IDENTIFIKASI GEJALA DEFISIENSI UNSUR HAR

IDENTIFIKASI GEJALA DEFISIENSI UNSUR HARA MOBILE DAN
PENYEMBUHANNYA
LAPORAN PRAKTIKUM

Oleh :
Kelompok 5
1. Helti Anggiana Pratiwi

(131510501064)

2. Danu Dwiharjo

(131510501092)

3. Yendri Arwahyuni

(131510501085)

4. M. Saiful Alam

(121510501152)


5. Nur Hidayatullah

(121510501172)

6. Rizki Kholidul A. F.

(131510501020)

7. Erna Fatmawati

(131510501243)

8. Elok Nadhatuz Z. A. A.

(131510501242)

9. Nurul Marta N.

(131510501244)


10. Nida Dhusturiyah

(131510501285)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia kian

bertambah setiap tahunnya. BPS (2015)
telah memprediksikan hal tersebut
bahwa mulai dari tahun 2010 hingga

2034 jumlah penduduk Indonesia akan
terus

mengalami

peningkatan.

Meningkatnya jumlah penduduk akan
menyebabkan kebutuhan pangan juga

Sumber : BPS, 2015

akan meningkat. Peningkatan kebutuhan pangan ini tidak seimbang dengan
produksi hasil pertanian yang kian menurun.
Penurunan ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satu penyebab utama
terjadinya penurunan produksi pertanian adalah kurangnya ketersediaan unsur
hara. Apabila unsur hara dalam tanah tidak mampu mencukupi kebutuhan
tanaman maka proses metabolisme tanaman akan terhambat. Terganggunya
metabolisme tanaman ini secara visual dapat terlihat dari penyimpangan pada
pertumbuhannya.

Gejala-gejala yang muncul akibat kekurangan unsur hara ini berkaitan
dengan mudah tidaknya unsur hara ditranslokasikan. Unsur hara yang mudah
ditranslokasikan (mobile) seperti unsur N cenderung akan memunculkan gejala
tertentu pada bagian tertentu. Terjadinya penyimpangan pertumbuhan akibat
kekurangan unsur hara yang bersifat mobile akan menyebabkan tanaman tidak
mampu menghasilkan produksi yang optimal sehingga mengalami penurunan
produksi.
Penurunan produksi tersebut dapat diatasi salah satunya dengan melakukan
tindakan penyembuhan. Tindakan penyembuhan bertujuan agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik sehingga mampu berproduksi secara optimal. Berdasarkan
permasalahan yang ada, maka pengetahuan dan pemahaman melalui praktikum

identifikasi gejala defisiensi unsur hara mobile serta penyembuhannya perlu
dilaksanakan.
1.2

Tujuan
Mampu mengidentifikasi gejala defisiensi unsur hara mobile serta

mengetahui cara penyembuhannya.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Defisiensi atau kekurangan unsur hara akan mengubah metabolisme,
proses fisiologi serta menurunkan pertumbuhan tanaman, secara visual defisiensi
tersebut akan memunculkan gejala seperti timbulnya klorosis, nekrosis dan warna
ungu-kemerahan pada daun, serta pertumbuhan kerdil (Faridah dkk., 2012).
Penyebab suatu tanaman mengalami defisiensi unsur hara esensial adalah tidak
tersedianya unsur hara di dalam tanah atau tersedia unsur hara dalam jumlah yang
besar namun hanya sedikit yang larut atau tersedia untuk tanaman. Selain itu,
reaksi kimia dalam tanah juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara
(Kirnadi dkk., 2014).
Menurut Lakitan (2013), gejala kekurangan unsur hara pada dasarnya
berkaitan dengan fungsi unsur hara dan mudah tidaknya unsur hara untuk
ditranslokasikan. Mudah tidaknya unsur hara ditranslokasikan tergantung tingkat
kelarutan (solubilitas) bentuk kimia unsur hara di dalam jaringan tanaman serta
mudah tidaknya masuk ke dalam pembuluh floem. Unsur hara mobile merupakan
unsur hara yang mudah mudah ditranslokasikan dari daun tua ke daun muda dan
organ penampung, unsur-unsur tersebut meliputi N, P, K, Mg, Cl dan S. Unsur
hara mobile akan menunjukkan gejala defisiensi pertama kali pada daun tua.
Salah satu unsur hara yang bersifat mobile atau mudah ditranslokasikan

adalah N (nitrogen). Silva et al. (2014) menyatakan bahwa N tergolong unsur hara
yang sangat mobile dalam tanaman bersifat mudah ditranslokasikan ke organ atu
bagian lain utamanya bagian muda. Oleh sebab itu, gejala defisiensi muncul pada
daun yang lebih tua. Perubahan yang terjadi berkaitan dengan fungsi unsur hara N
yakni sintesis klorofil, semakin N berkurang maka sintesis klorofil juga berkurang
sehingga warna hijau pada daun juga akan pudar.
Untuk mengamati gejala defisiensi unsur hara dapat dilakukan secara
visual dengan menganalisis daun tanaman. Aref (2011) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa analisis daun pada tanaman jagung sangat berguna pada saat
melakukan evaluasi kecukupan kebutuhan unsur hara pada produksi jagung.
Dilakukannya

analisis

pada

daun

tanaman


akan

memudahkan

untuk

mengklasifikasikannya ke dalam golongan kekurangan, kecukupan serta
kelebihan unsur hara. Hernita dkk. (2012) menyebutkan dalam penelitiannya
bahwa gejala kekurangan N pertama kali akan terlihat pada daun tua yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi kekuningan (klorosis), tangkai daun lemah dan
berwarna kuning, pertumbuhan terhambat, serta konsentrasi N di dalam jaringan
daun kurang dari 1,13%. Gejala kecukupan N ditandai dengan pertumbuhan yang
normal, daun berwarna hijau tua, dan konsentrasi N dalam jaringan daun antara
1,13-1,44%. Sedangkan gejala kelebihan N akan menunjukkan gejala pada daun
ang berwarna coklat dan mengalami nekrosis, pertumbuhan terhambat, serta
konsentrasi N di dalam jaringan daun lebih dari 1,44%.
Tindakan penyembuhan defisiensi N ini dapat dilakukan melalui
pemupukan. Amara dan Muorad (2013) menyatakan pemupukan memiliki efek
penting pada kualitas dan kuantitas hasil panen. Pada tanah berpasir, tanaman
akan sangat responsif terhadap pemupukan N karena N umumnya unsur hara yang

paling membatasi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan N juga berperan penting
dalam keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman.
Yoseftabar (2013) menambahkan bahwa pemupukan unsur hara N merupakan
input utama untuk meningkatkan produksi panen. Peningkatan pengelolaan dan
pemenuhan kecukupan unsur hara secara bersamaan dapat mendorong produksi
dengan cepat.
Pemupukan N yang dilakukan guna penyembuhan harus memperhatikan
beberapa hal. Menurut Jamilah (2014), unsur hara N merupakan unsur yang
bersifat mobile sehingga mudah hilang melalui pencucian (leaching) dan
penguapan (volatilization). Teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
efisiensi pemupukan N adalah dengan menggunakan bahan ameliorasi seperti
arang aktif. Arang aktif akan menyebabkan N menjadi slow release di dalam tanah
sehingga tidak mudah hilang. Mulyadi (2012) menambahkan bahwa pemupukan
nitrogen harus dilakukan dengan dosis dan waktu yang tepat. Wijaya (2008)
menyatakan bahwa suplai berlebihan N akan menurunkan efisiensi penyerapan N
oleh tanaman. Hal ini mengakibatkan N yang terserap oleh tanaman akan
berpeluang hilang melalui leaching dan penguapan.

BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1


Waktu dan Tempat
Praktikum Nutrisi Tanaman acara Identifikasi Gejala Unsur Hara Mobile dan

Penyembuhannya dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 September 2015 pukul
07.00 – 09.00 WIB di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Agronomi
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1.

Benih jagung

2.
3.

Pasir steril
Aquadest

4.


Pupuk N, P, dan K

3.2.2 Alat
1.

Bak pencuci pasir

2.

Polibag 60x40

3.

Handsprayer

4.

Cetok


5.

Kertas label

6.

Timbangan

3.3
1.
2.
3.

Cara Kerja
Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum.
Mengambil dan mengisi polibag dengan 10 kg pasir steril.
Menanam benih jagung sampai tumbuh daun kemudian melakukan
perlakuan pemupukan pada tanaman jagung tanpa pemberian unsur hara

4.

nitrogen (N).
Melakukan pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman jagung, melakukan

5.

penyembuhannya apabila telah muncul gejala defisiensi.
Mengamati dan mengambil data sesuai parameter pengamatan yang
dilakukan.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Tinggi tanaman (cm)

Grafik 4.1.2 Rerata tinggi tanaman
47.6
47.4
47.2
47
46.8
46.6
46.4
46.2
46
45.8

47.44

46.39

NPKCa

PKCa

Grafik 4.1.1 Tinggi tanaman

Tinggi tanaman (cm)

60
50
40
30
20
10
0

51.67

47.67

52.17

50.67

43
36.33

0
3
6
9
12

Grafik 4.1.4 Rerata jumlah daun
5.66

5.7

Jumlah daun

5.6
5.5
5.4

5.33

5.3
5.2
5.1

NPKCa

PKCa

Grafik 4.1.3 Jumlah daun
7

Jumlah daun

6
5

6

6
5

5

6
5

7

4

14

3

21

2
1
0

Panjang akar (cm)

Grafik 4.1.6 Rerata panjang akar
40
35
30
25
20
15
10
5
0

36.76
29.55

NPKCa

PKCa

Grafik 4.1.5 Panjang akar

Panjang akar (cm)

60

53.67

50
40

46.33
34.3

30
20

30.67
22.33
11.67

10
0

4.2 Pembahasan
Berdasarkan data yang telah diperoleh (Grafik 4.1.1), parameter tinggi
tanaman perlakuan PKCa ulangan 1 memiliki tinggi yang terbaik. Namun pada
grafik 4.1.2 menunjukkan bahwa tinggi tanaman terbaik adalah pada perlakuan
NPKCa. Kecukupan unsur hara dalam media menjadi alasan mengapa
pertumbuhan melalui penambahan tinggi tanaman menjadi lebih baik jika
dibandingkan dengan media yang mengalami defisiensi N. Tak hanya kecukupan
unsur hara, pertumbuhan melalui penambahan tinggi tanaman dapat dilakukan
oleh tanaman apabila tanaman dalam kondisi lingkungan yang mendukung.
Kondisi tersebut seperti tercukupinya cahaya matahari pada tabel 1, hasil
penelitian Widiastuti dkk. (2004) menunjukkan semakin kecil intensitas cahaya
yang diterima oleh tanaman maka pertumbuhan tinggi tanaman akan semikin

rendah. Sebaliknya jika intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman dengan
jumlah besar maka pertumbuhan tinggi tanamannya akan tinggi.
Tabel 1. Tinggi tanaman pada berbagai tingkat intensitas cahaya

Sumber : Widiastuti dkk., 2004
Tinggi tanaman juga akan dipengaruhi oleh tercukupinya kebutuhan air.
Evita (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanaman kacang tanah
memberikan respon yang optimum pada pemberian air kondisi 100% kapasitas
lapang. Laju pertumbuhan tinggi tanaman akan menurun seiring dengan
menurunnya kandungan air tanah dari kapasitas lapang sampai titik layu
permanen.
Tabel 2. Rata-rata respon kacang tanah yang diberi air dengan kapasitas lapang

Sumber : Evita, 2012
Suhu optimum juga dibutuhkan tumbuhan karena aktivitas pertumbuhan
merupakan peristiwa enzimatis yang membutuhkan bantuan enzim. Sedangkan
enzim tidak dapat bekerja pada suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Secara
umum pertumbuhan dan perkembangan bisa berlangsung pada suhu 4-45 oC dan
optimum pada kisaran 28-33oC.
Berdasarkan parameter jumlah daun pada grafik 4.1.3 perlakuan NPKCa
ulangan 1, PKCa ulangan 1 dan 2 memiliki jumlah daun terbanyak. Namun pada
grafik 4.1.4 menunjukkan bahwa perlakuan PKCa memiliki jumlah daun paling
banyak jika dibandingkan dengan NPKCa. Tingginya jumlah daun pada perlakuan
PKCa jika dibandingkan dengan NPKCa mengindikasikan bahwa defisiensi unsur
hara N tidak berpengaruh terhadap parameter jumlah daun. Hal tersebut diduga

disebabkan pada perlakuan pupuk NPKCa unsur hara baik N, P, K maupun Ca
yang ada di media jumlahnya benyak tetapi tidak cukup tersedia bagi tanaman,
sehingga pertumbuhan daunnya kurang baik. Kirnadi dkk. (2014) menyatakan
penyebab suatu tanaman mengalami defisiensi unsur hara esensial adalah tidak
tersedianya unsur hara di dalam tanah atau tersedia unsur hara dalam jumlah yang
besar namun hanya sedikit yang larut atau tersedia untuk tanaman.
Parameter panjang akar pada grafik 4.1.5 menunjukkan bahwa perlakuan
NPKCa ulangan 3 pertumbuhan akarnya paling baik, sementara pada grafik 4.1.6
pun juga menunjukkan perlakuan NPKCa lebih baik jika dibandingakn PKCa. Hal
ini mengindikasikan bahwa defisiensi unsur hara N berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar. Wijaya (2008) menyatakan bahwa N berperan penting dalam
mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman, sehingga kurang tersedianya
menyebabkan pertumbuhan akar menjadi terhambat.
Hernita dkk. (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa apabila
konsentrasi N di dalam jaringan daun kurang dari 1,13% maka tanaman akan
menunjukkan gejala defisiensi.Gejala kekurangan N pertama kali akan terlihat
pada daun tua yang ditandai dengan perubahan warna menjadi kekuningan
(klorosis), tangkai daun lemah dan berwarna kuning dan pertumbuhan terhambat.
Gejala yang muncul adalah pada bagian daun tua, hal ini karena N adalah unsur
hara mobile yang mudah di retranslokasikan. Apabila terjadi defisiensi N di
media, kandungan hara N yang ada di bagian tua akan diretranslokasikan ke
bagian yang membutuhkan seperti daun muda, sehingga gejala defisiensi akan
muncul pada daun tua.
Tindakan penyembuhan defisiensi N ini dapat dilakukan melalui
pemupukan. Amara dan Muorad (2013) menyatakan pemupukan memiliki efek
penting pada kualitas dan kuantitas hasil panen. Penyembuhan dapat dilakukan
menggunakan pupuk Urea. Urea atau CO(NH 2)2 merupakan pupuk yang
mengandung nitrogen dengan kadar tinggi yakni sebesar 46%.
Pemupukan N dengan Urea yang dilakukan guna penyembuhan harus
memperhatikan beberapa hal. Menurut Jamilah (2014), unsur hara N merupakan
unsur yang bersifat mobile sehingga mudah hilang melalui pencucian (leaching)

dan penguapan (volatilization). Teknologi yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan efisiensi pemupukan adalah dengan menggunakan bahan ameliorasi
seperti arang aktif. Arang aktif akan menyebabkan hara N menjadi slow release di
dalam tanah sehingga tidak mudah hilang. Mulyadi (2012) menambahkan bahwa
pemupukan nitrogen harus dilakukan dengan dosis dan waktu yang tepat. Wijaya
(2008) menyatakan bahwa suplai berlebihan N akan menurunkan efisiensi
penyerapan N oleh tanaman. Hal ini mengakibatkan N yang terserap oleh tanaman
akan berpeluang hilang melalui leaching dan penguapan.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
1.

Kesimpulan
Defisiensi unsur hara N tidak berpengaruh terhadap parameter jumlah daun
namun berpengaruh terhadap parameter tinggi tanaman dan panjang akar

2.

Sifat unsur hara N yang mobile menyebabkan gejala defisiensi unsur hara N
terjadi pada daun tua yang ditandai dengan munculnya warna kekuningan
(klorosis).

3.

Tindakan penyembuhan yang dapat dilakukan ketika tanaman mengalami
defisiensi unsur hara N adalah dengan penambahan unsur hara N melalui
pemupukan menggunakan Urea.

5.2

Saran
Sebaiknya media tanam yang hendak digunakan adalah pasir steril dengan

tekstur fisik yang baik agar tanaman yang diamati mampu tumbuh dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Amara, D. dan S. M. Mourad. 2013. Influence of Organic Manure on the
Vegetative Growth and Tuber Production of Potato (Solanumtuberosum L
varspunta) in a Sahara Desert Region. IJACS, 5(22): 2724-2731.
Aref, F. 2011. Influence of Zinc and Boron Nutrition on Copper, Manganese and
Iron Concentrations in Maize Leaf. Basic and Applied Sciences, 5(7): 52-62.
BPS. 2015. Proyeksi Penduduk Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010. [Serial
Online]. http://www.bps.go.id/index.php diakses pada tanggal 13 September
2015.
Evita. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada
Perbedaan Tingkatan Kandungan Air. Agroekoteknologi Universitas
Jambi,1(1) : 26-32.
Faridah, E., H. Supriyo, M. G. Wibisono, K. D. Afiani dan D. Hartanti. 2012.
Akselerasi Pertumbuhan Cendana (Santalum album) dengan Aplikasi Unsur
Hara Makro Esensial pada Tiga Jenis Tanah. Ilmu Kehutanan, 6(1): 1-17.
Hernita, D., R. Poerwanto, A. D. Susila dan S. Anwar. 2012. Penentuan Status
Hara Nitrogen pada Bibit Duku. Hort, 22(1): 29-36.
Jamilah. 2014. Pengaruh Dosis Urea dan Arang Aktif terhadap Sifat Kimia Tanah
dan Pertumbuhan serta Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Sains Riset,
4(1): 1-10.
Kirnadi, A. J., A. Zuraida dan Ilhamiyah. 2014. Survei Status Kesuburan Tanah di
Lahan Usahatani Padi Lahan Pasang Surut Kabupaten Banjar. Media Sains,
7(1): 53-59.
Lakitan, B. 2013. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Mulyadi, A. 2012. Pengaruh Pemberian Legin, Pupuk NPK (15:15:15) dan Urea
pada Tanah Gambut terhadap Kandungan N, P Total Pucuk dan Bintil Akar
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Kaunia, 8(1): 21-29.
Silva, I., M. Souza, K Almeida, J. Goncalves, R. Veloso, A. Marques dan M. Laia.
2014. Nutritional Deficiency Symptoms in Hybrid Clones of Eucalyptus
Under Omission of Macronutrients, B and Zn. Basic and Applied Sciences,
8(15): 85-89.

Widiastuti, L., Tohari dan E. Sulistyaningsih. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya
dan Kadar Daminosida terhadap Iklim Makro dan Pertumbuhan Tanaman
Krisan dalam Pot. Ilmu Pertanian, 35-42.
Wijaya, K. A. 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan
Resistensi Alami Tanaman. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Yoseftabar, S. 2013. Role of Biological Nitrogen Fixation in Rice. Geology,
Agriculture and Enviromental Sciences, 1(1): 9-12.