KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN berbasis konsep

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
A. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam, sumber daya manusia,
dengan menyerasikan sumber alam dengan pembangunan
Adapun pengertian pembangunan berkelanjutan menurut para ahli :
1. Emil Salim :
Yang

dimaksud

dengan

pembangunan

berkelanjutan

atau

suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia,

dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan
(yayasan SPES,1992:3)
2. Ignas Kleden :
Pembangunan berkelanjutan di sini untuk sementara di definisikan
sebagai jenis pembangunan yang di satu pihak mengacu pada pemanfaatan
sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan di
lain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di
antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber daya
tersebut (yayasan SPES, 1992:XV).
3. Sofyan Effendi :
a. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
pemanfaatan sumber dayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan
teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara
harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan
masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
(Wibawa,1991:14).

b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai
transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik
untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi

kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memnuhi kepentingan mereka) (Wibawa,1991:26).
B. Landasan Hukum Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan
pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on
the human and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak
hanya memasukkan aspek lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar
Haluan Negara) tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang
membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973), aspek lingkungan hidup
masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan
ke Repelita II dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan
penjabarannya dalam Repelita III.
Pada tahun 1998 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan
dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 2002 di ubah
menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang
kemudian pada 2003 dirubah menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup
(LH). Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan
lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita. Pada tahun 1982
telah di Undangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN 1982 No. 12)
tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup secara

terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan
pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang
dinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan” Undang-Undang ini
mempunyai arti penting tersendiri, menurut Sundari Rangkuti UU LH
mengadung berbagai konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum
lingkungan baik nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi

terhadap pembinaan hukum lingkungan Indonesia, sehingga perlu dikaji
penyelesaiannya perundang-undangan lingkungan modern sebagai sistem
keterpaduan .
Dalam pasal 4 huruf d UU ini disebutkan bahwa salah satu tujuan
pengelolaan

lingkungan

hidup

adalah

“terlaksananya


berwawasan

lingkungan

untuk

kepentingan

pembangunan

generasi

sekarang

dan

mendatang”. Mengenai pengertian pembangunan bewawasan lingkungan
dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa “pembangunan
berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan

mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Penjelasan (TLN.3215)
menyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara
bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut
terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya untuk menopang
pembangunan

secara

berkesinambungan.

Ketentuan

tersebut

menggunakan

istilah

“pembangunan


berwawasan

menggunakan

istilah

“pembangunan

berkesinabungan”

lingkungan”
istilah

selain
juga
yang

disebutkan terakhir dapat juga dijadikan pedoman istilah “sustainable
development” karena kata “berkesinabungan” dan “berkelanjutan “ dalam

bahasa Indonesia mempunyai makna yang sama.
Hal yang ditegaskan kembali dalam pasal 3 tentang asas pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “pengelolaan
Lingkungan Hidup Berazaskan Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang
serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan
bagi

peningkatan

kesejahteraan

manusia.

Sedangkan

penjelasannya

mengataakan bahwa pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya
kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan
kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang

dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, UU ini mengandung pengertian
bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalah satu bagian dari

pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 1 angka 13) atau sebagai
penunjang dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 3). Dalam
perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikan
dengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam UU ini tidak lagi diadakan pembedaan antara
pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang
berkesinambungan seperti dikemukakan di atas akan tetapi UU ini
menggunakan istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang
Berwawasan Lingkungan Hidup. “ Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara
lain menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan
Berkelanjutan

Yang

berwawasan


Lingkungan

Hidup”

seperti

pada

pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya
alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD
1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu
dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Penegasan

tersebut

diatas


menunjukkan

bahwa

pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berkaitan
erat dengan pendayagunaan atau pelestarian SDA sebagai suatu asset
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam pertimbangan berikutnya (huruf c)
ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup
yang

serasi

selaras

dan


seimbang

guna

menunjang

terlaksananya

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam
pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai penunjang
terhadap pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam UU ini
diperkenalkan suatu rumusan tentang pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup (pasal 1 butir 3). Disebutkan dalam ketentuan
tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan. Selanjutnya dalam UU ini dibedakan antara “asas keberlanjutan”
sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup dan “pembangunan berwawasan
lingkungan hidup” sebagai suatu sistem pembangunan.
C. Peran Penduduk Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral
dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah
sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk
yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang
rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas
dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan yang semakin terbatas.
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara,
diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk
berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi
sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan
dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung
alam dan daya tampung lingkungan.
D. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan
berkelanjutan, maka perlu diperhatikan prinsip – prinsip pembangunan
berkelanjutan yaitu hal hal sebagai berikut:
1. Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah
melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam,

sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan
maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
2. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka
panjang. Hingga saat ini yangbanyak mendominasi pemikiran para
pengambilkeputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka
pendek, yang ingin cepat mendapatkanhasil dari proses pembangunan
yang dilaksanakan.Kondisi ini sering kali membuat keputusan yangtidak
memperhitungkan akibat dan implikasi padajangka panjang, seperti
misalnya potensi kerusakanhutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun,
banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas,
krisis energi (karena saat ini kita telahmenjadi nett importir minyak tanpa
pernah melakukanlangkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih
dalamkondisi surplus energi), moda transportasi yang tidakberkembang,
kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.
3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, untuk memastikan bahwa
sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan
masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan
perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan
yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih
dimengerti oleh masyarakat.
4. Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan
pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan
sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor
produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada
setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan
melalui pemerataan ekonomi.
E. Indikator pembangunan berkelanjutan
Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian :

1.

Berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi
bumi. Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain,
a.

memelihara (mempertahankan) integrasi tatanan lingkungan, dan
keanekaragaman hayati;

b.

memelihara integrasi tatanan lingkungan agar sistem penunjang
kehidupan bumi ini tetap terjamin;

c.

memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek keanekaragaman
genetika, keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan
lingkungan.

2.

Berkelanjutan ekonomi, dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua
hal utama, yakni : berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral.
Berkelanjutan ekonomi makro yakni menjamin ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi melalui reformasi
struktural

dan

nasional.

Berkelanjutan

ekonomi

sektoral

untuk

mencapainya sumber daya alam dimana nilai ekonominya dapat dihitung
harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible” dalam rangka
akunting ekonomi; koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu
diintroduksikan. Secara prinsip harga sumber daya alam harus
merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah biaya lingkungan
dan biaya
3.

Berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi:
a.

Stabilitas penduduk,

b. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
c.

Mempertahankan keanekaragaman budaya dan

d. Mendorong

partisipasi

masyarakat

lokal

dalam

pengambilan

keputusan.
4.

Berkelanjutan politik; tujuan yang akan dicapai adalah,
a.

respek pada human rights, kebebasan individu dan sosial untuk
berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan

b.

demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara transparan
dan bertanggung jawab.

5.

Berkelanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan
menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari
dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung yang
dapat membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan bangsa dan
negara.

F. Proses pembangunan berkelanjutan
Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat
berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa faktor,
1. Pertama, kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses
pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat
berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu
diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui,
maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu
pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan
teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.
2. Kedua, kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan
semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang
pembangunan yang berkualitas.
3. Ketiga, faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban
sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses
pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor
yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal
G.

Pokok – Pokok Kebijaksanaan.
Agar

pembangunan

memungkinkan

dapat

berkelanjutan

maka

diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Pertama, pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan
daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan

(biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai
dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lainlain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW),
sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
2. Kedua,

proyek

pembangunan

yang

berdampak

negatif

terhadap

lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam
proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan
dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
3. Ketiga, penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
4. Keempat, pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi
stabilitas tatanan lingkungan.
5. Kelima, pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan
lingkungan.
6. Keenam, pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan
ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup
7. Ketujuh, pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan
menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
8. Kedelapan, Pengembangan kerja sama luar negeri.

H. Peran Tata Ruang Dalam Pembangunan Kota Berkelanjutan
Terkait dengan pembangunan perkotaan, maka kota yang menganut
paradigma pembangunan berkelanjutan dalam rencana tata ruangnya
merupakan suatu kota yang nyaman bagi penghuninya, dimana akses
ekonomi dan sosial budaya terbuka luas bagi setiap warganya untuk

memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan interaksi sosial warganya
serta kedekatan dengan lingkungannya. Menurut Budimanta (2005), bila kita
membandingkan wajah kota Jakarta dengan beberapa kota di Asia maka akan
terlihat kontras pembangunan yang dicapai. Singapura telah menjadi kota
taman, Tokyo memiliki modal transportasi paling baik di dunia, serta
Bangkok sudah berhasil menata diri menuju keseimbangan baru ke arah kota
dengan menyediakan ruang yang lebih nyaman bagi warganya melalui
perbaikan

moda

transportasinya.

Perbedaan

terjadi

karena

Jakarta

menerapkan cara pandang pembangunan konvensional yang melihat
pembangunan dalam konteks arsitektural, partikulatif dalam konteks lebih
menekankan pada aspek fisik dan ekonomi semata. Sedangkan ketiga kota
lainnya menerapkan cara pandang pembangunan berkelanjutan dalam
berbagai variasinya, sehingga didapatkan kondisi ruang kota yang lebih
nyaman sebagai ruang hidup manusia di dalamnya. Menurut Budihardjo
(2005), rencana tata ruang adalah suatu bentuk kebijakan publik yang dapat
mempengaruhi keberlangsungan proses pembangunan berkelanjutan. Namun
masih

banyak

masalah

dan

kendala

dalam

implementasinya

dan

menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Konflik yang paling sering
terjadi di Indonesia adalah konflik antar pelaku pembangunan yang terdiri
dari pemerintah (public sector), pengusaha atau pengembang (private sector),
profesional (expert), ilmuwan (perguruan tinggi), lembaga swadaya
masyarakat, wakil masyarakat, dan segenap lapisan masyarakat. Konflik yang
terjadi antara lain: antara sektor formal dan informal atau sektor modern dan
tradisional di perkotaan terjadi konfl ik yang sangat tajam; proyek “urban
renewal” sering diplesetkan sebagai “urban removal”; fasilitas publik seperti
taman kota harus bersaing untuk tetap eksis dengan bangunan komersial yang
akan dibangun; serta bangunan bersejarah yang semakin menghilang berganti
dengan bangunan modern dan minimalis karena alasan ekonomi. Dalam
kondisi seperti ini, maka kota bukanlah menjadi tempat yang nyaman bagi
warganya. Kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan cenderung dikibarkan
sebagai slogan yang terdengar sangat indah, namun kenyataan yang terjadi

malah bertolak belakang. Terkait dengan berbagai konfl ik tersebut, maka
beberapa usulan yang diajukan Budihardjo (2005) untuk meningkatkan
kualitas perencanaan ruang, antara lain:
1. Orientasi jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan
pemecahan masalah jangkapendek yang bersifat inkremental, dengan
wawasan pada pelaksanaan atau action oriented plan.
2. Penegakan mekanisme development control lengkap dengan sanksi
(disinsentif) bagi berbagai jenis pelanggaran dan insentif untuk ketaatan
pada peraturan.
3. Penataan ruang secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model
advocacy, participatory planning dan over-the-board planning atau
perencanaan lintas sektoral, sudah saatnya dilakukan secara konsekuendan
konsisten.
4. Perlu peningkatan kepekaan sosio kultural dari para penentu kebijakan dan
para professional (khususnya di bidang lingkungan binaan) melalui
berbagai forum pertemuan/diskusi/ceramah/publikasi, baik secara formal
maupun informal.
5. Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap kekayaan khasanah lingkungan
alam dalam memanfaatkan sumber daya secara efektif dan efisien.
Keunikan setempat dan kearifan lokal perlu diserap sebagai landasan
dalam merencanakan dan membangun kota, agar kaidah a city as a social
workof art dapat terejawantahkan dalam wujud kota yang memiliki jati diri.
Fenomena globalization withlocal fl avour harus dikembangkan untuk
menangkal penyeragaman wajah kota dan tata ruang. Disamping enam usulan
tersebut

tentunya

implementasi

indikator-indikator

pembangunan

berkelanjutan yang berpijak pada keseimbangan pembangunan dalam

sedikitnya 3 (tiga) pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial harus
menjadi dasar pertimbangan sejak awal disusunnya suatu produk rencana.
I. Pembangunan Berkelanjutan dalam Pengelolaan dan Pelestarian
Sumber Daya Alam di Indonesia
Uraian di atas menunjukkan kita bahwa secara umum kita sudah
mempunyai landasan formal yang cukup untuk melaksanakan prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dalam pelakanaan pembangunan nasional
di negeri kita. mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
Tap IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004 menentukan : konsep
pembangunan berkelanjutan telah diletakkan sebagai kebijakan, namun dalam
pengalaman praktek selama ini, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam
yang tidak terkendali dengan akibat perusakan lingkungan yang mengganggu
pelestarian alam; ungkapan ini menunjukkan adanya pengakuan dari lembaga
tertinggi negara kita tentang masih belum terlaksananya pembangunan yang
berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian” Hal
senada dapat juga dilihat dalam konsideran Tap IX/MPR/2001 yang
menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya agraria/ sumber daya alam yang
berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan,
ketimpangan

strukutur

penguasaan,

pemilikan,

penggunaan

dan

pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik. Kemudian disebutkan
pula

bahwa

peraturan

perundang-undangan

yang

berkaitan

dengan

pengelolaan sumber daya agraria atau sumber daya alam saling tumpang
tindih dan bertentangan.
Persoalan ini bukan hanya dihadapi di Indonesia akan tetapi juga
berlaku secara global dan proses globalisasi itu sendirilah sebenarnya yang
memperlemah pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, seperti yang
dikatakan oleh Martin Khor bahwa dalam penjelasanya, proses globalisasi
telah semakin mendapat kekuatan, dan proses tersebut telah dan akan semakin
menenggelamkan agenda pembangunan yang berkelanjutan (Khor, 2002 :56).

Dalam tulisannya, Sonny keraf menyebutkan ada dua penyebab
kegagalan penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Menurut
pendapatnya : salah satu sebab dari kegagalan mengimplementasikan
paradigma tersebut adalah, paradigma tersebut kurang dipahami sebagai
memuat prinsip-prinsip kerja yang menentukan dan menjiwai seluruh proses
pembangunan. Paradigma ini tidak dipahami sebagai bentuk prinsip pokok
politik pembangunan itu sendiri. Pada akhir cita-cita yang dituju dan ingin
diwujudkan dibalik paradigma tersebut tidak tercapai. Karena, prinsip politik
pembangunan yang seharusnya menuntut pemerintah dan semua pihak
lainnya dalam rancang dan mengimplementasikan pembangunan tidak
dipatuhi, dengan kata lain paradigma pembangunan berkelanjutan harus
dipahami sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral
tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan. Dalam kaitan dengan itu, paradigma pembangunan
berkelanjutan bukti sebuah konsep tentang pembangunan lingkungan hidup.
Paradigma pembangunan berkelanjutan juga bukan tentang pembangunan
ekonomi. Ini sebuah etika politik pembangunan mengenai pembangunan
secara keseluruhan dan bagaimana pembangunan itu seharusnya dijalankan.
Dalam arti ini, selama paradigma pembangunan berkelanjutan tersebut tidak
dipahami, atau dipahami secara luas, cita-cita moral yang terkandung di
dalamnya tidak akan terwujud (Keraf, 2002 : 176).
Alasan kedua, menurut Sonny Keraf mengapa paradigma itu tidak
jalan, khususnya mengapa krisis ekologi tetap saja terjadi, karena paradigma
tersebut kembali menegaskan ideologi developmentalisme. Apa yang dicapai
di KTT Bumi di Rio de Janeiro sepuluh tahun lalu, tidak lain adalah sebuah
kompromi mengusulkan kembali pembangunan, dengan fokus utama berupa
pertumbuhan ekonomi. Akibatnya, selama sepuluh tahun terakhir ini, tidak
banyak perubahan yang dialami semua negara di dunia dalam rangka
mengoreksi pembangunan ekonominya yang tetap saja sama, yaitu
penguasaan dan eksploitasi sumber daya alam dengan segala dampak

negatifnya bagi lingkungan hidup, baik kerusakan sumber daya alam maupun
pencemaran lingkungan hidup (Keraf, 2002 :167-168).
Sekalipun pembangunan berkelanjutan berada pada suatu titik terendah,
menurut Martin Khor, namun muncul juga tanda kebangkitannya kembali
sebagai suatu paradigma. Keterbatasan dan kegagalan globalisasi telah
menyebabkan munculnya reaksi negatif dari sebagian masyarakat yang pada
akhirnya mungkin akan berdampak pada terjadinya perubahan sejumlah
kebijakan. Dengan munculnya kekuatan pro pembangunan berkelanjutan
dalam pemerintahan di negara-negara sedang berkembang (NSB) mereka
menjadi lebih sadar akan hak-hak dan tanggungjawab untuk meralat berbagai
persoalan yang ada pada saat ini termasuk mengubah sejumlah peraturan
dalam WTO. World Summit On Sustainable Development - WSSD
(Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan) memberikan
kesempatan yang bagus untuk memusatkan kembali perhatian masyarakat
maupun upaya-upaya pemantapan, bukan semata-mata mengenai persoalan
itu, melainkan juga kebutuhan untuk menggeser paradigma-paradigma (Khor,
2003 : 6). Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
di Indonesia patut di catat penilaian dari D. Pearce & G Atkinson dalam
tulisanya “A Measure of Sustainable Development” (Ecodecision, 1993 : 65)
sebagaimana dikutip oleh Soerjani,. Dua penulis ini menilai pembangunan
Indonesia dinilai masih belum sustainable. Hal ini dengan alasan bahwa
depresiasi sumber daya alam Indonesia besarnya adalah 17% dari GDB,
sedangkan invesmennya hanya 15 %. Pembangunan itu baru dinilai
sustainable dalam memanfaatkan sumber daya alam itu melalui rekayasa
teknologi dan seni, sehingga kalau yang kita konsumsi nilai tambahnya,
sangat mungkin dapat ditabung untuk invesment senilai 17% atau bahkan
lebih. Jadi jelas bahwa kemampuan sumber daya manusia untuk memberi
“nilai tambah” sumber daya pendukung pembangunan melalui penerapan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni merupakan kunci apakah pembangunan
yang dilaksanakan itu “sustainable” berkelanjutan, berkesinambungan atau
tidak (Soerjani,1997 :66-67).

Cara-cara pengelolaan SDA
a. Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingungan
Pengelolaan sumber daya alam berwawasan lingkungan adalah usaha
sadar untuk mengelola sumber daya alam sesuai dengan kemampuan dan
kesesuaian suatu lokasi dengan potensi produktivitas lingkungannya.
Pengelolaan SDA berwawasan lingkungan bertujuan untuk melestarikan
sumber daya alam agar lingkungan tidak cepat rusak. Selain itu bertujuan
untuk menghindarkan manusia dari bencana lingkungan seperti banjir,
longsor, pencemaran lingkungan dan berkurangnya keragaman flora dan
fauna. Pelestarian lingkungan harus senantiasa dijaga agar terjadi
keseimbangan lingkungan, keselarasan , keseimbangan lingkungandsan
mempertahankan daya dukung lingkungan serta memberikan manfaat
secara tetap dari waktu ke waktu. Contoh penerapan pengelolaan sumber
daya alam berwawasan lingkungan :
1) Menggunakan pupuk alami atau organik
2) Penggunaan pestisida sesuai kebutuhan
3) Penggunaan peralatan yang tepat dalam pembukaan tanah agar top
soil tidak hilang
4) Tidak membuang zat pencemar dan beracun kedalam air, sungai dan
laut
5) Setiap pabrik industri harus membuat cerobong asap yang tinggi dan
melakukan penyaringan asap.
6) Tidak membangun perumahan atau industri diwilayah resapan air.
b. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
Pengelolaan sumber daya lama berkelanjtan adalah uaya sadar dan
berencana mennggunakan dan mengelola sumber daya alamsecara
bijaksana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dimasa sekarang dan
dimasa depan. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan didasarkan
pada dua prinsip yaitu SDA terutama SDA yang tidak dapat diperbaharui
memiliki persediaan yang terbatas sehingga harus dijaga ketersediaanya

dan digunakan secara bertanggung jawab. Kedua pertambahan penduduk
setiap tahun meningkat maka kebutuhan hidup akan meningkat pula oleh
karena itu potenis sumber daya alam harus mendukung kebutuhan
sekarang dan kebutuhan masa depan.
Contoh penerapan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan
1) Mengurangi ekploitasi berlebihan terhadap alam
2) Menggunakan SDA secara efisien
3) Pemanfaatn SDA sesuai dengan daya dukung lingkungan
4) Pengelolaan barang tambang sebelum di ekspor aga memiliki nilai
jual yang tinggi dan mengurangi pengunana barang tambang
5) Pengelolaan SDA berdasarkan prinsip ekofiensi ( prinsip yang
menggunakan SDA dengan biaya yang murah dan meminimalkan
dapak negatif terhadap lingkungan. Ekofiensi mempunyai 2 prinsip
yaitu prinsip mengoptimalkan daya dukung lingkungan dan prinsip
meningkatkan efiensi bahan baku.
Contohnya , menghemat penggunaan air, menghemat penggunaan
listrik dll
Pelestarian SDA
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan yang harus dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya. Dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut
tidak boleh dengan seenaknya. Jika saat ini kita dengan seenaknya
menggunakan, maka suatu saat kita akan menemui masalah. Manusia akan
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam yang
dapat diperbarui pun, jika pemanfaatannya dengan seenaknya, lama kelamaan
juga akan punah. Untuk itu usaha pelestarian sumber daya alam harus
senantiasa dilakukan. Cara pelestarian sumber daya alam antara lain sebagai
berikut:
1.

Sumber daya alam biologis (hewan liar)
Sumber daya alam hewan dapat berupa hewan liar maupun hewan
yang sudah dibudidayakan. Termasuk sumber daya alam satwa liar

adalah penghuni hutan. Penhuni padang rumput, penhuni padang ilalang,
penghuni padang stepa, dan penghuni sayana misalnya harimau, gajah,
kera, ular, babi hutan, bermacam-macam burung, serangga dan lainnya.
Untuk menjaga kelestarian hewan langka maka penagkapan hewanhewan dan juga perburuan haruslah menaati pertaturan tertentu seperti
berikut:
a.

Para pemburu harus mempunyai lisensi (surat izin berburu)

b.

Senjata untuk berburu harus tertentu macamnya

c.

Membayar pajak dan mematuhi undang-undang perburuan
Ada hewan yang boleh ditangkap hanya pada bulan –bulan tertentu

saja. Misalnya ikan salmon, pada musim berbbiak di sungai tidak boleh
ditangkap atau kura-kura pada musim akan bertelur
2.

Sumber daya alami (lahan)
Lahan sebagai suatu kesatuan dari sejumlah SDA yang tetap dan
terbatas dapat mengalami kerusakan dan atau penurunan produktivitas
sumber daya alam tersebut (jamulya,1991;1). Upaya pelestarian
Pemanfaatan lahan potensial perlu diimbangi dengan pembangunan
lingkungan hidupnya berupa pemeliharaan dan perlindungan terhadap
tanah, tumbuhan,hewan,air dan lain-lain agar memiliki daya guna.
Pemeliharaan dan perlindungan itu antara lain sebagai berikut :
a.

penanaman kembali lahan-lahan yang gundul. Upaya ini bertuuan
untuk memelihara kesuburan tanah dari ancaman adanya erosi dan
longsor

b.

peremaian hutan

c.

pembuatan terasering bertujuan untuk pencegahan erosi

d.

pembatasan lahan untuk pertanian yaitu hanya pada lereng-lereng
yang memiliki kecuraman dari 45 derajat. Lereng yg berkecuraman
lebih dari 45 derajat apalagi bila vegetasinya kurang maka potensi
untuk timbulnya erosi sangat besar.

e.

Pembuatan saluran pembuangan air menurut konturnya

f.

Penanaman pohin-pohon pelindung

3.

g.

Teknis penanaman dengan sistem kontur

h.

Penanaman lahan dengan sistem tupang sari

Usaha Pelestarian Sumber Daya Air
Sumber

daya

air

merupakan

kebutuhan

mutlak

setiap

manusia. Setiap manusia membutuhkan air yang bersih. Air yang bersih
dan bebas polusi juga dibutuhkan oleh hewan dan tumbuhan. Pelestarian
sumber daya air dapat dilakukan antara lain dengan cara tidak membuang
sampah di sembarang tempat, menanam banyak pohon dan hemat air.
4.

Usaha Pelestarian Sumber Daya Tanah
Tanah yang subur bermanfaat bagi makhluk hidup. Manusia
makan berbagai jenis hewan. Hewan memakan tumbuhan. Tumbuhan
bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang subur. Berarti secara langsung
maupun tidak semua makhluk membutuhkan tanah yang subur. Tanah
yang subur memiliki lapisan yang disebut humus. Humus terletak pada
lapisan tanah yang paling atas. Humus akan hilang bila terkikis oleh air.
Penanaman pohon-pohon dapat mencegah terkikisnya humus. Tanah juga
bisa menjadi tidak subur jika terkena polusi. Penyebab polusi tanah
adalah bahan-bahan beracun seperti sabun dan limbah pabrik.

5.

Usaha Pelestarian Hutan
Pelestarian hutan dapat kita lakukan dengan berbagai cara. Cara
atau usaha melestarikan sumber daya alam dapat kita lakukan dengan
langkah -langkah berikut :
a.

Reboisasi,penghijauan dan rehabilitasi hutan. Reboisasi merupakan
cara pelestarian sumber daya alam dengan cara melakukan
penanaman kembali hutan-hutan yang sudah gundul. Reboisasi ini
merupakan cara yang berskala besar. Penghijauan adalah pelestarian
sumber daya alam berselaka kecil yaitu usaha penanaman tanah
milik penduduk dengan tanaman budi daya. Sedangkan Rehabilitasi
hutan adalah cara atau usaha perbaikan hutan dengan cara mengganti
tanaman yang sudah rusak ,mati, dan tua.

b.

Pengawetan tanah guna mempertahankan kesuburan. Kesuburan
tanah dapat dipertahankan dengan cara memberi pupuk untuk
menambah unsur hara di dalam tanah sesuai petunjuk yang benar
agar tidak menimbulkan pencemaran.Cara berikutnya dapat kita
lakukan dengan cara membuat pematang,parit atau terasering pada
tanah yang letaknya miring gunanya untuk mencegah erosi.

c.

Pengawetan tanah juga perfungsi untuk menyimpan air. Hal ini
dilakukan untuk mencegah atau menghilangnya air dari dalam tanah
akibat penguapan atau mengalir jauh ke bawah tanah dan mengalir
ke tempat lain atau terbuang percuma. Cara ini dilakukan dengan
mengusahakan agar permukaan tanah selalu tertutup oleh tanaman
penutup , untuk mengurangi kerusakan tanah. selain itu dapat
dilakukan dengan cara menanam pohon-pohon besar agar pohon
-pohon ini dapat menahan air, sehingga tidak meresap jauh ke dalam
tanah atau mengalir ke tempat lain.

6.

Pengolah Daerah Aliran sungai ( DAS).
DAS merupakan langkah pengaturan air sungai untuk keperluan
pertanian. Kalau langkah ini tidak dilakukan jelas air sungai mengalir
percuma dan tidak dimanfaat. Pengaturan Daerah aliran sungai sejak
dahulu telah dilakukan oleh Masyarakat Propinsi Bali dengan istilah
SUBAK. Langkah ini juga merupakan usaha pelestarian sumber daya
alam.

7.

Penertiban pembuangan sampah.
Penertiban pembuangan sampah dilakukan untuk mencegah agar
penduduk tidak membuang sampah sembarang. Jika sampah dibuang ke
sungai jelas akan menimbulkan pencemaran air belum lagi bau busuk
menyengat jika sampahnya tertimbun di muara sungai. Maka pemerintah
menghimbau agar penduduk jika mempunyai sampah keluarga hendak
disortir dulu mana patut dibakar agar hasil pembakaran dapat digunakan
sebagai pupuk dan mana yang bisa diolah kembali.Sehingga produk
sampah ada dua yaitu sampah organik dan non organik.

8.

Penertiban pembuangan limbah industri.
Semua pabrik yang aktif memproduksi suatu produk jelas
menghasilkan hasil sampingan berupa limbah. Nah limbah ini
seyogyanya diolah kembali agar bisa bermanfaat. Jika limbah tersebut
banyak mengandung racun maka langkah yang harus dilakukan dengan
cara menetralisir racunnya dahulu baru dibuang. Penetralisiran racun
tersebut untuk menghindari pencemaran.

9.

Usaha Pelestarian Mineral Logam
Mineral logam banyak dimanfaatkan untuk membuat perhiasan,
kabel, kaleng, alat-alat otomotif, sepeda dan lain sebagainya. Logam
merupakan bahan yang sulit diuraikan tanah. Sehingga barang-barang
yang berasal dari logam jika dibuang dapat menjadi polusi tanah dan air.
Mineral logam juga merupakan bahan yang tidak dapat diperbarui.
Sehingga pelestarian logam dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang
barang-barang bekas.

Mendaur ulang barang bekas bisa dengan

meleburnya kembali. Atau membuat kreasi baru dari barang bekas
menjadi barang lain yang bermanfaat.
10. Usaha Pelestarian Sumber Daya Energi
Sumber

daya

energi

merupakan

sumber

daya

yang

menghasilkan tenaga. Sumber daya energi seperti minyak bumi, gas alam
dan batubara merupakan sumber daya penting bagi kita. Sumber daya
energi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan listrik.
Sumber daya energi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui. Artinya suatu saat bisa habis. Pelestarian sumber daya energi
dapat dilakukan dengan cara berhemat.