Membentuk Jamaah Dakwah yang Ideal

Membentuk Jama’ah Dakwah yang Ideal
Oleh : Fahruroji
Kebutuhan akan dakwah menjadi hal yang mulai disadari umat Islam saat ini.
Berkembang pesatnya zaman menjadi faktor utama menyebarnya dakwah Islam.
Diantaranya adalah modernisasi media dakwah, baik melalui sarana komunikasi
maupun media massa. Dakwah Islam menjadi tidak asing bagi kita; kita dapat
menemuinya lewat program televisi, sms dakwah, artikel di koran, majalah islam
dan blog serta web-web islam, bahkan muslim dewasa ini mampu menciptakan
aplikasi yang berisi muatan dakwah.
Tentunya kemajuan pengetahuan masyarakat tentang Islam dewasa ini
semakin meningkat dibanding pada tahun 80-an. Namun apakah dakwah Islam di
masyarakat adalah dakwah kepada Islam yang sebenarnya? Mengapa semakin
banyak pengetahuan masyarakat akan Islam saat ini menambah runcing
perbedaan pendapat yang berkembang? Mengapa justru terdapat fenomena
penolakan dakwah? Pertanyaan besar seharusnya muncul di segenap muslim
yang memiliki kesadaran dakwah. Kesadaran dakwah yang harus dibangun
dengan memahami urgennya jamaah Islam yang Ideal.
Amanah dakwah

‫َ بْن عمْ ر أنه ال هنبيه ص هى ه‬
‫عنْ عبْد ه‬

‫َ ع يْه س ه قال ب ِغ ا ع ِني ل ْ آي ً ح ِدث ا عنْ بني إسْ رائيل‬
ْ
ْ‫حر من‬
‫ع يه م م ًِدا ْي ب ه أ م ْ د منْ ال هنار‬
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sampaikanlah (apa

yang bersumber) dariku walau hanya satu ayat dan tidak mengapa menceritakan
prihal bani Israel; serta siapapun yang berdusta atas namaku maka bersiaplah
mendapat tempatnya di neraka”[1].
Dari hadis di atas ada beberapa strong point yang dapat kita pahami,
diantaranya:
1.

Dakwah menjadi kewajiban masing-masing muslim, dimana dakwah sendiri
terbagi menjadi tiga macam[2], yaitu:

a.

Dakwah kepada semua manusia;


b.

Dakwah kaum muslimin kepada sesama muslim;

c.

Dakwah seorang muslim kepada sesama muslim.

2.

Dakwah bersumber dari al-Quran dan Sunnah ;

3.

Menjadikan kisah umat terdahulu sebagai muatan dakwah dan
sebagai ibrah (pelajaran) bagi umat muslim;

4.

Dakwah tidak berdasarkan hawa nafsu atau kepentingan pribadi dan Rasul

mengancam bagi orang-orang yang berdusta atasnya.

Format jamaah dakwah
Memformat jamaah dakwah tidaklah dengan hanya memberikan ruh
semangat dakwah kepada para dainya lalu mengabaikan aspek lain yang urgen
dalam berdakwah. Karena dikhawatirkan pada akhirnya justru dai yang menjadi
pemecah persatuan umat atau bahkan mengajak umat Islam ke jalan yang
sesat.Naudzubillah min dzalik.
Dalam memformat jamaah dakwah, ada banyak hal yang dirasa harus kita titik
beratkan dalam pelaksanaannya, diantaranya:
a.

Penanaman dan pendalaman akidah
Akidah adalah dasar dari risalah dakwah karena itu ia menjadi sangat urgen
bagi intern jamaah dakwah sendiri. Dakwah dimulai dari pembinaan akidah yang
benar dan melebar ke berbagai aspek agama. Rasulullah menyampaikan amanah
dakwahnya kepada Mu‟adz bin Jabal yang menjadi utusan di Yaman dengan
menjadikan penanaman akidah sebagai hal pertama yang harus disampaikannya
kepada masyarakat, sebelum ia mengajarkan shalat, zakat dan ragam ibadah
lainnya.


b.

Penghilangan keragu-raguan (syubhat)
Dakwah mengajak kepada kebenaran dan persatuan umat Islam tentunya
menjadi

pukulan

tersendiri

bagi

musuh-musuh

Islam

dan

mereka


yang

membencinya. Hal ini menjadikan mereka mencari jalan untuk menjauhkan kaum
muslim dari ajaran Islam. Pada akhirnya mereka menggagaskan perang dingin
yang salah satu amunisinya adalah menyebarkan subhat-subhat kedalam ajaran
Islam. Hal ini telah dilancarkan sejak perang salib berakhir yang memakan waktu
hingga 200 tahun dengan kemenangan mutlak bagi umat muslim.
Fenomena yang terjadi sekarang, subhat-subhat tersebut kini mulai
mendarah daging di masyarakat. Pemahaman tentang subhat dan bagaimana
mengatasinya adalah bagian penting dalam jalan dakwah saat ini, baik di internal
jamaah maupun muslim umumnya.
c.

Persaudaraan dan persatuan
Hal ini merupakan langkah pertama Rasul saw. dalam membangun negri
Madinah, mempersaudarakan muhajirin dan anshar. Persatuan menyebabkan
kuatnya persatuan, persatuan adalah kekuatan muslim. Dan Allah menyukai hal
tersebut[3].
Dengan begitu jamaah dakwah diharapkan sebagai pemersatu umat di

kondisi umat yang terpecah belah saat ini. Karena kenyataannya, umat yang
mayoritas ini seperti dalam kondisi yang digambarkan Rasul saw. empat belas
abad yang lalu; seperti buih dilautan.
Persaudaraan dan persatuan adalah indentitas muslim sebenarnya, karena
kita satu tubuh yang saling merasakan. Perpecahan adalah kekalahan umat
muslim di perang salib pertama, sedangkan Shalahuddin dan tekad persatuan
adalah kekuatan muslim mengalahkan Cattilon dan kesatria templarnya[4].
Perpecahan muslim sekarang melahirkan duka Palestina, dan persatuan menjadi
dakwah kita untuk menghapus duka tersebut dan duka lainnya.

d.

Pembinaan ruhiyah
Hal terpenting dalam pembinaan ruhiyah jamaah dakwah adalah lahirnya
pengamalan sebelum penyampaian dakwah. Karena Rasul saw., sahabat-sahabat
r.a. dan generasi salaf mendakwahkan Islam dengan mendahulukan teladan.
Firman Allah “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apaapa yang tidak kamu kerjakan[5].”

e.


Asas dakwah bukan hakim
Dalam memformat jamaah dakwah yang ideal, dibutuhkan penumbuhan
kesadaran akan hakikat dakwah. Dakwah adalah menyerukan saudara kita
kepada kebenaran; dakwah bukanlah layaknya hakim yang menstempel orang
yang sedikit berbeda fikrah (pemahaman) dengan kita dengan kata salah, sesat
bahkan sampai mengkafirkan. Karena hal inilah yang menjadi salah satu sebab
meruncingnya perbedaan. Memahami dakwah memerlukan pemahaman akan
kearifan empat imam madzhab yang tidak memaksakan pengikutnya memilih
madzabnya. Nahnu du’at wa laisa qudhat (kita adalah dai dan bukanlah hakim).

f.

Efisiensi dakwah
Tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan efisiensi dakwah sehingga kita
dapat memaksimalkan fungsi jamaah dakwah. Dakwah tidak hanya dengan
menyerukan lalu ditinggalkan; dakwah yang ideal lebih dari sekedar itu. Dakwah
juga butuh strategi agar lebih mengena apa yang akan disampaikan. Dan pada
akhirnya kita serahkan semuanya pada Allah, karena apa yang ditentukan Allah
adalah yang terbaik.Wama nahnu illa al-ballagh.
Belajar dari meneladani sirah nabi, kita akan menemukan bagaimana nabi

Muhammad menggunakan strategi dalam dakwahnya, diantaranya:

1.

Dakwahnya kepada orang-orang terdekat;

2.

Memanfaatkan momentum, diantaranya:

a.

Melalui momentum haji, Rasul saw. menyampaikan dakwahnya kepada jamaah
yang berasal dari Madinah;

b.

Melalui momentum perjanjian Hudaibiyah, Rasul saw. mengutus para sahabatnya
sebagai utusan dalam menyebarkan Islam.


3.

Mengutamakan musyawarah untuk menyatukan pendapat, diantaranya:

a.

Menentukan perkara tahanan perang Badr;

b.

Menentukan adzan;

c.

Menentukan siasat perang Uhud;

d.

Menentukan siasat perang khandaq


4.

Tidak mengabaikan hal-hal yang juga penting dalam dakwah, seperti:

a.

Rasululullah saw. memerintahkan Zaid untuk belajar banyak bahasa;

b.

Rasulllah saw. membuat cincin yang digunakannya untuk stempel dalam surat
yang akan dikirimkan para utusan.

5.

Tidak mempermasalahkan nama dan lebih memperhatikan substansi. Rasul saw.
menerima

pendapat


memerintahkan

agar

musyrikin
tidak

Mekah

menulis

pada
namanya

perjanjian
dengan

Hudaibiyah
label

yang

„Rasulullah‟

dibelakangnya, tetapi menulisnya dengan nasabnya; Muhammad bin Abdullah.
Sahabat semula tidak setuju namun pada akhirnya Rasul saw. sendiri yang
menghapusnya.

6.

Rasulullah saw. memantapkan komitmen sahabat pada Islam dan ketaatan
mutlak pada Allah dan Rasul-Nya. Komitmen sahabat dapat tercermin dalam
baiat mereka di baiat Aqabah satu dan dua, baiat Ridwan, dll. Komitmen inilah
yang seharusnya kita terapkan pada jamaah dakwah agar selalu berkomitmen
pada Islam dan jalan dakwah.
Demikianlah yang penulis kira perlu dalam memformat jamaah dakwah yang
ideal. Jamaah yang membawa risalah Islam yang mulia; memberikan pencerahan
umat dan menepis pemikiran-pemikiran yang kini banyak merusak masyarakat
umumnya. Akhirnya kita disadarkan bahwa tugas yang mulia ini membutuhkan
komitmen, kesungguhan dan visi yang jelas. Imam Hasan al-Bana berkata:

‫ال اجبا أ ثر من اأ قا‬
Kewajiban itu lebihbanyak dari pada waktu
Seorang penyair berkata:

‫ل ي لد‬

‫أما ال سالى ي‬

‫جدد‬

‫أعمالنا ل ي‬

Pekerjaaan kita setiap hari bertambah
sedangkan pemalas andaikan saja mereka tidak dilahirkan
Wallahu a‟lam

[1] HR. Bukhari
[2] Al-Dakwah ila Allah, Dr. Taufik Wai, hal 31
[3] Firman Allah swt. “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang
dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.” (Al-Shaf: 4)
[4] Perang Salib III. James Reston, Jr
[5] Al-Shaf ayat 3