PENGUASAAN TANAH PANTAI DAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIA

PENGUASAAN TANAH PANTAI DAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIA

Muhammad Ilham Arisaputra Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar

Abstract: The beach is the junction between the highest tide and the mainland, while the coastal area is the transition between terrestrial and marine ecosystems that is affected by changes in land and sea. The utilization of coastal areas and small islands in Indonesia is regulated in Act Number 27 of 2007 on the Management of Coastal Areas and Small Islands that is last amended into Act Number 1 of 2014, and is also based on Basic Act on Agrarian. Utilization of coastal waters is given in the form of rights to enterprise the coastal waters, namely the rights on certain parts of the coastal waters to enterprise marine resources and fisheries, as other business related to the utilization of coastal resources and the small islands covering sea level and water column over surface of the sea floor at a certain breadth limit. The coastal land in the coastal areas can essentially be owned by or be the right of a person or legal entity. Owning and authorizing the coastal land and utilizing the coastal areas should certainly pay attention to and be compatible with the spatial planning of regencies or cities.

Keywords: Ownership, Authorization, Utilization, Coastal Land, Coastal Area.

Abstrak: Pantai adalah daerah pertemuan antara air pasang tertinggi dengan daratan, sedangkan Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Pengaturan mengenai pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang terakhir telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 serta tidak terlepas pula dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3), yakni hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. Tanah pantai pada wilayah pesisir pada hakikatnya dapat dimiliki atau dihaki oleh orang atau badan hukum. Kepemilikan dan penguasaan tanah pantai dan pemanfaatan wilayah pesisir ini tentunya harus memperhatikan dan disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Kata kunci: Pemilikan, Penguasaan, Pemanfaatan, Tanah Pantai, Wilayah Pesisir.

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

Pendahuluan

yang memiliki suku, adat istiadat dan ke- Masalah pertanahan merupakan ma-

biasaan yang berbeda-beda dalam pengua- salah yang tidak ada habisnya sepanjang

saan tanah.

zaman. Oleh karena itu, pada tanggal 24 Dalam suatu wilayah pesisir terdapat September 1960, pemerintah kemudian

satu atau lebih lingkungan dan sumber menerbitkan Undang-Undang Nomor 5

daya pesisir. Lingkungan pesisir dapat ber- Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

sifat alam ataupun buatan. Lingkungan Pokok-Pokok Agraria dan Ketentuan Kon-

yang bersifat alami yang terdapat di versi yang lebih dikenal sebagai Undang-

wilayah pesisir antara lain terumbu karang, Undang Pokok Agraria (selanjutnya

hutan mangroves, padang lamun, pantai disingkat UUPA). Sumber UUPA ini lahir

berpasir, formasi pes-caprea, formasi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

baringtonia , laguna dan delta. Sedangkan Dasar 1945 yang mengatur bahwa ”Bumi,

lingkungan yang bersifat buatan yang ter- air dan kekayaan alam yang terkandung di

dapat di wilayah pesisir antara lain tam- dalamnya dikuasai oleh Negara dan diper-

bak, sawah pasang surut, kawasan pariwi- gunakan sebesar-besarnya untuk kemak-

sata, kawasan industri, kawasan agro- muran rakyat”. Pada era reformasi seperti

industri dan kawasan pemukiman. Peren- sekarang ini masalah pertanahan merupa-

canaan dan pengelolaan wilayah pesisir kan masalah yang sangat penting peranan-

secara sektoral biasanya berkaitan dengan nya guna menunjang pembangunan se-

hanya satu macam pemanfaatan sumber hingga masalah pertanahan mudah mena-

daya atau ruang pesisir oleh satu instansi rik perhatian sebagian orang yang menja-

pemerintah untuk memenuhi tujuan dikan masalah pertanahan sebagai sarana

tertentu, seperti perikanan tangkap, tam- atau alat untuk mencapai maksud-maksud

bak, pariwisata, pelabuhan, pemukiman tertentu. Oleh karena itu, masalah perta-

atau industri minyak dan gas. Pengelolaan nahan dikategorikan sebagai masalah yang

semacam ini dapat menimbulkan konflik rawan.

kepentingan antar sektor yang berkepen- Indonesia merupakan negara kepu-

tingan yang melakukan aktivitas pemba- lauan terbesar di dunia yang terdiri dari

ngunan pada wilayah pesisir. 17.508 pulau dengan garis pantai se-

Pasal 2 ayat (2) UUPA dikemukakan panjang 81.000 km 2 dan luas laut sekitar

bahwa hak menguasai negara adalah mem-

2 3,1 km 2 (0,3 juta km perairan territorial berikan kewenangan kepada negara untuk dan 2,8 juta km 2 perairan nusantara). Ber-

mengatur dan menyelenggarakan perun- dasarkan UNCLOS 1982 (United Nations

tukan, penggunaan, persediaan dan pemeli- Convention On The Law Of The Sea haraan bumi, air, dan ruang angkasa. Hak

1982), Indonesia diberi hak berdaulat menguasai negara bukanlah berarti negara (sovereign right) memanfaatkan Zona

yang memiliki tanah, tetapi memberikan Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km 2 kewenangan kepada negara sebagai orga-

yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi nisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia dan pengelolaan sumber daya hayati dan

pada tingkatan tertinggi untuk mengatur non hayati, penelitian dan jurisdikasi men-

dan menyelenggarakan peruntukan, peng- dirikan instalasi atau pulau buatan. Selain

gunaan, persediaan dan pemeliharaan bu- dari itu Indonesia merupakan negara ke-

mi, air, dan ruang angkasa. Selain itu, ne- pulauan dimana terdiri dari beberapa pulau

gara juga memiliki kewenangan untuk

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

menentukan dan mengatur hak-hak yang dikuasai oleh negara untuk dikelola sede- dapat dipunyai atas bumi, air, dan ruang

mikian rupa untuk mewujudkan kesejah- angkasa serta menentukan dan mengatur

teraan masyarakat, memberikan manfaat hubungan-hubungan hukum antar orang-

bagi generasi sekarang tanpa mengorban- orang dan perbuatan-perbuatan hukum

kan kebutuhan generasi yang akan datang. mengenai bumi, air dan ruang angkasa

Secara umum, banyak masyarakat dengan tujuan untuk mencapai sebesar-be-

yang sudah bermukim di wilayah pesisir sarnya kemakmuran rakyat dalam rangka

dan bahkan sudah ada pula yang memiliki mewujudkan masyarakat yang adil dan

hak atas tanah di wilayah pesisir. Hal ini makmur.

kemudian berdampak pada perubahan eko- Kemudian, dalam Pasal 14 ayat (1)

sistem pesisir karena masyarakat yang UUPA 1960 juga dijelaskan bahwa dalam

bermukim di wilayah tersebut melakukan rangka penerapan paham sosialisme di

eksploitasi terhadap sumber daya pesisir. Indonesia, pemerintah membuat suatu

Namun, selain berdampak negatif, ada rencana umum mengenai persediaan, per-

pula yang berdampak positif, yakni makin untukan, dan penggunaan bumi, air, dan

terpeliharanya ekosistem pesisir karena ruang angkasa serta kekayaan alam yang

mereka yang bermukim di wilayah terse- terkandung di dalamnya. Wewenang ter-

but berpandangan bahwa itulah potensi sebut dengan kata lain adalah wewenang

hidup mereka.

untuk melakukan penataan ruang. Dalam Pemilikan dan penguasaan tanah di melakukan penataan ruang tersebut, maka

wilayah pesisir dibolehkan saja menurut wajib memperhatikan asas-asas pengelola-

aturan perundang-undangan yang berlaku. an lingkungan hidup dan asas-asas penata-

Lahirnya Undang-Undang Nomor 27 Ta- an ruang serta asas-asas lain yang ber-

hun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah sangkut paut dengan hal tersebut yang ter-

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pada dapat dalam aturan perundang-undangan

perkembangannya kemudian diganti de- lainnya. Dengan berlakunya Undang-

ngan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Pemerintahan Daerah (terakhir diganti

undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 2014 tentang Pemerintahan Daerah) di-

lebih memberikan jaminan kepastian hu- mana tiap-tiap daerah memiliki kewenang-

kum bagi orang-orang yang hidup di an penuh atas daerahnya sendiri, maka

wilayah pesisir (selanjutnya disebut tiap-tiap kepala daerah mempunyai hak

Undang-Undang Pesisir). Tidak berbeda untuk kemudian melakukan penataan

dengan pemilikan dan penguasaan tanah di ruang.

wilayah daratan (di luar wilayah pesisir), Penataan ruang bukan hanya meng-

pola pengusaan dan pemilikan tanah di atur struktur ruang yang ada di wilayah da-

wilayah pesisir juga sering mengalami ratan saja, tetapi menyangkut seluruh wila-

persengketaan.

yah kabupaten/kota, termasuk wilayah pe- sisir yang dimilikinya. Wilayah pesisir

Tinjauan Umum Tentang Penguasaan

memiliki arti strategis karena merupakan

Tanah

wilayah peralihan antara ekosistem darat Permukaan bumi sebagai bagian dari dan laut. Kekayaan sumber daya pesisir

bumi juga disebut tanah. Tanah yang di-

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

maksudkan di sini bukan mengatur tanah pembeda di antara hak-hak penguasaan dalam segala aspeknya, melainkan hanya

atas tanah yang diatur dalam Hukum mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah

Tanah.

dalam pengertian yuridis yang disebut hak- Pengaturan hak-hak penguasaan atas hak penguasaan atas tanah. Menurut Urip

tanah dalam Hukum Tanah dibagi menjadi

Santoso 3 bahwa pengertian “penguasaan” dua, yaitu sebagai berikut: dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam

1. sebagai lembaga hukum. arti yuridis, juga beraspek privat dan ber-

Hak penguasaan atas tanah ini belum aspek publik. Penguasaan dalam arti

dihubungkan dengan tanah dan orang yuridis adalah penguasaan yang dilandasi

atau badan hukum tertentu sebagai pe- hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada

megang haknya. Ketentuan-ketentuan umumnya memberi kewenangan kepada

dalam hak penguasaan atas tanah, ada- pemegang hak untuk menguasai secara fi-

lah sebagai berikut: sik tanah yang dihaki, misalnya pemilik

a. Memberi nama pada hak pengua- tanah mempergunakan atau mengambil

saan yang bersangkutan; manfaat dari tanah yang merupakan hak-

b. Menetapkan isinya, yaitu mengatur nya, tidak diserahkan kepada pihak lain.

apa saja yang boleh, wajib dan di- Ada penguasaan yuridis, yang biarpun

larang untuk diperbuat oleh peme- memberi kewenangan untuk menguasai

gang haknya serta jangka waktu tanah yang dihaki secara fisik, pada ke-

penguasaannya; nyataannya penguasaan fisiknya dilakukan

c. Mengatur hal-hal mengenai sub- oleh pihak lain, misalnya seseorang yang

yeknya, siapa yang boleh menjadi memiliki tanah tidak mempergunakan ta-

pemegang haknya dan syarat-syarat nahnya sendiri akan tetapi disewakan

bagi penguasaannya; kepad pihak lain, dalam hal ini secara yuri-

d. Mengatur hal-hal mengenai tanah- dis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik

nya.

tanah akan tetapi secara fisik dilakukan

2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hu- oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan

bungan hukum yang konkret. secara yuridis yang tidak memberi kewe-

Hak penguasaan atas tanah ini sudah nangan untuk menguasai tanah yang ber-

dihubungkan dengan tanah tertentu se- sangkutan secara fisik.

bagai objeknya dan orang atau badan Selanjutnya menurut Boedi Harsono 2 hukum tertentu sebagai subyek atau

mengemukakan bahwa hak penguasaan pemegang haknya. Ketentuan-ketentu- atas tanah berisi serangkaian wewenang,

an dalam hak penguasaan atas tanah, kewajiban, dan atau larangan bagi pe-

adalah sebagai berikut: megang haknya untuk berbuat sesuatu

a. Mengatur hal-hal mengenai pencip- mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang

taannya menjadi suatu hubungan boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat

hukum yang konkret, dengan nama yang merupakan isi hak penguasaan itulah

atau sebutan hak penguasaan atas yang menjadi kriterium atau tolok ukur

tanah tertentu;

b. Mengatur hal-hal mengenai pembe-

1 Urip Santoso, 2006, Hukum Agraria dan Hak-

banannya dengan hak-hak lain;

Hak atas Tanah, Jakarta: Prenada Media, hal. 73. 2 Lihat pendapat Boedi Harsono dalam Urip

Santoso, Ibid, hal. 74.

3 Ibid, hal. 75

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

c. Mengatur hal-hal mengenai pemin- ngunan di atas tanah yang bukan milik- dahannya kepada pihak lain;

nya, wewenang pada tanah hak guna

d. Mengatur hal-hal mengenai hapus- usaha adalah menggunakan tanah ha- nya;

nya untuk kepentingan perusahaan di

e. Mengatur hal-hal mengenai pem- bidang pertanian, perikanan, peternak- buktiannya.

an atau perkebunan.

Adapun hierarki hak-hak penguasaan

Wilayah Pesisir dan Tanah Pantai

atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Menurut Pasal 1 Undang-Undang

Nasional, adalah (1) Hak bangsa Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelola-

atas tanah; (2) Hak menguasai dari negara an Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

atas tanah; (3) Hak ulayat masyarakat sebagaimana telah diubah menjadi Un-

hukum adat; dan (4) Hak perseorangan dang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 ten-

atas tanah, meliputi hak-hak atas tanah, tang Perubahan Undang-Undang Nomor

wakaf tanah hak milik, hak tanggungan,

27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wila- dan hak milik atas satuan rumah susun.

4 yah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa: Menurut Soedikno Mertokusumo , wewe-

nang yang dipunyai oleh pemegang hak Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses atas tanah terhadap tanahnya dibagi men-

perencanaan, pemanfaatan, pengawas- jadi 2 (dua), yaitu:

an, dan pengendalian Sumber Daya

1. Wewenang umum; wewenang yang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar- bersifat umum yaitu pemegang hak

sektor, antara Pemerintah dan Peme- atas tanah mempunyai wewenang un-

rintah Daerah, antara ekosistem darat tuk menggunakan tanahnya, termasuk

dan laut, serta antara ilmu penge- tahuan dan manajemen untuk mening-

juga tubuh bumi, air dan ruang yang katkan kesejahteraan masyarakat.

ada diatasnya sekadar diperlukan untuk (2) Wilayah Pesisir adalah daerah peralih- kepentingan yang langsung berhubung-

an antara ekosistem darat dan laut an dengan penggunaan tanah itu dalam

yang dipengaruhi oleh perubahan di batas-batas menurut UUPA 1960 dan

darat dan laut.

peraturan-peraturan hukum lainnya

menurut Keputusan yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2)

Kemudian

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor UUPA 1960).

Kep.10/Men/2003 tentang Pedoman Pe-

2. Wewenang khusus; wewenang yang rencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu di-

bersifat khusus yaitu pemegang hak

jelaskan bahwa:

pesisir didefinisikan tuk menggunakan tanahnya sesuai

atas tanah mempunyai wewenang un-

Wilayah

sebagai wilayah peralihan antara dengan macam hak atas tanahnya, mi-

ekosistem darat dan laut yang saling salnya wewenang pada tanah hak milik

berinteraksi, dimana ke arah laut 12 adalah untuk kepentingan pertanian

mil dari garis pantai dan sepertiga dari

wilayah laut untuk dan atau mendirikan bangunan, wewe-

Kabupaten/Kota dan ke arah darat nang pada tanah hak guna bangunan

batas administrasi adalah menggunakan tanah hanya un-

hingga

Kabupaten/Kota. tuk mendirikan dan mempunyai ba-

Seyogyanya tidak seorangpun di

4 Ibid, hal. 87.

Indonesia yang belum pernah mendengar

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

perkataan wilayah pesisir. Di manapun orang berada, baik di kota maupun di pelosok-pelosok desa tentu pernah melihat wilayah pesisir. Akan tetapi banyak dari masyarakat kita mengetahui bahwa wila- yah pesisir hanya dari jauh dan gambaran tentang wilayah pesisir yang diperoleh amat tergantung pada pengetahuan ma- sing-masing orang. Sampai sekarang be- lum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepa- katan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai, maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas yaitu batas yang sejajar garis pantai (horizontal) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (vertikal).

Akan tetapi, penetepan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan perkataan lain, batas wilayah berbeda dari suatu negara ke negara yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena setiap negara memiliki karakteristik lingkungan, sumber daya dan sistem peme- rintahan tersendiri.

Menurut Soegiarto 5 bahwa:

Definisi wilayah pesisir yang di- gunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan anatara darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipenga- ruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-pro- ses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar

5 Rokhmin Dahuri, 2004, Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Laut Secara Terpadu ,

Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, hal. 8.

maupun yang disebabkan oleh kegi- atan manusia di darat seperti peng- gundulan hutan dan pencemaran.

Dalam Rancangan Undang-Undang Pengelolan Wilayah Pesisir dijelaskan bahwa definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan eko- sistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Pesisir

bahwa “Ekosistem adalah kesatuan komu- nitas tumbuh-tumbuhan, hewan, organisme

dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk ke- seimbangan, stabilitas, dan produktivitas”.

Menurut Beatley 6 , “wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut pasang surut dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua”. Sedangkan Dahuri, Rais, Ginting

dan Sitepu 7 menyatakan bahwa: Konsep wilayah pesisir dan lautan

dari sudut pandang ilmu perancanaan pembangunan wilayah tentunya ber- beda dengan ilmu kelautan yang ber- orientasi kepada aspek fisik saja. Definisi yang dikembangkan dari as- pek fisik bukan definisi fungsional, melainkan definisi yang bersifat kaku dan lebih berorientasi fisik. Definisi yang dikembangkan juga bervariasi tergantung negaranya. Sebagai contoh negara Costa Rica

6 Ibid, hal. 9

7 Sungeng Budiharsono, 2005, Tehnik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan ,

Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hal. 22.

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

mendefinisikan batas wilayah pesisir pemanfaatannya berbasis sumber daya, adalah jarak secara sembarang ke

lingkungan, dan masyarakat. Dalam imple- arah darat dari pasang surut dan ba-

mentasinya, ke arah laut ditetapkan sejauh tas ke arah laut adalah rata-rata pa-

12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai sang terendah atau rata-rata pasang sebagaimana telah ditetapkan dalam

tertinggi. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Seringkali penggunaan istilah pantai jo. Undang-Undang Nomor 23 Tahun

dan pesisir tidak didefinisikan dengan jelas

8 2014 tentang Pemerintahan Daerah se- dan pasti. Diraputra memberikan penger- dangkan ke arah daratan ditetapkan sesuai

tian pantai sebagai daerah pertemuan an- dengan batas kecamatan untuk kewenang- tara air pasang tertinggi dengan daratan.

an provinsi.

Oleh karena itu, tanah pantai adalah tanah Kewenangan kabupaten/kota ke arah yang berada antara garis air surut terendah

laut ditetapkan sejauh sepertiga dari dan garis air pasang tertinggi, termasuk di

wilayah laut kewenangan provinsi sebagai- dalamnya bagian-bagian daratan mulai dari

mana telah ditetapkan dalam Undang- garis air pasang tertinggi sampai jarak ter-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. tentu ke arah daratan, yang disebut sebagai

9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sempadan pantai. Selanjutnya dalam Pasal

tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan

1 ayat (5) Keputusan Gubernur Sulawasi ke arah daratan ditetapkan sesuai dengan Selatan Nomor 71 Tahun 2002 Tentang

batas kecamatan.

Pedoman Pemanfaatan Dan Pendayaguna- Menurut Hanafi 10 bahwa wilayah di- an Tanah Pantai dan Pulau Kecil Propinsi

definisikan sebagai suatu unit geografi Sulawesi Selatan dijelaskan bahwa “Tanah yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang Pantai adalah ruang yang terletak di atas

bagian-bagiannya bergantung secara inter- dan di bawah permukaan daratan termasuk

nal. Wilayah dapat dibagi menjadi 4 jenis, permukaan perairan darat dan sisi darat

yaitu:

dari garis laut te rendah”.

1. Wilayah Homogen; wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari

Jenis-Jenis Wilayah Pesisir

satu aspek/kriteria mempunyai sifat- Ruang lingkup pengaturan Wilayah

sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Pesisir dalam Undang-Undang Pesisir,

Sifat-sifat dan ciri-ciri kehomogenan yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi

itu misalnya dalam hal ekonomi (se- oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan

perti daerah dengan struktur produksi yang masih terasa pengaruh lautnya, serta

dan konsumsi yang homogen, daerah Pulau-Pulau Kecil dan perairan sekitarnya

dengan tingkat pendapatan rendah/ yang merupakan satu kesatuan dan

miskin, dan lain-lain). mempunyai potensi cukup besar yang

2. Wilayah Nodal; wilayah nodal adalah

8 Suparma A. Diraputra, 2001, Sistem Hukum dan

wilayah yang secara fungsional mem-

Kelembagaan Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir

punyai ketergantungan antara pusat

Secara Terpadu , Prosiding Pelatihan Pengelolaan

(inti) dan daerah belakangnya. Tingkat

Wilayah Pesisir Terpadu, Bogor: PKSPL IPB. Dikutip dalam Nanin Trianawati Sugito dan Dede

ketergantungan ini dapat dilihat dari

Sugandi, Tanpa Tahun, Urgensi Penentuan dan

arus penduduk, faktor produksi, barang

Penegakan Hukum Kawasan Sempadan Pantai , Makalah, hal. 4.

9 Ibid, hal. 5

10 Ibid, hal. 18

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

dan jasa ataupun komunikasi dan tran- logis tersebut, maka batas wilayah pesisir sportasi.

sering melewati batas-batas satuan wilayah

3. Wilayah Perencanaan; wilayah peren-

administrasi.

canaan adalah wilayah yang memper- lihatkan koherensi atau kesatuan kepu-

Pengaturan Penguasaan Tanah Pantai

tusan-keputusan ekonomi. Wilayah pe-

dan Wilayah Pesisir

rencanaan dapat dilihat sebagai wila- Pengaturan mengenai pemanfaatan yah yang cukup besar untuk memung-

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kinkan terjadinya perubahan-perubah-

Indonesia diatur dengan Undang-Undang an penting dalam penyebaran pendu-

Nomor 27 Tahun 2007 tentang duk dan kesempatan kerja.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

4. Wilayah Administratif; wilayah admi- Pulau Kecil jo. Undang-Undang Nomor 1 nistratif adalah wilayah yang batas-

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas batasnya ditentukan berdasarkan ke-

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 pentingan administrasi pemerintahan

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan atau politik, seperti provinsi, kabupa-

(Undang-Undang ten, kecamatan, kelurahan/desa dan

Pulau-Pulau

Kecil

Pesisir) serta tidak terlepas pula dari RW/RT.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

11 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria Selanjutnya Sugeng Budiharsono atau yang dikenal dengan nama UUPA.

menyatakan bahwa wilayah pesisir dan Lahirnya Undang-Undang Pesisir patut

lautan dari konsep wilayah bisa termasuk diberikan apresiasi positif karena hal ini

dalam empat jenis wilayah di atas. Sebagai menandakan adanya niat baik dari semua

wilayah homogen, wilayah pesisir merupa- pihak, terutama legislatif dan eksekutif

kan wilayah yang memproduksi ikan, na- untuk memperhatikan kawasan pesisir dan mun bisa juga dikatakan sebagai wilayah

pulau-pulau kecil sebagai potensi unggulan dengan tingkat pendapatan penduduknya

yang selama ini termarjinalkan. Undang- yang tergolong di bawah garis kemiskinan.

Undang Pesisir diharapkan menjadi Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir

payung hukum bagi semua stakeholder seringkali sebagai wilayah belakang, se-

yang memanfaatkan kawasan perairan dangkan daerah perkotaan sebagai intinya.

pesisir dan pulau-pulau kecil agar Bahkan seringkali wilayah pesisir diang-

terhindar dari konflik pemanfaatan yang gap sebagai halaman belakang yang meru-

berkepanjangan.

pakan tempat pembuangan segala macam Menurut Undang-Undang Pesisir, limbah. Sebagai wilayah administrasi, wi-

pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- layah pesisir dapat berupa wilayah admi-

meliputi kegiatan nistrasi yang relatif kecil yaitu kecamatan

Pulau

Kecil

perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, atau desa, namun juga dapat berupa

dan pengendalian terhadap interaksi kabupaten/kota pada kebupaten/kota yang

manusia dalam memanfaatkan Sumber berupa pulau kecil. Sedangkan sebagai

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir

proses alamiah secara berkelanjutan dalam lebih ditentukan dengan kriteria ekologis.

meningkatkan kesejahteraan Karena menggunakan batasan kriteria eko-

upaya

masyarakat dan menjaga keutuhan Negara

11 Ibid, hal. 21.

Kesatuan

Republik Indonesia.

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

Pemanfaatan perairan pesisir diberikan melakukan penggunaan dan pemanfaatan dalam bentuk Hak Pengusahaan Perairan

wilayah pesisir. Semua akses sumber daya Pesisir (HP3), yakni hak atas bagian-

kelautan praktis akan dikuasai pemilik bagian tertentu dari perairan pesisir untuk

modal. Hanya merekalah yang mampu usaha kelautan dan perikanan, serta usaha

memenuhi segala persyaratan yang diatur lain yang terkait dengan pemanfaatan

dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau

2007 ini. Masyarakat pesisir yang menjadi Kecil yang mencakup atas permukaan laut

semakin miskin hanya bisa menyaksikan dan kolom air sampai dengan permukaan

eksploitasi dan degradasi sumber daya dasar laut pada batas keluasan tertentu.

kelautan dan perikanan serta lingkungan HP3 yang dimaksud meliputi pengusahaan

pesisir yang tiada terkendali. Perubahan atas permukaan laut dan kolom air sampai

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dengan permukaan dasar laut.

menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun HP3 diberikan dalam luasan dan

2014 adalah mengubah Pasal 16 sampai waktu tertentu dan pemberian HP3 yang

22. Namun demikian, perubahan tersebut dimaksud

secara subtantif tidak memberikan kepentingan kelestarian ekosistem pesisir

wajib

mempertimbangkan

pengaruh yang signifikan bagi perluasan dan pulau-pulau kecil, masyarakat adat,

akses masyarakat pesisir. dan kepentingan nasional serta hak lintas

Secara sosio-kultural, masyarakat damai bagi kapal asing. HP3 dapat

pesisir sangat bergantung terhadap diberikan kepada orang perseorangan

sumber-sumber ekonomi wilayah pesisir di warga negara Indonesia, badan hukum

lautan maupun daratan. Di lautan mereka yang didirikan berdasarkan hukum

bergantung pada sumber daya kelautan Indonesia, atau masyarakat adat. HP3

seperti ikan, mangrove, terumbu karang diberikan untuk jangka waktu 20 (dua

dan rumput laut. Sementara di daratan, puluh) tahun. Jangka waktu tersebut dapat

mengandalkan sumber daya air, lahan diperpanjang tahap kesatu paling lama 20

untuk pertanian tanaman pangan, tambak, (dua puluh) tahun dan tahap kedua

dan permukiman. Dengan demikian, diperpanjang sesuai dengan peraturan

kedaulatan masyarakat pesisir adalah perundang-undangan. HP3 ini juga dapat

kedaulatan atas sumber-sumber ekonomi beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan

di wilayah tersebut. Kedaulatan tersebut, utang dengan dibebankan hak tanggungan.

dengan lahirnya undang-undang sektoral Permasalahan dalam Undang-

menyebabkan terkikis secara perlahan Undang Nomor 27 Tahun 2007 adalah

namun pasti karena terjadinya tumpang bahwa ketentuan pasal 16 sampai dengan

undang-undang yang pasal 22 tentang Hak Pengusahaan

tindih

antar

kemudian menyebabkan tertutupnya akses Perairan

masyarakat pesisir terhadap sumber daya mempersempit ruang bagi masyarakat

agraria di wilayah daratan pesisir. pesisir untuk mengakses sumber daya,

Selain mengacu pada peraturan baik di permukaan laut, badan air maupun

perundang-undangan tersebut di atas, di bawah dasar laut. Tidak ada lagi ruang

pemanfaatan wilayah pesisir di tiap daerah bagi masyarakat pesisir, khususnya

diatur pula dengan Peraturan Daerah, baik nelayan, petani ikan, pelaku UKMK

Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pada kelautan dan buruh nelayan untuk

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

dasarnya, pengelolaan wilayah pesisir

lingkungan. Hal tersebut perlu diatur karena:

fungsi

sebagaimana termaktub dalam Pasal 15

1. Negara Indonesia adalah negara Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 kepulauan terbesar di dunia (17.508

tentang Penatagunaan Tanah, yaitu: pulau).

Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada

2. Bentangan garis pantai sepanjang pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah 81.000 km.

yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau

3. Luas laut sekitar 3,1 juta km2. sempadan sungai, harus memperhatikan :

4. 70% dari 220 juta jiwa penduduk

a. Kepentingan umum; hidup di wilayah pesisir.

b. keterbatasan

daya dukung,

5. 8 dari 10 kota besar berlokasi di daerah pembangunan yang berkelanjutan, pantai.

keterkaitan

ekosistem,

6. Laju pertumbuhan penduduk wilayah

hayati serta pesisir di atas rata-rata nasional.

keanekaragaman

kelestarian fungsi lingkungan.

7. Potensi sumber

Pemanfataan dan pendayagunaan (keanekaragaman hayati) dan jasa-jasa

daya

alam

tanah di wilayah pesisir sangat perlu diatur lingkungannya.

oleh karena pertumbuhan penduduk yang

8. Posisi geografiknya yang terletak pada

yang kemudian pertemuan wilayah darat dan laut.

makin

meningkat

mendorong pemanfaatan tanah di wilayah Alasan-alasan tersebut di atas

pesisir. Untuk terjadinya keteraturan serta termaktub dalam penjelasan Undang-

pemanfaatan yang berhasilguna dan undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang

berdayaguna bagi kelangsungan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

kelestarian ekosistem, maka pemanfaatan Pulau Kecil. Selain alasan tersebut di atas,

dan pendayagunaan tanah di wilayah alasan yang terpenting adalah Wilayah

pesisir perlu untuk diatur secara sprsifik Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan

dalam peraturan daerah ataupun dalam mengalami kerusakan akibat aktivitas

bentuk keputusan gubernur, bupati, orang dalam memanfaatkan sumber

ataupun walikota. Menurut ketentuan dayanya atau akibat bencana alam. Selain

perundang-undangan, itu, akumulasi dari berbagai kegiatan

peraturan

masyarakat dapat menggunakan wilayah eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di

pesisir untuk kepentingan pemukiman Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

sepanjang tidak melewati garis sempadan atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah

pantai. Tanah-tanah yang berada di luar pesisir

garis sempadan pantai selanjutnya dikuasai perundang-undangan yang ada sering

yang didukung

peraturan

oleh negara. Untuk pemanfaatannya, maka menimbulkan kerusakan Sumber Daya

berkepentingan harus Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

pihak

yang

mendapat persetujuan dari pemerintah Pada dasarnya, penggunaan dan

daerah setempat dan hak yang dapat pemanfaatan tanah di wilayah pesisir

diperoleh adalah Hak Pakai (HP) atau Hak diperbolehkan

oleh

undang-undang

Pengelolaan (HPL).

sepanjang masih tetap memperhatikan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 keterbatasan daya dukung, pembangunan

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem,

Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 keanekaragaman hayati, serta kelestarian

Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara umum pasal 4 ayat (2) dijelaskan bahwa dan Hak Pengelolaan dijelaskan bahwa

“Dalam hal tanah yang dimohon hak pengelolaan adalah hak menguasai

merupakan tanah hak pengelolaan, dari

terlebih dahulu pelaksanaannya sebagian dilimpahkan

negara yang

memperoleh penunjukan berupa perjanjian kepada pemegangnya. Hak pakai/

penggunaan tanah dari pemegang hak pengelolaan pada hakekatnya bukanlah

pengelolaan”. Namun demikian, Peraturan hak atas tanah sebagaimana dimaksud

Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan dalam Pasal 4 jo. Pasal 16 UUPA,

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang melainkan

Tata Cara Pemberian dan pembatalan Hak pelimpahan sebahagian kewenangan untuk

merupakan

pemberian

Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan melaksanakan Hak Menguasai Negara

dimaksudkan sebagai kepada pemegang Hak Pengelolaan.

sebenarnya

pengganti Keputusan Presiden yang Dalam penjelasan UUPA Angka II butir 2

amanat dari Peraturan dinyatakan bahwa:

merupakan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Negara dapat memberikan tanah

Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang dikuasai oleh Negara kepada

Hak Pakai Atas Tanah, yang di dalam orang atau badan hukum dengan

ketentuan pasal-pasalnya sesuatu hak menurut peruntukkan

beberapa

dinyatakan akan diatur lebih lanjut dengan dan keperluannya misalnya hak Keputusan Presiden, termasuk mengenai

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau

ketentuan Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 42 memberikannya dalam pengelolaan

ayat (3) yang menyatakan bahwa kepada suatu badan (Departemen,

Pasal 22 ayat (3) Jawatan atau Daerah Swantara).

Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian

Bagian-bagian dari pada hak Hak Guna Bangunan atas Hak pengelolaan yang diserahkan kepada pihak Pengelolaan diatur lebih lanjut

ketiga dapat diberikan dengan status Hak dengan Keputusan Presiden. Guna Bangunan atau Hak Pakai.

Pasal 42 ayat (3) Kewenangan pemberian hak di atas hak

Ketentuan mengenai tata cara dan pengelolaan adalah tetap mengacu pada

syarat permohonan dan pemberian Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan

Hak pakai atas Hak Pengelolaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999

Presiden.

tentang Tata Cara Pemberian dan

Peraturan Pemerintah Hak Pengelolaan.

pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan

Dalam

Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Dalam

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Peraturan

Menteri

Atas Tanah terdapat beberapa pasal yang Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara

mengatur mengenai masalah yang Pemberian dan pembatalan Hak Atas

berkaitan dengan pemberian Hak Guna Tanah Negara dan Hak Pengelolaan tidak

Bangunan/Hak Pakai di atas tanah Hak diatur secara khusus/rinci mengenai tata

Pengelolaan, antara lain dalam Pasal 21 cara penyerahan bagian-bagian tanah hak

dan Pasal 41 yakni:

pengelolaan, hanya dalam ketentuan

Pasal 21

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

berdasarkan Peraturan Hak Guna Bangunan adalah:

Tanah yang dapat diberikan dengan

pengelolaan

Pemerintah Nomor 70 Tahun 1996 tentang

a. Tanah Negara Kepelabuhanan dimana disebutkan dalam

b. Tanah Hak Pengelolaan Pasal 12 bahwa “tanah-tanah di

c. Tanah Hak Milik lingkungan kerja pelabuhan diberikan

Pasal 41 Tanah yang dapat diberikan dengan

dengan Hak Pengelolaan ”. Hak Pakai adalah:

Pengaturan penguasaan tanah

a. Tanah Negara pantai di wilayah kabupaten/kota hanya

b. Tanah Hak Pengelolaan diberikan kepada PT (Persero) Pelabuhan

c. Tanah Hak Milik Indonesia (PELINDO) dengan cara

Sampai saat ini, hak pengelolaan

sebagai berikut:

yang diterbitkan atas penguasaan tanah- - Berdasarkan surat Edaran Menteri tanah pemerintah pusat atau pemerintah

Negara Agraria/Kepala BPN Tanggal daerah yang bagian-bagian tanahnya

19 Februari 1999 Nomor 110-591 diberikan hak-hak kepada pihak lain

penyampaian Peraturan adalah:

perihal

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN

a. Hak pengelolaan

Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemerintah.

atas

nama

Pelimpahan Kewenangan Pembatalan

b. Hak pengelolaan

Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Departemen Transmigrasi, Departemen

atas

nama

Negara ditegaskan bahwa keputusan Peretanian Cq. Direktorat Jendral

untuk memberikan Hak Pengelolaan perikanan.

tetap menjadi kewenangan Menteri

c. Hak pengelolaan atas nama BUMN/D Negara Agraria/Kepala BPN. (Perum Perumnas, Perumka, PT.

- Berdasarkan peraturan Menteri Negara (persero) Kereta api, PT (persero)

Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun Angkasa Pura, PT (persero) Pelabuhan

1999 tentang Tata Cara Pemberian Hak Indonesia, PT (persero) Perusahaan

Pengelolaan adalah: Listrik Negara dan PT (persero)

a. Permohonan Hak Pengelolaan Tekomunikasi.

diajukan secara tertulis; Berdasarkan uraian tersebut di atas

b. Permohonan Hak Pengelolaan maka jelas bahwa PT. (persero) Pelabuhan

tersebut di lampiri dengan: Indonesia

copy identitas kewenangan hak pengelolaan terhadap

permohonan atau surat kawasan-kawasan yang telah ditetapkan

pembentukannya sesuai dengan aturan dan perundang-

keputusan

akta penndirian undangan. Selanjutnya PT (persero)

atau

perusahaan sesuai dengan PELINDO sebagai pemegang hak

ketentuan peraturan perundang- pengelolaan

menyerahkan sebagian dari wilayah hak  Rencana penguasahaan tanah pengelolaannya untuk diserahkan kepada

jangka pendek dan jangka pihak ketiga dengan status Hak Guna

panjang

Bangunan/Hak Pakai. PT (persero)  Izin lokasi atau surat izin Pelabuhan Indonesia (PELINDO) masuk

penunjukan penggunaan tanah dalam ruang lingkup pemberian hak

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

atau sirat izin percadangan antara dua pihak baik perorangan maupun tanah sesuai dengan rencana

badan hukum, aksi penolakan dari pemilik tata ruang wilayah.

tanah atas rencana pembangunan proyek  Bukti pemilikan dan bukti

keluhan dan perolehan

pemerintah

serta

pembangkangan karena pencabutan atau sertifikat, penunjukan atau

tanah

berupa

pembebasan atas hak penguasaan tanah penyerahan dari pemerintah,

merupakan persoalan-persoalan di bidang pelepasan kawasan hutan dari

pertanahan yang sering terjadi. instansi yang berwenang, akta

Pengelolaan wilayah pesisir tidak pelepasan bekas tanah milik

dapat dipisahkan dari status fungsi dan atau bukti perolehan tanah

kepemilikan tanah pada kawasan tersebut. lainnya.

Pemberian hak atas tanah, baik yang  Surat dikuasai secara perorangan maupun yang persetujuan atau dikuasai secara adat untuk lahan-lahan

rekomendasi

dari instansi

daratan yang tidak dipengaruhi pasang surut terkait, apabila diperlukan.  Surat ukur apabila ada. air laut lebih mudah diselesaikan, karena

 Surat pernyataan atau bukti sudah diatur oleh UUPA dan peraturan perundang-undangan lainnya. Masalah lain

bahwa

yang sangat menonjol adalah daratan- dimiliki olehh pemerintah.

seluruh

modalnya

daratan di kawasan pantai tersebut bergerak

c. Permohonan Hak Pengelolaan secara labil dan tak terduga. Pergeseran

dimaksud di ajukan kepada Menteri daratan ini dapat diakibatkan oleh adanya melalui Kepala badan Pertanahan

tanah longsor atau adanya tanah timbul yang daerah kerjanya meliputi letak

Dalam usaha tanah yang bersangkutan;

akibat

sedimentasi.

memanfaatkan tanah timbul ada perbedaan-

d. Keputusan

perbedaan pendapat. Ada “tanah” yang penolakan

pemberian

atau

sudah dimanfaatkan ketika belum lagi pengelolaan disampaikan kepada

pemberian

hak

berbentuk “tanah”, melainkan baru sebagai pemohon melalui surat tercacat

genangan air yang dangkal. Ada pula atau dengan cara lain yang

sebidang tanah timbul yang sudah menjamin sampainya keputusan

dimanfaatkan, ketika sifat tanahnya masih tersebut kepada yang berhak.

belum pantas lagi diolah untuk menjadi tanah pertanian, karena kadar garam

Status Penguasaan

Tanah

Oleh

tanahnya masih tinggi.

Masyarakat yang Berada Di Wilayah Dalam pertumbuhan tanah timbul,

okupasi lahan oleh masyarakat belum tentu

Pantai dan Wilayah Pesisir

menunggu sampai benar-benar ada wujud Dewasa ini, sejalan dengan “tanah”. Begitu tanah itu muncul kemudian

pesatnya pembangunan di berbagai bidang dimulai pengolahannya menjadi tanah khususnya di wilayah-wilayah perkotaan pertanian yang baik, okupasi masyarakat di menyebabkan ketersedian tanah semakin atas tanah itu biasanya sudah mantap. Lahan terbatas. Konsekuensi dari kondisi tersebut

di kawasan pantai yang tidak dibebani hak adalah permasalahan di bidang pertanahan

milik, dikuasai oleh Negara dan digunakan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi.

peruntukan/fungsinya untuk Sengketa tanah karena soal kepemilikan

sesuai

kemakmuran rakyat. Peralihan status lahan

Muhammad Ilham Arisaputra, Pengasaan Tanah Pantai dan Wilayah Pesisir di Indonesia

dari lahan Negara menjadi lahan yang

untuk menggunakan dilekati hak yang bukan tanah Negara dapat

dimungkinkan

dengan catatan ditempuh dengan proses permohonan tanah

wilayah

pesisir

memperhatikan keterbatasan daya dukung, Negara/pemberian hak. Peraturan yang

berkelanjutan, dapat secara khusus mengatur tanah timbul secara

pembangunan

menjaga ekosistem dan keanekaragaman alami memang belum ada, akan tetapi,

hayati serta kelestarian fungsi lingkungan. mungkin

Oleh karena itu pengelolaan merupakan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 yang

dapat digunakan

Peraturan

kunci boleh atau tidaknya wilayah pesisir mengatur tentang pengusahaan tanah-tanah

tersebut digunakan untuk kepentingan Negara, sebelum ada peraturan yang baru.

umum.

Selain Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun Mengenai status tanah pantai yang 1953, kiranya perlu juga diperhatikan dikuasai masyarakat di Indonesia pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 umumnya adalah tanah dengan status hak

tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa

milik negara atau di kuasai oleh negara. Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya. Undang-

Akan tetapi, masyarakat yang berdomisili undang ini pada intinya mengatur tentang

di wilayah tersebut telah menempati laranan untuk menggunakan tanah atau

muka bumi bagi setiap orang yang tidak dengan kurung waktu yang cukup lama,

memiliki ijin yang sah dari penguasa tanah yakni rata-rata kurang lebih 30 (tiga puluh)

tersebut. Undang-undang ini melarang tahun. Secara garis besar status tanah penggunaan secara liar bagi muka bumi

pantai yang di tempati oleh masyarakat dalam wujud tahapan manapun, baik itu

hanya diberi hak pakai dan hak masih berwujud tanah yang tergenang air

dengan syarat harus secara berkala, ataupun yang sudah

pengelolaan,

mematuhi semua aturan yang berlaku. berwujud tanah padat. Dengan undang-

Dengan kata lain bahwa jika suatu waktu undang ini, Pemerintah Daerah berwenang

pemerintah ingin mengambil alih tanah mengambil tindakan yang perlu apabila ada

tersebut, maka masyarakat yang bermukim pelanggaran-pelanggaran hukum.

tersebut harus Penguasaan tanah pantai dan

pengelolaan wilayah pesisir tergantung Mengenai status penguasaan tanah kepada siapa yang menguasai pantai secara

pantai, hal ini dapat ditinjau dari perspektif fisik. Umumnya, jika di atas kawasan

teori penguasaan dan kepemilikan sumber pantai berdiri suatu usaha wisata, maka 12 daya alam. Farida Patittingi

yang melakukan

mengemukakan bahwa: pemanfaatan adalah pihak pengusaha itu

penguasaan

dan

dan pemilikan sendiri. Demikian pula sebaliknya, jika

Penguasaan

mencerminkan adanya hubungan tidak ada usaha-usaha wisata yang

yang melekat pada sesuatu (benda) berdekatan dengan kawasan pantai atau

oleh seseorang atau badan hukum, namun

sesungguhnya yang berada di atas kawasan pantai, maka pengertiannya berbeda satu sama

penguasaan dan

lain. Dalam konsep hukum, dilakukan oleh masyarakat. Pesisir atau

pemanfaatannya

hubungan antara orang dengan wilayah pantai merupakan wilayah yang

sangat rentan terhadap perubahan, baik 12 Farida Patittingi, 2008, Hak Atas Tanah perubahan alam maupun perubahan akibat

Pulau-Pulau

Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar,

Kecil ,

ulah manusia. Demi Kepentingan umum,

hal. 9

Perspektif Hukum, Vol. 15 No. 1 Mei 2015 : 27-44

benda merupakan hubungan yang kepemilikan pribadi karena kepemilikan disebut “hak”. Makna dari sebutan

pribadi merupakan hak alamiah/kodrati. itu adalah hak kepemilikan atas

Hak milik adalah hak alamiah dari setiap suatu benda tersebut hak milik atas

individu berdasarkan prinsip keadilan. benda itu atau dikenal sebagai Hubungan pemerintah dalam pengaturan

property right ,

kembali hak-hak tersebut dapat dilakukan “property rights are right to

diartikan

bahwa

sepanjang ada konsesi terhadap hak things”. individu tersebut. Dengan demikian,

Namun kata milik itu sendiri dalam tindakan pemerintah untuk melindungi hak makna hukum lebih menekankan pada

milik hanyalah sepanjang hak-hak untuk haknya dari pada kepada bendanya,

hidup dan kemerdekaan. sebagaimana dikemikakan oleh Panesar

Tanah di wilayah pantai pada bahwa “property, in legal term, therefore

umumnya telah tempati oleh masyarakat means a right to thing rather than the

dalam jangka waktu yang lama dan bahkan things itself”, yaitu hak milik dalam istilah

ada yang telah dihuni atau bermukim di hukum, berarti hak akan sesuatu

wilayah tersebut secara turun temurun. barang/benda lebih dari barang-barang itu

Penguasaan secara turun temurun tersebut sendiri. 13 bersangkut paut dengan penguasaan

Dalam teori milik bersama wilayah pesisir oleh masyarakat adat yang (common property ) penguasaan atas

kemudian diakui dalam undang-undang. sumber daya alam merupakan milik semua

Secara yuridis, untuk memperoleh orang dan bukan milik siapa pun. Ini

izin pendayagunaan wilayah pesisir, maka berarti bahwa suatu sumber daya alam

pihak yang bersangkutan harus mendapat disebut “milik bersama”, jika secara fisik

izin dari PT (Persero) Pelabuhan Indonesia dan hukum dapat digunakan oleh lebih dari

(PELINDO) karena perusahaan inilah yang seorang pemakai sehingga sumber daya

kewenangan oleh negara alam itu dapat dikatakan boleh digunakan

diberi

peraturan perundang- oleh siapa pun juga berdasarkan prinsip

berdasarkan

undangan untuk mengelola wilayah persaingan bebas. Termasuk dalam

pesisir. Peranan kelurahan pada konteks ini kategori

adalah sebagai mediator antara masyarakat pembagian hak milik atas sumber daya

dengan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia alam

(PELINDO). Oleh karena itu, ada juga mempunyai hak yang sama untuk

masyarakat yang mengurus izin melalui menggunakan sumber daya tersebut.