Karya Tulis Ilmiah Tentang Potensi Medic

POLIFARMASI DENGAN POTENSI MEDICATION ERROR PADA RESEP IN HEALTH PENYAKIT GASTRITIS DI APOTEK SEHAT BERSAMA PERIODE FEBRUARI – APRIL 2014 KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH: ARIEF WIBISANA NIM: PO.71.39.0.11.008 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG JURUSAN FARMASI 2014

HALAMAN PERSEMBAHAN

Motto :

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Asy-Syarh : 6), “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)” (Q.S. Ad-Duha : 11),

“Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal, kepercayaan, cinta, dan rasa hormat” (Ali bin Abi Thalib RA),

“Semakin tinggi ilmunya, semakin merunduk dan semakin beriman kepada Allah SWT”.

Dedikasi :

“KTI ini kupersembahkan untuk :

Kedua orang tuaku, Ayahanda (Alm) Aswawarman, S.Kp, M.Kes. dan Ibunda Eri Suzanna, AMG., ku tercinta, Saudaraku (Indah Angriani, S.Kom., Afif Dwi Pasana, Amd.Kep., Fatma Juwita dan Bima Asrullah), Teman-teman yang selalu ada disaat suka dan duka (Amirul Mukminin, AMF., Muhammad Rio Gumay, AMF., Firmansyah, AMF),

Teman-teman seperjuangan Akademi Farmasi Angkatan 2011-2014, Almamaterku, Poltekes Kemenkes Palembang”.

BIODATA

Nama

: Arief Wibisana

Nama Panggilan

: Arief

Tempat Tanggal Lahir

: Curup, 04 Oktober 1993

Alamat : Jl.Purwodadi, RT: 017. RW: 005. Desa Tempel Rejo, Curup Selatan, Bengkulu

Agama

: Islam

Nama Orang Tua Ayah

: Aswawarman

Ibu

: Eri Suzana

Jumlah Saudara

Anak Ke

Riwayat Pendidikan

: 1. SD Negeri 41 Curup

2. SMP Negeri 1 Curup

3. SMA Negeri 1 Curup

RINGKASAN

Latar Belakang : Medication Error (ME) adalah kejadian yang merugihkan pasien akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi antara prescriber dengan dispenser. Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep dan tinjauan kerasionalan diantaranya polifarmasi dan interaksi obat.

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non- eksperimental dengan pendekatan analitik. Sampel penelitian ini adalah semua Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat Bersama pada bulan Februari – April 2014. Uji statistik menggunakan Spearman Correlations .

Hasil : Setelah dilakukan uji statistik didapat bahwa, ada hubungan antara kelengkapan administratif resep dengan potensi medication error, tidak ada hubungan antara polifarmasi dengan potensi medication error, ada hubungan antara interaksi obat dengan potensi medication error.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kelengkapan administratif resep dan interaksi obat mempengaruhi potensi medication error, sedangkan polifarmasi tidak mempengaruhi.

KATA PENGANTAR

Asalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, dengan judul “Hubungan Kelengkapan Administratif Resep Dan Polifarmasi Dengan Potensi Medication Error Pada Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat Bersama Periode

Februari - April 2014” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari perhatian, bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguh berarti bagi penulis. Dengan rasa tulus ikhlas dan dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan,dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Palembang.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Politeknik Kesehatan Palembang Jurusan Farmasi.

4. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi dan doanya.

5. Teman-teman satu angkatan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari akan keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan

pengalaman yang dimiliki. Sehingga penulis Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palembang, Juni 2014

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran

1. Data Penelitian ....................................................................................... 43

2. Formularium Obat InHealth 2014 ......................................................... 51

3. Analisa Spearman Correlations Kelengkapan Administratif Resep Polifarmasi dan Interaksi Obat dengan Potensi Medication error ............. 54

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ......................................... 55

5. Dokumentasi .................................................................................... 56

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Medication Error (ME) adalah kejadian yang merugihkan pasien akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Data tentang kejadian medication error terutama di indonesia tidak banyak diketahui. Hal tersebut kemungkinan karena tidak teridentifikasi secara nyata, tidak dapat dibuktikan, atau tidak dilaporkan (Siregar, dkk. 2006).

Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber (penulis resep) dengan dispenser (pembaca resep) (Rahmawati dan Oetari, 2002). Menurut Cohen (1999) salah satu faktor yang meningkatkan resiko kesalahan dalam pengobatan adalah resep. Kelengkapan resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error.

Sebuah studi di yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep yang terdapat medication error. Dari 226 medication error, 99,12% merupakan kesalahan peresepan, 3,02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3,66% merupakan kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang tidak lengkap (Perwitasari, dkk. 2010).

Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Pemberian Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Pemberian

Berdasarkan laporan yang diterima Tim Kesehatan Pasien RS (KP-RS) R.K. Charitas kejadian tidak diinginkan yang terjadi selama lima tahun terakhir, yang berkaitan dengan obat (ME) sebanyak 76 kasus (26%) dari seluruh kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi. Meskipun sebagian besar kasus tidak terjadi dampak yang fatal, beberapa diantaranya termasuk kategori bermakna secara klinis (Simamora, dkk. 2011).

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang meliputi kelengkapan resep (identitas dokter, identitas pasien, nomer ijin praktek dokter [SIP], tempat dan tanggal resep, tanda R/, nama obat dan jumlahnya, aturan pakai, serta paraf dokter) dan tinjauan kerasionalan diantaranya polifarmasi dan interaksi obat.

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Sedangkan di Asia Tenggara, insiden gastritis sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahun. Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, yaitu 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah dan Unun pada tahun 2006, angka kejadian gastritis pada keluhan saluran cerna di Surabaya mencapai 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Sedangkan di Asia Tenggara, insiden gastritis sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahun. Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi, yaitu 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Menurut Maulidiyah dan Unun pada tahun 2006, angka kejadian gastritis pada keluhan saluran cerna di Surabaya mencapai 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan

Apotek Sehat Bersama terletak berseberangan dengan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Apotek ini memiliki jumlah pengunjung dan peresepan yang cukup tinggi setiap harinya. Hal ini memungkinkan terjadinya medication error di Apotek tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik kelengkapan administrasi resep yang berpotensi ME pada resep penyakit gastritis?

2. Bagaimana karakteristik polifarmasi yang berpotensi ME pada resep penyakit gastritis?

3. Seberapa besar frekuensi kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi yang berpotensi ME pada resep penyakit gastritis?

4. Apakah ada hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi dengan potensi ME pada resep penyakit gastritis?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Menilai hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi dengan potensi medication error pada resep inhealth penyakit gastritis di Apotek Sehat Bersama Palembang Periode Februari – April 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengindentifikasi karakteristik kelengkapan administrasi resep yang berpotensi medication error pada resep penyakit gastritis.

b. Mengindentifikasi karakteristik polifarmasi yang berpotensi medication error pada resep penyakit gastritis.

c. Mengukur frekuensi kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi yang berpotensi medication error pada resep penyakit gastritis.

d. Mengetahui hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi dengan potensi medication error pada resep penyakit gastritis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat lain :

1. Bagi apotek, dapat dijadikan informasi dalam peningkatan pelayanan kefarmasian dan keselamatan pasien.

2. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Medication Error

1. Definisi Medication Error (ME) adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991). Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan sebagai semua kejadian yang merugihkan pasien akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Definisi yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009).

2. Kejadian Medication Error Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing , fase

transcribing , fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen, 1991).

a. Prescribing Errors Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase

penulisan resep. Fase ini meliputi:

1) Kesalahan resep

2) Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

3) Kesalahan karena dosis tidak benar

4) Kesalahan karena indikasi tidak diobati

5) Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

b. Transcription Errors Pada fase transcribing , kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep

untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors , yaitu:

1) Kesalahan karena pemantauan yang keliru

2) Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

3) Kesalahan karena interaksi obat

c. Administration Error Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada

proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau keluarganya. Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :

1) Kesalahan karena lalai memberikan obat

2) Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

3) Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

4) Kesalahan karena tidak patuh

5) Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

6) Kesalahan karena gagal menerima obat 6) Kesalahan karena gagal menerima obat

penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

1) Kesalahan karena bentuk sediaan

2) Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

3) Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

3. Faktor Penyebab Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error , dapat dikemukakan

bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:

a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker).

b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).

c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan).

d. Edukasi kepada pasien kurang.

e. Peran pasien dan keluarganya kurang.

4. Pencegahan Medication Error (Senjaya, dkk. 2011) Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang

menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui

Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

a. Pemilihan Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat

diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat- obat sesuai formularium.

b. Pengadaan Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan

sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.

c. Penyimpanan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan

kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

1) Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip ( look-alike , sound-alike medication names ) secara terpisah.

2) Obat-obat dengan peringatan khusus ( high alert drugs ) yang dapat menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus.

3) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

d. Skrining Resep Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication

error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

1) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan nomor rekam medik/ nomor resep.

2) Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.

3) Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :

a) Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).

b) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda- tanda vital dan parameter lainnya).

4) Membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.

5) Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.

e. Dispensing

1) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

2) Pemberian etiket yang tepat.

3) Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.

4) Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.

f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal

yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :

1) Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana menggunakan obat dengan benar.

2) Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.

3) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat

dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien.

4) Reaksi obat yang tidak diinginkan ( Adverse Drug Reaction – ADR) yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut.

5) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.

g. Penggunaan Obat Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien

rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Tepat pasien

2) Tepat indikasi

3) Tepat waktu pemberian

4) Tepat obat

5) Tepat dosis

6) Tepat label obat (aturan pakai)

7) Tepat rute pemberian

h. Monitoring dan Evaluasi Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui

efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien.

Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.

B. Resep Obat Yang Rasional

Resep adalah sebuah pesanan dalam bentuk tulisan yang diberikan oleh dokter kepada apoteker. Disamping nama penderitanya, pesanan obat juga termasuk perintah kepada apoteker dan petunjuk untuk penderita. Resep juga didefinisikan sebagai pesanan/permintaantertulis dari seorang dokter kepada apoteker untuk membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Orang atau petugas yang berhak menulis resep ialah dokter; dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut; serta dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan. Resep harus terbaca jelas dan lengkap. Jika resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep.

Supaya proses pengobatan berhasil maka resepnya harus baik dan benar (rasional). Resep yang rasional harus memuat (Anief, 2008) :

1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.

2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.

4. Nama setiap obat atau komponen obat (invocatio).

5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).

6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku (subscriptio).

7. Nama serta alamat pasien.

8. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal. Menurut (WHO, 1995) Peresepan rasional merupakan peresepan dimana

pasien menerima obat yang tepat berdasarkan keperluan klinis dengan dosis, cara pemberian dan lamanya yang tepat, dan dengan cara yang mendorong ketaatan pasien (patient compliance), dan dengan harga yang paling murah terhadap pasien dan komunitas.

C. Kelengkapan Resep

Resep dapat dikenali dengan mengidentifikasi bagian-bagiannya. Menurut teori, resep terdiri atas lima bagian penting yaitu Invecato, Inscriptio, Praescriptio, Signatura dan Subcriptio. Penjelasan kelima bagian penting tersebut sebagai berikut:

1. Invecato yaitu tanda buka penulisan resep dengan R/

2. Inscriptio, yaitu tanggal dan tempat ditulisnya resep

3. Praescriptio atau ordinatio adalah nama obat, jumlah dan cara membuatnya

4. Signatura, merupakan aturan pakai dari obat yang tertulis

5. Subcriptio adalah Paraf/tanda tangan dokter yang menulis resep Secara sistematis, Apoteker dapat menilai keabsahan suatu resep secara

administrasi dengan menilai kelengkapan bagian resep tersebut. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 280 tahun 1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek, resep yang lengkap harus memuat:

1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan;

2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat, jumlah obat, dan cara pemakaian;

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;

4. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep;

5. Jenis hewan dan serta nama alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;

6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

D. Polifarmasi (Terrie, 2004) Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau

lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis, kriteria untuk mengidentifikasi polifarmasi meliputi :

1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas.

2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama.

3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi.

4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat.

5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat. Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau

obat dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar, dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut.

E. Interaksi Obat

1. Definisi Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat

( drug-related problem ) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).

Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah) (Setiawati, 2007).

2. Mekanisme Interaksi Obat (Hashem, 2005) Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B)

dengan satu dari dua mekanisme berikut:

a. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).

b. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).

1) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

2) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara substansial).

3) Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

4) Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.

F. Gastritis

1. Definisi Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gastritis merupakan suatu

keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Prince dan Wilson, 2006). Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut adalah kelainan klinik akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Prince dan Wilson, 2006). Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut adalah kelainan klinik akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung

2. Penyebab Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang

berlebih, asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan produksi asam lambung yang berlebih (Uripi,2002).

3. Faktor Pemicu Kekambuhan Gastritis

a. Faktor makan (pola makan) Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai jumlah, frekuensi dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi tiap hari (Almatsier, 2004). Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah

kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan (Uripi, 2002).

b. Faktor obat-obatan Obat-obatan yang mengandung salisilat (sering digunakan sebagai obat

pereda nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis (Uripi, 2002). Efek salisilat terhadap saluran cerna adalah perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada pemakaian dalam dosis besar. Salisilat merupakan agen-agen yang sering dikonsumsi oleh pereda nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan gastritis (Uripi, 2002). Efek salisilat terhadap saluran cerna adalah perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada pemakaian dalam dosis besar. Salisilat merupakan agen-agen yang sering dikonsumsi oleh

c. Faktor Psikologis Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan

produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antar makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat (Coleman, 1992). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya luka dalam lambung. Penyakit maag (gastritis) dapat ditimbulkan oleh berbagai keadaan yang pelik sehingga mengaktifkan rangsangan/iritasi mukosa lambung semakin meningkat pengeluarannya, terutama pada saat keadaan emosi, ketegangan pikiran dan tidak teraturnya jam makan.

4. Obat Gastritis (Schmitz, dkk. 2009) Obat anti Tukak Lambung (Gastritis) dapat digolongkan menjadi antasida,

antagonis histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung mukosa, analog prostaglandin E1, dan peningkat faktor pertahanan lambung.

a. Golongan Antasida Obat golongan antasida terdiri atas atas aluminium, magnesium, kalsium

karbonat, dan Natrium bikarbonat. Mekanisme kerja antasida yaitu menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi tidak melalui efek langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah (LES). Kegunaan antasida sangat dipengaruhi oleh rata-rata disolusi; efek fisiologi kation; kelarutan air; dan ada atau tidak adanya makanan.

b. Golongan Antagonis Reseptor Histamin H2 Obat golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas Simetidin, Ranitidine,Famotidin, Nisatidin. Mekanisme kerja antagonis reseptor b. Golongan Antagonis Reseptor Histamin H2 Obat golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas Simetidin, Ranitidine,Famotidin, Nisatidin. Mekanisme kerja antagonis reseptor

c. Golongan Penghambat Pompa Proton Obat golongan penghambat pompa proton terdiri atas omeprazol,

lansoprazol,rabeprazol. Pada pH netral, penghambat pompa proton secara kimia stabil, larut lemak, dan merupakan basa lemah. Penghambat pompa proton mengandung gugus sulfinil pada jembatan antara benzimidazol tersubstitusi dan cincin piridin. Mekanisme kerja penghambat pompa proton adalah basa lemah netral mencapai sel parietal dari darah dan berdifusi ke dalam sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasi dan terperangkap. Zat yang terprotonasi membentuk asam sulfenik dan sulfanilamide. Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfhidril pada sisi kritis luminal tempat H+,K+-ATPase, kemudian terjadi inhibisi penuh dengan dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul enzim.

d. Golongan Pelindung Mukosa Obat golongan pelindung mukosa yaitu; sukralfat. Mekanisme kerja

sukralfat adalah membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa di lambung dan duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan sukralfat adalah membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari serangan asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa di lambung dan duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan

e. Golongan Analog Prostaglandin E1 ( Misoprostol.) Mekanisme kerja misoprostol adalah meningkatkan produksi mucus

lambung dan sekresi mukosa, menghambat sekresi asam lambung dengan kerja langsung ke sel parietal, dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi makanan, histamin dan pentagastrin.

f. Golongan Peningkatan Faktor Pertahanan Lambung ( Teprenon ) Mekanisme kerja teprenon adalah meningkatkan mukosa lambung dan

usus besar dari efek merusak yang ditimbulkan NSAIDs baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Teprenon dapat bekerja secara langsung karena teprenon merupakan sediaan prostaglandin yang melindungi mukosa lambung dan usus besar dari luka, dan secara tidak langsung melalui kemampuan sitoprotektifnya yang mudah menyesuaikan atau percepatan sintesis prostaglandin endogen dengan efek iritasi yang rendah.

5. Standar pengobatan penyakit gastritis (DEPKES, 2007)

a. Penderita gastritis akut memerlukan tirah baring. Selanjutnya ia harus membiasakan diri makan teratur dan menghindarkan makanan yang merangsang.

b. Keluhan akan segera hilang dengan antasida (Al. Hidroksida, Mg Hidroksida) yang diberikan menjelang tidur, pagi hari, dan diantara waktu makan.

c. Bila muntah sampai mengganggu dapat diberikan tablet metoklopramid

10 mg, 1 jam sebelum makan.

d. Bila nyeri hebat dapat dikombinasikan dengan simetidin 200 mg 2 x sehari atau ranitidin 150 mg 2 x sehari.

e. Penderita dengan tanda pendarahan seperti hematemesis atau melena perlu segera dirujuk ke rumah sakit karena kemungkinan terjadi pendarahan pada tukak lambung yang dapat menjadi perforasi.

6. Interaksi Obat Tukak Lambung (Gastritis) (Harkness, 1989)

a. Antasida

1) Antasida – Amfetamin Efek amfetamin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping merugihkan karena kebanyakan amfetamin seperti gelisah, mudah terangsang, jantung berdebar, penglihatan kabur, dan mulut kering.

2) Antasida – Simetidin (tagamet) Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak dapat diobati dengan baik.

3) Antasida (yang mengandung magnesium) – Kortikosteroida Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan terlalu banyak natrium.

4) Antasida – Prokainamid Efek prokainamid dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping merugihkan yang tidak dikehendaki karena terlalu banyak prokainamid, disertai gejala pingsan (akibat penurunan tekanan darah) dan aritmia ventrikuler.

5) Antasida – Pseudoefedrin Efek pseudoefedrin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping merugihkan karena terlalu banyak pseudoefedrin. Gejala yang dilaporkan : jantung berdebar, gelisah dan mudah terangsang, pusing, halusinasi, dan sifat yang menyimpang dari biasanya.

6) Antasida – Kinidin Efek kinidin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping merugihkan karena terlalu banyak kinidin, disertai gejala aritmia ventrikular, jantung berdebar, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, dan telinga berdenging.

7) Antasida – Kinin Efek kini dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping merugihkan karena terlalu banyak kinin. Gejala yang dilaporkan : sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan dan telinga berdenging.

b. Antikolinergika

1) Antikolinergika – Amantadin Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, nanar, jantung bedebar, mungkin psikosis toksik.

2) Antikolinergika – Antasida Efek antikolinergik dapat berkurang. Akibatnya : antikolinergika mungkin tidak bekerja sebagaimana diharapkan.

3) Antikolinergika – Antidepresan Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

4) Antikolinergika – Antidiskinetika Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

5) Antikolinergika – Antihistamin Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

6) Antikolinergika – Antipsikotika Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

7) Antikolinergika – Digoksin Efek digoksin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek samping karena terlalu banyak digoksin, disertai gejala mual, gangguan penglihatan, bingung, kehilang selera makan, tak bertenaga, sakit kepala, dan denyut jantung tidak teratur.

8) Antikolinergika – Disopiramid Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

9) Antikolinergika – Levodopa Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

10) Antikolinergika – Kinidin Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

11) Antikolinergika – Kinin Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar, jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

c. Simetidin

1) Simetidin – Antasida Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak terobati dengan baik.

2) Simetidin – Antikoagulan Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : resiko perdarahan meningkat.

3) Simetidin – Kofein Efek kofein dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi kofeinisme disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit kepala, tremor, pernapasan cepat, dan insomnia.

4) Simetidin – Fenitoin Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek samping merugihkan karena terlalu banyak fenitoin disertai gejala gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi.

5) Simetidin – Sukralfat Efek sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak terobati dengan baik.

6) Simetidin – Trankuilansia Efek trankuilansia dapat meningkat. Akibatnya : efek samping merugihkan karena terlalu banyak trankuilansia disertai gejala sedasi berlebihan, mengantuk, hilang koordinasi dan kewaspadaan mental.

d. Sukralfat - Simetidin

1) Kerja sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak terobati sebagaimana mestinya.

G. Kerangka Teori

Predisposing Factor

- Prescribing Error

- Transcription Error

Enabling Factor

Medication Error - Administration Error

- Dispensing Error

Reinforcing Factor - System

- Komunikasi antar

Profesi

- Regulasi

Sumber : Kerangka Berpikir berdasarkan L. Green dalam Notoatmodjo (2010)

H. Hipotesis

Hi : Ada hubungan antara Kelengkapan Administratif Resep dan Polifarmasi dengan Potensi Medication Error pada Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat Bersama Periode Februari – April 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental

dengan pendekatan analitik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April - Juni 2014. Lokasi penelitian di Apotek Sehat Bersama.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi penelitian adalah semua Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat Bersama pada bulan Februari – April 2014 yang berjumlah 200 resep.

2. Sampel Semua Populasi dijadikan sampel.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi Resep gastritis tunggal dan campuran yang diberikan sebagai terapi utama, bukan terapi lain.

2. Kriteria Eksklusi

a. Resep yang sulit dibaca.

b. Resep yang ganda (double).

E. Cara Pengumpulan Data

Peneliti mendatangi Apotek Sehat Bersama Palembang, kemudian peneliti mengumpulkan semua resep gastritis yang dilayani di apotek sehat bersama pada bulan Februari – April 2014. Selanjutnya, bila ditemukan kesalahan dalam penulisan resep dilakukan pencontrengan pada format tabel yang telah disediakan.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa alat tulis, kertas, kalkulator dan kamera.

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent : Kelengkapan Administratif Resep, Polifarmasi dan

Interaksi obat.

2. Variabel dependent

: Potensi Medication Error.

H. Definisi Operasional

1. Kelengkapan Administratif Resep Definisi

: Persyaratan administratif resep di apotek yang meliputi ;

a. Nama, alamat, SIP dokter

b. Tanggal penulisan resep, tanda R/, nama obat, dosis b. Tanggal penulisan resep, tanda R/, nama obat, dosis

d. Nama, alamat, dan umur pasien

e. Tanda “!” untuk yang melebihi dosis maksimal Cara ukur

: Observasi

Alat ukur : Surat Keputusan MenKes No.280 tahun 1981 Hasil ukur

: Skoring dengan kategori ;

a. Lengkap

b. Tidak Lengkap

2. Polifarmasi Definisi

: Penulisan obat yang lebih dari 2 untuk terapi yang sama

pada resep inhealth penyakit gastritis

Cara ukur

: Observasi

Alat ukur

: Literatur

Hasil ukur

: Skoring dengan kategori ;

a. Ada

b. Tidak Ada

3. Interaksi Obat Definisi

: Pemberian dua atau lebih obat yang merugihkan atau mengurangi kerja dari obat pada resep inhealth penyakit gastritis

Cara ukur

: Observasi

Alat ukur

: Literatur

Hasil ukur

: Skoring dengan kategori ;

a. Ada

b. Tidak Ada

4. Potensi Medication Error Definisi

: Kejadian yang potensial mengakibatkan kesalahan terapi pada resep inhealth penyakit gastritis di apotek Cara ukur

: Self Assessment

Alat ukur : SK MenKes No.280 tahun 1981 dan Literatur Hasil ukur

: Skoring dengan kategori ;

a. Berpotensi ME

1) Potensi tinggi :

2) Potensi rendah :

- Nama Dokter

- Alamat Dokter

- Nama Obat

- SIP

- Dosis

- Tanggal Resep

- Aturan Pakai

- Tanda R/

- Tanda ! untuk yang

- Paraf Dokter melebihi dosis maksimal - Alamat Pasien - Nama Pasien - Umur Pasien - Polifarmasi - Interaksi Obat

b. Tidak berpotensi ME

1) Resep yang Kelengkapan Administratifnya lengkap

2) Resep yang tidak ada polifarmasinya

3) Resep yang tidak berinteraksi yang merugihkan.

I. Kerangka Operasional

Interaksi Obat Administratif Resep

Kelengkapan

Polifarmasi

Potensi Medication Error

Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan

J. Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS 16,0 dan dianalisis menggunakan Spearman Correlations .

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada awalnya penelitian ini akan dilakukan di RSUD Bari Palembang, namun terjadi kesulitan untuk melakukan penelitian disana. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di Apotek Sehat Bersama Palembang. Data yang diambil adalah resep gastritis pada bulan Februari – April 2014 sebanyak 200 lembar resep.

1. Karakteristik Kelengkapan Administratif Resep Kelengkapan Administratif Resep meliputi Identitas Dokter (Nama, Alamat, SIP), Penulisan (Tanggal, Tanda R/, Nama Obat, Dosis, Aturan pakai, Paraf, Tanda !), Identitas Pasien (Nama, Alamat, Umur).

Tabel 1. Kesalahan Identitas Dokter

No Identitas Dokter

1 Nama Dokter

Kesalahan Identitas Dokter seperti tidak mencantumkan Nama, Alamat, dan SIP. Dengan tidak lengkapnya identitas dokter dapat membuat petugas apotek kesulitan untuk mengklarifikasi resep yang bermasalah.

Tabel 2. Kesalahan Penulisan No Penulisan

1 Tanggal

2 Tanda R/

3 Aturan Pakai

4 Paraf Dokter

Kesalahan penulisan yang ditemukan adalah tidak dicantumkan tanggal, tanda R/, aturan pakai, dan paraf dokter. Tanggal resep menunjukkan kapan resep tersebut ditulis, dan aturan pakai merupakan indikator penting untuk pasien dalam menggunakan obat. Sebagai contoh obat-obat antasida tidak diberi signa “sebelum makan”, “sesudah makan”, atau dikunyah dahulu sebelum ditelan. Hal ini dapat mempengaruhi efek terapi atau khasiat obat tersebut.

Tabel 3. Kesalahan Identitas Pasien No Identitas Pasien

Berdasarkan tabel I, tabel II, tabel III, kesalahan yang paling banyak adalah tidak mencantumkan Surat Izin Praktek Dokter, kemudian tidak mencantumkan umur setelahnya. Umur pasien merupakan data yang penting sebagai acuan dalam penentuan dosis obat. Tidak dicantumkannya umur dapat menimbulkan kesalahan pengobatan (Medication Error) yang tinggi.

2. Karakteristik Polifarmasi Polifarmasi yang dimaksud adalah adanya penulisan obat yang lebih dari dua untuk terapi yang sama, dalam hal ini polifarmasi dari obat gastritis. Tabel 4. Karakteristik Polifarmasi Polifarmasi

Total

Ada

Tidak Ada

N 2%

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan polifarmasi pada resep penyakit gastritis di Apotek Sehat Bersama Palembang. Contoh polifarmasi yang ditemukan adalah penulisan lansoprazole, mucogard, dan antasid dalam satu resep. Menurut teori polifarmasi yang diberikan dapat meningkatkan efek samping obat.

3. Karakteristik Interaksi Obat Interaksi Obat meliputi interaksi obat yang merugihkan atau mengurangi kerja dari obat gastritis. Tabel 5. Karakteristik Interaksi Obat Interaksi Obat

Total

Ada

Tidak Ada

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan interaksi obat (merugihkan atau mengurangi efek obat) yang cukup banyak seperti Sukralfate atau Antasida dengan lansoprazole, interaksi ini dapat menurunkan bioavaibilitas lansoprazole. Kemudian terdapat interaksi lainnya seperti obat-obat Antagonis H2 (ranitidine, famotidine, simetidine) dengan sukralfate, interaksi ini dapat menurunkan efek dari obat-obat Antagonis H2. Terdapat pula interaksi Antasida dengan obat-obat Antikolinergika (Metil Prednisolone), interaksi ini dapat menimbulkan pusing dan jantung berdebar serta efek antikolinergika tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan. Dari kesemua interaksi yang ditemukan, sangat dimungkinkan berpotensi Medication Error yang tinggi.

4. Potensi Medication Error Potensi Medication Error meliputi Berpotensi (Tinggi, Rendah), dan Tidak Berpotensi. Tabel 6. Karakteristik Potensi Medication Error Berpotensi

Tidak Berpotensi

Tinggi Rendah 146

Tabel 7. Potensi Medication Error dengan Kelengkapan Administratif Resep Potensi

Kelengkapan Administratif Resep Total Medication Error

Tidak Lengkap Tinggi

0 30 30 Tidak Berpotensi

Tabel 8. Potensi Medication Error dengan Polifarmasi Potensi

Polifarmasi

Total Medication Error

Ada

Tidak Ada

0 30 30 Tidak Berpotensi

Tabel 9. Potensi Medication Error dengan Interaksi Obat Potensi

Interaksi Obat

Total Medication Error

Ada

Tidak Ada

52 94 146 Rendah

Tinggi

0 30 30 Tidak Berpotensi

0 24 24 Total

Berdasarkan tabel diatas, potensi medication error yang paling banyak adalah berpotensi tinggi. Potensi ini diakibatkan oleh resep yang banyak tidak mencantumkan umur pasien pada kelengkapan resep dan banyaknya intraksi obat yang ditemukan.

5. Hubungan Kelengkapan Administratif Resep Dan Polifarmasi Dengan Potensi Medication Error Tabel 10. Hasil Analisa Statistik Spearman Correlations

KLResep Polifarmasi Interaksi

Spearman's rho PME

Correlation Coefficient

** ** -.591 .086 .356

Sig. (2-tailed)

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error dengan Kelengkapan Administratif Resep menunjukkan nilai probabilitas Siq.(2-tailed) sebesar 0.00 < 0.05 , artinya ada hubungan antara kelengkapan administratif resep dengan potensi medication error. Namun dalam pelaksanaannya hal ini tidak terlalu menentukan pengaruh yang besar karena petugas apotek dapat menanyakan kembali kepada pasien yang bersangkutan.

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error dengan Polifarmasi menunjukkan nilai probabilitas Siq.(2-tailed) sebesar 0.227 > 0.05 , artinya tidak ada hubungan antara polifarmasi dengan potensi medication error. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya hubungan, tetapi secara klinis polifarmasi sangat mempengaruhi terjadinya medication error.

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error dengan Interaksi Obat menunjukkan nilai probabilitas Siq.(2-tailed) sebesar

0.00 < 0.05 , artinya ada hubungan antara interaksi obat dengan potensi medication error.

B. Pembahasan