Pembelajaran Keteram pilan Berbahasa Lisa

Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Lisan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterampilan berbahasa terdiri dari keterampilan berbahasa tulis dan
keterampilan berbahasa lisan. Klasifkasi seperti ini, dibuat berdasarkan
pendekatan komunikatif. Implikasinya, pembelajaran berbahasa di SD harus
difokuskan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian

tentang

keterampilan

berbahasa

tulis,

yang


komponen-

komponennya terdiri dari keterampilan membaca dan menulis, akan
dilaksanakan dalam Kegiatan Belajar 1, mengingat pentingnya pembelajaran
keterampilan di SD. Di samping berhitung, keterampilan membaca dan
menulis merupakan keterampilan dasar yang harus diajarkan mulai dari
kelas 1 SD.
Selanjutnya, Kegiatan Belajar 2 akan membahas hal-hal yang berkaitan
dengan

keterampilan

berbahasa

lisan.

Keterampilan

ini


terdiri

dari

keterampilan menyimak dan berbicara.
Pembelajaran keterampilan berbahasa tidak boleh ditafsirkan sebagai
mengajarkan memahami dan menggunakan bahasa, tetapi harus dipahami
sebagai mengajak siswa berlatih memahami dan menggunakan bahasa,
terutama di SD.

Dengan pemahaman seperti ini, guru akan terdorong untuk

merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran membaca, menulis,
menyimak, dan berbicara dengan lebih bervariasi lagi sehingga pengalaman
belajar dari kegiatan pembelajaran ini tambah bermakna bagi siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka masalahnya akan
dirumuskan secara terperinci untuk mempermudah dalam merumuskan

tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah penulisan

adalah sebagai berikut :

•Apa saja strategi dalam pembelajaran berbahasa lisan?
•Bagaimana penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi
kreatif?
•Apa manfaat keterampilan berbahasa lisan?
1.3 Batasan Masalah
Dalam batasan masalah ini kami akan membatasi masalah dalam
makalah yang kami buat tentang ruang lingkup kajian keterampilan
berbahasa lisan.
1.4 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
•Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam
pembelajaran berbahasa lisan.
•Untuk mengetahui penerapannya dalam kegiatan berbicara dan
dramatisasi kreatif.
•Untuk mengetahui manfaat keterampilan berbahasa lisan.
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami sebagai penulis menggunakan metode
daftar pustaka, mencari dari berbagai media, baik dari media elektronik

maupun media cetak.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Lisan
Keterampilan berbahasa lisan terdiri dari keterampilan menyimak dan
berbicara. Keterampilan menyimak dan berbicara sangat erat kaitannya
bersifat resiprokal. Dalam kehidupan sehari-hari, penyimak dan pembicara
bisa berganti peran secara spontan, yaitu dari penyimak menjadi pembicara
dan dari pembicara menjadi penyimak.
A. MENYIMAK
1. Hakikat Menyimak
Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagaid segi (Logam< 1972).
Menyimak dapat dipandang sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, suatu
proses, respons atau sebagai pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan suatu
sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu
menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyi-bunyi yang telah
dikenalnya.

Kemudian,


secara

bersamaan

ia

mampu

menginterprestasikan dan memahami makna rentetan bunyi-bunyi itu.
sebagai suatu keterampilan, menyimak bertujuan untuk berkomunikasi
karena melibatkan keterampilan yang bersifat aural dan oral. Berdasarkan
pandangan

ini,

harus

dibedakan


antara

mendengar

dan

menyimak.

Mendengar merupakan fase awal dari menyimak, yaitu fase mengenal bunyi,
sedangkan menyimak merupakan fase fase kedua, yaitu fase pemaknaan
simbol-simbol aural. Menyimak sebagai seni bearti kegiatan menyimak itu
memerlukan adanya kedisiplinan, kosenterasi, partisipasi aktif, pemahaman
dan penilaian, seperti halnya orang mempelajari seni musik, seni peran atau
seni rupa. Sebagai suatu proses, menyimak berkaitan dengan proses
keterampilan

yang

kompleks,


yaitu

keterampilan

mendengarkan,

memahami, menilai, dan merespons. Oleh sebab itu, menyimak harus
diajarkan. Menyimak dikatakan sebagi respons, sebab respons merupakan

unsur utama dalam menyimak. Penyimak dapat merespons dengan efektif
jika ia memiliki pancaindra yang cukupbaik dan mempunyai kemampuan
menginterprestasikan

pesan

yang

terkandung

dalam


tuturan

yang

disimaknya. Menyimak sebagai pengalaman kreatif melibatkan pengalaman
yang nikmat, menyenangkan dan memuaskan.
2. Bahan Pembelajaran Menyimak
Tujuan utama pembelajaran menyimak, melatih siswa memahami
bahasa lisan. Oleh sebab itu, pemilihan bahan pembelajaran menyimak
harus disesuaikan dengan karakteristik siswa SD.
Pembelajran menyimak di kelas rendah sebaiknya tidak disertai
dengan kegiatan menulis sebab kemampuan menulis kelas rendah masih
sangat terbatas. Bahan simakan untuk kelas tersebut sebaiknya berupa
perintah, pertanyaan atau petunjuk lisan yang menghendaki jawaban singkat
atau perbuatan sebagai jawabannya.
Contoh:
a. Tutup jendela itu sedikit
b. Siapa, namamu?
c. Nyalakan lilin itu, kemudian padamkaan!

Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat menggunakan
bahan pembelajaran membaca, menulis, kosakata, karya sastra, bahan yang
disusun guru senndiri atau ambil dari media cetak. Teknik penyajiannya
dapat dibacakan langsung oleh guru atau alat perekam suara.
Setelah menyampaikan bahan pembelajaran, guru secara langsung
dapat

mengadakan

Tanya

Jawab

tentang

isi

materi

yang


sudah

disampakannya atau menugasi siswa untuk menjawab pertanyaan yang
sudah disiapkan lebih dulu. Pertanyaan yang baik harus disusun secra
sistematis. Menurut Baradja (1980), sistematisasi pertanyaan-pertanyaan
untuk

materi

pembelajaran

menyimak

dapat

dilakukan

dengan


menggunakan table berikut.
Perilaku
siswa

MENGINGAT FAKTA

MEMAHAMI

yang Mengingat nama orang, KOSAKATA

MENARIK
KESIMPULAN

dipancing

nama

tempat,

kejadian
lain
eksplisit

dan

yang

urutan BARU
hal-hal Memahami

Mengidentifkas
arti i isi persoalan,

secara kata, ungkapan, meramalkan
disebutkan dan sebagainya kejadian

dalam teks lisan

dalam hubungan selanjutnya,
kalimat

membuat
intprestasi

Jenis

afektif,dan

pertanyaan
Ya – tidak/ 1

2

sebagainya
3

5

6

alternative
Dengan kata 4
tanya
Pada tabel diatas tampak ada 2 jenis pertanyaan dan 3 jenis perilaku
siswa yang terpancing. Secara keseluruhan, ada 6 pertanyaan, yaitu
pertanyaan 1-3 jenis pertanyaan ya- btidak/alternative bdan pertanyaan 4-6
jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya, misalnya apa, mengapa,
bagaimana, dan lain-lainnya. Macam pertanyaan 4-6, tidak dapat disangkal,
termasuk golongan pertanyaan yang sukar. Gradasi kesukaran sudah
diurutkan, makin besar nomor pertanyaan makin sukar atau makin kecil
nomor pertanyaan makin mudah. Sebaiknya macam pertanyaan 1-3
diberikan di kelas rendah, sedangkan macam pertanyaa 4-6 diberikan di
kelas tinggi.
Pertanyaan jenis ya- tidak adalah pertanyaan yang jawabannya
didahului dengan kata ya atau tidak.
Contoh;
Pertanyaan : Ayahmu bekerja?
Jawab

: Ya, ayah saya bekerja.
Tidak, ayah saya tidak bekerja.

ertanyaan

Pertanyaan jenis alternatif adalah pertanyaan yang memberikan
pilihan kepada siswa dan pilihannya itu keduanya secara eksplisit disebutkan
dalam pertanyaan itu.
Contoh;
Pertanyaan : Niko ke sekolah atau di rumah?
Jawab

: Niko ke sekolah.
Niko di rumah.
Jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya biasanya lebih sukar

daripada jenis ya- tidak atau alternative, karena jawabannya bergantung
kepada xxpemahaman siswa aka nisi teks lisan dan kemampuannya
menyusun kalimat.
Contoh;
: Apa yang dilakukan Malin Kundang setelah menjadi saudagar kaya raya?
Jawab

: Ia pergi berlayar menuju tempat kelahirannya.
Atau
Ia tidak mengakui ibu kandungnya sendiri.

Tabel : Menyimak yang Efektif
Menyimak
Efektif
1. Temukan
beberapa
minat
2. Nilailah
bukan

yang Menyimak

yang

Lemah
Menghilangkan
area pelajaran

Menyimak yang Kuat
Menggunakan

peluang

dengan

yang bertanya “Apa isinya untuk saya?”

“kering”
isinya, Menghilangkannya
jika

Menilai isi, melewati kesalahankesalahan penyampaian

penyampaiannya penyampaiannya
3. Tahanlah

jelek
Cenderung

Menyembunyikan

penilaian

semangat Anda berargumen
4. Dengarkan ide- Menyimak
ide
kenyataan
5. Bersikap feksibel Membuat

sampai paham
Menyimak tema inti
catatan Membuat catatan lebih banyak.

intensif

dengan Memakai

4-5

sistem

berbeda

memakai hanya satu tergantung pembicara
6. Bekerjalah

sistem
saat Pura-pura menyimak Bekerja

menyimak
7. Menahan

toleransi pada kegiatan-kegiatan
jelek, tahu cara berkonsentrasi
bahan Menggunakan bahan yang padat

pikiran Menahan

anda

yang sulit, mencari untuk melatih pikiran
bahan

9. Bukalah

yang

sederhana
pikiran Setuju

anda

dengan Mempertimbangkan

informasi
yang

ide-ide membentuk pendapat.

terbentuk

10. Tulislah

sebelumnya
dengan Cenderung

huruf

besar melamun

tentang

fakta dengan

lebih

sudut

jika pandang yang berbeda sebelum

mendukung

karena

menunjukkan

keadaan tubuh yang aktif
Berjuang/menghindari gangguan,

Mudah tergoda

gangguan
8. Latihlah

keras,

Menantang,
bersama merangkum,

mengantisipasi,
menimbang

bukti,

pembicara mendengar apa yang tersirat.

berpikir yang lemah
cepat

daripada
berbicara

3. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Menyimak

Strategi menyimak dan berpikir langsung mbl / dlta (direct listening
thinking activities)
 Pra Simak
Persiapan Menyimak :
1. Pada tahap ini guru memberitahukan judul cerita yang akan disimak,
misalnya “Saat Sendirian di Rumah”.
2. Berdasarkan judul teresbut guru menanyakan kepada siswa misalnya:
“Bagaimana seandainya malam hari sendirian di rumah?”
3. Untuk membangkitkan imajinasi siswa guru bisa menunjukkan gambar
rumah yang gelap.
4. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan Apa kira-kira isi cerita yang
akan dibacakan, apa yang kira-kira menarik dari cerita itu, bagaimana
seandainya peristiwa itu terjadi pada kalian? Dan sebagainya.
 Saat Simak
Guru Membaca Nyaring :
1. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring secara menarik dan
hidup
2. Pada bagian tertentu yang dianggap memiliki hubungan dengan
prediksi dan tujuan pembelajaran, guru menghentikan pembacaan dan
mengajukan pertanyaan kepada siswa. Misalnya : “Apa kesimpulan
yang kalian peroleh, apa yang terjadi kemudian, apa yang terjadi
selanjutnya dsb.”
3. Setelah tanya jawab dianggap cukup, guru melanjutkan membacakan
lagi. Dan mengulangi langkah di poin kedua sampai cerita selesai.

 Pasca Simak
Refleksi :
1. Guru mengakhiri pembacaan cerita
2. selanjutnya guru meminta siswa untuk mengemukakan kembali isi
cerita dan guru meminta pendapat siswa tentang unsur-unsur cerita,
misalnya tentang watak tokoh, tentang alur, seting dan sebagainya
secara lisan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan menunjuk siswa maju
ke depan untuk menceritakan kembali cerita yang telah dibacakan
guru secara bergantian.
Strategi pertanyaan jawaban (pj)
 Pra Simak
1. Guru mengemukakan judul bahan simakan
2. Guru mengajukan pertanyaan berkenaan dengan isi simakan yang
akan dibicarakan
 Saat Simak
1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan
perbagian

dengan

diselingi

pertanyaan

atau

dibacakan

secara

keseluruhan secara langsung
 Pasca Simak
1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan
perbagian

dengan

diselingi

pertanyaan

atau

dibacakan

secara

keseluruhan secara langsung
2. Setelah materi simakan selesai dibacakan guru memberi kesempatan
kepada siswa menanyakan hal-hal yang belum dipahami.

3. Guru mengadakan tanya-jawab dengan siswa.
4. Siswa mengemukakan kembali informasi yang telah diperoleh, (bisa
secara tertulis atau lisan).

Strategi kegiatan menyimak secara langsung/kml atau dla (direct
listening activities)
 Pra Simak
1. Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks
simakan, bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan
dengan judul bahan simakan sebagai upaya untuk pembangkitan
skemata siswa. Selanjutnya guru mengemukakan hal-hal pokok yang
perlu dipahami siswa dalam menyimak
 Saat Simak
1. Guru meminta siswa mendengarkan materi simakan yang dibacakan
oleh guru.
 Pasca Simak
1. Guru melakukan tanya jawab tentang isi simakan. Pertanyaan tidak
selalu harus diikat oleh pertanyaan yang terdapat dalam buku. Guru
hendaknya menambahkan pertanyaan yang dikaitkan dengan konteks
kehidupan siswa atau masalah lain yang aktual.
2. Guru memberikan latihan/tugas/kegiatan lain yang berfungsi untuk
mengembangkan keterampilan siswa dalam menyimak.
B. BERBICARA
1. Hakikat Berbicara

Saudara, dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan
kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan,
sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran,
gagasan atau perasaan secara lisan (Brown dan Yule, 1983). Berbicara
sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial
karena

berbicara

merupakan

suatu

bentuk

perilaku

manusia

yang

memanfaatkan faktor-faktor fsik, psikologis, neurologist, dan linguistik
secara luas. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya, menyebabkan
orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks.
Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga
harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang
berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak
hanya ditentukan dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau
faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor
tersebut secara menyeluruh.
Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat
menyimak siaran radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang, orang melakukan
kegiatan berbicara tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau
penyimak. Oleh sebab itu, Valette (1977) berpendapat bahwa berbicara
merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial.
Perhatikan contoh kegiatan berbicara berikut ini.
Bu Tina: “Saya dengar Andi mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, saya langsung
datang ke sini.”
Bu Susi: “Benar. Kalau saja dia mau mendengarkan omongan saya, tidak naik motor
ke sekolah, mungkin saat ini dia tidak berbaring di sini.”
Bu Tina: “Sudahlah, Bu. Jangan terlalu disesali. Mudah-mudahan kejadian ini
membawa hikmah bagi kita, terutama bagi Andi. Kita berdo’a saja, mudahmudahan luka-luka Andi cepat sembuh dan Andi bisa kembali ke sekolah
seperti biasa.”

Bu Susi: “Ya, Bu. Terima kasih atas kedatangan Ibu.”
Pemirsa, saat ini kita berada di lokasi banjir kota Semarang.
Banjir yang terjadi sejak hari Senin kemarin masih menggenangi
rumah-rumah dan sekolah-sekolah di kota ini. Para penghuni rumah
yang

terkena

banjir

berusaha

menyelamatkan

barang-barang

mereka ke tempat yang lebih aman. Anak-anak sekolah terpaksa
libur karena sekolah tempat mereka menimba ilmu tidak dapat
digunakan sebagaimana mestinya. Banjir di kota ini baru pertama
kali terjadi. Namun, kita harus terus waspada mengingat musim
hujan masih panjang. Kita harus menjaga lingkungan agar banjir
seperti ini tidak terulang lagi. Demikian laporan dari atika Suri. Kita
kembali ke Studio 5. Silakan Adolf.
Kedua contoh di atas, tampak bahwa berbicara tidak hanya berkaitan
dengan masalah pelafalan dan intonasi saja, tetapi juga dengan penyusunan
pemahaman. Berbicara menuntut penggunaan bahasa secara tepat pada
tingkatan yang ideal (Madsen, 1983). Untuk dapat berbicara dalam suatu
bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa, dan
kosakata dari bahasa yang digunakannya itu. Selain itu, penguasaan
masalah yang akan disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan
bicara diperlukan juga.
2. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai
maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara
adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu
yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasi
terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang
mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun
perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya

dapat dibedakan atas lima golongan yaitu Tujuan berbicara dapat dibedakan
atas lima golongan,yakni untuk :
a.Mendorong/menstimulasi
b.Meyakinkan
c.Menggerakkan
d.Menginformasikan
e.Menghibur

Tujuan dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara
berusaha memberi semanagt atau gairah hidup kepada pendengar.Reaksi
yang diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi
para pendengar.Misalnya pidato Ketua Umum Koni dihadapan para atlet
yang bertanding diluar negri bertujuan agar para atlit mempunyai semangat
yang cukup tinggi dalam rangka membela negara.
Tujuan suatu uraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila
pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendapat atau sikap para
pendengar.

Alat

yang

paling

penting

dalam

uraian

itu

adalah

argumentasi.Untuk itu diperukan bukti,fakta, dan contoh kongkret yang
dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan

pendengar.Reaksi yang

diharapkan adalah adanya penyesuaian keyakinan ,pendapat atau sikap atas
persoalan yang disampaikan.
Tujuan

suatu

uraian

disebut

menggerakkan

apabila

pembicara

menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar.Misanya
berupa

seruan

persetujuan

atau

ketidaksetujuan,

pengumpulan

dana,penandatanganan suatu resolusi,mengadakan aksi sosial.Dasar dari
tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau
terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara
ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat

mengerti
pelajaran

dan

memahaminya.

dikelas,seorang

Misalnya,seorang
dokter

guru

menyampaikan

menyampaikan
kebersihan

lingkungan,seorang polisi menyampaikan masalah tata tertib berlalu lintas
dan sebagainya.
Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur apabila pembicara berusaha
menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya.Pembicaraan
seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi,ulang tahun, pesta atau
pertemuan gembira lainnya.Humor merupakan alat yang paling utama
dalam uraian seperti itu.Reaksi yang diharapkan adalah timbulanya rasa
gembiira,senang,dan bahagia bagi para pendengar.
Berdasarkan uraian di `atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang
melakukan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan
untuk mempengaruh orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat
diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik
secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar
akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efsien.
3. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara
Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu
dalam usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang,
yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau
pesan dapat sampai kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan
beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan
berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu
pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan a) penguasaan bahasa, b)
bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan menyampaikan ide
dengan lancar dan teratur
Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor
kebahasaan, meliputi a) ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada,
sendi atau durasi yang sesuai, c) pilihan kata, d) ketepatan penggunaan

kalimat

serta

tata

bahasanya,

e)

ketepatan

sasaran

pembicaraan.

Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi a) sikap yang wajar, tenang dan
tidak kaku, b) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan
menghargai orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaringan
suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) penguasaan topik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor urutan
kebahasaan (linguitik) dan non kebahasaan (nonlinguistik).
4. Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara
Ada

kalanya

proses

komunikasi

mengalami

gangguan

yang

mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa
yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam
kegiatan berbicara, yaitu:
1) Faktor fsik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang
berasal dari luar partisipan.
2) Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya
lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan
3) Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam
keadaan marah, menangis, dan sakit.
5. Jenis-jenis Berbicara
Saudara, klasifkasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya,
situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya. Perinciannya
adalah sebagai berikut.
a. Berbicara berdasarkan tujuannya
1) Berbicara memberitahukan. Melaporkan, dan menginformasikan.
Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau
menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu proses;
menguraikan, menafsirkan sesuatu; memberikan, menyebarkan atau

menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi
antarbenda, hal atau peristiwa. Kegiatan berbicara seperti ini sering
dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, Ibu Ana
menjelaskan cara membuat tape ketan dalam kegiatan PKK di kelurahan.
2) Berbicara menghibur.
Saudara, berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik
perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya bersifat santai dan penuh
canda. Humor yang segar, baik dalam gerak-gerik, cara berbicara dan
menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar. Berbicara
untuk menghibur biasanya dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.
3) Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan.
Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan
atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru
membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihatnasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk
mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara ini. Pembicara harus
pendai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan pendengarnya. Kegiatan
berbicara seperti ini akan berhasil jika pembicara benar-benar mengetahui
kemauan, minat, kebutuhan atau cita-cita pendengarnya.
Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan, pembicara berusaha
meyakinkan tentang sesuatu kepada pendengarnya. Melalui pembicaraan
yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi
menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam
pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin.
b. Berbicara berdasarkan situasinya
1) Berbicara formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal.
Misalnya, ceramah dan wawancara.
2) Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara harus berbicara secara tidak formal.

Misalnya, bertelepon.
c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
1) Berbicara mendadak
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya
harus berbicara di muka umum.
2) Berbicara berdasarkan catatan
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada
kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi
pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.
3) Berbicara berdasarkan hafalan
Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan
menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian, dihafalkannya
kata demi kataa, kalimat demi kalimat sebelum melakukan pembicaraannya.
4) Berbicara berdasarkan naskah
Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyusun naskah
pembicaraannya secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. Jenis
berbicara ini, dilakukan dalam situasi yang menuntut kepastian dan resmi,
serta menyangkut kepentingan umum, misalnya pidato kenegaraan yang
dilakukan oleh presiden dalam siding DPR.
d. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
1) Berbicara antarpribadi
Berbicara antarpribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu.
Suasana pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai bergantung
kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung kepada hubungan
kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan, misalnya, pembicaraan
antara dokter dengan pasiennya.

2) Berbicara dalam kelompok kecil

Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil
pendengar (3-5 orang). Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti
ini, sering dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk
melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk
melatih siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih
memungkinkan siswa berani berbicara.
3) Berbicara dalam kelompok besar
Jenis berbicara ini terjadi apabila pembicara menghadapi pendengar yang
berjumlah besar. Perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau
dari pendengar menjadi pembicara dalam berbicara seperti ini terjadi di
ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar
tentang, isi pembicaraan yang disampaikan pembicara. Dalam hal ini,
pendengar dapat berperan sebagai pembicara. Tetapi, apabila terjadi di luar
kelas, misalnya dalam kampanye pemilihan umum, kotbah jumat di mesjid,
tidak ada kesempatan bertanya atau berkomentar bagi pendengar.
6. Metode Pembelajaran Berbicara
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut
untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan
situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara
yang dapat dipilih adalah:

1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;

10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.

Salah satu aspek

yang penting adalah aspek berbicara. Dengan

keterampilan berbicara siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan
perasaan secara lisan dalam konteks dan situasi pada saat mereka sedang
berbicara. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya
pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi
kreatif.

Dengan

pembelajaran

dramatisasi

kreatif

diharapkan

hasil

ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.
7. Bahan dan Strategi Pembelajaran Berbicara
Tujuan utama pembelajaran berbicara di SD adalah melatih siswa
dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk
mencapai tujuan tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran
membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran
berbicara,

misalnya

menceritakan

menceritakan

kembali

cerita

yang

pengalaman
pernah

yang

dibaca

mengesankan,
atau

didengar,

mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan,
bermain peran, berpidato.
Banyak cara untuk melaksanakan pembelajaran berbicara di SD,
misalnya siswa diminta merespons secara lisan gambar yang diperlihatkan
guru, bermain tebak-tebakan, menceritakan isi bacaan, bertanya jawab,

mendiskusikan bagian cerita yang menarik, membicarakan keindahan
sebuah puisi, melanjutkan cerita guru, berdialog, dan sebagainya. Dalam hal
ini, yang perlu diperhatikan bahwa pembelajaran berbicara harus dikaitkan
dengan pembelajaran keterampilan lainnya.
Untuk memantau kemajuan siswa dalam berbicara, guru dapat
melakukannya

ketika

siswa

sedang

melaksanakan

kegiatan

diskusi

kelompok, tanya jawab, dan sebagainya. Pengamatan guru terhadap
aktivitas berbicara para siswanya dapat direkam dengan menggunakan
format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati
adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan bicara,
dan pemahaman.
2.2 Pengertian Strategi Pembelajaran Bahasa
Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan
dalam mencapai suatu tujuan.Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai
perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. ( J.R. David dalam Sanjaya, 2008 ;
126).Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah sesuatu kegiatan
pembelajaran

yang

harus

dikerjakan

guru

dan

siswa

agar

tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efsien. (Kemp dalam Sanjaya,
2008: 126). Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan
makna yang selalu sama.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi
pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur atau
teknik

yang

digunakan

selama

proses

pembelajaran

berlangsung.

Berbagai jenis strategi pembelajaran,yaitu Strategi deduktif dimulai dari
penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum
diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari
prinsip-prinsip
merupakan

yang

strategi

belum
yang

diketahui.

berpusat

Strategi

pada

guru.

ekspositori
Guru

langsung

menyampaikan

informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikan
balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi
kesempatan belajar

secara

individual

sampai

pebelajar menuntaskan

pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi
merupakan

dua

strategi

yang

pada

hakikatnya

sama,

yaitu

guru

menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering
kali

guru

menunjukkan

(mendemonstrasikan)

suatu

proses.

Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat
berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi
yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi
sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu
dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para
pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan.
Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali
topik tertentu pada waktu lain.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi bermakna sebagai
rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Strategi dapat diartikan pula sebagai upaya untuk mensiasati agar tujuan
suatu kegiatan dapat tercapai.
Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai
metoda/teknik pembelajaran. ciri suatu metoda/teknik pembelajaran yang
baik adalah :
a. mengundang rasa ingin tahu murid;
b. menantang murid untuk belajar;
c. memngaktifkan mental, fsik, dan psikis murid;
d. memudahkan guru;
e. mengembangkan kreativitas murid;
f. mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
2.3 Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan

A. Jenis Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan
Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:
a. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke
prinsip-prinsip yang belum diketahui.
b.Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum
diketahui.
c.Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru.
Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman
belajar,serta memberikanbalikan.
d.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan
belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai
irama belajar masing-masing.
B. Manfaat keterampilan bahasa lisan
Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa
lisan yang sangat erat kaitannya.Berbicara bersifat produktif,sedangkan
mendengarkan bersifat reseftif.Dalam pemerolehan atau belajar suatu
bahasa, keterampilan berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung
pemerolehan bahasa jenis produktif.Dalam suatu peristiwa komunikaasi
sering kali beberapa jenis keterampilan berbahasa digunakan secara
bersama-sama

guna

mencapai

tujuan

komunikasi.

Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi
dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang
keberhasilannya,

antara

lain

bergantung

pada

tingkat

ketermapilan

berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager,
jaksa, pengacara, guru dan wartawan.
C. Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya melalui
kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.
Menyimak Melalui kegiatan dramatisasi. Menyimak dan berbicara
merupakan keterampilan berbahasa lisan yang amat sangat fungsional

dalam kehidupan manusia sehari-hari. Betapa tidak , karena dengan
menyimak dan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan
informasi. Oleh sebab itu, sangatlah beralasan apabila setiap orang, lebihlebih siswa , dituntut keterampilannya untuk mampu menyimak dan
berbicara dengan baik.
Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya Melalui
Kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif, agar strategi yang dipilih dan
diterapkan dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip
yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut ini.
1) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas
yang diketahui oleh guru dan sisiwa.
2) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke
yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
3) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan
partisipasi aktif terbuka pada diri siswa.
4) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar, bukan
menguji. Artinya skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan
bagi guru.
5) Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :


Relevan dengan tujuan pembelajaran.



Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran.



Menantang dan merangsang siswa untuk belajar.



Mengembangkan kretivitas siswa secara individual ataupun kelompok.



Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembeljaran yang telah
ditetapkan.



Mudah diterapkan dan tidak menuntut peralatan yang rumit.



Menciptakan

suasana

belajar

mengajar

yang

menyenangkan.

Pengertian Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon
atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama.
Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario,
perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada
bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan
perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan
D. Contoh Pembelajaran Berbahasa Lisan melalui kegiatan Bercerita
dan Dramatisasi Kreatif.
1. Bermain tebak-tebakan
Guru : “Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan dengan seksama,
nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan dan
langsung jawab, kalian mengerti?”
Siswa : “Mengerti, Bu Guru!”
Guru : “Bagus! Dengarkan, siapa aku. Aku sangat diperlukan untuk lalu lintas. Banyak
tempat dan kota yang kuhubungkan. Berbagai jenis mobil lewat di
punggungku. Aku dikeraskan dengan batu dan aspal. Silakan terka, siapa
aku!”
Siswa : “ Jalan raya!”
Guru : “ Anak-anak Bapak punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, Pak Guru akan
melukiskan suatu benda. Siapa yang mengetahui benda yang Pak Guru
maksudkan, segera acungkan tangan!”
Siswa : Siap, Pak Guru!”
Guru : “Bagus!” Dengarkan, disana ada sebuah tempat berair. Bentuknya
memanjang dan berliku-liku. Air dari sana diperlukan oleh petani.
Didalamnya kadang-kadang banyak ikan. Silakan terka, apa nama tempat
itu!”

Siswa: “ Sungai!”
Guru : “ Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, dengan
seksama, nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan
dan langsung jawab, kalian mengerti?”
Siswa : “ Mengerti, Bu Guru!”
Guru : “Bagus! Dengarkan, ada sejenis burung yang indah. Jenis burung ini suka
menari. Bila menari, ekornya seperti kipas. Jenis burung ini sukar didapat.
Silakan terka, Burung itu namanya!”
Siswa :“ Merak!”
2. Menjawab Pertanyaan
Guru : “Pak Guru akan membacakan sebuah cerita singkat. Dengarkan baik-baik
karena setelah itu ada beberapa pertanyaan yang harus kalian jawab! Sekali
lagi, dengarkan!”
Siswa : Siap, Pak Guru!”
Inilah teks yang dibacakan guru.
Rombongan SD Sukatani tiba berangsu-angsur di Candi Borobudur. Bus
pertama tiba pukul 10.2.. Lima menit kemudian menyusul bis kedua dan
ketiga secara bersama-sama sedangkan bus keempat tiba 10 menit
kemudian.
“Pak, apakah semua bus telah sampai? “kata Bu Euis.
“ Sudah Bu, semua bus telah sampai dengan selamat,” jawab Pak Ujang.
“Syukur kalau begitu,” kata Bu Euis.
Guru : “ Dari cerita yang kalian dengarkan, sekarang coba jawab pertanyaan dari
Pak Guru!
Siswa : “ Iya, Pak!”
Guru : “ Siapa yang bercakap-cakap dalam cerita yang telah Bapak bacakan?”
Ari : “ Saya Pak, yang bercakap-cakap tadi Bu Euis dengan Pak Ujang!”
Guru : “ Ya benar, tepat sekali jawabanmu, Ari!”
Nah pertanyaan selanjutnya, Apa yang Pak Ujang dan Bu Euis bicarakan?
Untuk pertanyaan ini silahkan dijawab oleh Rini!”
Rini : “ Mereka membicarakan soal apakah semua bis telah sampai atau tidak.”

Guru : “ Ya benar Rini, Pak Ujangdan Bu Euis mengecek semua bus yang telah
sampai. Selanjutnya, giliranmu Diki! Mengapa Pak Ujang dan Bu Euis
membicarakan hal itu?
Diki : “ Agar tahu sudah sampai apa belum semua bus yang ikut bertamasya ke
Candi Borobudur Pak!”
Guru :” Tepat sekali jawabanmu, Diki. Nah sekarang, Ani! Dimana hal itu
dibicarakan?
Ani : “ Di Candi Borobudur, Pak!”
Guru : “Tepat sekali. Ok, sekarang pertanyaan terakhir, untuk Rino! Berapa jumlah
Bus yang ikut bertamasya ke Candi Borobudur?”
Rino : “ 4 bus, Pak!”
Guru : “ Bagus sekali. Pertanyaan dari Bapak telah kalian jawab dengar benar.
Kalian memang murid-murid yang pandai.
3. Menyelesaikan Cerita
Guru : “Temanmu yang Ibu tunjuk nanti akan bercerita. Simak baik-baik isi
ceritanya sebab pada saatnya nanti Ibu akan menunjuk seorang dari kamu
untuk melanjutkan cerita temanmu itu. Jelas apa yang akan kamu lakukan
nanti?”
Siswa : “ Jelas, Pak.”
Guru : “Baik. Andri, Silahkan mulai bercerita.”
Andri : “Baik, Bu. Ceritanya tentang Gajah yang Ingin Kurus. Siang itu, Gaga, si
gajah bertubuh besar, termenung sendirian di depan seonggok rumput. Akan
tetapi, kali ini, ia terpaksa membiarkan rumput-rumput itu. Gaga mendongak
ketika Merpati hinggap di pohon jati yang mulai kering. “Mengapa kau tidak
mau makan rumput, Ga? Apa kamu tak lapar?” Tanya Merpati.
Gaga sebenarnya mendengar pertanyaan Merpati. Akan tetapi, ia menutup
mata dan berusaha tidur. Merpati itu terbang dan hinggap di telinganya yang
lebar. “Gaga, mengapa kamu tak makan? Teriaknya keras-keras.
Gaga terkejut. Ia tak menyangka Merpati akan seberani itu. Semua hewan di
hutan mengenal Gaga sebagai hewan yang paling kuat. Bahkan, Singa saja
takut padanya.

Guru : “ Baik, Andri. Sekarang giliran Lia melanjutkan cerita itu.”
Lia : “Gaga kemudian berdiri dan mengibas-ngibaskan telinganya yang lebar.
“Aku ingin kurus. Aku tak ingin punya badan sebesar ini. Oleh sebab itulah,
aku tak ingin makan rumput. Aku akan puasa,” kata Gaga.
Merpati mengangguk-ngangguk. Sebenarnya, ia merasa kasihan pada Gaga.
“Mengapa kamu tak ingin memiliki tubuh yang besar? Bukankah dengan
tubuh besar itu kamu menjadi kuat? tanya Merpati.
“Kata Kucing, jika tubuhku terlalu besar, aku tak akan dapat lari secepat
kijang. Jika ada bahaya, aku tak akan menyelamatkan diri.” Gaga kemudian
berlari-lari di hutan agar badannya cepat kurus.
Guru : “Bagus sekali. Ayo, Rahma lanjutkan!”
Rahma : “Tubuhmu memerlukan gizi yang cukup. Jadi, kau harus tetap makan. Jika
tidak makan, kamu akan lemas dan tidak kuat berjalan lagi,” kata Sapi.
Semua hewan sudah menasehatiGaga agar mau makan seperti semula.
Akan tetapi, Gaga tidak mau mendengarkan nasehat mereka.
Lama-kelamaan, Gaga terbaring lemas. Ia tak kuat lagi mengangkat
badannya untuk berdiri. Akhirnya, Gaga menyerah. Ia merangkak keluar
untuk mencari rumput. “Aku harus mencari makanan! Katanya lemas.
Gaga segera menyantap rumput. Ia sudah jera. Sekarang ia tak takut
bertubuh besar. Ia juga tak takut tidak dapat berlari secepat kijang.
Pokoknya, ia ingin kuat dan sehat. Semua hewan di hutan, gembira melihat
Gaga mau makan lagi.
Guru : “Bagus, bagus! Memang, kalian jempolan dalam bercerita.”
4. Bercerita
Guru : “Selamat pagi, Anak-anak”
Siswa : “Selamat pagi, Bu Guru”
Guru : “Sesuai dengan janji Ibu tiga hari yang lalu, pada hari ini ibu akan menunjuk
salah satu dari kalian untuk bercerita hari ini. Kalian sudah siap?”
Siswa : “siap, Bu!”

Guru : “Bagus, nah sekarang Ibu akan menunjuk Dimas! Nah Dimas silahkan
bacakan cerita yang telah kamu siapkan. Sementara yang lain dengarkan
dengan seksama cerita Dimas!”
Cerita Dimas sebagai berikut.
Kancil dan Kera
Seekor Kera asik makan pisang. Satu persatu buah pisang masak di
tandan itu di petiknya. Dikupas dengan hati-hati lalu dimakannya.
Kancil ingin juga menikmati pisang itu. Bagaimana cara mengambilnya?
Memintanya? Ah, pasti tidak diberi. Kancil tahu benar kera itu sangat kikir.
Kancil menemukan akal, dilemparinya kera itu dengan tanah. Kancil
terus melempari Kera. Ia berusaha membuat Kera marah.
Lama-kelamaan Kera menjadi marah. Ia balik melempari Kancil. Satupersatu buah pisang dijadikannya peluru. Kancil jadi sasaran peluru pisang.
Kancil pura-pura kesakitan, ia melompat-lompat menggerakan peluru.
Kadang-kadang ia jatuh, sekali-kali iapun mengaduh kesakitan.
Kera puas. Ia pergi mencari pisang lain, ditinggalkannya kancil yang sedang
mengerang-erang kesakitan. Akal bulus sang Kancil berhasil. Kera
meninggalkan buah pisang itu. Kancil tinggal mengumpulkan pisang itu, lalu
dimakannya dengan santai.
Siswa : menyimak dengan seksama
Guru : “Anak-anak setelah kalian mendengarkan cerita dari teman kalian Dimas,
sekarang coba kalian jawab pertanyaan dari Ibu. Siapa saja pelaku dari cerita
tadi?”
Ira : “kancil dan kera”
Guru : “Benar, Bagaimana sifat si Kancil?”
Wiwi : “ Kancil sifatnya pintar, lihai, licik.”
Guru : “ Bagus Wiwi, nah sebaliknya bagaimana sifat si Kera?”
Rita : “ Sifatnya kikir dan mudah dibodohi.”
Guru : “ Bagus, kalian memang murid-murid yang pintar.”
5. Memberi Petunjuk
Guru : Selamat pagi, anak-anak?

Siswa : Selamat pagi, Bu?
Guru : Sekarang kita akan belajar memberikan petunjuk tentang sesuatu yang
dapat menjelaskan suatu hal yang ingin orang ketahui.
Missal : tentang jalan, cara membuat sesuatu/bisa saja tentang denah
alamat kalian.
Siswa : Siap, Bu!
Guru :Tebu yang berumur 18-20 bulan dipotong, lalu daunnya dibuang dan
dibersihkan. Setelah diikat dengan rapih kemudian diangkut ke pabrik.
Siswa : Terus bagaimana proses di pabrik itu, Bu?
Guru : Di pabrik, tebu-tebu itu di masukkan ke dalam mesin penggilingan. Dari
penggilingan itu akan diperoleh air tebu/air gula. Selanjutnya air tebu di
tampung di dalam ketel besar.
Siswa : Wah, sulit juga ya prosesnya. Terus, apa proses selanjutnya, Bu?
Guru : Air tebu dalam ketel tersebut di uapkan akhirnya yang tersisa hanya
gula.
Siswa : Nah sekarang tebu itu sudah menjadi gula.
Guru : Belum selesai, anak-anak. Masih ada satu proses lagi.
Siswa : Proses apalagi, Bu?
Guru : Nah, proses terakhir adalah menaburkan obat kimia. Tujuannya untuk
membentuk kristal-kristal.
Siswa : Wah, tenyata sulit juga ya.
Guru : sekarang, kalian sudah paham dan mengertikan penjelasan dari Ibu?
Siswa : ya, Bu!
6. Bertelepon
Guru : “ mari kita main telepon-teleponan. Giliran yang bertugas menelepon
adalah Andini dan Rima sebagai teman Andini menerima telepon dari Andini.
Ceritanya hari ini hari minggu. Ayah dan Ibu mengajak Rima bekerja bakti.
Mereka akan membersihkan lingkungan rumah bersama-sama.
Rima sedang bekerja ketika mendapat telepon dari Andini.
Andini : “Halo, selamat pagi!”
Rima : “Ya, halo. Selamat pagi!”

Andini : “Rima, ya? Ini Andini, Rim.”
Rima : “Eh, Andini. Ada apa, nih? Tumben pagi-pagi telepon.”
Andini : “Dirumahku lagi sepi. Aku main ke rumahmu, ya?”
Rima : “Boleh saja. Tapi aku sedang bekerja bakti.”
Andini : Bekerja bakti? Rajin sekali kamu, Rim!”
Rima : “Ya, supaya lingkungan kita bersih dan sehat, Din!”
Andini : “Memangmnya apa saja yang dilakukan?”
Rima : “Macam-macam. Membersihkan kamar mandi, menyapu dan mengepel
lantai, membersihkan halaman, dan membersihkan got.”
Andini : “Kamu ikut melakukan semua itu?”
Rima : “Tidak. Aku tadi ditugasi merapikan kamar dan menyapu halaman.”
Andini : “ Pantas saja rumahmu selalu bersih. Aku juga betah lama-lama
dirumahmu.”
Rima : “Terima kasih pujiannya. Ngomong-ngomong, kamu jadi kerumahku?”
Andini : “Jadi, tapi nanti sore saja. Aku juga mau membereskan kamarku agar rapi
seperti kamarmu.”
Rima : “Nah, gitu, dong! Nanti sore aku tunggu, ya?”
Andini : “ Oke, Rim. Terima kasih, ya. Sampai ketemu nanti sore.”
7.Diskusi
Guru : “Pada hari senin kemarin kita mendengar berita bahwa kampung Deli
terkena bencana alam. Veni, Leni, Ana, Linda, dan Yusuf berencana
mengunjungi kampung Deli. Lalu apa yang akan mereka sumbangkan untuk
membantu korban bencana alam tersebut?
Itulah yang harus mereka lakukan.
Silahkan kelima anak yang telah Bapak sebutkan mulai berdiskusi.
Veni : “Len, aku kasihan kepada penduduk kampong Deli. Akibat banjir itu mereka
menderita.”
Leni : “Lalu, apa yang harus kita lakukan?”
Ana : “Bagaimana kalau kita mengadakan bakti social ke sana?”
Linda : “Aku setuju, Na!”
Veni : “ Aku akan menyisihkan sebagian tabunganku.”

Ana : “Aku akan mengumpulkan pakaian pantas pakai. Aku piker, mereka sangat
membutuhkannya?”
Linda : “Aku akan membeli bahan makanan untuk mereka.”
Ana : “Bagaimana denganmu Suf?”
Yusuf : “aku setuju saja. Tapi saat ini aku tidak punya apa-apa untuk aku
sumbangkan.”
Leni : “tidak apa-apa, Suf. Kamu kan punya pakaian bekas. Itu saja kamu
sumbangkan yang penting, kamu ikhlas.”
Yusuf : “Baiklah kalau begitu. Besok akan aku bawakan.”
8. Main Peran
Guru : “Anak-anak, mari kita coba bermain peran.”
Ketika beristirahat di sekolah, Rudi melihat Anton jatuh dari tangga. Kaki dan
tangan Anton berdarah. Anton menangis. Bapak Guru menyarankan agar
Anton di bawa ke Puskesmas. Rudi mengantar Anton ke Puskesmas.
Anton : “Aduh, kakiku sakit sekali!”(meringis kesakitan)
Rudi : “Tahanlah! Ayo, cepat ke Puskesmas!”
Anton : “Tidak mau. Aku takut disuntik!”
Rudi : “Tidak apa-apa. Daripada nanti kena tetanus, ayo?”
Rudi dan Anton menuju ke Puskesmas yang terletak disebelah sekolah
mereka. Rudi menuju ke loket pendaftaran. Anton duduk di kursi tunggu.
Petugas : “Siapa yang sakit?”
Rudi : “Teman saya.” (menunjuk ke Anton)
Petugas : “Mengapa tangan dan kakinya terluka?”
Rudi : “Jatuh dari tangga.”
Petugas : “Siapa namanya?”
Rudi : “Anton”
Petugas : “Usianya berapa?”
Rudi : “10 tahun.”
Petugas : “Dimana alamatnya?”
Rudi : “SD 1Tanggul Angin.”
Anton : (mendekati ke loket pendaftaran)”Cepat, Pak!”

Petugas : (tersenyum) ”Sabar, Dik! Ini sudah selesai. Silahkan kalian tunggu
ditempat itu.”(menunjuk bangku tunggu)
Rudi : “Terima kasih, Pak.”
Rudi dan Anton menuju ke bangku tunggu. Setelah agak lama menunggu,
Anton tidak sabar. Ia mengajak Rudi pulang.
Anton : “Kita pulang saja, Rud.”
Rudi : “Lho, bagaimana, sih? Sudah mendaftar kok pulang?”
Anton : “Habis, lama sekali sih.”
Rudi : “Sabar sedikitlah, Ton.”
Anton : “Tidak bisa minta di dahulukan?”
Rudi : “Kita harus menaati peraturan, Ton. Antri, menunggu giliran.”
Petugas memanggil nama Anton. Rudi membimbing Anton menuju ke kamar
periksa.
D. Penilaian Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam
pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui
sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara.
Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan
berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.
Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada
penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha
perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran
berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa
berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor
nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).
Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya
harus memperhatikan lima faktor, yaitu.
a) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?

b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku
kata memuaskan?
c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa
referensi internall memahami bahasa yang digunakan?
d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang
tepat?
e) Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenativespeaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?
Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa
dilakukan melalui tugas bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan
berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan
format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifkasi dari penilaian Jakovits
dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).
Lembar Penilaian B