mengidentifikasikan daerah rentan kebanjiran.

Proses banjir juga terjadi pada daerah muara sungai akibat aliran balik oleh adanya penahanan aliran air sungai dari air laut pasang. Demikian juga pada tempat penyempitan palung sungai,

adanya aliran air yang terhambat menjadikan daerah hulu titik tersebut rawan kebanjiran. Sedangkan Sub DAS yang tidak masuk daerah rawan banjir yaitu Sub DAS Pulaga Sringseng. Hal ini disebabkan karena sebagian wilayahnya berada di bagian hulu dengan kemiringan lereng didominasi oleh kelerengan diatas 25 %. Disamping itu masih memiliki tutupan vegetasinya yang cukup baik berupa hutan. Berikut adalah klasifikasi tingkat kerentanan banjir genangan di DAS Comal yang dihitung berdasarkan luas daerah potensi banjir genangan di masing-masing subdas.

Tabel 13. Klasifikasi tingkat banjir genangan DAS Comal

SUBDAS Luas Daerah Potensi (Ha) Z-Score Klasifikasi

Comal Hilir

1,72 TINGGI

SUBDAS Luas Daerah Potensi (Ha) Z-Score Klasifikasi

Genteng

-0,01 RENDAH Pulaga Sringseng

-0,69 RENDAH Lomeneng

-0,67 RENDAH Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,93 – 1,72 SEDANG = 0,12 – 0,92 RENDAH = -0,69 – 0,11

3. Longsor Lahan

Tanah longsor ( landslide ) merupakan salah satu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan masa tanahnya terjadi pada suatu saat secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus). Tanah longsor adalah salah satu bentuk dari gerakan masa tanah, batuan dan reruntuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur). Tanah longsor terjadi jika dipenuhi 3 keadaan yaitu lereng cukup curang, terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap air dan terdapat cukup air (dari hujan) dalam tanah di ata lapisan kedap (bidang luncur) sehingga tanah jenuh air. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah yang kemudian menjenuhi tanah sangat menentukan kestabilan lereng, yaitu melalui menurunnya ketahanan geser tanah yang jauh lebih besar daripada penurunan tekanan geser tanah, sehingga faktor keamanan lereng menurun tajam, menyebabkan lereng rawan longsor.

Berikut adalah klasifikasi tingkat kerentanan longsorlahan di DAS Comal yang dihitung berdasarkan luas daerah potensi banjir genangan di masing- masing subdas.

Tabel 14. Klasifikasi tingkat longsorlahan DAS Comal

SUBDAS Luas Daerah Potensi (Ha) Z-Score Klasifikasi

Comal Hilir

-0,76 RENDAH Genteng

1,57 TINGGI

SUBDAS Luas Daerah Potensi (Ha) Z-Score Klasifikasi

Pulaga Sringseng

-0,41 RENDAH Lomeneng

-0,80 RENDAH Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,81 – 1,57 SEDANG = 0,01 – 0,80 RENDAH = -0,80 – 0,00

Sub DAS yang tidak memiliki kerawanan longsor adalah Sub DAS Comal Hilir, Sub DAS Pulaga Srengseng dan Sub DAS Lomeneng. Jika dilihat tofografinya ketiga DAS ini berada di daerah hilir didominasi dengan kemiringan lereng dibawah 15%.

4. Integrated Hazard

Bencana yang terdapat di DAS Comal yaitu banjir limpasan, banjir genangan, dan longsorlahan. Ketiga bencana tersebut diintegrasi dan menghasilkan klasifikasi tingkat potensi bencana alam di DAS Comal. Berikut adalah integrasi tingkat kerawanan bencana alam di DAS Comal.

Tabel 15. Klasifikasi tingkat kerawanan masing-masing bencana di DAS Comal

Tingkat Kerawanan

SUBDAS

Banjir Limpasan

Banjir Genangan

Longsor Lahan

Comal Hilir

Rendah Genteng

Rendah

Tinggi

Tinggi Pulaga Srengseng

Tinggi

Rendah

Rendah Lomeneng

Sedang

Rendah

Rendah Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis

Tabel 16. Klasifikasi tingkat kerawanan integrated hazard di DAS Comal

Subdas

Rawan

Jumlah Klasifikasi

Banjir Limpasan

Banjir Genangan

Longsorlahan

Comal Hilir 1 3 1 5 SEDANG Genteng

3 1 3 7 TINGGI Pulaga Srengseng

2 1 1 4 RENDAH Lomeneng

1 1 1 3 RENDAH Wakung/Comal

3 1 2 6 SEDANG Hulu

Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 7

SEDANG = 5 - 6 RENDAH = 3 - 4

IV. ASSESS VULNERABILITY

1. Hazard Exposure (Kerentanan)

Kerentanan adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Faktor-faktor kerentanan sebagai berikut :

a. Kerentanan Sosial – Ekonomi Kerentanan sosial suatu wilayah terhadap bencana dapat ditunjukkan dengan jumlah penduduk untuk setiap satu kilometer persegi atau sering disebut kepadatan penduduk. Semakin tinggi angka kepadatan penduduk di suatu wilayah menyebabkan tingginya korban jiwa yang terancam terkena bencana dan sulitnya pelaksanaan evakuasi. Berikut adalah data kepadatan penduduk di Kabupaten Pemalang yang merupakan wilayah administrasi dari DAS Comal.

Tabel 17. Kepadatan Penduduk di DAS Comal

Kepadatan No.

Kecamatan Luas (km²) Penduduk

(jiwa/km²)

Sumber : http://pemalangkab.bps.go.id/

Kerentanan Ekonomi merupakan ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi bencana di wilayahnya dari segi pembiayaan. Kondisi ini Kerentanan Ekonomi merupakan ketidakmampuan masyarakat dalam menghadapi bencana di wilayahnya dari segi pembiayaan. Kondisi ini

Keluarga Prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB. Keluarga Sejahtera I adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. Berikut adalah data jumlah keluarga rentan bencana di Kabupaten Pemalang yang merupakan wilayah administrasi dari DAS Comal.

Tabel 18. Jumlah Keluarga Rentan Bencana di DAS Comal

No.

Kecamatan

Pra Sejahtera Sejahtera I Jumlah

Sumber : http://pemalangkab.bps.go.id/

Dari kedua data diatas, maka dapat diketahui klasifikasi kerentanan sosial- ekonomi untuk masing-masing subdas di DAS Comal. Klasifikasi tersebut ditentukan berdasarkan penghitungan Z-Score.

Hasil Z-Score yang diperoleh dapat dibuat rentang untuk menentukan klasifikasi Tinggi, Sedang, atau Rendah. Tabel 19. Klasifikasi Kerentanan Sosial-Ekonomi DAS Comal

No. Sub DAS Kecamatan

Kerentanan

Z-Score

Jumlah Klasifikasi

1 Wakung/ Moga

-0,21 RENDAH Comal

Pulosari Hulu Belik

2 Lomeneng Bantarbolang

-0,43 RENDAH Randudongkol 3 Pulaga

-1,75 RENDAH Srengseng 4 Genteng

-0,96 RENDAH Warungpring 5 Comal

3,36 TINGGI Hilir

Taman Petarukan Ampelgading Comal Ulujami

Sumber : Penulis

Rentang Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 1,67 – 3,36 SEDANG = -0,04 – 1,66 RENDAH = -1,75 – -0,05

b. Kerentanan Fisik Lingkungan Kerentanan fisik lingkungan suatu wilayah terhadap bencana dapat dilihat berdasarkan jenis batuan, jenis tanah, kemiringan lereng/topografi, bentuk lahan dan penggunaan lahannya. DAS Comal memiliki potensi bencana banjir dan longsorlahan, berikut adalah kondisi kerentanan fisik lingkungan DAS Comal terhadap potensi kedua bencana tersebut. Klasifikasi kerentanan fisik lingkungan untuk masing-masing subdas di DAS Comal ditentukan berdasarkan penghitungan Z-Score. Hasil Z-Score yang diperoleh dapat dibuat rentang untuk menentukan klasifikasi Tinggi, Sedang, atau Rendah.

1) Jenis batuan Bentuk geologi DAS Comal tersusun atas 3 formasi geologi dominan yaitu alluvium, andesit/basal , dan sandstone-mudstone. Dari ketiga formasi tersebut, yang paling luas terdapat di DAS Comal adalah sandstone-mudstone , khususnya di bagian sub DAS Wakung atau Comal Hulu. Berikut adalah luasan DAS Comal berdasarkan jenis batuan yang menyusun :

Tabel 20. Luasan berdasarkan Kondisi Geologi DAS Comal

No Sub DAS Jumlah

Kondisi Geologi (Ha)

Sandstone, Mudstone (Ha) 1 Comal Hilir

Alluvium

Andesit/ Basal

4 Pulaga Sringseng

5 Wakung/Comal Hulu

Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/

Batuan aluvial merupakan batuan yang terdapat pada sekitar sungai. Batuan ini rentan pada bencana banjir. Sedangkan batuan pasir dan batuan lempung, memilki porositas yang besar serta materialnya tidak padu sehingga rentan terhadap bencana longsorlahan.

Tabel 21. Kerentanan DAS Comal terhadap bencana banjir dan longsor lahan

berdasarkan jenis batuan

Batuan Aluvial, sandstone

No

Sub DAS

dan mudstone

Z-Score

Klasifikasi

1 Comal Hilir

1,30 TINGGI 2 Genteng

RENDAH 3 Lomeneng

RENDAH 4 Pulaga Sringseng

RENDAH 5 Wakung/Comal Hulu

0,79 TINGGI Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,53 – 1,30 SEDANG = -0,26 – 0,52 RENDAH = -1,04 – -0,27

2) Jenis Tanah Jenis tanah yang ada pada DAS Comal adalah alluvial , grumusol , dan latosol . Tanah alluvium recent terbatas pada daerah-daerah endapan bahan-bahan alluvial yang aktif maupun baru ( recent ), bekas banjir. Tanah alluvial agak tua tersebar meliputi daerah dataran alluvial (alluvial cover plain ) yang sangat luas dan merupakan bentang lahan antara alluvium recent dan teras-teras atau dataran-dataran tinggi yang lebih tua. Tanah yang terdapat di daerah dataran banjir kebanyakan terbentuk oleh endapan alluvial holocene .

Tabel 22. Luasan berdasarkan Jenis Tanah DAS Comal Jenis Tanah

No Sub DAS Luas (Ha)

Aluvial

Grumusol

Latosol

Jenis Tanah

No Sub DAS Luas (Ha)

1 Comal Hilir

4 Pulaga Sringseng

5 Wakung/Comal Hulu

Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/ Tanah aluvial berada pada sekitar sungai sehingga disebut dataran banjir karena rentan terhadap bencana banjir. Tanah grumusol merupakan tanah yang mengandung liat berwarna kecoklatan dan terbentuk didaerah bergelombang sehingga rawan terhadap bencana longsorlahan.

Tabel 23. Kerentanan DAS Comal terhadapbencana banjir dan longsorlahan berdasarkan jenis tanah

No

Sub DAS

Tanah Alluvial dan Grumusol

Z-Score

Klasifikasi

1 Comal Hilir

4 Pulaga Sringseng

5 Wakung/Comal Hulu

RENDAH Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,95 – 1,76 SEDANG = 0,13 – 0,94 RENDAH = -0,70 – 0,12

3) Kemiringan Lereng atau Topografi DAS Comal memiliki topografi berbukit pada bagian hulu dan datar

pada bagian hilirnya. Berikut adalah data rinci luasan DAS Comal berdasarkan kemiringan lereng atau topografinya :

Tabel 24. Luasan berdasarkan Kemiringan Lereng Tanah DAS Comal Kelas Lereng (Ha)

I (0-8

II (8-15 %)

III (15-25

IV (25-

V (> 40

Jumlah No

1 Comal Hilir

2 Genteng

3 Lomeneng

4 Pulaga

Sringseng

Kelas Lereng (Ha)

I (0-8

II (8-15 %)

III (15-25

IV (25-

V (> 40

Jumlah No

5 Wakung/Comal 6.006,91

Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/ Kondisi kemiringan lereng atau topografi merupakan kerentanan suatu wilayah akan bencana tanah longsor. Topografi >40% sangat rentan terjadi longsor, 15% - 40% rentan terhadap longsor, dan 0 – 15% kurang rentan terhadap longsor (Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor). Berdasarkan pedoman tersebut dan kondisi di lapangan DAS Comal, maka berikut adalah tabel kerentanan DAS Comal berdasarkan kemiringan lereng atau topografinya :

Tabel 25. Kerentanan DAS Comal terhadapbencana longsorlahan berdasarkan kemiringan lereng atau topografi

1 Comal Hilir

4 Pulaga Sringseng

5 Wakung/Comal Hulu

Sumber : Penulis Klasifikasi Z-Score :

TINGGI = 0,29 – 1,08 SEDANG = -0,52 – 0,28 RENDAH = -1,34 – -0,53

4) Sistem Lahan Sistem lahan di DAS Comal didominasi oleh dataran yang tidak lebih dari 500 mdpl dengan kemiringan berkisar antara 0 - >40 %. Bentuk lahan di DAS Comal merupakan ciri dari sungai-sungai besar di Jawa dengan Comalkaian vulkano yang terjal membentuk dataran teringgi dari DAS bagian hulu, bukit-bukit sedimentary dan dataran alluvial yang luas dan dataran pantai alluviomarine yang membentuk sebagian DAS bagian hilir.

Sistem bentang lahan berbukit terbentuk oleh lereng-lereng yang kompak dengan kemiringan 8 –25% dan dipisahkan oleh lembah-lembah Sistem bentang lahan berbukit terbentuk oleh lereng-lereng yang kompak dengan kemiringan 8 –25% dan dipisahkan oleh lembah-lembah

berbentuk “V” dan memotong lembah. Diantara bukit-bukit sedimentari terletak dataran alluvial sungai Comal beserta anak-anak sungai utama, dataran banjir merupakan bentuk tampungan alluvial (alluvial basin) yang luas yang menyusun dataran rendah dan tergolong baru serta agak lama (recent and subrecent). Daerah peralihan antara dataran banjir dan dataran tinggi dicirikan oleh beberapa tingkat teras sub recent sampai teras alluvial tua. Teras ini dicerminkan oleh relief yang rendah dan topografi yang datar dengan kemiringan < 2 %.

Tabel 26. Luasan berdasarkan Sistem Lahan Tanah DAS Comal

Sistem Lahan (Ha)

1 Comal Hilir

Sringseng 5 Wakung/Comal

Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/ Dataran penutup alluvial merupakan unit terrain utama dari dataran banjir dicirikan oleh wilayah agak rata dengan kemiringan topografinya jarang melebihi 1 – 2%. Pada bagian-bagian hamparan yang rendah dari penutupan biasanya terletak berdekatan dengan sungai Comal dan merupakan daerah banjir tahunan serta pengendapan. Berikut adalah kerentanan fisik lingkungan DAS Comal terhadap bencana banjir yang ditunjukkan dengan luasan dataran banjirnya (dataran dan dataran aluvial yang sering tergenang banjir).

Tabel 27. Kerentanan DAS Comal terhadap bencana banjir berdasarkan luasan dataran

Dataran Banjir

Z-Score

Klasifikasi

1 Comal Hilir

1,29 TINGGI 2 Genteng

-0,36 RENDAH 3 Lomeneng

-0,82 RENDAH 4 Pulaga Sringseng

-0,92 RENDAH

No

Sub DAS

Dataran Banjir

Z-Score

Klasifikasi

5 Wakung/Comal Hulu

TINGGI Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI

= -0,92 – -0,19

5) Penutupan Lahan Penutupan lahan ( land cover ) adalah bentuk penutupan lahan oleh vegetasi penutup yang dominan. Penutupan lahan pada wilayah DAS Comal terbagi menjadi hutan lahan kering, hutan tanaman, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah serta tubuh air. Wilayah DAS Comal sebagian besar merupakan pertanian lahan kering. Hutan Tanaman di wilayah DAS Comal sebagian besar merupakan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani. Penutupan lahan pemukiman termasuk pekarangan tersebar pada semua wilayah Sub DAS, mulai dari wilayah hulu hingga hilir.

Wilayah DAS Comal bagian hilir dicirikan oleh penutupan lahan pemukiman/pekarangan yang hampir semuanya berada pada pusat-pusat pertumbuhan yang ditandai oleh adanya kondisi ruang terbuka hijaunya semakin sempit atau hampir tidak ada. Pada wilayah ini sebagian besar bentuk drainage- nya sangat buruk sehingga sangat besar kemungkinannya terjadi air menggenang pada areal-areal tertentu. Penutupan pertanian lahan kering dan semak merupakan bentuk tegalan yang tidak dipelihara secara intensif sedangkan pertanian lahan kering merupakan bentuk tegalan yang dipelihara secara intensif.

Tabel 28. Luasan berdasarkan Penutupan Lahan Tanah DAS Comal

Penggunaan Lahan (Ha)

Tubuh (Ha) Air

Hilir 5 2 2 Genteng

g 4 Pulaga

Sringseng 5 Wakung/

Comal

Penggunaan Lahan (Ha)

Tubuh (Ha) Air

2 8 5 3 2 Keterangan : - PLK = Pertanian Lahan Kering

- HT

= Hutan Tanaman

- TT

= Tanah Terbuka - HLK = Hutan Lahan Kering - PMK = Pemukiman

Sumber : http://www.bpdas-pemalijratun.net/ Penutupan lahan pada permukiman mempunyai ruang terbuka hijau atau vegetasi penutup lahan yang sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh kondisi pemukiman yang sangat padat sehingga sangat kecil kemungkinan tersedianya areal vegetasi penutup lahan. Kondisi pemukiman yang ada pada Sub DAS Comal Hilir dan Comal Hulu sungguh terdapat pusat-pusat pertumbuhan penduduk yang berdampak terhadap konsentrasi-konsentrasi pemukiman yang sulit terkendali. Kondisi permukiman ini merupakan kerentanan fisik lingkungan DAS Comal terhadap bencana banjir maupun longsorlahan.

Tabel 29. Kerentanan DAS Comal terhadap bencana banjir dan longsor berdasarkan luasan permukiman

No

Sub DAS

Permukiman Z-Score

Klasifikasi

1 Comal Hilir

4 Pulaga Sringseng

0 -0,59

RENDAH

5 Wakung/Comal Hulu

RENDAH Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 0,99 – 1,77 SEDANG = 0,21 – 0,98 RENDAH = -0,59 – 0,20

Dari klasifikasi kerentanan kelima kondisi fisik lingkungan di DAS Comal pada setiap subdas, maka dapat diketahui kerentanan totalnya.

Tabel 30. Kerentanan Fisik Lingkungan DAS Comal

Bentuk Penggunaan No

Lahan Lahan

1 Comal Hilir

TINGGI TINGGI 2 Genteng

RENDAH RENDAH 3 Lomeneng

RENDAH RENDAH 4 Pulaga Sringseng

RENDAH RENDAH 5 Wakung/Comal Hulu

TINGGI RENDAH Sumber : Penulis

Tabel 31. Klasifikasi Kerentanan Fisik Lingkungan DAS Comal

No Sub DAS

Penggunaan Total KLASIFIKASI Batuan

1 Comal Hilir 3 3 1 3 3 13 TINGGI 2 Genteng

1 1 3 1 1 7 SEDANG 3 Lomeneng

1 1 1 1 1 5 RENDAH 4 Pulaga

1 1 3 1 1 7 SEDANG Sringseng 5 Wakung/Comal

3 1 3 3 1 11 SEDANG Hulu Sumber : Penulis

Klasifikasi Z-Score : TINGGI = 13 – 15 SEDANG = 9 – 12 RENDAH = 5 –8

c. Kerentanan Gabungan Kerentanan gabungan merupakan tingkat kerentanan sosial-ekonomi dan fisik lingkungan yang telah diintegrasi dan menghasilkan klasifikasi tingkat kerentanan DAS Comal.

Tabel 32. Kerentanan DAS Comal

Tingkat Kerawanan SUBDAS

Sosial Ekonomi

Fisik Lingkungan

Comal Hilir

Pulaga Sringseng

Wakung/Comal Hulu

Rendah

Sedang Sumber : Penulis

Tabel 33. Klasifikasi Kerentanan DAS Comal

SUBDAS

Tingkat Kerawanana

Jumlah Klasifikasi

Sosial Ekonomi

Fisik Lingkungan

Comal Hilir 3 3 6 TINGGI Genteng

1 2 3 RENDAH Pulaga Sringseng

1 1 2 RENDAH Lomeneng

1 2 3 RENDAH Wakung/Comal Hulu

1 2 3 RENDAH Sumber : Penulis

Klasifikasi: TINGGI = 6 SEDANG = 4 – 5 RENDAH = 2 –3

2. Coping Capacity (Kapasitas)

Kapasitas atau kemampuan yaitu kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap siaga, menanggapi dengan cepat atau segera pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.

1) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pemalang

2) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai PEMALI-JRATUN Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Pemali Jratun merupakan Unit Pelaksana teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (BPDAS PS) Kementerian Kehutanan. BPDAS Pemali Jratun bertugas melaksanakan pembangunan sektor kehutanan khususnya yeng berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun menangani wilayah DAS yang berada di Jawa Tengah dengan muara sungai Laut Jawa (Pantai Utara Jawa Tengah) yang berkedudukan di Semarang.

V. RISK ASSESSMENT

Risiko ( risk ) adalah probabilitas timbulnya konsekuensi yang merusak atau kerugian yang sudah diperkirakan (hilangnya nyawa, cederanya orang-orang, terganggunya harta benda, penghidupan dan aktivitas ekonomi, atau rusaknya lingkungan) yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara bahaya yang ditimbulkan alam atau diakibatkan manusia serta kondisi yang rentan.

Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana. Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity) adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana.

Dalam DAS Comal, kapasitas yang dimiliki adalah kelembagaan pengelolaan DAS Comal, dimana dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jratun.

Risiko Bencana = f (Ancaman) x f (Kerentanan)

f (Kapasitas)

Tabel 34. Klasifikasi Risiko Bencana DAS Comal

Risiko Klasifikasi

Klasifikasi Score

3 6 TINGGI Genteng

Comal Hilir

Sedang

2 Tinggi

1 3 SEDANG Pulaga Sringseng Rendah

Tinggi

3 Rendah

1 1 RENDAH Lomeneng

1 Rendah

1 1 RENDAH Wakung/Comal

Rendah

1 Rendah

1 2 RENDAH Hulu

Sedang

2 Rendah

Sumber : Penulis

Klasifikasi: TINGGI = 5-6 SEDANG = 3 - 4 RENDAH = 1 - 2

VI. PLANNING AND MITIGATION MEASURES

1. Mitigasi Banjir

a. Upaya Mitigasi Non Struktural (Bakornas PB, 2007)

o Pembentukan Kelompok Kerja yang beranggotakan dinas‐instansi o Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana dan sarana

pengendalian banjir sehingga dapat berfungsi sebagaimana direnca nakan.

o Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain yang diperlukan untuk meramalkan

kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta daerah yang rawan banjir.

o Menyiapkan peta daerah rawan banjir dilengkapi dengan rute pengungsian, lokasi pengungsian sementara, lokasi POSKO, dan

lokasi pos pengamat debit banjir/ketinggian muka air banjir di sungai penyebab banjir.

o Mengecek dan menguji sarana sistim peringatan dini yang ada dan mengambil

memeliharanya dan membentuknya jika belum tersedia dengan sarana yang paling sederhana sekalipun.

langkah ‐langkah

untuk

o Perencanaan dan penyiapan SOP ( Standard

Operation Procedure )/Prosedur Operasi Standar untuk kegiatan/tahap tanggap

o Pelaksanaan Sistem Informasi Banjir, dengan diseminasi langsung kepada masyarakat

o Membentuk jaringan lintas instansi/sektor dan LSM yang bergerak dibidang kepedulian terhadap bencana serta dengan media masa

baik cetak maupun elektronik o Melaksanakan pendidikan masyarakat atas pemetaan ancaman

banjir dan risiko yang terkait serta penggunaan material bangunan yang tahan air/banjir.

b. Upaya Mitigasi Struktural (Bakornas PB, 2007) o Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai akan

sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir pada tingkat debit banjir yang direncanakan.

o Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir.

Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air dan debit aliran air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan reboisasi dan pembangunan system peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.

o Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan dapat membantu

mengurangi terjadinya banjir. Menurut Dooley (1996) Manajemen resiko banjir meliputi :

a) Pengaturan ruang : o Memetakan daerah rawan banjir, menghindarkan pembangunan dari

daerah rawan banjir (kecuali untuk taman/fasilitas olah raga), dan dilanjutkan dengan control penggunaan lahan.

o Diversifikasi produk pertanian seperti penanaman tanaman pangan yang tahan banjir atau menyesuaikan musim tanam.

o Menghutankan kembali dan mengatur tanah endapan karena banjir. o Menyediakan rute evakuasi apabila banjir.

b) Sistem informasi dan keteknikan : o Melengkapi sistem peringatan dan deteksi/ peramalan banjir. Ada

beberapa pilihan dari yang sederhana, yakni melibatkan petugas/relawan pengamat curah hujan dan batas air sungai, hingga yang canggih dengan alat pengukur curah hujan dan model terkomputerisasi, misalnya ALERT (evaluasi lokal otomatis saat kejadian).

o Menggunakan radio, televisi, dan sirine untuk menyebarkan peringatan. o Perlindungan vegetasi dari kebakaran dan dari penggembalaan yang

terlalu banyak. o Relokasi elemen yang menyumbat jalan banjir, termasuk pembersihan

sedimen dan puing-puing dari sungai.

o Pembelokan banjir, meliputi tanggul dan bendungan. Karena tanggul/bendungan cenderung jebol dan dapat dihancurkan oleh gempa,

maka harus direkayasa untuk mengantisipasi tingkat arus air maksimum. o Menggunakan rancangan bangunan tahan banjir, misalnya menaikan

lantai/ruangan di atas batas banjir (konstruksi rumah panggung), bangunan dimundurkan dari perairan, lahan yang mengelilingi bangunan dilindungi dari erosi. Dasar sungai distabilkan dengan bangunan konstruksi dari batu atau vegetasi, terutama yang berada dekat jembatan.

o Peraturan tentang material bangunan yang menghindari bangunan dari kayu dan yang berkerangka ringan pada zona tertentu.

o Pembangunan area yang ditinggikan atau bangunan untuk penampungan jika evakuasi tidak memungkinkan.

c) Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat melalui program peningkatan kesadaran umum, yang memuat substansi berikut :

o Penjelasan fungsi dataran banjir, lokasi dataran banjir lokal, dan pola drainase.

o Identifikasi bahaya banjir dan tanda-tanda peringatan. o Mendorong orang untuk membuat barang-barang mereka tahan banjir

dan menyusun rencana penyelamatan diri. o Penjelasan rencana evakuasi dan system peringatan, serta aktivitas

pascabencana. o Menumbuhkan tanggung jawab pribadi untuk mencegah banjir dalam

praktik kehidupan sehari-hari (praktik pertanian yang sesuai, pencegahan penggundulan hutan, dan mengelola saluran drainase).

d) Kelembagaan : Memberikan insentif (subsidi, potongan pajak, pinjaman) untuk mengarahkan pembangunan ke lokasi yang aman.

Mitigasi yang sesuai dengan kondisi DAS Comal :

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63