Makan tidak makan yang penting kumpul

Makan tidak makan yang penting kumpul'. Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa
tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi.
Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan
aman, tentram dan sejahtera.'Mangan ora mangan' melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin
satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yg tdk dapat apa-apa tetap
legowo. 'Sing penting ngumpul' melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya
bersatu untuk tujuan bersama.
Saya pikir Filosofi 'Mangan ora mangan sing penting kumpul' adalah
filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa
Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.
http://sacrosact.blogspot.com/2010/02/10-filosofi-hidup-orang-jawa.html

MANGAN ORA MANGAN KUMPUL
Lebih dari 10 tahun yang lalu ada sebuah buku “Mangan Ora Mangan Kumpul” yang ditulis
oleh budayawan terkenal Umar Khayam tebalnya lebih dari 400 halaman, ditulis dengan
gaya khasnya. Entah sekarang masih dicetak lagi apa tidak oleh Pustaka Utama Grafiti,
yang jelas sesuai topiknya yang menggelitik, buku tersebut pernah dicetak ulang beberapa
kali.

Ada beberapa sudut pandang terkait dengan “mangan ora mangan kumpul ini.
PERTAMA kalau diterjemahkan murni dari segi bahasa menjadi “makan tidak makan yang

penting ngumpul” dengan konotasi yang kurang baik terkait dengan keengganan untuk
keluar dari “comfort zone” atau zona kenyamanan (Baca: Kalah cacak menang cacak vs
comfort zone). Dengan demikian jiwa “enterpreneur” pun tidak ada. Susahnya lagi karena
ungkapan ini dalam bahasa Jawa maka perilakunya menjadi terkait dengan orang Jawa.
Seorang teman pernah meledek ketika saya tidak mau diajak keluar: “Mangan ora mangan
yang penting ngumpul” (Maksudnya ngumpul dengan keluarga, di rumah).

Dalam kaitan dengan semangat merantau, memang tidak sama kadarnya dengan saudara
kita di Sumatra Barat bahwa laki-laki perlu pengalaman merantau. Tapi bukan tidak sedikit
orang Jawa yang pergi keluar daerah. Bahkan tidak sekedar ke Jakarta dan menambah
beban metropolis, tetapi sampai ke pelosok Indonesia. Saya banyak jumpa mereka, wong
cilik mulai penjual bakso keliling sampai yang sudah punya rumah makan sendiri. Di luar
negeri pun banyak TKI asal Jawa.

KEDUA merupakan sebuah pepatah yang menekankan bahwa silaturahmi lebih penting
daripada kekayaan. Harta boleh tidak punya tetapi persaudaraan harus tetap dijaga. Disini
“Makan” diibaratkan sebagai harta dan “kumpul” melambangkan silaturahmi.

Masalahnya kemudian dikatakan bahwa spirit “mangan ora mangan kumpul” menjadi hilang
karena banyak orang Jawa merantau keluar guna mencukupi kebutuhan hidup. Jiwa

persaudaraan pun bergeser menjadi individualistik. Masing-masing mengurus
kepentingannya sendiri.

“Mangan ora mangan kumpul” bukan melarang orang Jawa “makarya” walau harus
merantau. Betapa beratnya orang berkelana tersurat dalam tembang Kinanthi di bawah ini:

Mideringrat angelangut; Lelana jajah negari; Mubeng tepining samodra; Sumengka agraning
wukir; Anelasak wanawasa; Tumuruning jurang trebis.

Artinya kurang lebih: Ngelangutnya orang yang berkelana, menapaki tepi samodra, mendaki
gunung tinggi, masuk hutan belantara dan menuruni jurang terjal. Saya bayangkan
perjalanan mereka seperti itu, apa tidak “awang-awangen” saat memutuskan untuk pergi
meninggalkan sanak keluarga? Memang diawali dengan rasa gamang juga, tetapi keyakinan
bahwa dimanapun adalah bumi milik Allah dan “Gusti Allah ora sare” membuat mereka
betul-betul “madhep dan mantep”.

Kalau mereka menjadi individualis, mengapa menjelang Idul Fitri pemerintah kewalahan
mengatasi arus mudik? Ikatan kekeluargaan tetap erat. Apapun akan dilakukan untuk
“pulang”. Bersilaturahmi dengan keluarga, kerabat, handai taulan tetap ada, tetap “gayeng”.
Ada modifikasi tetapi samasekali tidak terjadi pergeseran nilai.


KETIGA “Mangan ora mangan kumpul” sebenarnya tidak ada hubungan dengan kemauan
keluar dari habitat. Didalamnya terkandung filosofi hidup. “Mangan” (makan) merupakan
kebutuhan pribadi, sedangkan “Kumpul” adalah kebutuhan manusia untuk berhubungan
dengan sesamanya, merupakan kebutuhan bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Dalam
kepentingan bersama maka kepentingan individu harus dikalahkan. Walaupun “ora mangan”
tetapi “kumpul” itu penting. Di temat-tempat yang nilai kekeluargaan masih tinggi, masih
banyak orang bergotong-royong dalam hal apa saja. Tidak dibayar, mendapat makanan
minuman sekadarnya, tetapi hati tetap senang dan tidak pernah kapok melakukan lagi.
Inilah semangat “mangan ora mangan kumpul” yang perlu dipupuk dan dipelihara.

PENUTUP
Ketika masyarakat mulai individualis, ketika kita mulai mengejar “mangan” dulu baru urusan
“kumpul”, ketika orang mau kumpul hanya kalau ada makan, dan ketika saya pause dalam
celoteh tentang “mangan ora mangan kumpul” dihadapan beberapa mantan anak buah yang

nanggap saya, salah seorang dari mereka nyeletuk: “Bapak, kalau jaman sekarang, mangan
ora mangan facebook” (IwMM).
http://iwanmuljono.blogspot.com/2012/02/mangan-ora-mangan-kumpul.html


MANGAN ORA MANGAN SING PENTING NGUMPUL

Akhirnya saya bisa nulis di blog lagi, mungkin karena kebanyakan blog, dan sifat pelupa
sehingga lupa pasword buat login dan alamat emailpun lupa. hahahaha, hanya mau sharing
aja ko.
boleh dibilang serius boleh dibilang tidak serius, tinggal bagaimana kita membawanya. *_^
Masih teringat kata-kata almarhum simbah dulu, "mangan ora mangan sing penting kumpul"
yang artinya makan tidak makan yang penting kumpul, sebuah kata-kata bijak yang
mengutamakan kebersamaan, kebersamaan keluarga, sebuah keluarga besar agar tetap
bersatu, tidak tercerai berai. tapi apakah kata-kata ini sekarang masih berlaku.
Di era moderen seperti sekarang ini, memang mobilitas hidup manusia menjadi tinggi,
perpindahan tempat dari satu tempat ke tempat lain terasa singkat dan dekat. istilah "mangan
ora mangan sing penting kumpul" pun sudah mulai luntur. banya orang sudah diperbudak
dengan urusan harta benda, mereka sibuk mencari kebutuhan dunia mereka dari pagi sampai
malam, bahkan ada yang sampai pagi lagi. sampai-sampai urusan dengan keluarga pun
terbengkalai, terlebih ketika sudah dipisahkan oleh jarak dan waktu. maka istilah "mangan
ora mangan sing penting ngumpul" sudah tidak berlaku.
Sebenarnya kata-kata itu memiliki filosofi arti yang sangat mendalam dan banyak orang
hanya mengartikan secara leterlek dan bahasa semata. dalam kata-kata itu terkandung makna
arti sebuah silaturahmi, arti memelihara hubungan persaudaraan baik persaudaraan sedarah

maupun seiman. berkumpul dengan keluarga atau bertemu dengan saudara itu tidak sebatas
ketika kita ada perlu semata, akan tetapi di sana terkandung makna ketika kita susah, ataupun
senang kita tetap harus menjaga tali silaturahim dengan keluarga dan saudara. karena banyak
dari kita sering dilupakan oleh yang kesibukan dunia, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sampai pecah hubungan persaudaraan hanya karena urusan sepele dan tidak berdasar pada
aturan agama.
Terlebih jaman sudah moderen saat ini berkumpulnya kita tidak harus berkumpul secara fisik.
berkumpulnya kita bisa kumpul secara hati atau dengan kecanggihan teknologi kita bisa
mengobrol dengan banyak orang dalam satu waktu dan tempat berbeda. kita bisa chating
bareng, dan lainnya.
tapi karena kemajuan jamanlah orang menjadi beralasan banyak pula, menjadi jarang
silaturahmi ke saudaranya karena alasan disibukan dengan aktifitas pekerjaan, sibuk banyak
tugas, tidak ada waktu lah, tidak ada pulsa (bukaniklan) heee, dan berbagai alasan lainnya.
hidup pun seperti diatur oleh waktu, bukan waktu yang di atur oleh kita.
tapi inti dari "mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah sebuah penjagaan bagi kita
agar senantiasa menjaga silaturahim dengan kelarga dan saudara-saudara kita. menjaga diri

dan keluarga untuk tetap terkumpul dalam ikatan ukhuwah dan tetap saling membantu bukan
saling manjatuhkan antar sesama.
Filosofi adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan

proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan
mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara
tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan.
Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan
sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar
dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal,
keagamaan, budaya dan lingkungannya.