LAPORAN PENDAHULUAN EPIDURAL HEMATOMA ED

LAPORAN PENDAHULUAN
EPIDURAL HEMATOMA (EDH)
I. Konsep Dasar Medis
A. Definisi
1. Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. (Morton, 2012).
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma, baik trauma tumpul maupun tajam. Deficit neurologys
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak. (Batticaca, 2008)
a. Klasifikasi cedera kepala :
Berdasarkan patologi :
1) Cedera Kepala Primer
Merupakan

akibat

cedera


awal.

Cedera

awal

menyebabkan gangguan intregitas fisik, kimia dan listrik
dari sel di area tersebut yang menyebabkan kematian
sel.
2) Cedera Kepala Sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan
kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma
sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali, meliputi

respon fisiologis cedera otak, termasuk edema cerebral,
perubahan

biokimia,

dan


perubahan

hemodinamik

serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik, dan infeksi
local atau sistemik.
b. Jenis cedera :
1) Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur
tulang, tengkorak dan laserasi diameter. Trauma yang
menembus tengkorak dan jaringa otak.
2) Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien
dengan gegar otak ringan dengan cedera cerebral yang
luas.
c. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown
Coma Scale) :
1) Cedera kepala ringan / minor
a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi
kurang dari 30 menit

c) Tidak ad fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusia serebral, hemotoma
2) Cedera kepala sedang
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Diikuti kontusia serebral, laserasi dan hematoma
intracranial.
3) Cedera Kepala Berat
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran atau terjadi anamnesa lebih
dari 24 jam
c) Juga

meliputi

kontusia


serebral,

laserasi

atau

hematoma intracranial.
Trauma kepala atau Head trauma juga digambarkan sebagai
trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau
vokasional Fritzell et al, 2001).
2. Anatomi Kepala
a. Kulit kepala
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu :
1) Skin atau kulit
2) Conneccive tissue atau jaringan penyambung.
3) Aponeurosis atau galea aponeurotika.
4) Lose connectife atau jaringan penunjang longgar.
5) Pericranium


Tulang

Tengkorak

(kalvaria) dan basis crani.

terdiri

dari

kubah

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu
frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
di regio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis crania berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar terbagi
atas 3 fosa yaitu : Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi

bagian bawah batang otak dan serebrum.
b. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan
terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Duramater
Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur
fibrosa

yang

kuat

dengan

suatu

lapisan

dalam


(meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan
dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di
tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk
menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar
sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural),
dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di
antara bagian-bagian otak.

2) Arachnoidea
Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan
dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu
ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium

subarachnoideum

cerebrospinalis,

cavum


yang

menjadi

liquor

subarachnoidalis

dan

dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septasepta yang membentuk suatu anyaman padat yang
menjadi

system

rongga-rongga

yang

saling


berhubungan.
3) Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung
yang

tipis

yang

membentang
pembuluh

ke

darah

menutupi
dalam
di


permukaan

sulcus,fissure

seluruh

otak.

otak
dan

dan

sekitar

Piamater

juga


membentang ke dalam fissure transversalis di abwah
corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela
choroidea

dari

ventrikel

tertius dan

lateralis,

dan

bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh
darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus
dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di
atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.

c. Otak
Otak merupakan satu struktur gelatin yang mana berat pada
orang sekitar 14 kg. otak terdiri dari beberapa bagian yaitu
proensefalon (atak depan) yaitu terdiri dari serebrum
diensefalon, nesensefalon (otak tengah) dan ronbensefalon
(otak belakang ) terdiri dari pons, medulla oblongata dan
serebellum.
Fisura membagi otrak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat
ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur
fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab
dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian
atas berisi sitem aktivitas reticular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan.
terdapat

pusat

Pada medulla oblongata

kardiorespiratorik

kardiorespiratorik.

Cerebellum bertanggungjawab dalam fungsi kordinasi dan
keseimbangan.
3. Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan
(Smeltzer,2000).

peningkatan

tekanan

intra

kranial

Jenis cidera otak menurut fritzell et al (2001) :
a. Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan
mampu membuat jaringan otak mengenai tulang tengkorak
namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada
jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap.
Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau
benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala
berputar dan diatasnya ada burung-burung emprit yang
mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita
akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala:
penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia
terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
b. Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius
daripada concussion. Lebih banyak disebabkan oleh
adanya

perdarahan

arteri

otak,

darah

biasanya

terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala:
penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
c. Epidural Hematoma: terjadi berhubungan dengan proses
ekselerasi-deselerasi

atau

coup-contracoup

yang

menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada
daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan
kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut

menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala
yang

parah,

kompresi

batang

otak,

keabnormalan

pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang
bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah
dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma
merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena
terjadi pada artesi otak.
d. Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering
terjadi. Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan
akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater
dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks
cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan
epidural hematoma namun dengan onset of time yang
lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena
sedangkan pada epidural mengenai arteri.
e. Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang
sub akut dan memiliki prognosa yang lebih baik karena
aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan
relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan
temporal otak. Ich sering disebabkan oleh hipertensi.
Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak
perdarahan,
intracranial.

gangguan

motorik,

peningkatan

tekanan

f. Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu
linear, comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada
bagian

depan

dan

tengah

tulang

tengkorak

akan

mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin
asimtomatik
displacemenet

tergantung

pada

penyebab

(perubahan/pergeseran

trauma,

letak)

tulang,

perubahan sensor motorik,periorbital ekimosis (bercak
merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada
tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.
B. Epidural Hematoma
Beberapa definisi epidural hematoma menurut beberapa ahli
sebagai berikut :
1. Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri
meningea media. (NICNOC2015)
2. Epidural hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang
terjadi di antara tulang tengkorak dan lapisan duramater.
3. Epidural hematom adalah perdarahan intrakranial yang terjadi
karena fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula
interna kranii dengan duramater.
4. Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura
mater dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
sobeknya arteri meningica media(paling sering), vena diploica

(oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena emmisaria, sinus
venosus duralis.
5. Epidural

hematoma

adalah

adanya

pengumpulan

darah

diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang
terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup
sendiri karena itu sangat berbahaya.
6. Epidural hematoma sebagai keadaan neurology yang bersifat
emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur
yang

memutuskan

arteri

yang

lebih

besar

sehingga

menimbulkan perdarahan. (Anderson, 2005)
7. Epidural Hematoma adalah hematom/perdarahan yang terletak
antara durameter dan tubula interna/ lapisan bawah tengkorak
dan

sering

terjadi

pada

lobus

tengkorak

dan

paretal

(Smeltzer&Bare, 2001).
Pada kejadian epidural hematoma jika pendarahan membesar
dilakukan tindakan pebedahan craniotomy. Craniotomy adalah
operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui
dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka
yang ada di kepala.
C. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deslerasi,
akselerasi- deselerasi, coup-countere coup, dan cedera rotasional.

1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam
kepala

yang

tidak

bergerak

(misalnya

alat

pemukul

menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala).
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur
objek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobi ketika
kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan.
4. Cedera coup-counter coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertamakali
terbentur. Sebagai contoh : pasien dipukul dibagian belakang
kepala.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan / benturan menyebabkan
otak berputar dalam rongga tengkorak yang mengakibatkan
perenggangan atau robeknya neuron dalam substansia alba
serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dalam rongga tengkorak.
D. Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan
di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada
saluran hidung atau telinga.

Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara
lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan
bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.
E. Patofisioloigi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang
tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di
daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media
robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di

daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal
atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui
foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di
permukaan

dan

os

temporale.

Perdarahan

yang

terjadi

menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah
bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal
oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang
mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan
hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial
ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan
dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak
akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan

intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan
tekanan

intracranial

antara

lain

kekakuan

deserebrasi

dan

gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena
perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting
atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera
sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan
merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan
kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di
sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera
primer yang ringan pada epidural hematom. Kalau pada subdural
hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural
hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah
mengalami fase sadar.
F. Komplikasi
Hematoma epidural dapat memberikan komplikasi :
1. Edema serebri, merupakan keadaan gejala patologis, radiologis
di mana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat
bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan
peningkatan tekanan intracranial.

2. Kompresi batang otak.
Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
a. Hemiparese/hemiplegia.
b. Disfasia/afasia
c. Epilepsi.
d. Hidrosepalus.
e. Subdural empiema
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien meliputi:
1. Ct scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi

luasnya

lesi,

perdarahan,

determinan,

ventrikuler dan perubahan jaringan otak.
2. MRI
Digunakan sama dengan ct scan dengan/tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. Serial eeg
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar x
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. Baer
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7. Pet
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. Css
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
11. Rontgen thoraks 2 arah (pa/ap dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
12. Analisa gas darah (agd/astrup)
Analisa gas darah (agd/ astrup) adalah salah satu tes diagnostik
untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan agd ini adalah status
oksigenasi dan status asam basa (arif muttaqin ; 2008 : 284).

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan darurat :
a. Dekompresi dengan trepanasi sederhana.
b. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
2. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir
dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan.
Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian
oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur
intravena : gunakan cairan nac10,9% atau dextrose in
saline.
b. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
1) Hiperventilasi.
Bertujuan untuk menurunkan pao2 darah sehingga
mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai
oksigen

yang

terjaga

dapat

membantu

metabolisme

anaerob,

sehingga

kemungkinan

asidosis.

Bila

dapat

dapat

menekan

mengurangi

diperiksa,

pao2

dipertahankan > 100 mmhg dan paco2 diantara 2530
mmhg.

2) Cairan hiperosmoler.
Umumnya digunakan cairan manitol 1015% per infus
untuk “menarik” air dari ruang intersel ke dalam ruang
intra-vaskular

untuk

kemudian

dikeluarkan

melalui

diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki,
manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam
waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg bb
dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus
yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa,
harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin
dapat

dicoba

diberikan

kembali

(diulang)

setelah

beberapa jam atau keesokan harinya.
3) Kortikosteroid.
Penggunaan

kortikosteroid

telah

diperdebatkan

manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat
akhir-akhir

ini

cenderung

menyatakan

bahwa

kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus
cedera

kepala.

Penggunaannya

berdasarkan

pada

asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :
dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100
mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga

metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15
mg dan triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
4) Barbiturat.
Digunakan

untuk

mem”bius”

pasien

sehingga

metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin,
akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari
kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai
oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan
dengan pengawasan yang ketat.
Pala 24jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai
1500-2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema
jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi
tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan
menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang
dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama,
ialah: kepala dan leher diangkat 30°. Sendi lutut diganjal,
membentuk

sudut

150°.

Telapak

kaki

diganjal,

membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
b. Obat-obat neurotropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu
mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk
pada keadaan koma.

1) Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin b6)
yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan
memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada
fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip gaba – suatu
neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis
4-12 gram/ hari intravena
3) Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.
Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel
dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam
dosis 10q-500 mg/hari intravena.
3. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga
menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma
tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka

lecet dan

jahitan

kulit hanya

memerlukan perawatan local. Hemostatik tidak digunakan
secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan
fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa
diatasi hanya dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila
pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan
fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin,
dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam
waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus
selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100 mg/hari per oral
atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang.
Phenobarbital tidak dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa
penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
4. Terapi operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
a. Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml).
b. Keadaan pasien memburuk.
c. Pendorongan garis tengah > 5 mm.
d. Fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depress.
Dengan kedalaman >1 cm.
e. Edh dan sdh ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran
garis tengah dengan gcs 8 atau kurang
f. Tanda-tanda lokal dan peningkatan tik > 25 mmhg

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life
saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan
tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya
keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume
adalah :
a. > 25 cc à desak ruang supra tentorial
b. > 10 cc à desak ruang infratentorial
c. > 5 cc à desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang
signifikan :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5
mm dengan penurunan klinis yang progresif.
c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5
mm dengan penurunan klinis yang progresif.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama pasien, umur : kebanyakan terjadi pada usia muda,
jenis kelamin kebanyakan laki-laki, agama pendidikan
pekerjaan status perkawinan alamat suku bangsa.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran
baik biasanya mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing,
mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kaji penyebab trauma : biasanya karena kecelakaan
lalu lintas atau sebab lain tanyakan kapan dimana
apa penyebab serta bagaimana proses terjadinya
trauma
b) Apakah

saat

trauma

pingsan,

disertai

muntah

perdarahan atau tidak.
c) Riwayat amnesia setelah cedera kepala menunjukkan
derajat kerusakan otak.

a. Prymary survey
1) Airway apakah ada sumbatan jalan nafas seperti darah
secret lidah dan benda sing lainnya, sura nafas
normal/tidak, apakah ada kesulitan bernafas
2) Breathing : pola nafas teratur, observasi keadaan umum
dengan metode : look : liat pergerakan dada pasien,
teratur, cepat dalam atau tidak. Listen : dengarkan aliran
udara yang keluar dari hidung pasien. Feel : rasakan
aliran udara yang keluar dari hidung pasien
3) Sirkulasi : akral hangat atau dingin, sianosis atau tidak,
nadi teraba apakah ada.
b. Secondary
1) Disability apakah terjadi penurunan kesadaran, nilai
GCS, pupil isokor, nilai kekuatan otot, kemampuan ROM.
2) Eksposure ada atau tidaknya trauma kepala ada atau
tidaknya luka lecet ditangan atau dikaki.
3) Fareinhead ada atau tidaknya trauma didaerah kepala,
ada tau tidaknya peningkatan suhu yang mendadak,
demam
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala atau
penyakit persyarafan maupun system lain yang dapat

memperburuk keadaan klien. Riwayat trauma yang lalu
hipertensi, jantung dan sebagainya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada salah satu anggota keluarga yang mengalami
penyakit hipertensi jantung dan sebagainya. seperti dampak
biaya perawatan dan pengobatan yang besar.
e. Riwayat psikososial
Bagaimana

mekanisme

klien

terhadap

penyakit

dan

perubahan perannya, pola persepsi dan konsep diri sebagai
rasa tidak berdaya tidak ada harapan, mudah marah dan
tidak kooperatif, kondisi ekonomi klien

B. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1. Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum biasanya
emah
2. Kesadaran
Pada cedera ringan biasanya tidak sadar kurang dari 10 menit,
kemudian sadar. Compas mentis: pada cedera sedang bisa
tidak sadar lebih dari 10 menit , perubahan kesadaran sampai
koma. Pada cidera berat, tidak sadar lebih dari 24 jam.
Perubahan kesadaran sampai koma.

Tanda-tanda vital
Tekanan darah hipertensi bila ada peningkatan Tekanan Intra
Cranial dan bisa normal pada keadaan yang lebih ringan, nadi
bisa terjadi bradicardi, tachicardi.
3. Kepala
a. Kulit kepala
Pada trauma tumpul terdapat hematom, bengkak dan nyeri
tekan. Pada luka terbuka terdapat robekan dan perdarahan
b. Wajah/muka
Pada cedera kepala sedang, cedera kepala berat yang
terjadi contusion cerebri, terjadi mati rasa pada wajah
c. Mata
Terjadi penurunan fungsi penglihatan , reflek cahaya
menurun, keterbatasan lapang pandang. Dapat terjadi
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah.
d. Telinga
Penurunan fungsi pendengaran pada trauma yang mengenai
lobus temporal yang menginterprestasikan pendengaran,
drainase cairan spinal pada fraktur dasar tengkorak,
kemungkinan adanya perdarahan dari tulang telinga.

e. Hidung
Pada cedera kepala yang mengalami lobus oksipital yang
merupakan tempat interprestassi penciuman dapat terjadi
penurunan fungsi penciuman. Bisa juga terdapat drainase
caran serebro spinal pada fraktur dasar tengkorak yang
mengenai sinus paranasal
f. Mulut
Gangguan menelan pada cedera kepala yang menekan
reflek serta gangguan pengecapan pada cedera kepala dan
berat
4. Leher
Dapat terjadi gangguan pergerakan pada cedera kepala sedang
dan

berat

yang

menekan

pusat

motorik,

kemungkinan

didapatkan kaku kuduk
5. Dada
a. Inspeksi : biasanya bentuk simetris, terjadi perubahan irama,
frekuensi dan kedalaman pernafasan terdapat retraksi
dinding dada.
b. Palpasi : biasanya terjadi nyeri tekan apabila terjadi trauma
c. Perkusi : bunyi resonan pada seluruh lapang paru, terkecuali
daerah jantung dan hepar bunyi redup

d. Auskultasi : biasanya bunyi nafas normal (vesikuler), bisa
ronchi apabila terdapat gangguan, bunyi S1 dan S2 bisa
teratur bisa tidak, perubhan frekuensi dan irama
6. Abdomen
a. Inspeksi : bentuk simetris tidak terdapat bekas opersi
b. Auskultasi : bissing usus bisanya normal, bisa meningkat
dan bisa menurun
c. Palpasi : biasanya terdapat nyeri tekan, ditemukan adanya
jejas dan luka tumpul
d. Perkusi : bunyi timpani
7. Ektremitas
Ektremitas atas dan bahwa tidak ada atrofi dan hipertrofi. Tidak
ada udem. Reflex bicep (+), reflek triceps (+) patella (+) achiles
(+) babinski (+) pada ektremitas atas terdapat fleksi abnormal
8. Aktifitas
Gejala : merasa lemah lelah dan hilang keseimbangan.
Tanda : .Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese
quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap.
Masalah

dalam

keseimbangan

cedera

(trauma)

ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.
9. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi).

Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
10. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan impulsif.
11. Eliminasi
Gejala :

Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami

gangguan fungsi.
12. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil). Gangguan menelan
(batuk, air liur keluar disfagia)
13. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian. Vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan
seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, fotofobia.
Gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda ; Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status
mental

(orientasi,

kewaspadaan,

perhatian,

konsentrasi,

pemecahan

masalah,

pengaruh

emosi/tingkah

laku

dan

memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan
penginderaan

seperti

pengecapan,

penciuman

dan

pendengaran. Wajah tidak simetri. Genggaman lemah, tidak
seimbang. Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah.
Apraksia,

hemiparise,

quedreplegia.

Postur

(dekortikasi,

deserebrasi), kejang. Sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan. Kehilangan sensasi sebagian tubuh
14. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama. Tanda : Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
beristirahat, merintih.
15. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak. Ronki, mengi
positif (kemungkinan karena aspirasi)
16. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
Gangguan penglihatan

Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti
“raccoon

eye”

tanda

Batle

di

sekitar

telinga

(merupakan tanda adanya trauma).. Adanya aliran
cairan (drainase) dari telinga/hidung (CSS).
Gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
17. Interaksi Sosial
Tanda :

Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,

bicara berulang-ulang, disartria, anomia.

C. Diagnosa keperawatan
Diagnosa

keperawatan

yang

sering

muncul

pada

epidural

hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema
cerebral; penurunan td sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung).
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak) dan
penurunan energi dalam bernafas.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan
steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran css)
4. Resiko injury berhubungan dengan peningkatan tik : kejang.
5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuthan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik, bilogis :
trauma, peningkatan asam laktat di otak.
7. Perubahan

persepsi

sensori

berhubungan

dengan

pupil

anisokor dan ptosis kelopak mata.
8. Gangguan mobilita fisik berhubungan dengan kaku desebrasi.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada epidural
hematoma adalah :
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke otak dan peningkatan TIK
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan
suplai O2 akibat penurunan kerja organ pernapasan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, prosedur
invasive dan invasi bakteri.

4. Resiko Injury berhubungan dengan peningkatan TIK : kejang/
gelisah
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan kemampuan mencerna / menelan nutrient.
6. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi (stimulasi nyeri)
akibat prosedur operasi invasive.
7. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
tonus otot sensori.
8. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.
9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
pergerakan sendi akibat kerusakan neuromuskuler
10.

Defisit

perawatan

diri

berhubungan

dengan

kebutuhan ADL akibat penurunan kesadaran.

gangguan

DAFTAR PUSTAKA

Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, et al. The localizing value of asymmetry in
pupillary size in severe head injury: relation to lesion type and location.
Neurosurgery. May 1994.