DIPLOMASI KAYU PEMERINTAH INDONESIA MELA

DIPLOMASI KAYU PEMERINTAH INDONESIA MELALUI
FLEGT LICENSE DENGAN NEGARA-NEGARA UNI EROPA
Oleh :

M. Martin
170820160512

PROPOSAL

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
TAHUN 2017

ABSTRAK
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi perbincangan hangat di kalangan pebisnis produk
olahan kayu Internasional di berbagai forum dan berbagai pameran internasional. Sebagai Negara agraria
dengan cadangan bahan baku kayu terbesar Indonesia kini menjadi Negara tujuan para pengguna berbagai
macam produk olahan kayu Internasional. Sebagai Negara agraria dengan cadangan bahan baku kayu
terbesar. Dalam proses ini, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki sebagai alat

diplomasi. Oleh sebab itu banyak pelaku usaha baik pengusaha kayu maupun pengusaha mesin komponen
pengolahan kayu dari dalam negeri maupun mancanegara saat ini sedang gencar melakukan pameran
berskala internasional menampilkan produk-produk unggulan mereka. Beberapa negara terus berupaya
menjaga keseimbangan lingkungan dengan mengurangi penggunaan produk plastik, karena susahnya
proses penguraian dari limbah plastik. Oleh sebab itu Negara-negara Uni Eropa sudah sejak lama
memberlakukan anti produk plastik kepada Negara anggotanya. Perubahan yang signifikan masyarakat
internasional atas kesadaran akan bahayanya pemakaian produk plastik dalam jangka waktu yang lama,
saat ini meningkatkan trend penggunaan produk kayu baik untuk rumah tangga maupun industri. Perubahan
trend ini bisa ditangkap oleh para pelaku bisnis kayu di Indonesia sebagai peluang besar.

KATA KUNCI

; Diplomasi, Kayu, Internasional

BAB I
PENDAHULUAN
Di era pasar bebas Indonesia menghadapi tantangan dan peluang dalam Hubungan
Internasional, baik bilateral maupun multilateral, dan Indonesia harus bisa menjawab tantangan
tersebut. Indonesia berusaha meningkatkan politik luar negerinya baik dalam bentuk kerjasama
bilateral dan multilateral dengan negara lain. Yang lebih penting adalah Indonesia harus mampu

mengatur strategi untuk meraih keuntungan dari sejumlah peluang yang ada dan meminimalisir
masalah yang terjadi dalam hubungan luar negerinya, serta berusaha meraihnya dalam nama
kepentingan nasional. Bahwa pengusaha di bidang perhutanan, industri kayu terpadu yang
berintikan kilang kayu serta perdagangan hasilnya yang dikelola secara berdaya guna, maksimal
dan lestari, merupakan salah satu sarana kegiatan dalam perjuangan untuk mewujudkan
kesejahteraan bangsa. Sadar akan kenyataan, bahwa para pengusaha perkayuan di bidang industri
kayu terpadu berintikan kilang kayu memerlukan suatu wadah berhimpun untuk persatuan,
kemajuan, pengembangan kegiatan usaha keahlian; serta sadar akan tanggung jawab pengusaha
terhadap pembangunan ekonomi. Selain dari sudut pandang ekonomi komoditi kayu yang dimiliki
Indonesia bisa menjadi salah satu alat diplomasi bagi pemerintah kepada dunia internasional.
Diplomasi kayu sendiri diambil pada karakter 'diplomasi niche'. Istilah ini diciptakan untuk
menggambarkan kekuatan sebuah Negara akan sesuatu yang identik terhadap Negara tersebut,
melalui ide-ide dan membangun kesan positif terhadap hubungan internasional1.
Indonesia memiliki sekitar 4.000 jenis pohon, yang berpotensi untuk digunakan sebagai kayu
olahan. Akan tetapi hingga saat ini hanya sekitar 400 jenis (10%) yang memiliki nilai ekonomi dan lebih
sedikit lagi, 260 jenis, yang telah digolongkan sebagai kayu perdagangan. Selebihnya masih belum masuk
kedalam kategori kayu perdagangan, beberapa daerah yang belum mengetahui nilai dari kayu tersebut
hanya di gunakan sebagai kayu bakar oleh masyarakat setempat. Bahwa kekayaan alam Indonesia yang
terkandung di dalam hutan adalah Karunia Tuhan Yang Maha esa dan merupakan sumber kemakmuran
serta kesejahteraan bangsa. Bahwa membina pembangunan di bidang teknik dan ekonomi berarti membina

sistem ekonomi nasional yang berazaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh
sebab itu sudah saatnya pemerintah ikut berperan dan ikut mengambil andil besar atas peluang komoditi

1

Melissen, Jan. 2005. The new public Diplomacy. Palgrave Macmillan. New York.

kayu nasional agar lebih dikenal di dunia internasional. Melalui Exhibition International para pelaku usaha
kayu menekan pemerintah untuk lebih mendorong Diplomasi kayu sebagai salah satu alat diplomasi
Indonesia, seperti yang dilakukan oleh singapura dengan diplomasi airnya.

Produk – Produk rumah tangga yang ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali
adalah alternatif yang bagus. Sejumlah negara dan negara bagian telah melarang penggunaan
produk plastik, dan mengurangi ketergantungan terhadap produk plastik. Salah satu contoh produk
plastik yang saat ini mulai di tinggalkan oleh industri di Negara-negara maju adalah pallet plastik,
mereka beralih menggunakan pallet kayu. Pallet kayu sudah menjadi salah satu komoditi penting
bagi kelancaran berjalannya produksi sebuah pabrik di Negara-negara maju. Selain ramah
lingkungan produk kayu mempunyai ketahanan lebih dengan pengolahan produk kayu yang baik
dan benar. Indonesia menjadi negara pertama pengekspor produk olahan kayu dan bahan baku
yang telah diverifikasi secara sah ke Uni Eropa, pasar ekspor kayu terbesar Indonesia2. Para

pendukung kesepakatan itu mengatakan konsumen di Eropa akan dapat membeli mebel dan kertas
bukan dari hasil pembalakan liar. Begitu besarnya permintaan pasar akan produk kayu dan
olahannya mendorong Uni Eropa mengeluarkan lisensi khusus untuk Indonesia LEGT (Forest Law
Enforcement, Governance and Trade) Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki lisensi
ini3.
Sejauh ini pelaku usaha kayu dalam negeri gencar melakukan promosi melalui pameranpameran berskala internasional guna memperkenalkan lebih banyak produk olahan kayu
Indonesia. Pameran dalam negeri berskala Internasional yang sudah banyak diketahui oleh stake
holder kayu manca negara antara lain : Indonesia International Wood & Wood Machinery Show,
International Furniture Manufacturing Component Exhibition (IFMAC), International Woodworking
Machinery Exhibition (WOODMAC) pameran-pameran tersebut berlangsung di Jakarta setiap tahun dan
sudah berlangsung selama 6 tahun.

1.2

RUMUSAN MASALAH
Dengan melimpahnya Sumber Daya Alam Indonesia berupa komoditi kayu berkualitas dan

termasuk Sumber Daya Alam yang dapat diperbarui yang tidak dimiliki oleh Negara lain, sudah
2
3


http://www.bbc.com/indonesia/multimedia/2016/09/160915_video_indonesia_eu_deforestation
http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38639089

sepatutnya bisa di manfaatkan sebagai alat Diplomasi Internasional. Seperti halnya Sumber Daya
Minyak yang dimiliki oleh Negara Timur Tengah dan sudah diterapkan sebagai alat Diplomasi
yang efektif. Menyikapi fenomena ini tidak hanya memandang dari segi ekonomis dan bisnis tetapi
lebih dalam lagi menjadi soft power diplomacy. Sejauh ini komoditi kayu yang di ekspor ke
berbagai Negara hanya dilihat dari segi ekonomi dan bisnis belum dilirik oleh pemerintah
Indonesia sebagai media Diplomasi.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan sebelumnya, Penulis merumuskan
masalah penelitian, yaitu :
1. Bagaimana efektifitas komoditi ekspor produk kayu dalam negeri sebagai sarana
Diplomasi ?
2. Bagaimana Diplomasi Kayu dapat berperan penting dalam mempengaruhi
hubungan ekonomi dan Politik Internasional ?
1.3

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :

1) Mengetahui potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki terkait fenomena perubahan
trend yang terjadi di banyak Negara agar menjadi perhatian tidak hanya dilihat dari
kacamata ekonomi dan bisnis.
2) Mengetahui bentuk diplomasi baru dimasa depan dan berperan penting terhadap
hubungan ekonomi dan politik.
3) Melihat perkembangan relevansi meningkatnya komoditi ekspor dan devisa Negara.

1.4

MANFAAT PENELITIAN
Selain berusaha memberikan jawaban atas rumusan masalah Diplomasi Kayu oleh ISWA

(Indonesian Sawmill and Wood Working Association) Melalui Indonesia International Wood Exhibition,
penelitian ini memiliki manfaat :

1) Memberikan informasi mengenai Diplomasi Kayu termasuk keuntungan ekonomi
didalamnya.

2) Memberikan informasi mengenai peran Diplomasi masa depan bagi kepentingan
ekonomi dan politik.

3) Menjelaskan bagaimana penyerapan devisa Negara dari sektor ekspor komoditi kayu.
4) Dapat menjadi suatu bahan refrensi di kemudian hari untuk permasalahan masalah
hubungan internasional suatu Negara di bidang Diplomasi politik dan ekonomi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan bagian yang membahas mengenai tinjauan pustaka. Fungsi Tinjauan
Pustaka menurut buku panduan penyusunan dan penulisan tesis dan disertasi program pascasarjana
fakultas ilmu sosial dan ilmu politik Universitas Padjadjaran adalah sebagai landasan teoretik
dalam analisis temuan. Bahasan mengenai kajian pustaka memuat komponen sebagai berikut :
1. Teori – teori utama dan teori-teori turunannya dalam bidang yang dikaji.
2. Penelitian terdahulu yang relevan dalam bidang yang diteliti, Antara lain mengenai
prosedur, subyek dan temuan.
3. Posisi teoretik peneliti yang berkenanaan dengan masalah yang diteliti, yang diturunkan
dalam sub-judul kerangka pemikiran dan hipotesis.

Dari pemaparan diatas, hubungannya dengan penelitian yang dikaji adalah bahwa dalam bab ini
akan dikemukakan mengenai kajian teoritik dan tinjauan kepustakaan sebagai hasil penelusuran terhadap
beberapa teori dan konsep yang relevan dengan kajian yang dibahas, yaitu mengenai Diplomasi Kayu


Oleh Iswa (Indonesian Sawmill and Wood Working Association) Melalui Indonesia International
Wood Exhibition. Selain itu, tinjauan pustaka ini berisi tentang pendapat berbagai sumber yang
berhubungan atau relevan dengan penelitian yang penulis kaji, sehingga dapat membantu peneliti
dalam menganalisis permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.

2.1 Teori Diplomasi dan Hubungan Internasional

2.1.1 Diplomasi
Diplomasi publik dalam buku public diplomacy karya Mark Leonard mengatakan bahwa
diplomasi publik merupakan sebuah cara untuk membangun hubungan dengan cara memahami
kebutuhan, budaya, dan masyarakat; mengomunikasikan pandangan; membenarkan mispersepsi
yang ada dalam masyarakat internasional; mencari area dimana pemerintah dapat menemukan

kesamaan pandangan (Leonard, 2002:8)4. Hubungan yang terjalin melalui diplomasi publik
kemudian diharapkan dapat membuat suatu lingkungan yang baik bagi masyarakat antar negara
untuk saling bekerja sama dan meningkatkan pertumbuhan transaksi di antara mereka.
Mark menilai bahwa terdapat empat tujuan yang dapat dicapai dengan adanya diplomasi publik,
yakni (Leonard, 2002:9):
1. Meningkatkan rasa kekeluargaan dengan negara lain, dengan cara membuat mereka

memikirkan negara lain, memiliki citra yang baik terhadap satu negara)
2. Meningkatkan penghargaan masyarakat ke pada negara tertentu, seperti mempunyai
persepsi yang positif
3. Mengeratkan hubungan dengan masyarakat di satu negara, contohnya dengan cara
pendidikan ke dalam kerja sama ilmiah, meyakinkan masyarakat di satu negara untuk
mendatangi tempat – tempat wisata, menjadi konsumen produk buatan lokal, pemberi
pengetahuan mengenai nilai – nilai yang dijunjung oleh

aktor

4. Memengaruhi masyarakat di negara lain untuk berinvestasi, dan menjadi partner dalam
hubungan politik.
Konsep lain yang berhubungan dengan diplomasi publik adalah nation-branding. Konsep
tersebut mempunyai pengertian yang saling tumpang tindih dengan diplomasi publik, sehingga
nation-branding dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan publik. Meskipun begitu, tetap
saja terdapat perbedaan di dalam kedua konsep tersebut. Yang pertama, kekuatan diplomasi publik
berada pada pengakuan dan penerimaan dari batas-batas yang ada dan kebanyak kampanye
diplomasi publik dilakukan berdasarkan asumsi kebanyakan orang luar yang akan memengaruhi
pemikiran dari orang lain, sedangkan nation-branding menggunakan pendekatan holistic dimana
hal ini sangat berpengaruh untuk membangun citra suatu negara, terutama kepada negara yang

lemah (Melissen, 2005:20) 5.

4

Leonard, Mark. 2002. Public Diplomacy. The Foreign Policy Centre. London

5

Melissen, Jan. 2005. The new public Diplomacy. Palgrave Macmillan. New York.

2.1.2

Soft Power

Soft power adalah salah satu konsep yang diusung oleh Joseph S. Nye selain smart power.
Soft power adalah sebuah istilah yang mulai banyak digunakan untuk mengartikan atau
menjelaskan sebuah proses relasi dan realisasi kekuasaan. Makna soft power sendiri dapat dilihat
dari istilah ‘soft’ yang berarti ‘lunak’ atau ‘halus’ dan ‘power’, yakni suatu kemampuan untuk
melakukan segala sesuatu dan mengontrol pihak lain, untuk membuatnya melakukan sesuatu yang
belum tentu ingin mereka lakukan (“an ability to do things and control others, to get others to do

what they otherwise would not”)6. Sehingga, soft power dapat didefinisikan sebagai sebuah
kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi perilaku negara lain dengan cara persuasif
daripada dengan koersi atau maupun imbalan. Soft power ini bersumber dari kebudayaan, nilainilai yang dianut dan elemen-elemen intangible lainnya yang menjadi daya tarik:
“ Soft power is the ability to get what you want through attraction rather than through coercion
or payments”– Joseph Nye7
Menurut Nye, soft power suatu negara bertumpu pada tiga sumber: “budaya (di tempattempat menarik bagi orang lain), nilai-nilai politik (ketika mereka hidup di dalam dan di luar
negeri), dan kebijakan luar negeri (saat orang lain melihat negara ini memiliki kepemilikan yang
sah atas suatu kebijakan politik dan otoritas.)” Suatu negara dapat memperoleh hasil yang
diinginkan dalam politik dunia karena negara-negara lain mengagumi nilai-nilainya, meniru
contohnya, bercita-cita untuk meningkatkan kemakmuran dan keterbukaan negaranya. Dalam
pengertian ini penting juga untuk mengatur agenda dan menarik pihak lain dalam politik dunia,
dan bukan hanya untuk memaksa mereka berubah dengan ancaman kekuatan militer atau sanksi
ekonomi tetapi juga dengan soft power.

Beberapa bentuk soft power antara lain ialah ideologi, teknologi, pendidikan, dan
kebudayaan. Dengan demikian, dalam mengejar kepentingan nasionalnya negara tidak pernah bisa
bertindak sendirian. Ia membutuhkan aktor-aktor lain seperti agen-agen swasta, institusi

J.S. Nye, Jr., ‘Soft Power’, dalam Foreign Policy, Twentieth Anniversary, No. 80, Autumun 1990, p. 154
J.S. Nye, Soft Power and Higher Education, Harvard University, 2008, p. 11,
, diakses 11 April 2017
6
7

keagamaan dan pendidikan, serta perusahaan transnasional yang bergerak dalam bisnis
perdagangan, komunikasi dan informasi, seni, dan budaya (interdependence)8.
Konsep ini mengacu pada kekuatan non-militer negara seperti perekonomian, budaya dan
hal-hal yang disebut kaum realis sebagai low politics dibanding dengan hard power seperti
masalah pertahanan dan militer, soft power juga memiliki masalah yang cukup kruisial bagi
negara, menurut Joseph S Nye, “Soft power is more difficult, because many of its crucial resources
are outside the control of governments, and their effects depend heavily on acceptance by the
receiving audiences. Moreover, soft power resources often work indirectly by shaping the
environment for policy, and sometimes take years to produce the desired outcomes.”9



DIPLOMASI

KAYU

SEBAGAI

SOFT

POWER

MEMPERERAT

HUBUNGAN

BILATERAL

Beberapa negara terus berupaya menjaga keindahan lingkungan dengan mengurangi
penggunan produk plastik, karena susahnya proses penguraian dari limbah plastik. Untuk Negara
– Negara Uni Eropa sudah sejak lama memberlakukan anti produk plastik kepada Negara
anggotanya. Pencapaian perjanjian ekspor produk kayu legal Indonesia dengan Uni Eropa
meningkatkan diplomasi Indonesia. Sebagai negara pertama yang mendapatkan kepercayaan
penuh negara Eropa, Indonesia berpeluang besar menguasai pasar produk kayu dunia. "Ini yang
kita sebut total diplomasi. Diplomasi dengan energi kuat, tak hanya di tataran pemerintah.
Terbukti satu aset baru bisa kita gunakan untuk memperkuat diplomasi," kata Menteri Luar Negeri
Retno LP Marsudi, Kamis (12/5), di Jakarta10. Pernyataan itu terkait keberhasilan negosiasi
Perjanjian Penegakan Hukum, Tata Kelola, dan Perdagangan Bidang Kehutanan (Forest Law
Enforcement, Governance and Trade/FLEGT License). Kepercayaan penuh dari Eropa kepada
Indonesia itu jadi lampu hijau atas produk kayu Indonesia. penerapan FLEGT atau pengakuan
penuh menaikkan peringkat produk kayu hutan Indonesia di pasar Eropa, yang mengutamakan
legalitas bahan baku dan kelestarian hutan. Sebanyak 42,96 persen dari total negara tujuan ekspor

8

http://www.haryoprasodjo.com/2014/05/definisi-soft-power.html (Definisi Soft Power) diakses 11 April 2017
J.S. Nye, SOFT POWER : The Means to Succes in World Politics, Public Affairs, New York, 2004, p. 1
10
http://cdn.assets.print.kompas.com/baca/iptek/lingkungan/2016/05/13/Kayu-Legal-Tingkatkan-DiplomasiIndonesia?utm_source=bacajuga – diakses 11 April 2017
9

kayu Indonesia telah menerapkan tata kelola kehutanan yang baik, yakni Uni Eropa, Amerika
Serikat, Jepang, dan Australia. Meski setiap negara punya standar pengakuan sendiri, FLEGT
menunjukkan Indonesia memiliki standar lisensi tinggi. Kementerian LHK membangun Sistem
Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam hal ini pemerintah bersama jejaring lembaga swadaya
masyarakat membangun SVLK untuk menjamin legalitas produk kayu. SVLK menghapus stigma
Indonesia sebagai sumber kayu ilegal. SVLK mengurangi ruang gerak peredaran kayu ilegal untuk
produk ekspor.

BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan mengambil objek
penelitian pada strategi pemerintah Indonesia terkait diperolehnya FLEGT (Forest Law
Enforcement, Governance and Trade). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi yang
diambil oleh Indonesia dalam menghadapi permintaan produk kayu Negara-negara Uni Eropa
pasca memperoleh lisensi FLEGT. Adapun studi kasus yang diteliti yaitu sektor Industri kayu dan
Produk kayu olahan di Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan awal tahun 2017.

3.1.1 FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade)
Indonesia dan Uni Eropa sepakat bahwa mulai 15 November 2016, Indonesia menerbitkan
FLEGT License atas produk-produk kayu legal yang sudah diverifikasi dan diekspor ke ke Uni
Eropa. Keputusan ini membuat Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mencapai
tonggak penting ini dalam upaya global memberantas pembalakan liar serta perdagangan kayu
ilegal. Keputusan ini dicapai dalam sidang Komite Implementasi Gabungan (Joint Implemenation
Committee – JIC) ke-5, yang mengawasi pelaksanaan Kesepakatan Kemitraan Sukarela
Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan (FLEGT VPA) Indonesia-UE. Indonesia dan
UE menandatangani VPA di Brussels pada 30 September 2013, setelah melewati proses
negosiasi tentang isi kesepakatan tersebut Indonesia telah mengembangkan suatu sistem verifikasi
untuk memastikan bahwa semua produk kayu yang dipanen, diimpor, diangkut, diperdagangkan,
diproses dan diekspor patuh pada hukum yang berlaku terkait dengan aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi sebagaimana telah diidentifikasi para pihak dari pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat sipil. Sistem verifikasi legalitas kayu, dikenal dengan singkatan SVLK, terbuka bagi
pemantauan independen oleh masyarakat sipil dan evaluasi berkala oleh auditur.

Implementasi Lisensi FLEGT berarti bahwa SVLK Indonesia telah memenuhi persyaratan
VPA dengan UE. “Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam pengelolaan sektor hutannya
dan berhasil memperbaiki transparansi, partisipasi serta aspek-aspek lain tata kelola kehutanan
yang baik, lewat proses dialog dan kompromi antara semua pihak pemangku kepentingan,”

demikian Putera Parthama, Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang juga menjabat sebagai Ko-Ketua Komite. “Dengan
memperhatikan legalitas, kita telah meletakkan dasar-dasar bagi pengelolaan kehutanan yang
lestari serta bertindak untuk menanggapi perubahan iklim. Kita berhasil memenuhi tolok ukur
sertifikasi yang ketat yang berlaku di UE.”
Selain memperbaiki tata kelola dan meningkatkan pendapatan negara, Lisensi
FLEGT bermanfaat bagi pelaku usaha perkayuan. Produk yang berlisensi FLEGT dengan
sendirinya memenuhi persyaratan Peraturan Perkayuan UE (EUTR), yang melarang pelaku pasar
di UE untuk menempatkan kayu ilegal serta produk kayu hasil pembalakan ilegal di pasaran UE.
Dengan demikian, pelaku pasar UE dapat menempatkan kayu berlisensi FLEGT di pasar UE tanpa
perlu melewati proses uji tuntas. Komite juga sepakat untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan
bersama sampai akhir 2017, dalam mana UE dan Indonesia akan mengawasi perbaikan terusmenerus sistem verifikasi legalitas kayu Indonesia serta implementasi VPA di ranah yang lebih
luas.
Menurut rencana, kegiatan akan melanjutkan proses multi-pihak, pengumpulan data,
pemantauan independen kehutanan, penegakan hukum, dan pemantauan pasar UE untuk produkproduk kayu berlisensi FLEGT “Keputusan untuk memulai Lisensi FLEGT Indonesia merupakan
tonggak keberhasilan dalam kemitraan yang mengaitkan bisnis UE serta konsumen dengan
pengusaha legal di Indonesia,” kata Vincent Guerend, Duta Besar UE untuk Indonesia dan KoKetua JIC. “Dengan menjamin legalitas, Lisensi-FLEGT tidak hanya membuat bisnis menjadi
lebih efisien bagi pengusaha, baik di Indonesia maupun di UE, namun juga memperkuat tata kelola
dan menjamin perlakuan yang adil bagi semua pemangku kepentingan kehutanan. Ini adalah
wujud peningkatan transparansi, dan akuntabilitias, serta partisipasi para pihak dalam pengambilan
keputusan terkait kehutanan. Hari ini, seluruh ekspor kayu Indonesia datang dari pabrik dan hutan
yang telah melewati sistem auditing independen.” UE telah merampungkan prosedur internal
dalam mengakui Lisensi FLEGT dari Indonesia. Pihak-pihak berwenang serta para importir kayu
di ke-28 negara anggota UE kini tengah bersiap-siap untuk menerima pengapalan pertama produkproduk kayu ber-FLEGT License11.

11

http://www.euflegt.efi.int/web/jic-indonesia/bahasa-indonesia - diakses pada 07 April 2017

Sumber : beacukai.go.id
Gambar 3.1
Mekanisme Ekspor Produk Industri Kehutanan Dengan SVLK

3.1.2 TUJUAN DAN KESEPAKATAN DALAM FLEGT
3.1.3 TAHAPAN JALUR PRIORITAS PEMEGANG LISENSI FLEGT
3.1.4 SENTIMEN PASAR EROPA TERHADAP KAYU INDONESIA
3.1.5 HUBUNGAN DIPLOMASI INDONESIA – UNI EROPA
3.1.6 INDUSTRI KAYU OLAHAN INDONESIA
3.1.7 METODE PENELITIAN
3.1.8 DESAIN PENELITIAN
3.1.9 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
3.1.10 TEKNIK ANALISA DATA
3.1.11 LOKASI PENELITIAN
3.1.12 WAKTU PENELITIAN