Dasar Perlin dungan Tanaman. doc

PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.)
TERHADAP TANAMAN CABE (Capsinum Annum L.)

PAPER

OLEH

MUHAMMAD IKHWAN INDARTO/150301159
AGROEKOTEKNOLOGI
3A

LABORATORIUM DPT - SUB HAMA
PROGRAM

STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016


PAPER

OLEH
MUHAMMAD IKHWAN INDARTO/150301159
AGROEKOTEKNOLOGI
3A

Paper sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian di
Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Hama ,Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Diketahui Oleh
Dosen Penanggung Jawab Praktikum

(
Ir. Marheni,M.P )
Nip.19650724198032001
Diketahui Oleh
Asisten Koordinator

Diperiksa Oleh

Asisten Korektor

(Mandra Yulfryos S.)
NIM.130301098

( Ester Febrina Marpaung )
NIM.120301210

LABORATORIUM DPT - SUB HAMA
PROGRAM

STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia-nya berupa kesehatan, kesempatan, serta kemudahan
sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun judul Paper ini adalah “PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL
(Bemisia tabaci Genn.) TERHADAP TANAMAN CABE
(Capsinum Annum L.)”. Paper ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi
komponen penilaian Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Hama
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara,Medan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar
Perlindungan Tanaman Sub Hama Ir. Marheni,M.P dan kepada kakak dan abang
asisten yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Paper ini .

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Paper ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Medan,


Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Kegunaan Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Serangga
Siklus Hidup
Gejala Serangan
Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn.) Terhadap Tanaman Cabe
(Capsinum Annum L.)
Kultur teknis

Mekanis
Fisik
Biologi
Kimia

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
B.tabaci pertama kali ditemukan sebagai hama tanaman tembakau pada
tahun 1889, di Yunani (Hirano et al., 2007).
B.Tabaci juga mampu membentuk biotip baru dan menyebarkan virus
(Henneberry & Castel, 2001).
Saat ini telah tercatat 24 biotip B.tabaci yang tersebar di dunia
(Carabali et al., 2007).
Serangga hama ini memiliki berbagai sebutan, di Inggris disebut
tobacco whitefly, sweet potato whitefly, cassava whitefly, di Prancis disebut

Aleurode du cottonnier, Aleurode de la patate douce, di Jerman disebut
weisse fleige, baumwoll-mottenchildlaus, dan di Italia disebut Aleirode delle
solanacee (Malumphy, 2007).
Bemisia tabaci menghasilkan ekskresi berupa madu yang merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan embun jelaga yang berwarna hitam
(Cladosporium sp. dan Alternaria sp.) menyebabkan proses fotosintesis tidak
berjalan dengan normal. Imago betina B. tabaci menghasilkan embun jelaga yang
lebih banyak selama siklus hidup mereka (Sanderson, 2007).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Paper ini adalah untuk melihat Pengaruh dan
pengendalian hama Kutu Kebul

(Bemisia tabaci L.)

pada tanaman Cabe

(Capsinum annum L,)


Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari paper ini adalah untuk dapat memenuhi komponen
penilaian Laboratorium DPT -

Sub Hama, Program studi Agroekoteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan. Serta dapat menjadi bahan
referensi bagi yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Serangga
Hama kutu putih (Bemisia tabaci Genn.) termasuk Kingdom Animalia,
Filum Anthropoda, class insecta ordo Homoptera, famili Aleyrodidae dan genus
Bemisia dan spesies Bemisia tabaci Genn. (Kalshoven, 1981).
The genus Bemisia contains 37 species and is thought to have originated
from Asia (Mound & Halsey, 1978).
B. tabaci, being possibly of Indian origin (Fishpool & Burban, 1994), was
described under numerous names before its morphological variability was

recognized. For full synonymy see Mound & Halsey (1978).
Three distinct groups of B. tabacihave now been identified by comparing
their mitochondrial 16S ribosomal subunits. These are: (a) New World, (b)
India/Sudan, (c) remaining Old World (Frohlich & Brown, 1994).
First reports of a newly evolved biotype of B. tabaci, the B biotype, appeared in
the mid-1980s (Brown et al., 1995).
Commonly referred to as the silverleaf whitefly or poinsettia strain, the B
biotype has been shown to be highly polyphagous and almost twice as fecund as
previously recorded strains and has been documented as being a separate species,
B. argentifolii(Bellows et al., 1994).
The B biotype is able to cause phytotoxic disorders in certain plant
species, e.g. silverleaf in squashes (Cucurbita sp.) and this is an irrefutable method
of identification (Bedford et al., 1992,).
Pada daun bawah kandungan air dan protein tanaman lebih tinggi daripada
daun atas, sehingga imago memilih daun bawah untuk aktivitas makan dan

peneluran. Bila daun bawah sudah habis terserang, imago memilih daun tengah
yang lebih muda untuk mendapatkan kandungan air. Semakin tua umur tanaman
semakin kurang disukai kutu putih sebagai tempat untuk meletakkan telurnya.
Populasi B. tabaci melimpah pada saat fase vegetatif (linier) dan menurun pada

fase generatif (logaritmatik) yang diduga karena faktor kualitas dan kuantitas
tanaman. Kuantitas tanaman dapat diukur dari semakin bertambahnya biomasa
tanaman, sedangkan kualitas tanaman dipengaruhi oleh kandungan berbagai
nutrisi yang terdapat dalam tanaman (Heinz et al., 1982).

Siklus Hidup
Stadia Telur
Telur yang baru diletakkan berwarna putih mutiara dan berubah kecoklatan
menjelang menetas. Telur akan menetas setelah 5 hari diletakkan dengan kisaran
suhu 32,5 0C, sedangkan pada suhu 17 0C telur menetas setelah

23 hari. Telur

diletakkan di bawah permukaan daun pucuk pada pukul 08.00 - 12.00
(Henneberry and Castle, 2001).
Imago dapat meletakkan telur sebanyak 28 - 300 butir telur, tergantung
inang dan suhu (Mau and Kessing, 2007).
Pada tanaman kapas dengan kisaran suhu 9,4 - 42 0C imago menghasilkan
28 - 160 butir telur, pada tembakau dengan suhu 9,4 - 34,4 0C menghasilkan
44 - 47 butir telur, sedangkan pada tanaman kentang dengan suhu 31,9 - 38,0 0C

mampu menghasilkan 38 - 394 butir telur (Henneberry and Castle, 2001).

Stadia Nimfa
Nimfa yang baru menetas berukuran 0,3 mm, nimfa instar ke - 1 berbentuk
bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi
untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 sampai ke - 4 tidak bertungkai dan
berukuran 0,4 - 0,8 mm (Hirano et al., 2007). Nimfa terdiri dari 4 instar, masa
instar pertama 3 - 5 hari, instar ke - II 2 - 6 hari, instar ke - III 2 - 4 hari dan stadia
terakhir 2 - 5 hari (Henneberry & Castle, 2001).
Total masa nimfa 2 - 4 minggu (Mau & Kessing, 2004). Selama masa
pertumbuhan nimfa hanya berada di daun (Hirano et al., 1993). Setelah menusuk
daun, nimfa akan berpindah tempat. Nimfa aktif makan pada instar 1 - 3
(Bohmflak et al., 2007).
Stadia Imago
I

Imago berukuran ± 1 mm dengan sayap berwarna putih dan ditutupi

tepung seperti lilin (Hirano et al., 2007). Imago yang berumur 1 - 4 hari dapat
langsung menghasilkan telur tanpa melakukan perkawinan (Sanderson, 2007).

Serangga ini bersifat parthenogenesis, telur yang tidak dibuahi akan
menghasilkan turunan jantan (Henneberry and Castle, 2001). Imago betina
mampu menghasilkan 7 butir telur/ hari (Bohmflak et al., 2007).

Umur imago betina lebih panjang daripada imago jantan. Betina berumur
13 - 62 hari dan

jantan 4

(Henneberry and Castle, 2001).

- 12 hari, pada suhu 14 - 32

0

C

Imago aktif antara pukul 06.00 - 10.00. Waktu terbang maksimum pada
pukul 06.00 - 10.00. Imago jantan mampu terbang lebih lama dibandingkan betina
(Henneberry and Castle, 2001).
Imago akan berpindah setiap 48 jam sekali. Perilaku terbang B. tabaci
terbagi dua, yaitu terbang jarak jauh (long flight distance) dan terbang jarak dekat
(short flight distance). Terbang jarak dekat imago hanya terbang di bawah kanopi
tanaman sedangkan terbang jarak jauh bila terbang dari satu tanaman ke tanaman
lain (Carabali et al., 2007).
Gejala Serangan
Batang mengalami nekrosis Kerusakan pada tanaman disebabkan oleh
imago dan nimfa yang mengisap cairan yang ada pada batang tanaman, berupa
gejala nekrosis pada batang akibat rusaknya sel-sel dan jaringan pada batang.
(Nooraidawati,2001)
Serangan kutu kebul juga dapat menyebabkan daun mengeriting. Daun
tanaman cabai berwarna hijau muda mencolok, pucuk menumpuk keriting diikuti
dengan bentuk helaian daun menyempit atau cekung, tanaman tumbuh tidak
normal menjadi lebih kerdil. Hal ini disebabkan nutrisi yang ada pada tanaman
cabai dihisap oleh kutu kebul untuk kelangsungan hidupnya (Rusli,1999)
Klorosis adalah bercak bercak kuning kecil pada daun yang akan melebar.
Pinggir bercak berwarna lebih tua dari bagian tengahnya. Ekskresi kutu kebul
menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya

embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak
berlangsung normal( Malumphy, 2007).
Berdasarkan hasil observasi analitik dapat disimpulkan bahwa
karakterisasi morfologi tanaman cabai yang terserang hama kutu kebul (bemisia
tabaci) menunjukkan gejala nekrosis pada batang, mengeriting pada daun dan
daun mengalami klorosis. Hal tersebut disebabkan oleh serangan langsung oleh
kutu kebul fase nimfa atau imago yang berupa hisapan pada bagian tanaman
tersebut. Selain itu penyakit diatas disebabkan oleh virus gemini yang ditularkan
oleh kutu kebul (Bemisia tabaci) yang bersifat viruliferous. (Nurtjahyani,2015)

Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn.) Terhadap Tanaman
Cabe (Capsinum Annum L.)

Kultur Teknik

Penggunaan tanaman yang resisten merupakan salah satu komponen dalam
pengendalian hama terpadu untuk menekan populasi kutu putih. Namun saat ini
belum ditemukan varietas tembakau yang resisten terhadap B. tabaci
(Berlinger, 1986).

Fisik
Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan virus, terutama tanaman yang
bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti
mentimun. Sanitasi lingkungan terutama mengendalikan gulma berdaun lebar
seperti babadotan dan ciplukan yang berpotensi menjadi inang virus
(Nasution,2010)

Mekanik
Perangkap sintetis dapat menarik dan menangkap serangga hama seperti
aphids, kutu putih, thrips, penggorok daun. Namun, penggunaan perangkap
sintetis tidak menyebabkan musnahnya populasi B. tabaci, namun dapat
mengurangi populasinya di lapangan. Perangkap sintetis dan warna sangat efektif
dalam mengendalikan hama kutu putih dan juga untuk memonitor efek perangkap
yang dibuat di lapangan (Pasian and Lindquis, 2007).
Pemasangan perangkap sintetis berpengaruh nyata terhadap efisiensi
penangkapan hama, yakni semakin jauh kanopi tanaman semakin sedikit jumlah
hama yang terperangkap. Perangkap yang paling efisien menangkap hama adalah
dipasang disekitar kanopi tanaman. Hal ini memberi indikasi bahwa aktivitas
terbang hama kutu putih hanya sekitar kanopi tanaman, dikarenakan ukuran tubuh

kutu putih yang relatif kecil, migrasinya sangat tergantung pada bantuan angin
(Supriadi, dkk, 2008).

Biologi
Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan parasit,
predator, dan entomopatogen. Kumbang predator Menochilus sp. merupakan
predator yang mampu memangsa 200 - 400 Bemisia tabaci per hari. Parasit
Encarsia, Eretmocerus californus, Eretmocerus mondus, Eretmocerus eremicus.
Namun Encarsia yang lebih umum digunakan untuk mengendalikan B. tabaci di
rumah kaca maupun di lapangan. Pengendalain secara hayati sebaiknya dilakukan
bila populasi B. tabaci tidak terlalu tinggi (Hirano et al., 2007).

Kimia
Dimetoat (Perfectan 425 EC) merupakan insektisida golongan
organofosfat. Cara kerja( Mode of action)insektisida ini menghambat bekerjanya
enzim asetil kolin dan terjadilah kekacauan pada sistem penghantar impuls ke sel
sel otot. Keadaan ini menyebabkan pesan pesan berikutnya tidak dapat
diteruskan,otot kejang dan akhirnya terjadi kelumpuhan dan kematian
(Untung,2006)
Protifos (Takuthion 500EC) Insektisida dari golongan organofosfat semua
senyawa organofosfat bersifat perintang CHE (Enzim choline Esterase).Enzim
yang berperan dalam meneruskan rangsangan ke syaraf.peracunan dapat terjadi
dengan gangguan didalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan

kematian atau pulih kembali.umur residu dari organofosfat ini tidak berlangsung
lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan (Tarumingkeng,2001)
Pengendalian secara kimia dapat menggunakan insektisida diafenthiuron,
acetamiprid dan neonicotionouid yang dilakukan pada sore atau pagi sebelum
matahari terbit dan mampu menjangkau permukaan bawah daun (Untung, 2006).

KESIMPULAN

1. Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) adalah Hama Polyfag.
2. Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) memiliki 4 fase stadium yaitu fase
telur, fase larva, fase pupa, dan fase imago

3. Gejala tanaman cabai(Capcisum annum L.) yang terserang Kutu Kebun
(Bemisia tabaci Genn.) adalah mengalami nekrosis batang.keriting daun
dan klorosis daun.
4. Inang utama dari Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) adalah cipluan dan
babandotan(Ageratum conyzoides L.)
5. Pengendalian Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dapat dilakukan dengan
cara pengendalian kultur teknis, pengendalian fisik, pengendalian mekanis,
pengendalian biologi, dan pengendalian kimia.

DAFTAR ISI

Berlinger, M.S., 1986. Host plant resistance to Bemisia tabaci. Hirano, K.,
Budiyanto, E and S. Winarni., 2006. Biological characteristic and
forecastingoutbreak of whitefly B. tabaci a vector of virus disease in
soybean field. Available at: www.agnet.org/library/tb/135. Diakses tanggal
3 Maret 2009.

Bohmflak, G. T., R. E. Friesbie, W. L. Sterling, R.B. Metzer, and A.E. Knutson.,
2007. Identification , biology and sampling of cotton insect. Available
at: http:/insects.tamu.edu Diakses tanggal 16 Maret 2009.
BPTPH., 2000. Pengenalan Pestisida Nabati Tanaman Hortikultura.
Direktorat Perlindungan Tanaman. BPTPH, Jakarta.
Carabali, A., A. C. Belloti, and J. M., Lerma., 2007. Adaptation of Biotipe B of
B. tabaci to Cassava. Available at: www.ciat.cgiar.org Diakses tanggal 16
Maret 2009.
Chu., G.J.Charles, J.A.Phatrick, K.Karud and T.J.Hannberry., 2003. Plastic Cup
Eqquiped with Light Emiting Diodes for Monitoring adult B. tabaci.
Available at: www. Bioone.org. Diakses tanggal: 7 Februari 2009.
Erwin., 2000. Tembakau. Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli, Medan.
Firmansyah, E., 2008. Mengurangi Populasi Hama Serangga Tanpa Merusak
Lingkungan. Available at: http://www.Tanindo.com/Abdi9.html. Diakses
tanggal: 7 Februari 2009.
Hartanto, Y., 2008. Perangkap Warna Kuning atau Biru Untuk Serangga.
Aavailabel at: http://www.godongijo.com/index2.php?
task=fullart&PID=24. Diakses tanggal: 7 Februari 2009.
Hennebery, T. J. and T. J. Castle., 2001. Bemisia: Pest Status Economy, Biology
And Population Dynamics. In Virus-Insect-Plant Interaction.
Academic Press, New York.

Hirano, K., Budiyanto, E and S. Winarni., 2007. Biological characteristic and
forecasting outbreak of whitefly B tabaci a vector of virus disease in
soybean field. Available at: www. Agnet.org/library/tb/135. Diakses
tanggal 16 Maret 2009.

Heinz, K. M., M. P. Parella and J.P Newman., 1982. Time Effecient Used Of
Yellow Sticky Trap In Monitoring Insect Population. J. Economic
Entomology, Entomoological Society of America.

Kalshoven, L.G.E., 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised by Vander Lann,
University of Amsterdam. Ichtiar Baru – Vander Hoeve, Jakarta.
Kardinan, A., 2007. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Lin, F.C., T.T. Hsieh and C.L. Wang. 2005. Occurrence of White Flies and Their
Integrated Managemen in Taiwan. Pp: 245-257. In: Te-Yeh Ku and Chingling Wang (Eds.) Proceeding of the International Seminar on Whitefly
Management and Control Strategy. Taichung, Taiwan ROC.
Mehta, P., J.A. Wyman, M.K. Nakhla, & D.P. Maxwel. 1994. Polymerase chain
reaction detection of viruliferous Bemesia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae) with two tomato of infecting geminiviruses. J. Econ Entomol.
87(5):12851291.

Mound, L.A & Hasley, S.H.1978. White of the world, British museum of natural
history and wiley. New York, NY. 340 p.

Malumphy, C., 2007. Bemisia tabaci (Genn.). San Hulton, New York.

Mau, R.F.L and Kessing J.L.M., 2007. Bemisia tabaci. Available at:
www.extento.hawai.edu. Diakses tanggal 19 Maret 2009.

Mukani., 2006. Forum Upaya Mengakhiri Derita Petani Kapas. Available at:
www. Kompas.com. Diakses tanggal: 7 Februari 2009.
Nasution,M.R.2010. Pengaruh Jenis Perangkap Sintetis Untuk Mengendalikan
Hama Kutu Putih Bemisia Tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae)
Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana Tabacum L.) .FP USU.Medan
Nooraidawati, Yusriadi, & S. H. Hidayat. 2001. Kisaran inang geminivirus asal
tanaman cabai dari Guntung Payung, Kalimantan Selatan. Prosiding
Kongres dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopaologi Indonesia XVI,
Bogor :Jawa Barat. p 347-350.
Osborne LS, Landa Z, 1992. Biological control of whiteflies with
entomopathogenic fungi. Florida Entomologist 75(4):456-471.
Redaksi Trubus., 2006. Lem Ajaib Penjebak Hama. Trubus.Jakarta

Rusli, E. S., S. H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Virus Gemini Pada
Cabai : Variasi Gejala dan Studi Cara Penularan. Buletin Hama dan
Penyakit Tumbuhan. 11 (1) : 26-31.
Sudiono, Yasin N. 2006. Karakteristik kutukebul (Bemisia tabaci) sebagai vektor
virus gemini dengan teknik PCR-RAPD. Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan Tropika 6:113–119.
Sebayang, lukas. 2013. Teknik pengendalian penyakit kuning pada tanaman cabai.
Setiawati. 2003. Pengenalan dan pengendalian hama penting pada Tanaman
Cabai Merah. Materi TOT Litkaji PTT Cabai Merah. 26 halaman.
Sudiono & Purnomo, D. 2009. Hubungan antara populasi kutu kebul ( bemisia
tabaci genn .) dan penyakit kuning. (1).
Tarumingkeng, R.C.,2001.Pestisida dan penggunaannya.FP IPB. Bogor
Oka, I. N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya
di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Pasian, C. and R.K.Linquist., 2007. Sticky Trap. Available at:
www.Floriculture.osu. Diakses tanggal 19 Maret 2009.
Sanderson,

J.P.,

2007. White fly.

Available

at:

www.hort.cornell.edu/greenhouse/pestdis. Diakses tanggal 2 Maret 2009.

Sastrosiswoyo, S., Moekesan, K.T dan Wiwin, S., 1993. Program Nasional
Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Balai
Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung.
Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.
Kanisius, Yogyakarta.
Supriadi , M.K., Himawati dan Agustina., 2008. Efisiensi Penangkapan ”Sticky
Trap” di Pertanaman Tembakau. Available at. http://www.fp.
upnuyk.com/penelitian.php?id= 25. Diakses tanggal 20 Maret 2009.
Untung, K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM Press,
Yogyakarta.
Wardani N. 2006. Keragaan hama/penyakit pada cabai merah di daerah dengan
ketinggian dan jenis tanah yang berbeda. Wiyono S. 2007. Perubahan
Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman, 2007–2008.