Mitigasi Longsor Lahan
2. Mitigasi Longsor Lahan
(Bakornas PB, 2007) o Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan
fasilitas utama lainnya. o Mengurangi tingkat keterjalan lereng. o Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air
permukaan maupun air o Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling. o Terasering dengan system drainase yang tepat
o Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebi
dari 40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman – tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
o Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.
o Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
o Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
o Stabilisasi lereng dengan pembuatan teras dan penghijauan. o Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall). o Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk
secara cepat kedalam tanah. Menurut Karnawati (2005) Manajemen risiko longsor meliputi :
a) Pengaturan ruang : o Identifikasi daerah rawan longsor, yaitu area yang rawan getaran bumi
dan gempa bumi; area pegunungan, terutama dengan kemiringan lereng yang curam; area dengan degradasi lahan yang parah; area yang tertutup butir-butir pasir yang lembut; dan area dengan curah hujan tinggi.
o Mengarahkan pembangunan pada tanah yang stabil. Daerah yang rawan longsor diarahkan sebagai ruang terbuka hijau.
o Mengatur vegetasi seperti berikut : - Vegetasi lokal, dengan sifat berakar dalam, bertajuk ringan, cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas (lamtoro, pete),
membatasi sawah dan kolam pada daerah rawan longsor. - Penanaman dalbergia sp (sonokeling, sono siso), gliricidae, dan kaliandra pada daerah tebing. - Penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla (mahoni), albisia dan bambu pada kaki lereng. - Gully plug dengan bambu apus yang ditanam pada alur-alur erosi mengikuti kontur dengan jarak 0,3 x 0,3 meter.
b) Keteknikan : o Melakukan perbaikan drainase tanah, seperti perbaikan sistem drainase,
hydroseeding, dan soil nailing. Penentuan pilihan disesuaikan ketersediaan anggaran.
o Melakukan pekerjaan struktural, seperti rock netting, shotcrete, block pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall, dan installation of geotextile, sesuai ketersediaan anggaran.
c) Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat : c) Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat :
daerah yang tidak stabil, menghindari bermukim di daerah tersebut. o Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang aktivitas yang diperlukan/
dihindari pada daerah rawan longsor melalui brosur/poster
d) Kelembagaan : o Mengontrol daerah rawan longsor yang dikaitkan dengan peraturan
konservasi, perbaikan sungai, kontrol erosi, perawatan pertanian dan hutan
o Memonitor daerah rawan longsor, melalui observasi lapangan dan inklinometer (alat pengukur sudut), meteran getaran, dan dilengkapi
media, sirine, atau system informasi yang luas jangkauannya. Sistem monitoring dan peringatan harus memastikan penduduk selalu waspada saat hujan deras dan air tanah meningkat.
Mitigasi yang sesuai dengan kondisi DAS Comal :
Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetatif harus dipilahkan antara bagian kaki, bagian tengah, dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman maupun bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain: jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah, dan bobot biomassanya ringan. Pada lahan yang rawan longsor, kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng, tengah dan. Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman penutup tanah ( cover crop ) dengan drainase baik, seperti pola agroforestry. Pada bagian tengah dan atas lereng diupayakan perbaikan sistim drainase (internal dan eksternal) yang baik sehingga air yang masuk ke dalam tanah tidak terlalu besar, agar tingkat kejenuhan air pada tanah yang berada di atas lapisan kedap (bidang gelincir) bisa dikurangi bebannya.
Upaya pengendalian tanah longsor metode teknik sipil antara lain berupa pengurugan/penutupan rekahan, reshaping lereng, bronjong kawat, perbaikan drainase, baik drainase permukaan seperti saluran pembuangan air ( waterway ) maupun drainase bawah tanah. Untuk mengurangi aliran air (drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara mengalirkan air secara horizontal melalui
terowongan air seperti paritan ( trench ) dan sulingan (pipa perforasi). Arahan teknik pengendalian tanah longsor dalam berbagai tingkatan kelongsoran dan penggunaan lahan. Pendekatan pengendalian tanah longsor berbeda dengan pengendalian erosi permukaan, bahkan bertolak belakang. Pada pengendalian tanah longsor diupayakan agar air tidak terlalu banyak masuk ke dalam tanah yang bisa menjenuhi ruang antara lapisan kedap air dan lapisan tanah, sedangkan pada pengendalian erosi permukaan air hujan diupayakan masuk ke dalam tanah sebanyak mungkin sehingga energy pengikisan dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dapat diminimalkan. Dengan demikian tindakan mitigasi tanah longsor harus lebih hati-hati apabila pada tempat yang sama juga mengalami degradasi akibat erosi permukaan. Pengendalian erosi permukaan mengupayakan agar air hujan dimasukkan ke dalam tanah sebanyak mungkin, sebaliknya pengendalian tanah longsor dilakukan dengan memperkecil air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga tidak menjenuhi lapisan tanah yang berada di atas batuan kedap air.