Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan melalui Pendekatan Kooperatif Model Make A Match di Kelas IV SDN Dukuh Kabupaten Tabalong

  

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Materi Perjuangan

Mempertahankan Kemerdekaan melalui Pendekatan Kooperatif

Model Make A Match di Kelas IV SDN Dukuh Kabupaten

Tabalong

  • Ramidi

  

Sekolah Dasar Negeri Dukuh Tanjung

Tabalong Kalimantan Selatan

  • • Terima: 25-04-2018 • Revisi: 29-05-2018 • Terbit Daring: 30-05-2018

  

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa tentang Perjuangan

Mempertahankan Kemerdekaan melalui pendekatan kooperatif model Make A Match di kelasIV SDN Dukuh

KabupatenTabalong. Metode penelitian yang digunakan adalah tindakan kelas dengan dua siklus yang setiap siklusnya terdiri

dari dua kali pertemuan. Setting penelitianini adalah di SDN Dukuh dengan sampel seluruh siswa kelas IV sebanyak11 orang

siswa yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 6 orang perempuan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017. Teknik

pengambilan data yang digunakan adalah data kualitatif berupa lembar observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas

siswa sedangkan data kuantitatif berupa tes tertulis pada akhir siklus. Analisis data yang digunakan interpretasi berdasarkan

perhitungan distribusifrekuensi dengan pembahasan berdasarkan skala prosentase dan indicator ketuntasan belajar yang

ditetapkan kurikulum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru (peneliti)

melalui pendekatan kooperatif model Make A Match pada siklus I dengan skor hasil perolehan sebesar 53,13% (cukupbaik)

meningkat menjadi 83,12% (sangat baik) pada siklus II. Aktivitas siswa dalam berkelompok pada siklus I dengan skor

perolehan sebesar 54% (cukup aktif) meningkat pada siklus II sebesar 73,5% (sangat aktif). Hasil belajar siswa juga

mengalami peningkatan. Hal ini diketahui dari tes akhir siklus yaitu pada siklus I pertemuan 1 nilai rata-rata sebesar 59,09

meningkat menjadi 65,45 pada pertemuan 2. Kemudian siklus II pertemuan 1 nilai rata-rata sebesar 71,82 meningkat menjadi

79,09 pertemuan 2. Ketuntasan klasikal pada sikuls I pertemuan 1 sebesar 45,45% menjadi 54,55% pada pertemuan kedua.

Pada siklus II pertemuan 1 sebesar 81,82% meningkat menjadi 90,91% pada pertemuan kedua. Berdasarkan temuan ini dapat

disimpulkan bahwa pendekatan kooperatif model Make A Match dapat meningkatkan aktivtas dan hasil belajar siswa

padapelajaran IPS tentang Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan kelasIV di SDN Dukuh, maka disarankan kepada guru

untuk menggunakan pendekatan kooperatif melalui model Make A Match agar siswa lebih berperan aktif dalam proses

pembelajaran dan membantu siswa memahami materipelajaran sertadapat meningkatkan hasil belajar siswa. © 2018 Rumah

Jurnal. All rights reserved Kata-kata kunci: Aktivitas, hasil belajar, pendekatan kooperatif, model make a match * ———

  Korespondensi Ramidi: E-mail: ramidi@gmail.com

  1. Pendahuluan

  Mata pelajaran IPS ini, salah satu mata pelajaran yang kurang disenangi oleh siswa karena anak merasa bosan terhadap materi-materi yang ada dalam

  IPS yang menurut mereka sulit untuk dipahami apalagi jika siswa hanya diminta untuk memperhatikan dan duduk manis ditempat duduknya masing-masing,apalagi materi yang bersangkutan dengan hapalan dan ingatan, maka IPS akan sangat dirasa membosankan, anak sering tidak memperhatikan sehingga sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai.

  Sebagai seorang guru hendaknya perlu memahami perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik tersebut meliputi: perkembanagn fisik, perkembangan sosioemosional, dan bermuara pada intelektual. Perkembangan fisik dan perkembangan emosional mempunyai kontribusi yang kuat terhadap perkembangan intelektual atau perkembangan mental atau perkembangan kognitif anak.

  Kenyataan dilapangan yaitu kurangnya pemahaman dan motivasi siswa tersebut ditunjukkan dari hasil belajar IPS tentang materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan di kelas IV tahun ajaran 2016/2017 yang belum optimal yaitu pada nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas IV yang jumlah siswanya 11 orang terdiri dari 5 orang laki- laki dan 6 orang perempuan, hanya mencapai 62,00 dan masih dibawah standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu 70. Oleh karena itu PBM (Proses Belajar Mengajar) perlu diperbaiki. Salah satu alternatif yang mungkin dapat dilakukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif yaitu menggunakan model Make A Match dalam pembelajaran, dimana siswa dapat dengan mudah mengingat materi yang disampaikan karena disajikan dalam bentuk permainan yang menyenangkan.

  2. Tinjauan Pustaka 2.1.

   Aktivitas Belajar

  Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas ketrampilan (Martinis Yamin, 2007: 75). Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2006: 96).

  Saat pembelajaran belangsung siswa mampu memberikan umpan balik terhadap guru. Sardiman (2006: 100) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar keduanya saling berkaitan. Oemar Hamalik (2009: 179) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.

  Aktivitas belajar dapat terwujud apabila siswa terlibat belajar secara aktif. Martinis Yamin (2007: 82) mendefinisikan belajar aktif sebagai usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Pembelajaran akan menghasilkan suatu perubahan dan peningkatan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan pada diri siswa. Siswa mampu menggali kemampuannya dengan rasa ingin tahunya sehingga interaksi yang terjadi akan menjadi pengalaman dan keinginan untuk mengetahui sesuatu yang baru.

  Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan atau tindakan baik fisik maupun mental yang dilakukan oleh individu untuk membangun pengetahuan dan ketrampilan dalam diri dalam kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar akan menjadikan pembelajaran yang efektif. Guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan saja. Namun, guru harus mampu membawa siswa untuk aktif dalam belajar.

  2.2. Pengertian Belajar

  Belajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan baru, dalam bentuk sikap dan nilai yang positif (Novita, 2005). Selanjutnya Menurut Bell- Gredler dalam Winartapura (2007) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan dan sikap. Kemampuan, keterampilan dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

  2.3. Pembelajaran

  Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik (Winartaputra, 2007). Pembelajaranadalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab

  I Pasal Ayat 20), Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan (Purwadinata, 1967).

  2.4. Materi dalam Pembelajaran IPS.

  Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain (1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya; (2) Kegiatan manusia misalnya mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi dan transportasi; (3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh; (4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar; dan (5) Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan dan keluarga (Beduasuko, 2009).

  Materi yang di bahas dalam penelitian tindakan kelas ini adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan. materi yang terdapat di dalamnya adalah (1) perjuangan mempertahankan kemerdekaan; (2) agresi militer belanda terhadap indonesia; (3) usaha diplomasi dan pengakuan kedaulatan; dan (4) tokoh-tokoh yang mempertahankan kemerdekaan.

  2.5. Pembelajaran Make and Match

  Model Pembelajaran make a match ini merupakan salah satu jenis dari metode dalam kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasngan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana menyenangkan. (Rusman, 2011).

  Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif Pembagian kelompok dalam make and matcha da tiga kelompok. Persiapan awal yang harus dilakukan dalam model pembelajaran ini guru harus memberitahukan apa saja yang harus dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian siswa mempunyai modal mempunyai modal awal dalam pembelajaran. Dengan modal awal materi pelajaran maka proses diskusi dalam pembelajaran make and match dapat berlangsung dengan baik (Sardiman, 2007).

  2.6. Sintaks Pembelajaran Koperatif tipe Make A Match

  Adapun sintaks atau langkah-langkah model pembelajaran Make A Match menurut Suprijono (2010) adalah (1) Guru mempersiapkan kartu-kartu terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut; (2) Guru membagi komunitas kelas menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban- jawaban. Kelompok ketiga adalah penilai; (3) Atur posisi kelompok-kelompok berbentuk tanda =. Upayakan kelompok pertama dan kedua berjajar saling berhadapan; (4) Guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama maupun kelompok kedua saling bergerak untuk bertemu, mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok dan beri kesempatan mereka untuk berdiskusi; (5) Hasil diskusi ditandai oleh pasangan-pasangan antara anggota kelompok pembawa kartu pertanyaan dan anggota kelompok pembawa kartu jawaban; (6) Pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jawaban kepada kelompok penilai. Kelompok ini kemudian membaca apakah pasangan pertanyaan-jawaban itu cocok; (7) Setelah penilaian dilakukan, posisi diputar; dan (8) Kelompok penilai bermain menjadi pemegang kartu pertanyaan, kelompok pertama menjadi pemegang kartu jawaban dan kelompok ketiga menjadi penilai sehingga semua kelompok mendapatkan bagian yang sama serta tetap membentuk tanda =.

  3. Metodologi

  Metodologi memberikan gambaran yang jelas terhadap pencapain tujuan penelitian (Dalle, 2010; penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas (Asrori, 2007) juga merupakan penelitian yang bersifat reparatif. Artinya, penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran agar bisa mencapai hasil yang maksimal. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (Masnur, 2009) adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah.

  Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam dua siklus tindakan. Tiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan, sehingga total pertemuan dari kedua siklus itu adalah empat kali pertemuan. Suharsimi Arikunto, (2008) mengemukakan bahwa di dalam model penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim yaiut perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan (observing), dan refleksi terhadap tindakan

  (reflecting)

  Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas IVdi SDN Dukuh Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong pada semester II tahun ajaran 2016/2017 dengan jumlah siswa 11 orang dan hasil belajar siswa. Data kualitatif berupa data tentang kegiatan pembelajaran guru, aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan siswa dalam kelompok. Data kuantitatif berupa nilai tes hasil belajar siswa.

   Hasil

  Aktivitas guru pada pertemuan pertama menacapai nilai 48,75% dengan kriteria cukup. Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas guru belum optimal sehingga hasil yang diharapkan masih belum maksimal. Untuk itu, perlu diadakan perbaikan pada pertemuan berikutnya agar dapat meningkatkan hasil belajar siswadikarenakan pendekatan kooperatif model Make A Match dalam proses pembelajaran ini baru bagi siswa jadi melaksanakannya pun harus bertahap.

  Hasil data observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model Make A Match secara individual diketahui bahwa 9 siswa termasuk dalam kriteria cukup aktif, dan 2 orang kurang aktif, secara klasikal siswa dikatakan cukup aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan skor aktivitas masih belum terbiasa mengerjakan tugas dengan teman, serta mencari jawaban dengan temannya.

  Nilai tes tertulis yang dilaksanakan diakhir proses pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 yang bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa menguasai materi pelajaran diperoleh nilai tertinggi sampai terendah yang diperoleh siswa dapat dinyatakan sebagai berikut: nilai 80 adalah sebanyak 1 siswa (9,09%), nilai 70 sebanyak 4orang siswa (36,36%), nilai 60 sebanyak 0orang siswa (0%), nilai 50 sebanyak5 orang siswa (45,46%)dan nilai terendah adalah nilai 40 sebanyak 1 orang siswa (9,09%). Sedangkan untuk ketuntasan belajar terlihat dari ketuntasan klasikal yang hanya mencapai (45,46%) dengan nilai rata-rata kelas 59,09. Dapat disimpulkanbahwa ketuntasanbelajar sebesar 80% secara klasikal untuk siklus I pertemuan 1 belum dapat terpenuhi. Berdasarkan kriteria ketuntasan individu yang ditetapkan untuk bidang studi IPS kelas IV yaitu sebesar 70, maka pada siklus I pertemuan 1 ini ada 6 orang siswa yang dinyatakanbelum tuntas.

  Hasil observasi aktivitas siswa yang dilakukan dalam pertemuan pertama pada siklus I ini diamati oleh observer terhadap aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran menggunakan model Make A Match secara individual diketahui bahwa 4 siswa termasuk dalam kriteriaaktif, dan 7 siswa dalam kriteria cukup aktif. Secara klasikal pada pertemuan kedua siklus I dapat diketahui bahwa siswa sudah aktif dalam mengikuti pembelajaran dengan skor aktivitas sebesar 61%.

4. Hasil dan Pembahasan 4.1.

  Data hasil belajar siswa siklus I pertemuan 2 meliputi nilai yang didapat pada evaluasi akhir pertemuan. dapat dilihat nilai tertinggi sampai terendah yang diperoleh siswa dapat dinyatakan sebagai berikut: nilai 80 adalah sebanyak 3 siswa (27,27%), nilai 70 sebanyak 3orang siswa (27,27%), nilai 60 sebanyak 2orang siswa (18,19%), nilai 50 sebanyak3 orang siswa (27,27%) dan nilai terendah adalah nilai 40 sebanyak 0 orang siswa (0%). Sedangkan untuk ketuntasan belajar secara individu belum tercapai, ini terlihat dari ketuntasan klasikal yang hanya mencapai (54,55%) dengan nilai rata-rata kelas 65,45 Dapat disimpulkanbahwa ketuntasanbelajar sebesar 65,45% secara klasikal untuk siklus I pertemuan 2 belum dapat terpenuhi. Berdasarkan kriteria ketuntasanklasikal yang ditetapkan untuk bidang studi IPS kelas IV yaitu sebesar 80%, maka pada siklus I pertemuan 2 ini ada 5 orang siswa yang dinyatakan belum tuntas.

  .

  Peningkatan kualitas pembelajaran sebesar 29,99%. Prosentasi nilai rata-rata yang diperoleh dari siklus I adalah 53,13% dengan kriteria baik kemudian disiklus II setelah ada refleksi/ perbaikan meningkat menjadi 83,12% yang sudah mencapai kriteria sangat baik.

  Peningkatan hasil aktivitas guru dalam pembelajaran di atas disebabkan oleh adanya perbaikan pembelajaran lewat refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara. Pelaksanaan refleksi ini adalah berupa diskusi yang dilakukan peneliti dengan observer untuk menerangkan dan menyimpulkan, menelaah hasil tindakan. Hal ini dapat dilihat dalam refleksi pada setiap pertemuan yang dilakukan baik pada siklus I maupun pada siklus II.

  Setiap pertemuan guru selalu memberikan motivasi pada siswa agar proses belajar mengajar bisa berjalan dengan lancar, karena sehubungan dengan fungsinya seorang guru sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf yang lain, dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya (Sardiman, 2007).

  Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pun mengalami peningkatan. Dapat kita lihat mulai dari pertemuan pertama pada siklus I sampai dengan pertemuan kedua di siklus II selalu ada peningkatan yang dilakukan siswa. Ini menandakan mereka menjadi aktif, termotivasi dan antusias untuk belajar individu maupun berkelompok dengan menggunakan pendekatan kooperatif model Make A Match. Aktivitas siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan kooperatif model Make A Match mengalami peningkatan yaitu pada siklus I skor perolehan (rata-rata) sebesar 54% (cukup aktif) meningkat menjadi 73,5% (sangat aktif).

  Keaktifan siswa siklus I dan siklus II sudah banyak mengalami kemajuan. Untuk siklus I perolehan persentasi keaktifan siswa sebesar 54% dengan kriteria cukup aktif namun masih belum bisa dikatakan berhasil, sedangkan pada siklus II sudah meningkat menjadi 73,5% dengan kriteria sangat aktif.

4.2. Pembahasan

  Model pembelajaran Make A Match dapat memupuk kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. hal ini merupakan suatu ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerjasama kelompok.

  Salah satu karakteristik dari anak usia SD yang ketiga adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif).

  Nilai rata-rata tes akhir siklus mengalami peningkatan. Nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I pertemuan 1 sebesar 59,09 meningkat menjadi 65,45 pada pertemuan 2 dengan prosentasi ketuntasan klasikal mencapai 45,45% pertemuan 1 dan 54,55% pada pertemuan 2. Nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus IIpertemuan 1 sebesar 71,82 meningkat menjadi 79,09 pada pertemuan 2 dengan prosentasi ketuntasan klasikal mencapai 81,82% pertemuan 1 dan 90,91% pada pertemuan 2.

  Hasil belajar siswa yang mulai dari pertemuan pertama di siklus I sampai dengan pertemuan kedua di siklus II mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pendekatan kooperatif model Make A Match sangat berperan dalam peningkatan hasil belajar siswa seperti disebutkan pada peningkatan aktivitas siswa dalam berkelompok, sehingga adanya keterkaitan antara motivasi siswa dengan hasil belajar seperti pada saat penelitian ini, siswa didalam kelompok selalu berusaha untuk mendapat skor yang tinggi dan menjadi pemenang karena apabila menang akan mendapatkan penghargaan baik itu berupa hadiah ataupun pujian sehingga mereka akan belajar dengan serius dan giat untuk memperoleh nilai yang

  Jakarta: Universitas Terbuka.

  Daftar Rujukan Arikunto, S. (2006). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Asrori, M. (2007). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Wacana Prima Beduasuko. (2009). Makalah konsep pendidikan ips, (Online), http://beduatsuko.blogspot.com/2009/02/21/makalah-konsep- pendidikan-ips dan.html di akses 29 Pebruari 2018.

  2007 Jakarta: Grafika Persada . Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2006: Citra Umbara Winataputra, U. S. (2007). Teori belajar dan Pembelajaran.

  Suprijono, A. (2011). Cooperative learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.

  Rusman. (2011). Model-model pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru . Jakarta: Rajawali Pers. Sardiman. 2007.Model pembelajaran make a match.(online) http://sadiman2007.blogspot.com/2011/06/modelpembelajaran

  Novita, K. 2005. Hubungan Antara Kebiasaan Belajar dan hasil belajar kekuatan konstruksi bangunan sederhana pada siswa kelas 2 semester iii smk negeri 4 semarang tahun ajaran 2004/2005 .Semarang: Universitas NegeriSemarang (tidak untuk diterbitkan).

  The Turkish Online Journal of Educational Technology , November. 714-721.

  Prism for Junior High School Using Macromedia Authorware.

  Dalle, J. (2010). Metodologi umum penyelidikan reka bentuk bertokok penilaian dalaman dan luaran: Kajian kes sistem pendaftaran siswa Indonesia. Thesis PhD Universiti Utara Malaysia. Dalle, J., Hadi, S., Baharuddin., & Hayati, N. (2017). The Development of Interactive Multimedia Learning Pyramid and

  Disarankan Guru disarankan menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan karakter siswa.

  Pertama kali menggunakan pendekatan kooperatif model Make A Match siswa masih merasa asing dengan model yang diberikan guru, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa dengan apa yang dijelaskan guru melalui Make A Match, dengan beberapa kali pertemuan yang dilakukan oleh guru maka siswa sudah terbiasa dan sangat bersemangat dalam belajar sehingga dapat berpengaruh terhadap hasil belajar dan pembelajaran pun menjadi baik dan siswa semakin aktif serta siswa memperoleh pengalaman baru dalam belajar sesuai dengan pengertian belajar pada hakekatnya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan dan ketrampilan baru, dalam bentuk sikap dan nilai yang positif. (Novita, 2005).

  Kesimpulan penelitian adalah aktivitas dan hasil belajar siswa melalui pendekatan kooperatif model make a match pada materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan di kelas iv sdn dukuhkabupaten tabalong secara bertahap telah meningkat.

  5. Simpulan dan Saran

  Tabalong akan meningkat”, dapat diterima.

  Dilihat dari hasil penelitian dan teori yang melandasinya maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan ini berhasil dan hipotesis yang menyatakan “Jika diterapkan pendekatan kooperatif modelMake A Macth maka aktivitas dan hasil belajar kemerdekaan di kelas IV SDN Dukuh Kabupaten

  Berdasarkan data-data yang telah diljelaskan di atas maka dapat kita lihat bahwa terdapat peningkatan-peningkatan baik mulai dari aktivitas guru dalam mengajar, keaktifan siswa dalam berkelompok maupun peningkatan hasil belajar siswa serta ketuntasan belajar yang mencapai indikator ketuntasan sudah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kooperatif model Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk menyelesaikan materi perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

  Salah satu pendekatan kooperatif yaitu model Make A Match inilah yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik secara berkelompok maupun individu dengan memotivasinya agar siswa merasa bersemangat dalam belajar dan dapat melebihi dari indikator ketuntasan klasikal sebesar 80%.

  Alasan inilah peneliti melakukan perbaikan pada siklus II ini sehingga peneliti memperoleh nilai yang sangat rendah pada siklus I pertemuan kedua yaitu rata-rata siswa yang mencapai 59,09 dengan ketuntasan klasikal 45,45% sehingga pada pertemuan kedua di siklus II guru lebih menekankan tentang materi pelajaran dan memberikan bimbingan kepada siswa yang masih belum memahami materi serta meminta mereka untuk berkerja kelompok sehingga dapat meningkatkan hasil belar baik secara berkelompok maupun individu yaitu hasil belajar mencapai nilai rata-rata 79,09 pada siklus II.

  • make-and-match.html , diakses tanggal 22 Pebruari 2018

Dokumen yang terkait

82 PENGARUH KONSUMSI KOPI TERHADAP KEJADIAN DIABETES MELITUS TIPE 2 (Studi Follow up Gangguan Toleransi Glukosa di Depok Jawa Barat Tahun 2001-2008)

0 0 14

129 HUBUNGAN PENGELUARAN ROKOK RUMAH TANGGA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010) Sudikno1 ; Bona Simanungkalit2 ; Yekti Widodo1 dan Sandjaja2

0 0 14

KAPSUL VITAMIN A DAN MORBIDITAS ANAK BALITA: ANALISIS DATA RISKESDAS 2007

0 0 9

Kemampuan Motorik Halus Anak Dalam Membuat Mainan (Realia) Dengan Teknik Menggunting, Melipat dan Menempel Melalui Metode Demontrasi di Kelompok B TK Bina Insan II Barabai Tahun Pelajaran 20162017

1 9 6

Kemampuan Berbahasa Anak Dalam Mengurutkan dan Menceritakan Isi Gambar Seri Sederhana Melalui Model Picture and Picture di Kelompok A TK Kartika V-33 Barabai

0 0 6

Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Dalam Membuat Kolase Menggunakan Metode Demonstrasi Pada Kelompok A TK Nurrahman Kecamatan Labuan Amas Selatan

0 1 6

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 2 Tanjung Menggunakan Pendekatan Eksperimen

0 0 8

Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswatentang Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan Menggunakan Model Think Pair Share (TPS) di Kelas VI SDN 1 Masiangai II

0 1 10

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Materi Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, dan Transportasi Melalui Penerapan Modelling the Way Pada Siswa Kelas IV SDN 1 Agung

0 0 6

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar PAI Materi Puasa Melalui Strategi Learning Tournament Siswa Kelas V SDN 2 Tanta Timur

0 0 8