1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembangunan Ekonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pembangunan Ekonomi

  Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat secara terus menerus dalam jangka panjang. Sebagian ahli ekonomi mengatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang mengalami perubahan yang diikuti oleh perubahan-perubahan struktur dan corak kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak hanya membahas mengenai perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, seperti mulai adanya masalah mengenai pergeseran sektor pertanian menuju kepada sektor industri, masalah percepatan pertumbuhan ekonomi dan masalah pemerataan pendapatan (Musfidar, 2012).

  Menurut Todaro dalam Arsyad (2010:11) mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh 3 nilai pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Pembangunan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.

2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi

  Menurut Sukirno (2011:9), pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Namun, perkembangan kegiatan ekonomi tidak akan terjadi apabila suatu negara menutup diri dari perdagangan luar negeri (Tabassum, 2008).

  Sementara itu, Boediono (2009) mengatakan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Penekanannya pada tiga aspek yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi output totalnya (PDB) dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk.

  Di tinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi dunia yang berlaku semenjak lebih dari dua abad yang lalu menimbulkan dua efek penting yang sangat menggalakkan yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat semakin meningkat dan dapat menciptakan kesempatan kerja yang baru kepada penduduk yang terus meningkat jumlahnya (Sukirno, 2010:421).

  Menurut Sukirno (2010:429) ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1)

  Tanah dan kekayaan alam lainnya Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasil laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Pada awal pertumbuhan ekonomi akan terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat teratasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat. 2)

  Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan luas pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Berdasarkan peranan tersebut, maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. 3)

  Barang modal dan tingkat teknologi Barang modal penting artinya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

  Barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.

  Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi.

  4) Sistem sosial dan sikap masyarakat

  Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat masih menggunakan cara tradisional dalam melakukan proses produksi. Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi.

  Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: 1)

  Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Ketika PDB meningkat maka terjadi pertumbuhan ekonomi. 2)

  Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah. Ketika PDRB per kapita meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

2.1.3 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

  1) Adam Smith

  Dalam Arsyad (2010:75), Smith menerangkan ada dua aspek utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: a.

  Pertumbuhan output total, dan b. Pertumbuhan penduduk

  Menurut Smith, sumber daya alam yang telah ada di dunia merupakan suatu hal yang mendasar dari kegiatan produksi masyarakat. Jumlah sumber daya alam yang telah tersedia merupakan “batas maksimum” bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Maksudnya, jika sumber daya yang telah tersedia belum mampu digunakan sepenuhnya maka yang mempunyai peranan untuk memberdayakan sumber daya tersebut adalah jumlah penduduk dan stok modal yang ada di suatu daerah. Pertumbuhan output tersebut akan berhenti jika semua sumber daya alam tersebut telah digunakan sepenuhnya. Sumber daya manusia mempunyai peranan yang pasif dalam proses pertumbuhan output. Meskipun telah disadari bahwa pertumbuhan ekonomi bergantung kepada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik lebih mefokuskan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ahli ekonomi klasik, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

  Pada mulanya, ketika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif banyak, maka tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat justru akan meningkat. Ketika pertumbuhan penduduk semakin tinggi, pertambahan tersebut akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktifitas setiap penduduk akan berkurang dan pada saat keadaan tersebut terjadi, maka kemakmuran masyarakat menurun kembali.

  Berdasarkan teori pertumbuhan klasik, dikenal suatu teori yang bernama teori penduduk optimum. Teori tersebut menjelaskan hubungan antara pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal akan lebih tinggi dan akan diikuti pula dengan kenaikan pendapatan per kapita. Akan tetapi, apabila penduduk semakin banyak. hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu, produksi marjinal telah sama dengan pendapatan per kapita. Pada keadaan ini pendapatan per kapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum.

Gambar 2.1 Teori Pertumbuhan Klasik : Penduduk Optimum

  Sumber : Sukirno, 2010 Secara grafik, teori penduduk optimum dapat ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

  Kurva menunjukkan tingkat pendapatan perkapita pada berbagai jumlah penduduk dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak

  , dan pendapatan perkapita yang paling maksimum adalah . Efek dari pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi dapat menggeser kurva bergerak keatas menjadi . Perubahan

  ′ tersebut dapat menyebabkan dua hal yakni: (i) penduduk optimum akan bergeser dari ke kanan menjadi dan pada penduduk optimum pendapatan

  1

  1 perkapita lebih tinggi dari menjadi .

  1 Stok modal menurut Smith memegang peranan paling penting dalam

  pembangunan ekonomi. Cepat lambatnya pembangunan ekonomi tergantung pada ketersediaan stok kapital. Selain itu, unsur produksi yang secara aktif menentukan tingkat output. Peranan stok modal sangat sentral dalam proses pertumbuhan output. Jumlah dan tingkat pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok modal (sampai batas maksimum dari sumber daya alam).

  Smith juga mengemukakan pengaruh stok modal terhadap tingkat output total bisa secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung tersebut maksudnya adalah karena pertambahan modal (sebagai input) akan langsung meningkatkan output. Sementara itu, pengaruh tidak langsung adalah peningkatan produktivitas tenaga kerja yang dimungkinkan karena adanya spesialisasi. 2)

  Harrod-Domar Dalam Arsyad (2010:83), teori Harrod-Domar ini menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar suatu perekonomian dapat tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tidak hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat.

2.1.4 Distribusi Pendapatan

  Secara umum menurut Adelman dan Morris (dalam Arsyad 2010:283), ada delapan penyebab timbulnya ketidakmerataan distribusi pendapatan, yaitu: 1)

  Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memicu penurunan pendapatan per kapita.

  2) Inflasi dimana pendapatan atas uang bertambah namun tidak diikuti secara proporsional oleh pertambahan produksi barang-barang.

  3) Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4)

  Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive ).

  5) Rendahnya mobilitas sosial. 6)

  Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri.

  7) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara yang masih berkembang dalam perdagangan dengan negara yang maju.

  8) Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.

  Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi dua ukuran pokok, baik untuk tujuan analisis maupun untuk tujuan kuantitatif yaitu: 1)

  Distribusi pendapatan ”personal” atau distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan.

  Distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan berdasarkan besarnya pendapatan paling banyak digunakan ahli ekonomi. Distribusi ini hanya menyangkut orang per orang atau rumah tangga dan total pendapatan yang diterima, darimana pendapatan yang tersebut diperoleh tidak dipersoalkan.

  2) Distribusi pendapatan “fungsional” atau distribusi pendapatan menurut bagian.

  Indikator ini berusaha untuk menjelaskan pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja dan kewirausahaan). Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya memfokuskan perhatiannya pada persentase penghasilan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha (faktor produksi) yang terpisah, dan kemudian membandingkannya dengan persentase pendapatan total yang berwujud sewa, bunga dan laba (masing-masing merupakan hasil perolehan atas faktor produksi tanah, modal dan kewirausahaan).

  Untuk mengukur suatu ketidakmerataan distribusi pendapatan digunakan sebuah alat ukur yaitu Koefisien Gini yang diperoleh dengan menghitung luas daerah antara garis diagonal (ketidakmerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibandingkan dengan luas total dari separuh bujur sangkar dimana kurva Lorenz itu berada. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Dewangga, 2011). Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Perkiraan Koefisien Gini

  Sumber: www.studyblue.com Koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50 hingga 0,75, sedangkan untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata, angkanya berkisar antara 0,20 hingga 0,35. Semakin besar nilai koefisien Gini, maka mengindikasikan semakin tidak meratanya distribusi pendapatan, sebaliknya semakin kecil nilai koefisien Gini, mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendapatan (Haris, 2014).

2.1.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan

  Ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Ketimpangan tersebut terjadi karena sektor-sektor utama daerah hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu saja (Soenandar, 2005). Fleisher et al. (2007) mengatakan bahwa faktor penentu kesenjangan antar wilayah meliputi investasi modal fisik, modal manusia, dan modal infrastruktur.

  Adanya ketimpangan akan memberikan dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan daerah sekitarnya. Selain itu, daerah-daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Selain memberikan dampak positif, terdapat pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro dan Smith, 2004:235). Selain itu, ketimpangan antar wilayah akan mengakibatkan migrasi penduduk yang bekerja dan berpindahnya modal dari daerah yang tertinggal menuju daerah yang maju (Cherodian dan Thirlwall, 2013).

  Menurut Kuznets (Arsyad, 2010:293) seorang ekonom Klasik menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin pada awalnya cenderung menyebabkan tingginya tingkat kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan. Bila negara-negara miskin tersebut sudah semakin maju, maka persoalan kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan akan menurun (an

  

inverse U shaped patern). Beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat

  bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.

  Kuznets menjelaskan disparitas dalam pembagian pendapatan cenderung bertambah besar selama tahap-tahap awal pembangunan, baru kemudian selama tahap-tahap lebih lanjut dari pembangunan berbalik menjadi lebih kecil, atau dengan kata lain bahwa proses pembangunan ekonomi pada tahap awal mengalami kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut. Kuznets juga mengatakan dalam jangka pendek ada korelasi positif antara pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.

2.1.6 Penduduk Yang Bekerja

  Menurut Smith (dalam Irawan, 2002:23) pertumbuhan penduduk dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Bertambahnya penduduk akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam perekonomian. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

  Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Penduduk yang bekerja adalah seseorang yang melakukan kegiatan ekonomi dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.

  Undang-undang No. 25 tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang baik laki-laki maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu, angkatan kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun atau lebih yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan yang sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan (BPS Provinsi Bali, 2014). Berikutnya, bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari kerja.

  Musfidar (2012) dalam penelitiannya di Provinsi Sulawesi Selatan mengatakan bahwa jumlah penduduk yang berumur produktif baik yang sudah bekerja maupun yang belum bekerja, akan meningkatkan angka ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini dikarenakan proporsi jumlah penduduk yang bekerja masih belum merata di sejumlah daerah, mereka masih banyak yang bekerja di pedesaan dibandingkan di perkotaan, sehingga terjadi perbedaan penghasilan antar mereka yang bekerja di kota dan mereka yang bekerja di desa. Mereka yang bekerja di perkotaan memiliki tingkat penghasilan yang tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang bekerja di pedesaan.

  Todaro (2000:236) mengatakan pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan.

2.1.7 Investasi

  Investasi atau penanaman modal merupakan pengeluaran yang bertujuan untuk menambah modal serta memperoleh keuntungan pada masa yang akan datang. Investasi yang terkonsentrasi hanya dibeberapa daerah akan menjadi salah satu faktor penyebab adanya ketimpangan pendapatan. Hal ini dikarenakan, hanya daerah-daerah yang dinilai mendapatkan keuntungan yang menjanjikan yang akan dilirik oleh para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri.

  Menurut Sukirno (2011:255) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

  Dalam praktiknya, usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau pananaman modal) meliputi pengeluaran berikut (Sukirno, 2011:262): 1)

  Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

  2) Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

  3) Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, barang mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.

  Ada dua peran investasi dalam makro ekonomi yakni yang pertama, karena merupakan komponen pengeluaran yang cukup besar dan tidak mudah habis, perubahan besar dalam investasi akan sangat mempengaruhi permintaan agregat dan akhirnya berakibat juga pada output dan kesempatan kerja. Selain itu, investasi mendorong terjadinya akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang. Dengan demikian, investasi memainkan dua peran yakni mempengaruhi output jangka pendek melalui dampaknya terhadap permintaan agregat dan mempengaruhi laju pertumbuhan output jangka panjang melalui dampak pembentukan modal terhadap output potensial dan penawaran agregat. Faktor penentu investasi menurut Samuelson dan Nordhaus (1990:173) yakni: 1)

  Hasil penjualan Suatu kegiatan investasi akan memberikan tambahan hasil penjualan bagi perusahaan hanya bila investasi ini membuat perusahaan mampu menjual lebih banyak. Ini berarti faktor penentu yang sangat penting bagi investasi adalah tingkat output secara keseluruhan. Bila pabrik-pabrik beroperasi dibawah kapasitas normalnya, perusahaan-perusahaan tidak begitu berkeinginan membangun pabrik baru, sehingga tingkat investasi akan rendah. Secara umum investasi akan bergantung pada hasil penjualan yang akan diperoleh dari seluruh kegiatan ekonomi.

  2) Biaya/Bunga Faktor penentu kedua terhadap tingkat investasi adalah biaya investasi.

  Karena barang-barang berumur panjang, maka analisa biaya investasi lebih rumit daripada biaya komuditi lain seperti batubara dan gandum. Bila membeli barang berumur panjang, kita harus menghitung harga dari modal itu, dalam hal ini dinyatakan dalam tingkat bunga pinjaman. Investor seringkali menaikkan dana untuk membeli barang-barang modal dengan melakukan pinjaman. 3)

  Ekspektasi Unsur ketiga yang ikut mempengaruhi investasi adalah kadar ekspektasi dan kepercayaan dunia usaha. Pada hakikatnya investasi boleh dikatakan sebagai perjudian mengenai masa depan, dengan taruhan bahwa hasil investasi akan lebih besar daripada biayanya. Jadi keputusan investasi tergantung juga pada ekspektasi akan situasi masa depan namun seperti banyak dikatakan orang masa depan sangat sulit untuk diramalkan.

  

2.1.8 Hubungan Jumlah Penduduk Yang Bekerja Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi

  Adanya pengaruh positif pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di mana kondisi dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan (Musfidar, 2012). Hal yang serupa dikatakan pula oleh Kiguru dkk (2013) pada penelitiannya yang dilakukan di Kenya bahwa pertumbuhan penduduk baik yang bekerja atau tidak berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan populasi akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

  Di pihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2000:204).

2.1.9 Hubungan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

  Menurut Kunle et al. (2014), pertumbuhan ekonomi secara langsung berkaitan dengan arus masuk investasi asing. Pertumbuhan ekonomi yang baik akan memberikan sinyal positif bagi arus masuk investasi. Ini berarti bahwa investasi swasta merupakan mesin dari pertumbuhan ekonomi.

  Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu isu paling kontroversial dari sejarah ekonomi dunia. Sebuah jalur pembangunan yang ramah lingkungan yang dimulai dengan pertanian diganti revolusi industri. Selama revolusi industri, tak ada habisnya produksi dan proses inovasi dirangsang, sehingga eksploitasi sumber daya alam terus meningkat. Investasi modal tetap mengacu pada pembelian barang modal oleh pemerintah dan swasta termasuk konstruksi perumahan, konstruksi non-perumahan, mesin dan peralatan. Investasi dapat dijadikan sebagai sumber teknologi dan pengetahuan yang berharga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Alfaro, 2003). Hal tersebut didukung pula oleh pendapat dari Borensztein et al. (1997) bahwa investasi akan secara langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi apabila teknologi yang canggih harus mampu di serap dengan baik oleh penggunanya.

  Menurut Sukirno (2011:271) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni: (1) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (2) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; (3) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Investasi sebagai salah satu faktor produksi merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan PDRB. Penurunan investasi akan menyebabkan tingkat pendapatan nasional menurun di bawah kapasitas pendapatan nasional. Peningkatan investasi masuk ke dalam suatu daerah akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi.

  

2.1.10 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Distribusi

Pendapatan

  Pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah ketimpangan regional. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro dalam Hidayat, 2014).

  Menurut Haris (2014) ketimpangan pada negara sedang berkembang relatif lebih tinggi karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dansarana serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itulah, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan.

  

2.1.11 Hubungan Jumlah Penduduk Yang Bekerja Terhadap Ketimpangan

Distribusi Pendapatan

  Menurut Barro (1999) pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri mengakibatkan penduduk mengalami perubahan pendapatan yang akan meningkatkan pula derajat ketimpangan distribusi pendapatan. Pendapatan penduduk yang bekerja pada sektor industri akan jauh lebih tinggi daripada penduduk yang bekerja pada sektor pertanian.

  Estudillo (1997) melakukan penelitian distribusi pendapatan di Filipina menggunakan data tahun 1961-1991 dengan hasil bahwa kenaikan proporsi populasi penduduk di perkotaan berdampak pada memburuknya distribusi pendapatan penduduk. Distribusi pendapatan seluruh penduduk merupakan kombinasi dari distribusi pendapatan penduduk perkotaan dan pedesaan. Peningkatan jumlah penduduk berusia tua akan megurangi pendapatan rumah tangga, karena pendapatan penduduk berusia tua biasanya lebih rendah dibandingkan pendapatan penduduk usia produktif.

  Pangemanan (2001) dalam studinya menggunakan metode GLS dengan menggunakan fixed effect, dengan hasil sebagai berikut: 1)

  Kenaikan penduduk usia 60 tahun ke atas secara signifikan menurunkan distribusi pendapatan, karena penduduk usia lanjut mayoritas berada pada kelompok rumah tangga berpenghasilan menengah ke atas. 2)

  Kenaikan proporsi penduduk yang bekerja dan terdidik akan meningkatkan distribusi pendapatan rumah tangga, karena ketidakmerataan distribusi pendidikan. 3)

  Kenaikan proporsi anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri akan meningkatkan distribusi pendapatan rumah tangga, karena adanya kesenjangan tingkat upah yang cukup tinggi antar pekerja yang bekerja di sektor industri pengolahan, dimana sebagian kecil pekerja bekerja sebagai manajer, teknisi, dan atau yang memiliki keahlian tinggi.

2.1.12 Hubungan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan

  Kesenjangan pendapatan merupakan ketimpangan relatif pendapatan antar golongan masyarakat yang diukur dengan Gini Ratio. Dari segi penyebabnya, Todaro dalam Suyana Utama (2008) mengatakan, kesenjangan distribusi pendapatan di negara yang sedang berkembang disebabkan oleh a) pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita, b) ketidakmerataan pembangunan antar daerah, c) inflasi, dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, d) investasi.

  Menurut Wahyuni, dkk (2014), investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali selama 2000-2012 meningkat. Hal ini berarti bahwa semakin besar investasi, makin besar disparitas atau kesenjangan pendapatan akan semakin timpang.

2.2 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah dan teori-teori serta hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan, selanjutnya diajukan hipotesis sebagai berikut: 1)

  Jumlah penduduk yang bekerja dan investasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.

  2) Jumlah penduduk yang bekerja, investasi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan kabupaten/kota di

  Provinsi Bali. 3)

  Jumlah penduduk yang bekerja dan investasi berpengaruh tidak langsung terhadap ketimpangan distribusi pendapatan melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali.