Bab 2 Ritual Interaksi Perspektif Erving Goffman 2.1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasyarakatan Kajian Kritis dari Teori Erving Goffman di Desa Muara

  Ritual Interaksi Perspektif Erving Goffman

  2.1 Pendahuluan

  Bab 2 membahas mengenai ritual interaksi dalam pemikiran Erving Goffman. Bab 2 dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut, bagian pertama merupakan pendahuluan. Bagian kedua menguraikan perkembangan pemikiran Goffman berkaitan dengan ritual interaksi. Bagian ketiga membahas dan menguraikan mengenai ritual interaksi dan unsur-unsurnya serta aturan- aturannya. Bagian keempat merupakan analisa terhadap pemikiran Erving Goffman tersebut dan bagian kelima adalah rangkuman bab 2.

  2.2 Perkembangan Pemikiran Goffman

  Goffman mulai tertarik dengan sosiologi ketika ia melanjutkan sekolahnya ke Universitas Toronto. Melalui dosen-dosenya, Goffman diperkenalkan dengan pemikir-pemikir sosiologi seperti Emil Durkheim dan Goerge Simmel. Pemikiran-pemikiran mereka inilah yang kemudian sangat mempengaruhi pemikiran Goffman di masa depan. Teori ritual interaksi merupakan buah pikir Goffman yang sangat memperkuat pikiran Durkheim mengenail kesadaran nurani bersama

  

1

  dan hubungan struktur sosial dalam masyarakat. Ketertarikannya terhadap interaksi tatap muka tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dari George Simmel. Namun Goffman memiliki kemampuan yang lebih dalam memperhatikan perilaku individu hingga pada hal-hal yang hampir tidak terlihat seperti percakapan ringan dan lirikan mata.

  Ketika melanjutkan pendidikannya pada program master, Goffman semakin tertarik untuk meneliti perilaku-perilaku individu dalam masyarakat. Ia melakukan penelitian terhadap sejumlah 1 mendengarkan sandiwara radio berdasarkan stratifikasi kelas dalam masyarakat.

  Pada program doktoral, ketertarikkan Goffman pada perilaku masyarakat berlanjut ketika ia meneliti masyarakat di pulau Shetland. Penelitiannya difokuskan pada interaksi tatap muka dan percakapan dalam suatu masyarakat dan ia berharap pemikirannya dapat berkontribusi bagi pengembangan kerangka sistematis yang berguna dalam mempelajari interaksi dalam seluruh

  2 masyarakat.

  Goffman merumuskan hasil pemikirannya mengenai interaksi tatap muka dan percakapan

  3

  dengan mengemukakan sembilan proposisi , yaitu 1. Pesan dari seseorang menjadi titik awal sebuah percakapan atau interaksi. 2 Perilaku dalam komunikasi terikat pada harapan individu yang saling berkomunikasi. 3. Tindakan komunikasi termotivasi oleh sanksi positif dan negatif. 4. Aturan diperlukan untuk mengatur interaksi yang terjadi dalam konteks sosial. 5. Pentingnya mematuhi aturan yang berlaku dalam masyarakat agar tidak terjadi kekacauan. 6. Seseorang yang melakukan pelanggaran secara terus menerus dapat dikatakan sebagai orang yang berprilaku menyimpang. 7. Pelaku pelanggaran harus merasa bersalah. Seseorang yang tersinggung karena pelanggaran berhak merasa terhina. 8. Pelaku pelanggaran perlu memperbaiki keadaan yang rusak akibat perbuatannya. 9. Individu harus melakukan penyesuaian antara mencapai tujuan pribadinya dengan aturan yang ada.

  Berdasarkan kesembilan proposisi di atas, dapat dilihat uraian Goffman mengenai proses yang berlangsung dalam suatu interaksi yang teratur. Inilah yang membedakan Goffman dari ahli- ahli lain yang berbicara mengenai interaksi sosial. Goffman menekankan pada keteraturan dalam interaksi oleh karena keteraturan interaksi menjamin keberlangsungan masyarakat. Jonathan 2 3 Greg Smith, Erving Goffman (London: Routledge Taylor & Francis Group, 2006), 23.

  sedangkan Randall Collins melihat interaksi sebagai sebuah rantai yang saling terhubung antara satu interaksi dengan interaksi yang lain. Randall Collin melanjutkan pemikiran-pemikiran sosiologi yang telah lebih dulu muncul, seperti pemikiran Erving Goffman mengenai interaksi.

2.3 Ritual Interaksi

  Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang ritual, sehingga definisi mengenai ritual bukan definisi tunggal. Berikut ini akan diuraikan pemikiran beberapa ahli sebagai pembanding. Pemikiran pertama dari Goffman, yang mendefinisikan ritual sebagai sebuah cara dimana individu harus menjaga dan merancang implikasi simbolis dari tindakannya

  4

  sementara dihadapan suatu objek yang memiliki nilai khusus baginya. Ahli yang kedua adalah Durkheim, sebagaimana dikutip dari buku Greg Smith, ritual menurut Durkheim adalah urutan bicara dan aktivitas standart yang mengarahkan perhatian peserta terhadap objek pemikiran dan

  5

  perasaan yang sangat penting. Ahli yang ketiga adalah Kertzer sebagaimana dikutip dari buku Relational Ritual and Communication oleh Daniel Z Kadar menyatakan ritual adalah cara kita mengekspresikan ketergantungan sosial; apa yang penting dalam ritual adalah partisipasi bersama dan keterlibatan emosional kita, bukan rasionalisasi semata yang dengannya kita memperhitungkan ritus. Ritual dapat membangkitkan solidaritas sosial tanpa memperhatikan

  6 bahwa individu memiliki nilai yang sama, atau interpretasi yang sama tentang ritualnya.

  4 5 Erving Goffman, Interaction Ritual (New York: Pantheon Books, 1967), 57. 6 Smith, Erving Goffman, 50.

  Daniel Z. Kadar, Relational Ritual and Communication:Ritual Interaction in Group (Inggris: Palgrave bicara, tetapi tubuh dan haptic menanggapi juga. Jonathan Turner juga melihat tindakan indvidu

  7 tetapi menambahkan urutan yang mengindikasikan keteraturan dalam tindakan individu tersebut.

  Sebagai seorang antropolog Kitzer melihat ritual sebagai alat efektif untuk mempersatukan individu. Oleh karena itu ritual adalah sarana untuk membangun kebersamaan.

  Berbeda dengan Durkheim dan Goffman yang melihat ritual pada tindakan pribadi dalam kebersamaan dengan orang lain tetapi hasil dari tindakan individu tersebut bisa saja membangun kebersamaan oleh karena ada suatu objek yang dituju bersama.

  Ritual merupakan sebuah tindakan yang tidak saja berkaitan dengan agama, yaitu ketika seseorang memuja Tuhan dalam peribadahan. Ritual dapat digunakan dalam interaksi bersifat umum. Ritual merupakan penataan sikap, tindakan dan perkataan yang dilakukan kepada individu ketika ia hadir bersama dengan orang lain.

  Kata berikut yang perlu dipahami adalah interaksi. Goffman meletakkan pemahaman interaksi dalam sebuah kehadiran bersama (co presence). Kehadiran bersama diuraikannya dalam

  8

  tiga konsep yaitu pertama, pertemuan sosial yaitu ketika dua orang atau lebih menemukan diri mereka satu sama lain saat hadir, kedua situasi sosial yaitu lingkungan spasial yang tersedia bagi orang-orang yang hadir dalam suatu pertemuan dan ketiga acara sosial adalah perwujudan sosial yang lebih luas dimana pertemuan dan situasi berlangsung. Goffman sangat menekankan mengenai pertemuan. Oleh karena menurut Goffman pertemuan merupakan unsur paling mendasar bagi sosiologi. Lewat pertemuan individu berjumpa satu dengan yang lain dan individu yang berjumpa saling bertukar tindakan dan informasi dengan individu maka terjadilah interaksi.

  7 Jonathan Turner, FaceTo Face: Toward a Sociological Theory of Interpersonal Behavior (California: 8 Standford University Press, 2002), 159. terjadi ketika rekan kerja sama secara terbuka bekerja sama untuk mempertahankan satu fokus perhatian dan interaksi tidak terfokus terjadi antara mereka yang tergabung dalam situasi sosial

  

9

  sambil mengejar garis perhatian mereka sendiri. Melalui pertemuan terfokus individu-individu yang hadir dalam pertemuan tersebut saling mengirim sinyal. Sinyal dikirim melalui tindakan

  10

  ritual, pemahamannya tentang situasi dan penampilan dirinya. Inilah makna interaksi menurut Goffman.

  Dalam mendalami makna mengenai interaksi, penulis mengutip juga pemikiran sosiolog Jonathan H. Turner yang mendefinisikan interaksi sosial sebagai suatu situasi dimana perilaku seorang pelaku secara sadar direorganisasikan dan perilaku si pelaku dipengaruhi oleh pelaku

  11 yang lain dan sebaliknya.

  Berdasarkan uraian di atas maka ritual interaksi berarti perilaku-perilaku individu yang saling mengirim sinyal melalui perbuatan dan perkataan yang di dalam perilaku tersebut ada upaya menjaga dan merencanakan sikap individu terhadap sesuatu objek yang berharga bagi dirinya.

2.4 Unsur-unsur dalam Ritual Interaksi

  Setelah memahami mengenai ritual interaksi, selanjutnya pada bagian ini penulis menguraikan mengenai unsur-unsur dalam ritual interaksi. Goffman menjabarkan unsur-unsur ritual interaksi ada 9 unsur, sebagai berikut : 1. Facework yang diterjemahkan sebagai Interaksi Wajah, 2. Jenis-Jenis Interaksi Wajah, 3. Interaksi Wajah yang terbaik, 4. Pilihan dalam Interaksi

  9 10 Smith, Erving Goffman, 37.

  Turner, Theory of Sosial, 90-93.

  11 Turner, Theory of Social, 13-14. Perbincangan, 8. Hubungan Sosial dan Citra Diri, 9. Tatanan Ritual Alamiah. Kesembilan unsur ini akan diuraikan satu persatu sehingga diperoleh kejelasan masing-masing unsur. Dengan penjelasan tersebut menolong penulis dalam menganalisa dan mengkaji interaksi yang terjadi di desa Muara Langon.

2.4.1 Interaksi Wajah

  Untuk memahami interaksi wajah yang dimaksudkan oleh Goffman dalam pemikirannya, maka pembahasan dimulai dengan melihat istilah (face) atau citra diri adalah nilai sosial positif

  12

  seseorang yang merupakan hasil interaksinya. Artinya citra seseorang tentang dirinya setelah mengalami perjumpaan atau interaksi dengan orang lain. Citra diri seseorang tidak dapat dilepaskan dari garis (line). Goffman memakai istilah garis untuk menyatakan pola-pola tertentu baik verbal maupun non verbal yang telah ada padanya yang mempengaruhi dirinya dalam

  13 mengekpresikan dirinya dengan orang lain.

  Goffman mempergunakan istilah line untuk menjelaskan mengenai budaya dan struktur sosial yang ditanam dan mempengaruhi diri individu oleh individu lain dalam proses interaksi sebelumnya. Pandangan Goffman tersebut diuraikan lebih mendetail oleh Turner. Dalam

  14

  uraiannyaTurner mempergunakan istilah elemen budaya yang terdiri atas tujuh hal yaitu, (1) konteks sosial secara umum; (2) kemajuan teknologi; (3) nilai; (4) kepercayaan atau ideologi tertentu; (5) norma kelembagaan; (6) norma organisasi; dan (7) norma interpersonal.

  Max Weber menyatakan bahwa tindakan sosial yang melibatkan relasi sosial bisa dipandu

  15

  oleh suatu keyakinan tertentu yang adanya pada perintah sah. Perintah sah ini dapat dijamin 12 13 Goffman, Ritual Interaction¸5 14 Goffman, Ritual Interaction, 5 15 Turner, Face to Face, 149 keagamaan. 2. Harapan dari efek luar spesifik itu adalah ketertarikan situasi, seperti adat dan hukum. Weber yang menyoroti tindakan sosial dari sisi motivasi ternyata juga menyatakan bahwa ada hal diluar diri individu yang membentuk individu dalam setiap tindakan yang dilakukannya.

  Herbert Mead juga memiliki pandangan sendiri mengenai tindakan sosial. Mead

  16

  menyatakan masyarakat yang ada terlebih dahulu dan bukan sebaliknya. Individu dijelaskan melalui masyarakat dan bukan sebaliknya. Tindakan sosial bukan dibangun karena rangsangan dan tanggapan, ia merupakan dinamika masyarakat sebagai sesuatu yang terjadi, tidak ada bagian yang dapat dipahami oleh dirinya sendiri. Dengan pernyataan ini jelas semakin menegaskan bahwa perilaku dan tindakan individu dapat dibentuk juga kelompok dimana dirinya menjadi bagian didalamnya, bahkan perilaku dan tindakan individu dapat dijelaskan berdasarkan kelompoknya. Interaksi termasuk dalam tindakan tersebut.

  Semua pemikiran yang telah disampaikan di atas semakin mempertegas bahwa dalam sebuah interaksi, individu tidak datang dengan kosong seperti kertas putih tapi di dalam dirinya ia telah memiliki nilai diri. Ada norma organisasi, ada kepercayaan, ada nilai, ada pengalaman yang menjadikan citra diri individu. Citra diri tidak terkait dengan tubuh dan kejiwaan seseorang. Citra diri di sini merupakan hasil konstruksi dari aturan kelompok dan definisi situasi seseorang

  17 tentang dirinya.

  Dalam sebuah pertemuan, ketika terjadi interaksi antar individu, maka individu akan mengekpresikan dirinya sesuai dengan citra dirinya. Bila seseorang merasa bahwa situasi yang ada sesuai dengan gambaran diri maka dalam berinteraksi ia akan menampakkan sikap percaya

  16 17 Herbert Mead, Mind, Self and Society (Chicago: The University of Chicago Press, 1972), 7.

  kepala diangkat dan tidak ragu-ragu untuk menampilkan siapa dirinya. Dalam keadaan tertentu mungkin saja terjadi situasi yang tidak menyenangkan diri individu sehingga ia tidak dapat mengekpresikan diri sesuai dengan wajah dirinya. Keadaan menimbulkan perasaan tidak enak bahkan malu sehingga ia merasa perlu untuk menyelamatkan wajahnya.

  Penyelamatan citra diri yang dilakukan individu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Individu tidak hanya mewakili diri sendiri tetapi ia juga merupakan representasi dari masyarakatnya, tindakan penyelamatan yang dilakukannya sekaligus merupakan tindakan penyelamatan terhadap harga dirinya dan masyarakat dimana ia menjadi bagian di dalamnya.

  Diperlukan strategi yang tepat dalam menghadapi situasi seperti ini agar interaksi yang efektif dapat terjadi. Mengkombinasikan aturan saling menghormati dan aturan pertimbangan yaitu tiap

  18 individu saling menghormati dan menerima keberadaan diri tiap individu.

  Interaksi wajah yang dimaksudkan Goffman adalah untuk menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang dalam menangkal kejadian dan dengan demikian mempertahankan tatanan ekspresif. Interaksi wajah mengacu pada tindakan yang diambil oleh seseorang untuk

  19 membuat apapun yang dilakukan konsisten dengan citra dirinya.

2.4.2 Jenis-Jenis Dasar Interaksi Wajah

  Citra diri seseorang mungkin saja menghadapi ancaman ketika berinteraksi. Ancaman muncul karena tiap individu memiliki perbedaan pemikiran, budaya, kepentingan dan lain-lain.

  Goffman menguraikan mengenai dua upaya yang dilakukan oleh individu agar tindakannya tetap sesuai dengan citra diri, yaitu : pertama proses penghindaran. Proses menghindar adalah cara untuk menghindar dari ancaman terhadap citra diri individu. Proses menghindar dapat dilakukan 18 19 Goffman, Interaction Ritual, 11.

  tanggung jawab individu. Menghindar juga menjadi cara efektif untuk individu bila dalam suatu pertemuan ia tidak dapat mengendalikan emosinya. Dengan menghindar ia dapat kembali mengontrol emosi diri. Kedua proses korektif : merupakan suatu upaya yang dilakukan individu jika dalam suatu pertemuan terjadi peristiwa yang bertentangan dengan norma sosial yang ada sehingga individu berupaya untuk memperbaikinya. Ada beberapa tahap proses korektif ini : tantangan, penawaran, penerimaan dan ucapan terima kasih. Tantangan adalah upaya untuk memperhadapkan individu yang berbuat benar dan yang tidak benar kembali. Penawaran adalah upaya memberikan kesempatan kepada individu yang berlaku tidak benar untuk melakukan perbaikan. Penerimaan adalah upaya kepada orang yang bersedia menerima tawaran. Terima kasih adalah tindakan dari individu yang berbuat tidak benar kepada yang berbuat benar oleh karena sudah menerima perbaikan yang dilakukannya.

2.4.3 Terbaik dalam Interaksi Wajah

  Dalam sebuah pertemuan ketika individu berinteraksi dengan individu lainnya, pertemuan tersebut menjadi kesempatan bagi individu-individu yang berinteraksi untuk dapat menampilkan yang terbaik dari dirinya sesuai dengan nilai sosial yang ada meskipun ada ancaman yang akan merusak citra diri. Demi menampilkan diri yang terbaik maka individu harus menghadapi individu lain yang berusaha untuk menjatuhkan citra diri mereka. Pada saat ia berhasil mengalahkan lawan-lawannya maka ia berhasil menunjukkan kemampuan dirinya dan mempermalukan lawan-lawannya. Seorang yang mengalami kekalahan, harus menerima kenyataan ini dan siap melakukan perbaikan dalam perjumpaan yang akan datang. Individu perlu mempersiapkan dirinya sebelum berjumpa dengan individu yang lain dalam suatu pertemuan.

  Terkadang dalam perjumpaan terdapat suatu situasi dimana pelaku membuat suatu keadaan dimana ia merasa sangat bersalah atas kejadian tersebut tetapi individu-individu lainnya tidak terlalu peduli dengan hal tersebut. Namun bisa juga terjadi, si pelaku yang memunculkan masalah merasa tidak bersalah namun individu-individu lainnya berharap individu tersebut meminta maaf. Dalam keadaan seperti itu orang menjadi bingung bukan karena tidak tahu cara mengatasinya tetapi karena kuatir tindakan yang akan diambil pelaku seperti apa.

2.4.5 Bekerja bersama dalam Interaksi Wajah

  Jika citra diri mendapat ancaman maka upaya agar citra diri itu tetap konsisten harus dilakukan. Upaya ini dapat dilakukan sendiri oleh pelaku dan dapat dilakukan secara bersama- sama dengan saksi yang memiliki kepentingan juga atas hal ini. Dengan tujuan utama agar semua pihak merasa puas. Oleh karena itu dibutuhkan kebijaksanaan dan kecakapan dalam bertindak

  20 dan bertutur kata.

  Tipe kerja sama yang umum dengan cara diam-diam dalam upaya menjaga interaksi wajah adalah kebijaksanaan yang diberikan sehubungan dengan upaya menyelamatkan wajah itu

  21

  sendiri. Individu tersebut tidak hanya mengupayakan konsistensi citra dirinya tetapi juga citra diri orang lain dan bahkan mempermudah orang lain dalam mengupayakan konsistensi dari citra dirinya dan orang lain. Hal seperti ini terjadi kepada orang-orang yang mengalami kesulitan untuk bersosialisasi. Melalui cara seperti ini dapat menolong mereka untuk tampil penuh percaya diri dalam pertemuan-pertemuan.

  20 21 Goffman, Ritual Interaction, 28.

  22 Diri seseorang adalah sakral bagi dirinya sendiri. Kesakralan diri mengarahkan individu

  untuk menghargai dirinya sendiri. Individu memainkan peran yang tidak hanya satu, maka ia perlu untuk memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari peran-peran tersebut.

  Ketika hak dan kewajiban tidak dihargai oleh individu maka kesakralan dirinya akan menjadi rusak. Rusaknya citra diri dapat menempel dan menjadi citra diri individu.

2.4.7 Percakapan atau Perbincangan

  Dalam sebuah interaksi tidak dapat dilepaskan dari sebuah percakapan atau perbicangan mengenai topik tertentu. Pemahaman seseorang mengenai topik percakapan menjadi alat untuk

  23

  memulai sebuah percakapan. Percakapan atau perbicangan adalah suatu usaha mengirim pesan simbol diantara individu atau kelompok yang berbicara. Individu yang menerima pesan harus menunjukkan bahwa ia dapat menerima pesan yang disampaikan denga baik.

  Dalam sebuah perbincangan memerlukan aturan atau ketentuan yang berfungsi untuk

  24

  mengatur jalannya aliran pesan yang sedang dipercakapkan. Peserta dalam sebuah percakapan juga perlu mendapatkan pengakuan sebagai peserta dalam percakapan tersebut agar individu yang bercakap-cakap tersebut dapat saling mengakui dan menerima satu dengan yang lain dengan baik. Setiap orang yang berbicara perlu menyadari panjang dan pendek waktu ia berbicara oleh karena ada orang lain yang juga terlibat dalam pembicaraan tersebut. Perlu diatur dengan interupsi ataupun jeda agar arus pesan tidak mengalami gangguan. Seseorang yang akan berbicara perlu memiliki struktur pesan yang ingin disampaikan dengan tujuannya agar pesan yang ingin disampaikan itu dapat disampaikan dengan baik.

  22 23 Goffman, Ritual Interaction, 31. 24 Goffman, Ritual Interaction, 34.

  Ketika seseorang telah memulai pertemuan, dia sudah mulai membangun suatu hubungan sosial dengan orang lain yang bersangkutan dan berharap tetap ada dalam hubungan tersebut

  25

  walaupun pertemuan berakhir. Aktivitas yang dilakukan selama pertemuan dipahami sebagai upaya individu untuk mendapatkan kesempatan dan semua peristiwa yang tidak terduga dan tidak disengaja yang dapat mencerahkan individu tanpa menggangu individu lain dalam pertemuan tersebut. Individu-individu yang telah memiliki hubungan sosial berusaha menjaga citra diri individu lain yang adalah satu anggota hal ini penting agar hubungan tersebut tidak menjadi rusak. Dengan demikian hubungan sosial dapat dilihat sebagai cara individu untuk memaksa

  26 dirinya agar mempercayai citra dirinya dan menghadapi kebijaksanaan dan perilaku orang lain.

2.4.9 Kealamian Ketertiban Ritual

  Dalam berinteraksi seseorang akan berusaha mempertahankan citra dirinya. Untuk hal itu individu harus berusaha keras agar orang-orang disekitarnya mengetahui dan memahami mengenai citra dirinya. Upaya konsistensi diri harus dilakukan dengan cara-cara yang benar agar

  27

  ia tidak perlu mengulang kembali upaya memperbaiki citra diri. Individu mengatur diri dengan bijaksana dan mendapat dukungan dari keluarga, bahwa ia menjadi apa yang inginkan dan berupaya untuk mencapai tujuannya dengan tidak mengambil keuntungan dari orang lain. Individu yang memasuki kehidupan sosial, harus memahami bahwa kehidupan sosial adalah sebuah keteraturan, ketertiban menyebabkan seseorang dengan sukarela menjauhi tempat atau topik dan waktu dimana ia tidak ingin direndahkan.

  25 26 Goffman, Ritual Interaction, 41. 27 Goffman, Interaction Ritual, 42. individu adalah bukan apa yang pantas ia peroleh melainkan apa yang menopangnya agar tetap berada pada jalur yang dilakukannya dan melalui jalur yang ia lakukan dalam interaksi.Tujuan ritual adalah memobilisasi individu dalam masyarakat melalui pertemuan-pertemuan sosial. Dalam ritual, individu diajarkan untuk bersikap tanggap, memiliki kebanggaan, kehormatan, martabat, memiliki pertimbangan, memiliki kebijaksanaan dan ketenangan. Unsur-unsur perilaku ini perlu dibangun dalam interaksinya. Sifat manusia secara universal bukanlah hal yang sangat manusiawi. Dengan menerimanya, seseorang dikonstruksi dan dibentuk dan bukan dari kecenderungan psikis batin. Peraturan moral dipaksakan masuk pada diri seseorang. Jika pertemuan dipertahankan sebagai sistem interaksi yang berjalan sesuai prinsip ritual, perlu dilakukan variasi-variasi dan diimbangi oleh modifikasi yang sesuai dengan peraturan-peraturan dan pemahaman lainnya.

2.5 Aturan-Aturan dalam Ritual Interaksi

  28 Dalam interaksi sosial masyarakat diperlukan aturan. Demi menjamin kehidupan

  bersama di dalam masyarakat dapat berjalan dengan baik dan lancar maka hubungan antar individu yang hidup bersama tersebut perlu untuk diatur, mencegah tindakan pelanggaran hak tiap-tiap individu. Individu merupakan bagian tidak terpisahkan dari masyarakat. Mengatur tingkah laku individu dengan baik akan menciptakan masyarakat yang teratur.

  Pengaruh Durkheim sangat nampak dalam diri Goffman ketika menyusun tulisannya ini. Durkheim menguraikan mengenai unsur-unsur dasar dari kehidupan agama menyebutkan mengenai yang sakral dan yang profan. Yang sakral secara definisi berarti apa-apa yang

  28 kelompok tujuannya adalah membuat pemisahan itu. Dalam ritus juga terjadi upaya menghalangi terjadinya percampuran dan kontak yang tak diijinkan dan mencegah masing-masing wilayah dimasuki satu sama lain. Upaya menghalangi tersebut dengan melarang melakukan tindakan-

  29 tindakan tersebut.

  Aturan yang mengatur individu dapat didefinisikan sebagai panduan tindakan, direkomendasikan bukan karena menyenangkan, murah atau efektif tetapi karena cocok dan

  30

  31

  adil. Aturan tingkah laku secara umum ada 2 yaitu kewajiban dan harapan. Kewajiban adalah aturan perilaku yang menetapkan bagaimana individu secara moral dibatasi untuk bertindak pada

  32

  dirinya sendiri. Contohnya seorang dokter memiliki kewajiban memberikan nasehat-nasehat medis kepada pasien atau seorang pendeta wajib untuk memelihara persekutuan terutama agar jemaatnya tidak meninggalkan persekutuan. Harapan adalah aturan perilaku bagaimana individu secara moral untuk bertindak bekenaan dengan individu yang lain, seperti dokter bertindak secara moral untuk menyembuhkan seorang pasien oleh karena itulah harapan seorang pasien, begitu pula seorang pendeta yang mendoakan jemaatnya agar cepat sembuh berarti pendeta sedang

  33

  bertindak secara moral untuk memenuhi harapan jemaatnya. Ketika individu berupaya memelihara kedua aturan tingkah laku tadi maka ia cenderung berkomitmen pada wajah dirinya.

  Aturan tingkah laku secara umum diuraikan lagi dalam aturan simetris yang mengarahkan individu untuk memiliki kewajiban dan harapan mengenai orang lain yang dimiliki

  34

  orang lain sehubungan dengan dia. Dalam kehidupan bergereja setiap anggota jemaat memiliki 29 30 Emil Durkheim,terj., The Elementary Form of The Religious Life (Jogjakarta: IRCiSod, 2011) 434-435. 31 Goffman, Interaction Ritual, 48. 32 Goffman, Interaction Ritual, 49. 33 Goffman, Interaction Ritual, 49. 34 Goffman, Interaction Ritual, 49. semua jemaat yang ada, sedangkan aturan asimetris yang mengarahkan orang lain untuk diperlakukan oleh individu secara berbeda dari cara dia memperlakukan dan diperlakukan oleh mereka dalam kehidupan jemaat seorang pendeta memberikan perintah kepada pegawai kantor untuk membuat surat-surat baptis, tetapi pegawai kantor tidak mungkin memerintahkan pendeta untuk melayani baptisan.

  Aturan substantif dan aturan seremonial. Aturan substantif adalah peraturan yang mengatur hal-hal yang dianggap penting menurut hak pelakunya sendiri, terlepas dari apa pelanggaran atau pemeliharaan peraturan tersebut mengungkapkan tentang diri orang-orang yang

  35

  terlibat. Individu menahan diri untuk tidak mencuri sesuatu dari orang lain itu sama saja ia menjunjung tinggi peraturan substantif yang bertujuan melindungi hak orang lain sekaligus melindungi wajah diri individu. Aturan seremonial adalah tindakan yang membimbing perilaku dalam hal yang dirasakan memiliki kepentingan sekunder atau bahkan tidak signifikan dalam kepentingan mereka sendiri yang memiliki kepentingan utama mereka sebagai sarana komunikasi konvensional yang dengannya individu tersebut mengekpresikan karakter atau menyampaikan

  36

  apresiasinya terhadap peserta lain dalam situasi ini. Aturan seremonial berlaku ketika seorang pria memberi tempat duduk di bis kepada seorang wanita yang tengah mengandung.

2.6 Analisa Pemikiran Goffman

  Setelah menguraikan pemikiran Goffman mengenai ritual interaksi maka ada beberapa hal yang dapat kita lihat dalam pemikiran Goffman ini

  35 36 Goffman, Interaction Ritual, 53.

  Interaksi terjadi pada sebuah pertemuan. Interaksi merupakan suatu proses saling mengirim sinyal diantara individu dengan mempergunakan ritual. Ritual adalah keteraturan perilaku individu dalam suatu interaksi. Melalui ritual individu membangun citra dirinya dan mempertahankan citra diri sebagai objek yang sakral.

  Citra diri individu bukan hanya yang fisik saja. Citra diri individu dibentuk oleh interaksinya di masa lalu, baik yang ditanamkan dalam dirinya maupun yang diterimanya melalui interaksi. Melalui interaksi individu berusaha untuk mempertahankan dan merawat citra dirinya dengan orang lain.

  2. Dalam berinteraksi indvidu dihadapkan pada ancaman-ancaman yang dapat merusak citra dirinya, namun demikian ia harus berupaya untuk mempertahankan bahkan menampilkan citra dirinya yang terbaik. Citra diri individu dapat dipertahankan sendiri atau bersama-sama dengan individu lain. Citra diri individu dapat dirusak oleh individu itu sendirindan individu lain. Citra diri yang baik dan yang tidak baik dapat melekat dalam diri individu. Citra diri yang baik memudahkan individu dalam membangun hubungan dengan individu lain 3. Demi keberlangsungan interaksi yang teratur antar individu maupun dengan kelompok, maka dibutuhkan aturan-aturan atau norma-norma yang menata proses interaksi yang terjadi sehingga seluruh peserta interaksi dapat memperoleh kepuasan dari interaksi yang terjadi tersebut. Aturan-aturan juga memuat sanksi- sanksi kepada pelanggar dalam rangka memberikan penyadaran kepada individu mengenai perbuatannya. Sanksi merupakan cara untuk memaksa individu mentaati norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat. Goffman memperkenalkan kepada publik mengenai konsep ritual dalam teori Durkheim yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dalam interaksi antar individu yang berlangsung dalam sebuah pertemuan terfokus dimana individu berperilaku secara teratur ketika berinteraksi dengan individu lain. Dengan begitu orang tidak lagi bepikir ritual hanya sebatas dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan semata. Bahkan dapat menolong individu dalam membangun interaksinya tiap-tiap hari.

  Peraturan atau norma menjadi hal yang sangat penting dalam mewujudkan ritual interaksi. Dengan peraturan akan menjamin penampilan individu dalam yang beinteraksi agar tidak rusak citra dirinya dengan munculnya ancaman-ancaman yang muncul. Begitu pula interaksi itu sendiri akan berjalan dengan baik dan membawa kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi tersebut.

Dokumen yang terkait

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pengancing

0 0 8

2 ANALISIS KINERJA LAPORAN KEUANGAN PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM MINA SEJATI KECAMATAN DUKUH SETI KABUPATEN PATI

0 0 18

BAB II PANDANGAN TEOLOGI KRISTEN TENTANG MESIAS NIRKEKERASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pengancing

0 0 21

BAB III HASIL PENILITIAN : SURUHAN DAN MESIAS DALAM PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN PENGANCING - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pen

0 0 13

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 23

BAB IV KAJIAN KONSEP MESIAS NIRKEKERASAN TERHADAP SURUHAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pengancing

0 0 10

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 19

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 18

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Interaksi Antarpemeluk Agama dalam Upacara Keagamaan dan Kemasyarakatan Kajian Kritis dari Teori Erving Goffman di Desa Muara Langon Kabupaten Pas

0 0 11