PENAKSIRAN PRODUK TIVITAS TANAMAN KELAPA
PENAKSIRAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KELAPA
Disusun oleh: Nurul Pratiwiningrum, Shofiyah Mujahidah, Herdiana Anggrasari,
Ramadhan Wahyu Fauzi, Fidya Prasetyowati
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran
sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman
kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan
minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar.
Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon
kehidupan" (the tree of life) atau "pohon yang amat menyenangkan" (a heaven tree) (Asnawi
dan Darwis, 1985). Selain itu, tanaman kelapa juga dapat tumbuh di sepanjang pesisir pantai
khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman kelapa sangat potensial untuk dikembangkan mengingat hasil ekonomisnya
yang tinggi dan tempat tumbuhnya yang tidak memerlukan kondisi khusus.
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terluas di dunia yaitu
mencapai 4 juta ha (31,2% dari total luas perkebunan kelapa di dunia (Allorerung et al.,
2005). Hal ini menyebabkan tanaman kelapa menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia.
Oleh karenanya, tanaman kelapa
perlu dikembangkan dengan baik karena berpotensial
menghasilkan devisa dan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya tanaman
kelapa harus dikelola dan diatur sebaik mungkin agar dapat meningkatkan produktivitas
tanaman. Meskipun demikian, masih terdapat banyak permasalahan dalam budidaya tanaman
yang menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman kelapa di Indonesia. Masalah
rendahnya produksi produktivitas kelapa di tingkat petani disebabkan karena penggunaan
bibit unggul masih kurang dan pemeliharaan lahan dan tanaman yang tidak tepat. Selain itu,
permasalahan ini juga disebabkan oleh umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh
yang tidak sesuai. Kondisi yang demikian mengakibatkan pendapatan petani kelapa sangat
rendah. Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani antara lain dengan,
peremajaan kelapa tua dan perluasan areal dengan menggunakan benih kelapa bermutu
berasal dari blok penghasil tinggi (BPT) dengan cara pemilihan pohon induk (PIK) yang
benar.
Pemeliharaan tanaman kelapa perlu dilakukan dengan pemupukan yang tepat serta
pengendalian
hama
dan
penyakit
secara
terpadu.
Pemanfaatan
lahan
harus
mempertimbangkan kesesuian lahan dan iklim. Selain itu, perlu adanya peningkatkan nilai
tambah dari produk yang dihasilkan, tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan
tetapi aneka ragam olahan produk lainnya yang berasal dari tanaman kelapa. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka diperlukan adanya upaya-upaya tertentu untuk meningkatkan
teknik budidaya tanaman kelapa. Sebelum dilakukan upaya tersebut maka perlu dilakukan
penaksiran produktivitas tanaman. Oleh karena itu, perlu dipelajari tentang penaksiran
produktivitas tanaman kelapa lebih dalam agar dapat menentukan upaya perbaikan budidaya
yang sesuai untuk tanaman kelapa.
B.
Tujuan
1. Mengetahui produktivitas tanaman kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas
lahan per satu satuan waktu.
2. Mempelajari penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa
(Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut (Warisno, 2003) :
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisio
: Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Palmales
Familia
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L.
Produktivitas tanaman kelapa di Indonesia, saat ini baru sekitar 50 persen dari
potensinya atau hanya 1,1 ton/ha. Selain rendahnya produktivitas tanaman, persoalan lain
dalam pengembangan kelapa di Indonesia yakni pemanfaatan produk hilir maupun hasil
sampingan belum banyak dilakukan. Selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan
produk primernya saja dalam bentuk kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak
goreng. Saat ini, Indonesia baru mampu menghasilkan 22 ragam produk turunan kelapa, jauh
di bawah Filipina yang telah memproduksi lebih dari 100 jenis diversifikasi produk berbasis
kelapa (Anonim, 2008).
Tanaman kelapa akan tumbuh baik di daerah tropis seperti Asia, Oceanea, India Barat,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Timur, dan Afrika Barat. Tanaman kelapa juga
dikenal cukup tinggi kemampuan beradaptasinya dengan lingkungan yang beragam, termasuk
dalam berbagai tanah asalkan drainasenya baik. Drainase yang buruk akan menghambat
perkembangan akar serta pertumbuhan tanaman. Akibat lainnya yaitu terjadinya kerebahan
tanaman, cara mengatasinya yaitu dengan penurunan permukaan tanah dengan menggunakan
sistem tata air yang baik (Child, 1974).
Jenis kelapa atau palem merupakan komponen penting dari ekosistem hutan hujan
tropis dan tersebar di hampir seluruh hutan. Tanaman ini dikenal karena pertumbuhannya
yang sangat menonjol yakni batangnya yang tumbuh mencapai puluhan meter di atas
permukaan tanah. Cocos nucifera merupakan spesies penting dari famili Arecaceae dan salah
satu tanaman paling penting dalam kelas monokotil. Tanaman ini memiliki 2 varietas utama
yakni varietas tinggi dan varietas kerdil (Tomlinson, 2007).
Pemanenan kelapa, untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan
umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk
kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9
- 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging
buahnya yang lunak. Panen buah kelapa dilakukan menurut kebutuhannya. Jika kelapa yang
diinginkan dalam keadaan kelapa masih muda kira-kira umur buah 7 -8 bulan dari bunganya.
Jika ingin mengambil buah tua untuk santan atau kopra dipanen di saat umur sudah mencapai
12-14 bulan dari berbunga atau jika sudah tidak lagi terdengar suara air di dalam buahnya
(Anonim, 2007).
Buah kelapa berbentuk lebih seperti telur, bentuk yang lebih tepatnya tergantung dari
varietasnya, yang juga menentukan ukurannya. Di bawah kulit bagian luar atau exocarp,
adalah suatu penutup berserat, atau mesocarp. Bersama dengan bentuk ini yaitu sekam. Di
bawah mesocarp, ditutupi dengan suatu kulit yang sangat keras, atau endocarp, menjadi biji
pada bagiannya sendiri. Kelapa terdiri dari empat komponen, sekitar 35 persen sekam, 12
persen kulit, 28 persen daging dan 25 persen air (Asiedv, 1989).
Daging buah kelapa terdiri dari tiga bagian (Setyamidjaja, 2003) :
a.
Epicarp, yaitu kulit bagian luar yang permukaannya licin, agak keras dan
tebalnya lebih kurang 1/7 mm
b.
Mesocarp yaitu kulit bagian tengah yang disebut sabut. Bagian ini terdiri dari
serat yang keras tebalnya 3-5 cm.
c.
Endocarp yaitu bagian tempurung yang keras sekali. Tebalnya 3-6 mm. Bagian
dalam melekat pada kulit luar dari biji / endosperm
d.
Putih lembaga atau endosperm yang tebalnya 8-10 mm.
Kelapa kopyor merupakan buah kelapa yang mengalami keabnormalan pada
endosperm. Endosperm tidak bertekstur padat tetapi berbutir-butir yang lepas dari
tempurungnya. Endosperm yang seperti itu akan segera membusuk setelah buah masak,
sehingga endosperm tidak dapat dimanfaatkan oleh embrio untuk berkecambah (Sukendah et
al., 2008).
Kelapa (Coccos nucifere) merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping
kelapa sawit (Elacis guineensis). Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan akan minyak
nabati di Indonesia, baik minyak untuk kebutuhan rumah tangga maupun minyak secara
komersil, maka peningkatan produksi minyak umumnya dan minyak kelapa khususnya perlu
mendapat perhatian (Ketaren, 1986).
Komposisi
asam
lemak
minyak
kelapa
(Thieme,
1969)
:
III.
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara 4 yang berjudul Penaksiran
Produktivitas Tanaman Kelapa dilaksanakan pada hari Kamis, 15 Mei 2014 di Desa
Tirtonirmolo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Alat yang digunakan dalam praktikum
acara ini adalah busur derajat, roll meter, hand counter, dan alat tulis.
Praktikan datang ke kebun kelapa milik salah satu petani di salah satu desa di
Kabupaten Bantul. Kemudian dilakukan wawancara terhadap pemilik lahan tersebut dengan
poin pertanyaan sebagai berikut: identitas pemilik (nama, umur, alamat, pekerjaan); luas
halaman (lahan yang ditanami kelapa); jumlah pohon kelapa yang dimiliki; dan teknis
budidaya (asal bibit, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen).
Setelah itu, diambil sampel tanaman kelapa sebanyak 3 buah. Dari sampel tersebut, diamati
beberapa parameter, yaitu jenis tanaman kelapa (dalam, genjah, hibrida, gading, dan
sebagainya), tinggi tanaman, jumlah janjang per pohon, jumlah buah per janjang, dan
perkiraan waktu panen yang akan datang. Setelah itu, dibuat laporan kelompok berdasarkan
data wawancara, kegiatan dokumentasi, dan pengamatan lapangan tersebut.
Metode pengukuran tinggi tanaman pohon kelapa yang digunakan yaitu :
α = sudut yang dibentuk busur
to = tinggi mata pengamat
TK
s = jarak pengamat dengan pohon kelapa
α
s
x
x = 180o – (90o+α)
to TK = tinggi kelapa = (tan x.s) + to
Berdasarkan tinggi tanaman kelapa yang diperoleh, kemudian dapat dihitung
produktivitas tanaman dengan rumus sebagai berikut :
Produktivitas Tanaman Kelapa (PTK) = jumlah butir per janjang × jumlah janjang per
pohon × jumlah panen per tahun.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Wawancara
1. Identitas Petani
Nama
: Bapak Tugiman
Umur
: 68 tahun
Alamat
: JL. Glondong, Tirtonimolo, Kasihan, Bantul
Pekerjaan
: Pensiunan
2. Luas Halaman
Lahan kelapa
: 300 m2 dan 400 m2
Jumlah pohon
: 14 pohon kelapa
3. Teknis Budidaya
Asal bibit
: Membibitkan sendiri dari buah kelapa hasil panen dan pembibitan
berasal dari pertanian dongkelan
Penanaman
: Ditanam di pekarangan rumah
Jarak tanam
: Tidak memperhatikan jarak tanam
4. Pemeliharaan
Teknis
: Tidak ada pemeliharaan khusus, hanya dilakukan pembersihan
seperti membuang daun yang berwarna kuning dan sudah tua
Hama, Penyakit : Tidak ada
Gulma
Pemupukan
: Tidak ada
: Diberi garam, pupuk kompos
5. Pemanenan dan Pascapanen
Pemanenan
: Dilakukan sendiri setiap + 2 bulan sekali
Pasca panen
: Dijual dan dikonsumsi sendiri
B. Hasil Pengamatan
N
Jenis Kelapa
o
1
2
3
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
α
Tinggi
(meter
)
7,66
19,21
13,17
∑Janjang/ ∑Butir/
pohon
janjang
∑Panen Produksi
(butir/pohon/th)
/th
5
6
7
6
7
8
4 kali
4 kali
4 kali
x
120
168
224
TK
to
s
Contoh Perhitungan :
Rumus Metode Pengukuran Tinggi Pohon Kelapa :
Perhitungan tinggi pohon kelapa Pak Tugiman (tanaman kelapa sampel 1) :
Diketahui:
α
= 30o
to
= 161 cm = 1,61 m
s
= 350 cm = 3,5 m
Rumus : tk = (tan x . s) + to
Ditanyakan: tk = ?
Jawab:
x
= 180o – (90o + α)
x
= 180o – (90o + 30o)
x
= 180o – (120o)
x
= 60o
tk
tk
tk
= y + to
= (tan x . s) + to
= (tan 60o . 3,5) + 1,61
tk
tk
= (1,75 . 3,5) + 1,61
= 7,665 m
Perhitungan produktivitas pohon kelapa Pak Tugiman
Produktivitas pohon kelapa 1
= jumlah janjang per pohon x jumlah buah per janjang x jumlah panen per pohon per tahun
= 6 x 5 x 4 = 120 butir/pohon/tahun
C.
Pembahasan
Kelapa merupakan tanaman perkebunan atau industri berupa pohon batang lurus dari
famili Palmae. Ada dua pendapat mengenai asal usul kelapa, yaitu dari Amerika Selatan
menurut D.F. Cook, Van Martius Beccari dan Thor Herjerdahl dan dari Asia atau Indo Pasific
menurut Berry, Werth, Mearil, Mayurathan, Lepesma, dan Pureseglove. Kata coco pertama
kali digunakan oleh Vasco da Gama, atau dapat juga disebut Nux Indica, coconut, dan pohon
kehidupan. Adapun klasifikasi botani tanaman kelapa adalah : Divisi Magnoliophyta, Kelas
Liliopsida, Famili Arecaceae, Genus Cocos, dan Spesies Cocos nucifera.
Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan
5.276.000 ton (82%) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12
negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia merupakan
negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar,
Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel dan Maluku, tapi produksi dibawah
Philipina (2.472.000 ton dengan areal 3.112.000 ha), yaitu sebesar 2.346.000 ton. Balai
Penelitian Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) Manado telah mengkoleksi dari berbagai
daerah di Indonesia sebanyak 113 populasi kelapa genjah dan dalam (Hannum, 2004).
Berdasarkan fakta tersebut populasi jenis kelapa yang banyak dibudidayakan di daerah
Indonesia adalah kelapa jenis dalam dan kelapa jenis genjah. Pemanfaatan lahan di antara
kelapa di masa depan sangat strategis mengingat areal pertanian makin terbatas sedangkan
jumlah keluarga petani makin meningkat, penyediaan lapangan kerja di pedesaan, dan
peningkatan produksi pangan dan bahan baku berbagai agroindustri. Secara teoritis, Sekitar
50-75% lahan di antara kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman lain. Ini berarti
tersedia setara 2.2 hingga 2.8 juta ha lahan pertanian di antara 3.74 juta ha areal kelapa saat
ini (Allorerung, Barri, dan Amrizal, 1999).
Tanaman kelapa mempunyai fungsi yang besar bagi kehidupan manusia. Hampir di
seluruh bagian yang ada pada tanaman kelapa dapat dimanfaatkan mulai dari akar sampai
buah. Buah kelapa memiliki nilai ekonomis yang paling penting bila dibandingkan dengan
bagian-bagian lain yang dapat dimanfaatkan. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis dan
tumbuh baik dalam keadaan iklim panas yang lembab. Pada ketinggian 0-450 dpl, kelapa
dapat tumbuh cepat, berbuahnya pun lebih cepat, kadar minyaknya lebih tinggi sehingga
produksinya pun juga tinggi. Keadaan akan terjadi sebaliknya apabila pohon kelapa berada
pada ketinggian 450-1000 dpl.
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi menjadi tiga : (1) Kelapa
dalam dengan varietas Viridis (kelapa hijau), Rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa
kelabu), Sakarina (kelapa manis, (2) Kelapa genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading),
varietas Regia (kelapa raja), Pumila (kelapa puyuh), Pretiosa (kelapa raja malabar), dan (3)
Kelapa hibrida.
a.
Varietas Dalam
Ciri-ciri varietas dalam antara lain batangnya tinggi dan besar, dapat tumbuh
mencapai 30 meter atau lebih, pangkal batangnya membesar, mulai berbuah jika tanaman
berumur 5-8 tahun, umur produktif 35 tahun atau lebih, dapat mencapai umur 100 tahun atau
lebih, proporsi komponen buah yaitu : sabut 41,7%, tempurung 28,4%, dan daging buah
29,7%, jumlah buah tiap tandan lebih sedikit tapi ukuran buah lebih besar dan kadar kopra
banyak (150-500 g/buah). Contoh varietas dalam yaitu varietas-varietas Tenga, Palu, Bali,
Jepara, varietas viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu),
Sakarina (kelapa manis) dan lain-lain.
b.
Varietas Genjah
Ciri-ciri varietas genjah antara lain bentuk batang ramping dari pangkal sampai ke
ujung, tinggi batang 25 tahun, mencapai 5 meter atau lebih, mulai berbuah cepat jika tanaman
telah berumur 4-5 tahun, umur produktif 25 tahun atau lebih, dapat mencapai umur lebih dari
50 tahun, buah berbentuk lonjong, kecuali kelapa gading berbentuk bulat, buahnya kecil
(1 kg), jumlah buah tiap tandan lebih banyak tetapi ukuran buah kecil dan kadar kopra rendah
(100-150 g/buah). Contoh varietas genjah antara lain varietas-varietas Genjah Raja, Genjah
Hijau, Genjah Kuning (kelapa gading), dan Genjah Nias.
c.
Kelapa Hibrida
Kelapa hibida merupakan hasil persilangan antara varietas genjah dengan varietas
dalam. Mulai berbuah sekitar 3-5 tahun, tinggi tanaman 1-5 m, umur produktif 15 tahun
lebih, proporsi komponen buah yaitu : sabut 43,4%, tempurung 21,48%, dan daging buah
35,2%.
Banyaknya hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal (dari luar) dan
faktor internal (dari dalam). Faktor internal yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil
produksi tanaman kelapa yaitu varietas kelapa, yang masing-masing memiliki sifat genotip
berbeda, sehingga besarnya kemampuan dalam menghasilkan buah juga berbeda. Perkiraan
produksi buah pada kelapa varietas dalam biasanya menghasilkan rata-rata 2,3 ton
kopra/ha/tahun pada umur 12-25 tahun, sedangkan untuk kelapa hibrida pada umur 10-25
tahun mampu menghasilkan rata-rata 3,9 ton/ha/tahun. Faktor luar yang juga mempengaruhi
hasil produksi tanaman kelapa yaitu keadaan tanah dan iklim, ketersediaan air tanah,
serangan hama dan penyakit, serta pemeliharaan tanaman dan keadaan sekitarnya. Beberapa
faktor iklim yang perlu diperhatikan adalah letak lintang, ketinggian tempat, curah hujan,
ketinggian tempat, curah hujan, temperatur, kelembaban, dan penyinaran matahari
(Setyamidjaja, 1984).
Dalam penanaman pohon kelapa selain mengalami peningkatan produksi bisa juga
mengalami penurunan produktivitas kelapa. Penyebab tinggi rendahnya produktivitas kelapa
tersebut antara lain adalah :
1.
Serangan hama/ penyakit
2.
Keadaan tanaman yang sudah terlalu tua
3.
Sistem bercocok tanam yang tidak memenuhi persyaratan teknis
4.
Pemeliharaan tanaman yang kurang diperhatikan.
5.
Rata-rata tanaman yang ada telah melewati umur produktif.
Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu
diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi. Penanaman baru atau perluasan harus
mempertimbangkan kesesuaian lingkungan, dan meningkatkan nilai tambah dari produk yang
dihasilkan tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan tetapi aneka ragam produk
yang berasal dari tanaman kelapa maupun dari tanaman sela yang ditanam diantara pohon
kelapa.
Produktivitas lahan usahatani harus dapat ditingkatkan, variasi produk tanaman yang
diusahakan dalam satu areal usahatani dituntut untuk lebih beragam. Meningkatkan
produktivitas lahan serta ragam jenis tanaman yang diusahakan, dilakukan dengan
penanaman tanaman sela semusim maupun tahunan, yang dipilih berdasarkan permintaan
pasar sehingga kontribusi pendapatannya terhadap pendapatan usahatani menjadi signifikan.
Pemanfaatan lahan usahatani lebih efisien dan produktif; pola pengembangan perkebunan
kelapa rakyat secara monokultur sudah saatnya ditinggalkan karena pemanfaatan lahan usaha
tanitidak efisien mengakibatkan sebagian besar lahan usahatani tidak produktif. Hal ini
terlihat bahwa tanaman kelapa yang diusahakan secara monokultur hanya memakai 25% dari
lahan yang ada sedang selebihnya sebesar 75% berada dalam keadaan tidak produktif. Dari
hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan menyimpulkan bahwa dengan hadirnya
tanaman sela diantara tanaman kelapa memberikan efek ganda mengemukakan bahwa dengan
hadirnya tanaman sela pada usahatani kelapa tidak saja menaikkan produksi tanaman pokok
tetapi juga meningkatkan produksi tanaman sela.
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap kebun kelapa yang terletak di JL.
Glondong, Tirtonimolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Kelapa yang diamati adalah milik
Bapak Tugiman berjumlah 4 pohon kelapa dalam. Pohon kelapa tersebut ditanam di
2
pekarangan rumah dengan luas 300 m . Teknik budidaya yang dilakukam Bapak Tugiman
adalah penanaman buah kelapa (kering) di lahan pekarangan milik pribadi. Tanaman kelapa
ditanam dengan jarak tanam kira-kira 6 x 7 m Jenis kelapa yang terdapat di pekarangan
Bapak Tugiman adalah kelapa jenis dalam berwarna hijau, yang mempunyai tinggi tanaman
yang cukup tinggi.
Bapak Tugiman tidak melakukan
pemeliharaan
khusus
pada
pohon
kelapa
miliknya hanya diberi garam pada pohon kelapanya. Pemberian garam dimaksudkan untuk
meningkatkan produktifitas kelapa. Jumlah janjang per pohon sekitar 6-7 janjang. Jumlah
butir buah kelapa per janjang tidak menentu, yaitu 5 butir sampai sekitar 10 butir buah
kelapa. Buah kelapa dipanen setiap kurang lebih 2 bulan sekali.
Jika membandingkan dengan teori yang ada, teknik budidaya yang dilakukan oleh
bapak Tugiman cukup sesuai yaitu dengan memberi pupuk berupa garam pada pohon kelapa.
Selain itu dalam pemanenan buah kelapa juga tidak tepat waktu, hanya kadang-kadang buah
kelapa tersebut dipanen. Daerah Kabupaten Bantul memiliki kondisi wilayah yang sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman kelapa.
Kelapa jenis genjah dapat menghasilkan 9.000-11.000 butir per hektar per tahun atau
setara dengan 1,5 – 2 ton kopra. Kelapa jenis dalam dapat menghasilkan buah 4.000-5.000
butir per hektar per tahun atau setara dengan 1- 1,25 ton kopra (Warisno, 2003). Kelapa
varietas dalam biasanya berbatang tinggi dan besar, tingginya mencapai 30 m bahkan lebih.
Kelapa dalam mulai berbuah agak lambat, yaitu pada umur antara 6-8 tahun setelah tanam
dan umurnya dapat mencapai 100 tahun lebih. Keunggulan varietas ini adalah: produksi
kopranya lebih tinggi, yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun pada umur 10 tahun,
produktivitasnya sekitar 90 butir/pohon/tahun, daging buah tebal dan keras dengan kadar
minyak yang tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Suhardiono, 1993).
Jika dibandingkan dengan teori, produksi aktual hasil pengamatan masih rendah, hanya
mencapai 224 butir/pohon/tahun. Buah kelapa yang dihasilkan biasanya untuk dijual. Dalam
upaya budidaya tanaman kelapa, tidak ditemukan adanya penggunaan teknologi khusus untuk
meningkatkan produktivitas tanaman kelapa, yang ada justru hanya pemanfaatan alat bantu
sederhana, seperti: cangkul, sabit, tangga dari bambu (khususnya saat panen), serta
penggunaan garam yang dibungkus plastik kemudian dilubangi dan diletakkan di sela-sela
buah kelapa di pohon yang berfungsi sebagai pencegah serangan hama kumbang kelapa.
Selain munggunakan garam sebagai upaya pencegahan serangan hama, Pak Tugimin juga
menggunakan kompos sebagai pupuk.
Salah satu Teknologi tepat guna budidaya tanaman kelapa adalah Jarak dan Sistem
Tanam Baru Kelapa serta pemanfataan lahan di antara kelapa dengan tanaman, aren, nenas
dan kacang tanah. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatu teknologi tepat guna
yang dapat dilaksanakan untuk mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi sektor
pertanian yaitu lahan yang semakin sempit dan kecil serta produktivitas rendah. Upaya
mengoptimalkan pemanfaatan lahan di antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih
komoditas yang sesuai dengan kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi
radiasi surya agar sesuai dengan kebutuhan tanaman sela. Upaya peningkatan optimalisasi
sumberdaya lahan tersebut berkaitan dengan dua aspek yaitu (a) aspek spatial (ruang) dan (b)
aspek temporal (waktu). Aspek spatial berkaitan dengan maksimum areal yang dapat
digunakan untuk tanaman lain pada tingkat populasi atau produksi kelapa yang relatif sama.
Sementara aspek temporal berkaitan dengan kontinuitas dan jangka waktu pemanfaatan lahan
di antara kelapa yang berhubungan dengan tersedianya iklim mikro yang sesuai sepanjang
usahatani polikultur akan diterapkan. Kedua aspek ini menentukan efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumberdaya lahan di antara kelapa secara berkelanjutan (Albert, 2011).
Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak tanam 6
x 16 m sistem pagar yaitu jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m dan jarak antar barisan
tanaman kelapa 16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini per hektar terdapat 119 tanaman
kelapa, 6 jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2 lahan dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini
dapat dimanfaatkan berbagai usahatani polikultur. Dengan mengatur jarak dan sistem tanam,
membuat kondisi areal di antara barisan tanaman dapat memperoleh cahaya yang cukup
sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar intensitas radiasi surya maksimal, perlu diatur arah
barisan tanaman Timur-Barat. Jarak dan sistem ini menciptakan ruang lebih luas dan iklim
mikro di antara barisan kelapa lebih mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi
petani memilih komoditas yang akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan
demikian, dapat diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang membutuhkan
intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari tanaman pangan, hortikultura
hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya
rendah, maka bisa diadakan penanaman tanaman pelindung sementara. Teknologi jarak dan
sistem tanam baru kelapa yaitu 6 x 16 m empat persegi (sistem pagar) sangat tepat untuk
mendukung pola usahatani polikultur. Penggunaan jarak dan sistem tanam ini diarahkan
untuk pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa dengan menanam tanaman sela dan untuk
meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, waktu penanaman tanaman sela dapat dilakukan
sepanjang tahun dengan pemilihan jenis tanaman sela yang lebih fleksibel dibanding dengan
jarak tanam konvensional, yaitu 8 m x 8 m, 8,5 m x 8,5 m dan 9 m x 9 m sistem segitiga atau
segiempat. Tanaman yang dapat digunakan untuk program penanaman terpadu dengan kelapa
hampir meliputi semua jenis tanaman, termasuk ternak (Albert, 2011).
Selanjutnya, dalam meningkatkan produktivitas tanaman kelapa dapat dilakukan
dengan cara peremajaan tanaman. Progam peremajaan yang sedang dan akan terus
dilanjutkan di Indonesia sebagai upaya meningkatkan produksi tanaman kelapa akan lebih
berhasil jika memberikan jaminan peningkatan pendapatan bagi petani peserta program ini.
Kemungkinan keberhasilan tersebut akan lebih nyata jika program ini dikombinasikan
dengan menerapkan teknologi jarak dan sistem tanam baru kelapa dengan berwawasan
tanaman campuran (polikultur). Sasaran utama dari usahatani kelapa polikultur adalah dalam
rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pada satu luasan dan waktu tertentu, jadi
menyangkut aspek spatial dan temporal pada saat yang bersamaan yang luaran akhirnya
adalah bertambahnya pendapatan petani dan tentunya akan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan.
Dari hasil pengujian lapang menyimpulkan bahwa usahatani polikultur yang
dikombinasikan dengan jarak dan system tanaman baru secara agronomis tidak mengganggu
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa. Secara ekonomis, usahatani semacam ini justru
meningkatkan pendapatan petani dibanding usahatani kelapa monokultur. Hasil simulasi
analisis finansial terhadap beberapa pola tanam tanaman sela di program ini menunjukkan
bahwa pola usahatani polikultur layak untuk dikembangkan dengan nilai IRR > 100 dan
Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.5. Sedangkan uji sensitivitas menunjukkan bahwa tiga pola
kombinasi tanaman sela yang diterapkan sebagai salah satu komponen usahatani polikultur
lebih rentan terhadap terjadinya penurunan harga dan produk hingga 25%. Dengan kata lain,
terjadinya penurunan tingkat produksi atau penurunan harga hingga 25% tidak akan terlalu
mempengaruhi tingkat pendapatan petani, dimana pola yang diterapkan masih dapat
memberikan keuntungan bagi petani pelaksana pola ini. Kesimpulan umum yang dapat
diambil bahwa pendapatan petani kelapa dijamin akan berkelanjutan jika program
peremajaan yang akan diterapkan menerapkan jarak dan sistem tanam baru kelapa disertai
dengan usahatani polikultur. Selain itu, pengusahaan tanaman sela diantara tanaman kelapa
dapat memperbaiki aerasi tanah sehingga dapat memperbaiki sistem perakaran kelapa dan
meningkatkan produksi buah kelapa (Albert, 2011).
Rangkaian budidaya tanaman kelapa jika dilakukan dengan runtut, lengkap dan sesuai
dengan kebutuhan tanaman kelapa, akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa.
Teknologi lain yang akan meningkatkan produktivitas tanaman kelapa adalah trio tata air.
Trio tata air adalah system pengairan yang akan efektif untuk pengairan tanaman kelapa. Trio
Tata Air terdiri dari tanggul, pintu klep, dan drainase. Semakin hari, semakin berkurang
masyarakat yang mau menanam tanaman kelapa. Hal ini salah satunya karena sejak
penanaman, kelapa akan dapat dipanen 5 atau 6 tahun kemudian. Padahal dalam perjalanan
menuju siap panen, ada banyak hal yang mungkin terjadi, misalnya serangan hama yang
menyebabkan produksi panen kelapa tidak maksimal. Pengairan yang cukup juga menjadi
salah satu factor pendukung produktivitas kelapa.
Trio tata air adalah system yang sangat berpengaruh pada produktivitas tanaman
kelapa. Tanggul, pintu klep dan drainase adalah komponen yang akan membuat tanaman
kelapa terpenuhi kebutuhan airnya sehingga produktivitasnya meningkat (Jumari, 2014). Jadi,
tanggul sudah baik, lalu pengairan sudah bagus kebun kelapa masyarakat sudah tumbuh
dengan lebat tidak perlu adanya gerakan menanam kelapa karena
masyarakat dengan
sendirinya akan melakukan penanaman kelapa.
Peningkatan produktivitas tanaman kelapa dapat juga dilakukan dengan memberikan
garam secara berkala terhadap tanaman kelapa. garam yang diberikan kepada tanaman kelapa
membuat tanaman lebih subur. Penggunaan natrium klorida (NaCl) atau garam sebagai pupuk
adalah cara praktis untuk meningkatkan produksi kelapa. Garam adalah sumber termurah dan
terbaik klorin untuk meningkatkan hasil kopra. Seringkali didapati kekurangan Klorin di
kelapa tersebar luas di daerah-daerah pedalaman. Sebuah survei yang dilakukan PCA
nasional menunjukkan bahwa setidaknya 40 provinsi penghasil kelapa yang sangat
kekurangan klorin. Keuntungan memupuk dengan garam adalah mempercepat pertumbuhan
tanaman dan pengembangan, Meningkatkan berat kopra dan jumlah buah kelapa,
meminimalkan kerusakan bercak daun, dan ramah lingkungan (Magat, 2013).
V. KESIMPULAN
1.
Tanaman Kelapa dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu kelapa genjah,
kelapa dalam, dan kelapa hibrida.
2.
Produktivitas tanaman kelapa di kebun kelapa milik Pak Tugimin di Kasihan,
Bantul tergolong rendah dengan hasil 224 butir/pohon/tahun.
3.
Rendahnya produktivitas disebabkan oleh pemeliharaan yang kurang dan
rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dari pohon kelapa.
4.
Penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani responden masih
rendah dan belum menggunakan teknologi tinggi tepat guna.
5.
Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya produksi kelapa tersebut
antara lain adalah:
a. keadaan tanaman yang sudah terlalu tua.
b. sistem bercocok tanam yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
c. pemeliharaan tanaman yang kurang diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., Z. Mahmud , Wahyudi, H. Novarianto, dan H. T. Luntungan. 2005. Prospek
dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Anonim. 2007. Budidaya Kelapa. . Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Anonim.
2008. Deptan Targetkan Peremajaan Tanaman Kelapa 380 ribu Ha.
(http://www.hupelita.com/baca.php?id=55059). Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Aristya, Vina E., D. Prajitno, Supriyanta, Taryono. 2013. Kajian aspek budidaya dan
identifikasi keragaman morfologi tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) di Kabupaten
Kebumen.
Asiedv, J.J. 1989. Processing Tropical Crops. Macmillan Publishers, London.
Asnawi, S. dan Darwis, S. N. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan Masalahnya di
Indonesia. Balai Penelitian Kelapa, Manado.
Child, R. 1974. Coconut, 2nd edition. Longman Group Ltd., London.
Jumari.
2014.
Maksimalkan
Pemanfaatan
Lahan.
. Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Ilat, Albert. 2011. Jarak Dan Sistem Tanam Baru Kelapa Pada Gelar Teknologi Penas XIII.
. Diakses pada tanggal 18 Mei
2014.
Magat, severino. 2013. An Effective and cheap fertilizer for high coconut productivity.
. diakses pada tanggal 18 Mei 2014
Setyamidjaja, Djoehana. 2003. Bertanam Kelapa. Kanisius, Yogyakarta.
Suhardiono, L. 1993. Tanaman Kelapa. Kanisius, Yogyakarta.
Sukendah, I. N, Djajanegara, dan Rahmat, N. F. 2008. Keeratan hubungan antara kualitas
sumber ekspaln dengan perkecambahan dan pertumbuhan embrio zigotik kelapa
kopyor. Jurnal Agro UMY (14): 95-105.
Tomlinson, P.B. 2007. The uniqueness of palms. Bot. J. Linn. Soc. (151) : 5-14.
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Kanisius, Yogyakarta.
Disusun oleh: Nurul Pratiwiningrum, Shofiyah Mujahidah, Herdiana Anggrasari,
Ramadhan Wahyu Fauzi, Fidya Prasetyowati
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki peran
sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Manfaat tanaman
kelapa tidak saja terletak pada daging buahnya yang dapat diolah menjadi santan, kopra, dan
minyak kelapa, tetapi seluruh bagian tanaman kelapa mempunyai manfaat yang besar.
Demikian besar manfaat tanaman kelapa sehingga ada yang menamakannya sebagai "pohon
kehidupan" (the tree of life) atau "pohon yang amat menyenangkan" (a heaven tree) (Asnawi
dan Darwis, 1985). Selain itu, tanaman kelapa juga dapat tumbuh di sepanjang pesisir pantai
khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman kelapa sangat potensial untuk dikembangkan mengingat hasil ekonomisnya
yang tinggi dan tempat tumbuhnya yang tidak memerlukan kondisi khusus.
Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terluas di dunia yaitu
mencapai 4 juta ha (31,2% dari total luas perkebunan kelapa di dunia (Allorerung et al.,
2005). Hal ini menyebabkan tanaman kelapa menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia.
Oleh karenanya, tanaman kelapa
perlu dikembangkan dengan baik karena berpotensial
menghasilkan devisa dan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia. Budidaya tanaman
kelapa harus dikelola dan diatur sebaik mungkin agar dapat meningkatkan produktivitas
tanaman. Meskipun demikian, masih terdapat banyak permasalahan dalam budidaya tanaman
yang menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman kelapa di Indonesia. Masalah
rendahnya produksi produktivitas kelapa di tingkat petani disebabkan karena penggunaan
bibit unggul masih kurang dan pemeliharaan lahan dan tanaman yang tidak tepat. Selain itu,
permasalahan ini juga disebabkan oleh umur tanaman yang telah tua dan lingkungan tumbuh
yang tidak sesuai. Kondisi yang demikian mengakibatkan pendapatan petani kelapa sangat
rendah. Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani antara lain dengan,
peremajaan kelapa tua dan perluasan areal dengan menggunakan benih kelapa bermutu
berasal dari blok penghasil tinggi (BPT) dengan cara pemilihan pohon induk (PIK) yang
benar.
Pemeliharaan tanaman kelapa perlu dilakukan dengan pemupukan yang tepat serta
pengendalian
hama
dan
penyakit
secara
terpadu.
Pemanfaatan
lahan
harus
mempertimbangkan kesesuian lahan dan iklim. Selain itu, perlu adanya peningkatkan nilai
tambah dari produk yang dihasilkan, tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan
tetapi aneka ragam olahan produk lainnya yang berasal dari tanaman kelapa. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka diperlukan adanya upaya-upaya tertentu untuk meningkatkan
teknik budidaya tanaman kelapa. Sebelum dilakukan upaya tersebut maka perlu dilakukan
penaksiran produktivitas tanaman. Oleh karena itu, perlu dipelajari tentang penaksiran
produktivitas tanaman kelapa lebih dalam agar dapat menentukan upaya perbaikan budidaya
yang sesuai untuk tanaman kelapa.
B.
Tujuan
1. Mengetahui produktivitas tanaman kelapa di suatu daerah dalam satu satuan luas
lahan per satu satuan waktu.
2. Mempelajari penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa
(Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut (Warisno, 2003) :
Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisio
: Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Palmales
Familia
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L.
Produktivitas tanaman kelapa di Indonesia, saat ini baru sekitar 50 persen dari
potensinya atau hanya 1,1 ton/ha. Selain rendahnya produktivitas tanaman, persoalan lain
dalam pengembangan kelapa di Indonesia yakni pemanfaatan produk hilir maupun hasil
sampingan belum banyak dilakukan. Selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan
produk primernya saja dalam bentuk kelapa segar maupun kopra untuk bahan baku minyak
goreng. Saat ini, Indonesia baru mampu menghasilkan 22 ragam produk turunan kelapa, jauh
di bawah Filipina yang telah memproduksi lebih dari 100 jenis diversifikasi produk berbasis
kelapa (Anonim, 2008).
Tanaman kelapa akan tumbuh baik di daerah tropis seperti Asia, Oceanea, India Barat,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, Afrika Timur, dan Afrika Barat. Tanaman kelapa juga
dikenal cukup tinggi kemampuan beradaptasinya dengan lingkungan yang beragam, termasuk
dalam berbagai tanah asalkan drainasenya baik. Drainase yang buruk akan menghambat
perkembangan akar serta pertumbuhan tanaman. Akibat lainnya yaitu terjadinya kerebahan
tanaman, cara mengatasinya yaitu dengan penurunan permukaan tanah dengan menggunakan
sistem tata air yang baik (Child, 1974).
Jenis kelapa atau palem merupakan komponen penting dari ekosistem hutan hujan
tropis dan tersebar di hampir seluruh hutan. Tanaman ini dikenal karena pertumbuhannya
yang sangat menonjol yakni batangnya yang tumbuh mencapai puluhan meter di atas
permukaan tanah. Cocos nucifera merupakan spesies penting dari famili Arecaceae dan salah
satu tanaman paling penting dalam kelas monokotil. Tanaman ini memiliki 2 varietas utama
yakni varietas tinggi dan varietas kerdil (Tomlinson, 2007).
Pemanenan kelapa, untuk kelapa jenis dalam, umur berbuah setelah 8-10 tahun, dan
umur bisa mencapai 60 - 100 tahun dengan produksi yang diharapkan adalah kopra. Untuk
kelapa jenis genjah berbuah setelah umur 3 - 4 tahun dan berbuah maksimal pada saat umur 9
- 10 tahun, dan bisa mencapai umur 30 - 40 tahun kurang bagus untuk kopra karena daging
buahnya yang lunak. Panen buah kelapa dilakukan menurut kebutuhannya. Jika kelapa yang
diinginkan dalam keadaan kelapa masih muda kira-kira umur buah 7 -8 bulan dari bunganya.
Jika ingin mengambil buah tua untuk santan atau kopra dipanen di saat umur sudah mencapai
12-14 bulan dari berbunga atau jika sudah tidak lagi terdengar suara air di dalam buahnya
(Anonim, 2007).
Buah kelapa berbentuk lebih seperti telur, bentuk yang lebih tepatnya tergantung dari
varietasnya, yang juga menentukan ukurannya. Di bawah kulit bagian luar atau exocarp,
adalah suatu penutup berserat, atau mesocarp. Bersama dengan bentuk ini yaitu sekam. Di
bawah mesocarp, ditutupi dengan suatu kulit yang sangat keras, atau endocarp, menjadi biji
pada bagiannya sendiri. Kelapa terdiri dari empat komponen, sekitar 35 persen sekam, 12
persen kulit, 28 persen daging dan 25 persen air (Asiedv, 1989).
Daging buah kelapa terdiri dari tiga bagian (Setyamidjaja, 2003) :
a.
Epicarp, yaitu kulit bagian luar yang permukaannya licin, agak keras dan
tebalnya lebih kurang 1/7 mm
b.
Mesocarp yaitu kulit bagian tengah yang disebut sabut. Bagian ini terdiri dari
serat yang keras tebalnya 3-5 cm.
c.
Endocarp yaitu bagian tempurung yang keras sekali. Tebalnya 3-6 mm. Bagian
dalam melekat pada kulit luar dari biji / endosperm
d.
Putih lembaga atau endosperm yang tebalnya 8-10 mm.
Kelapa kopyor merupakan buah kelapa yang mengalami keabnormalan pada
endosperm. Endosperm tidak bertekstur padat tetapi berbutir-butir yang lepas dari
tempurungnya. Endosperm yang seperti itu akan segera membusuk setelah buah masak,
sehingga endosperm tidak dapat dimanfaatkan oleh embrio untuk berkecambah (Sukendah et
al., 2008).
Kelapa (Coccos nucifere) merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping
kelapa sawit (Elacis guineensis). Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan akan minyak
nabati di Indonesia, baik minyak untuk kebutuhan rumah tangga maupun minyak secara
komersil, maka peningkatan produksi minyak umumnya dan minyak kelapa khususnya perlu
mendapat perhatian (Ketaren, 1986).
Komposisi
asam
lemak
minyak
kelapa
(Thieme,
1969)
:
III.
METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara 4 yang berjudul Penaksiran
Produktivitas Tanaman Kelapa dilaksanakan pada hari Kamis, 15 Mei 2014 di Desa
Tirtonirmolo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Alat yang digunakan dalam praktikum
acara ini adalah busur derajat, roll meter, hand counter, dan alat tulis.
Praktikan datang ke kebun kelapa milik salah satu petani di salah satu desa di
Kabupaten Bantul. Kemudian dilakukan wawancara terhadap pemilik lahan tersebut dengan
poin pertanyaan sebagai berikut: identitas pemilik (nama, umur, alamat, pekerjaan); luas
halaman (lahan yang ditanami kelapa); jumlah pohon kelapa yang dimiliki; dan teknis
budidaya (asal bibit, penanaman, jarak tanam, pemeliharaan, pemanenan, dan pasca panen).
Setelah itu, diambil sampel tanaman kelapa sebanyak 3 buah. Dari sampel tersebut, diamati
beberapa parameter, yaitu jenis tanaman kelapa (dalam, genjah, hibrida, gading, dan
sebagainya), tinggi tanaman, jumlah janjang per pohon, jumlah buah per janjang, dan
perkiraan waktu panen yang akan datang. Setelah itu, dibuat laporan kelompok berdasarkan
data wawancara, kegiatan dokumentasi, dan pengamatan lapangan tersebut.
Metode pengukuran tinggi tanaman pohon kelapa yang digunakan yaitu :
α = sudut yang dibentuk busur
to = tinggi mata pengamat
TK
s = jarak pengamat dengan pohon kelapa
α
s
x
x = 180o – (90o+α)
to TK = tinggi kelapa = (tan x.s) + to
Berdasarkan tinggi tanaman kelapa yang diperoleh, kemudian dapat dihitung
produktivitas tanaman dengan rumus sebagai berikut :
Produktivitas Tanaman Kelapa (PTK) = jumlah butir per janjang × jumlah janjang per
pohon × jumlah panen per tahun.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Wawancara
1. Identitas Petani
Nama
: Bapak Tugiman
Umur
: 68 tahun
Alamat
: JL. Glondong, Tirtonimolo, Kasihan, Bantul
Pekerjaan
: Pensiunan
2. Luas Halaman
Lahan kelapa
: 300 m2 dan 400 m2
Jumlah pohon
: 14 pohon kelapa
3. Teknis Budidaya
Asal bibit
: Membibitkan sendiri dari buah kelapa hasil panen dan pembibitan
berasal dari pertanian dongkelan
Penanaman
: Ditanam di pekarangan rumah
Jarak tanam
: Tidak memperhatikan jarak tanam
4. Pemeliharaan
Teknis
: Tidak ada pemeliharaan khusus, hanya dilakukan pembersihan
seperti membuang daun yang berwarna kuning dan sudah tua
Hama, Penyakit : Tidak ada
Gulma
Pemupukan
: Tidak ada
: Diberi garam, pupuk kompos
5. Pemanenan dan Pascapanen
Pemanenan
: Dilakukan sendiri setiap + 2 bulan sekali
Pasca panen
: Dijual dan dikonsumsi sendiri
B. Hasil Pengamatan
N
Jenis Kelapa
o
1
2
3
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
Kelapa Dalam
α
Tinggi
(meter
)
7,66
19,21
13,17
∑Janjang/ ∑Butir/
pohon
janjang
∑Panen Produksi
(butir/pohon/th)
/th
5
6
7
6
7
8
4 kali
4 kali
4 kali
x
120
168
224
TK
to
s
Contoh Perhitungan :
Rumus Metode Pengukuran Tinggi Pohon Kelapa :
Perhitungan tinggi pohon kelapa Pak Tugiman (tanaman kelapa sampel 1) :
Diketahui:
α
= 30o
to
= 161 cm = 1,61 m
s
= 350 cm = 3,5 m
Rumus : tk = (tan x . s) + to
Ditanyakan: tk = ?
Jawab:
x
= 180o – (90o + α)
x
= 180o – (90o + 30o)
x
= 180o – (120o)
x
= 60o
tk
tk
tk
= y + to
= (tan x . s) + to
= (tan 60o . 3,5) + 1,61
tk
tk
= (1,75 . 3,5) + 1,61
= 7,665 m
Perhitungan produktivitas pohon kelapa Pak Tugiman
Produktivitas pohon kelapa 1
= jumlah janjang per pohon x jumlah buah per janjang x jumlah panen per pohon per tahun
= 6 x 5 x 4 = 120 butir/pohon/tahun
C.
Pembahasan
Kelapa merupakan tanaman perkebunan atau industri berupa pohon batang lurus dari
famili Palmae. Ada dua pendapat mengenai asal usul kelapa, yaitu dari Amerika Selatan
menurut D.F. Cook, Van Martius Beccari dan Thor Herjerdahl dan dari Asia atau Indo Pasific
menurut Berry, Werth, Mearil, Mayurathan, Lepesma, dan Pureseglove. Kata coco pertama
kali digunakan oleh Vasco da Gama, atau dapat juga disebut Nux Indica, coconut, dan pohon
kehidupan. Adapun klasifikasi botani tanaman kelapa adalah : Divisi Magnoliophyta, Kelas
Liliopsida, Famili Arecaceae, Genus Cocos, dan Spesies Cocos nucifera.
Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan
5.276.000 ton (82%) produksi dunia dengan luas ± 8.875.000 ha (1984) yang meliputi 12
negara, sedangkan sisanya oleh negara di Afrika dan Amerika Selatan. Indonesia merupakan
negara perkelapaan terluas (3.334.000 ha tahun 1990) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar,
Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng, Sulsel dan Maluku, tapi produksi dibawah
Philipina (2.472.000 ton dengan areal 3.112.000 ha), yaitu sebesar 2.346.000 ton. Balai
Penelitian Kelapa dan Palma Lain (BALITKA) Manado telah mengkoleksi dari berbagai
daerah di Indonesia sebanyak 113 populasi kelapa genjah dan dalam (Hannum, 2004).
Berdasarkan fakta tersebut populasi jenis kelapa yang banyak dibudidayakan di daerah
Indonesia adalah kelapa jenis dalam dan kelapa jenis genjah. Pemanfaatan lahan di antara
kelapa di masa depan sangat strategis mengingat areal pertanian makin terbatas sedangkan
jumlah keluarga petani makin meningkat, penyediaan lapangan kerja di pedesaan, dan
peningkatan produksi pangan dan bahan baku berbagai agroindustri. Secara teoritis, Sekitar
50-75% lahan di antara kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman lain. Ini berarti
tersedia setara 2.2 hingga 2.8 juta ha lahan pertanian di antara 3.74 juta ha areal kelapa saat
ini (Allorerung, Barri, dan Amrizal, 1999).
Tanaman kelapa mempunyai fungsi yang besar bagi kehidupan manusia. Hampir di
seluruh bagian yang ada pada tanaman kelapa dapat dimanfaatkan mulai dari akar sampai
buah. Buah kelapa memiliki nilai ekonomis yang paling penting bila dibandingkan dengan
bagian-bagian lain yang dapat dimanfaatkan. Tanaman ini tumbuh di daerah tropis dan
tumbuh baik dalam keadaan iklim panas yang lembab. Pada ketinggian 0-450 dpl, kelapa
dapat tumbuh cepat, berbuahnya pun lebih cepat, kadar minyaknya lebih tinggi sehingga
produksinya pun juga tinggi. Keadaan akan terjadi sebaliknya apabila pohon kelapa berada
pada ketinggian 450-1000 dpl.
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk familia Palmae dibagi menjadi tiga : (1) Kelapa
dalam dengan varietas Viridis (kelapa hijau), Rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa
kelabu), Sakarina (kelapa manis, (2) Kelapa genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading),
varietas Regia (kelapa raja), Pumila (kelapa puyuh), Pretiosa (kelapa raja malabar), dan (3)
Kelapa hibrida.
a.
Varietas Dalam
Ciri-ciri varietas dalam antara lain batangnya tinggi dan besar, dapat tumbuh
mencapai 30 meter atau lebih, pangkal batangnya membesar, mulai berbuah jika tanaman
berumur 5-8 tahun, umur produktif 35 tahun atau lebih, dapat mencapai umur 100 tahun atau
lebih, proporsi komponen buah yaitu : sabut 41,7%, tempurung 28,4%, dan daging buah
29,7%, jumlah buah tiap tandan lebih sedikit tapi ukuran buah lebih besar dan kadar kopra
banyak (150-500 g/buah). Contoh varietas dalam yaitu varietas-varietas Tenga, Palu, Bali,
Jepara, varietas viridis (kelapa hijau), rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu),
Sakarina (kelapa manis) dan lain-lain.
b.
Varietas Genjah
Ciri-ciri varietas genjah antara lain bentuk batang ramping dari pangkal sampai ke
ujung, tinggi batang 25 tahun, mencapai 5 meter atau lebih, mulai berbuah cepat jika tanaman
telah berumur 4-5 tahun, umur produktif 25 tahun atau lebih, dapat mencapai umur lebih dari
50 tahun, buah berbentuk lonjong, kecuali kelapa gading berbentuk bulat, buahnya kecil
(1 kg), jumlah buah tiap tandan lebih banyak tetapi ukuran buah kecil dan kadar kopra rendah
(100-150 g/buah). Contoh varietas genjah antara lain varietas-varietas Genjah Raja, Genjah
Hijau, Genjah Kuning (kelapa gading), dan Genjah Nias.
c.
Kelapa Hibrida
Kelapa hibida merupakan hasil persilangan antara varietas genjah dengan varietas
dalam. Mulai berbuah sekitar 3-5 tahun, tinggi tanaman 1-5 m, umur produktif 15 tahun
lebih, proporsi komponen buah yaitu : sabut 43,4%, tempurung 21,48%, dan daging buah
35,2%.
Banyaknya hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal (dari luar) dan
faktor internal (dari dalam). Faktor internal yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil
produksi tanaman kelapa yaitu varietas kelapa, yang masing-masing memiliki sifat genotip
berbeda, sehingga besarnya kemampuan dalam menghasilkan buah juga berbeda. Perkiraan
produksi buah pada kelapa varietas dalam biasanya menghasilkan rata-rata 2,3 ton
kopra/ha/tahun pada umur 12-25 tahun, sedangkan untuk kelapa hibrida pada umur 10-25
tahun mampu menghasilkan rata-rata 3,9 ton/ha/tahun. Faktor luar yang juga mempengaruhi
hasil produksi tanaman kelapa yaitu keadaan tanah dan iklim, ketersediaan air tanah,
serangan hama dan penyakit, serta pemeliharaan tanaman dan keadaan sekitarnya. Beberapa
faktor iklim yang perlu diperhatikan adalah letak lintang, ketinggian tempat, curah hujan,
ketinggian tempat, curah hujan, temperatur, kelembaban, dan penyinaran matahari
(Setyamidjaja, 1984).
Dalam penanaman pohon kelapa selain mengalami peningkatan produksi bisa juga
mengalami penurunan produktivitas kelapa. Penyebab tinggi rendahnya produktivitas kelapa
tersebut antara lain adalah :
1.
Serangan hama/ penyakit
2.
Keadaan tanaman yang sudah terlalu tua
3.
Sistem bercocok tanam yang tidak memenuhi persyaratan teknis
4.
Pemeliharaan tanaman yang kurang diperhatikan.
5.
Rata-rata tanaman yang ada telah melewati umur produktif.
Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dan pendapatan petani, kelapa tua perlu
diremajakan, kelapa yang relatif muda direhabilitasi. Penanaman baru atau perluasan harus
mempertimbangkan kesesuaian lingkungan, dan meningkatkan nilai tambah dari produk yang
dihasilkan tidak hanya kelapa butiran, kopra atau minyak akan tetapi aneka ragam produk
yang berasal dari tanaman kelapa maupun dari tanaman sela yang ditanam diantara pohon
kelapa.
Produktivitas lahan usahatani harus dapat ditingkatkan, variasi produk tanaman yang
diusahakan dalam satu areal usahatani dituntut untuk lebih beragam. Meningkatkan
produktivitas lahan serta ragam jenis tanaman yang diusahakan, dilakukan dengan
penanaman tanaman sela semusim maupun tahunan, yang dipilih berdasarkan permintaan
pasar sehingga kontribusi pendapatannya terhadap pendapatan usahatani menjadi signifikan.
Pemanfaatan lahan usahatani lebih efisien dan produktif; pola pengembangan perkebunan
kelapa rakyat secara monokultur sudah saatnya ditinggalkan karena pemanfaatan lahan usaha
tanitidak efisien mengakibatkan sebagian besar lahan usahatani tidak produktif. Hal ini
terlihat bahwa tanaman kelapa yang diusahakan secara monokultur hanya memakai 25% dari
lahan yang ada sedang selebihnya sebesar 75% berada dalam keadaan tidak produktif. Dari
hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan menyimpulkan bahwa dengan hadirnya
tanaman sela diantara tanaman kelapa memberikan efek ganda mengemukakan bahwa dengan
hadirnya tanaman sela pada usahatani kelapa tidak saja menaikkan produksi tanaman pokok
tetapi juga meningkatkan produksi tanaman sela.
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap kebun kelapa yang terletak di JL.
Glondong, Tirtonimolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Kelapa yang diamati adalah milik
Bapak Tugiman berjumlah 4 pohon kelapa dalam. Pohon kelapa tersebut ditanam di
2
pekarangan rumah dengan luas 300 m . Teknik budidaya yang dilakukam Bapak Tugiman
adalah penanaman buah kelapa (kering) di lahan pekarangan milik pribadi. Tanaman kelapa
ditanam dengan jarak tanam kira-kira 6 x 7 m Jenis kelapa yang terdapat di pekarangan
Bapak Tugiman adalah kelapa jenis dalam berwarna hijau, yang mempunyai tinggi tanaman
yang cukup tinggi.
Bapak Tugiman tidak melakukan
pemeliharaan
khusus
pada
pohon
kelapa
miliknya hanya diberi garam pada pohon kelapanya. Pemberian garam dimaksudkan untuk
meningkatkan produktifitas kelapa. Jumlah janjang per pohon sekitar 6-7 janjang. Jumlah
butir buah kelapa per janjang tidak menentu, yaitu 5 butir sampai sekitar 10 butir buah
kelapa. Buah kelapa dipanen setiap kurang lebih 2 bulan sekali.
Jika membandingkan dengan teori yang ada, teknik budidaya yang dilakukan oleh
bapak Tugiman cukup sesuai yaitu dengan memberi pupuk berupa garam pada pohon kelapa.
Selain itu dalam pemanenan buah kelapa juga tidak tepat waktu, hanya kadang-kadang buah
kelapa tersebut dipanen. Daerah Kabupaten Bantul memiliki kondisi wilayah yang sesuai
dengan syarat tumbuh tanaman kelapa.
Kelapa jenis genjah dapat menghasilkan 9.000-11.000 butir per hektar per tahun atau
setara dengan 1,5 – 2 ton kopra. Kelapa jenis dalam dapat menghasilkan buah 4.000-5.000
butir per hektar per tahun atau setara dengan 1- 1,25 ton kopra (Warisno, 2003). Kelapa
varietas dalam biasanya berbatang tinggi dan besar, tingginya mencapai 30 m bahkan lebih.
Kelapa dalam mulai berbuah agak lambat, yaitu pada umur antara 6-8 tahun setelah tanam
dan umurnya dapat mencapai 100 tahun lebih. Keunggulan varietas ini adalah: produksi
kopranya lebih tinggi, yaitu sekitar 1 ton kopra/ha/tahun pada umur 10 tahun,
produktivitasnya sekitar 90 butir/pohon/tahun, daging buah tebal dan keras dengan kadar
minyak yang tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Suhardiono, 1993).
Jika dibandingkan dengan teori, produksi aktual hasil pengamatan masih rendah, hanya
mencapai 224 butir/pohon/tahun. Buah kelapa yang dihasilkan biasanya untuk dijual. Dalam
upaya budidaya tanaman kelapa, tidak ditemukan adanya penggunaan teknologi khusus untuk
meningkatkan produktivitas tanaman kelapa, yang ada justru hanya pemanfaatan alat bantu
sederhana, seperti: cangkul, sabit, tangga dari bambu (khususnya saat panen), serta
penggunaan garam yang dibungkus plastik kemudian dilubangi dan diletakkan di sela-sela
buah kelapa di pohon yang berfungsi sebagai pencegah serangan hama kumbang kelapa.
Selain munggunakan garam sebagai upaya pencegahan serangan hama, Pak Tugimin juga
menggunakan kompos sebagai pupuk.
Salah satu Teknologi tepat guna budidaya tanaman kelapa adalah Jarak dan Sistem
Tanam Baru Kelapa serta pemanfataan lahan di antara kelapa dengan tanaman, aren, nenas
dan kacang tanah. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatu teknologi tepat guna
yang dapat dilaksanakan untuk mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi sektor
pertanian yaitu lahan yang semakin sempit dan kecil serta produktivitas rendah. Upaya
mengoptimalkan pemanfaatan lahan di antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih
komoditas yang sesuai dengan kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi
radiasi surya agar sesuai dengan kebutuhan tanaman sela. Upaya peningkatan optimalisasi
sumberdaya lahan tersebut berkaitan dengan dua aspek yaitu (a) aspek spatial (ruang) dan (b)
aspek temporal (waktu). Aspek spatial berkaitan dengan maksimum areal yang dapat
digunakan untuk tanaman lain pada tingkat populasi atau produksi kelapa yang relatif sama.
Sementara aspek temporal berkaitan dengan kontinuitas dan jangka waktu pemanfaatan lahan
di antara kelapa yang berhubungan dengan tersedianya iklim mikro yang sesuai sepanjang
usahatani polikultur akan diterapkan. Kedua aspek ini menentukan efektivitas dan efisiensi
pemanfaatan sumberdaya lahan di antara kelapa secara berkelanjutan (Albert, 2011).
Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak tanam 6
x 16 m sistem pagar yaitu jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m dan jarak antar barisan
tanaman kelapa 16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini per hektar terdapat 119 tanaman
kelapa, 6 jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2 lahan dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini
dapat dimanfaatkan berbagai usahatani polikultur. Dengan mengatur jarak dan sistem tanam,
membuat kondisi areal di antara barisan tanaman dapat memperoleh cahaya yang cukup
sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar intensitas radiasi surya maksimal, perlu diatur arah
barisan tanaman Timur-Barat. Jarak dan sistem ini menciptakan ruang lebih luas dan iklim
mikro di antara barisan kelapa lebih mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi
petani memilih komoditas yang akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan
demikian, dapat diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang membutuhkan
intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari tanaman pangan, hortikultura
hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya
rendah, maka bisa diadakan penanaman tanaman pelindung sementara. Teknologi jarak dan
sistem tanam baru kelapa yaitu 6 x 16 m empat persegi (sistem pagar) sangat tepat untuk
mendukung pola usahatani polikultur. Penggunaan jarak dan sistem tanam ini diarahkan
untuk pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa dengan menanam tanaman sela dan untuk
meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, waktu penanaman tanaman sela dapat dilakukan
sepanjang tahun dengan pemilihan jenis tanaman sela yang lebih fleksibel dibanding dengan
jarak tanam konvensional, yaitu 8 m x 8 m, 8,5 m x 8,5 m dan 9 m x 9 m sistem segitiga atau
segiempat. Tanaman yang dapat digunakan untuk program penanaman terpadu dengan kelapa
hampir meliputi semua jenis tanaman, termasuk ternak (Albert, 2011).
Selanjutnya, dalam meningkatkan produktivitas tanaman kelapa dapat dilakukan
dengan cara peremajaan tanaman. Progam peremajaan yang sedang dan akan terus
dilanjutkan di Indonesia sebagai upaya meningkatkan produksi tanaman kelapa akan lebih
berhasil jika memberikan jaminan peningkatan pendapatan bagi petani peserta program ini.
Kemungkinan keberhasilan tersebut akan lebih nyata jika program ini dikombinasikan
dengan menerapkan teknologi jarak dan sistem tanam baru kelapa dengan berwawasan
tanaman campuran (polikultur). Sasaran utama dari usahatani kelapa polikultur adalah dalam
rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pada satu luasan dan waktu tertentu, jadi
menyangkut aspek spatial dan temporal pada saat yang bersamaan yang luaran akhirnya
adalah bertambahnya pendapatan petani dan tentunya akan berdampak pada peningkatan
kesejahteraan.
Dari hasil pengujian lapang menyimpulkan bahwa usahatani polikultur yang
dikombinasikan dengan jarak dan system tanaman baru secara agronomis tidak mengganggu
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa. Secara ekonomis, usahatani semacam ini justru
meningkatkan pendapatan petani dibanding usahatani kelapa monokultur. Hasil simulasi
analisis finansial terhadap beberapa pola tanam tanaman sela di program ini menunjukkan
bahwa pola usahatani polikultur layak untuk dikembangkan dengan nilai IRR > 100 dan
Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.5. Sedangkan uji sensitivitas menunjukkan bahwa tiga pola
kombinasi tanaman sela yang diterapkan sebagai salah satu komponen usahatani polikultur
lebih rentan terhadap terjadinya penurunan harga dan produk hingga 25%. Dengan kata lain,
terjadinya penurunan tingkat produksi atau penurunan harga hingga 25% tidak akan terlalu
mempengaruhi tingkat pendapatan petani, dimana pola yang diterapkan masih dapat
memberikan keuntungan bagi petani pelaksana pola ini. Kesimpulan umum yang dapat
diambil bahwa pendapatan petani kelapa dijamin akan berkelanjutan jika program
peremajaan yang akan diterapkan menerapkan jarak dan sistem tanam baru kelapa disertai
dengan usahatani polikultur. Selain itu, pengusahaan tanaman sela diantara tanaman kelapa
dapat memperbaiki aerasi tanah sehingga dapat memperbaiki sistem perakaran kelapa dan
meningkatkan produksi buah kelapa (Albert, 2011).
Rangkaian budidaya tanaman kelapa jika dilakukan dengan runtut, lengkap dan sesuai
dengan kebutuhan tanaman kelapa, akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kelapa.
Teknologi lain yang akan meningkatkan produktivitas tanaman kelapa adalah trio tata air.
Trio tata air adalah system pengairan yang akan efektif untuk pengairan tanaman kelapa. Trio
Tata Air terdiri dari tanggul, pintu klep, dan drainase. Semakin hari, semakin berkurang
masyarakat yang mau menanam tanaman kelapa. Hal ini salah satunya karena sejak
penanaman, kelapa akan dapat dipanen 5 atau 6 tahun kemudian. Padahal dalam perjalanan
menuju siap panen, ada banyak hal yang mungkin terjadi, misalnya serangan hama yang
menyebabkan produksi panen kelapa tidak maksimal. Pengairan yang cukup juga menjadi
salah satu factor pendukung produktivitas kelapa.
Trio tata air adalah system yang sangat berpengaruh pada produktivitas tanaman
kelapa. Tanggul, pintu klep dan drainase adalah komponen yang akan membuat tanaman
kelapa terpenuhi kebutuhan airnya sehingga produktivitasnya meningkat (Jumari, 2014). Jadi,
tanggul sudah baik, lalu pengairan sudah bagus kebun kelapa masyarakat sudah tumbuh
dengan lebat tidak perlu adanya gerakan menanam kelapa karena
masyarakat dengan
sendirinya akan melakukan penanaman kelapa.
Peningkatan produktivitas tanaman kelapa dapat juga dilakukan dengan memberikan
garam secara berkala terhadap tanaman kelapa. garam yang diberikan kepada tanaman kelapa
membuat tanaman lebih subur. Penggunaan natrium klorida (NaCl) atau garam sebagai pupuk
adalah cara praktis untuk meningkatkan produksi kelapa. Garam adalah sumber termurah dan
terbaik klorin untuk meningkatkan hasil kopra. Seringkali didapati kekurangan Klorin di
kelapa tersebar luas di daerah-daerah pedalaman. Sebuah survei yang dilakukan PCA
nasional menunjukkan bahwa setidaknya 40 provinsi penghasil kelapa yang sangat
kekurangan klorin. Keuntungan memupuk dengan garam adalah mempercepat pertumbuhan
tanaman dan pengembangan, Meningkatkan berat kopra dan jumlah buah kelapa,
meminimalkan kerusakan bercak daun, dan ramah lingkungan (Magat, 2013).
V. KESIMPULAN
1.
Tanaman Kelapa dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu kelapa genjah,
kelapa dalam, dan kelapa hibrida.
2.
Produktivitas tanaman kelapa di kebun kelapa milik Pak Tugimin di Kasihan,
Bantul tergolong rendah dengan hasil 224 butir/pohon/tahun.
3.
Rendahnya produktivitas disebabkan oleh pemeliharaan yang kurang dan
rendahnya minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dari pohon kelapa.
4.
Penerapan teknologi budidaya kelapa di tingkat petani responden masih
rendah dan belum menggunakan teknologi tinggi tepat guna.
5.
Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya produksi kelapa tersebut
antara lain adalah:
a. keadaan tanaman yang sudah terlalu tua.
b. sistem bercocok tanam yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
c. pemeliharaan tanaman yang kurang diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, D., Z. Mahmud , Wahyudi, H. Novarianto, dan H. T. Luntungan. 2005. Prospek
dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Anonim. 2007. Budidaya Kelapa. . Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Anonim.
2008. Deptan Targetkan Peremajaan Tanaman Kelapa 380 ribu Ha.
(http://www.hupelita.com/baca.php?id=55059). Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Aristya, Vina E., D. Prajitno, Supriyanta, Taryono. 2013. Kajian aspek budidaya dan
identifikasi keragaman morfologi tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) di Kabupaten
Kebumen.
Asiedv, J.J. 1989. Processing Tropical Crops. Macmillan Publishers, London.
Asnawi, S. dan Darwis, S. N. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan Masalahnya di
Indonesia. Balai Penelitian Kelapa, Manado.
Child, R. 1974. Coconut, 2nd edition. Longman Group Ltd., London.
Jumari.
2014.
Maksimalkan
Pemanfaatan
Lahan.
. Diakses pada tanggal 18 Mei 2014.
Ilat, Albert. 2011. Jarak Dan Sistem Tanam Baru Kelapa Pada Gelar Teknologi Penas XIII.
. Diakses pada tanggal 18 Mei
2014.
Magat, severino. 2013. An Effective and cheap fertilizer for high coconut productivity.
. diakses pada tanggal 18 Mei 2014
Setyamidjaja, Djoehana. 2003. Bertanam Kelapa. Kanisius, Yogyakarta.
Suhardiono, L. 1993. Tanaman Kelapa. Kanisius, Yogyakarta.
Sukendah, I. N, Djajanegara, dan Rahmat, N. F. 2008. Keeratan hubungan antara kualitas
sumber ekspaln dengan perkecambahan dan pertumbuhan embrio zigotik kelapa
kopyor. Jurnal Agro UMY (14): 95-105.
Tomlinson, P.B. 2007. The uniqueness of palms. Bot. J. Linn. Soc. (151) : 5-14.
Warisno. 2003. Budidaya Kelapa Genjah. Kanisius, Yogyakarta.