Evaluasi Kesesuaian “Beberapa Jenis Tanaman” dalam Sistem Wanatani di Wilayah Desa Ngadipiro Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonog

EVALUASI KESESUAIAN “BEBERAPA JENIS TANAMAN” DALAM SISTEM WANATANI DI WILAYAH DESA NGADIPIRO KECAMATAN NGUNTORONADI KABUPATEN WONOGIRI

(Evaluation “Appropriatness of Some Kinds of plant” in The System of Agroforestry in The Area Ngadipiro, Nguntoronadi, Wonogiri)

Joko Winarno*, Yogi Rachmadhika**, dan Supriyadi*

*Jurusan Ilmu Tanah, Fak. Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta *Alumni Program Studi Ilmu Tanah, Fak. Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRACT

The research was conducted in July 2008 until October 2008, in Ngadipiro, Nguntoronadi, Wonogiri. The research is aimed to evaluated the appropriateness of the plant teak, cashew fruit, melinjo, ground nut and grass the setaria as a part in the agroforestry system in Ngadipiro, Nguntoronadi, Wonogiri and to give some kind of agroforestry planting pattern model among teak, cashew fruit, melinjo, ground nut and grass the setaria in Ngadipiro, Nguntoronadi, Wonogiri. The research is fenomological qualitative description research it means that the research takes the data from the field which is supported by quantitative analysis in laboratory. Set of analysis in the research is set of field map and the soil sample taking technique is purposive sampling method. While, to know the field appropriateness class, the research compares the quality and the field characteristic with the plant growing condition from PPT Bogor 2003. The planting pattern model is based or plant functions and according to planting pattern model proposal from PPLH 2008. To know assess the egibility of is effort farmer the researcher does the B/C ratio analysis and studies plant use value. The result of the research shows that the appropriateness of teak, cashew fruit, melinjo, ground nut and grass the setaria in Ngadipiro is around S3 to N (marginal appropriate to inappropriate). There are three planting pattern model which can be used to lessening level of erosion danger in Ngadipiro. They are Model

A (The mix of teak, cashew fruit, ground nut and grass the setaria), Model B (The mix of teak, melinjo, ground nut and grass the setaria) and Model C (The mix of teak cashew fruit, melinjo, ground nut and grass the setaria) While from the B/C ratio analysis and assess the egibility of is effort farmer which based on the use of the plant shows that of teak, cashew fruit, melinjo, ground nut and grass the setaria is appropriate to be tried and to be developed in the research field in Ngadipiro.

Keywords: agroforestry, plant approprianteness, planting pattern

PENDAHULUAN berdampak pada pendapatan petani di Salah satu permasalahan yang terjadi di

daerah penelitian.

Desa Ngadipiro Kecamatan Nguntoronadi Sejauh ini sistem pengelolaan lahan adalah tingginya bahaya erosi yang terjadi

agroforestry atau wanatani telah coba yang disebabkan kondisi geografi lahan yang

diupayakan pada beberapa tempat di wilayah berbentuk pegunungan dengan kemiringan

ini untuk mengatasi permasalahan yang lereng yang berkisar antara sedang sampai

terjadi. Adapun pola wanatani yang sudah curam serta tindakan usaha tani dan

berjalan di sekitar lokasi penelitian adalah Jati pengelolaan lahan yang buruk pada lahan‐

dengan tanaman semusim kacang tanah, dan lahan kritis di perbukitan terjal di daerah

Jambu mete dengan tanaman semusim penelitian. Erosi tanah yang merupakan

kacang tanah. Akan tetapi berdasarkan hasil proses degradasi tanah akan mengakibatkan

penelitian yang telah dilakukan diketahui penurunan produktifitas lahan dan juga akan

bahwa penerapan sistem pola wanatani yang Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

tanaman rumput setaria, alasan dipilihnya mengurangi tingkat bahaya erosi yang terjadi.

tanaman jenis ini didasarkan atas penelitian Hal ini dapat terjadi karena tanaman tersebut

sebelumnya yang telah dilakukan oleh kurang sesuai untuk daerah penelitian

Hardianto et al. (1990) yang menunjukkan sehingga tanaman tersebut tidak dapat

bahwa rumput setaria merupakan yang tumbuh secara optimal atau dapat terjadi

terbaik pertumbuhannya dibanding jenis karena pemilihan model pola tanam yang

rumput lainnya dengan daya tumbuh kurang efektif.

mencapai 100% pada musim hujan. Untuk mengetahui bagaimana tingkat

Disamping itu rumput setaria sejak kesesuaian beberapa jenis tanaman yang

diintroduksi ke lahan kering terus ditawarkan dalam pola wanatani di Desa

berkembang, perbanyakan bibitnya mudah, Ngadipiro maka diperlukan adanya penelitian

produksi hijauan tinggi, tahan kekeringan dan tentang evaluasi kesesuaian beberapa jenis

disukai ternak.

tanaman tersebut. Dalam hal ini pemilihan Kelima jenis tanaman tersebut kemudian jenis tanaman yang ditawarkan didasarkan

akan dikombinasikan dalam suatu model pola atas manfaat jenis tanaman tersebut

tanam wanatani yang mana di dalam terhadap pendapatan petani dan fungsi

menentukan model pola tanam tersebut tanaman tersebut sebagai tanaman mengacu kepada penelitian sebelumnya yang konservasi. telah dilakukan oleh tim peneliti dari PPLH Beberapa jenis tanaman yang dan hasil yang diharapkan berupa beberapa

ditawarkan antara lain adalah a) tanaman jati, pilihan model pola tanam yang dapat tanaman ini dipilih karena pada umumnya

dikembangkan oleh petani di Desa Ngadipiro. petani disana telah terbiasa menanam dan membudidayakan tanaman jati sehingga

METODE PENELITIAN

dengan kebiasaan tersebut maka diharapkan Penelitian ini dilaksanakan di Desa tanaman jati akan lebih diterima oleh petani

Ngadipiro Kecamatan Nguntoronadi setempat,

b) tanaman jambu mete, alasan Kabupaten Wonogiri. Sedangkan Analisis dipilihnya tanaman ini sebagai salah satu

tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia tanaman yang ditawarkan dalam model pola

dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian wanatani adalah faktor kebiasaan dari petani

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adapun setempat yang sudah dari dulu waktu pelaksanan penelitian pada bulan Juli

membudidayakan jambu mete, c) tanaman 2008 sampai dengan Oktober 2008. melinjo, adapun alasan tanaman ini

Bahan yang diperlukan yaitu: bahan‐ ditawarkan adalah karena tanaman ini

bahan analisa geografis citra satelit dan memiliki banyak manfaatnya akan tetapi

Bahan kemikalia untuk analisis. Sedangkan penelitian untuk tanaman ini belum banyak

alat yang diperlukan meliputi: peralatan dilakukan sehingga dirasa perlu untuk

survai lapang, peralatan untuk analisis dilakukan penelitian tentang tanaman melinjo

laboratorium tanah, seperangkat peralatan ini, d) tanaman kacang tanah, kebiasaan dari

Sistem Informasi Geografis. petani di Desa Ngadipiro yang lebih suka

Penelitian menggunakan metode membudidayakan tanaman semusim berupa

deskriptif kualitatif fenomenologis yaitu kacang tanah dibandingkan tanaman lainnya

mengambil data di lapang yang didukung menjadi alasan mengapa tanaman kacang

analisis kuantitatif di laboratorium dengan tanah ini menjadi salah satu tanaman yang

Satuan analisis yang digunakan adalah Satuan

98 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Peta Lahan yang didasarkan kepada pra survai, meliputi studi pustaka, survai kesamaan dan kemiripan unsur lahan yaitu

pendahuluan, pembuatan Peta Satuan Lahan, kedalaman tanah, kemiringan lereng dan tipe

penentuan titik sampel; (2) Tahap survai penggunaan lahan. Dari Satuan Peta Lahan ini

utama, meliputi pengambilan sampel tanah, diambil sampel tanah untuk dianalisis dan

mencatat karakteristik lahan, melakukan penentuan sampel tanah dengan wawancara; (3) Tahap pasca survai, meliputi

menggunakan metode purposive sampling analisis laboratorium, Interpretasi dan dimana mekanismenya untuk setiap Satuan

penyajian data; (4) Tahap analisis/ Peta Lahan diambil sampel top soil dari 2‐3

pembahasan.

titik pengamatan yang kemudian di komposit. Variabel yang diamati meliputi: Penentuan kelas kesesuaian lahan

morfologi lahan (kemiringan lereng, dilakukan dengan cara membandingkan

kedalaman tanah, dan batuan permukaan), (matching) antara kualitas dan karakteristik

sifat fisika dan kimia tanah, iklim (curah hujan lahan. Sedangkan dalam menentukan pola

dan temperatur), dan kelayakan usaha tani. tanam tanaman dilakukan berdasakan fungsi tanaman dan mengacu pada pola tanam yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

telah diusulkan oleh tim peneliti PPLH di

Karakteristik Daerah Penelitian

daerah penelitian. Untuk mengetahui nilai Secara geografis daerah penelitian

kelayakan o usaha tani dilakukan pengumpulan terletak pada 110 58’ ‐111 30’ BT dan 7 52’ ‐ dan o pengolahan data biaya produksi, tingkat 7 53’ LS sedangkan secara administrasi,

produksi dan harga jual komoditas tanaman daerah penelitian terletak di Desa Ngadipiro, dan teknik pengumpulan data kelayakan

Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten usaha tani melalui wawancara dengan petani

Wonogiri. Desa Ngadipiro berdasarkan hasil setempat. digitasi Peta Rupa Bumi mempunyai luas

wilayah 663.61 Ha dengan ketinggian daerah Dalam pelaksanaan penelitian ini dibagi

antara 196 – 427m,dpl.

menjadi beberapa tahapan, yaitu: (1) Tahap Tabel 1. Rincian Satuan Peta Lahan (SPL)

Pemerian SPL Kedalaman

Penggunaan Lahan

Lahan tegal dominasi jati monokultur

2 15 – 25

50 – 90

Sawah tadah hujan

3 8 – 15

50 – 90

Sawah tadah hujan

4 0 –4

50 – 90

Sawah tadah hujan

5 0 –4 > 90 Lahan tegal dominasi jati monokultur

6 8 – 15

50 – 90

Lahan tegal (tumpangsari) Komposisi 30% tanaman jati dan 70% tanaman palawija

7 15 – 25

25 – 50

Lahan tegal (tumpangsari) Komposisi 70% tanaman jati dan 30% tanaman palawija

8 8 – 15

50 – 90

Lahan tegal dominasi jati monokultur

9 > 25 0 – 25

Lahan tegal dominasi jati monokultur

10 15 – 25

25 – 50

Lahan tegal (tumpangsari) Komposisi 30% tanaman jati dan 70% tanaman palawija

11 > 25 0 – 25

Lahan tidak diperuntukan

12 > 25 25 – 50

Lahan tegal (tumpangsari) Komposisi 70% tanaman jati dan 30% tanaman palawija

Sumber: Hasil Analisis dan Pengamatan Lapang (2008) Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

99

Gambar 1. Peta Satuan Lahan

kesesuaian lahannya adalah tidak sesuai Fergusson diketahui bahwa daerah penelitian

Berdasarkan klasifikasi Schmidt ‐

sampai sesuai marginal. Hal ini disebabkan memiliki nilai Q rata‐rata 89,29 % termasuk

karena adanya beberapa faktor pembatas ke dalam tipe iklim D, yaitu iklim sedang.

yang mempengaruhinya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan Oldeman diketahui bahwa daerah penelitian

bahwa faktor pembatas pertama tanaman jati memiliki jumlah bulan basah 2,3 dan bulan

adalah kedalaman tanah. Faktor pembatas ini kering 6,1 yaitu termasuk dalam tipe iklim E4.

pada dasarnya sulit diatasi, sehingga Tipe iklim ini tergolong terlalu kering,

dianggap sebagai faktor pembatas yang tetap sehingga untuk tanaman palawija hanya

yang tidak dapat dilakukan usaha perbaikan. dapat dilakukan satu kali dalam setahun,

Faktor pembatas yang kedua adalah tingkat khususnya pada saat musim hujan.

bahaya erosi, upaya perbaikan yang dapat Daerah penelitian terbagi dalam 12

dilakukan adalah dengan pembuatan teras Satuan peta lahan (SPL) yang diperoleh dari

yang bertujuan untuk mengurangi pajang hasil overlay (tumpang susun) antara Peta

lereng sehingga akan memperkecil kehilangan Kemiringan Lereng, Peta Kedalaman Tanah

tanah oleh limpasan permukaan. Menurut dan Peta Tipe Penggunan Lahan (Tabel 1).

Hardjowigeno (1992) teras memiliki fungsi Gambaran hasil tumpang susun disajikan

yaitu untuk mengurangi panjang lereng dan pada Gambar 1.

mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga menambah air infiltrasi. Faktor

Kesesuaian Lahan

pembatas yang ketiga adalah draenase,

Tanaman Jati

upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah Kesesuaian lahan tanaman jati di daerah

dengan pembuatan saluran draenase. penelitian berkisar antar N‐S3, artinya kelas

Menurut Hardjowigeno (1992) pembuatan

100 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Tabel 2. Faktor pembatas tanaman jati

Faktor pembatas

No Upaya perbaikan

SPL

Simbol Keterangan

1 rc2 Kedalaman tanah

2 eh2 Tingkat bahaya erosi

Pembuatan teras

3 oa Draenase Saluran draenase

4 lp1 Batuan permukaan

11 Sumber: Hasil matching karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

5 lp2 Singkapan batuan

Gambar 2. Kesesuaian lahan tanaman jati

saluran ‐saluran drenase dan fasilitas‐fasilitas N yang berarti memiliki kesesuaian lahan irigasi adalah usaha pengaturan air sehingga

marginal sampai tidak sesuai. tanah lebih dapat memenuhi kebutuhan

Berdasarkan Tabel 3 faktor pembatas manusia. Usaha‐usaha ini sesuai dengan

tanaman jambu mete yang pertama adalah dasar pengawetan tanah yaitu memerlakukan

lereng dan tingkat bahaya erosi dimana di tiap bidang sesuai dengan syarat‐syarat yang

daerah penelitian memiliki tingkat bahaya diperlukan untuk dapat digunakan dalam

erosi yang berat yang berhubungan dengan produksi dan tidak terjadi kerusakan tanah.

kemiringan lereng. Upaya perbaikan yang Hasil keseuaian lahan tanaman jati disajikan

dapat dilakukan, yaitu dengan pembuatan pada Gambar 2.

teras yang dapat memotong panjang lereng. Faktor pembatas yang kedua adalah tekstur

Tanaman Jambu Mete

tanah dan kedalaman tanah. Kesesuaian lahan untuk tanaman jambu

Faktor pembatas ini merupakan faktor mete di daerah penelitian berkisar antara S3‐

pembatas tetap yang tidak dapat dilakukan usaha perbaikan. Faktor pembatas yang

Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Tabel 3. Faktor pembatas tanaman jambu mete

Faktor pembatas

No Upaya perbaikan

SPL

Simbol Keterangan

2, 7, 9, 10, 12 eh2 Tingkat bahaya erosi

1 eh1 Lereng Pembuatan teras

Pembuatan teras

2, 5, 11, 12 rc2 Kedalaman tanah

2 rc1 Tekstur ‐

3 oa Draenase Saluran draenase

4 lp1 Batuan permukaan

11 lp2 Singkapan batuan

11 Sumber: Hasil matching karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

Gambar 3. Kesesuaian lahan tanaman jambu mete

ketiga adalah draenase, upaya perbaikan perbaikan. Hasil kelas kesesuaian lahan yang dapat dilakukan adalah dengan

jambu mete disajikan pada Gambar 3. pembuatan saluran‐saluran draenase yang bertujuan untuk mengendalikan aliran

Tanaman Melinjo

permukaan. Faktor pembatas keempat Kesesuaian lahan tanaman melinjo di adalah batuan dipermukaan dan singkapan

daerah penelitian mamiliki kelas kesesuaian batuan, faktor pembatas ini hanya terjadi

lahan yang berkisar antara S3‐N yang berarti pada SPL 11, dimana SPL ini merupakan SPL

memiliki kesesuaian lahan marginal sampai yang tidak ditanami vegetasi apapun karena

tidak sesuai.

SPL ini berupa hamparan batu dengan lapisan Berdasarkan Tabel 4 faktor pembatas tanah yang sangat tipis sekali. Seperti halnya

yang pertama adalah tingkat bahaya erosi tekstur dan kedalaman tanah, faktor

dan lereng. Upaya perbaikan yang dapat pembatas ini merupakan faktor pembatas

dilakukan adalah dengan pembuatan teras tetap yang tidak dapat dilakukan upaya

yang bertujuan untuk mengurangi panjang

102 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Tabel 4. Faktor pembatas tanaman melinjo

Faktor pembatas

No Upaya perbaikan

SPL

Simbol Keterangan

1 eh1 Lereng Pembuatan teras

eh2 Tingkat bahaya erosi

Pembuatan teras

11, 12 rc2 Kedalaman tanah

2 rc1 Tekstur ‐

3 oa Draenase Saluran draenase

4 lp1 Batuan permukaan

11 lp2 Singkapan batuan

5 wa Curah hujan

6 fh Bahaya banjir

Saluran draenase

7 nr2 Kejenuhan basa

Penambahan BO

Sumber: Hasil matching karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

Gambar 4. Kesesuaian lahan tanaman melinjo

lereng sehingga akan mengurangi tingkat dilakukan adalah dengan pembuatan teras‐ bahaya erosi. Hasil kelas kesesuaian lahan

teras yang berfungsi memotong panjang tanaman melinjo disajikan pada Gambar 4.

lereng sehingga mengurangi besarnya erosi.

Tanaman Kacang Tanah

Faktor pembatas yang kedua adalah tekstur Kesesuaian lahan untuk kacang tanah di

dan kedalaman tanah.

daerah penelitian memiliki kelas kesesuaian Untuk faktor pembatas ini tidak dapat lahan S3‐N yang berarti sesuai marginal

dilakukan upaya perbaikan karena faktor sampai tidak sesuai.

pembatas ini merupakan faktor pembatas Berdasarkan Tabel 5 faktor pembatas

tetap. Faktor pembatas yang ketiga adalah yang pertama untuk tanaman kacang tanah

draenase. Menurut tabel peryaratan tumbuh adalah lereng dan besarnya tingkat bahaya

tanaman kacang tanah, drenase yang sesuai erosi dan upaya perbaikan yang dapat

untuk pertumbuhan tanaman kacang tanah Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Tabel 5.Faktor pembatas tanaman kacang tanah

Faktor pembatas

No Upaya perbaikan

SPL

Simbol Keterangan

2, 7, 10 eh2 Tingkat bahaya erosi

1 eh1 Lereng Pembuatan teras

Pembuatan teras

11, 12 rc2 Kedalaman tanah

2 rc1 Tekstur ‐

3 oa Draenase Saluran draenase

4 lp1 Batuan permukaan

11 lp2 Singkapan batuan

11 Sumber: Hasil matching karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

Gambar 5. Kesesuaian lahan tanaman kacang tanah

adalah yang baik sampai sedang dan upaya

Tanaman Rumput Setaria

perbaikan yang dapat dilakukan adalah Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa dengan pembuatan saluran draenase. Faktor

kesesuaian lahan rumput setaria di Desa pembatas keempat adalah batuan Ngadipiro berkisar antar S3‐N, artinya kelas

permukaan dan singkapan batuan yang kesesuaian lahan untuk rumput setaria di hanya terdapat pada SPL 11. Faktor pembatas

daerah penelitian adalah berkisar antara ini merupakan faktor pembatas tetap yang

sesuai marginal sampai tidak sesuai. berarti tidak dapat dilakukan upaya

Faktor pembatas yang ketiga adalah perbaikan. Hasil kelas kesesuaian lahan

draenase dan upaya perbaikan yang dapat tanaman kacang tanah disajikan pada

dilakukan adalah dengan pembuatan saluran‐ Gambar 5. saluran draenase yang berfungsi untuk menyalurkan air sehingga dapat mengurangi hilangnya partikel‐partikel tanah.

104 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Tabel 6.Faktor pembatas tanaman rumput setaria

Faktor pembatas

No Upaya perbaikan

SPL

Simbol Keterangan

2, 7, 10 eh2 Tingkat bahaya erosi

1 eh1 Lereng Pembuatan teras

Pembuatan teras

11, 12 rc2 Kedalaman tanah

2 rc1 Tekstur ‐

3 oa Draenase Saluran draenase

4 lp1 Batuan permukaan

11 lp2 Singkapan batuan

5 nr2 Kejenuhan basa

Penambahan BO

Sumber: Hasil matching karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman

Gambar 6. Kesesuaian lahan tanaman rumput setaria

Faktor pembatas yang pertama untuk perbaikan. Faktor pembatas kelima adalah pengembangan tanaman rumput setaria di

kejenuhan basa. Faktor pembatas ini terdapat daerah penelitian yaitu kemiringan lereng

hanya terdapat pada SPL 5 dan upaya dan tingkat bahaya erosi dan upaya perbaikan

perbaikan yang dapat dilakukan adalah yang dapat dilakukan adalah dengan

dengan pemberian bahan organik. pembuatan teras‐teras. Faktor pembatas yang keempat adalah

Model Pola Tanam

batuan permukaan dan singkapan batuan Berdasarkan nilai manfaat dan fungsi yang hanya terdapat pada SPL 11. Hal ini

tanaman serta mengacu kepada usulan pola terjadi karena SPL 11 merupakan daerah yang

tanam yang telah diberikan oleh PPLH (2008) berupa singkapan batuan dengan lapisan

maka ada 3 (tiga) jenis model kombinasi jenis tanah yang sangat tipis dan untuk faktor

tanaman yang dapat diterapkan, yaitu : pembatas ini tidak dapat dilakukan upaya

Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

jambu mete) menggunakan sistem Model ini dapat diterapkan pada SPL 1, 2,

penanaman kontur dengan nguntu 3,

4, 6, 7, 8, 9, 10, 12, namun tidak bisa walang (zig zag antar larikan) dan jarak diterapkan untuk SPL 5. Model pola

tanam antar tanaman yang dapat tanam

A disajikan pada Gambar 7. digunakan adalah 5 x 10 m Model ini tidak cocok diterapkan pada

b. Model B (Kombinasi Jati + Melinjo + SPL 5 dan 11 karena kelas kemiringan

Kacang tanah + Rumput setaria) lereng pada SPL 5 datar dan bahaya erosi

Model ini (Gambar 8) tidak cocok ringan sehingga tidak perlu dilakukan

diterapkan pada SPL 5 dan 11 karena penerapan model ini sedangkan pada SPL

kelas kemiringan lereng pada SPL 5 datar

11 lapisan tanahnya sangat tipis sehingga dan bahaya erosi ringan sehingga tidak kemungkinan besar tanaman tidak dapat

perlu dilakukan penerapan model ini tumbuh dan berkembang.

sedangkan pada SPL 11 lapisan tanahnya

Gambar 7. Model pola tanam A (Kombinasi Jati + Jambu mete + Kacang tanah + Rumput setaria)

Gambar

8. Model pola tanam B (Kombinasi Jati + Melinjo + Kacang tanah + Rumput setaria)

106 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010 106 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Kelayakan tersebut dapat diketahui melalui berkembang. nilai perbandingan antara penerimaan hasil

Penanaman tanaman keras (jati dan produksi dengan biaya total produksi, yaitu jambu mete) menggunakan sistem

nilai B/C rasio. Selain itu kelayakan usaha tani penanaman kontur dengan nguntu

juga dapat dilihat dari nilai manfaat tanaman walang (zig zag antar larikan) dan jarak

tersebut terhadap petani. tanam antar tanaman yang dapat digunakan adalah 5 x 10 m

Tanaman Jati

c. Model C (Kombinasi Jati + Jambu mete + Berdasarkan hasil wawancara dengan Melinjo + Kacang tanah + Rumput setaria)

petani setempat yang dilakukan secara Model (Gambar 9) tidak cocok

sampling diketahui bahwa nilai B/C rasio atau diterapakan pada SPL 5 dan 11 karena

perbandingan antara hasil produksi dengan kelas kemiringan lereng pada SPL 5 datar

banyaknya pengeluaran menunjukkan angka dan bahaya erosi ringan sehingga tidak

11,86 dan 17,5. Angka ini menunjukkan perlu dilakukan penerapan model ini

bahwa tanaman jati dapat diupayakan petani sedangkan pada SPL 11 lapisan tanahnya

(layak) untuk dibudidayakan di Desa sangat tipis sehingga kemungkinan besar

Ngadipiro. Dengan kata lain petani akan tanaman tidak dapat tumbuh dan

mendapatkan keuntungan dari budidaya berkembang. tanaman jati sehingga dapat menambah

Penanaman tanaman keras (jati dan pendapatannya. Akan tetapi budidaya jambu mete) menggunakan sistem

tanaman jati adalah budidaya untuk mencari penanaman kontur dengan nguntu

keuntungan untuk jangka panjang karena walang (zig zag antar larikan) dan jarak

masa panen yang lama dengan kata lain tanam antar tanaman yang dapat

tanaman jati baru dapat dipanen minimal digunakan adalah 5 x 10 m.

setelah umur 15 tahun.

Penggabungan tanaman buah jambu mete dengan melinjo diharapkan

Tanaman Jambu Mete

keuntungan yang didapat petani lebih Berdasarkan hasil wawancara dengan banyak. petani setempat yang dilakukan secara sampling diketahui bahwa besarnya B/C rasio

Analisis Kelayakan Usahatani

dalam budidaya tanaman jambu mete adalah Analisis kelayakan usahatani tanaman

7,19 dan 7,75. Angka ini menunjukkan bahwa sangat diperlukan untuk mengetahui apakah

tanaman jambu mete dapat diupayakan tanaman tersebut layak atau tidak

petani (layak) untuk dibudidayakan di Desa

Gambar

9. Model pola tanam C (Kombinasi Jati + Jambu mete + Melinjo + Kacang tanah + Rumput setaria)

Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Ngadipiro karena petani akan mendapatkan

Tanaman Kacang Tanah

keuntungan dari budidaya tanaman jambu Berdasarkan hasil wawancara dengan mete ini.

petani setempat yang dilakukan secara Upaya budidaya jambu mete di Desa

sampling diketahui bahwa besarnya B/C rasio Ngadipiro ini cukup menjanjikan karena

2,34 dan 4,24. Angka ini menunjukkan bahwa apabila ditinjau dari segi budidaya, tanaman

tanaman kacang tanah dapat diupayakan jambu mete umumnya merupakan jenis

petani untuk dibudidayakan di daerah tanaman yang mudah dalam perawatannya.

penelitian karena petani akan mendapatkan Misalnya saja kebutuhan pupuk anorganik

keuntungan dari budidaya tanaman kacang utuk tanaman jambu mete ini hanya

tanah ini. Hal ini terlihat dari besarnya nilai diperlukan ketika awal tanam dan setelah

B/C rasio yang lebih dari 1. tanaman tumbuh besar tanaman tidak

Manfaat atau keuntungan lain yang memerlukkan suplai pupuk anorganik, akan

dapat diperoleh petani dari budidaya kacang tetapi petani cukup melakukan pemupukan

tanah ini adalah dari sisa dedaunan hasil dengan menggunakan pupuk organik berupa

panen yang dapat dimanfaatkan oleh petani pupuk kandang yang dapat dengan mudah

untuk pakan ternak. Dengan demikian dari petani dapatkan karena umumnya petani di

segi ekonomi tanaman kacang tanah daerah penelitian memiliki hewan ternak.

merupakan salah satu tanaman yang layak untuk dibudidayakan.

Tanaman Melinjo

Tanaman melinjo merupakan tanaman

Tanaman Rumput Setaria

yang belum banyak dibudidayakan oleh Tanaman rumput setaria merupakan petani setempat, akan tetapi apabila melihat

tanaman yang belum dibudidayakan di dari potensi serta manfaat dari tanaman

daerah penelitian, akan tetapi apabila dilihat melinjo ini maka tanaman melinjo coba

dari segi potensi dan manfaatnya maka ditawarkan kepada petani setempat untuk

tanaman rumput setaria merupakan tanaman dibudidayakan sebagai bagian dalam sistem

yang layak diusahakan untuk dibudidayakan. wanatani. Hal ini dilakukan karena tanaman

Manfaat yang dapat diambil petani dari melinjo ini memiliki banyak manfaat yang

budidaya tanaman rumput setaria ini adalah dapat dimanfaatkan oleh petani untuk

tersedianya pakan untuk ternak mereka. meningkatkan pendapatannya. Dengan Dengan demikian petani dapat demikian tanaman melinjo merupakan salah

memanfaatkan rumput setaria ini sebagai satu tanaman yang layak diupayakan untuk

pakan ternak mereka sehingga para petani dibudidayakan di daerah penelitian apabila

tidak akan mengalami kesulitan dalam dilihat dari segi potensi dan manfaat

mencari pakan untuk ternak mereka. Selain tanamannya. itu tanaman rumput setaria digunakan

Beberapa manfaat dari segi ekonomi sebagai tanaman penguat teras yang ditanam yang dapat diambil petani dari budidaya

pada atas teras untuk mengurangi tingkat tanaman melinjo diantaranya kayunya yang

bahaya erosi yang terjadi. Dengan melihat memiliki ukuran besar dapat digunakan

manfaatnya maka tanaman rumput setaria sebagai bahan papan, daun melinjo dapat

layak untuk dibudidayakan di daerah dimanfaatkan oleh petani untuk sayur, dan

penelitian.

biji melinjo (buahnya) yang merupakan bahan untuk pembuatan emping dapat dijual oleh petani (Rostiati dan Rahmatu, 2008).

108 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

KESIMPULAN DAN SARAN

pola tanam ini dapat diterapkan dengan Kesimpulan asumsi petani memiliki keinginan dan

Kesesuaian lahan untuk beberapa jenis kemauan untuk menjaga serta merawat tanaman di Desa Ngadipiro Kecamatan

tanaman tersebut serta ikut dilibatkan mulai Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri untuk

dari awal kegiatan.

tanaman jati berkisar antara S3 – N (sesuai Berdasarkan hasil perhitungan B/C ratio marginal sampai tidak sesuai) dengan faktor

diketahui bahwa tanaman jati, jambu mete, pembatas tingkat bahaya erosi, kedalaman

melinjo, kacang tanah dan rumput setaria tanah, drainase, batuan permukaan dan

layak untuk diusahakan di Desa Ngadipiro singkapan batuan.

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Kesesuaian lahan untuk tanaman jambu

Wonogiri.

mete berkisar antara S3 – N (sesuai marginal Lahan di Desa Ngadipiro Kecamatan sampai tidak sesuai) dengan faktor pembatas

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri sudah tingkat bahaya erosi, tekstur tanah,

sangat kritis sehingga perlu diistirahatkan kedalaman tanah, drainase, batuan atau dengan kata lain lahannya tidak terlalu

permukaan dan singkapan batuan. diporsir secara optimal untuk kegiatan Kesesuaian lahan untuk tanaman Melinjo

pertanian terutama tanaman semusim. berkisar antara S3 – N (sesuai marginal sampai tidak sesuai) dengan faktor pembatas

Saran

tingkat bahaya erosi, kedalaman tanah, Untuk menghasilkan hasil yang maksimal drainase, tekstur tanah, batuan permukaan,

dari suatu model sebaiknya dilakukan singkapan batuan, curah hujan dan

penelitian tentang pengaruh interaksi antar kejenuhan basa.

tanaman yang akan digunakan dalam model Kesesuaian lahan untuk tanaman kacang

pola tanam.

tanah berkisar antara S3 – N (sesuai marginal Untuk mengetahui seberapa besar sampai tidak sesuai) dengan faktor pembatas

pengaruh model pola tanam yang ditawarkan tingkat bahaya erosi, kedalaman tanah,

terhadap pendapatan petani dan penurunan drainase, batuan permukaan dan singkapan

tingkat bahaya erosi maka perlu adanya batuan penelitian lanjutan tentang pengaruh model

Kesesuaian lahan untuk tanaman rumput pola tanam terhadap pendapatan petani dan setaria berkisar antara S3 – N (sesuai

tingkat bahaya erosi secara berseri setiap marginal sampai tidak sesuai) dengan faktor

tahun di Desa Ngadipiro Kecamatan pembatas tingkat bahaya erosi, kedalaman

Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. tanah, drainase, batuan permukaan dan

Untuk menambah informasi tentang singkapan batuan

kesesuaian lahan di Desa Ngadipiro Tiga macam model pola tanam yang

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten ditawarkan untuk mengurangi besarnya

Wonogiri untuk beberapa tanaman yang tingkat bahaya erosi di Desa Ngadipiro

memiliki nilai ekonomi tinggi maka perlu Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten adanya penelitian lanjutan tentang Wonogiri adalah Perpaduan tanaman Jati +

kesesuaian beberapa jenis tanaman prosfektif Jambu mete + kacang tanah + rumput setaria;

seperti tanaman empon‐empon, buah naga , Perpaduan tanaman Jati + Melinjo + kacang

durian, dll.

tanah + rumput setaria; dan Perpaduan Untuk mengetahui model pola tanam tanaman Jati + Jambu mete + Melinjo +

yang paling cocok di Desa Ngadipiro kacang tanah + rumput setaria. Ketiga model

Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010

Wonogiri maka perlu dilakukan penelitian Rostiati dan Rahmatu. 2008. Prospek percobaan model pola tanam pada beberapa

Tanaman Melinjo Beras Purin. di

Desa Ngadipiro Kecamatan Nguntoronadi http://www.radar sulteng online.com.

Kabupaten pada tanggal 10 Agustus 2008

Wonogiri.

Diunduh

Kebiasaan petani yang terlalu

mengeksploitasi lahan secara berlebihan untuk kegiatan pertanian berdampak buruk terhadap kesuburan lahannya sehingga perlu adanya upaya pengistirahatan lahan terutama untuk kegiatan pertanian.

Untuk memenuhi kebutuhan petani dalam jangka pendek dan mengurangi ketergantungan petani terhadap tanaman semusim serta mengurangi eksploitasi lahan yang berlebih maka petani dapat menanam berbagai jenis tanaman cash crops.

DAFTAR PUSTAKA

Hardianto. R, A. Syam, H. Sembiring, dan E. Saptono. Hasil uji beberapa jenis rumput. Risalah Diskusi Ilmiah Hasil Penelitian, PH3HTA 11‐13 januari 1990. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah Edisi Revisi. Akademika Pressindo. Jakarta.

JICA. 2007. Studi Penanganan Sedimentasi Waduk Serbaguna Wonogiri. Laporan Akhir Sementara. Volume II. Nippon Koei and Yachiyo Engineering Co. Ltd.

Kartasapoetra, Mul Mulyani Sutedjo,

G.Kartasapoetra. 2004. Teknologi

Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Lahjie,

A.B. 2001. Teknik Agroforestri. UPN Veteran Jakarta. Jakarta..

PPLH. 2008. Laporan Kerjasama Penelitian “Model Pengelolaan Hutan Tanaman TerpaduUntuk meningkatkan fungsi

lingkungan dan Kesejahteraan

Masyarakat di Daerah Tangkapan Air Waduk Serbaguna Wonogiri (Studi di SUB ‐DAS

Keduang, Kecamatan

Nguntoronadi. Surakarta Priyono, Rudi. 2008. Kesesuaian Lahan

Tanaman Kapuk Randu. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakata.

110 Sains Tanah – Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi 7(2) 2010