Menangis Karena Allah, Bukti Iman Yang Tidak Bisa Direkayasa

  

Menangis Karena Allah, Bukti Iman Yang Tidak Bisa Direkayasa

  Pernahkah dalam hidup anda menangis karena Allah? Menangisi dosa-dosa kita? Menangisi kelemahan kita di hadapan Allah? Kita tidak bisa tiba-tiba menangis karena Allah begitu saja, kita tidak bisa merencanakan tangisan ini, kita tidak bisa menangis sesuai keinginan kita. Akan tetapi tangisan ini, timbul karena takut kepada Allah, bergetar hatinya karena nama Allah disebut dan berguncang jiwanya ketika mengingat maksiat dan dosa yang ia lakukan, oleh karena itu inilah tangisan keimanan, tangisan kebahagiaan dan tangisan hanifnya jiwa.

  Allah

  Ta‟ala berfirman,

ُُُْٙثٍُُٛل ْذٍَ ِج َٚ ُ ّللّا َشِوُر اَرِئ َٓ٠ِزٌَّا َُِِْْٕٛإٌُّْا بََِّّٔئ ٍََُّْٛو ََٛزَ٠ ُِِّْٙث َس ٍََٝػ َٚ ًبٔبَّ٠ِئ ُُْْٙرَدا َص ُُٗربَ٠آ ُِْْٙ١ٍََػ ْذَ١ٍُِر اَرِئ َٚ

  ―Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama

  

Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,

bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal.”

  (QS. Al-Anfal: 2) Dari Ibnu Mas‘ud radhiallahu „anhu berkata,

  : ‖ َْآشُمٌا ٍَّٟػ ْأ َشْلا‖ ُذٍل: ُأ َشْلَأ ، َّللّا َيُٛعس ب٠ َيبل ، ؟ َي ِضُْٔأ َهْ١ٍََػ َٚ ، َهْ١ٍََػ: ‖ َْْأ ُّت ِحُأ ِٟٔئ َّصَلّى اللهُ عَلَيْه ُّٟجٌٕا ٌٟ يبل ََّ َِْ َ ُ

ٞ ِشْ١َغ ِِْٓ َُٗؼَّْعَأ‖ خ٠٢ا ِِٖز٘ ٌٝئ ُذْئ ِج ٝزح ، ءبغٌِّٕا َحَسٛع ٗ١ٍػ ُدْأ َشمف: { ذ١َٙشِث خَُِّأ ًُِّو ِِْٓ بْٕئ ِج ارِئ َفْ١َىَف

  

ًاذ١َِٙش ِءلاإَ٘ ٍَٝػ َهِث بْٕئجِٚ} [ ايْطاء / 40 ] قاي ‖ ْ٢ا َهُجْغَح‖ ِْبف ِسْزَر ُٖبْٕ١ِػ اَرِاَف ، ِْٗ١ٌِئ َّذَفَزٌْبَف)

  ―Suatu ketika Nabi shallallahu „alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur‟an

  

kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-

Qur‟an kepada anda sementara al-Qur‟an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau

menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun

mulai membacakan kepadanya surat an-

  Nisaa‟. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang ar tinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami

jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa‟ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup,

sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau

mengalirkan air mata

  

  Dari Haani‘ Maula Ustman radhiallahu „anhu berkata,

  

ًج ٠ ٝز ح ٝى ث ؛ شج ل ٍٝ ػ ف لٚ ارئ ْبّث ػ ْب و سبٕ ٌاٚ خٕ ج ٌا ش وز ر : ٗ ٌ ً١ م ف ! ٗز ١ ح ٌ

شج م ٌا ْئ ― : يب ل صَلّى اللهُ عَلَيْه الله يٛع س ْئ يبم ف !؟ از٘ ِٓ ٟى ج رٚ ، ٟى ج ر لا ف

ٖذؼ ث بّ ف ؛ ٕٗ ِ جٕ ٠ ُ ٌ ْئٚ ، ٕٗ ِ شغ ٠أ ٖذؼ ث بّ ف ، ٕٗ ِ بج ٔ ْا ف ، حش خ٢ا يصبٕ ِ ِٓ يضٕ ِ يٚأ

ٕٗ ِ ذش أ

  ―Utsman jika berada di suatu kuburan, ia menangis sampai membasahi jenggotnya. Dikatakan

  

kepadanya, “disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis, tetapi engkau menangis

karena ini?”. Beliau berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

“sesungguhnya kubur adalah tempat persinggahan pertama dari beberapa persingggahan di

akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak selamat maka tidaklah datang

   setelahnya kecuali lebih be

  

Salah Satu Bukti Keimanan Adalah Menangis Karena Allah

  Bagaimana kita bisa bangga menisbatkan diri sebagai muslim yang beriman, tetapi kita tidak pernah merasa takut kepada Allah, air mata mengering, seolah-olah merasa aman dengan maksiat dan dosa yang ia lakukan. Beginilah ciri seorang yang beriman (mukmin) sebagaimana sabda Nabi Muhammad

  Shallallâhu „Alaihi Wasallam,

ُُْر ٜ َشَ٠ َش ِجبَفٌْا َِّْئ َٚ ، ِْٗ١ٍََػ َغَمَ٠ َْْأ ُفبَخَ٠ ًٍَجَج َذْحَر ٌذِػبَل ََُّٗٔأَو َُٗثُُٛٔر َٜشَ٠ َِِْٓإٌُّْا َِّْئ ِِٗفَْٔأ ٍََٝػ َّشَِ ٍةبَثُزَو َُٗثٚ» .

  

َزَىَ٘ ِِٗث َيبَمَف

  ―Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki

  

sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka

melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya

dengan tangannya

  • –begini–, maka lalat itu terbang

  Ibnu Abi Jamrah rahimahullah menjelaskan hadits,

  

ُ ٌا تٍ ل ْأ ه ٌر ٟ ف تج غ ٌا ُظػ ٗج ٍ ل ٗ ث سٕٛ ٠ بِ ف ٌبخ ٠ بِ ٗغ ف ٔ ِٓ ٜأس ارا ف سٕٛ ِ ِٓؤ

ٝ ٌئ تج غ ز ٌا ًص ح ٠ ذ ل دبى ٍ ّٙ ٌا ِٓ ٖش١ غ ْأ ًج ج ٌب ث ً١ ث ّز ٌا ٟ ف خّى ح ٌاٚ ٗ١ ٍ ػ شِلأا

حدبػ ٕٗ ِ ٛجٕ ٠ لا صخش ٌا ٍٝ ػ ػم ع ارئ ًج ج ٌا فلاخ ث ٕٗ ِ حبجٕ ٌا

  ―Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila dia melihat pada

  

dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat

baginya. Hikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa

manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari

musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa

seseorang, umumnya dia tidak akan selamat.

  

طج ل ًجٚ ضػ الله ْلأ : يب ل ؟ ه١ ى ج ٠ بِ ٗ ٌ ً١ م ف اذ ٠ذش ءبى ث ٕٗ ػ الله ٟظ س ربؼِ ٝى ثٚ

ْٛ وأ ٓ١ م ٠شف ٌا ٞأ ِٓ ٞسدأ لا ب ٔأ ف ، سبٕ ٌا ٟ ف ٜش خلأاٚ خٕ ج ٌا ٟ ف حذحاٚ ٓ١ ز ع ج ل

  ―Mu’adz radhiallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian

  

di tanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena

Allah „azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya

akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah

   aku di antara kedua golongan itu?”

  

، سبٕ ٌا ٗز ج طخ ٟ ف ش وز ف : حشص ج ٌب ث طبٕ ٌا حشِ ٕٗ ػ الله ٟظ س ٞشؼ ش لأا ٝع ِٛ ٛ ثأ تطخٚ

ٝى ج ف شجٌّٕا ٍٝػ ٗػِٛد ذطمع ٝزح! ًاذ٠ذش ًءبىث زئِٛ٠ طبٌٕا ٝىثٚ

Abu Musa al- Asya‟ri radhyallahu‟anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di

dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air

matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun

menangis dengan tangisan yang amat dalam

  

  

ٗ ٌ ً١ م ف ٓغ ح ٌا ٝى ثٚ: يبل ؟ ه١ىج٠ بِ: ٌٟبج٠ لاٚ سبٌٕا ٟف ًاذغ الله ٟٕحشط٠ ْأ فبخأ

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah menangis , dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang

membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan

melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.

  

  

Mata Menangis Tetapi Hati Berbahagia

  Bagaimana tidak bahagia? Sementara air mata mengalir deras, ia bergumam, ―akhirnya, akhirnya, akhirnya, mata ini menangis karena Allah? Bagaimana tidak bahagia, ia langsung teringat keutamaan menangis karena Allah.

  Nabi Muhammad

  Shallallâhu „alaihi wa sallam bersabda,

يا خ١ ش خ ِٓ ٝى ث ًجس سبٕ ٌا جٍ ٠ لاعشع ٌا ٟ ف ٓج ٍ ٌا دٛؼ ٠ ٝز ح ٗ ٌ

  ―Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah

   sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya

  

ٍُُّٗظ لائ ًَِّظ لا ََ َْٛ٠ ٍِِِّٗظ ٟف ُ َّللّا ٍُُُُِّٙظُ٠ ٌخَؼْجَع….، ٚسَجًٌُ رَوَشَ اللّ َّ خبٌِ١بً فَفَبظَذ ْ ػَ١َْٕبُٖ

  ―Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan

  kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).

   Dan sabda beliau

  Shallallâhu „alaihi wa sallam

الله ً١ ج ع ٟ ف طشح ر ذ رب ث ٓ١ ػٚ ، الله خ١ ش خ ِٓ ذى ث ٓ١ ػ ، سبٕ ٌا بّٙغ ّ ر لا ْبٕ ١ ػ

  ―Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena

  

merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga

pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.

  

  

Bukan Menangis Terharu Atau Menangis Ramai-Ramai

  Bukan menangis karena terharu melihat atau mendengar kejadian menyedihkan atau terharu bahagia, bukan ini yang dimaksud menangis karena Allah dalam hadits, karena orang kafir dan munafik juga menangis atau karena memang pembawaannya gampang menangis/melankolis.

  

Menangis seperti ini adalah fitrah manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qurtubhi

rahimahullah dalam tafsir ayat,

  

َٝىْثَأ َٚ َهَحْظَأ َُٛ٘ ّٗٔأٚ

  ―dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (An-Najm: 43) Beliau berkata,

  

ْلأ ؛ ْضحأٚ حش فأ : ٟٕ ؼ ٠ : ٍُ غ ِ ٟ ثأ ٓ ث ءبطػ يب لٚ ، ءبى ج ٌاٚ هحع ٌا ةبج ع أ ٝع ل : ٞأ

ءبى ج ٌا تٍ ج ٠ ْضح ٌاٚ هحع ٌا تٍ ج ٠ حشف ٌا

  ―Yaitu Allah menetapkan sebab-sebab tertawa dan menangis. Berkata Atha‟ bin Abi Muslim,

  

“Allah membuat gembira dan membuat sedih, karena kebahagiaan bisa membuat tertawa dan

kesedihan bisa membuat menangis

  Dan bukan juga menangis ramai-ramai sebagaimana acara muhasabah bersama(direncanakan acaranya), berkumpul bersama berdzikir kemudian menangis beramai-ramai. Karena bisa jadi tangisannya karena suasana dan menangis yang menular apalagi acaranya diiringi dengan lagu dan musik yang sendu.

  Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa tangisan ada 10 jenis, salah satunya beliau jelaskan, ―Tangisan muwafaqaah, yaitu seseorang melihat manusia menangis karena suatu

  

perkara, kemudian ia ikut menangis bersama mereka sedangkan ia tidak tahu mengapa ia

  

Lebih Sedih Karena Film Dan Drama Daripada Takut Kepada Allah

  Ketika ayat Al-Quran dibacakan dan ketika membaca perjuangan para Nabi dan Sahabat membela Islam kita sulit menangis dan tersenth, akan tetapi ketika menonton film (notabenenya sandiwara) dan ketika membaca cerita fiktif kita menangis tersedu-sedu? Di mana keimanan kita? Padahal kita tahu mereka hanyalah menangis yang berdusta dan berpura-pura, ini yang disebutkan oleh ulama sebagai Al-

  Buka‟ Al-Kadzib ‖tangisan palsu‖, sebagaimana tangisan

  saudara-saudara Nabi Yusuf Alaihissalam ketika mengadu kepada bapak mereka bahwa yusuf telah dimakan serigala. Sebagaimana diceritakan Al-Quran,

  

َنَأَف بَِٕػبَزَِ َذِٕػ َفُعُٛ٠ بَْٕوَشَر َٚ ُكِجَزْغَٔ بَْٕجََ٘ر بَِّٔئ بَٔبَثَأ بَ٠ ْاٌُٛبَل َْْْٛىْجَ٠ ًءبَشِػ ُُْ٘بثأ اٚؤبجَْٚأ بَِ َٚ ُتْئِّزٌا ٌَُٗ ٍِِْٓإُِّث َد

َٓ١ِلِدبَص بَُّٕو ٌَْٛ َٚ بٌَِّٕ

  ―Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis. Mereka

  

berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan

Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak

akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang- orang yang benar.” (Yusuf: 16-17)

  Bahkan ini adalah Al-

  buka‟ Al musta‟ar wal musta‟jar alaihi ―tangisan bayaran‖ sebagaimana

  dijelaskan oleh Ibnul Qayyim , beliau berkata, ―tangisan yang disewa yaitu tangisan orang yang

  

meratap dengan upah (dibayar untuk menangisi tokoh besar agar terlihat banyak yang merasa

kehilangan, pent). Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab, “ia menjual tetesan air mata dan

menangis

  

Bukan Sering Menampakkan Wajah Sedih

  Akan tetapi seorang muslim tidaklah sering menampakkan kesedihan dan tangisannya di depan manusia kemudian dihiasi dengan wajah pucat-pasi (sebagaimana salah paham disangka inilah tawaddu). Seorang muslim ketika menyendiri ia berlinang air mata menikmati bermunajat dengan Allah dan ketika bertemu dengan manusia berwajah gembira dan ceria.

  Nabi

  Shallallâhu „alaihi wa sallam bersabda,

ٍكٍَْغ ٍْٗج َِٛث َنبَخَأ َٝمٍَْر َْْأ ٌَْٛ َٚ ،بًئْ١َش ِفُٚشْؼٌَّْا َِِٓ َّْ َشِمْحَر َلا

  ―Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan

  saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka

  Bahkan salafus shalih menyembunyikan tangisan mereka dari manusia agar lebih ikhlas, contohnya pura-pura sedang pilek ketika menangis Dari Bastham bin Huraits berkata,

  

هغ ّ١ ف ، ٗ ثبحص أ ٍٝ ػ ه ٌر ٟف خ ٠ ْأ تج١ ف غِذز غ ١ ف قش ٠ ٟ ٔب١ ز خغ ٌا ةٛ ٠أ ْب و

َب ل ٗ رشج ػ تٍ غ ر ْأ ٟش خ ارا ف، َٛ وضِ ًجس ٗ ٔأ و ٗف ٔأ ٍٝ ػ

  ―Ayyub (Ayyub bin Abi Tamimah Al-Sikhtiyani) pernah merasa terenyuh dan airmatanya mulai

  

mengalir. Namun dia berusaha menyembunyikannya dari para sahabatnya dengan memegang

hidungnya seakan sedang pilek ( dalam riwayat lain, sambil dia berkata, „Alangkah beratnya

   pilek ini‟). Jika dia tidak sanggup menahan isak tangisnya, dia pun berdiri

  

Para Nabi Dan Orang Shalih Menangis Karena Allah

  Para nabi dan orang-orang shalih menangis karena Allah, Allah

  Ta‟ala berfirman,

بٕ٠ذ٘ ِّٓٚ ً١ئاشعئٚ ُ١٘اشثئ ٗ٠سر ِٓٚ حٛٔ غِ بٍّٕح ِّٓٚ َدآ ٗ٠سر ِٓ ٓ١١جٌٕا ِٓ ُٙ١ٍػ الله ُؼٔأ ٓ٠زٌا هئٌٚأ

ًب١ىثٚ ًاذجع اٚشخ ّٓحشٌا دب٠آ ُٙ١ٍػ ٍٝزر ارئ بٕ١جزجاٚ

  ―Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni‟mat oleh Allah, yaitu para nabi dari

  

keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan

Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.

  

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka

menyungkur dengan bersujud dan menangis.

  (Maryam: 58)

  Termasuk para malaikat dan penghuni langit, mereka takut kepada Allah. Dari Jabir

  radhiallahu „anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallâhu „alaihi wa sallam,

ٌٝبؼر الله خ١شخ ِٓ ٌٟبجٌا ظٍ ِحٌبو ً٠شججٚ ٍٝػلأا لأٌّبث ٟث ٞشعأ خٍ١ٌ ُدسشِ

  ―Ketika malam isra‟, saya melewati penghuni langit dan malaikat Jibril, mereka seolah-olah

  seperti alas pelana yang tua-usang karena takut kepada Al

  Dari Anas bin Malik

  radhiallahu „anhu dari Rasulullah Shallallâhu „alaihi wa sallam

  bahwasanya malaikat Jibril berkata,

  

؟ ػل ًبىحبظ ً١ئبى١ِ ٜسأ لا ٌٟ بِ‖ قاي : َا ضحن َٞنابٞي َْر خيقد ايْاس

  ―aku tidak pernah melihat Mikail tertawa sedikitpun, Mikail tidak pernah tertawa sejak

  

  Suka menangis karena Allah daripada segalanya

  Ibnu Umar

  radhiallahu „anhuma berkata,

ْأ ِٓ ٟ ٌئ تحأ الله خ١ ش خ ِٓ غِدأ ْلأسبٕ ٠د ف ٌأ ث قذص رأ

  ―Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang

  seribu dinar!

  Ka‘ab Al-Ahbar berkata,

  

ًبج٘ر ٟٔصٛث قذصرأ ْأ ِٓ ٌٝئ تحأ ٟزٕجٚ ٍٝػ ٟػِٛد ً١غزف الله خ١شخ ِٓ ٝىثأ ْلأ

  ―Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada

  Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang

Sulit Menangis Karena Allah?

  Ini adalah musibah besar yang banyak orang tidak tahu, pura-pura lupa bahkan tidak peduli. Ini menunjukkan hatinya keras, tidak bisa tersentuh oleh kebaikan dan hanifnya iman. Ini karena banyaknya maksiat sehingga perlu segera berobat ke dokter hati yaitu ulama, dibawa ke pekuburan, mengelus kepala anak yatim. Cukuplah hadits Rasulullah sebagai pengingat, Nabi Muhammad

  Shallallâhu „Alaihi Wasallam bersabda,

ًاش١ثو ُز١ىجٌٚ لا١ٍل ُزىحعٌ ٍُػأ بِ ٍّْٛؼر ٌٛٚ ششٌاٚ ش١خٌا ِٓ َٛ١ٌبو سأ ٍُف سبٌٕاٚ خٕجٌا ٍَّٟػ ذظشػ بّ ف

ٓ١ ٕ خ ُٙ ٌٚ ُٙع ٚؤس اٛطغ ٕٗ ِ ذش أ َٛ ٠ صَلّى اللهُ عَلَيْه الله يٛع س ةبحص أ ٍٝ ػ ٝ رأ mengatakan, ―Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu.

  Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan.

  

Jika Masih Saja Sulit Menangis Karena Allah?

  Maka tangisilah diri kita, tangisilah hati kita yang mungkin sudah mati dan tangisilah jiwa kita yang tidak bisa menampung sedikit saja tetesan keimanan, serta tangisilah mayat badan kita yang kita seret berjalan merajalela di muka bumi karena ia hakikatnya telah mati. Semoga dengan menangisi diri kita, Allah berkenan membuka sedikit hidayah kemudian menancapkannya dan bertengger direlung hati hamba yang berjiwa hanif. Sebagaimana seruan sebuah ayat yang membuat seorang ulama besar Fudhail bin ‗Iyadh

  

rahimahullah bertaubat, yang dulunya beliau adalah kepala perampok yang sangat ditakuti

  dijazirah Arab, ayat tersebut adalah,

  

َّيبَو اُُٛٔٛىَ٠ َلا َٚ ِّكَحٌْا َِِٓ َيَضَٔ بَِ َٚ ِ َّللّا ِشْوِزٌِ ُُُْٙثٍُُٛل َغَشْخَر َْْأ إََُِٛآ َٓ٠ِزٌٍَِّ ِْْأَ٠ ٌََُْأ َيبَطَف ًُْجَل ِِْٓ َةبَزِىٌْا اُٛرُٚأ َٓ٠ِر

ٌش١ِثَو َٚ ُُُْٙثٍُُٛل ْذَغَمَف ُذََِ ْلأا ُُِْٙ١ٍََػ َُْٛمِعبَف ُُِِْْٕٙ

  ―Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan

  

mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti

orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui

(dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka

yang menjadi orang- orang fasik.” (Al Hadid: 16)

  —

  Catatan Kaki -Tirmidzi no. 2308, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi no. 1878 Tuhfatul Ahwadzi 7/169, Darul Kutub Al-

  ‗Ilmiyah, Beirut, Syamilah

  Sumber: http://www.saaid.net/Doat/ehsan/149.htm irmidzi no. 1633 irmidzi [1639], disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Sahih Sunan At-Tirmidzi [1338]

  Zaadul Ma‟ad 1/184-185

  Zaadul Ma‟ad 1/184-185

  Dzammul Riya‘ hal. 99

  brani di Al-Ausath 5/64, dihasankan oleh Al-Albani di Shahih Al-

  Jami‘ no. 5864

  d no, 12930, syaikh Al-

  Albani rujuk dari mendha‘ifkan menjadi menshahihkannya di Shahih At-Targhib no. 3664

  Sumber: http://www.saaid.net/Doat/ehsan/149.htm Muslim, no. 2359

  — Penyusun: Raehanul Bahraen