Komunikasi dan wawancara dengan Pekerja

Komunikasi dan wawancara dengan Pekerja Seks Komersil (PSK)
Tujuan Dalam melakukan Wawancara tersebut untuk mengetahui Motivasi diri Klien sehingga
kerja sebagai Pekerja Seks Komersil
1. Data Diri (untuk mengetahui data diri)
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Nama
Umur
Pendidikan
Suku Bangsa
Agama
Status

:
:
:

:
:
:

2. Riwayat Profesi (untuk mengetahui riwayat pekerjaannya)
a.

Sudah Berapa Lama Kerja :

b.

Siapa yang memperkenalkan pekerjaan ini kepada anda :

c.

Dalam semalam anda melayani berapa orang tamu?

d.

Berapa penghasilan anda dalam semalam?


e.

Penghasilan yang anda dapatkan digunakan untuk apa saja

3. Motivasi diri
a.

Apa yang menyebabkan anda terjun ke pekerjaan ini?

b. Apakah anda tidak ingin berubah?

4. Proses Penyadaran
a.

Apa anda tidak takut dengan penyakit?

b. Apa anda tidak takut dengan dosa?
c.


Apakah anda pernah mendapatkan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS dan atau Ceramah
Keagamaan?

d. Seandainya anda mendapat pekerjaan yang lebih layak, jenis pekerjaan apa yang anda inginkan?

Observasi dan wawancara dilakukan di wilayah stasiun kereta api pada Hari Sabtu, 22 Oktober
2011 pukul 23.00 WIB
Wawancara dilakukan di sebuah warung kopi di dekat stasiun kereta api tersebut.
Pewawancara

Klien

Selamat malam Mba, Perkenalkan nama saya

Selamat Malam juga Mas, Nama Saya Ina,

Ian, Saya dari STKS Bandung, Saya bisa

apa itu STKS Bandung Mas?


tahu namanya?
STKS Bandung adalah Sekolah Tinggi

Oh…

Kesejahteraan Sosial,yang letaknya di Dago,
mba…
Maaf Mba, apakah Mba bisa berbagi

ia Mas, saya akan membantu sebisa saya.

informasi dengan saya?
Terimakasih ya, asalnya dari mana Mba?

Saya dari Indramayu.

Sudah lama tinggal di Bandung Mba?

Cukup lama Mas, kira-kira ada dua tahun.


Usia Mba sekarang berapa?

Umur saya sekitar 27 tahun Mas.

Pernah sekolah dulu Mba? Sampai apa?

Saya dulu pernah sekolah, tapi hanya sampai
lulus SMP.

Apakah Mba sudah pernah berkeluarga?

Saya sudah pernah meningkah Mas, sekarang
punya anak dua. Anak saya yang paling besar
SMP kelas 1 dan yang satu kelas 5 SD.
Sekarang saya sudah cerai dengan suami
saya.

Oh, sekarang anak-anak Mba di mana?

Mereka sekarang di Indramayu, ikut

neneknya.

Kalo di Bandung Mba tinggal di mana?

Saya di Bandung ngekost di daerah Kopo.

Kira-kira sudah berapa lama Mba bekerja

Sudah sekitar satu setengah tahun Mas.

seperti ini?

Bisa Mba ceritakan kenapa Mba sampai

Saya terlibat didunia pelacuran karena

bekerja seperti ini!

adanya tekanan ekonomi dan harus
membiayai kebutuhan hidup saya bersama

dua orang anak saya yang sudah
membutuhkan biaya besar untuk biaya
sekolah.
Selain itu, saya juga kecewa pada suami saya
yang mencampakan saya dan anak-anak. Ia
meninggalkan saya tanpa kabar.

Siapa yang memperkenalkan Mba dengan

Saya diajak teman dari kampung yang juga

pekerjaan ini?

berprofesi sama seperti ini.

Dalam semalam Mba bisa melayani berapa

Ya kira-kira dua tiga orang Mas.

orang tamu?


Berapa penghasilan anda dalam semalam?

Kalau satu orang membayar Rp 200.000,
semalam saya bisa mengantongi Rp 400.000Rp 600.000

Apakah Mba pernah mendengar tentang
penyakit HIV/ AIDS?

Ya, saya pernah dengar Mas..

Penyakit tersebutkan sangat berbahayc a,

Takut juga si Mas, tapi mau bagaimana lagi,

apakah Mba tidak takut?

saya butuh biaya untuk saya dan anak-anak
saya.


Apakah Mba pernah mendapat penyuluhan

Belum pernah Mas, soalnya saya malu

dari petugas kesehatan tentang penyakit itu?

ketemu dengan petugas kesehatan.

Apakah Mba ingin mendapat pekerjaan yang

Ia Mas

lebih baik?
Apa yang Mba inginkan agar bisa berhenti

Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang

dari pekerjaan ini?

Halal, memimpikan suami yang setia, saying

sama saya dan anak-anak saya serta
mempunyai penghasilan yang tetap sehingga
saya bisa hidup dengan normal kembali.

Kalo begitu terimakasih banyak informasinya Ia sama-sama Mas. Sekali-kali datang ya
Mba

Mas…

PSK Observasi
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah prostitusi di Indonesia saat ini merupakan isu yang selalu menjadi sorotan tajam
masyarakat. Praktik prostitusi membawa dampak yng merugikan orang banyak yang merugikan
orang banyak dengan penularan penyakit seksual termasuk HIV/AIDS dan tumbuhnya tindak
kekerasan, walaupun dilain pihak ada kelompok orang yang diuntungkan dengan tindak
prostitusi tersebut. Laporan CAWT (Coalition Against Woman Trafficking) dalam trafficking in
woman and prostitution in Asia Pacific 1998, menyebutkan bahwa tujuan perdagangan
perempuan untuk kepentingan industri prostitusi, meskipun dalam perekrutan sering disamarkan

lewat iming-iming pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, pelayanan restoran, karaoke dan
salon. Ratusan Tenaga kerja Wanita Indonesia (TKWI) terjun dalam prostitusi di Taiwan,
Malaysia, Singapura, Australia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, dan Jepang (anonym,
2001). Pada tahun 2000 menurut catatan Kepolisian RI, telah terungkap 1400 kasus pengirimn
perempuan secara illegal dari Indonesia keluar negeri (Harian Kompas, 9 Oktober 2001: 10)
Kegiatan prostitusi apabila sudah terjadi disuatu tempat, maka akan sulit dihilangkan,
meskipun keberadaan kegiatan prostitusi pada masyarakat Indonesia tidak dapat ditolerir karena
bertentangan dengan norma-norma kehidupan masyarakat terutama norma agama yang sudah
melembaga. Di Kota Bandung, kegiatan prostitusi antara lain terkonsentrasi di daerah Dewi
Sartika, Pungkur, Tegallega, Alun-alun, dan Braga yang di perkirakan berjumlah 188 orang,
sedangkan dirumah bordir berjumlah 227 orang, di hotel-hotel sebanyak 20 orang, warung
remang-remang sebanyak 9 orang, lain-lain sebanyak 73 orang.
Visi kota Bandung sebagai kota jasa dan wisata memberi dampak pada maraknya industri
hiburan yang identik dengan prostitusi. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Bandung tahun
2004, pelaku prostitusi berjumlah 507 orang yang bagi dalam kelompok usia antara 19 - 29 tahun
sebanyak 49 orang dan usia 30 - 40 tahun sebanyak 458 orang. Terobosan yang dilakukan
Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan masalah prostitusi diantaranya dengan
pembangunan masjid dan pondok pesantren seperti halnya yang dilakukan di daerah Saritem
yang dipandang masyarakat sebagai lokalisasi prostitusi.
Penanganan masalah prostitusi merupakan salah satu orientasi pembangunan kesejahteraan
sosial. Pembangunan kesejahteraan social sebagai usaha yang terancang dan terarah dengan
berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia,
mencegah dan mengatasi masalah sosial dan memperkuat institusi-institusi sosial. Ciri utama
pembangunan kesejahteraan sosial adalah holistik-komprehensif dalam arti setiap pelayanan

sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan sebagai manusia, baik
sebagai individu maupun kolektivitas yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Berkaitan dengan permasalahan prostitusi di Kota Bandung, maka kami melakukan
observasi pada pekerja seks komersil atau sering disebut Wanita Tuna Susila di seputaran Alunalun Kota Bandung.

BAB II
FAKTOR PENYEBAB PROSTITUSI
Sebelum kita membahas hasil observasi, perlu kita tinjau dahulu factor – factor penyebab
prostitusi. Praktek prostitusi atau Pornografi dan Pornoaksi merupakan fenomena penghancuran
nilai moral yang dijalankan secara terorganisir. Nilai – nilai agama yang diharapkan menjadi
benteng terakhir dalam mengantisipasi fenomena ini, malah tidak ada artinya lagi.
Berikut ini identifikasi masalah dengan mengungkapkan berbagai faktor penyebab internal
dan eksternal dari masalah Prostitusi yang terjadi
2.1.1

Faktor Internal

a. Frustrasi
Frustrasi merupakan pencapaian tujuan yang terhambat. Orang akan mengembangkan
mekanisme petahanan diri untuk mengatasi frustrasi yang dialamnya. Salah satu mekanisme
adalah rasionalisasi, yaitu suatu kondisi dimana seseorang menciptakan alasan

untuk

membenarkan perilakunya. Contoh alasan yang sering dikemukakan seseorang sampai menjadi
Wanita Tuna Susila (WTS) antara lain kegagalannya dalam membina rumah tangga. Mereka
merasa impiannya untuk menciptakan keluarga yang harmonis tidak terwujud, dan sebagai
bentuk pelariannya mereka menjual diri untuk mendapatkan kepuasan.
b. Kelainan Seksual
Suatu kondisi kejiwaan seseorang terkait dengan seksualitas seperti hypersex yaitu orang yang
tidak pernah puas dalam melakukan hubungan intim diukur dari intensitas hubungan. Kondisi
kejiwaan ini menyebabkan dia memiliki keinginan berlebihan diluar kemampuan orang pada
umumnya dalam berhubungan intim, sehingga harus mencari orang diluar untuk memenuhi
kebutuhannya.
c.

Dekadensi Moral
Modernisasi dan informasi yang berkembang pesat pada satu sisi menyebabkan perubahan nilai
dan norma dalam masyarakat. Pada sisi lain, perubahan nilai dan norma, relative mengalami
penurunan, dari sesuatu yang dianggap tabu atau tidak layak dipublikasikan menjadi sesuatu
yang biasa.

d. Latar belakang pendidikan yang rendah
Rendahnya tingkat pendidikan berimplikasi pada keterbatasan ruang untuk mencari nafkah.
Masalah ketidak mampuan ini dipecahkan dengan mencari sumber penghidupan yang tidak
mengenal status pendidikan dan social yaitu dengan “menjual diri” yang dianggap tidak
merugikan lain.
e.

Pengendalian diri yang kurang
Setiap manusia memiliki kemampuan fisik, kognitif (berpikir) dan mental untuk mengendalikan
diri maupun lingkungannnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Ketidak mampuan orang dalam
mengndalikan diri menyebabkan orang cenderung mengambil sikap mencari jalan pintas unuk
mencapai tujuan tanpa mempertimbangkan resiko.

f.

Potensi Fisik

Kecantikan dan kemolekan tubuh kadang dapat menjadi modal dan pendorong wanita dengan
pengendalian diri yang rendah untuk memanfaatkannya menjadi pelacur.
g. Orientasi Materialisme
Modernisasi membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi, sehingga orang-orang
yang dibutuhkan dan mampu untuk eksis adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi disertai
dengan kualitas keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Kondisi ini menyebabkan orang
yang tidak memiliki pendidikan, keterampilan dan pengetahuan yang tinggi akan tersingkir,
sehingga cara yang mereka tempuh untuk mempertahankan hidup melalui bisnis prostitusi.
2.1.2

Faktor Eksternal

a. Konflik Keluarga (Perceraian)
Terjadinya perceraian dapat menjadi pendorong seseorang melakukan prostitusi, karena tuntutan
kebutuhan hidup dan kebutuhan seksual.
b. Sumber pendapatan keluarga/tuntutan ekonomi
Tuntutan ekonomi keluarga menjadi alasan orang melakukan kegiatan prostitusi. Hamper
seluruh WTS mengirimkan uang kepada orang tua dan keluarganya. Karena keuntungan dapat
dirasakan keluarga, maka prostitusi tetap berlangsung
c.

Kontrol masyarakat rendah
Praktik pornoaksi-pornografi akan tetap ada dan berkembang bila control masyakat rendah,
karena orang menjalani pornoaksi-pornografi tidak merasa ada tekanan dari masyarakat,
sehingga dapat dengan melakukan tindakan prostitusi.

d. Industrialisasi/modernisasi
Industrilisasi mendorong timbulnya budaya pornoaksi-pornografi.
e.

Migrasi
Motif ekonomi (uang) menarik banyak peempuan dari pedesaan untuk menjadi pelaku
pornoaksi-pornografi diperkotaan.

f.

Perubahan nilai-nilai (moral) masyarakat
Rasionalisasi yang terbentuk dalam masyarakat tertentu terhadap pornoaksi-pornografi bahwa
pornoaksi-pornografi secara signifikan merubah pola nilai dan norma masyarakat, sehingga
kondisi tersebut cenderung dipelihara.

g. Perubahan nilai-nilai tentang pernikahan

Lembaga perkawinan sebagai ikatan kesetiaan yang sah antara laki-laki dan perempuan dalam
kurun waktu telah mengalami penurunan nilai, seperti perselingkuhan.
h. Lingkungan sosial yang tidak sehat
Lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh, baik secara positif dan negative terhadap
individu yang bermukim. Apabila lingkungan tempat tinggal kurang sehat, maka secara psikis
mempengaruhi perilaku dan pola piker masyarakat, terutama anak-anak.
i.

Korban penyalahgunaan sekssual, baik didalam maupun diluar keluarga.
Korban penyalahgunaan seksual seringkali memilih praktek pornoaksi-pornografi sebagai
perilaku lanjutannya (termasuk kekerasan seksual).

j.

Modelling
Pelaku postitusi menjadi model yang signifikan bagi orang disekitarnya. Meskipun mereka tidak
lagi berprofesi sebagai pelaku pornoaksi-pornografi, namun karena mereka telah sukses, maka ex
pelaku prostitusi ini kemudian menjadi agen bagi pelaku prostitusi yang baru.

k. Akulturasi yang di dominasi budaya barat
Masuknya budaya barat yng menjunjung tinggi kebebasan menjadi pemicu maraknya pornoaksipornografi dikalangan masyarakat modernis.
l.

Ekspresi seni
Adanya anggapan bahwa pornoaksi-pornografi merupakan suatu kemerdekaan dalam
mengekspresikan bentuk lain dari seni. Adanya pose-pose bugil, tarian erotis, atau peran-peran
dalam film yang didominasi peran eksploitasi seksual, dianggap sebagai kebebasan untuk
berekspresi.
Wanita Tuna Susila adalah seseorang yang mempunyai mata pencaharian dengan cara
memberikan pelayanan seksual di luar perkawinan kepada siapa saja dari jenis kelamin berbeda
yang tujuannya adalah untuk mendapatkan imbalan berupa uang.
Para WTS umumnya bekerja di tempat pelacuran yang terorganisir maupun yang tidak
terorganisir. Berikut ini tempat pelacuran berdasarkan jenisnya.
Pelacuran yang terorganisir :

 WTS berada di bawah pengawasan langsung mediatornya seperti germo, mucikari, mami.
 Termasuk di dalamnya: lokalisasi WTS, panti pijat plus dan tempat-tempat yang mengusahakan
wanita panggilan.
 Aktivitasnya tergantung pada mucikari, penjaga keamanan atau agen lainnya yang membantu
mereka untuk berhubungan dengan calon pelanggan serta melindungi dalam kondisi bahaya.

 Berbagi hasil dengan mediator.
Pelacuran yang tidak terorganisir :
 WTS mencari pelanggannya sendiri tanpa melalui mediator. Langsung transaksi dengan
pelanggan.
 Termasuk di dalamnya: perempuan jalanan, perempuan lainnya yang beroperasi secara gelap di
tempat umum, wanita panggilan yang bekerja mandiri, ayam kampus, wanita simpanan.
 Tempat: mal, diskotik, pub, café, dsb
 Posisinya lemah saat menghadapi pelecehan baik dari pelanggan atau perazia
 Tidak perlu berbagi hasil dengan mediator

BAB III
PRO DAN KONTRA PENANGANAN PROSTITUSI
Dari pengalaman empiris dapat diketahui berbagai masalah yang timbul dengan adanya
prostitusi adalah :
1.

Adanya pertentangan masyarakat yang data memicu kerusuhan dengna adanya aksi-aksi
pembakaran tepat-tempat kegitan tindak tuna susila. Hal ini terjadi karena di satu pihak

masyarakat tidak mentolerir kegiatan prostitusi karena dianggap maksimal
2. Adanya pemerasan bahkan pembunuhan terhadap PSK oleh pelanggraannya.
3. Kegiatan prostitusi rawan penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS.
4. Kegiatan Prostitusi yang berbaur dengan permukiman mempunyai dampak negative terhadap
generasi muda sebagai penerus bangsa karena dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka
melalui proses sosialisasi dan enkulturasi dari lingkungannya.
Penanganan masalah prostitusi merupakan dilema antara pelembagaan norma social dan
norma agama dengan kebutuhan hidup sehari-hari para PSK serta oknum pebisnis seksual yang

ingin mencari keuntugan.

Kritik dari komunitas terhadap penanganan prostitusi yang

dilaksanakan disuatu lokalisasi tertentu dianggap sebagai legalisasi kegiatan prostitusi. Di lain
pihak, penanganan PSK melalui system rehablitasi social, mental, kesehatan dan keterampilan
yang dilaksanakan dipanti, dikonotasikan sebagai penjara, karena ketidak mampuan untuk
mengikuti peraturan panti dan tidak dapat mencari nafkah selama mengikuti program rehabilitasi
social.
Berbagai aksi protes oleh komunitas yang tidak menghendaki adanya kegiatan prostitusi
baik kepada para PSK maupun kepada pihak-pihak terkait dengan urusan penertiban prostitusi.
Sebagai jawaban terhadap aksi protes masyarakat terhadap lokalisasi prostitusi,maka
dibeberapa daerah provinsi lokalisasi tersebut ditutup secara resmi yang dikukuhkan melalui
surat keputusan pemerintah daerah setempat. Namun demikian upaya tersebut juga mendapat
tantangan dari berbagai pihak antara lain dari kelompok pembelaan perempuan yang terwujud
dalam suatu yayasan/organisasi, yang mengklaim bahwa :
1. Ada atau tidak lokalisasi, masalah pelacuran tidak akan terhapus.
2. Dengan pembubaran lokalisasi membuat perempuan semakin terpuruk dan menyulitkan
pemberdayaan para PSK yang mengklaim dirinya tidak ada penghasilan.
3. Tidak realitas bilamana penutupan lokalisasi tidak menyelesaikan permasalahan
4. Masalah lokalisasi, masih banyak pandangan masyarakat dari segi moralitas, oleh karena itu
harus diadakan perubahan pandangan sebagai suatu proses yang berat yang harus dipahami.
5. Penanggulangan merupakan bentuk-bentuk bersama dengan “para pekerja seks” yang dalam hal
ini ada dua hal penting yang perlu dilakukan secara bersama-sama. Pertama dalam hal
pemberdayaan mereka yang tidak hanya ekonomi, tetapi aspek lainya.yang kedua agar ada
pendidikan terhadap masyarakat agar tidak mempertajam masalah pelacuran.
6. Bagaimana system lokalisasi adalah suatu pilihan yang baik bukan hanya pengendalian
penyebaran penyakit menular sesual (PMS), akan timbul banyak perkosaan, tetapi hal lainya
seperti banyak orang kehilangan usaha ekonomi disekitar lokalisasi
7. Pertumbuhan pelacuran anak-anak menjadi semakin besar.
8. Belum ada ke jelasan dari pemerintah tentang masalah pelacuran selama ada undang-undang
pelacuran.
9. Perlu pemahaman data tentang penyebaran PMS. (Nina.K, 2001,hlm.32)

BAB IV
HASIL OBSERVASI DI SEPUTARAN ALUN-ALUN KOTA BANDUNG
Dalam kasus prostitusi yang terjadi di Kota Bandung, ada sebagian kecil kasus yang di
ambil dari hasil observasi di lapangan. Di dalam kasus ini peranan – peranan yang berada di
sekitar lingkungan kita bisa menjadi akar dalam kasus prostitusi di Kota Bandung. Peranan –
peranan tersebut mencangkup peran keluarga atau orang tua, peran teman, peran pacar, peran
calo dalam prostitusi, dan peran germo. Dari macam – macam peran tersebut kami membahas
tentang peran pacar dan peran orangtua atau keluarga karena sesuai dengan hasil obervasi kami
di lapangan.
Peran keluarga atau orangtua, dalam terlibatnya salah satu anggota keluarga mereka bukn
hanya karena kemauan maupun kesadaran sendiri. Orang tua juga memiliki andil terhadap
keterlibatan atau mengakibatkan bisa terlibat dalam dunia prostitusi. Peran orang tua dalam
mendukung seorang dari mereka terlibat dalam pelacuran, dapat dilihat ketika mulanya
keberadaannya tidak diketahui orangtuanya. Namun setelah anggota keluarga tau atau orangtua,
justru bukan langsung melarangnya akan tetapi malah menggantungkan hidupnya di dalam
pelacuran untuk menghidupi keluarganya.
Kondisi demikian menyebabkan timbulnya perasaan beban tanggung jawab kepada
keluarga bagi anak yang dilacurkan. Ketika pulang ke rumah orang tuanya muncul semacam
tuntutan dan kewajiban untuk memberikan oleh-oleh atau uang kepada orangtuanya.
Peran pacar dalam proses pasangannya menjadi masuk ke dalam dunia pelacuran di
lapangan ditemukan dengan penipuan. Pengakuan dari Hesty (nama samaran), misalnya, menjadi
pelacur bukan cita-citanya. Bahkan ia kenal diskotik, rokok, minuman keras justru setelah masuk
kedalam dunia pelacuran. Waktu sebelum mengenal dunia pelacuran, rokok, miras, apalagi
diskotik kalau pulang ke desanya ia tetap menjalankan hidupnya seperti dulu saat ia masih di
desa, ia tetap mengikuti acara pengajian dan sebagainya.
Pada mulanya pacar Hesty diajak jalan-jalan ke luar kota yaitu ke Bandung, karena dia
berasal dari Sukabumi, Di Bandung pacarnya memberi segala yang diinginkannya. Disitu hesty
dengan pacarnya melakukan hubungan layaknya suami istri. Setelah disetubuhi ternyata ada

kabar bahwa ia hamil lalu menikah dengan pacarnya tersebut. Dari hasil perkawinan tersebut
membuahkan hasil 2 orang anak,
Hesty awalnya mempunyai pekerjaan di salah satu toko di daerah kopo. Pendapatannya
saat berkerja tidak menentu. Lalu setelah itu dia cerai dengan suaminya dan dipecat dari
pekerjaannya karena masalah dengan suaminya dia tak pernah masuk kerja. Kemudian Hesty
(nama samaran) merasa sudah tidak berharga lagi maka ia melacurkan diri setelah cerai dari
suaminya dan ditinggal pergi. Di dalam pekerjaan yang sekarang sebagai WTS dalam semalam
bisa menerima 3 tamu, setiap tamu tarifnya bisa sekitar Rp. 150.000 sampai Rp. 250.000
permalam. Jadi ia bisa menghasilkan uang sekitar Rp. 900.000/hari. Wilayah yang sering hesty
(nama samaran) pakai untuk mencari tamu tidak menetap, dia berpindah-pindah tempat untuk
mencari atau menunggu tamu dan jga menghindari razia, misalnya di daerah Alun-alun, Jln.
ABC, dan wilayah Pasar Baru dan sekitarnya.
Data di lapangan terlihat lemahnya kewaspadaan seseorang sebelum terjebak di dalam
dunia pelacuran terhadap niat jahat di balik kiat rayuan pengakuan teman laki-laki yang baru
dikenalnya menjadikan pacar karena hamil diluar nikah menjadi dinikahkan secara terpaksa. Dari
fakta di atas juga hendaklah menjadi perhatian keluarga juga terhadap anak-anak atau anggota
keluarga lainnya terutama anak perempuan yang mengijak remaja lebih komunikatif dan
waspada dalam bergaul terhadap laki-laki yang baru dikenal oleh anak-anak atau anggota
keluarga lainnya.
Rangkuman Kasus
 Usia

: 28 th

 Alamat

: Kebon Kelapa

 Status

: Janda

 Suku

: Sunda

 Pekerjaan

: pelayan warung + WTS

 Pendidikan

: Tamat SMP

 Pekerjaan ayah

: pedagang es (tidak tetap)

 Pekerjaan ibu

: Ibu Rumah Tangga

Rangkuman Biografi
Anak-anak :
 Tidak pernah mendapatkan pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan diabaikan orang tua
 Tidak diajarkan nilai-nilai oleh orang tua
 Sering dipukul dan mendapat hukuman
 Tidak lanjut sekolah
 Mengalami sakit parah karena sering menahan lapar
 Dilarang orang tua bermain bersama teman-temannya
Remaja:
 Bekerja demi membantu orang tua
 Menikah di usia 15 tahun
 Bekerja di warung minuman
Dewasa :
 Bekerja bersama paman dan bibinya
 Diperkosa pacarnya
 Berkenalan dengan laki-laki yang akhirnya membuatnya jadi WTS

BAB V
UPAYA UNTUK MEMINIMALISIR WTS (Wanita Tuna Susila)
A. Upaya dari Pemerintah
1.

Adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk perlindungan bagi para WTS, alokasi
anggaran ini nantinya dapat digunakan untuk membiayai semua kegiatan pembangunan yang
digunakan untuk membiayai semua kegiatan pembangunan yang ditunjukan bagi WTS. Alokasi
jangan digunakan untuk kegiatan dalam merazia para WTS karena percuma, banyak juga
menimbulkan oknum dan anggota meminta jatah pada para WTS tersebut jika tidak ingin di razia
.Pihak-pihak yang paling berkompeten dalam menangani hal ini adalah DPRD dan Bapeda.

2.

Adanya peraturan daerah yang melindungi anak-anak, terutama anak-anak yang
dilacurkan. Peraturan daerah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak
dalam bentuk kepastian hokum. Selama ini dalam kehidupan masyarakat sehari-hari banyak
terjadi pelanggaran hak-hak anak, namun pelakunya belum mendapatkan tindakan hukum yang

3.

tegas dan dirasakan adil bagi anak.
Mengadakan pusat kegiatan, selama ini para WTS kurang mendapatkan tempat bagi
penyaluran aspirasi dan keinginan mereka. Sebagai contoh ruang public yang dapat di akses
langsung secara bebas pun saat ini sudah sulit ditemukan. Pengadaan pusat kegiatan ini menjadi
sangat penting akan mendapatkan tempat dari teman-teman atau keluarga yang mendukung

berkembangnya potensi dan kreativitas mereka.
4. Penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS melalui pelayanan kesehatan
pendampingan, konseling, dan advokasi. Pergaulan bebas dan prostitusi sangat rawan akan
penyebaran penyakit menular seksual HIV/AIDS. Untuk itu perlu sekali mendapatkan
pengetahuan mengenai bahaya penyakit tersebut. Sebab dalam penelitian bahwa pengetahuan
mereka rendah, cara pengobatan yang mereka tempuh pun sangat sederhana dan kurang tepat.
Dalam hal ini menjadi tugas dari Dinas Kesehatan, LSM, Perguruan Tinggi, Profesional.
5. Pendidikan dan pelatihan bagi yang membutuhkan perlindungan khusus, Dinas Pendidikan
dan LSM dapat berkerja sama untuk memberikan pendidikan dan pelatihan ini. Pendidikan dan
pelatihan tersebut berguna bagi anak sebagai bekal kembali kepada masyarakat dan untuk
menunjang kemandirian mereka nantinya.
6. Pendidikan kesehatan reproduksi serta bahaya narkoba, Dinas Kesehatan dan pihak
kepolisian dapat berkerja sama untuk melaksanakan hal tersebut. Beberapa WTS bahakan tidak
menggunakan pengaman apa pun saat mlayani konsumennya. Di samping itu pergaulan bebas
dan sindikasi peredaran narkoba telah menyebabkan pengguna dan peredaran narkoba
meningkat. Untuk itu pendidikan kesehatan reproduksi dan bahaya narkoba menjadi suatu hal
yang sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan.
B. Upaya dari Masyarakat
1. Menerima kembali di dalam masyarakat, agar bisa berkembang dalam berpastispasi terhadap
masyarakat dan tidak merasa di kucilkan.
2. Memberikan rasa nyaman, agar tidak timbul stigma negative diantara kedua belah pihak, dan
merasa membutuhkan satu sama lain dalam berinteraksi.

3.

Membantu dalam memngembangkan keahlian di dalam masyarakat, agar jasanya untuk
masyarakat bisa dirasakan manfaatnya bersama dan saling bertukar ilmu yang berguna dan
bermanfaat.

BAB VI
PENUTUP
Prostitusi adalah salah satu bentuk deviasi social yang dapat menimbulkan berbagai
dampak social dalam kehidupan warga masyarakat. Oleh karena itu, ruang geraknya perlu
dibatasi agar tidak meluas dimasyarakat. Prostitusi dilate belakangi oleh berbagai factor yang
bersifat internal dan eksternal, yang meliputi berbagai aspek yang saling terkait antara factor
yang bersifat budaya, kondisi ekonomi, kurangnya pemahaman agama, dan factor biologis.
Ilmuwan dibidang pengetahuan social termasuk penelitian mempunyai peran yang sangat
penting dalam perumusan kebijaksanaan dan program-program kesejahteraan social antara lan
yang terkait dengan masalah pencegahan penyebarluasan prostitusi. Banyak masalah yang timbul
dalam upaya perubahan cara hidup WTS, khususnya yang berkaitan dengan teknis penyantunan
dan rehabilitasi mereka. Dengan demikian masalah-masalah tersebut perlu dipelajari.
Isu utama dalam lingkup penelitian pencegahan prostitusi adalah menemukan bagaimana
penyandang masalah WTS segera merubah prilaku, memberi kesempatan-kesempatan pekerjaan
normative, apa hambatan, dan reaksi terhadap kebiasaan masa lalu.
Ada 3 macam model Penanggulangan dalam rangka menekan perluasan kegiatan prostitusi
yang meliputi 3 macam pencegahan yang pelaksanaanya diperlukan kerjasama antara
penyandang masalah WTS, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat. Model pencegahan
pertama yang merupakan upaya pencegahan agar seseorang tidak menjadi WTS. Model

pencegahan kedua merupakan upaya merehabilitasi WTS untuk meninggalkan pekerjaan
dibidang prostitusi yang secara hukum dianggap pekerjaan yang tidak layak bagi manusia dan
pelanggaran norma agama. Model pencegahan yang ketiga adalah alih pekerjaan mucikari/germo
menjadi pengusaha ekonomi produktif sesuai dengan potensi geografis daerah dimana mereka
bertempat tinggal.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2