Mencegah Politisasi Anggaran Mencegah De

Mencegah Politisasi Anggaran, Mencegah Defisit
Salah satu kesepakatan pertemuan APEC 2012 di Rusia adalah agar tiap anggota APEC
menjaga anggaran agar tak mengalami defisit, atau bagi yang selama ini mengalami defisit
agar bisa menguranginya secara signifikan. Hal ini sebagai upaya pemulihan ekonomi global.
Sementara dalam rapat terakhir antara DPR dengan pemerintah (Menteri Keuangan), ada
target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2013 bisa mencapai 6,8 persen. Angka
tersebut lebih tinggi dari perolehan pertumbuhan semester 1 2012 (6,7 persen), sekalipun
turun dari rencana awal yang ditargetkan pada 7,2 persen.
Dengan target optimistik ini, artinya pemerintah ditargetkan melakukan pembiayaan lebih
aktif dalam berbagai program untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi. Misal,
pembangunan infrastruktur (seiring MP3EI) yang diharapkan lebih gencar di 2013. Potensi
penyerapan anggaran secara efektif dan efisien juga akan terus ditekankan pada tiap-tiap
kementerian dan lembaga negara lainnya. Hal ini ditengah masih sering terjadinya (dalam
tiap tahun) beberapa kementerian atau lembaga negara baru memakai 60-70 persen anggaran
hingga jelang Desember. Yang disisi lain bukan semata pada 1 bulan terakhir dalam
prakteknya begitu boros dihabiskan. Tapi juga masih tingginya (dugaan) korupsi di beberapa
kementerian.
Proyeksi terjadinya defisit dikhawatirkan berasal dari masih terlalu tingginya besaran kuota
BBM yang akan disubsidi pemerintah. Isu kuota BBM ini selalu merembet pada isu politik
tiap tahunnya, apalagi makin mendekati pemilu 2014. Tentu logikanya, makin besar kuota
BBM yang disubsidi, bertendensi kemurahan hati pemerintah, yang sering dikaitkan makin

dekatnya pemilu. Pemerintah telah mengajukan tambahan kuota BBM bersubsidi sebesar 4
juta kilo liter, sehingga total kuota pada 2013 yang diajukan pemerintah mencapai 46 juta kilo
liter.
Pada dasarnya, yang lebih sering menjadi masalah bukan pada angka kuotanya. Tapi pada
angka berapa harga minyak dunia (di 2013 nantinya) akan bergerak. Saat ini (September
2012) harga minyak berada pada kisaran 100-110 dollar per barrel. Sementara asumsi harga
minyak dalam RAPBN 2013 (Indonesia Crude Price) sebesar 105 dollar per barrel.
Kekhawatiran bahwa di 2013 harga minyak akan menembus level 130 dollar per barrel dinilai
masih rasional. Hal ini karena pada awal 2012 pun, harga minyak masih dalam angka 80-85
dollar AS. Apalagi jika pada 2013 nanti terjadi faktor eksternal tak terduga yang amat
mempengaruhi harga minyak, misalnya perang antara Iran melawan Israel.
Kekhawatiran bahwa anggaran pada 2013 akan makin tersedot untuk membiayai subsidi
BBM (belum lagi subsidi lainnya, seperti listrik) menimbulkan potensi defisit anggaran yang
lebih besar. Hal ini belum menghitung potensi lainnya yang akan menimbulkan defisit,
seperti pembiayaan berbagai infratsruktur pendukung penyelenggaraan APEC 2013
(Indonesia menjadi tuan rumah), pembukaan kepegawaian yang ditargetkan 5 kali lebih besar
dibanding tahun ini, risiko jika investasi asing (Foreign Direct Investment) lesu, serta potensi
merosotnya volume ekspor.

Padahal yang sering terjadi, jelang pemilu hampir selalu pemerintah melakukan kebijakan

yang dianggap populis bagi kebanyakan orang, sekalipun kebijakan tersebut amat menyedot
anggaran. Ironisnya, kadang yang paling banyak memanfaatkan kebijakan populis dari
pemerintah, cenderung warga menengah atas dan bukan masyarakat menengah bawah.
Pemilu 2004 maupun pemilu 2009 menjadi bukti bahwa terlalu banyak kebijakan yang
terkesan populis tapi dipaksakan, ternyata tak tepat sasaran, dan menimbulkan
membengkaknya hutang luar negeri untuk menutupi defisit.
Ditengah perseteruan politik yang akan makin panas jelang 2014, pertaruhan pemakaian
APBN 2013 akan memperlihatkan seberapa mampu pemerintah saat ini tak terjebak untuk
memoles rincian anggaran hanya untuk semata menyenangkan masyarakat dalam jangka
pendek. Akan jauh lebih berbahaya jika pada 2013 Indonesia mengalami defisit setelah
selama ini selalu bisa mencapai surplus.
Pemakaian anggaran yang lebih ketat adalah hal yang rasional dan realistis, dibanding
memaksakan bertindak populis tapi ternyata menutupi defisit dengan tambahan hutang
luarnegeri (lagi). Dengan demikian, sekalipun akan amat sulit diharapkan, harus ada political
will dari pemerintah dan DPR agar tiap pihak agar tak menjadikan APBN untuk dijadikan
politisasi anggaran karena tujuan pemilu 2014. Semoga harapn ini tak menjadi utopis,
ditengah prediksi biaya politik untuk pemilu 2 tahun lagi akan meningkat drastis, yang
berpotensi berbagai pihak mengupayakan segala cara mengisi “logistik” pemilu.

@adimuliapradana

PTI
adimulia.pradana@gmail.com