BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian, Jenis dan Fungsi Pasar - Strategi Optimalisasi Operasional Pasar Tradisional (Studi Kasus Pada Pasar Pusat Pasar Kota Medan)

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian, Jenis dan Fungsi Pasar

  Pasar mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan ekonomi masyarakat, baik produksi, distribusi maupun konsumsi. Dalam hal ini pasar dapat diartikan sebagai arena distribusi atau pertukaran barang, di mana kepentingan produsen dan konsumen bertemu dan pada gilirannya menentukan kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakatnya. Ginanjar dalam Kiik (2006) berpendapat bahwa pasar adalah tempat untuk menjual dan memasarkan barang atau sebagai bentuk penampungan aktivitas perdagangan. Pada mulanya pasar merupakan perputaran dan pertemuan antar persediaan dan penawaran barang dan jasa.

  Pasar dapat didefinisikan sebagai institusi atau mekanisme di mana pembeli (yang membutuhkan) dan penjual (yang memproduksi) bertemu dan secara bersama-sama mengadakan pertukaran barang dan jasa (Campbell et.al., 1990). Sedangkan menurut Stanton (1996) pasar adalah sebagai orang-orang yang mempunyai kebutuhan untuk dipuaskan, mempunyai uang untuk dibelanjakan dan kemauan untuk membelanjakan uang. Pasar merupakan tempat pembeli bertemu dengan penjual, barang-barang atau jasa-jasa ditawarkan untuk dijual dan kemudian terjadi pemindahan hak milik.

  Berdasarkan pola manajemen yang dipakai, pasar dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu : a. Pasar Tradisional, adalah pasar yang masih memakai pola manajemen yang sangat sederhana dengan ciri-cirinya setiap pedagang mempunyai satu jenis usaha, adanya interaksi antara penjual dan pembeli (tawar menawar harga), penempatan barang dijajar kurang tertata rapi, kenyamanan dan keamanan kurang diperhatikan.

  b. Pasar Modern, adalah pasar yang sudah memakai pola-pola manajemen modern, dengan ciri-ciri jenis barang dagangan yang dilakukan oleh satu pedagang, harga fixed (tetap), tata letak barang dagangan teratur dengan baik dan rapi, kenyamanan dan keamanan sudah menjadi prioritas utama. Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

  3/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar kulakan/grosir. Pasar tradisional diartikan sebagai pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah atau koperasi dengan usaha skala kecil dan modal kecil dengan proses jual beli melalui tawar menawar.

  Sedangkan pasar modern menurut Hutabarat (2009) adalah pasar yang penjual dan pembelinya tidak bertransaksi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga pada kemasan produk, berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Minimarket, supermarket, hipermarket termasuk dalam kategori pasar modern.

  Pasar merupakan akibat dari pola kegiatan manusia yang terjadi karena adanya saling membutuhkan, sehingga terjadi pola pertukaran antara barang dan jasa. Kompleksitas kebutuhan akan mengakibatkan kompleksitas baik orang, jenis barang, cara pertukaran dan tempat yang semakin luas (Kottler & Amstrong, 2001). Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, fungsi pasar yang ada saat ini dapat diuraikan sebagai berikut :

  1) Tempat pengumpulan hasil pertanian Hasil-hasil pertanian seperti ketela, kol, kentang, beras, bawang dan sebagainya, penjualannya banyak terjadi di pasar. Proses jual beli di lokasi penghasil pertanian lebih banyak dilakukan oleh Pengumpul, kemudian dilakukan proses jual beli di pasar.

  2) Tempat distribusi barang industri Di samping hasil pertanian, barang-barang industri tertentu (kelontong dan alat rumah tangga) yaitu peralatan yang diperlukan sebagai pelengkap dapur dan kebutuhan sehari-hari, juga disediakan di pasar. Kualitas hasil industri yang dipasarkan juga tergantung pada tingkat pelayanan pasar.

  3) Tempat menukar barang kebutuhan Sering kali terjadi proses jual beli tidak mempergunakan alat tukar (uang) tetapi barang (barter). Proses ini sebagai akibat jual beli terjadi kontak langsung antara penjual dan pembeli, kuatnya faktor budaya atau kebiasaan dari penjual. 4) Tempat jual beli barang dan jasa

  Pasar sebagai fungsi ekonomis merupakan tempat jual beli barang dan jasa. Jasa di sini tidak selalu berupa barang, tetapi lebih merupakan tenaga keahlian atau pelayanan, misalnya tukang cukur, tukang parut dan pembawa barang dagangan.

  5) Tempat informasi perdagangan Pasar merupakan tempat informasi perdagangan, karena di dalam pasar terjadi proses perputaran jenis barang, uang dan jasa. Melalui informasi pasar dapat diketahui jumlah barang atau jenis barang yang beredar atau diperlukan, harga yang berlaku hingga pola distribusi barang.

2.2 Pengertian dan Tingkatan Strategi

  Pada masa sekarang ini terminologi kata strategi sudah menjadi bagian integral dari aktivitas organisasi bisnis untuk dapat mempertahankan eksistensinya (tantangan perubahan lingkungan ekonomi, sosial budaya, teknologi, konsumen, pemasok, dan terutama persaingan) sehingga strategi tidak lagi terbatas bagi keperluan kalangan militer saja.

  Menurut Robinson & Pearce (1997), strategi merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan suatu perang. Strategi merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan, sehingga strategi terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

  Umar (2004) mengatakan bahwa strategi adalah sekumpulan tindakan atau aktivitas yang berbeda untuk menghantarkan nilai yang unik. Sedangkan Thompson dan Strikcland (2001) mengatakan strategi terdiri dari aktivitas- aktivitas yang penuh daya saing serta pendekatan-pendekatan bisnis untuk mencapai kinerja yang memuaskan (sesuai target).

  Menurut Umar (2004) strategi yang disusun dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan yakni : a. Strategi Korporat

  Strategi yang dirumuskan untuk mencapai tujuan korporat atau bisnis secara keseluruhan mencakup bagaimana mengintegrasikan dan mengelola semua bisnis (New busines, New Devisions, New Subdiareis, Merger, Acquisition ). Korporat bertanggung jawab membangun “value” dalam bisnisnya. Korporat bertanggung jawab pada portofolio bisnis, memastikan bahwa bisnis akan beroprasi dalam jangka panjang, dan memastikan setiap bisnis yang dimilikinya kompatibel satu sama lain.

  Strategi korporat merupakan game plan keseluruhan dari perusahaan diversifikasi. Strategi ini menjadi payung atau pedoman strategi bagi seluruh unit bisnis yang dimiliki perusahaan diversifikasi.

  b. Strategi Unit Bisnis Strategi level unit bisnis ini bisa berupa strategi di level anak perusahaan, divisi, lini produk, atau profit centre lain yang memiliki otonomi pengelolaan bisnisnya sendiri. Isu dalam strategi bisnis adalah bagaimana mengkoordinasikan fungsi-fungsi bisnis/manajemen untuk mencapai keunggulan kompetitif. Strategi pada penelitian ini difokuskan pada strategi unit bisnis karena Pusat Pasar sebagai salah satu pasar tradisional yang dikelola oleh PD Pasar Kota Medan.

  Di level bisnis strategi yang diformulasikan akan berkaitan dengan posisi bisnis terhadap pesaing, bagaimana mengakomodasi perubahan tren pasar dan teknologi, dan upaya-upaya mempengaruhi persaingan melalui tindakan-tindakan strategis sepeti integrasi vertikal, atau tindakan politis seperti lobi. Strategi generik Mc. Porter adalah contoh strategi bisnis

  c. Strategi Fungsional Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di level fungsi manajemen dari tiap bisnis, seperti fungsi SDM, keuangan, operasional, dan pemasaran. Level ini menjadi pusat informasi manajemen strategi di level lebih atas yaitu bisnis dan korporat. Setiap unit fungsional diharuskan mengembangkan strategi bisnis agar dapat memberikan kontribusi pada kesuksesan strategi bisnis secara keseluruhan d. Strategi Operasional

  Strategi yang diformulasikan dan diimplementasikan di unit-unit operasional seperti penjualan, distribusi, penyimpanan, promosi, persediaan, penggajian. Keberhasilan manager pada jajaran ini akan menentukan kelancaran proses dan kesuksesan organisasi secara keseluruhan.

2.3 Jenis-Jenis Strategi

  Pada prinsipnya strategi generik dikelompokan menjadi 4 kelompok strategi berdasarkan model strategi generik dari David (2006), yaitu : a. Strategi Integrasi (Integration Strategy). Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok dan para pesaingnya, misalnya melalui merger, akuisisi atau membuat perusahaan sendiri.

  b. Strategi Intensif (Intensive Strategy). Strategi ini memerlukan usaha-usaha yang intensif untuk meningkatkan posisi persaingan perusahaan melalui produk yang ada.

  c. Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy). Strategi ini dimaksudkan untuk menambah produk-produk baru. Strategi ini makin kurang populer, paling tidak ditinjau dari sisi tingginya tingkat kesulitan manajemen dalam mengendalikan aktivitas perusahaan yang berbeda-beda.

  d. Strategi Bertahan (Defensive Strategy). Strategi ini dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan agar terlepas dari kerugian yang lebih besar atau dengan kata lain untuk menghindari kebangkrutan perusahaan.

2.3.1 Strategi Integrasi (Integration Strategy)

  Integrasi ke depan, Integrasi ke belakang dan Integrasi horizontal merupakan tiga macam strategi yang termasuk kedalam kelompok strategi integrasi. Kegiatannya secara kolektif sering dianggap secara strategi integrasi vertikal (Vertical Integration strategy). Strategi ini menghendaki agar perusahaan melakukan pengawasan yang lebih terhadap distributor, pemasok atau para pesaing baik melalui marger, akuisisi atau membuat perusahaan sendiri (David, 2006). Berikut penjelasan ketiga strategi integrasi :

  1) Strategi Integrasi ke depan. Strategi ini menghendaki agar perusahaan mempunyai kemampuan yang besar terhadap pengendalian para distributor atau pengecer mereka bila perlu dengan dengan memilikinya. Berkaitan dengan kepemilikan dan kendali yang besar, belakangan ini banyak produsen yang mengaplikasi strategi integrasi ke depan. Satu cara efektif dalam penerapannya adalah pewaralabaan (franchising). Sebagai contoh : salah satu produsen makanan kebab memperbanyak jumlah dengan cara menjual waralaba Kebab Turki kepada pembeli, sehingga sering kita jumpai kios-kios Kebab di lingkungan masyarakat.

2) Strategi Integrasi ke Belakang. Merupakan sebuah usaha strategi yang

  mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pemasok perusahaan. Strategi tersebut sangant tepat ketika pemasok perusahaan yang ada saat ini tidak dapat diandalkan, terlampau mahal, atau tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan. Sebagai contoh : Hotel Hilton membeli sebuah perusahaan manufaktur furnitur yang besar untuk memenuhi kebutuhan Hotel Hilton itu sendiri.

  3) Strategi Integrasi Horizontal. Strategi yang mengupayakan kepemilikan atau kendali yang lebih besar atas pesaing perusahaannya. Salah satu tren paling signifikan dalam manajemen strategis dewasa ini adalah meningkatnya pemakai integrasi horizontal sebagai strategi pertumbuhan. merger, akuisisi, pengambilalihan (takeover) diantara para pesaing memungkinkan peningkatan skala ekonomi serta mendorong transfer sumber daya dan kompetensi. Sebagai contoh di Indonesia, MNC memiliki beberapa anak perusahaan, yaitu Koran Sindo, RCTI, TPI,dan

  Global TV. Setiap di visi dari MNC tersebut memiliki peran, karakter dan audiensnya masing-masing, tetapi memiliki satu tujuan yang sama mendapatkan keuntungan finansial bagi perusahaan induknya yang tentu saja hanya dimiliki oleh beberapa orang semata (Umar, 2004)

2.3.2 Strategi Intensif (Intensive Strategy)

  Penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif sebah hal-hal tersebut mengharuskan adanya upaya-upaya intensif jika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini ingin membaik. Ketiga strategi ini dipaparkan sebagai berikut :

  1) Strategi Penetrasi Pasar (Market Penetration). Strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Strategi ini secara luas digunakan dalam bentuk murni maupun dalam bentuk kombinasi (gabungan) dengan strategi-strategi lainnya. Penetrasi pasar meliputi penambahan jumlah tenaga penjualan, peningkatan pengeluaran untuk iklan,penawaran produk promosi penjualan secara ekstensif, atau pelipatgandaan upaya-upaya pemasaran.

  2) Strategi Pengembangan Pasar (Market Development). Strategi ini bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk atau jasa yang ada ke daerah-daerah yang secara geografis merupakan daerah baru. Dalam perspektif global, pengembangan pangsa pasar berskala internasional sudah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Hal ini dapat dilakukan jika memiliki jaringan distribusi, terjadi kelebihan kapasitas produksi, pendapatan laba yang sesuai dengan harapan, serta adanya pangsa yang baru atau pasar yang belum jenuh.

  3) Strategi Pengembangan Produk (Product Development). Strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini. Pengembangan produk biasanya memerlukan pengeluaran yang besar untuk penelitian dan pengembangan (David, 2006)

2.3.3 Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)

  Terdapat dua jenis umum strategi diversifikasi yaitu diversifikasi terkait dan diversifikasi tak terkait. Berikut pemaparan kedua jenis strategi diversivikasi : 1) Strategi Diversifikasi Terkait. Bisnis dikatakan terkait ketika rantai nilai bisnis memiliki kesesuaian strategis lintas bisnis yang bernilai secara kompetitif, dengan pengertian lain menambah produk ataupun jasa namun masih berkaitan. Sebagai contoh : Perusahaan Suzuki memiliki produk roda dua dan roda empat, namun masih terkait di bidang otomotif atau transportasi.

  2) Strategi Diversifikasi Tak Terkait. Bisnis dikatakan tak terkait ketika rantai nilai bisnis sangat tidak mirip sehingga tidak ada hubungan lintas bisnis yang bernilai secara kompetitif, dengan pengertian lain perusahaan menambah produk atau jasa namun tidak berkaitan. Sebagai contoh : Yamaha memiliki produksi di dua bidang yang berbeda dan tidak berkaitan, otomotif dan hiburan (alat musik instrumental)

2.3.4 Strategi Bertahan (Defensive Strategy)

  Disamping strategi integrasi, intensif dan diversifikasi, perusahaan dapat melakukan strategi bertahan yang terdiri atas strategi-strategi penciutan, divestasi, dan likuidasi. Ketiga strategi bertahan tersebut dipaparkan berikut ini.

  1) Strategi Penciutan. Strategi ini dilaksanakan melalui reduksi biaya dan aset perusahaan. Hal ini dilakukan karena, misalnya telah terjadi penurunan penjualan dan laba perusahaan. Juga dapat dilakuakn dengan pengelompokan ulang melalui pengurangan biaya dan aset untuk membalik penjualan dan laba yang menurun. 2) Strategi Divestasi. Strategi ini merupakan pengurangan salah satu divisi atau bagian dari organisasi. Jadi implementasinya dari strategi ini adalah misalnya, dengan menjual sebuah unit bisnis. Hal ini dapat dilakukan jika suatu unit bisnis sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya karena, misalnya terus merugi dan berdampak pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.

  3) Strategi Likuidasi. Strategi ini merupakan sebuah pengakuan dari suatu kegagalan. Bagaimanapun juga, mungkin lebih baik menghentikan operasi perusahaan daripada meneruskannya akan tetapi nanti rugi besar. Jadi strategi ini bertujuan untuk menutup perusahaan. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya. Dengan menjual harta perusahaan, maka pemegang saham akan dapat memperkecil kerugiannya. (David, 2006)

2.4 Analisis Lingkungan Internal

  Analisis lingkungan internal lebih pada analisis intern perusahaan dalam menilai atau mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi keuangan dan akuntansi, pemasaran, riset dan pengembangan, personalia serta operasional. Inti dari analisis lingkungan internal ini adalah berusaha untuk mencari keunggulan strategis yang dipakai untuk membedakan diri dari pesaing. Menurut Jauch dan Gluech (1999), lingkungan internal adalah proses dimana perencanaan strategi mengkaji faktor internal perusahaan untuk menentukan dimana perusahaan memiliki kekuatan dan kelemahan yang berarti sehingga dapat mengelola peluang secara efektif dan menghadapi ancaman yang terdapat dalam lingkunban. Sedangkan menurut Robinson dan Pearce (1997), analisis lingkungan internal adalah pengertian mengenai pencocokan kekuatan dan kelemahan internal dengan peluang dan ancaman eksternal. Selanjutnya Robinson dan Pearce (1997) memberikan langkah- langkah dan menganalisis lingkungan internal yang nantinya akan menghasilkan profit perusahaan terdiri dari:

  1) Identifikasi faktor-faktor strategik internal dan kegiatan yang paling penting : e. Identifikasi faktor internal kunci : 1. Pemasaran.

  Pemasaran adalah starting point setiap kegiatan bisnis. Kajian mengenai kelayakan suatu usaha selalu dimulai dari perkiraan kemampuan melakukan penetrasi pasar. Karena itu, tak ada bisnis yang bisa dikembangkan tanpa pemasaran. Unsur pemasaran sering disebut dengan bauran pemasaran yang terdiri dari unsur produk, harga, distribusi dan promosi. Keempat elemen

  2. Keuangan.

  Faktor keuangan memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan atau laba perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan perusahaan.

  3. Eksisting Pasar.

  Eksisting pasar diartikan sebagai penataan pasar secara benar meliputi interior maupun eksterior sehingga memberikan kenyamanan bagi penjual maupun pembeli dalam melakukan transaksi. Kondisi eksisting pasar tradisional terdiri dari interior, eksterior, tata letak kios, ancaman bahaya kebakaran dan sistem keamanan.

  4. Sumber Daya Manusia (SDM) Bagian SDM berkaitan dengan perencanaan, pelatihan dan penempatan staf yang sesuai dengan rencana perusahaan dalam jangka waktu tertentu. SDM yang berkualitas akan mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih maksimal.

  5. Manajemen Mutu.

  Manajemen mutu dilaksanakan dalam menjaga kualitas kerja dan produk sehingga tetap memenuhi standar yang diinginkan.

  6. Teknologi Informasi Teknologi informasi merupakan bagian dari sistem penunjang pengambilan keputusan manajemen dalam berbagai hal. Pengelolaan informasi berbasis komputer sangat menentukan proses pengambilan keputusan perusahaan.

  7. Organisasi dan Manajemen Umum.

  Pengelolaan SDM yang benar dalam organisasi dimaksudkan untuk mensinergikan kemampuan dengan kesesuain bidang kerja staf, sehingga pekerjaan yang dilaksanakan dapat maksimal.

  f. Identifikasi kegiatan umum :

  1. Logistik ke dalam

  2. Operasi

  3. Logistik ke luar

  4. Pemasaran dan penjualan

  5. Layanan

  g. Identifikasi kegiatan penunjang :

  1. Pembelian

  2. Pengembangan teknologi

  3. Manajemen sumber daya manusia

  4. Infastruktur perusahaan 2) Bagaimana faktor-faktor dan kegiatan-kegiatan ini dibandingkan dengan informasi historis dan standar keunggulan internal.

  3) Evaluasi faktor-faktor strategik intern dengan cara :

  a. Perbandingan dengan kinerja masa lalu

  b. Perbandingan dengan pesaing

  c. Perbandingan dengan fator-faktor sukses dalam industri

2.5 Analisis Lingkungan Eksternal

  Istilah lingkungan bisnis memiliki yang luas karena menunjukkan seluruh pengaruh eksternal terhadap organisasi (Kuncoro, 2006). Lingkungan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan sifatnya tidak dapat diprediksi dengan tetap dan cepat sekali mengalami perubahan. Menurut Jauch dan Gluech (1999), analisis lingkungan eksternal adalah suatu proses yang digunakan perencanaan dalam menentukan peluang ancaman terhadap perusahaan. Robinson dan Pearce (1997) membagi lingkungan eksternal menjadi :

  1) Lingkungan Jauh yang terdiri dari faktor-faktor yang pada dasarnya diluar dan terlepas dari perusahaan. Lingkungan jauh ini memberikan kesempatan besar bagi perusahaan untuk maju, sekaligus dapat menjadi hambatan dan ancaman untuk maju. Lingkungan jauh ini terdiri dari beberapa faktor yakni :

  a. Ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik lagi agar perusahaan dapat bergerak maju dalam usahanya. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kondisi ekonomi suatu daerah atau negara adalah siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa, pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita.

  b. Sosial dan Budaya. Kondisi sosial masyarakat memang berubah- ubah. Hendaknya perubahan-perubahan sosial yang terjadi yang mempengaruhi perusahaan dapat diantisipasi oleh perusahaan. Kondisi sosial ini misalnya sikap, gaya hidup, adat istiadat, dan kebiasaan orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan.

  c. Teknologi. Kemajuan teknologi yang pesat tidak hanya mencakup penemuan-penemuan baru, tetapi juga meliputi cara-cara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan, artinya bahwa ia memberikan suatu gambaran yang luas, meliputi mendesain, menghasilkan, dan mendistribusikan. Setiap kegiatan usaha yang diiinginkan untuk berjalan terus menerus harus selalu mengikuti perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada produk atau jasa yang dihasilkan atau cara operasinya.

  d. Pemerintah. Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para pengusaha. Kebijakan yang diputuskan diharapkan dapat memberi dampak positif bagi dunia usaha terutama perlindungan terhadap pasar tradisional. Beberapa hal utama yang perlu diperhatikan dari faktor pemerintah adalah Undang- Undang dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah.

  2) Lingkungan Industri. Lingkungan ini lebih mengarah pada aspek persaingan dimana bisnis perusahaan berada. Intensitas persaingan dalam suatu industri pasar ritel dikatakan sebagai kondisi yang tidak menguntungkan, atau juga ketidakberuntungan. Tidak setiap industri memiliki potensi yang sama. Tujuan akhir dari suatu bisnis unit dalam industri adalah untuk menemukan posisi pada industri dimana perusahaan bisa mempertahankan diri melawan tekanan kompetitif yang ada. Pengetahuan mengenai sumber dari tekanan kompetitif akan menunjukkan kekuatan dan kelemahan yang penting, serta menunjukkan posisi dalam industri, menjelaskan area dimana peluang dan tantangan akan berarti.

  Selain itu juga dalam rangka memutuskan area untuk difersifikasi. Porter dalam Rangkuti (2004) merumuskan Model “Lima Kekuatan Persaingan” Porter seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Lima Kekuatan Persaingan Porter

  Kelima lingkungan persaingan ini meliputi beberapa faktor yakni : a) Ancaman Pendatang baru.

  Suatu perusahaan akan tertarik terjun ke dalam suatu industri bila industri tersebut menawarkan keuntungan yang tinggi. Secara makro dengan masuknya pemain baru dalam industri ritel pasar akan membuat persaingan menjadi ketat yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya laba yang diterima bagi semua ritel termasuk pasar tradisional. Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, kekuatan dan kelemahan yang penting, serta menunjukkan posisi dalam industri, menjelaskan area dimana peluang dan tantangan akan berarti. Selain itu juga dalam rangka memutuskan area untuk difersifikasi. Porter dalam Rangkuti (2004) merumuskan Model “Lima Kekuatan Persaingan” Porter seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Lima Kekuatan Persaingan Porter

  Kelima lingkungan persaingan ini meliputi beberapa faktor yakni : a) Ancaman Pendatang baru.

  Suatu perusahaan akan tertarik terjun ke dalam suatu industri bila industri tersebut menawarkan keuntungan yang tinggi. Secara makro dengan masuknya pemain baru dalam industri ritel pasar akan membuat persaingan menjadi ketat yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya laba yang diterima bagi semua ritel termasuk pasar tradisional. Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, kekuatan dan kelemahan yang penting, serta menunjukkan posisi dalam industri, menjelaskan area dimana peluang dan tantangan akan berarti. Selain itu juga dalam rangka memutuskan area untuk difersifikasi. Porter dalam Rangkuti (2004) merumuskan Model “Lima Kekuatan Persaingan” Porter seperti terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Lima Kekuatan Persaingan Porter

  Kelima lingkungan persaingan ini meliputi beberapa faktor yakni : a) Ancaman Pendatang baru.

  Suatu perusahaan akan tertarik terjun ke dalam suatu industri bila industri tersebut menawarkan keuntungan yang tinggi. Secara makro dengan masuknya pemain baru dalam industri ritel pasar akan membuat persaingan menjadi ketat yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya laba yang diterima bagi semua ritel termasuk pasar tradisional. Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumber daya yang besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi mudah atau sulitnya rintangan memasuki suatu industri adalah sebagai berikut :

  1. Skala ekonomi

  2. Diferensiasi produk

  3. Kebutuhan Modal

  4. Biaya beralih pemasok (switching cost)

  5. Akses ke saluran distribusi

  6. Biaya tak menguntungkan bebas dari skala

  7. Kebijakan pemerintah

  8. Perkembangan Teknologi Ancaman masuknya pendatang baru dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh si pendatang baru. Jika rintangan atau hambatan ini dari kedelapan faktor diatas besar maka ancaman masuknya pendatang baru akan rendah.

b) Daya Tawar Pemasok

  Pemasok atau penjual dapat menggunakan kekuatan tawar-menawar terhadap pembeli dalam industri dengan cara menaikkan harga atau menurunkan kualitas produk atau jasa yang dibeli. Kondisi-kondisi yang membuat posisi pemasok kuat cenderung menyerupai kondisi yang membuat pembeli kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat atau tidaknya daya tawar penjual atau pemasok adalah sebagai berikut:

  1. Pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terpusat pada industri dimana mereka menjual. Pemasok yang menjual pada pembeli yang terfragmentasi biasanya akan dapat mempengaruhi harga, kualitas, serta syarat-syarat penjualan.

  2. Produk pemasok hanya mempunyai sedikit pengganti barang substitusi 3. Industri bukan satu-satunya tempat pemasok menjual produknya.

  Apabila suatu industri bukan merupakan pelanggan utama dari pemasok maka kecenderungan pemasok dapat memaksakan kekuatannya pada industri tersebut. Jadi pembeli bukan merupakan pelanggan yang penting bagi pemasok.

  4. Produk pemasok sangat penting bagi pembeli

  5. Produk pemasok memiliki biaya pengalihan yang tinggi

  6. Kelompok pemasok melakukan integrasi maju pada suatu industri dengan kata lain pemasok memiliki ancaman integrasi ke depan yang kuat

  7. Kebijakan pemerintah dalam membatasi perilaku pemasok. Pemerintah juga mempengaruhi posisi industri dengan produk pengganti melalui regulasi, subsidi dan lain-lain.

c) Persaingan yang semakin ketat dengan perusahaan sejenis.

  Persaingan antar pesaing dalam industri yang sama ini menjadi pusat kekuatan persaingan. Kompetitor dalam hal ini adalah pemain yang menghasilkan serta menjual produk sejenis, yang akan bersaing dalam memperebutkan market share. Semakin tinggi tingkat persaingan antar perusahaan mengindentifikasikan semakin tinggi pula profitabilitas industri, namun profitabilitas perusahaan mungkin menurun.

  d) Ketersediaan Substitusi.

  Barang atau jasa substitusi merupakan barang atau jasa yang dapat menggantikan produk sejenis. Adanya produk atau jasa pengganti akan membatasi jumlah laba potensial yang didapat dari suatu industri. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh produk pengganti, makin ketat pembatasan laba dari suatu industri. Produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah produk yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau kualitas yang lebih baik daripada produk industri atau dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi.

  e) Kekuatan Daya Tawar Pembeli.

  Daya tawar pembeli pada industri berperan dalam menekan harga untuk turun, serta memberikan penawaran dalam peningkatan kualitas ataupun layanan lebih, dan membuat kompetitor saling bersaing satu sama lain. Pembeli memiliki daya tawar yang kuat bila memenuhi beberapa hal sebagai berikut :

  1. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif terhadap penjualan.

  2. Produk yang dibeli merupakan bagian dari biaya atau pembelian dengan jumlah yang cukup besar. Sehingga pembeli cenderung mencari harga yang menguntungkan dan menggunakan dananya untuk melakukan pembelian secara selektif.

  3. Produk yang dibeli adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.

  Sehingga pembeli yakin akan menemukan pemasok alternatif yang memberikan penawaran lebih baik.

  4. Pembeli menghadapi switching cost yang kecil. Hal ini akan dialami apabila switching cost ditanggung oleh penjual.

  5. Pembeli mendapatkan laba kecil. Laba yang randah menimbulkan keinginan yang besar untuk menekan biaya.

  6. Pembeli menunjukkan keinginan untuk melakukan integrasi balik. Hal ini terjadi jika pembeli sudah terintegrasi dengan industri kemudian menunjukkan keinginan untuk melakukan integrasi balik.

  7. Produk industri tidak mempengaruhi kualitas produk atau jasa pembeli.

  Apabila kualitas produk pembeli sangat dipengaruhi oleh produk industri, pada umumnya harga produk tidak begitu penting bagi pembeli. Pembeli mempunyai informasi lengkap mengenai produk. Seperti informasi tentang permintaan, harga pasar yang aktual, dan bahkan biaya pemasok, biasanya posisi tawar-menawar menjadi lebih kuat.

2.6 Penelitian Terdahulu

  Kiik (2006) melakukan penelitian dengan judul “Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidak Optimalnya Fungsi Pasar Tradisional Lolowa dan Pasar Tradisional Fatubenao Kecamatan Atambua Kabupaten Belu”. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi menyebabkan tingginya aktivitas di Pasar Inpres Atambua, akibatnya pasar menjadi padat dan tidak teratur. Selain itu juga sudah merupakan suatu kebutuhan untuk mengembangkan wilayah pinggiran Kecamatan Kota Atambua atau memacu aktivitas ekonomi di wilayah pinggiran tersebut dengan mengarahkan pendistribusian fasilitas ekonomi ke wilayah pinggiran. Berkaitan dengan hal tersebut, pada akhir tahun 2004 pemerintah daerah telah berupaya untuk memindahkan sebagian pedagang dari pasar tersebut ke Pasar Lolowa dan Pasar Fatubenao (lokasi baru) yang merupakan wilayah pinggiran Kecamatan Kota Atambua. Namun kedua pasar tersebut sampai saat ini masih belum dapat berfungsi dengan baik karena hampir tidak ada pedagang yang berminat untuk menempati pasar tersebut. Pedagang yang telah dipindahkan ke lokasi pasar yang baru kembali beraktivitas di Pasar Inpres Atambua.

  Untuk itu penelitian ini yang bertujuan untuk mencari jawaban, faktor- faktor apa saja yang mengakibatkan tidak optimalnya fungsi pasar tradisional di lokasi baru dengan menyelidiki keterkaitannya dengan aspek kebijakan pemerintah, aspek fisik keruangan dan aspek sosial ekonomi. Tujuan tersebut dicapai melalui sasaran-sasaran: identifikasi dan analisis kebijakan pemerintah daerah, identifikasi dan analisis kondisi eksisting, identifikasi dan analisis sistem penunjang, identifikasi dan analisis pola aktivitas, identifikasi dan analisis sosial ekonomi masyarakat dan merumuskan faktor-faktor penyebab tidak optimalnya fungsi pasar tradisional yang baru. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kualitatif akan menggunakan analisis deskriptif, sedangkan untuk metode penelitian kuantitatif akan digunakan analisis faktor dan alat analisis kuantitatif lain seperti analisis jarak dan kesempatan terdekat, analisis indeks sentralitas, dan analisis potensi penduduk.

  Dari analisis yang dilakukan terdapat beberapa temuan studi antara lain terdapat indikasi ketidaktahuan dan ketidaktaatan masyarakat dalam pemanfaatan ruan, tidak ada peruntukan fasilitas perdagangan di Kelurahan Lidak dan Fatubenao, pembangunan pasar yang baru tidak melalui studi kelayakan, pedagang bersedia dipindahkan asal tidak hanya sebagian, tetapi seluruhnya, tidak adanya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pasar yang baru, produk tata ruang sudah tidak sesuai dengan perkembangan kota, aksesibilitas menuju dua pasar baru belum cukup baik, pasar baru dapat menampung pindahan pedagang dari Pasar Inpres Atambua dan tidak terdapatnya jalur angkutan kota ke Pasar Fatubenao. Temuan lainnya adalah pedagang di Pasar Inpres Atambua banyak yang mempunyai langganan tetap atau hubungan yang baik dengan konsumen, sebaran fasilitas, kepadatan penduduk dan potensi penduduk masih belum cukup memadai di Kelurahan Lidak dan Kelurahan Fatubenao, masih terdapat pengungsi yang tinggal di bangunan Pasar Fatubenao.

  Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa terdapat keterkaitan antara tidak optimalnya fungsi Pasar Lolowa dan Pasar Fatubenao dengan aspek kebijakan pemerintah, aspek fisik keruangan dan aspek sosial ekonomi. Aspek- aspek tersebut diuraikan dalam beberapa faktor yaitu: aksesibilitas (prasarana jalan dan moda transportasi), aglomerasi, sebaran fasilitas sosial dan ekonomi, internal pasar (fisik bangunan pasar, sarana pendukung dan utilitas), kebijakan keruangan, kebijakan partisipasi masyarakat, hubungan sosial pedagang dan konsumen serta faktor keberadaan pengungsi.