ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK GOLDMANN. docx

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK GOLDMANN DALAM CERPEN
“BEAUTIFULL” KARYA NAWAL AL SA’DAWI
makalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori dan Aplikasi
Sastra I
Dosen Pengampu :
Yulia Nasrul Latifi, S.Ag, M.Hum

Disusun Oleh Kelompok 5
:
Ketua
Anggota

:
1211007
2
:
Hanan
Yusuf
1211007
Assadzaly
3

:
Shohibul Hidayat
1211008
7
:
Imalatus Syarifah
1211009
8
:
Kholifuddin Alsyah
1211008
2
Arof Nuryadi

:

Tugas
Individu

:


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA
ARAB
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

A. Pendahuluan
Sastra adalah jalan ke empat menuju ke kebenaran setelah jalan agama, jalan filsafat,
dan jalan ilmu pengetahuan, ( Andries Teeuw ). Dengan adanya pendefinisian dari Teeuw
tersebut sangat jelas peran sastra dalam kehidupan. Ia merupakan jalan terang yang dapat
membawa manusia menuju ke kebenaran.
Sastra bukanlah seperti Al Quran yang diciptakan langsung oleh Tuhan. Sastra
diciptakan oleh manusia biasa yang hidup dalam ruang dan waktu. Manusia yang
menciptakan sastra bukanlah manusia sempurna apalagi layaknya malaikat yang turun dari
langit. Selayaknya sebuah karya cipta manusia maka dibutuhkan cara agar dapat memahami
sastra secara utuh.
Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog

Rumania-Perancis. Teori ini dikemukakannya pada tahun 1956 dengan terbitnya buku The
Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and the tragedies of Racine.
Teori dan pendekatan yang dimunculkannya ini dikembangkan sebagai sintesis atas
pemikiran Jean Piaget, Geogre Lukacs, dan Karl Marx.
Menurut Faruk (2003: 12) Goldmann percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah
struktur. Artinya, ia tidak berdiri sendiri, melainkan banyak hal yang menyokongnya sehingga
ia menjadi satu bangunan yang otonom. Akan tetapi, Goldmann tidak secara langsung
menghubungkan antara teks sastra dengan struktur sosial yang menghasilkannya, melainkan

mengaitkannya terlebih dahulu dengan kelas sosial dominan. Sebab, struktur itu bukanlah
sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari sejarah yan terus berlangsung, proses
strukturisasi dan destrukturisasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal teks sastra
yang bersangkutan. Strukturalisme genetik mencoba mengkaitkan antara teks sastra,
penulis, pembaca (dalam rangka komunikasi sastra), dan struktur sosial.
Fungsi utama sastra menurut Nawal adalah sebagai sarana kritik. Di samping wujud
ekspresi dan kreasi (al-ibdâ’). Sastra harus mampu mengkritisi semuanya, terutama agama
dan politik. Agama tidak boleh membatasi karya sastra. Dan agama harus mengabdi pada
sastra, bukan sebaliknya. Anda tahu, negara-negara Barat saat ini maju karena mengabdikan
agama untuk ilmu, bukan seperti di negara-negara Timur yang menjadikan segalanya untuk
mengabdi pada agama.1

Dari fungsi sastra yang dikemukakan Nawal tersebut sangat jelas tergambar bahwa
karya sastranya sarat akan kritik. Maka tidak heran jika semua buku – bukunya laris
dipasaran dan menjadi bacaan wajib bagi para pemikir di dunia terutama bagi mereka yang
konsen dalam bidang feminisme.
Nawal El Saadawi lahir pada 27 0ktober 1931 di Kafr Tahla, sebuah desa kecil di luar
Kairo. El Sa’adawi dibesarkan dalam keluarga besar dengan delapan bersaudara. Keluarganya
relatif tradisional, religius, dan hidup berkembang dalam kondisi negara yang berada dalam
tekanan kolonial. Ia termasuk penulis yang produktif. Karyanya telah mencapai 40 dalam
bentuk fiksi dan non fiksi yang telah diterjemahkan lebih dari 12 bahasa didunia, termasuk
indonesia.
B. Teori Strukturalisme Genetik Goldmann
Goldmann menyebut teorinya sebagai strukturalisme genetic. Menurutnya, karya sastra
adalah sebuah struktur yang tidak statis, akan tetapi struktur dinamis karena merupakan
produk dari sebuah proses sejarah yang terus berlangsung yang hidup dan dihayati oleh
masyarakat asal karya tersebut.
Berkitan dengan teorinya tersebut, Goldmann membangun beberapa kategori yang
saling berkaitan satu sama lain, yaitu : fakta kemanusiaan, subjek kolektif, strukturasi,
pandangan dunia, pemahaman dan penjelasan.
1 http://jasa-cetakan.blogspot.sg/2009/05/tuhan-tidak-keluar-dari-percetakan.html


1. Fakta kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia, baik yang verbal
maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan (Faruk, 1999b:12). Aktivitas
atau perilaku manusia harus menyesuaikan kehidupan dengan lingkungan sekitar. Individuindividu berkumpul membentuk suatu kelompok masyarakat. Dengan kelompok masyarakat
manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk beradabtasi dengan lingkungan.
Goldmann menganggap bahwa semua fakta kemanusiaan merupakan suatu struktur
yang berarti yang memiliki struktur tertentu dan arti tertentu. Fakta kemanusiaan
mempunyai arti karena merupakan respon-respon dari subjek kolektif atau individual. Fakta
tersebut merupakan hasil usaha manusia mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam
hubungannya dengan dunia sekitarnya.
2. Subjek kolektif
Subjek kolektif merupakan bagian dari fakta kemanusiaan selain subjek individual. Fakta
kemanusiaan muncul karena aktivitas manusia sebagai subjek. Pengarang adalah subjek
yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Oleh karenanya di dalam masyarakat terdapat
fakta kemanusiaan. Subjek fakta kemanusiaan dibedakan menjadi dua, yaitu subjek
individual dan subjek kolektif/subjek fakta sosial (historis).
Revolusi sosial, politik, ekonomi, dan karya-karya kultural yang besar merupakan fakta
sosial (historis). Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya.
Yang dapat menciptakannya hanya subjek trans-individual
Subjek kolektif atau trans-individual merupakan kelas sosial dalam pengertian marxis,

sebab menurut Goldmann, kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok
yang telah menciptakan suatu pandanga yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan
dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.

3. Pandangan Dunia: Strukturasi dan Struktur

Menurut Goldmann, pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks
menyeluruh

dari

gagasan-gagasan,

aspirasi-aspirasi,

perasaan

perasaan

yang


menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan
yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. Sebagai suatu
kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil situasi sosial dan
ekonomik tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang memilikinya.
Proses tersebut terutama disebabkan pula oleh kenyataan bahwa pandangan dunia itu
merupakan kesadaran yang mungkin yang tidak setiap orang dapat memahaminya.
Kesadaran yang mungkin dibedakan dari kesadaran yang nyata (dimiliki individu-individu
dalam masyarakat).
Kesadaran yang mungkin adalah kesadaran yang menyatakan kecenderungan kelompok
ke arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif yang terpadu mengenai hubungan manusia
dengan sesamanya dan alam semesta.
Kesadaran yang demikian jarang disadari pemiliknya kecuali dalam momen-momen krisis
dan sebagai ekspresi individual pada karya-karya kultural yang besar. Menurut Goldmann,
pandangan dunia adalah kesadaran kolektif yang dapat digunakan sebagai hipotesis kerja
konseptual, suatu model, bagi pemahaman mengenai koherensi struktur teks sastra.
4. Struktur Karya Sastra
Goldmann mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra. Pertama, karya
sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner. Kedua, dalam usahanya
mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objekobjek, dan relasi-relasi secara imajiner.

Goldmann juga mengatakan bahwa hampir dalam seluruh karyanya dipusatkan pada
elemen kesatuan, menyingkapkan struktur yang koheren dan padu yang mengatur
keseluruhan karya sastra. Sifat tematik dari konsep struktur Goldmann itu terlihat pula pada
konsepnya mengenai novel, bahwa novel adalah pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai
yang otentik dalam dunia yang juga terdegradasi. Pencarian itu dilakukan oleh seorang hero
yang problematik.

Dengan pengertian tersebut, nilai-nilai yang otentik tersebut hanya ada dalam
kesadaran penulis/pengarang/novelis dengan bentuk yang konseptual dan abstrak.

5. Dialektika Pemahaman-Penjelasan
Goldmann mengembangkan sebuah metode yang disebutnya sebagai metode
dialektik. Menurutnya, metode itu khas yang berbeda dari metode positivistis, intuitif dan
biografis psikologis. Metode dialektik sama dengan positivistik bahwa keduanya sama-sama
berawal dan berakhir pada teks sastra. Bedanya, positivistik tidak mempersoalkan koherensi
struktural, sedang metode dialektik memperhitungkannya.
Fakta-fakta kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak dibuat konkrit dengan
mengintegrasikannya ke dalam keseluruhan. Karenanya, metode dialektik mengembangkan
dua pasangan konsep, yaitu ‘keseluruhan-bagian’ dan ‘pemahaman-penjelasan’. Karena
keseluruhan tidak dapat dipahami tanpa bagian, dan bagian juga tidak dapat dimengerti

tanpa keseluruhan, maka proses pencapaian pengetahuan dengan metode dialektik menjadi
semacam gerak melingkar terus-menerus, tanpa diketahui tempat atau titik yang menjadi
pangkal dan ujungnya.
C. Analisis Cerpen “BEAUTIFUL” karya Nawal Saadawi dalam perspektif Strukturalisme
Genetik GOLDMANN
1. Sinopsis Cerpen BEAUTIFUL
Diceritakan oleh narator tentang seorang laki-laki yang baru pulang kerja dan tidak
menemukan istrinya seperti biasanya. Laki-laki itu kemudian berjalan kecermin seperti
biasanya, ketika ia mendapat masalah. Didepan cermin ia melamun mengenai hidupnya,
kehidupannya bersama istrinya, bapaknya yang ia banggakan yang berbadan tegap, dan
ibunya yang ia banggakan dalam hati yang selalu bekerja. Lamunannya pun berlanjut pada
istrinya yang ia rasa sinar-sinar pada istrinya itu mulai hilang, dan muncul kembali ketika ia
akan kehilangan segalanya, yaitu pada saat istrinya mulai membayangkan laki-laki lain hadir
di balik hidupnya.
Kemudian lamunannya beranjak ketika istrinya berada di bawah sinar lampu dengan
pakaian merah yang ia tidak sukai terdengar kata Beautifull di telinga istrinya dari seorang
laki-laki asing. Istrinya pun menjawab laki-laki itu dengan ucapan Thank You. Dari sinilah

puncak gejolak mulai mendatangi laki-laki (suami) itu. ia merasa dikhianati oleh istrinya yang
menjawab kata-kata dari laki-laki asing dengan ucapan Thank You dengan tanpa adanya

mimik jengkel atau marah, dan cenderung merasa senang yang tergambar dari senyumnya.
Akhirnya gejolaknya pun meluap tak terbendungkan lagi. Ia mengangkat tangannya keudara
dan dengan semua kemarahannya ia tampar istrinya. Namun tamparannya hanya mengenai
cermin hingga terbelah menjadi dua dan mengakibatkan tangannya mengalirkan darah.
2. Organisasi Internal Cerpen
Menurut Goldmann, hakekat novel adalah pencarian nilai – nilai otentik oleh sang
hero yang problematik dalam dunia yang terdegradasi. Karya sastra merupakan sebuah
struktur yang dinamis dan tidak bisa dikatakan statis.
Secara internal, struktur cerpen ini kaya akan gagasan gagasan yang mendua dan
kontradiktif, diantaranya yaitu :
1]

“Didepan kaca dilihatnya wajahnya yang lonjong itu seperti wajah ayahnya, dan

punggungnya mulai Bungkuk, padahal pagi tadi tidak bungkuk”
Kalimat itu disebutkan dengan jelas dalam cerpen tersebut pada paragraf ketiga :
"‫"وظهره أيضا أصبحت له إنحناءة لم تكن موجودة في الصباح‬

2]


“ ia selalu berbangga hati kepada istrinya seperti ia bangga kepada ibunya”
‫ قه أعما في بها هي يتبا ويكاد‬, ‫مه بأ هىيتبا ما بمثل‬

Namun dibagian lain ia berkata :
“Ia pernah menegur istrinya agar ia menutup jendela. Perempuan itu mematuhinya. Satu
minggu berlalu, datanglah hari libur dimana ia melihat istrinya membuka jendela, ia pun
kembali menegurnya dengan pukulan agak keras”
‫ فعادوضربها أشد من‬,‫ ودار السبوع وجاء يوم ورأها تفتحها‬,‫وضربها مرة لتغلق النفذة فاغلقتها‬
‫المرة السابقة‬

3]

Pada paragraf kedelapan ia berkata bahwa :

“Ibunya meninggal seperti ayahnya yaitu saat sedang berdiri, ia tidak tidur”
‫ ولم تكن تنام‬.‫وما تت أمه كأبيه وهي وأقفة‬
Tetapi pada bagian lain dikatakan :
“Bila ia tidur ia tidak menghabiskan kasur kecuali sebesar tubuhnya yang menempel
didinding”
‫واذانامت لتشغل فوق السرير ال مساحة صغيرة ملصقة للجدار بحجم جسمها‬
Bila dicermati dengan teliti cerpen tersebut maka akan kita temukan bahwa tokoh –
tokoh dalam cerpen tersebut berposisi diantara dua oposisi biner. Tokoh sang “lelaki” yang
dari awal cerpen sampai akhir selalu dalam posisi didepan kaca dan membayangkan apa
yang telah terjadi. Hal itu mengisyaratkan akan kehidupan yang tidak benar benar hidup.
Tokoh “istri” yang selalu ia banggakan sebagaimana ia bangga terhadap ibunya yang ternyata
–menurutnya- melakukan penghianatan yang besar –melalui- ucapan terima kasihnya
terhadap laki laki asing yang memuji kecantikannya dengan kata beautiful, hingga akhirnya ia
melampiaskan amarahnya dengan memukul istrinya –yang ternyata ia memukul cerminsehingga membuat tangannya terluka. Tokoh ibu yang selalu ia banggakan karena kecintaan
dan kepatuhannya terhadap ayahnya ,meskipun ia sering melihat ibunya dipukuli oleh
ayahnya.
3. Pandangan Dunia Pengarang
Secara umum, cerpen ini mengkritisi tentang kedudukan istri di rumah tangga yang
hanya boleh dilihat dan dinikmati oleh suami sahnya saja, ia hanya diperbolehkan kerja
ketika suami mendampinginya, bahkan laki laki yang bukan saudaranya tidak berhak untuk
sekedar menikmati dan memuji kecantikannya. Hal itu tergambar jelas dalam cerpen,
dengan ibaroh :
‫ والحياة أمامهما مساحة هائلة من الضوء البر‬, ‫كانت معه في الشركة نفسها فى مصر القديمة‬
‫تقالي بلون الشمس‬

“Dulu istrinya bekerja dengannya dalam satu perusahaan di Mesir Al-Qodimah. Kehidupan
bagi mereka berdua bagai lapangan luas disinari warna oranye dengan warna matahari.”
‫ فعادوضربها أشد من‬,‫ ودار السبوع وجاء يوم ورأها تفتحها‬,‫وضربها مرة لتغلق النفذة فاغلقتها‬
‫المرة السابقة‬
“Ia pernah menegur istrinya sekali agar ia menutup jendela (agar tetangga laki lakinya tidak
mengintip wajah istrinya), ia pun kembali menegurnya dengan pukulan agak keras.”
Struktur cerpen yang berjudul beautiful menemukan homologi dengan budaya kairo ,
tempat cerpen ini ditulis, yang sangat diktator, baik itu suami -sebagai arti haqiqi- ataupun
pemerintah –sebagai arti majazi dari kata suami-. Budaya mesir waktu itu sangat diktatoris,
para suami membunuh kebebasan istrinya dengan dalih cinta dan taat terhadap tradisi.
Dilain sisi, pengarang juga menyuarakan protes kritis terhadap kediktatoran penguasa, yang
dalam cerpen ini dianalogikan dengan suami, terhadap rakyatnya ,yang dianalogikan
terhadap istri. Semua itu tercermin dalam kutipan cerpen berikut ini:
‫ فهي كأمه ل تكف عن العمل خارج وداخل البيت‬,
“ia seperti ibunya yang tidak pernah berhenti bekerja diluar rumah maupun didalam rumah”
‫ فعادوضربها أشد من‬,‫ ودار السبوع وجاء يوم ورأها تفتحها‬,‫وضربها مرة لتغلق النفذة فاغلقتها‬
‫المرة السابقة‬
‫ وعليها أن تغتبط‬, ‫ وشدة الغيرة من شدة الحب‬, ‫وكان يظن أن شدة الضرب من شدة الغيرة‬
‫ لكنها لم تكن تغتبط‬, ‫ كأمه حين كان يضربها ابوه‬.
“Ia pernah memukul istrinya ( untuk memperingatkan istrinya ) agar menutup jendela, ia
mematuhinya. Setelah seminggu berlalu, datanglah hari libur dimana ia melihat istrinya
membuka jendela. Ia pun kembali memukulnya dengan pukulan yang agak keras. Ia merasa
bahwa kerasnya pukulan itu lantaran cemburu, dan cemburu yang besar lantaran cintanya
yang besar pula dan mestinya istrinya senang seperti ibunya yang dipukuli oleh ayahnya.tapi
tampaknya ia tidak senang dengan perlakuan itu.”
‫ وفي اليل يحوطها كأنها الكون‬, ‫وذراعاه حين يضمنهما يحوطان الكون‬

“kedua lengannya memeluk dengan erat seolah yang dipeluknya itu seluruh dunia. Pada
malam hari ia memeluk istrinya seolah – olah istrinya juga dunia tersebut”.
Dalam teks diatas tergambar jelas bahwa ia seolah memeluk dunia, dengan kata lain
bahwa ia sangat menguasai dunia dengan kedua tangannya yaitu kediktatoran, dan istrinya –
dan semua kaum wanita umumnya- termasuk dalam dunia itu.
Dilain sisi, pengarang juga menggambarkan keadaan wanita pada masa itu dengan
istilah “pada waktu itu tidak seorangpun teman – temannya membanggakan ibu – ibu
mereka”. Dilain tempat pada cerpen tersebut juga disebutkan ; “tidur melungker sebagai
mana dilakukan ibunya bila tidur. Perempuan itu melipat tangannya disekitar dadanya dan
kepalanya juga ditutup sehingga tak satupun anggota tubuhnya terlihat”.
Dari ilustrasi tidur diatas sangat jelas tergambar posisi wanita pada masa itu, masa
saat cerpen dibuat, yaitu sangatlah terkekang dan tertindas. Tidak ada ruang bagi wanita
untuk melihat dunia, ia hanya pantas terkurung dalam dekapan lelaki. Wanita tidak pantas
untuk disebut bahkan dibanggakan. Untuk lebih jelasnya, kami sertakan kutipan teks dalam
cerpen ;
‫ ول يذكر الواحد منهم إسم أمه‬, ‫ولم يكن زملؤه في ذلك الزمن البعيد يتباهون بأمهاتهم‬
“Pada waktu itu tidak ada seorangpun teman – temannya membanggakan ibu – ibu mereka,
bahkan tidak seorangpun menyebut nama ibunya.”
‫ وتضم ساقيها حول‬, ‫تتكور حول نفسها كما كانت تفعل أمه حين تنام تضم ذراعيهاحول صدقها‬
‫ فل يظهر منها شيئ‬, ‫ ورأسها أيضا تغطيه‬, ‫بطنها‬
“istrinya tidur melungker sebagai mana dilakukan ibunya bila tidur, perempuan itu melipat
tangannya disekitar dadanya dan kepala ditutup sehingga tak satupun anggota tubuhnya
terlihat.”
Pengarang memberikan gambaran bahwa sebenarnya telah ada pembaruan –
modernitas- di mesir dengan masuknya faham – faham barat yang oleh pengarang
diibaratkan dengan lelaki asing yang sama sekali tidak faham bahasa arab, seperti kutipan
cerpen berikut ini ;
‫ ول يعرف من العربية كلمة واحدة‬, ‫ أجنبي تماما‬, ‫انما مع رجل أجنبي‬

“Tetapi dia sedang bersama laki – laki asing, dan benar – benar tidak mengerti bahasa arab
walau satu katapun.”
Pengarang juga mengisyaratkan bahwa kediktatoran mereka, suami, laki – laki
ataupun penguasa, hanya akan merugikan diri sendiri sebagaimana tercermin dalam cerpen
dengan isyarat :
‫ ومن فوقها خيط رفيع لون الدم‬, ‫وكفه اليمنى ممدودة أمامه‬
“telapak tangannya yang kanan masih terjulur memanjang, dan diatasnya terdapat garis
panjang berwarna darah (terluka).”

Hal ini sangat sejalan dengan keadaan kairo pada saat cerpen ini ditulis, sekitar tahun
1983, penguasa sangatlah semena – mena dalam menyikapi protes dan kritis. Bahkan
pengarang sempat mendekam di penjara pada tahun 1981 dengan tuduhan pengarang telah
melakukan perbuatan kriminal melawan pemerintah. Bahkan pengarang sempat kehilangan
pekerjaannya dipemerintahan dan buku – bukunya dilarang terbit oleh pemerintah pada
tahun 1972.
Faktor dominan yang disuarakan oleh pengarang tentang sebab semua itu adalah
sistem ekonomi yang dalam cerpen tersebut dianalogikan dengan kalimat “naiknya gaji”.
Seperti kutipan cerpen berikut :
‫وحين تضاعف مرتبته وأبقاها في البيت لم تغتبط‬
“ketika gajinya naik dan itu membuat istrinya tetap tinggal dirumah, ia juga tidak tampak
senang.”

4. Subjek kolektif dan Sosio Kultural Zamannya
fakta kemanusiaan tidak muncul begitu saja, tetapi hasil aktivitas manusia sebagai
subjeknya Individu dengan dorongan libidonya tidak akan mampu menciptakannya, yang

dapat menciptakan adalah subjek trans-individual. Subjek yang demikianlah yang menjadi
subjek karya sastra yang besar, sebab hasil aktivitas yang objeknya semesta dan kelompok
manusia. Menurut Goldmann, kelompok sosial adalah kelas sosial dalam pengertian marxis.
Perempuan sebagai kelompok di dalam masyarakat merupakan ciptaan, tetapi
sekaligus juga diredam oleh diskursus yang kontradiktif. Seperti contoh dalam cerpen ini ,
seorang perempuan sangat tunduk kepada suami, walaupun ia disakiti ia tetap setia dan taat
pada suami, namun dilain sisi ia sangat merindukan dunia luar, ia juga sangat merindukan
laki – laki lain seperti contoh laki – laki tetangganya diluar jendela.
Sebagaimana karya – karya Nawal yang lain, kritikannya selalu khas feminisme.
Seperti dalam karyanya yang berjudul “tak ada tempat bagi perempuan disurga” yang
dengan khas menyuarakan tentang keotoriteran terhadap perempuan yang dalam kisah
tersebut tergambar segala kesedihannya dalam tokoh zainab. Kritikannya terhadap
feminisme tidak berhenti disitu, tapi hampir selalu ada dalam semua karyanya, salah satunya
yang cukup fenomenal berjudul “perempuan di titik Nol” yang salah satu kutipannya
berbunyi:
“pada suatu peristiwa dia memukul seluruh badan saya dengan sepatunya,
muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. Lalu saya tinggalkan rumah lalu
pergi ke rumah paman tetapi paman mengatakan kepada saya bahwa semua suami
memukul istrinya, dan istrinya menambahkan bahwa pamannya adalah seorang
syekh terhormat, terpelajar dalam ajaran agama, dan dia karena itu tak mungkin
memiliki kebiasaan memukul istrinya. Dia menjawab bahwa justru laki-laki yang
memahami itulah yang suka memukul istrinya. Aturan agama mengijinkan untuk
melakukan hukuman itu. (saadawi, 1992: 64 ).
Ada beberapa kelompok sosial yang melatar belakangi cerpen ini, yaitu : penguasa
tirani ; dalam cerpen ini tersirat dalam sifat ayahnya yang tidak mengenal cinta, sifat laki –
laki yang memukul istrinya dengan dalih kasih sayang dan agama. Birokrat ; tergambar dalam
perusahaan tempat ia bekerja, pakaian ayahnya ketika diberi penghargaan, lencana yang
selalu ia kenakan. Islam konservatism ; yang tercermin dari sikap ibunya yang selalu tunduk
pada suami, meski ia dipukulinya, dengan menjadikan agama sebagai tameng.

Dalam cerpen ini Nawal Saadawi mewakili dari kelompok sosial pemikir dan
pembaharu islam sangat jelas tergambar dalam cerpen sabagai mana wanita yang selalu
ingin melihat dunia luar melalui jendela rumahnya, namun selalu saja ditekan oleh
pemerintah yang otoriter dan berkoalisi dengan islam fundamentalism.
Keotoriteran pemerintah berpuncak pada perjanjian damai yang dibuat oleh Anwar
sadat kepada israel yang diprakarsai oleh amerika pada tahun 1979. Sadat melakukan itu
karena semata – mata kesal kepada negara – negara arab yang tidak mendukung mesir pada
perang tahun 1973. Di Mesir, kelompok Islam fundamentalis dibangun oleh Sadat dengan
bantuan Amerika dan Israel. Nah, aktivis-aktivis Islam mampu menguasai pemerintahan,
pers, organisasi-organisasi pemerintah atau non-pemerintah, dan Al-Azhar sendiri. Dan
pemerintah memberi mereka kekuatan dan legitimasi.
Pemerintah dan kelompok Islam fundamentalis seperti dua mata uang yang tidak
bisa dipisahkan. Dan cara pemerintah memanjakan kelompok Islam dengan memburu
intelektual dan sastrawan yang dituduh menghina Islam. Al-Azhar sendiri sejak dulu menjadi
alat pemerintah, dari zaman raja-raja Mesir sampai saat ini. Al-Azhar belum pernah
beroposisi dengan pemerintah.2
Negara barat tidak hanya mengontrol para pemikir dan golongan islam fundamentalis
dimesir tapi juga menyusupinya dengan sistem ekonomi kapitalis yang membawa dampak
kemrosotan ekonomi mesir dan juga menimbulkan efek domino tentang peran perempuan
di dunia luar. Wanita hanya pantas berdiam diri di rumah dan menjadi ibu rumah tangga.
Atas gebrakan yang dilakukan Saadawi dengan memunculkan karya-karyanya
termasuk novel Perempuan di Titik Nol, akhirnya pada tahun 1980, sebagai puncak dari
perang lama ia berjuang untuk kemerdekaan perempuan Mesir dalam segala aspek,
terutama dalam aspek sosial dan intelektual. Semua kegiatan/ekspresi perempuaan telah
ditutup, perempuan tidak mempunyai hak dan peranannya dalam membangun negara
karena tempatnya hanya dirumah untuk menjadi ibu rumah tangga, perempuaan
dipenjarakan di bawah rezim Sadat, atas tuduhan "kejahatan terhadap Negara”.

2 Wawancara kepada Nawal ; http://jasa-cetakan.blogspot.sg/2009/05/tuhan-tidak-keluar-daripercetakan.html

El Saadawi menyatakan "Saya ditangkap karena saya percaya Sadat Dia
mengatakan ada demokrasi dan kami memiliki sistem multi-partai dan Anda bisa
mengkritik. Jadi saya mulai mengkritik kebijakannya dan saya mendarat di penjara."
Begitu kata Nawal el Sadawi. Meskipun dalam penjara, El Saadawi terus melawan
penindasan. Dan Pada September 1981, Anwar el Sadat menutup semua organisasi
yang didirikan oleh Nawal dan juga organisasi-organisasi lain yang dianggap
membahayakan Mesir.
El Saadawi terus menulis di penjara, menggunakan "pensil alis pendek hitam" dan
"gulungan kecil kertas toilet tua dan compang-camping." Dia dirilis bebas pada tahun 1982,
dan pada tahun 1983 ia menerbitkan Memoirs dari Penjara Wanita, di mana ia melanjutkan
serangan kritiknyanya pada pemerintah Mesir represif. Dalam kata penutup memoarnya, dia
mencatat banyak sifat korup pemerintah negaranya, bahaya penerbitan dalam kondisi
otoriter seperti itu dan tekadnya untuk terus menulis kebenaran. Bahkan setelah dia
dibebaskan dari penjara, kehidupan El Saadawi itu terancam oleh orang-orang yang
menentang pekerjaannya, terutama kaum Islam fundamentalis, dan penjaga bersenjata
ditempatkan di luar rumahnya di Giza selama beberapa tahun sampai dia meninggalkan
negara untuk menjadi profesor tamu di universitas di Amerika Utara.3
Persoalan wanita sangat kompleks, erat kaitannya dengan masalah global ekonomi
dan politik sebuah negara. Wanita tertindas karena struktur patriarkal sosial Arab yang
terwarisi turun-temurun. Tradisi Arab cenderung merendahkan wanita. Dalam tradisi agama,
wanita dihargai setengah, dan yang setengah itupun selalu dihalang-halangi untuk berperan
dalam masyarakat secara bebas.
D. Penutup
Dari uraian yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pengarang yang
berasalkan dari kelompok pemikir dan pembaharu islam yang secara continue mengkritik
tradisi keislaman yang terjadi saat cerpen ini ditulis, terutama yang menyangkut masalah
kedudukan perempuan dikeluarga, masyarakat, dan negara. Ia mengkritik kebijakan dan
pemikiran islam fundamentalis yang berkoalisi dengan penguasa yang tirani.

3 http://sastra-muslim.blogspot.sg/2014/03/perempuan-di-titik-nol-karya-nawal-el.html