Teori Psikoanalisis Sigmund Freud yang

Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Oleh:
Muhibbu Abivian
A. Latar Belakang Tokoh
Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 mei 1856 di Freiberg (saat ini bernama Czech
Republik) dan meninggal dunia pada tangggal 23 Septembrar 1939, di London. Dia lahir dari
keluarga keturunan Yahudi. Ayahnya Jacob Freud, bekerja sebagai seorang pedagang wol.
Pada saat Freud berumur sekitar 4 tahun, perdagangan ayahnya mengalami kerugian.
Akhirnya Freud dan keluarganya pindah ke Leipziq, Jerman dan kemudian mereka pindah ke
Vienna (sekarang Wina Austria). Freud adalah anak sulung dari istri kedua ayahnya. Pada
saat Freud dilahirkan, ayahnya berumur 40 tahun, sementara ibunya berumur 20 tahun.
Perlakuan ayahnya sangat kasar dan otoriter. Freud mengakui pada saat kecilnya, dia
memusuhi dan membenci ayahnya. Sementara ibunya bersifat lembut, menarik, melindungi
dan mencintai. Freud merasa “tertarik” ibunya. Kondisi ini mengilhami teorinya tentang
konsep Oedipus Complex, sebagai bagian terpadu dari masa kecilnya. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa teori Freud lahir sebagai refleksi dari pengalaman masa kecilnya.
Freud mempunyai tujuh saudara, lima perempuan dan dua laki-laki. Ernest Jones
(1963) menulis bahwa ibu Freud merasa bangga dan sukacita dengan kelahiran anak
pertamanya. Selanjutnya dia menuturkan, bahwa pada saat Freud berusia sekitar dua tahun,
libido sexsualnya telah terangsang pada saat melihat ibunya telanjang.
Freud seorang pemuda yang mau bekerja keras, senang membaca dan belajar, serta

menunjukkan kemampuan intelektualnya yang cukup brilian. Selama tujuh tahun berturutturut dia menjadi bintang kelas, menduduki rangking pertama di kelasnya. Dalam bidang
bahasa dia menguasai berbagai bahasa yaitu; Jerman, Ibrani, Latin, Perancis, Inggris, Itali dan
Spanyol. Freud bermimpi untuk mencapai kemasyhuran melalui berbagai penemuan atau
penelitian. Untuk maksud tersebut, dia mencoba membedah 400 belut jantan, untuk meneliti
apakah mereka itu memiliki testes. Penelitian ini ternyata belum membuat dirinya menjadi
yang terkenal, sehingga akhirnya dia mengalihkan perhatiannya untuk meneliti manusia.
Pada tahun 1873, Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Vienna, dan pada
tahun 1881 dia lulus sebagai dokter dengan yudisium “summa cum laude”. Setelah ia
menamatkan kuliahnya, Freud bergabung dengan salah satu laboratorium psikologis terkenal
di Jerman yakni milik Ernest Bruke. Berkat kerja kerasnya dan keberhasilannya, akhirnya
Freud berhasil diangkat menjadi chairman di Bruke Institute of Physiology. Satu tahun
1

berikutnya, tepatnya pada tahun 1882 Freud menikah dengan Martha Bernays dan mulai
membangun keluarga yang harmonis. Dari pernikahannya tersebut, Freud dikaruniai enam
orang anak. Salah satunya seorang bernama Anna Freud, yang mengikuti jejak ayahnya
sebagai seorang psikoanalisis terkenal.
Pada tahun yang sama, Freud menjadi salah seorang praktisi kesehatan (dokter) yang
berafiliasi dengan Rumah Sakit Umum Viena dan secara khusus menangani masalah
kecemasan (nervous diseases) dan menjadi pengajar dalam bidang neuropathology. Tiga

tahun kemudian tepatnya pada tahun 1885, Freud mulai mendalami bidang kajian neurology
di Salpetriere hospital Paris. Selama proses belajar di Paris, Freud di bawah bimbingan JeanMartin Charcot seorang neurologi dan psikiatri asal Perancis. Seperti halnya para ahli
neurologi lainnya pada masa itu, dia sering membantu orang-orang yang mengalami masalahmasalah kecemasan, seperti rasa takut yang irrasional, obsesi dan rasa cemas.
Freud sangat tertarik dengan pandangan revolusioner Charcot tentang hysteria . Hingga
akhir abad ke 19, hysteria dianggap sebagai penyakit atau gangguan yang hanya menyerang
perempuan. Anggapan saat itu, hysteria terjadi karena “organ dalam” perempuan memanas.
Pengobatannya dengan cara mengalirkan air dingin ke dalam “organ dalam” perempuan
tersebut. Tekniknya pun cukup mengerikan, yakni perempuan yang mengalami hysteria
diikat dan diregangkangkan kedua kakinya. Hal ini dilakukan agar organ dalamnya bisa
dialiri air dingin. Kekaguman Freud akan pandangan Charcot ini adalah pada pandangannya
yang percaya bahwa hysteria dapat disembuhkan dengan cara menenangkan penderita
hysteria dengan menggunakan teknik hipnotis.

Dalam banyak hal Freud sependapat dengan Charcot, termasuk percaya bahwa hysteria
bisa terjadi pada laki-laki juga. Setelah beberapa bulan belajar di klinik milik Charcot di
Paris, Freud kembali ke kota asalnya Wina dan mengenalkan cara barunya dalam mengatasi
hysteria . Hanya saja, hasil pengalaman Freud selama belajar di klinik Charcot di Paris,

ditolak ketika diajukan di ikatan dokter di Wina. Tidak hanya itu, Freud bahkan dilarang
masuk laboratorium anatomi dan dilarang memberikan kuliah. Penyebabnya gara-gara teori

yang diajukannya tentang penanganan penderita hysteria dengan hipnotis.
Akan tetapi, penolakan tersebut tidak menggoyahkan tekad Freud di universitas,
bahkan dia berkata “saya terbiasa ditakdirkan sebagai orang di posisi yang berlawanan”.
Karena tidak bisa menjadi peneliti seperti Charcot, maka Freud terpaksa berpraktek dan
membuka klinik sendiri. Setidaknya dia realistis bahwa dia perlu uang untuk makan. Dalam
penolakannya tersebut, Freud tetap yakin bahwa hipnotis adalah kunci pengobatan sakit jiwa
(hysteria ).
2

Akhirnya, Freud berkonsultasi dengan banyak psikiater kenamaam saat itu, termasuk
Josef Breuer. Pada tahun 1895 Freud & Breuer menerbitkan buku “Studies on Hysteria ”
(Freud & Breueur, 1956) yg menguraikan “terapi komunikasi”. Akan tetapi, buku ini dicerca
dan mendapat banyak kritikan. Tidak tahan dengan banyaknya cercaan, akhirnya Breuer
memutuskan untuk pergi dan berpisah dengan Freud. Sementara, Freud terus melakukan
risetnya secara sendiri. Meskipun berpisah dengan Breuer, Freud masih yakin bahwa hipnotis
adalah teknik yang paling tepat utk menangani penderita gangguan kejiwaan khususnya
hysteria .

Banyak teknik-teknik hipnotis yang dikembangkan oleh Freud, tidak jarang ide-ide itu
muncul dari mimpi-mimpi Freud sendiri. Bagi Freud, mimpi adalah perwujudan harapan

alam bawah sadar. Freud pun berpandangan bahwa pemikiran yang dipendam oleh para
pasiennya cenderung dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman seksual sejak lahir. Dalam
kacamatanya, Freud berpandangan bahwa segala hal yang selama ini terlupakan adalah
sesuatu yang meresahkan atau menyakitkan dan memalukan menurut standard kepribadian
pasiennya.
Atas dasar asumsinya, Freud berencana menghipnotis pasien-pasiennya dengan maksud
supaya mereka mengenali peristiwa masa lalu yang memicu masalah kejiwaan mereka.
Tetapi ternyata Freud akhirnya menghadapi fakta bahwa teknik hipnotis punya keterbatasan
yang sangat mengganggu proses terapi. Bahkan beberapa kali pasien justru jatuh cinta kepada
Freud setelah sesi hipnotis, Freud menyebut fenomena ini sebagai transference (pemindahan
perasaan).
Hal ini menurut Freud terjadi akibat adanya kontak mata yg terjadi antara dia dengan
pasien-pasiennya, dan inilah yang Freud sadari sebagai salah satu kelemahan dari teknik
hipnotis. Akhirnya Freud memutuskan untuk tidak lagi memakai hipnotis dalam proses
terapi. Freud meminta pasien untuk berbaring di sofa dan dia duduk di belakang sang pasien.
Dengan cara tersebut, selama dialog Freud dapat melihat sang pasien tetapi pasien tidak bisa
menatap langsung Freud. Dia menyebut tekniknya ini sebagai Psikoanalisis.
Freud yang tadinya begitu yakin akan manfaat hipnotis, langsung berganti haluan
ketika secara faktual dia melihat banyaknya keterbatasan hipnotis. Psikoanalisis mengajukan
pertanyaan yang sama kepada pasien yang tidak terhipnotis dan mengandalkan kepercayaan

kepada pasien supaya mau membuka diri. Dalam perjalanannya, teknik baru psikoanalisis
yang dikemukakan Freud ini tidak serta merta diterima dan menjadi populer, namun
memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat diterima secara luas. Sementara buku Freud

3

tentang teori alam bawah sadar “Die Traumdeutung” (tafsir mimpi) hanya laku kurang dari
300 eksemplar saat diterbitkan pada tahun 1900.
Di bawah kritikan dan cercaan, Freud menunjukkan kegigihannya utk mengembangkan
teorinya, dan lahirlah pandangan Freud tentang “struktur kepribadian”. Freud membagi
kepribadian atas tiga struktur yakni Id, Ego, dan Super-ego. Super-Ego adalah sensor
masyarakat dan keluarga untuk melawan gejolak hasrat dari Id. Menurut Freud, hasil
ketegangan antara Id dan Super-Ego adalah kesadaran kita atau Ego kita. Freud meyakini
bahwa dorongan-dorongan Id tidak pernah hilang seluruhnya. Dalam diri orang yang sehat
terwujud sebagai mimpi atau Freud menyebutnya sebagai “kesleo lidah” yang tidak betulbetul tidak sengaja. Kesleo lidah yang tidak benar-benar tidak sengaja ini yang kemudian
dikenal sebagai “freudian slip” (salah sebut Freud).
Setelah itu Freud juga mereka-reka teori seksualitas. Menurutnya perkembangan mental
seksual dimulai sejak lahir. Freud meyakini bahwa, pada awalnya bayi adalah penyuka segala
(polymorphously perverse), bayi mendapat kenikmatan dari semua bagian tubuhnya. Setelah
itu, bayi yg tumbuh memindahkan energi seksual (libido) nya ke bagian-bagian tubuh

tertentu. Menurut Freud, pada fase oral perkembangan bayi adalah belajar bahwa “makan” itu
nikmat dan menjadi obsesi. Saat belajar buang air pada tempatnya, anak belajar bahwa aksi
“menahan pengeluaran” juga bisa menimbulkan kenikmatan, ini yang Freud sebut sebagai
fase anal.
Ketika seorang anak memasuki usia puber, dia akan masuk fase terakhir yaitu fase
genital, hasrat seksual sudah berada pada tempat yang “tepat”. Menurut Freud, jalur alami
libido ini akan menemukan obyek cinta yang tepat, kecuali bila dalam perkembangannya
terganggu trauma seksual. Trauma seksual yang terjadi pada masa perkembangan libido,
menurut Freud mengakibatkan gangguan jiwa, hal ini bisa memunculkan penyimpangan
seksual.
Dalam banyak hal, Freud adalah sosok orang yang sangat anti kemapanan, tetapi dalam
hal pandangan seksual rupanya dia sangat konservatif. Bagi Freud, satu-satunya bentuk
penyaluran libido yang sehat adalah heteroseksual monogami. Selain itu dianggapnya
penyimpangan. Freud yakin bahwa pertama kali anak akan mengarahkan libido genitalnya
kepada orangtua yang berjenis kelamin berbeda dengan dirinya. Dalam pandangan Freud,
anak yang memendam dorongan libido kepada orangtua lain jenis tersebut sangat perlu, demi
perkembangan seksual yang normal. Freud menyebut fenomena itu sebagai “Oedipus
complex” (bagi anak laki-laki) yang diambil dari nama seseorag dalam mitos Yunani yang

membunuh ayahnya dan menikahi ibunya.

4

Pengalaman seksual umum lainnya pada anak, menurut Freud adalah ketika mereka
mulai tahu bentuk alat kelamin lawan jenis. Menurutnya, anak laki-laki mengira sang ayah
telah memotong penis anak perempuannya, ini disebut sebagai kecemasan kastrasi (catrasion
anxiety). Kecemasan kastrasi ini yg menurut Freud akan mendorong anak laki-laki

memendam oedipus complexnya, karena takut membuat sang ayah marah. Sedangkan harga
diri anak perempuan akan rusak setelah tahu dirinya tidak memiliki penis, dan lantas dia
menyalahkan ibu yang pasif.
Selain itu, Freud juga percaya bahwa "rasa iri penis" (penis envy) akan menyebabkan
anak perempuan tidak dapat merasakan kepuasan seksual dari klitoris. Pandangan Freud
tentang klitoris ini jelas akan sulit diterima oleh kaum feminis jaman sekarang. Anehnya,
Freud mengaku tidak tahu apa-apa tentang seksualitas perempuan. Urusan jenis kelamin ini
disebutnya sebagai “benua gelap”.
Semasa hidupnya, Freud dicerca sebagai lelaki tua cabul, yang memanfaatkan sensasisensai cabul untuk menjual buku dan mengiklankan diri sebagai psikiater. Teknik
psikoanalisis Freud tidak akan ada yang melirik, mengenal, apalagi menerima kalau saja dia
tidak diundang ke Amerika. Pada tahun 1908 Freud yang saat itu belum terkenal diminta
memberi rangkaian ceramah di Clark University, Worcester, Massachusetts. Undangan dari
Clark University inilah yang dapat dikatakan sebagai titik awal dikenalnya Freud sekaligus

teknik psikoanalisisnya oleh dunia. Teori psikoanalisis Freud bertahan kurang lebih 3/4 abad
lebih dan runtuh di awal 1980an ketika dokter berhasil mengobati “manic depressive” dengan
lithium. Seorang penderita manic depressive sembuh dengan lithium, setelah sebelumnya dia
telah menjalani sesi psikoanalisis selama 20 tahun tanpa hasil. Begitulah uraian singkat
tentang latar belakang Sigmund Freud dalam melahirkan karyanya yakni pendekatan
Psikoanalisis.
Setelah cukup lama tinggal dan menetap di Viena, pada tahun 1938 Freud memutuskan
untuk pndah ke London akibat dari ancaman dan teror pasukan Nazi. Selama waktu-waktu
tersebut kurang lebih 16 tahun, Freud menderita penyakit kanker yang menjangkit sampai
akhir hidupnya.

B. Pandangan Tentang Manusia
Freud memandang manusia sebagai sistem energi yang kompleks. Sistem energi ini
berasal dari makanan yang dimakannya dan dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan,
seperti peredaran darah, pernapasan, gerakan otot-otot, pengamatan, berpikir dan mengingat.
Freud berpandangan bahwa manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional,
5

motivasi-motivasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan
naluriah, serta oleh peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama

kehidupan individu.
Berdasarkan doktrin konservasi energi, energi dapat berubah dari energi fisiologis
menjadi energi psikis atau sebaliknya. Freud berpendapat bahwa apabila energi itu digunakan
dalam kegiatan psikologis seperti berpikir, maka energi itu merupakan energi psikis yang
menjadi titik pertemuan atau jembatan antara energi jasmaniah dengan energi kepribadian
seperti id dan instink-instinknya. Dengan demikian instink-instink ini meliputi seluruh energi
yang digunakan oleh ketiga struktur kepribadian (id, ego dan superego) untuk menjalankan
fungsinya. Dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis dibagikan kepada id, ego,
dan super ego. Ajaran psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit

dari pada apa yang dibayangkan pada orang tersebut.
Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional
yang tidak disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada
masa enam tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran
teori Freud tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik.
Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah
bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu. Bagi Freud, rasa resah dan cemas seseorang
itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan punah.
Pandangannya yang menarik adalah mengenai id, ego dan superego. Id adalah kompoknen
biologis, ego adalah komponen psikologis, dan superego adalah komponen sosial.

Id adalah sistem kepribadian yang orisinil. Kepribadian setiap orang hanya terdiri dari
id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Seperti kawah yang

terus mendidih dan bergejolak, id

tidak dapat mentoleransi ketegangan, dan senantiasa

bekerja untuk melepaskan ketegangan itu sesegera mungkin. Orientasi id adalah selalu pada
kesenangan dan menghindarkan pada kesakitan. Dengan kata lain, id bersifat tidak sadar dan
selalu berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas
kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi “anak manja” dalam struktur
kepribadian.
Ego ditafsirkan sebagai hasrat untuk memanuhi nafsu. Hanya saja telah ada kontrol

dari manusia itu sendiri. Sudah ada pertimbangan, dan telah memikirkan akibat dari yang
telah dilakukannya. Dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir
logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan. Oleh karena itu
bisa dikatakan bahwa hubungan id dan ego adalah ego merupakan tempat bersemayam
6


intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan id. Sementara id hanya
mengenal kenyataan subjektif.
Sedangkan superego adalah cabang moral atau hukum kepribadian atau lebih sering
disebut dengan “hati nurani”. Pembentukan dan perkembangan superego sangat ditentukan
oleh pengarahan atau bimbingan lingkungan sejak usia dini. Superego memberikan kode
moral

kepada

individu

dalam

menentukan

baik-buruk,

benar-salah.

Superego

merepresentasikan hal-hal yang ideal dan mendorong kepada kesempurnaan bukan pada
kesenangan (Corey, 2005; 15). Superego merepresentasikan pada nilai-nilai tradisional dan
ideal-ideal masyarakat yang diajarkan orangtua kepada anak. Superego berfungsi
menghambat impuls-impuls id. Superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman.
Imbalan merupakan perasaan-perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman
merupakan perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri.
Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan
biologis. Freud menekankan naluri-naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Ia melihat
bahwa tingkah laku sebagai deterninasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari
kesakitan. Manusia memiliki tujuan segenap kehidupan adalah kematian; kehidupan tidak
lain adalah jalan melingkar ke arah kematian.

C. Dinamika Kepribadian Menurut Freud
Menurut Freud dinamika kepribadian didasarkan pada konversi energi, yang mana
disini dinyatakan bahwa energi dapat berubah dari energi fisiologis pada energi psikis
ataupun sebaliknya. Energi psikis adalah energi yang digunakan dalam kegiatan psikologis,
seperti berfikir. Penghubung antara kedua energi (energi fisiologis dan energi psikologis)
adalah id dan instink-instinknya.
Dinamika kepribadian terkait dengan proses pemuasan instink, pendistribusian energi
psikik dan dampak dai ketidak mampuan ego untuk mereduksi ketegangan pada berinteraksi
dengan dunia luar yaitu kecemasan.
1. Naluri manusia (instink). Instink merupakan kumpulan hasrat atau keinginan (wishes).
Instink mempunyai empat macam karakteristik, yaitu: (a) sumber (source): kondisi
rangsangan jasamaniah atau needs, (b) tujuan (aim): menghilangkan rangsangan
jasmaniah atau mereduksi tegangan, sehingga mencapai kesenangan dan terhindar dari
rasa sakit, (c) objek (object): meliputi benda atau keadaan yang berada di lingkungan
yang dapat memuaskan kebutuhan, termasuk kegiatan untuk memperoleh objek
tersebut, seperti belanja atau memasak makanan dan (d) pendorong/penggerak
7

(impetus): kekuatan yang bergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan.
Freud melihat naluri sebagai historis yang diperoleh dan bersifat konservatif. Dia
percaya bahwa naluri adalah dorongan bawaan untuk memulihkan keadaan
sebelumnya hal, bahwa mereka somatik atau kebutuhan biologis pikiran. Freud
mengklasifikasikan instink ke dalam dua kelompok yaitu :
a. Instink hidup (life instink: eros). Instink hidup merupakan motif dasar manusia
yang mendorongnya untuk bertingkah laku secara positif atau konstruktif. Energi
yang bertanggungjawab bagi instink hidup adalah libido. Libido ini bersumber dari
erogenetic zones yaitu bagian-bagian tubuh yang sangat peka terhadap rangsangan

(seperti bibir, dubur dan organ seks) yang apabila dimanipulasi tertentu akan
menimbulkan rasa kenikmatan. Dalam pandangan Freud, naluri seksual adalah
unik di antara naluri dalam bahwa mereka adalah satu-satunya orang yang tidak
mencoba untuk memulihkan keadaan sebelumnya.
b. Instink mati (death instink: thanatos). Instink ini merupakan motif dasar manusia
yang mendorongnya untuk bertingkah laku yang bersifat negatif atau destruktif.
Thanatos adalah sekelompok insting mati yang menentang upaya Eros dan,
"memimpin apa yang hidup kembali ke negara anorganik" (ibid). Freud meyakini
bahwa manusia dilahirkan dengan membawa dorongan untuk mati (keadaan tak
bernyawa = inanimate state). Pendapat ini didasarkan kepada prinsip konstansi
yaitu bahwa semua proses kehidupan itu cenderung kembali kepada dunia yang
anorganis. Kenyataan manusia akhirnya mati, oleh karena itu tujuan hidup adalah
mati. Derivatif dari instink ini adalah tingkah laku agresif, baik secara verbal
(seperti berkelahi, memebunuh atau bunuh diri dan memukul orang lain). Bagi
Freud, evolusi peradaban manusia mewakili perjuangan antara hidup dan mati
naluri seperti manusia. Dia menyimpulkan ini dengan sebuah kutipan dari Plautus;
Homo Homini Lupus (manusia adalah serigala bagi manusia).

D. Pendistribusian dan Penggunaan Energi Psikis
Dinamika kepribadian merujuk pada cara kepribadian berubah atau berkembang
melalui pendistribusian dan penggunaan energi psikis, baik oleh id, ego, mapun superego.
Energi psikis pada awalnya dimiliki sepenuhnya oleh id, tetapi dalam proses pemenuhan
kebutuhan atau mencapai kepuasan dorongan (instink) secara nyata dan proses identifikasi
nilai-nilai moral anak kepada orang tua, maka energi tersebut mengalami pendistribusian di
antara ketiga system kepribadian: id, ego, superego.
8

Id menggunakan energi psikis untuk memperoleh kenikmatan (pleasure principle)
melalui (1) gerakan reflex dan (2) proses primer (menghayal, atau berfantasi tentang objekobjek yang dapat memuaskan instink). Penggunaan energi untuk menghasilkan gerakan, baik
reflex maupun proses primer disebut kateksis (daya dorong instink). Dikarnakan proses
primer tidak dapat memperoleh kepuasan, maka energi tersebut dipinjam oleh ego untuk
mencocokan antara apa yang digambarkan atau dikhayalkan dengan objek di dunia nyata
melalui proses sekunder.
Mekanisme atau proses pengalihan energi dari id ke ego atau dari id ke superego
disebut identifikasi. Ego menggunakan energi untuk keperluan (1) memuaskan dorongan atau
instink melalui proses sekunder, (2) meningkatkan perkembangan aspek-aspek psikologis,
seperti berfikir, belajar, mempersepsi, mengingat, menilai, mengkomparasi, mengkonseloris,
menggeneralisasi, dan memecahkan masalah, (3) mengekang atau menyangkal id (daya
tangkal ini disebut antikateksi) agar tidak bertindak impulsive atau irasional dan (4)
menciptakan

integrasi

diantara

ketiga

system

kepribadian,

dengan

tujuan

terciptanyakeharmonisan dalam kepribadian, sehingga dapat melakukan transaksi dengan
dunia luar (lingkungan) secara efektif.
Seperti halnya ego, superego memperoleh suatu energi melalui identifikasi, yaitu anak
berlajar mencocokan atau menyelaraskan tingkah lakunya dengan sangsi (punishment) dan
ganjaran (rewards) atau cita-cita orang tuanya.

E. Faktor Penimbul Mekanisme Pertahanan (defence mechanism)
1. Konflik
Asumsi freud mengatakan tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik
internal yang terus menerus. Freud meyakini bahwa konflik-konflik itu bersumber kepada
dorongan-dorongan seks dan agresif. Freud menyatakan dorongan seks dan agresif
sebagai hal yang menimbulkan konflik karena.
a. Seks dan agresi merupakan dorongan yang lebih kompleks dan membingungkan
control social dari pada motif-motif dasar lainnya, dan
b. Dorongan seks dan agresi dirintangi secara lebih teratur (regular) dari pada
dorongan biologi lainnya.
Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik tersebut
dapat melahirkan kecemasan (anxiety).

9

2. Kecemasan
Kecemasan dipandang sebagai komponen pokok dinamika kepribadian. Kecemasan
ini mempunyai peranan sentral dalam teori psikoanalisis. Kecemasan digunakan oleh ego
sebagai syarat adanya bahaya yang mengancam. Freud membagi kecemasan ini kedalam
tiga kategori yang diantaranya: (1) reality anxiety, berada di dunia luar (2) neority
anxiety, Perbuatan yang dapat merusak dirinya sendiri dan tidak dapat dikontrol (3)

kecemasan Moral. Yang mana kecemasan moral merupakan respon super ego terhadap
dorongan id yang mengancam untuk memperoleh kepuasan secara “immoral” kecemasan
diwujudkan dalam bentuk perasaan bersalah (guilty feeling) atau rasa malu (shame).
Hal seperti kecemasan serta konflik membentuk suatu pertahanan ego yang mana
pertahanan ego tersebut antara lain.
a. Represi, merupakan proses penekanan dorongan-dorongan ke alam tak sadar,
karena mengancam keamanan ego.
b. Projeksi, pengalihan pikiran, perasaan, serta dorongan diri sendiri kepada orang
lain.
c. Pembentukan Reaksi, merupakan penggantian sikap dan tingkah laku dengan
sikap dan tingkah laku yang berlawanan.
d. Pemindahan objek, merupakan proses pengalihan perasaan dari objek asli ke
objek pengganti.
e. Fiksasi, merupakan mekanisme yang memungkinkan orang mengalami
kemandegan dalam perkembangannya, karena merasa cemas untuk melangkah
ke perkembangan berikutnya.
f. Regresi, merupakan pengulangan kembali tingkah laku yang cocok bagi tahap
perkembangan atau usia sebelumnya (perilaku kekanak-kanakan).
g. Rasionalisasi, merupakan penciptaan kepalsuan (alasan-alasan) namun dapat
masuk akal sebagai upaya pembenaran tingkah laku yang tidak dapat diterima.
h. Sublimasi, merupakan pembelotan atau penyimpangan libido seksual kepada
kegiatan yang secara social lebih dapat diterima.
i. Identifikasi, merupakan proses memperkuat harga diri (self-esteem) dengan
membentuk suatu pereskutuan (aliansi) nyata atau maya dengan orang lain, baik
seseorang maupun kelompok.

10

F. Perkembangan Kepribadian Menurut Freud
Freud menegaskan bahwa pada manusia terdapat lima fase perkembangan
kepribadian, ke lima fase tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Tahap Oral
Berlangsung dari usia 0 sampai dengan 18 bulan, titik kenikmatan terletak pada

mulut, dimana aktivitas paling utama adalah menghisap dan menggigit. Hal ini merupakan
tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasaan. Menurut Freud objek yang
paling pertama mendatangkan kesenangan dan kepuasan adalah buah dada ibu atau botol
susu. Tugas perkembangan pokok dari seorang bayi selama fase oral ini adalah
membentuk sikap ketergantungan dan kepercayaan pada orang lain.
Freud yakin bahwa individu, yang fase oralnya memperoleh perangsang oral yang
berlebihan atau sangat kekurangan di masa dewasanya akan memiliki kepribadian oralpassive, dengan ciri-ciri karakter seperti pennurut, pasif, kurang matang, dan dependen.
Pada fase oral kedua (oral-aggressive atau oral-sadistic) ketika seorang bayi sudah
memiliki gigi, menggigit dan mengunyah memiliki arti penting dalam mengungkapkan
frustasi yang disebabkan ketidak hadiran ibu atau tidak adanya objek pemuas
kebutuhannya. Dan apabila individu mengalami fiksasi atau terpaku pada fase oral
sadistic maka masa dewasanya akan memiliki karakter sarkastis, pesimis, dan sinis
terhadap yang ada disekitarnya dan memiliki kecederungan

mendominasi da

mengeksploitasi orang lain sepanjang upaya memuaskan kebutuhan-kebutuhannya.
b.

Tahap Anal
Belangsung dari usia 18 sampai dengan 3-4 tahun, titik kenikmatannya terletak pada

anus. Yaitu seperti menahan faeces (kotoran). Memegang dan melakukan sesuatu adalah
aktivitas yang paling dinikmati. Pada fase ini juga anak sudah mulai diperkenalkan kepada
aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya memalui atau latihan mengenai bagaimana dan
dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya. Menurut Freud ada 2 cara orang
tua menerapkan toilet training, berikut akibatnya :
1) Pertama, dengan cara penerapan yang keras dan di tekan. Akibatnya dewasanya si
anak akan memiliki kepribadian anal-retentive. Dengan ciri seperti keras kepala,
kaku,

kikir,

terlalu

teliti

dan

ekstrim

dalam

soal

kebersihan

juga

ketidakmampuan untuk mentoleransi atau membedakan kebingungan dan
ambiguitas.
2) Kedua, membiarkan anak membuang kotorannya sekehendak hati si anak.
Akibatnya pada si anak akan mengembangkan kepribadia anal-aggresive. Pada
11

masa dewasanya akan terfiksasi, dan mempunyai kepribadian atau sifat kejam,
destruktif, pembenci, serta memiliki kecenderungan memandang orang lain
sebagai objek untuk dimiliki atau dikuasai.
c.

Tahap phallic
Berlangsung antara 3 sampai 5 tahun, 6 atau 7 tahun. Titik kenikmatan di tahap ini

adalah alat kelamin, sementara aktivitas paling nikmatnya adalah masturbasi. Dengan
maksud memperoleh kepuasan. Kata Freud, si anak secara tak sadar memiliki keinginan
memiliki orang tua yang berlawan jenis dengan dia, dan pada saat yang sama memandang
orang tua yang berjenis kelamin yang sama dengan dia sebagai saingannya.Pada masa
phallic, anak-anak juga menemukan bahwa anak laki-laki memiliki kelebihan pada alat
kelamin sedangkan anak perempuan tidak memiliki kelebihan seperti anak laki-laki, ini
menimbulkan rasa iri hati (penis envy) pada anak perempuan. Sementara itu pada anak
laki-laki memiliki rasa ketakutan, yaitu rasa takut di kebiri oleh ayahnya.
d.

Tahap Laten
Berlangsung dari usia 5, 6 atau 7 sampai usia pubertas (sekitar usia 12 tahun). Dalam

tahap ini, Freud yakin bahwa rangsangan-rangsangan seksual ditekan sedemikian rupa
demi proses belajar. Di zaman Freud anak-anak usia ini, yang terlihat tenang dan biasabiasa saja secara seksual, mungkin saja menghabiskan seperempat waktunya untuk
masturbasi da main dokter-dokteran dengan lawan jenisnya. Kita tahu bahwa zaman Freud
adalah zaman yang merepresi wacana seksual, maka tidak hera perkembangan seksualitas
anak-anak lebih lambat dari perkembangan yang dialami anak zaman sekarang. Dengan
berakhirnya fase phallic, anak akan memasuki tahap ini yaitu fase phallic (masa tenang).
Pada fase ini sampai pubertas aktivitas seksual berkurang, dan energi libidal disalurkan ke
dalam aktivitas-aktivitas yang lain seperti belajar, olahraga, atau berteman dsb. Periode ini
bisa dilihat sebagai periode persiapan bagi perkembanan psikoseksual fase berikutnya,
serta pada periode ini anak mulai melakukan perbandingan seksual.
e.

Tahap Genital
Dimulai pada usia pubertas, ketika dorongan seksual sangat terlihat jelas pada diri

remaja, khususya yang tertuju pada kenikmatan hubungan seksual. Masturbasi, seks oral,
homoseksual dan kecenderugan-kecenderungan seksual lain yang kita anggap ‚biasa’ saat
ini, tidak dianggap Freud sebagai seksualitas yang normal. Dengan memasuki masa
pubertas yang juga merupakan awal dimulainya fase genital, individu mengalami
kebangkitan atau peningkatan dalam dorongan seksual dan mulai menaruh perhatian
terhadap lawan jenis. Peningkatan dorongan seksual ini merupakan akibat dari adanya
12

perubahan biokimia dan fisiologis, yakni menjadi matangnya organ-organ reproduksi dan
sistem endokrin mulai menjalankan fungsinya mengeluarkan hormon-hormon yang
kemudian menghasilkan ciri-ciri seks sekunder. Dalam teori psikoanalisis, karater genital
mengiktisarkan tipe ideal dari kepribadian, yakni terdapat pada orang yang mampu
mengembangkan relasi seksual yang matang dan bertanggungjawab, serta mempu
memperoleh kepuasan dari pasangan heteroseksual. Untuk mencapai karakter genital ini,
individu haruslah bebas dari ketidakpuasan dan hambatan masa kanak-kanak awal. Namun
apabila individu mengalami pengalaman traumatik di masa kanak-kanak awalnya atau halhal yang menghambat, maka penyesuaian yang memadai selama fase genital ini akan sulit.

G. Teknik-teknik dasar yang digunakan dalam pendekatan psikoanalisis Sigmund
Freud.
1. Asosiasi bebas
Teknik pokok dalam terapi psikoanalisis adalah asosiasi bebas. Dorongan dari
asosiasi bebas adalah aturan mendasar konselor. Konselor memerintahkan konseli untuk
menjernihkan pikirannya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan
apa yang muncul dalam kesadarannya. Konseli mengemukakan segala sesuatu melalui
perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor.
Konseli harus memberitahukan kepada konselor segala sesuatu yang terjadi kepada
mereka, bahkan jika tidak nyaman, menyakitkan, atau (tampaknya) tidak berarti. Mereka
harus berbagi semua pikiran, kenangan, asosiasi, perasaan dan ide-ide, dan konselor harus
mendorong mereka untuk meletakkan semua kritik-diri ke samping. Tujuan ini adalah untuk
mengangkat represi dengan membuat materi tak sadar sadar. Metode ini adalah metoda
pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan
situasi traumatik dimasa lalu.
Hal ini dikenal juga sebagai katarsis. Katarsis dapat mengurangi pengalaman konseli
yang menyakitkan, akan tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses penyembuhan.
Sebagai suatu cara membantu konseli memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri,
konselor menfasirkan makna-makna yang menjadi kunci asosiasi bebas. Selama asosiasi
bebas, tugas konselor adalah mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam
ketidaksadaran. Urutan asosiasi membimbing konselor dalam pemahaman kaitan konseli
membuat peristiwa-peristiwa. Konselor menafsirkan materi pada konseli, membimbing ke
arah peningkatan tilikan ke dalam dinamika dirinya yang tidak disadari.

13

2. Interpretasi
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam asosiasi bebas, mimpi, dan resistensi.
Prosedurnya terdiri atas penetapan konseloris, penjelasan, dan mengajarkan konseli tentang
makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan
terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru
dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi.
Konselor harus membedakan antara pengetahuan mereka sendiri dan pengetahuan
konseli. Timing sangat penting karena mereka akan mendapat perlawanan jika mereka salah
(konseli dapat menolaknya). Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai
teknik terapi. Pertama, interpretasi hendaknya disajikan saat gejala yang diinterpretasikan
berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari konseli. Kedua, interpretasi hendaknya selalu
dimulai dari permukaan dan baru menuju ke hal-hal yang dalam yang dapat dialami oleh
situasi emosional konseli. Ketiga, metepakan resistensi atau pertahanan sebelum
menginterpretasikan emosi atau konflik.
3. Analisis mimpi
Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan
membantu konseli untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum
terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lebih lemah dan perasaan-perasaan yang
tertekan muncul ke permukaan. Menurut Freud, selama tidur represi dikurangi, yang
memungkinkan materi untuk sadar menjadi sadar dalam bentuk mimpi. Dalam mimpi adanya
pemenuhan (yaitu, yang menyamar ditekan pemenuhan dorongan) dan kompromi antara
dorongan dari id dan mekanisme pertahanan ego. Sebuah mimpi dapat dimasukkan ke dalam
rantai psikis dan harus ditelusuri mundur dalam memori dari ide patologis (patologis dalam
pengertian ini adalah gangguan mental). Penafsiran mimpi melibatkan mimpi mengatasi
pikiran laten yang disamarkan dengan proses mimpi. Tidur selama ego masih mampu
mengubah mimpi laten pikiran untuk membuat mereka kurang mengancam.
Freud melihat bahwa mimpi sebagai “royal road to the unconcious” , dimana dalam
mimpi semua keinginan, kebutuhan dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan.
Beberapa motivasi yang tidak diterima oleh orang lain, dinyatakan dalam simbolik daripada
secara terbuka dan langsung.
4. Resistensi / client resistance (perlawanan/penolakan)
Resistensi, sebagai suatu konsep fundamental praktek-praktek psikoanalisis, yang
bekerja melawan kemajuan terapi dan mencegah konseli untuk menampilkan hal-hal yang
tidak disadari. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang
14

mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor
terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan konseli untuk menyadari alasan timbulnya
resistensi. Resistensi ini didefinisikan oleh Freud sebagai semua kekuatan yang menentang
pekerjaan pemulihan. Mereka menolak mereproduksi direpresi karena segala sesuatu yang
terjadi kepada mereka memiliki beberapa referensi untuk itu.
5. Transferensi
Transferensi terjadi ketika pasien merespon analis sebagai suatu figur pada masa kecil
(orangtua). Respon ini bisa positif, bisa juga negatif bergantung pada pada suasana emosional
yang dialaminya. Ruangan terapi bisa menjadi arena terjadinya reaksi-reaksi atau konflikkonflik lama.

H. Tokoh Serta Turunan Teori
Pendekatan psikoanalisis Freud pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama. Yakni
untuk membebasan impuls-impuls, untuk menguatkan fungsi nyata dari ego, dan untuk
menggerakan superego dari standar “hukuman” moral menuju standar yang kemanusiaan.
Unsur kenikmatan (pleasure) bersumber dari dua hal, pertama Freud menyebutnya sebagai
eros dan thanatos. Eros sendiri dapat diterjemahkan sebagai sifat-sifat erotis atau instink

manusia untuk memadukan beberapa substansi kehidupan dalam satu kesatuan. Sedangakan
thanatos merupakan instink kematian yakni keyakinan seseorang yang pada akhirnya akan
kembali pada kematian.
Selain itu, terdapat tiga pengaruh Freud untuk seorang konseor. Pertama, teori
psikoanalisis Freud memberikan pemahaman yang mendalam tentang konsep kepribadian.
Sebagai contoh, pengertian instink dalam pandangan Freud dapat memberikan penguatan
pemahaman kita sebagai manusia untuk mengembalikan segala sesuatunya kepada fitrahnya,
dan dalam pandangannya istilah defence mechanism menyediakan pemahaman yang sangat
besar terhadap cara pandang seseorang dalam mendukung self-defeating terhadap
lingkungannya.
Kedua, lahirnya teori psikoanalisis Freud merupakan tonggak sejarah yang sangat
penting, karena banyak tokoh yang terpengaruh terhadap pandangan psikoanalisis Freud yang
biasa dikenal dengan sebutan neofreudian seperti Alfred Adler, Carl Gustav Jung, Klein,
Karen Horney, Sullivan, Froman, Winnicott dan Bowlby.
Ketiga, konsep-konsep dalam psikoanalisis seperti transference dan resistens, asosiasi
bebas dan interpritasi dapat memberikan pengaruh yang sangat penting bagi para konselor.
Terakhir, beberapa konselor dan tidak sedikit juga kalangan psikiatri dalam kegiatannya
15

mereka melakukan analisis yang terinspirasi dari pandangan Freud yang kemudian dilakukan
modifikasi-modifikasi sehingga melahrkan banyak cara pandang dan ide-ide dalam proses
konseling.

I.

Referensi

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
Feist, J dan Feist, G J. (2006). Thories of Personality. New York: Mc Graw Hill.
Hall, C & Lindzey, G. (1985). Introduction to Theories of Personality. Canada: John Wiley
& Sons, Inc.
Hasan, R. (2013). Sigmund Freud; Tentang Histeria & Teori Seksualitas. [Online]. Tersedia
di: http://chirpstory.com/li/83143?page=1. (diakses pada tanggal 15 Februari 2015).
Ray Colledge. (2002). Mastering Counseling Theory. Palgrave Macmillan
Sunardi, Permanarian, Musjafak Assjari. (2008). Teori-teori Konseling: Adaptasi untuk Anak
Berkebutuhan
khusus.
PLB
UPI.
[Online].
Tersedia
di:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011987031SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/TEORI_KONSELING.pdf.
(diakses
pada
tanggal 16 Februari 2015).
Zaviera, Ferdinand. 2008. Teori Kepribadian Sigmund Freud. Jogjakarta: Prismasophie.

16