BAB II LOKASI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Letak Desa - Modifikasi Ulos Batak (Studi Etnografi Tentang Perubahan Fungsi dan Ekonomi Kreatif)

BAB II LOKASI PENELITIAN

2.1. Lokasi dan Letak Desa

  Lokasi penelitian ini terletak di Desa Parbubu II, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Untuk mencapai Desa Parbubu II ini dibutuhkan waktu ± 7 jam pejalanan dari ibukota Provinsi Sumatera Utara yakni Kota Medan. Desa Parbubu II ini bejarak ½ jam dari Kota Tarutung.

  Kota Tarutung adalah kotyang merupakan ibu kota Kota Tarutung merupakan Kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil di Kabupaten Tapanuli Utara tetapi memiliki kepadatan tertinggi di Kabupaen Tapanuli Utara. Untuk mecapai Desa Parbubu II ini dapat ditempuh melalui jalur darat.

  Wilayah Desa Parbubu II ini dibagi dalam 11 lingkungan dan 4 dusun. Adapun batas-batas wilayah Desa Parbubu II adalah :

  • Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Parbubu Pea • Sebelah Barat : berbatasan dengan Parbubu Dolok • Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Parbubu I • Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Hutapea Banuarea

  

Gambar 1

Peta Kecamatan Tarutung

Sumber Gambar : Tarutung Dalam Angka 2011.

2.2. Sejarah Desa

  Lokasi penelitian yang berada di Desa Parbubu II yang memiliki asal-usul daerah yang menurut cerita warga masyarakat terbentuk kira-kira 300 tahun yang lalu. Berdasarkan cerita natua-tua atau orang-orang tua di desa ini, ada salah seorang yang dianggap sebagai orang yang pertama kali menempati desa ini.

  Orang yang pertama kali tinggal di desa ini bermarga Tobing, dan selama tinggal keturunannya di Tarutung. Salah satu keturunannya bahkan sampai sekarang masih bermukim di salah satu dusun di Desa Parbubu II.

  Menurut cerita warga masyarakat, Desa Parbubu II pada awal sebelum ditempati oleh warga masyarakat merupakan hutan belukar di lereng Gunung Martimbang. Secara berangsur-angsur maka hutan belukar itu berubah menjadi sebuah desa yang bernama Parbubu II. Sampai sekarang Desa Parbubu II ini masih dikelilingi oleh hutan-hutan yang berasal dari Gunung Martimbang walaupun jumlahnya tidak lagi banyak.

  Suku Bangsa yang paling banyak tinggal di desa ini adalah suku Batak Toba, mengingat akan sejarah desa ini yang dibuka oleh seorang yang berasal dari suku Batak Toba maka keturunannya lah yang mendominasi jumlah penduduk yang bermukim di desa ini. Penduduk Desa Parbubu II ini masih terikat dengan adat istiadat dan tradisi Batak Toba yang kental. Hal tersebut dapat dilihat dari upacara perkawinan, kematian dan upacara adat lainnya yang masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat dengan tata cara adat yang masih berlaku. Norma- norma dan kebiasaan yang berlaku di daerah ini juga disesuiakan dengan aturan- aturan dalam suku Batak Toba, jadi aturan yang mengatur kehidupan masyarakat disini masih didominasi oleh aturan adat, walaupun secara administratf ada peraturan Undang-Undang yang juga ikut mengatur kehidupan masyarakatnya.

2.3. Kondisi Geografis

  Luas wilayah Desa Parbubu II keseluruhan adalah 450 Ha. Desa Parbubu

  II memilki tanah yang subur, di sekitarnya banyak dijumpai sawah dan ladang kopi milik penduduk. Desa Parbubu II ini tergolong tempat dengan dataran yang tinggi karena wilayah ini merupakan kawasan lereng gunung.

  

Tab el 1

Komposisi Jenis Pemanfaatan Lingkungan Oleh Penduduk Desa Parbubu II

No Jenis Pemanfaatan Lingkungan Jumlah

  1 Sawah

  37

  2 Kebun/ Ladang

  45

  3 Tambak/ Kolam

  23

  4 Rawa

  7 Sumber: Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007 Dari jenis pemanfaatan lingkungan di Desa Parbubu II, mayoritas dari warga bekerja sebagai petani, baik itu bertani ladang maupun sawah. Dalam sisi yang lain terdapat satu bagian dari masyarakat yang ada di Desa Parbubu II ini yakni para perempuan yang telah menjadi orang tua tunggal (janda) yang sebagian besar dari mereka memanfaatkan sawah dan ladang sebagai tempat mencari penghasilan. Sepeninggal suami mereka, biasanya para janda ini meneruskan Mereka melakukan hal tersebut tanpa kendala karena sewaktu suami mereka masih hidup pun mereka sudah terbiasa membantu suami mereka di sawah atau ladang jadi bukan hal yang baru lagi bagi mereka untuk mengolah sawah dan ladang.

  Pemanfaatan lingkungan melalui sawah dan ladang ini dikerjakan sendiri oleh para warga masyarakat, mulai dari mencangkul, mengairi sawah, menanam bibit, memotong rumput dan sampai saat memanen. Mereka berusaha mandiri dengan mengolah sawah atau ladang yang dapat menghasilkan uang untuk mereka. Sementara itu ketika sampai di rumah sebagian dari kaum wanita akan melakukan aktifitas menenun ulos yang mana hasilnya akan dipakai sendiri pada pesta adat ataupun di jual kepada orang yang berminat.

2.4. Pola Pemukiman Masyarakat

  Wilayah pemukiman penduduk Parbubu II ini luasnya 17 Ha. Di Desa Parbubu II pola pemukiman penduduk tidak terpusat pada satu wilayah. Dalam satu wilayah jarak rumah satu dengan rumah lain tidak begitu berjauhan, antara rumah satu dengan rumah yang lain tidak dibatasi oleh pagar atau tembok.

  

Tab el 2

Komposisi Jenis Rumah Penduduk di Desa Parbubu II adalah :

No. Jenis Rumah Jumlah

  1. Menurut Sifat dan Bahannya a.

  67 Rumah Panggung / Kayu b. Rumah Semi Permanen

  118 c. Rumah Permanen

  6

  2. Menurut Fasilitasnya

  a. 163 Pelanggan PLN b.

  Pelanggan PAM

  23 c. Pelanggan Telepon d.

  Rumah Yang Memiliki WC

  • e.

  Rumah Yang Tidak Memiliki WC

  28

  93 Sumber: Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.5. Keadaan Penduduk

  Keadaan penduduk merupakan apa-apa saja yang terdapat di masyarakat tersebut yang berhubungan dengan kehidupan dan aktivitasnya sehari-hari di daerah itu. Dapat diketahui kondisi suatu daerah apabila kita telah mengetahui keadaan penduduknya, dengan itu dapat diperoleh data atau hasil yang diinginkan dari satu daerah.

  2.5.1.Bahasa

  Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting, bahasa menjadi kunci penentu proses perubahan. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan maksud dan tujuan kita kepada orang lain, bahasa juga merupakan perantara penyampai ilmu pengetahuan yang kita miliki kepada orang lain. Bahasa yang biasa digunakan penduduk Desa Parbubu II ini adalah bahasa Batak Toba, mengingat hampir seluruh penduduknya adalah suku Batak Toba.

  Penggunaan bahasa lain seperti bahasa Indonesia hanya digunakan pada saat dan ditempat-tempat tertentu saja seperti di sekolah maupun tempat bimbingan belajar. Umumnya masyarakat hanya memakai bahasa Indonesia ketika ada orang asing yang datang. Orang asing yang dimaksud adalah suku lain selain Batak Toba yang tidak mengerti bahasa Batak Toba.

  2.5.2. Jumlah penduduk, usia dan jenis kelamin

  Bedasarkan data monografi Desa Parbubu II Tahun 2006-2007, jumlah penduduk di desa Parbubu II sebanyak 737 jiwa yang terdiri dari 278 orang laki- laki dan 459 orang perempuan.Di desa ini terdapat 174 kepala keluarga. Jumlah janda di Desa Parbubu II tercatat 19 orang sampai tahun 2007. Di desa ini lebih banyak jumlah perempuan dibandingkan laki-laki.

  Laki-laki di desa ini sebagian besar jika sudah beranjak dewasa akan merantau ke kota lain untuk tujuan bekerja atau bersekolah, sedangkan perempuan perempuan jarang diijinkan merantau karena perempuan biasanya diharapkan mengurus urusan rumah oleh orang tuanya sedangkan laki-laki yang pergi bekerja mencari nafkah. Jadi keinginan merantau lebih diprioritaskan untuk laki-laki.

  

Tab el 3

Komposisi Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia Di Desa Parbubu II

No Golongan Usia Jumlah Penduduk

  1. 0-5 Tahun

  61 Orang 2. 6-12 tahun 83 orang 3. 13-18 tahun 90 orang 4. 19-25 tahun 76 orang 5. 26-35 tahun 89 orang 6. 36-45 tahun 82 orang 7. 46-55 tahun 70 orang 8. 56-65 tahun 86 orang 9. 66-75 Tahun 56 orang

  10. 76 tahun ke atas 54 orang

  

Tab el 4

Komposisi Penduduk Usia Produktif (18 s/d 55 Tahun) Di Desa Parbubu II

No. Jenis Kelamin Jumlah

  1. Laki-laki 150

  2. Perempuan 157 Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.5.3. Pendidikan

  Di Desa Parbubu II walaupun rata-rata masyarakatnya sudah mengecap pendidikan minimal SD, tetapi pendidikan di Desa ini lebih diutamakan untuk anak laki-laki karena dianggap anak laki-laki lah yang kelak menjadi pemimpin dan mencari nafkah keluarga sehingga memerlukan pendidikan yang bagus sebagai modal baginya.

  Pendidikan bagi masyarakat di desa ini ternyata merupakan hal yang paling penting. Para janda-janda di desa ini walaupun berada dalam di tengah ekonomi yang sulit dan tanpa bantuan dari suaminya ternyata untuk urusan pendidikan anak-anaknya para perempuan ini akan berusaha dengan sekuat tenaga

  Pemberian pendidikan sejak dulu lebih diutamakan pada anak laki-laki, anak laki-laki diberikan ijin untuk bersekolah bahkan bila diperlukan mereka dapat merantau untuk mencari ilmu. Hal ini mungkin salah satu penyebab para perempuan janda di desa ini memliki keahlian terbatas, hanya pada keahlian bersawah dan bertenun saja. Latarbelakang pendidikan yang hanya rata-rata SD membatasi ruang gerak perempuan untuk bekerja di sektor lain, ini juga pembatasan kemandirian perempuan akibat budaya yang telah terbangun sejak dahulu di masyarakat Batak Toba.

  47 Orang

  4 Orang

  6. Sarjana S1/S2/S3

  5 Orang

  Tidak Tamat 150 Orang

  Tamat b.

  3. SMU / Derajat a.

  3 Orang

  Tidak Tamat

  

Tab el 5

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikannya Di Desa Parbubu II

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk

  Tamat b.

  2. SLTP / Sederajat a.

  20 Orang

  80 Orang

  Tidak Tamat

  Tamat b.

  1. SD a.

   Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/20

2.5.4. Mata Pencaharian

  Penduduk Desa Parbubu II sebagian besar bekerja sebagai petani dan selebihnya bekerja sebagai peternak, pegawai negeri sipil, karyawan swasta, pedagang, supir, pekerja bangunan, dan lain sebagainya. Dari semua jenis pekerjaan yang ada di desa ini, para perempuan janda yang ada di desa ini sebagian besar bekerja sebagai petani. Pekerjaan ini sebenarnya merupakan pekerjaan berat dan biasanya dilakukan oleh para laki-laki tetapi perempuan di desa ini dapat mengerjakan sawah seorang diri. Hal ini membuktikan bahwa perempuan yang selama ini dipandang sebagai mahluk yang lemah dibandingkan laki-laki ternyata dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh laki- laki. Dalam hal pekerjaan lain yang disediakan di desa ini, para perempuan ini sulit mendapatkan akses untuk memilih pekerjaan lain dikarenakan adanya keterbatasan pendidikan, keahlian serta modal yang dimiliki oleh para perempuan ini.

  Melalui mata pencaharian ini membuktikan bahwa perempuan yang menjadi janda dapat mandiri dengan menggantikan fungsi suaminya sebagai pencari nafkah, ini juga membuktikan bahwa perempuan dapat berperan ganda yaitu membesarkan anak-anaknya sekaligus mencari nafkah.

  

Tab el 6

Komposisi Jumlah Penduduk Desa Parbubu Ii Menurut Profesinya

No. Profesi Jumlah

  35 Orang

  Masyarakat Desa Parbubu II sebagian besar menganut agama Kristen Protestan. Agama yang dianut masyarakat di desa ini secara langsung

  39 Orang Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

  8. Lain-lain

  18 Orang

  7. Pekerja Bangunan

  8 Orang

  6. Sopir/Kenek

  5. Pedagang

  1. Petani

  39 Orang

  4. Karyawan Swasta

  19 Orang

  3. Pegawai Negeri Sipil

  3 Orang

  2. Peternak

  82 Orang

2.5.5.Agama

  ditemukan janda yang bercerai karena suaminya telah meninggal. Tidak ada ditemukan janda yang cerai hidup atau janda yang memiliki anak tanpa suami.

  Hal ini disebabkan karena agama yang dianut oleh masyarakat di desa ini tidak memperbolehkan adanya perceraian.

  Perempuan yang telah menjadi janda di desa ini, memiliki perkumpulan ibadah yang dilaksanakan satu kali dalam seminggu. Di dalam perkumpulan ini selain melakukan doa bersama juga mereka dapat saling bercerita tentang kesusahan yang mereka alami di dalam kehidupan mereka. Karena setelah ditinggal oleh suami mereka, secara otomatis beban mereka akan bertambah banyak. Dalam perkumpulan ini mereka dapat memperoleh hiburan dari masalah- masalah mereka sehari-hari.

  

Tab el 7

Komposisi Penduduk Menurut Agama Di Desa Parbubu II

No. Islam Jumlah Penduduk

  1. Islam

  1 Orang

  2. Protestan 737 Orang

  • 3. Katolik -

  4. Hindu

  • 5. Budha

  6. Aliran Kepercayaan

  4 Orang Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6. Sarana dan Prasarana

  Sarana dan Prasarana yang tersedia di suatu desa akan sangat membantu perkembangan masyarakat di desa itu. Adanya sarana dan prasarana yang memadai dari pemerintah masyarakat akan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.6.1. Sarana Ibadah

  Penduduk di Desa Parbubu II mayoritas bergama Kristen karena itulah di desa ini hanya terdapat sarana ibadah Gereja untuk tempat ibadah umat Kristen disini. Gereja di desa ini dimanfaatkan para janda di desa ini sebagai tempat perkumpulan ibadah mereka.

  

Tab el 8

Komposisi Sarana Agama Di Desa Parbubu II

No. Sarana Keagamaan Jumlah

  • 1. Mesjid -

  2. Surau / Mushola

  3. Gereja

  1 4. - Kuil / Pura

  

Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6.2. Sarana Kesehatan

  Sarana kesehatan di desa Parbubu II tidak begitu banyak jumlahnya, hanya terdiri dari Puskesmas, Poliklinik da Posyandu. Para Janda yang ada di Desa Parbubu II sesekali menggunakan sarana kesehatan di desa ini seperti Posyandu. Mereka membawa anak mereka yang masih balita untuk diimunisasi, sedangkan sarana kesehatan lainnya seperti Puskesmas dan Poliklinik digunakan bila sangat membutuhkan saja, artinya bila sakit ringan mereka memilih meminum obat saja dibandingkan harus langsung ke Poliklinik atau Puskesmas. Waktu dulu mereka melahirkan, mereka jarang melahirkan di Puskesmas, biasanya bidan desa yang

  

Tab el 9

Komposisi Sarana Kesehatan Di Desa Parbubu II

No. Sarana Kesehatan Jumlah

  • 1. Rumah Sakit

  2. Puskesmas / Pustu

  1

  3. Poliklinik

  1

  4. Pos Yandu

  1

  • 5. Prakter Dokter -

  6. Apotik

  • 7. Toko Obat Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

  

Tabel 10

Komposisi Pelayan Kesehatan Di Desa Parbubu II

No. Petugas Pelayan Kesehatan Jumlah

  1. Dokter

  1

  2. Perawat

  2

  3. Bidan

  2 Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.6.3. Sarana Perekonomian Desa

  Sarana perekonomian di Desa Parbubu II membatu masyarakat memenuhi kebutuhannya, seperti warung-warung yang ada di desa ini menjual keperluan dapur serta bahan makanan sehingga masyarakat tidak perlu pergi ke kota untuk sekedar membeli keperluan-keperluan kecil.

  Adanya warung-warung di desa ini juga menunjukkan bahwa masyarakat di desa sudah sedikit memahami mengenai tentang kebutuhan ekonomi yang dibutuhkan masyarakat di desa ini. Selain bermanfaat bagi masyarakat, adanya warung-warung ini juga sedikit membatu usaha para janda yang ada di desa ini.

  Adanya warung-warung di desa ini akan semakin memudahkan para janda ini

  • 3. Toko / Kios / Warung

  5. Bank BPR - Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

  3. Gedung Pertemuan Lain

  1 Meminjam

  2. Balai Desa

  1 Pribadi

  1. Kantor Kepala Desa

  

Tabel 12

Komposisi Sarana Pemerintahan Desa Parbubu II

No. Sarana Pemerintahan Desa Jumlah Status Kepemilikan

  4. Lumbung Desa -

  

Tab el 11

Komposisi Sarana Perekonomian Desa Di Desa Parbubu II

No. Sarana Perekonomian Desa Jumlah

  10

  1

  Simpan Pinjam

  KUD b.

  2. Koperasi a.

  1. Pasar -

  1 Sewa Sumber : Data Monografi Desa Perbubu II Tahun 2006/2007

  2.7. Organisasi Kemasyarakatan

  Organisasi Kemasyarakatan yang ada di Desa Parbubu II ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk bersosialisasi dengan orang lain. Organisasi kemasyarakatan ini juga dimanfaatkan oleh para janda-janda ini untuk tetap membina hubungan baik dengan masyarakat lain.

  Seperti dalam persatuan marga-marga yang ada di desa ini, para janda masuk ke dalam organisasi marga-marga ini untuk tetap mempererat hubungan dengan keluarganya atau dengan keluarga suaminya. Mengikuti perkumpulan marga ini, ia akan tetap dianggap ada oleh keluarga suaminya walaupun keberadaannya sekarang tidak begitu diperhatikan dibandingkan sewaktu suaminya masig hidup.

  2.8. Sekilas Mata Pencaharian Bertenun

  Masyarakat Desa Parbubu II mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani, dimana laki-laki dan perempuan berprofesi sebagai petani. Kaum perempuan masyarakat Desa Parbubu II mengisi waktu selain bertani dengan kegiatan menenun kain ulos.

  Kegiatan menenun menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Desa pencaharian utamanya sebagai petani, mata pencaharian sebagai petani dalam hal ini bergantung kepada musim dan biaya produksi yang tinggi sehingga menenun menjadi satu-satunya pilihan mata pencaharian tambahan selain bertani.

  Mata pencaharian dengan menenun kain ulos yang dilakukan oleh kaum perempuan di Desa Parbubu II juga disebabkan oleh mata pencaharian dengan bertani yang dilakoni oleh mereka terkadang mengalami kegagalan (gagal panen) yang disebabkan oleh faktor musim, cuaca, dan lain sebagainya. Untuk mengatasi pendapatan yang tidak menentu yang diperoleh dengan cara bertani, kaum perempuan memilih untuk menenun kain ulos untuk mendapatkan penghasilan yang tetap.

  

Tabel 13

Komposisi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Ada Di Desa Parbubu II

No Organisasi Kemasyarakatan Jumlah

  1. Kelompok Tani

  4

  2. LKMD

  1

  3. Lembaga Partungkoan

  1

  4. Karang Taruna

  2

  5. Lembaga-lembaga Adat a.

  • b.

L.A.D.N

  Persatuan marga-marga

  4

  • 6. Klub-klub olahraga
  • 7. Kelompok-kelompok seni

  Sumber : Data Monografi Desa Parbubu II Tahun 2006/2007

2.8.1 Penduduk Yang Bertenun

  Kota Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara memiliki jenis ulos yang berbeda dengan Kota Siantar dan Balige maupun daerah lainnya, para penenun di Kota Tarutung masih menggunakan alat tenun sebagai fungsi utama mendapatkan ulos yang kuat dan tebal, hal ini terletak pada benangnya. Mereka menyebut benang tersebut dengan sebutan benang ipahan, benang yang belum diolah menjadi ulos. Sebelum benang dijadikan kain makanya awal prosesnya adalah benang tersebut

  

  harus diberi kanji dulu kemudian dipintal. Hal ini bertujuan agar benang yang akan dijadikan kain akan lebih kuat dan teksturnya lebih halus. Alat tenun yang digunakan terbuat dari kayu yang bisa dibeli jadi atau dibuat sendiri karena bahannya juga mudah didapat masyarakat dari hutan yang tidak jauh dari perkampungan mereka.

  Berbeda dengan yang digunakan para penenun Pematang Siantar dan Balige, mereka menggunakan mesin sebagai alat tenun. Harga alat tenun yang digunakan mencapai hingga jutaan rupiah, karena itu apabila menggunakan mesin maka hasil kain ulos yang didapat juga sangat tipis berbeda dengan ulos yang ditenun di wilayah Tarutung, dengan jenis kualitas kain yang ada maka harga ulos pun bervariasi. Ada yang mahal dan ada yang murah semua tergantung dengan kebutuhan dan juga kondisi ekonomi si pemakai. Setelah kain ulos siap, mereka memberikannya pada toko langganan mereka yang biasa menampung hasil tenunan mereka.

  Khusus untuk mereka para penenun ulos dari Siantar harga perlembar ulos mereka bisa mencapai harga ratusan ribu rupiah. Setelah dari penampungan tersebut maka ulos kembali lagi disebarkan diseluruh daerah di Sumatera contohnya Balige, Pematang Siantar, Sidempuan, Tebing Tinggi dan sampai ke Kota Medan. Tetapi terkadang dengan adanya modernisasi maka ujung dari ulos mengalami perubahan dengan ditambahkannya berbagai jenis bordir dan juga

  

payet . Permintaan tersebut bisa dilakukan oleh penenun juga tetapi dengan

  menaikkan harga dari biasanya tapi terkadang para penampung tersebut juga membuat sendiri tanpa bantuan dari penenun tersebut. Satu kain ulos biasa dikerjakan oleh penenun dalam tiga hari, sehingga dalam seminggu mereka bisa menghasilkan tiga lembar kain ulos.

  Tetapi terkadang apabila para masyarakat khususnya para pekerja penenun

  

ulos sedang melakukan kegiatan panen disawah maka minat jual mereka kepada

  para toko langganan tempat para penenun menjual hasil ulos mereka pun menurun, karena dalam beberapa minggu mereka tidak melakukan aktivitas menenun melainkan sedang disawah memanen dan menjemur padi mereka untuk dijual. Mereka tidak hanya berharap dari hasil penjualan kain ulos, disinilah kesempatan para agen yang biasa menampung ulos mereka bertindak untuk penenun tidak sedang melakukan kegiatan menenun ulos. Sedangkan apabila mereka tidak melakukan kegiatan memanen dan kembali untuk menenun ulos maka harga yang diberikan para agen penampung ulos relatif kecil.

  Ulos pun menjadi barang yang penting dan dibutuhkan semua orang kapan

  saja dan di mana saja, hingga akhirnya karena ulos memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat Batak dibuatlah aturan penggunaan ulos yang di tuangkan dalam aturan adat, misalnya

  • ulos hanya di berikan kepada kerabat yang di bawah kita, misalnya natoras tu ianakhon (orang tua kepada anak).
  • ulos yang di berikan haruslah sesuai dengan kerabat yang akan di beri

  ulos , misalnya ragihotang diberikan untuk ulos kepada hela (menantu laki-laki).

  Sedangkan menurut penggunaanya :

  • Siabithonon (dipakai ke tubuh menjadi baju atau sarung) digunakan ulos ragidup, sibolang, runjat, jobit dan lainnya.
  • Sihadanghononhon (diletakan di bahu) digunakan ulos sirara, sumbat, bolean, mangiring dan lainnya.
  • Sitalitalihononhon (pengikat kepala) digunakan ulos tumtuman,

  mangiring, padang rusa dan lain-lain. (dalam Sitompul, 2003:53)

  Saat ini tidak dibutuhkan ulos sebagai penghangat tubuh di saat tidur ataupun saat beraktifitas karena ada berbagai alat dan bahan yang lebih maju untuk memberi kehangatan bagi tubuh pada saat berada pada udara yang sangat dingin. sudah menjadi lambang kehangatan yang sudah mengakar di dalam

  Ulos

  budaya Batak. Namun juga menjadi tantangan bagi budaya Batak di masa depan, karena cara pandang dan penghargaan anak-anak muda masa depan sangat berbeda dengan para orang tua yang sempat merasakan berharganya nilai ulos dalam kekerabatan. Akan sangat banyak tantangan masa depan yang akan menghimpit “niat maradat” bagi generasi muda masa depan. Seperti masalah keuangan, penggunaan waktu, perkembangan pola pikir praktis, berkurangnya

  

rajaparhata . Keberagaman ulos juga memiliki jenis dan juga fungsi. Beberapa

  jenis dan fungsi ulos adalah ulos Antakantak,

   ulos ini dipakai sebagai selendang

  orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).

  Ulos bintang maratur, ulos ini merupakan ulos yang paling banyak

  kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba, beberapa diantaranya yakni: kepada anak yang memasuki rumah baru. Memiliki rumah baru (milik sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan terbesar bagi masyarakat Batak Toba, keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu berkat dari

  Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan.

  Keberhasilan membangun atau memiliki rumah baru adalah merupakan situasi yang sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang Batak yang tinggal dan menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula, walaupun konsep dan pemahaman tentang adat itu secara umum adalah sama, namun pada hal-hal tertentu ada kalanya memiliki perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun, oleh karena itu pemberian ulos bintang maratur khusus di daerah Silindung di berikan kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini sewaktu menempati atau meresmikan rumah baru.

  Secara khusus di daerah Toba ulos ini diberikan waktu acara selamatan usia kehamilan tujuh bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada anaknya.

  

Ulos ini juga di berikan kepada pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai parompa

  (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan untuk

  

pahompu (cucu) yang baru mendapat baptisan di gereja dan juga bisa di pakai

sebagai selendang.

  Ulos mangiring , ulos ini dipakai sebagai selendang. Ulos ini juga

  diberikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki dipergunakan sebagai parompa (alat gendong) untuk anak. Sedangkan ulos

  

pinuncaan merupakan kain ulos uang terdiri dari lima bagian yang ditenun secara

terpisah yang kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu ulos.

  Dalam kehidupan masyarakat Batak Toba ulos memiliki beberapa kegunaan, antara lain:

  • Dipakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ disandang oleh raja-raja adat.
  • Dipakai oleh rakyat biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ hasuhuton (tuan rumah).
  • Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain atau hohophohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
  • Ulos ini juga berfungsi sebagai ulos passamot pada acara perkawinan.

  Ulos passamot di berikan oleh orang tua pengantin perempuan (hulahula)

  kepada kedua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.

  Ulos ragi hotang merupakan ulos yang diberikan kepada sepasang

  pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama ulos

  

hela . Pemberian ulos hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan

  telah menyetujui put rinya dipersunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di memberikan mandar hela (sarung menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua, dan sarung tersebut dipakai dan dibawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

  Ulos ragi huting . Ulos ini sekarang sudah jarang dipakai, konon pada

  jaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai

  

ulos ragi huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (hobahoba)

  yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) Batak Toba yang beradat. Seiring dengan berjalannya waktu ada juga

  

ulos yang jarang dipakai dalam berbagai acara adat batak. Hal ini karena ulos

  sudah tidak diproduksi lagi, seperti ulos raja, ulos ragi botik, ulos gobar, ulos saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan ulos sibolang.

  Berdasarkan pengamatan lapangan, dimana mata pencaharian masyarakat Desa Parbubu II sebagai penenun kain ulos, terdapat 83 orang yang menjadi penenun ulos dimana 10 diantaranya bekerja pada kilang ulos di Desa Parbubu II yang menjadi informan penelitian ini.

  Kaum perempuan yang menenun kain ulos di Desa Parbubu II merupakan salah satu keahlian yang diperoleh secara turun-temurun, hal ini juga didukung oleh pola motif dan persebaran ulos yang secara adat dibawa oleh pihak perempuan sehingga pola dan motif ulos berkembang seiring dengan perjalanan keturunan pihak perempuan.

  Penelitian ini juga mendapatkan bahwa pengetahuan menenun ulos selain diperoleh secara turun-temurun juga dapat diperoleh melalui mengikuti kegiatan ulos yang banyak dilakukan pada kilang pembuatan ulos, pada umumnya ini dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak mendapatkan pengetahuan menenun ulos secara turun-temurun.

  Berkaitan dengan pengetahuan pembuatan kain ulos, kaum perempuan

  

partonun ulos di Desa Parbubu II hanya mengenal sedikit pola dan motif ulos

  sebagaimana pengetahuan yang diperoleh oleh kaum perempuan sebelum mereka (nenek, ibu) sehingga pada perkembangannya saat ini pola dan motif ulos yang ditenun kaum perempuan di Desa Parbubu II terbatas pada pola dan motif Ulos

  Parompa , Ulos Sadum, Ulos Suri-suri Ganjang, dan Ragi Hidup