teori pengakuan kolektif mobil berdasar

Hukum Internasional
Resume Teori Pengakuan Kolektif

Oleh:
Kelompok 3
Megawati Mas’ud

10400114335

Rezky Rusmita R

10400114349

Annisa Ayu Pratiwi

10400114355

Muh. Ihsyan Syarif

10400114322


Muh. Randy Azhari

10400114321

Hariati

104001143

Arif Awaluddin

104001143

ILMU HUKUM G
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

Teori Pengakuan Kolektif
Tokoh dari teori ini adalah Jessup. Teori ini lahir karena adanya
pertentangan antara teori deklaratif dan konstitutif. Namun pada dasarnya, Jessup
lebih condong pada teori konstitutif. Bahwa kelahiran Negara baru harus melewati

lembaga pengakuan yang parameternya ditentukan secara kolektif (oleh lembaga
internasional tertentu) demikian pula pemberian ataupun penolakannya juga
diberikan secara kolektif. Hal ini untuk mencegah masing-masing negara
bertindak

sendiri-sendiri

tanpa

parameter

hukum

yang

jelas.

Sebagaimana dikemukakan para pakar hukum internasional, pengakuan adalah
sisi tergelap dalam hukum internasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa semua
Negara sangat membutuhkan pengakuan dari Negara lain agar semakin mudah

mengembangkan

kerja

sama

demi

kemajuan

Negara

itu

sendiri

Pengakuan secara kolektif ini diwujudkan dalam suatu perjanjian
internasional atau konferensi multilateral. Melalui helsinki treaty tahun 1976,
negara-negara NATO mengakui republik demokrasi jerman timur dan negaranegara pakta warsawa mengakui pula republik federal jerman. Pada tanggal 18
april 1975 kelima negara asean secara bersama mengakui pemerintahan kamboja

yang baru segera setelah jatuhnya ibukota phnom penh ke tangan kelmpom
komunis.
Walaupun bukan merupakan pengakuan negara tetapi terhadap suatu
situasi, negara-negara anggotaconference on security and co-operation in europe
(csce) melalui piagam paris 21 nopember 1990 mengaku unifikasi jerman. Juga
pengakuan negra-negara masyarakat eropa secara kolektif pada tahun 1992
terhadap ketiga Negara yang berasal dari pecahan Yugoslavia yaitu bosnia and
Herzegovina, kroasia dan slovenia.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa masuknya suatu Negara sebagai anggota PBB
sama sekali tidak berarti adanya pengakuan secara kolektif dari Negara-negara
anggota organisasidunia tersebut. Penerimaan suatu negara sebagai anggota PBB
hanya berarti bahwa negara tersebut telah memenuhi persyaratan keanggotaan

masyarakat internasional tersebut. Seperti telah disinggung sebelumnya, negaranegara arab pada umunya tidak mengakui israel walaupun sama-sama sebagai
anggota PBB. Demikian juga suatu negara yang diterima sebagai anggota PBB
tidak mempuyai hak untuk diakui oleh negara-negara lainnya.
Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa penerimaan dalam suatu
organisasi internasional berarti pengakuan dari organisasi tersebut. Prof. George
scelle dari universite de paris-sorbonne mengatakan tidak masuk akal negaranegara yang sama-sama anggota suatu organisasi internasional yang bersamasama merumuskan resolusi, pernyataan, dan instrumen-instrumen hukum tetapi
saling menolak eksistensi satu sama lain. Untk memperkuat pandangannya ia

merujuk pada pasal 10 pakta liga bangsa-bangsa yang menyebutkan
bahwanegara-negara angoota saling menjamin keutuhan wilayah dan kebebasan
politik masing-masing negara.Dengan demikian, menurut prof. George scelle
adalah paradoksal untuk menolak mengakui suatu negara sedangkan sebelumnya
integritas wilayah negara tersebut dijamin terhadap agresi dari luar. Orang hanya
menjamin apa yang diakui dan apa yang akan dijamin kalau sebelumnya ada
pengakuan. Selanjutnya dengan alasan yang sama, ia merujuk pada pasal 2 ayat 4
piagam, yang antara lain melarang digunakannya kekerasan terhadap keutuhan
wilayah dan kebebasa plitik negara-negara anggota.
Pandangan yang menyamakan adalah penerimaan dalm suatu organisasi
internasional sebagai pengakuan ini ditentang oleh prof. Quincy wright yang
berpendapat bahwa yang ada hanyalah pengakuan kolektif dari PBB tetapi
bukanlah pengakuan individual dari masing-masing anggotanya

Pendapat :

menurut kami pengakuan secara kolektif ini sangat dapat
diandalkan karena memang setiap Negara yang ingin menyatakan
kedaulatan atau ingin diakui oleh Negara lain harus mendapatkan
pengakuan yang parameternya ditentukan secara kolektif (oleh

lembaga hukum internasional) karena ini dapat menjadi tameng
untuk mecegah perbuatan atau pergerakan Negara yang bertindak
semena-mena atau semaunya.