LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA TAHUN 2015
LAPORAN KINERJA DITJEN BINA GIZI DAN KIA
TAHUN 2015
DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Setiap satuan kerja, unit organisasi dalam tingkat eselon I dan II, kementerian lembaga memiliki kewajiban untuk melaksanakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Laporan Kinerja merupakan bagian dari SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh instansi pemerintahan atas pelaksanaan program dan kegiatan yang menggunakan APBN/APBD.
Penyusunan laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Permenpan) Nomor
53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja ini sebagai informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai serta sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, telah menyelesaikan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015. Secara garis besar laporan berisi informasi tentang tugas dan fungsi organisasi; rencana kinerja dan capaian kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2015. Gambaran capaian kinerja disertai dengan faktor yang menjadi pendukung dan penghambat capaian serta upaya tindak lanjut yang dilakukan, sesuai dengan Rencana Stategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.
Peningkatan kualitas laporan kinerja ini menjadi perhatian kami, masukan dan saran membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan penyusunan laporan di tahun yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan pengembangan program di masa mendatang.
Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal
IKHTISAR EKSEKUTIF
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Sistem
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
Peraturan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, maka
dan
dalam
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA menyusun laporan kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja yang telah dilakukan pada tahun 2015.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015 mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan masing-masing unit eselon II di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Upaya tersebut dilaksanakan ditiap jenjang pemerintahan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah (melalui dana dekonsentrasi) dan pemerintah kabupaten/kota (melalui tugas pembantuan) serta Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Laporan kinerja disusun berdasarkan capaian kinerja tahun 2015 sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang terdiri dari Indikator Kerja Utama (IKU) dan Indikator Kerja Kegiatan (IKK). Sumber data dalam laporan ini diperoleh dari unit eselon II dan UPT di lingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015.
Berdasarkan Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA memiliki 23 indikator kinerja yang terdiri dari 2 IKU dan 21 IKK. Indikator kinerja utama adalah; Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dengan capaian sebesar 78,43% (target 75%), Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) berdasarkan hasil PSG tahun 2015 di 33 Provinsi sebesar 13,3% (lebih rendah dari target sebesar 24,2%).
Hal yang menjadi hambatan dalam pencapaian indikator ini adalah sebagian indikator pada tahun 2015 merupakan indikator baru, perlu pemahaman definisi operasional serta mekanisme pelaporan dari puskesmas ke pusat. Perlu dilakukan sosialisasi pusat dan daerah untuk kesepahaman definisi operasional, advokasi pada pemerintah daerah, perbaikan sistem informasi pelaporan terintegrasi satu pintu.
Realisasi anggaran dilingkup Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA meliputi anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan, kantor pusat dan kantor daerah sebesar 86,02%. Capaian penyerapan anggaran dipengaruhi oleh serapan anggaran pada satker tugas pembantuan yang terkait dengan pelaksanaan BOK (98,17%), maupun percepatan realisasi anggaran Dekonsentrasi oleh provinsi. Serapan dana kantor pusat sebesar 77,75%. Rata- rata capaian kinerja penyerapan anggaran diatas 75%, bila dibandingkan dengan kinerja program yang di representasikan melalui 2 IKU telah tercapai diatas 100% sedangkan dari 21 IKK sebanyak 4 (19,04%) Kinerja yang tidak dapat dicapai sesuai target. Hal ini perlu perlu mendapat perhatian serius, agar upaya kinerja program mengalami perbaikan.
Masalah dalam pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran pada umumnya adalah pelaksanaan kegiatan yang belum sesuai dengan Rencana Penarikan Dana (RPD) yang telah disusun, pergeseran jadwal kegiatan dan persoalan administrasi lainnya. Revisi DIPA dalam rangka Efisiensi dan refocusing memerlukan waktu cukup lama sehingga beberapa kegiatan baru bisa dilaksanakan di akhir tahun atau tidak sempat terlaksana mempengaruhi realisasi kegiatan dan keuangan.
Perbaikan ke depan perlu koordinasi lebih baik antar unit eselon II dalam penyusunan jadwal kegiatan terutama yang melibatkan direktur jenderal serta eselon II sehingga rencana kegiatan yang dibuat dapat terlaksana dengan baik. Revisi DIPA perlu dilakukan percepatan agar tidak mengganggu pelaksanaan kegiatan. Proses pengadaan barang dan jasa perlu dipersiapkan lebih awal agar tidak semua pengadaan bertumpuk pada akhir tahun.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak ..................................................................................15 Gambar 2 Ibu Bersalin di Fasilitas Kesehatan di Kab. Bulukumba ...........18 Gambar 3 ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya. .........................20 Gambar 4 Pos UKK yang terbentuk di daerah PPI / TPI ..........................45 Gambar 5 Fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar46
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan. Berakhirnya pelaksanaan tugas tahun 2015 yang merupakan awal tahun implementasi Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK 02.02/ Menkes/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam melaksanakan tugas dan fungsinya baik dalam tatanan direktorat teknis ataupun sekretariat direktorat jenderal, senantiasa membangun akuntabilitas yang dilakukan
melalui pengembangan
dan
penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan terukur. Diharapkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan dapat berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Pertanggungjawaban pelaksanaan kebijakan dan kewenangan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuntabilitas tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk penyusunan laporan kinerja.
Laporan akuntabilitas kinerja ini akan memberikan gambaran pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA dalam satu tahun anggaran beserta dengan hasil capaian indikator kinerja dari masing-masing unit satuan kerja yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA di tahun 2015.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2015 dalam mencapai target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak oleh pejabat yang bertanggungjawab.
C. Visi, Misi dan Strategi Organisasi
1. Visi
Visi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, mendukung kepada visi Kementerian Kesehatan RI, yang merujuk pada visi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong- royong”
2. Misi
Misi Direktorat Jenderal Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak mendukung kepada misi Kementerian Kesehatan, yang juga merujuk pada misi Presiden Republik Indonesia, yaitu:
a. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum.
c. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta
g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Misi yang sangat berkaitan dengan sektor kesehatan adalah misi d dan e.
3. Tujuan
Terlaksananya pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Ditjen Bina Gizi dan KIA dalam rangka terselenggaranya pembangunan kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
4. Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi serta rencana strategis pembangunan kesehatan, Ditjen Bina Gizi dan KIA menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam Renstra Kementerian Kesehatan antara lain:
a. Pro Rakyat;
b. Inklusif;
c. Responsif;
d. Efektif;
e. Bersih.
5. Strategi Nasional Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Dalam mencapai tujuan Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) Dalam mencapai tujuan Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5)
6. Sasaran Strategis Ditjen Bina Gizi dan KIA
Sasaran program: Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat. Sasaran kegiatan:
a. Meningkatnya kualitas penanganan gizi masyarakat;
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi;
c. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak;
d. Meningkatnya
pengawasan dan pengembangan pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer;
pembinaan,
e. Meningkatnya pembinaan upaya kesehatan kerja dan olahraga;
f. Tersedianya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) untuk puskesmas;
g. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak.
7. Indikator Kinerja
Indikator kinerja Ditjen Bina Gizi dan KIA terdiri dari Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), antara lain:
a. Indikator Kinerja Utama (IKU)
1) Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF);
2) Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
b. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
1) Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan;
2) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD);
3) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif;
4) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD);
5) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan;
6) Persentase remaja puteri yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD);
7) Persentase kunjungan neonatal pertama (KN1);
8) Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1;
9) Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10;
10) Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja;
11) Persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil;
12) Persentase puskesmas yang melakukan orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K);
13) Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4);
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar;
15) Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI;
16) Persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar;
17) Persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya;
menyelenggarakan kesehatan tradisional;
19) Jumlah puskesmas yang mendapatkan BOK;
20) Jumlah puskesmas yang mempublikasikan laporan pemanfaatan BOK di papan pengumuman puskesmas atau kantor camat;
21) Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak.
D. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Permenkes Nomor 14 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di Sesuai dengan Permenkes Nomor 14 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan gizi dan kesehatan ibu dan anak;
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Fungsi tersebut dilaksanakan oleh organisasi dengan susunan:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal;
2. Direktorat Bina Gizi;
3. Direktorat Bina Kesehatan Ibu;
4. Direktorat Bina Kesehatan Anak;
5. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer;
6. Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga.
Disamping direktorat teknis di pusat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak membina beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, antara lain:
1. Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) Bandung;
2. Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar;
3. Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang.
E. Sistematika
Sistematika penulisan laporan kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak adalah sebagai berikut : - Ringkasan Eksekutif - Kata Pengantar - Daftar Isi - BAB I
Penjelasan umum organisasi kementerian, direktorat jenderal dan sekretariat direktorat jenderal, penjelasan aspek strategis Penjelasan umum organisasi kementerian, direktorat jenderal dan sekretariat direktorat jenderal, penjelasan aspek strategis
- BAB II Menjelaskan uraian ringkasan/ ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015.
- BAB III Penyajian capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja organisasi, dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut: Membandingkan antara target dan realisasi kinerja tahun ini; Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi; Analisis
keberhasilan/kegagalan atau peningkatan/penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan; Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya; Analisis program/kegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja dan melakukan analisa realisasi anggaran.
penyebab
- BAB IV Penutup, Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
- LAMPIRAN
Formulir RK : Pengukuran Kinerja
Formulir RKT : Rencana Kinerja Tahunan
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan
dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2015 yang telah ditandatangani bersama oleh direktur jenderal dan menteri kesehatan berisi Indikator, antara lain:
1. Indikator Kinerja Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Indikator kinerja program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak terdiri dari dua indikator yang dianggap dapat merefleksikan kinerja program. Indikator tersebut meliputi persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) dan persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
Cakupan PF menggambarkan indikator pelayanan kesehatan terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Indikator PF menjadi penting karena penyebab kematian ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat persalinan. Menurunkan angka kematian ibu merupakan bagian dari kesepakatan global terhadap pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). Persentase ibu hamil Kurang energi Kronik (KEK) menggambarkan risiko yang akan dialami ibu hamil dan bayinya dalam menghadapi masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Berdasarkan kedua indikator diatas diharapkan dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pencapaian renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019.
Tabel 1 Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak tahun 2015-2019
Target Sasaran
79% 82% 85% Keterjangkauan pelayanan
dan
di fasilitas
kesehatan kesehatan yang (PF)
bermutu
bagi Persentase
seluruh
ibu hamil
masyarakat
Kurang Energi
2. Indikator Kinerja Kegiatan
a. Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Indikator kegiatan Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA meliputi; a) Jumlah puskesmas yang mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK); b) Jumlah puskesmas yang mempublikasikan laporan pemanfaatan BOK di papan pengumuman puskesmas atau kantor camat, kedua indikator Sekretariat Ditjen Bina
Gizi dan KIA tersebut untuk menggambarkan peningkatan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif di puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan SDGs pada
tahun 2015; c) Persentase realisasi administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak; indikator ini merupakan indikator komposit dari penyelenggaraan administrasi sesuai dengan ketentuan yang meliputi penilaian
pengorganisasian, pengawasan, pengaturan sumberdaya dan pengelolaan keuangan.
penyelenggaraan
perencanaan,
Tabel 2 Indikator Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA tahun 2015-2019
Target Sasaran
puskesmas yang
Operasional
mendapatkan
Kesehatan
BOK
Target Sasaran
Indikator
2017 2018 2019 (BOK) untuk
puskesmas yang mempublikasikan laporan pemanfaatan
7,510 7,622 7,737 BOK di papan pengumuman puskesmas atau kantor camat
manajemen dan
tugas
92% 93% 94% lainnya pada tugas teknis program bina lainnya program
teknis pelaksanaan
dan bina gizi dan kesehatan ibu kesehatan ibu
dan anak
dan anak
b. Direktorat Bina Gizi
Indikator kegiatan Direktorat Bina Gizi meliputi: a) Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan. Indikator ini menggambarkan upaya perbaikan gizi pada ibu hamil. Indikator ini diharapkan akan mengurangi dampak pada pertumbuhan bayi didalam kandungan, proses persalinan dan pertumbuhan pada awal kehidupan;
b) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD). Indikator ini diharapkan menjadi salah satu faktor untuk menurunkan angka kematian ibu karena perdarahan yang disebabkan oleh anemia; c) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Indikator ini akan menggambarkan ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak, karena air susu ibu (ASI) adalah makanan ideal bagi bayi, menyediakan nutrisi yang mereka butuhkan untuk perkembangan yang sehat dan memberikan antibodi terhadap penyakit anak yang umum; d) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Indikator IMD berkorelasi positif pada program ASI eksklusif dan menurunkan angka kematian bayi; e) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan. Bayi kurus (wasting) menjadi perhatian karena dampak wasting pada balita dapat menurunkan kecerdasan, produktifitas dan kreatifitas dan sangat berpengaruh pada kualitas SDM. Dampak yang paling buruk ditimbulkan b) Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD). Indikator ini diharapkan menjadi salah satu faktor untuk menurunkan angka kematian ibu karena perdarahan yang disebabkan oleh anemia; c) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Indikator ini akan menggambarkan ASI eksklusif adalah intervensi yang paling efektif untuk mencegah kematian anak, karena air susu ibu (ASI) adalah makanan ideal bagi bayi, menyediakan nutrisi yang mereka butuhkan untuk perkembangan yang sehat dan memberikan antibodi terhadap penyakit anak yang umum; d) Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Indikator IMD berkorelasi positif pada program ASI eksklusif dan menurunkan angka kematian bayi; e) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan. Bayi kurus (wasting) menjadi perhatian karena dampak wasting pada balita dapat menurunkan kecerdasan, produktifitas dan kreatifitas dan sangat berpengaruh pada kualitas SDM. Dampak yang paling buruk ditimbulkan
Tabel 3 Indikator Pembinaan Gizi tahun 2015-2019
Target Sasaran
Indikator
Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan
65% 80% 95% tambahan Persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah
90% 95% 98% Darah (TTD) Meningkatnya Persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif
masyarakat
Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu
44% 47% 50% Dini (IMD) Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
80% 85% 90% Persentase remaja puteri yang
mendapat Tablet Tambah
20% 25% 30% Darah (TTD)
c. Direktorat Bina Kesehatan Ibu
Indikator bina kesehatan ibu meliputi: a) persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil. Indikator ini menggambarkan kegiatan untuk mendukung penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita. Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan, Indikator bina kesehatan ibu meliputi: a) persentase puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil. Indikator ini menggambarkan kegiatan untuk mendukung penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita. Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan, perubahan tubuh dan keluhan selama kehamilan, perawatan kehamilan,
Tabel 4 Indikator Bina Kesehatan Ibu tahun 2015-2019
Target Sasaran
Persentase Puskesmas yang melaksanakan kelas ibu hamil
Meningkatnya akses dan
Persentase Puskesmas yang
kualitas
melakukan orientasi Program
pelayanan
88% 95% 100% Perencanaan Persalinan dan
kesehatan ibu Pencegahan Komplikasi (P4K)
dan
Persentase ibu hamil yang
reproduksi
mendapatkan pelayanan
76% 78% 80% antenatal minimal 4 kali (K4)
d. Direktorat Bina Kesehatan Anak
Indikator bina kesehatan anak meliputi: a) persentase kunjungan neonatal pertama (KN1). Indikator ini menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6 - 48 jam setelah lahir yang meliputi, antara lain kunjungan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) termasuk konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin k injeksi dan Hepatitis B 0 (nol) injeksi. b) persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1;
c) persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10. Kedua indikator ini menggambarkan c) persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10. Kedua indikator ini menggambarkan
Tabel 5 Indikator Bina Kesehatan Anak tahun 2015-2019
Target Sasaran
Indikator
Persentase kunjungan neonatal
81% 85% 90% pertama (KN1)
Persentase puskesmas yang Meningkatnya melaksanakan penjaringan
akses dan
kesehatan untuk peserta didik
Persentase puskesmas yang
kesehatan
melaksanakan penjaringan
bayi, anak
kesehatan untuk peserta didik
dan remaja
kelas 7 dan 10 Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
35% 40% 45% kesehatan remaja
e. Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer
Indikator bina pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer yaitu persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan yang sedang dikembangkan di Indonesia. Indikator yang dibuat terbatas untuk meningkatkan jumlah puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional dengan mengangkat kearifan lokal yang ada di wilayah masing-masing.
Tabel 6 Indikator Pembinaan Kesehatan Tradisional dan Komplementer
tahun 2015-2019
Meningkatnya pembinaan, Persentase
pengembangan
dan Puskesmas yang
pengawasan
25% 45% 60% 75% kesehatan tradisional dan kesehatan tradisional
upaya menyelenggarakan
komplementer komplementer
Indikator pelayanan kesehatan kerja dan olahraga meliputi: a) persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar. Indikator ini menggambarkan ukuran pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan puskesmas terutama menjangkau pekerja informal. b) jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI. Indikator menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pekerja didaerahnya; c) persentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar. Indikator ini menggambarkan jaminan kualitas pelayanan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI); d) persentase puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya. Indikator ini merupakan salah satu penunjang upaya kesehatan olahraga yang menunjang perubahan perilaku hidup sehat .
Tabel 7 Indikator Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun
Persentase puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan
60% 70% 80% kerja dasar Jumlah pos UKK yang
480 605 730 terbentuk di daerah PPI/TPI
Persentase fasilitas
upaya
pemeriksaan kesehatan TKI
yang memenuhi standar
kerja dan
Persentase puskesmas yang
olahraga
melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada
40% 50% 60% kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
B. Capaian Kinerja Organisasi
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, Good Corporate Governance (GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan GCG di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran.
1. Indikator Kinerja Program
Program gizi dan kesehatan ibu dan anak, adalah salah satu program Kementerian Kesehatan dengan upaya prioritas untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan prevalensi gizi kurang. Sebagaimana telah termuat dalam dokumen Penetapan Kinerja (TAPJA) tahun 2015, indikator kinerja program terdiri dari:
%PF (Persalinan di
%KEK (ibu hamil
fasilitas pelayanan
Kurang Energi
kesehatan) Kronik)
Gambar 1 Indikator Kerja Utama Program bina gizi dan
kesehatan ibu dan anak
Cakupan PF menggambarkan jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang mendapatkan pertolongan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Cakupan KEK menggambarkan Jumlah ibu hamil dengan (lingkar lengan atas) LiLA<23,5 cm. Capaian kinerja program dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8 Capaian indikator kinerja program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak tahun 2015
Sasaran Indikator Target Realisasi Capaian
Meningkatnya
ketersediaan dan Persentase
Keterjangkauan
persalinan di
pelayanan
fasilitas
kesehatan yang
pelayanan
bermutu bagi
kesehatan
seluruh
(PF)
masyarakat
Persentase ibu
realisasi 13,3%
hamil Kurang
lebih rendah 24,2% (PSG Tahun
Energi Kronik
10.9% dari 2015) (KEK) * target
*semakin kecil persentase ibu hamil KEK maka semakin baik status kesehatan seorang ibu hamil
a. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF)
Pertolongan persalinan merupakan bagian dari proses pelayanan persalinan. Proses persalinan membutuhkan penanganan oleh tenaga kesehatan (dokter atau bidan) yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan salah satunya melalui persalinan di fasilitas kesehatan. Adapun target yang diharapkan sampai pada pada akhir tahun 2019 sebesar 85%.
Indikator persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang baru dimasukkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan periode 2015-2019. Pada tahun 2015 capaian indikator PF sebesar 78,43% (target 75%).
Definisi operasional persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan adalah persentase ibu bersalin yang mendapat pertolongan persainan sesuai standar oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengukuran persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan melalui jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu satu tahun yang sama dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan persalinan berkualitas mencakup ketersediaan SDM, sarana prasarana dan meningkatkan akses Pengukuran persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan melalui jumlah ibu bersalin di wilayah kerja puskesmas yang mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan dalam kurun waktu satu tahun dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di wilayah kerja puskesmas dalam kurun waktu satu tahun yang sama dikali 100%. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah untuk menyediakan pelayanan persalinan berkualitas mencakup ketersediaan SDM, sarana prasarana dan meningkatkan akses
Grafik 1 Persentase persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan (PF) tahun 2015-2019
78.43 Target
78 77 Capaian
Sumber Data : Dit Kesehatan Ibu Tahun 2015 Dalam upaya peningkatan cakupan PF tersebut, pada tahun 2015
dilaksanakan berbagai kegiatan, yaitu:
1) Orientasi tenaga kesehatan dalam pertolongan persalinan normal
2) Program Perencanaan Persalinan dan Pencagahan Komplikasi (P4K)
3) Kelas Ibu hamil
4) Kemitraan bidan dan dukun
5) Kegiatan manajemen dalam peningkatan pertolongan persalianan di fasilitas kesehatan melalui supervisi fasilitatif, Audit Maternal Perinatal dengan surveilans kematian ibu dan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
Faktor pendukung keberhasilan:
1) Dukungan regulasi pelayanan kesehatan ibu dan anak oleh pemerintah daerah;
2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi serta pelayanan kesehatan seksual;
3) Dukungan lintas program, lintas sektor dan organisasi profesi terkait upaya percepatan penurunan kematian ibu.
Faktor yang masih menjadi hambatan:
1) Ketidakmerataan distribusi dan upaya untuk mempertahankan (retensi) sumber daya manusia (SDM).
2) Rendahnya pengetahuan ibu, keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu, terutama terkait tanda bahaya kemanilan maupun persalinan.
3) Keberagaman kondisi geografis di Indonesia, sehingga menjadi salah satu hambatan ibu hamil maupun ibu bersalin untuk menuju fasilitas kesehatan.
4) Belum semua Puskesmas memiliki sarana dan prasarana maupun fasilitas untuk melayani persalinan
Penyebab langsung (Direct Obstetric Death) kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetri pada masa hamil, bersalin dan nifas, atau kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan, atau berbagai hal yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan selama hamil, bersalin atau nifas terkait erat dengan faktor penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan. Walaupun secara nasional target indikator PF tersebut telah tercapai, namun masih terdapat disparitas cakupan antar provinsi. Terdapat kesenjangan cakupan yang cukup besar, yaitu cakupan tertinggi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 97.51% dan terendah di Provinsi Papua yang hanya mencapai 11.89%. Terdapat 21 provinsi yang realisasinya di bawah target nasional, yaitu Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi
Riau, Aceh, Sumatera Utara, NTT, Bengkulu, Kalimantan
Utara,
Barat, Gorontalo,
Kalimantan
Selatan, Maluku
Utara,
Sulawesi Capaian persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan secara nasional dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 2 Ibu Bersalin di Fasilitas Kesehatan di Kab. Bulukumba
Grafik 2 Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (PF) tahun 2015
Nusa Tenggara Barat Jawa Timur Bali Jawa Barat Lampung Indonesia Sumatera Selatan Sulawesi Barat
Target PF
Renstra Kemenkes
Sumatera Barat
Sulawesi Utara
Aceh Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Papua Barat Papua
Sumber data: Laporan Rutin Direktorat Bina Kesehatan Ibu Tahun 2015
Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu karena memperoleh pelayanan dengan sarana yang memadai, oleh tenaga kesehatan yang terlatih, serta mendapatkan penanganan kegawat- daruratan yang komprehensif.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mendorong seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketika ibu hamil yang di daerahnya tidak terdapat bidan atau memang memiliki kondisi penyulit, maka pada saat menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu dapat tinggal di rumah tunggu kelahiran.
Rumah tunggu kelahiran merupakan suatu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM), berupa tempat (rumah atau bangunan tersendiri) yang dapat digunakan untuk tempat tinggal sementara bagi ibu hamil yang akan melahirkan hingga sesudah persalinan (masa nifas), termasuk bayi yang dilahirkannya serta pendampingnya (suami/keluarga/kader kesehatan).
Keberhasilan pencapaian target indikator PF merupakan hasil dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait.
Melihat penyerapan anggaran sebesar 90,24% dari alokasi anggaran sebesar Rp 69,300,950,000, capaian indikator persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 78,43% (dari target 75%). Hal ini menunjukkan korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien. Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan PF, antara lain :
1. Mengoptimalkan dana jaminan persalinan untuk mendorong
dan memobilisasi ibu hamil (terutama
ibu hamil dengan komplikasi) ke fasiltas kesehatan.
2. Peningkatan kompetensi tenaga
kesehatan
Gambar 3 ibu hamil yang diukur lingkar
melalui pelatihan lengan atasnya.
terintegrasi terkait
pertolongan persalinan (termasuk kondisi kegawatdaruratan) bagi ibu dan bayi baru lahir.
3. Penguatan pemberdayaan masyarakat melaui kelas ibu dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencagahan Komplikasi.
4. Mendorong peningkatan dukungan sarana dan prasarana dalam rangka menunjang proses persalinan di fasiltas kesehatan.
b. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK)
Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan. Selain membutuhkan energi untuk dirinya, ibu hamil juga membutuhkan energi untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan, pertumbuhan Kondisi kurang energi kronis pada ibu hamil akan terjadi jika kebutuhan akan tubuh tidak mencukupi. Keadaan kurang energi kronis pada ibu hamil dapat dimonitor dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya memiliki lingkar lengan atas lebih dari 23,5 cm pada 3 bulan pertama kehamilan. Selain membutuhkan energi untuk dirinya, ibu hamil juga membutuhkan energi untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Indikator ibu hamil KEK merupakan indikator untuk mengurangi risiko persalinan, pertumbuhan
Indikator persentase ibu hamil KEK merupakan salah satu indikator baru di Kementerian Kesehatan daan merupakan indikator outcome. Persentase ibu hamil KEK diharapkan turun sebesar 1,5% setiap tahunnya. Dimulai pada tahun 2015 dengan batasan maksimal 24,2% ibu hamil KEK, hingga pada akhir tahun 2019 diharapkan persentase ibu hamil KEK dibawah 18,2%. Data dasar sebagai bahan penetapan persentase bumil KEK ini didapat dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Dengan ditetapkannya target tersebut, maka diharapkan persentase ibu hamil KEK setiap tahunnya tidak melebihi target.
Data ibu hamil KEK diperoleh dengan membandingkan antara Jumlah ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA) dengan menggunakan pita LiLA (hasil ukur kurang dari 23,5 cm) dibagi jumlah ibu hamil yang diukur LiLA-nya dikali 100%.
Di tahun 2015, berdasarkan hasil survey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2015 menunjukkan angka 13,3%, dimana angka ini berada di bawah target atau sesuai dengan yang diharapkan.
Grafik 3 Target persentase ibu hamil KEK tahun 2015-2019
Sumber data: Pemantauan status gizi tahun 2015 5
Faktor pendukung keberhasilan:
1. Penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil;
2. Distribusi tablet tambah darah;
3. Konseling gizi bagi ibu hamil;
4. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri;
5. Kampanye gizi seimbang;
6. Promosi keluarga sadar gizi;
7. Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK);
8. Kegiatan kelas ibu hamil;
9. Penyelenggaraan kegiatan antenatal di puskesmas.
Faktor yang masih menjadi hambatan:
1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bumil tidak sepenuhnya tepat sasaran;
2. Jumlah PMT yang diberikan belum sesuai kebutuhan ibu hamil;
3. Kesediaan ibu hamil untuk mengkonsumsi PMT ibu hamil;
4. PMT lokal belum sesuai standar;
5. Logistik Tablet Tambah Darah (TTD) tidak mencukupi (terlambat dalam penyediaannya);
6. Kepatuhan ibu dalam meminum TTD masih rendah.
Jika membandingkan antara realisasi anggaran sebesar 91,26% dari alokasi sebesar Rp 394,232,275,000, dengan capaian indikator ibu hamil KEK sebesar 13,2% (dari target 24,2%), data ini menunjukkan korelasi yang positif sekaligus menunjukkan pemakaian anggaran yang efisien. Hal ini bisa dicapai karena mengoptimalkan sumber daya dan keterpaduan antar program.
Rencana tindak lanjut untuk meningkatkan cakupan ibu hamil KEK, yaitu melakukan validasi data ibu hamil yang membutuhkan PMT, konseling ibu tentang gizi seimbang, penyuluhan gizi di kelas ibu, penyediaan PMT dan TTD bumil sesuai jumlah sasaran, serta meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu melalui pemberian TTD dan pendidikan tentang gizi seimbang.
2. Indikator Kinerja Kegiatan
Penilaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA selain menggunakan indikator kinerja program sebagaimana telah diuraikan diatas, juga diukur melalui indikator kinerja kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawab unit eselon II (direktorat) dilingkungannya. Capaian Penilaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA selain menggunakan indikator kinerja program sebagaimana telah diuraikan diatas, juga diukur melalui indikator kinerja kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawab unit eselon II (direktorat) dilingkungannya. Capaian
Tabel 9 Capaian Indikator Kinerja Kegiatan
No
Indikator
Target Capaian
1 Bina Gizi Persentase ibu hamil KEK yang
35,6% mendapat makanan tambahan Persentase ibu hamil yang mendapat
85,2 % Tablet Tambah Darah (TTD) Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
41,9% yang mendapat ASI eksklusif
73,4% Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Persentase balita kurus yang mendapat
Persentase bayi baru lahir mendapat
45,2% makanan tambahan Persentase remaja puteri yang mendapat
20% Tablet Tambah Darah (TTD)
2 Bina Kesehatan Ibu Persentase
86,92% melaksanakan kelas ibu hamil Persentase puskesmas yang melakukan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) Persentase ibu hamil yang mendapatkan
83,39% pelayanan antenatal minimal 4 kali (K4)
3 Bina Kesehatan Anak Persentase kunjungan neonatal pertama
81% (KN1) Persentase
51% melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1 Persentase
42% melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10 Persentase
30% menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
4 Pelayanan Kesehatan Tradisional Alternatif dan Komplementer Persentase
15,73% menyelenggarakan kesehatan tradisional
5 Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Persentase
puskesmas
yang
No
Target Capaian menyelenggarakan kesehatan kerja dasar Jumlah pos UKK yang terbentuk di
Indikator
243 daerah PPI/TPI Persentase
100% kesehatan TKI yang memenuhi standar
olahraga pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya
6 Sekretrariat Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA Jumlah puskesmas yang mendapatkan 9.719
9.742 BOK
Jumlah
7.383 mempublikasikan laporan pemanfaatan BOK di papan pengumuman puskesmas atau kantor camat
73,63% dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
realisasi
administrasi 90%
a. Persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) terutama
karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan perumbuhan tubuh baik fisik ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya. Jika sudah terlalu lama maka akan terjadi Kekurangan Energi Kronik (KEK). Hal ini sangat berbahaya apabila diderita oleh ibu hamil karena akan berhubungan dengan pertumbuhan janin yang dikandungnya. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran lingkar lengan atas, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.