Makalah o rganogenesis sistem pernafasan

ORGANOGENESIS
( PEMBENTUKAN SISTEM PERNAFASAN DAN UROGENITAL)
Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Perkembanga Hewan
Oleh
Kelompok V
Karolina bukit
1306103010054
Muammar F
1306103010076
Risa Rianda
1306103010026
Riska Aurora Yahya 1306103010006
Zulfikar
1306103010098

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena dengan pertolonganNya kami
dapat menyelesaiakan Makalah yang berjudul “Remedial “ Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada temanteman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan Makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada teman-teman dari hasil Makalah
ini. Karena itu kami berharap semoga Makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna
bagi kita bersama.
Pada bagian akhir, kami akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari
teman-teman yang ahli di bidangnya, karena itu kami harapkan hal ini juga dapat
berguna bagi kita bersama.
Semoga Makalah yang kami buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang
lebih baik lagi terutama dalam pengetahuan kita tentang “Remedial”

Kelompok Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
Latar Belakang................................................................................................................1
Rumusan Masalah...........................................................................................................2
Tujuan Penulisan............................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
Pengertian Organogenesis ( Pembentukan Sistem Pernafasan Dan Urogenital)...........3
Pengertian organogensis.............................................................................................3
Pembentukan sistem urogenital dan Urinarius...............................................................4
Sistem Urogenitalia.....................................................................................................4
Sistem urinarius..........................................................................................................4

Pembentukan Duktus Genitalia.................................................................................13
Proses Pembentukan sistem Pernafasan....................................................................17
BAB III.............................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
1. Kesimpulan...............................................................................................................22
2. Saran.........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dipandang dari sudut fisiologis, system urogenital dapat dibagi dalam 2 unsur
yang sangat berbeda sifatnya : system urinarius dan system genitalia. Akan tetapi
dipandang dari sudut embriologi dan anatomi, kedua system ini saling bertautan.
Keduanya berasal dari rigi mesoderm yang sama disepanjang dinding belakang
rongga perut, dan saluran pembuangan kedua system ini pada mulanya bermuara
kerongga yang sama, yaitu kloaka. Sistem urogenital merupakan sistem yang terdiri
dari sistem urinarius dan sistem genitalia. Dimana sistem urinarius dibagi menjadi

traktus urinarius bagian atas dan bagian bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri
dari ginjal, pelvis renalis dan ureter, sedangkan traktus urinarius bagian bawah terdiri
dari vesika urinaria dan uretra. Untuk sistem genitalia eksterna pada pria dan wanita
berbeda, pada pria terdiri dari penis, testis dan skrotum; sedangkan wanita berupa
vagina, uterus dan ovarium. Pada perkemmbangan selanjutnya, tumpang tindih kedua
system ini terutama nyata sekali pada pria. Duktus ekstretorius primitive mula-mula
berfungsi sebagai duktus urinarius, tetapi kemudian berubah menjadi duktus genitalis
utama. Selain itu, pada orang dewasa, alat kemih maupun kelamin ini menyalurkan
air kemih dan semen melalui sebuah saluran yang sama, uretra penis. Sedangkan pada
sistem pernafasan ditandai dengan adanya Saluran pernapasan terdiri atas dan bawah,
saluran pernafasan atas terdiri atas hidung, sinus, faring, laring, trakea, dan epiglotis.
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, dan paru. Fungsi
utama sistem pernapasan adalah untuk pertukaran gas, yaitu sproses menukar oksigen
ke darah di arteri dan membuang karbondioksida dari darah di vena. Pertukaran gas
normal terjadi dengan tiga proses, yaitu Ventilasi, Difusi, Perfusi.

1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembentukan sistem urogenital dan sistem pernafasan ?

2. Bagaimana proses pembentukan sistem urinaria serta proses pernafasan?
3. Bagaimana proses pembentukan sistem genital pria dan wanita serta
mekanisme pernafasan ?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan maksud untuk :
a.

Menambah wawasan pembaca mengenai organogenesis

b.

Sebagai bahan referensi dalam pembelajaran

c.

Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Perkembangan Hewan

2


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Organogenesis ( Pembentukan Sistem Pernafasan Dan
Urogenital)
a. Pengertian organogensis
Organogenesis adalah proses pembentukan organ atau alat tubuh. Pertumbuhan ini diawali
dari pembentukan embrio (bentuk primitif) menjadi fetus (bentuk definitif) kemudian
berdiferensiasi menjadi memiliki bentuk dan rupa yang spesifik bagi keluarga hewan dalam 1
species. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik.
Organogenesis terdiri dari dua periode, yaitu pertumbuhan antara dan pertumbuhan akhir.
Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan differensiasi bagianbagian tubuh embryo dari bentuk primitive sehingga menjadi bentuk definitif. Pada periode
ini embryo akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies.
Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara halus bentuk definitive sehingga
menjadi ciri suatu individu. Pada periode ini embrio mengalami penyelesaian pertumbuhan
jenis kelamin, watak (karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khusus bagi setiap individu.
1. Tahap Pertumbuhan Embrio.
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
– Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa
embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam
tubuh induk betina.

– Fase Pasca Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup setelah
masa embrio, terutama penyempurnaan alat-alat reproduksi setelah dilahirkan.

Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi biasanya hanya peningkatan
ukuran bagian-bagian tubuh dari makhluk hidup.

2. Tahapan Organogenesis
Di dalam inner cell mass, blastikist mulai tertanam didalam uterus & terkubur sempurna pd
hari ke-10. Pada waktu ini terjadi deferensiasi dari sel-sel yang menyusun inner cell mass
(ectoderm, mesoderm dan endoderm). Dimana tahap pertama pada perkembangan fetus

adalah pembentukan 2 ruang (kavitas) yang menutup, yang terletak berdekatan satu sama
lain, yaitu cavitas amniotica dan saccus vitellius (adalah selaput yang terletak ant placenta
dan amnion).

Pertumbuhan embrio terjadi dari embional plate yang terdiri dari 3 lapisan:

a. Ektoderm : melapisi cavita amniotica.
Ektoderm mrp lapisan tunggal dari sel-sel yang bertanggung jawab atas pertumbuhan kulit,
rambut, kuku, jaringan saraf, yang meliputi pula alat indaria (organ sensoris), kelenjar ludah,

cavitas nasi, bagian bawah canalis analis, tractus genitalis dan glandula mammae
b. Endoderm.
Melapisi saccus vitellinus dan berkembang membentuk traktus digestivus, hepar, pancreas,
larings, trakea, paru, vesika urinaria dan urethra.
c. Mesoderm.
Merupakan lapisan jaringan selain ectoderm dan endoderm yang berasal dari inner cell mass.
Sebagian mesoderm terletak disekeliling cakram embrio.

Perkembangan lebih lanjut dari mesoderm ini akan menghasilkan system sirkulasi dan
limfatik, tulang, otot, ginjal, ureter, organ genetalia, dan jaringan subcutan pada kulit

2. Pembentukan sistem urogenital dan Urinarius
a. Sistem Urogenitalia
Sistem urogenital merupakan sistem yang terdiri dari sistem urinarius dan sistem
genitalia. Dimana sistem urinarius dibagi menjadi traktus urinarius bagian atas dan bagian
bawah. Traktus urinarius bagian atas terdiri dari ginjal, pelvis renalis dan ureter, sedangkan
traktus urinarius bagian bawah terdiri dari vesika urinaria dan uretra. Untuk sistem genitalia
eksterna pada pria dan wanita berbeda, pada pria terdiri dari penis, testis dan skrotum;
sedangkan wanita berupa vagina, uterus dan ovarium.
Dipandang dari sudut fisiologi, sistem urogenital dapat dibagi dalam dua unsur yang

berbeda sifatnya : sistem urinarius dan sistem genitalia. Akan tetapi, dipandang dari sudut
embriologi dan anatomi, kedua sistem ini saling bertautan. Ada 2 macam perkembangan
sistem urinarius yaitu organogenesis ginjal dan maturasi ginjal.
4

b. Sistem urinarius
1. Pembentukan Ginjal
Pembentukan Ginjal ditandai dengan adanya penonjolan pada mesoderm intermedier di
daerah anterior embrio, yang disebut nefrotom. Berlangsung dari anterior ke posterior. Urutan
perkembangannya:
1. Pronefros
2. Mesonefros
3. Metanefros

Gambar 1. Cikal bakal ginjal (Pronefros,Mesonefros dan Metanefros)
Organogenesis ginjal terdiri melalui 3 tahapan secara berurutan yaitu : pronefros,
mesonefros, dan metanefros seperti pada tabel berikut :
Tabel 1. Proses Pembentukan Ginjal
Usia gestasi minggu ke3


Organogenesis
1. Sistem pertama yaitu bentuk
pronefros dan duktusnya.
2. Pronefros perlahan akan
berdegenerasi dan duktusnya akan
menjadi duktus Wolfii dan bagian

4

kaudal dari mesonefros.
1. Sistem pronefros mengalami regresi,
saluran ekskresi mesonefros pertama
mulai tampak.
2. Saluran-saluran ekskresi memanjang
dengan cepat, membentuk gelung
huruf S (simpai Bowman) dan
terdapat glomerulus pada ujung

medial, keduanya membentuk
korpuskulus mesonefrikus(renalais).

3. Pembentukan glomerulus berasal
dari vesikel-vesikel yg terbagi
menjadi 3 segmen : bawah
membentuk epitel viseral dan
parietal kapsula Bowman, tengah
tubulus proksimal dan ansa Henle,
5

atas tubulus distalis.
1. Perkembangan dari sistem
metanefros (ginjal tetap), berawal
dari tunas ureter yang berkembang
dari tonjolan saluran mesonefros di
dekat muaranya ke kloaka.
2. Tunas ureter ini menembus jaringan
metanefros, yang menutup ujung
distalnya sebagai topi melebar
membentuk pelvis renalis primitif
terbagi kranial dan kaudal kaliks
mayor.
3. Tiap-tiap kaliks membentuk 2 tunas
baru yang akan membelah terus
hingga 12 generasi atau lebih.
4. Generasi ketiga dan keempat kaliks
minor. Generasi seterusnya piramida

7-8

ginjal.
1. Dimulainya nefrogenesis sampai 3436 minggu. Kemudian nefron
berkembang terus dan ukurannya
bertambah sesuai dengan
pertambahan ukuran ginjal dan

12-14

perkembangan fungsinya.18
1. Pembentukan pelvis renalis serta
kaliks mayor dan minor selesai

6

sebelum masa gestasi ini.18
Dua sistem urinaria primitif, pronefros dan mesonefros mendahului pembentukan
metanefros. Pronefros mengalami involusi pada minggu kedua dan mesonefros menghasilkan
urin pada minggu ke-5 serta mengalami degenerasi pada usia 11-12 minggu.
Kegagalan pembentukan atau regresi kedua struktur ini dapat menyebabkan anomali
perkembangan sistem urinaria definitif. Antara minggu ke-9 dan 12, tunas ureter dan
blastema nefrogenik berinteraksi untuk menghasilkan metanefros. Pada minggu ke-14, ansa
henle sudah berfungsi dan terjadi reabsorpsi. Namun, nefron-nefron baru terus terbentuk
sampai minggu ke-36 dan pada bayi prematur pembentukan nefron tersebut berlanjut setelah
lahir.

Gambar 2. Potogan melintang pembentukan tubulus nefron
Pada embrio di daerah dorsal kiri-kanan dari garis tengan terdapat penonjolan
mesodermal yang dikenal sebagai penonjolan urogenital, berjalan longitudinal sejajar dengan
khordadorsalis. Bagian medial dari urogenital ridge ini kelak menjadi gonad, sedangkan
bagian lateral membentuk nefrogen.
Sistem nefrogen ini, bagian kranial berdiferensiasi lebih dahulu dari bagian yang
kaudal. Mula-mula pronefros, kemudian mesonefros dan akhirnya metanefros yang kelak
menjadi ginjal tetap. pronefros dan mesonefros pada manusia tidak seberapa tampak, bagian
kaudal pronefros berhubungan dengan kranial mesonefros. Sehingga sebenarnya keduanya
adalah sattu sistem.

Gambar 3. Letak Pronefros, Mesonefros dan Metanefros
a. Pronefros

Bentuk paling awal, paling anterior dan strukturnya paling sederhana akan
berdegenerasi dan diganti oleh mesonefros. Pada Manusia pronefros tidak berfungsi.
Pronefros terdiri atas kelompok-kelompok sel atau gelembung kecil dibagian proksimal dari
sistem jaringan nefrogen dan terbentuk pada minggu ke tiga masa pertumbuhan embrio.
pada akhir minggu ke empat, pronefros ini mengadakan regresi. Duktus pronefros
tumbuh sendiri tidak tergantung pada tubulus-tubulus pronefros. pada permulaan nya duktus
ini hanya menyerupai satu kelompok sel seperti lidi, berada dibagian dorsal jaringan
nefrogen. kemudian menjadi saluran dimulai dari bagian kranial, dan menuju ke ventral.
Kemudian masuk sebagai saluran dibagian dorso-lateral kloaka pada minggu ke lima
pertumbuhan embrio. Saluran ini, kecuali bagian atasnya menjadi duktus mesoderm. Pada
embrio manusia, pronefros digambarkan oleh 7-10 kelompok sel padat didaerah leher.
Kelompok-kelompok yang pertama membentuk nefrotom vestigium yang menghilang
sebelum nefrotom yang disebelah kaudalnya terbentuk, dan pada akhir minggu ke-4, semua
tanda system pronefros telah menghilang.
b. Mesonefros
Pada waktu pronefros mengadakan regresi, dari jaringan nefrogen di daerah toraks dan
lumbal tumbuh tubulus-tubulus mesonefros. Tubulus ini berbentuk S dan terbuka ke saluran
pronefros yang pada pertumbuhan selanjutnya dinamakan saluran mesonefros.
Bagian medial dari tiap tubulus mesonefros membesar dan membentuk suatu mangkok
(kapsul Bowman). Terbentuk pula di dalamnya suatu kumpulan kapilar berasal dari arteri dan
aorta. Terbentuklah glomerulus. Tubulus-tubulus mesonefros cepat memanjang dan berlekuklekuk, tetapi saluran lekuk henle tidak terbentuk. bagian kranial dari tubulus mesonefros ini
berangsur berdegenerasi sebelum bagian kaudalnya berdiferensiasi.
Diperkirakan dalam bulan ketiga dan keempat pertumbuhan janin, mesonefros
berfungsi dan mengeluarkan urine meskipun cair sekali. Namun mesonefros lambat laun
tidak berfungsi lagi dan fungsi itu berhenti pada akhir bulan keempat. Fungsi nya di ambil
alih oleh ginjal tetap. Glomerulus mesonefros menghilang kecuali beberapa tubulus tidak
berdegenerasi.

Gambar 4. Duktus Mesonefros dengan tubulus berbentuk S
Di bentuk kemudian, posterior dari pronefros dan setrukturnya lebih sempurna. pada
hewan anamiota merupakan ginjal yang defnitif. Pada hewan amniota merupakan ginjal yang
berfungsi selama masa embrio sebelum metanefros terbentuk.
8

Pada pertengahan bulan kedua, mesonefros membentuk sebuah organ berbentuk bulat
telur besar disisi kiri dan kanan garis tengah. Oleh karena gonad yang sedang berkembang
terletak pada sis medial mesonefros, rigi yang dibentuk oleh kedua alat tersebut dikenal
sebagai rigi urogenital. Sementara saluran-saluran disebelah kaudal tetap berdiferensiasi,
saluran disebelah cranial dan glomerulinya memperlihatkan perubahan degenerative, dan
menjelang akhir bulan kedua sebagian besar telah menghilang. Akan tetapi beberapa dari
saluran kaudal dan saluran mesonefros tetap ada pada pria dan ikut membentuk system
kelamin, tetapi menghilang pada wanita.
c. Metanefros
Terbentuk paling akhir paling sempurna dan terletak dari posterior dari mesonefros.
Pada minggu keenam dan ketujuh ginjal naik dari daerah pelvis ke daerah lumbal. Hal ini
terjadi karena embrio menjadi lurus dan karena pertumbuhannya yang cepat dari bagian
badan kaudal ginjal.
Pada waktu naik ginjal berputar hingga hilusnya yang pada permulaan terdapat
disebelah ventral kemudian mengarah ke medial.
Hanya terdapat pada hewan-hewan amniota. Terbentuk paling akhir paling sempurna
dan terletak dari posterior dari mesonefros. Berfungsi sejak embrio lanjut dan merupakan
ginjal yang definitif.

Gambar 5. Metanefros
Satuan-satuan eksresinya berkembang dari mesoderm metanefros, dengan cara yang
sama seperti pada system mesonefros. Akan tetapi perkembangan system salurannya, berbeda
dari system ginjal lainnya.
Naiknya ginjal disebabkan oleh kurangnya kelengkungan tubuh maupun pertumbuhan
tubuh didaerah lumbal dan sacral. Dipanggul, metanefros menerima aliran darah dari sebuah
cabang panggul dan aorta. Dalam perjalanan naik ke rongga perut ini, ginjal diperdarai oleh
pembuluh-pembuluh nadi yang berasal dari aorta yang letaknya semakin meninggi.
Pembuluh-pembuluh yang lebih rendah biasanya akan berdegenerasi.
2. System pengumpul
Saluran-saluran pengumpul ginjal permanen berkembang dari tunas ureter, suatu
tonjolan saluran mesonefros didekat muaranya ke kloaka. Tunas ureter ini menembus
jaringan metanefros, yang menutup ujung distalnya sebagai topi. Selanjutnya, tunas ini

melebar membentuk piala ginjal primitive, dan terbagi menjadi bagian cranial dan kaudal,
yang kelak akan menjadi kalises mayors.
Sambil menembus lebih jauh kedalam jaringan metanefros, tiap-tiap kaliks membentuk
dua tunas baru. Tunas-tunas yang baru terbentuk masing-masing terus membelah lagi hingga
terbentuk 12 generasi saluran atau lebih. Sementara itu, dibagian tepi, terbentuk lebih banyak
saluran hingga akhir bulan ke-5. Saluran generasi kedua membesar dan menyerap masuk
saluran generasi ketiga dan keempat, sehingga terbentuklah kalises minor piala ginjal.
Pada perkembangan selanjutnya, saluran pengumpul generasi ke-5 dan seterusnya
sangat memanjang dan menyebar dari kaliks minor, sehingga membentuk piramida ginjal.
Dengan demikian, tunas ureter membentuk ureter, piala ginjal, kalises mayor dan minor, dan
kurang lebih satu hingga tiga juta saluran pengumpul.
3. System eksresi
Tiap-tiap saluran yang baru terbentuk, dibagian ujungnya ditutupi oleh topi jaringan
metanefrik. Dibawah pengaruh induktif tubulus ini, sel-sel topi jaringan ini membentuk
gelembung-gelembung kecil, yaitu vesikel renalis, yang selanjutnya akan membentuk
saluran-saluran kecil.
Saluran-saluran ini bersama dengan berkas-berkas kapiler yang dikenal sebagai
glomeruli, membentuk nefron atau system eksresi. Ujung proksimal masing-masing nefron
membentuk simpai bowman, yang didalamnya berisi glomerulus.
Ujung distalnya membentuk hubungan terbuka dengan salah satu saluran pengumpul,
sehingga terbentuklah jalan penghubung dari glomerulus kesatuan pengumpul. Pemanjangan
saluran eksresi yang berlangsung terus mengakibatkan pembentukan tubulus kontortus
proksimal, ansa henle, dan tubulus kontortus distal. Oleh karena itu, ginjal berkembang dari
dua sumber yang berbeda, yaitu mesoderm metanefros yang membentuk satuan eksresi dan
tunas ureter yang membentuk system pengumpul.
Pada saat lahir, ginjal berlobulasi. Selama masa anak-anak, gambaran lobulasi ini
menghilang karena petumbuhan nefron lebih lanjut. Akan tetapi jumlahnya tidak bertambah.
4. Kandung kemih dan uretra
Selama perkembangan minggu ke-4 hingga ke-7, septum urorektal membagi kloaka
menjadi saluran anorektal dan sinir urogenital. Selaput kloaka sendiri kemudian terbagi
menjadi membrana urogenitalis di anterior dan membrana analis di posterior. Tiga bagian
sinus uroggenitalis primitif tersebut dapat dibedakan:
a. Bagian atas yang paling besar adalah kandung kemih. Mulla-mula kandung kemih
berhubungan langsung dengan allantois, tetapi setelah rongga allantois manutup, akan
tersisa suatu korda fibrosa yang tebal, yyaitu urakus dan korda fibrosa ini
menghubungkan puncak kandung kemih dengan umbilikus. Pada orang dewasa,
ligamentum ini dikenal sebagai liggamentum umbilikalis medial.

10

b.

Bagian selanjutnya berupa sebuah saluran yang agak sempit, yaitu sinus urogenitalis
bagian panggul, yang padda pria membentuk uretra pars prostatika dan pars
membranosa.

c.

Bagian terakhir a dalah sinus urogenitalis tetap, yang juga dikenal sebagai sinus
urogenitalis bagian penis. Bagian ini sangat memipih kesamping dan terpisah dari dunia
luar oleh mebran urogenitalis.

Selama pembagian kloaka, bagian kaudal duktus mesonefros berangsur-angsur diserap
kedalam dinding kandung kemih. Akibatnya, ureter yang tadinya merupakan tonjolan keluar
dari saluran mesonefros, masuk ke kandung kemih secara tersendiri. Sebagai akibat naiknya
ginjal, muara ureter bergerak lebih ke kranila lagi, duktus mesonefros berkerak saling
mendekati untuk masuk ke uretra pars prostatika dan pada pria menjadi duktus ejakulatorius.
Karena duktus mesonefros maupun ureter berasal dari mesoderm, selaput lendir kandung
kemih yang diabentuk oleh gabungan dari kedua saluran ini berasal dari mesoderm.
Dalam perkembangan selanjutnya, lapisan mesoderm pada segitiga tadi diganti oleh
epitel endoderm, sehingga akhirnya seluruh permukaan dalam kandung kemih dilapisi oleh
epitel yang berasaldari endoderm.
5. Uretra
Epitel uretra pria dan wanita berasal dari endoderm, sedangkan penyambung dan
jaringan otot polos disekitarnya berasal dari mesoderm splangnik. Pada akhir bulan ke-3,
epitel uretra pars prostatika mulai berpoliferasi dan membentuk sejumlah tonjol keluar yang
menembus mesenkim disekitarnya. Pada pria, tunas-tunas ini membentnuk kelenjar prostat.
Pada wanita, bagian kranial uretra membentuk kelenjar uretra dan kelenjar parauretra.

a. Pembentukan Genitalia
Dibentuk dari epitelium coelom (mesoderm splanknik) pada permukaan median
mesonefros. Epitelium mula-mula menebal kemudian melepaskan sel-selnya ke permukaan
dalam. Sel-sel ini memperbanyak diri dan terbentuklah suatu penebalan, yang lambat laun
tumbuh sehingga membentuk suatu penonjolan, berbentuk suatu pematang pada bagian
dorsal dari coleom disebut Pematang Genital.

Gambar 6. Penonjolan urogenital

1. Pembentukan Gonad
Sekalipun jenis kelamin embrio ditentukan secara genetik pada saat pembuahan, gonad
tidak memperoleh ciri-ciri bentuk pria atau wanita hingga perkembangan minggu ke-7.
Gonad mula-mula tampak sebagai sepasang rigi yang memanjang, rigi gonad dan
dibentuk oleh proliferasi epitel selom dan pemadatan mesenkim dibawahnya. Sel-sel benih
tidak tampak pada rigi kelamin hingga perkembangan minggu ke-6.
Pada embrio manusia, sel-sel benih primordial tampak pada tingkat perkembangan
yang dini diantara sel endoderm di dinding kantung kuning telur didekat allantois. Sel-sel
benih ini berpindah dengan gerakan menyerupai amuba sepanjang mesenterium dorsal usus
belakang, dan sampai di gonad primitif pada perkembangan minggu ke-6.
Apabila mereka gagal mencapai rigi-rigi tersebut, gonad tidak berkembang. Karena itu
sel-sel benih primordial tersebut mempunyai pengaruh induktif terhadap perkembangan
gonad menjadi ovarium atau testis.
a. Gonad indiferen
Segera sebelum dan selama datangnya sel-sel benih primordial, epitel selom rigi
kelamin berpoliferasi, dan sel-sel epitel menembus mesenkim dibawahnya. Disini sel epitel
tersebut membentuk sejumlah korda yang bentuknya tidak beraturan, korda kelamin primitif.
Pada embrio pria dan wanita, korda ini berhubungan dengan epitel permukaan, dan kita
tidak mungkin membedakan antara gonad pria dan wanita. Oleh karena itu, gonad ini dikenal
sebagai gonad indiferen.
b. Pembentukan Testis
Apabila embrio secara genetik bersifat pria, sel-sel benih primordial membawa sebuah
gabungan kromosom seks XY. Dibawah pengaruh koromosom Y, yang menjadikan faktor
penentu testis, korda kelamin primitif terus-menerus berpoliferasi dan menembus jauh
kedalam mmedulla untuk membentuk korda testis atau kordda medulla.
Pada perkembangan selanjutnya, korda testis kehilangan hubungan dengan epitel
permukaan. Kemudian mereka dipisahkan dari epitel permukaan oleh selapisan jaringan ikat
fibrosa padat, yaitu tunika albuginea, suatu gambaran khas testis.
Dalam bulan ke-4, korda testisa menjadi berbentuk seperti tapal kuda, dan ujungujungnya bersambung dengan ujung rate testis. Sekarang korda testis tersusun dari sel-sel
benih primordial dan sel-sel sustentakular sertoli yang berasal dari epitel permukaan kelenjar.
Sel interstitial leydig berkembang dari mesenkim asli rigi kelamin. Sel-sel ini terletak
diantara korda testis dan mulai berkembang segera setelah mulainya diferensiasi korda ini.
Pada kehamilan mingguk ke-8, produksi testosteron oleh sel leydig sudah mulai, dan testis
sekarang mampu mempengaruhi diferensiasi seksual duktus genetalia dan organ kelamin
luar.
Korda testis tetap padat hingga masa pubertas, pada saat korda ini menjadi berongga,
sehingga terbentuklah tubulus seminiferus. Setelah tubulus seminiferus mempunyai saluran,
tubulus ini bersambung dengan tubulus rete testis, yang selanjutnya bermuara ke duktuli
efferentes.
12

Duktuli efferentes ini merupakan bagian saluran eksresi sistem mesonefros yang tersisa.
Fungsinya adalah sebagai penghubung antara rete testis dengan saluran mesonefros atau
saluran wolff, yang dikenal sebaggai duktus deferens.
c. Pembentukan Ovarium
Pada embrio wanita yang mempunyai kromosom seks XX dan tidak mempunyai
kromosom Y, korda kelamin primitif terputus-putus menjadi kelompok-kelompok sel yang
tidak teratur bentuknya. Kelompok-kelompok sel ini, yang mengandung gugus-gugus sel
benih primordial, terletak dibagian medulla ovarium. Kemudian, kelompok-kelompok ini
menghilang dan digantikan oleh stroma vaskular yang membentuk medulla ovarium.
Epitel permukaan gonad wanita, tidak seperti pada pria, terus menerus berpoliferasi.
Dalam minggu ke-7, epitel ini membentuk korda generasi ke dua, korda korteks yang
menembus mesenkim dibawahnya, tetapi tetap dekat dengan permukaan.
Dalam bulan ke-4, korda ini terpecah menjadi kelompok-kelompok sel tersendiri, yang
masing-masing mengelilingi satu atau lebih sel benih primitif. Sel-sel benih berkembang
menjjadi oogonia, sedangkan sel epitel disekitarnya, yang berasal dari epitel permukaan,
membentuk sel folikuler.
Boleh dikatakan bahwa jenis kelamin suatu embrio ditentukan pada saat pembuahan
dan tergantung apakah spermatositnya membawa kromosom X atau Y. Pada embrio yang
mempunyai konfigurasi kromosom seks XX, korda medula gonad mengalami regresi, dan
kemudian berkembang korda korteks generasi kedua. Pada embrio yang mempunyai
kompleks kromosom kelamin XY, korda medulla berkembang menjadi korda testis, dan
korda korteks tidak berhasil berkembang.

Gambar 7. Genitalia Interna dan Eksterna
2. Pembentukan Duktus Genitalia
a. Tahap indiferen
Mula-mula, baik embrio pria maupun wanita mempunyai dua pasang duktus genitalis,
yaitu duktus mesonefros dan paramesonefros. Duktus paramesonefros muncul sebagai suatu
invaginasi memanjang epitel selom pada permukaan anterolateral rigi urogenital.

Disebelah krania,, saluran ini bermuara kedalam rongga selom dengan struktur
menyerupai corong. Disebelah kaudal, saluran berjalan disebelah lateral saluran mesonefros,
tatapi kemudian menyilang disebelah ventralnya untuk tumbuh kearah kaudomedial.
Digaris tengah, saluran paramesonefros ini berhubungan erat dengan saluran
paramesonefros dari sisi seberang. Kedua saluran tersebut pada mulanya dipisahkan oleh
sebuah sekat, tetapi kemudian bersatu membentuk kanalis uterus. Ujung kaudal saluran yang
telah bersatu tersebut menonjol kedalam dinding posterior sinus urogenitalia, sehingga
menyebabbkan penonjolan kecil, yaitu tuberkulum paramesonefrikum atau tuberkulum
mulleri. Duktus mesonefros bermuara kedalam sinus urogenitalis pada kedua sisi tuberkulum
mulleri.
b. Diferensiasi Sistem Saluran
Perkembangan sistem duktus genitalis dan genetalia eksterna berlangsung dibawah
pengaruh hormon yang beredar dalam darah janin selama kehidupan intrauterin. Juga, sel
sertoli di dalam testis janin menghasilkan suatu zat non steroid yang dikenal sebagai
substansi penghambat mulleri atau hormon antimulleri yang menyebabkan regresi duktus
paramesonefros.
Selain zat penghambat ini, testis juga menghasilkan testosteron yang memasuki sel-sel
jaringan sasaran. Disini, hormon ini dikonversi menjadi dihidrotestosteron.
Testosteron dan dihidrotestosteron berikatan dengan suatu protein reseptor spesifik
intrasel yang mempunyai aktifitas tinggi, dan akhirnya kompleks hormon reseptor ini
berkaitan dengan DNA untuk mengatur transkipsi gen-gen yang spesifik.
Jaringan dan produk-produk proteinnya. Kompleks testosteron reseptor menjadi
mediator virilisasi duktus mesonefros, sementara kompleks dihidrotestosteron reseptor
mengatur diferensiasi genetalia eksterna pria.
Pada wanita tidak dihasilkan SPM, dan karena tidak ada zat ini, sistem saluran
paramesonefros dipertahankan dan berkembang menjadi tuba uterina dan rahim. Faktorfaktor pengendali untuk proses ini tidak jjelas, tetapi bisa melibatkan estrogen yang
dihasilakan oleh sistem ibu, plasenta dan ovarium janin.
Oleh karena zat perangsang pria tidak ada, sistem duktus mesonefros mengalami
regresi. Kalau tidak ada androgen, genetalia eksterna indiferen dirangsang oleh estrogen dan
berdiferensiasi menjadi labia mayora, labia minora, klitoris, dan sebagian vagina.
c. Duktus genetalia pada pria
Ketika mesonefros mengalami regresi, beberapa saluran eksresi yaitu tubulus
epigenitalius, membuat hubungan dengan korda rete testis dan akhirnya membentuk duktus
eferen testis. Saluran eksresi disepanjang kutub kaudal testis, yaitu tubulus paragenitalis,
tidak bersatu dengan korda rete testis. Sisa-sisa saluran ini keseluruhannya dikenal sebagai
paradidimis.
Duktus mesonefros tetap dipertahankan kecuali pada bagian paling kranial, yaitu
appendiks epidedimis, dan membentuk duktus genetalia utama. Tepat dibawah muara duktus
eferen, duktus mesonefros ini memanjang dan sangat berkelok-kelok, dengan demikian
membentuk duktus epididimis.
14

Dari ekor epididimis hingga ke tonjol-tonjol vesika seminalis, duktus mesonefros
mendapatkan lapisan otot pembungkus yang tebal dan dikenal sebagai duktus deferens.
Daerah duktus yang diluar vesikula seminalis dikenal sebagai duktus ejakulatorius. Duktus
paramesonefros pada pria berdegenerasi kecuali sebagian kecil ujung kranialnya, yaitu
appendiks testis.
d. Duktus genetalia pada wanita
Duktus paramesonefros berkembang menjadi duktus genitalis utama pada wanita. Pada
mulanya, dapat dikenali tiga bagian pada setiap duktus: (a) bagian kranial vertikal yang
bermuara kerongga selom, (b) bagian horisontal yang menyilang duktus mesonefros, dan (c)
bagian kaudal vertikal yang bersatu dengan pasangannya dari sisi yang berlawanan.
Bersama dengan turunnya ovarium, dua bagian yang pertama berkembang menjadi tuba
uterina, dan bagian kaudal bersatu membentuk kanalis uterus. Ketika bagian kedua duktus
paramesonefros berjalan kearah mediokaudal, rigi-rigi urogenital berangsur-angsur terletak
pada bidang melintang. Setelah saluran ini manyatu digaris tengah, terbentuklah sebuah
lipatan melintang yang lebar didalam panggul.
Lipatan yang membentang dari sisi lateral duktus paramesonefros yang telah menyatu
ke dinding panggul tersebut, dikeal sebagai ligamentum latum uteri. Pada tepi atasnya
terdapat tuba uterina, dan pada permukaan belakangnya terdapat ovarium. Rahim dan
ligamentum latum uteri membagi rongga panggul menjadi kantong uterorektal dan kantong
uterovesikal.
Duktus paramesonefros yang telah menyatu tersebut membentuk korpus dan servik
uteri. Bangunan ini dibungkus oleh selapis mesenkim yang membentuk lapisan otot rahim,
yaitu miometrium, dan lapisan peritoniumnya, yaitu parametrium.
e. Pembentukan Vagina

Gambar 8. Alat genital pada saat dilahirkan
Segera setelah ujung padat duktus paramesonefros mencapai sinus urogenitalis, tumbuh
dua tonjolan keluar dari bagian pelvis sinus ini. Evaginasi ini yaitu bulbus sinivaginalis,
berpoliferasi dan membentuk sebuah lempeng vagina padat.
Poliferasi ini terus berlangsung di ujung kranial lempeng, sehingga memperbesar jarak
antara rahim dan sinus urogenitalis. Menjelang bulan ke-5, tonjolan vagina ini seluruhnya
berongga. Perluasan vagina menyerupai sayap di sekitar ujung rahim, yaitu fornises vagina,
berasal dari paramesonefros.

Dengan demikian, vagina mempunyai dua asal-usul, sepertiga bagian atas berasal dari
saluran rahim dan dua pertiga bagian baah berasal dari sinus urogenitalis.
Lumen vagina tetap terpisah dari lumen sinus urogenitalis oleh sehelai jaringan tipis,
yang dikenal sebagai selaput dara. Selaput ini terdiri atas lapisan epitel sinus urogenitalis dan
selapis tipis sel vagina. Biasanya selaput dara membentuk lubang kecil selama masa
perinatal.
Beberapa sisa saluran eksresi bagian kranial dan kaudal masih tersisa pada wanita. Sisasisa ini terletak di mesovarium, dimana mereka masing-masing membentuk epooforon dan
parooforon. Duktus mesonefros menghilang kecuali sebagian kecil dibagian kranial yang
ditemukan pada epooforon dan, kadang-kadang sebagian kecil bagian kaudalnya, yang dapat
ditemukan di dinding rahim atau vagina. Dalam masa kehidupan selanjutnya, sisa ini dapat
membentuk sebuah kista yang disebut kists gartner.
3. Pembentukan Genetalia eksterna
a. Tahap indiferen
Dalam perkembangan minggu ke-3, sel-sel mesenkim yang berasal dari daerah alur
primitif bermigrasi ke sekitar membrana klokalis untuk membentuk sepasang lipatan yang
agak menonjol, yaitu lipatan kloaka.
Disebelah kranial membrana kloakalis, lipatan ini bergabung membentuk tuberkulum
genital. Pada minggu ke-6, membrana kloakalis dibagi lagi menjadi membrana urogenitalis
dan membrana analis. Lipatan kloaka juga dibagi lagi menjadi lipatan uretra disebelah
anterior, dan lipatan anus disebelah posterior.
Serentak dengan itu, sepasang tonjolan lain, tonjol genetalia, mulai tampak di kedua sisi
lipatan uretra. Pada pria tonjolan genitalis ini kelak membentuk tonjolan skrotum, dan pada
wanita menjadi labia mayora. Akan tetapi, pada akhir minggu ke-6, sulit membedakan kedua
jenis kelamin tersebut.
b. Genetalia eksterna pada pria
Perkembangan genetalia eksterna pria berada di bawah pengaruh hormon androgen
yang disekresi oleh testis janin dan ditandai oleh cepat memanjangnya tuberkulum genital
yang kini dinamakan phallus(penis). Bersama dengan pemanjangan ini, phallus menarik
lipatan uretra ke depan sehingga membentuk dinding lateral sulkus uretra.
Sulkus ini terbentang sepanjang permukaan kaudal penis tetapi tidak mencapai bagian
paling distal, yang dikenal sebaggai glans. Lapisan epittel yang melapisi sulkus ini berasal
dari endoderm dan membentuk lempeng uretra.
Pada akhir bulan ke-3, kedua lipatan uretra menutup diatas lempeng uretra, sehingga
membentuk uretra pars kavernosa. Saluran ini tidak berjalan hingga ke ujung penis. Bagian
uretra yang paling distal ini dibentuk pada bilan ke-4 ketika sel-sel ektoderm dari ujung glans
menembus masuk kedalam dan membentuk sebuah korda epitel yang pendek. Korda ini
kemudian memperoleh rongga, sehingga membentuk orifisium uretra eksternum.
Tonjol-tonjol kelamin pada pria yang dikenal sebagai tonjol skrotum mula-mula diletak
didaerah inguinal. Pada perkembangan selanjutnya, tonjol ini bergerak ke kaudal, dan tiap16

tiap tonjolan lalu membentuk setengah skrotum. Kedua belahan skrotum dipisahkan satu
sama lain oleh sekat skrotum.
c. Genetalia eksterna pada wanita
Faktor-faktor yang mengendalikan perkembangan genetalia eksterna wanita tidak jelas,
tetapi estrogen memainkan satu peranan. Tuberkulum genital hanya sedikit memanjang dan
membentuk klitoris. Lipatan uretra tidak menyatu seperti halnya pada pria, tetapi berkembang
menjadi labia minora.
Tonjol kelamin membesar dan membentuk labia mayora. Alur urogenital terbuka dan
membentuk vestibulum. Sebenarnya, dengan menggunakan kriteria panjang tuberkulum kita
bisa salah mengidentifikasi jenis kelamin pada kehamilan bulan ke-3 dan ke-4.

Gambar 9. Proses pembetukan genitalia eksterna wanita

A. Proses Pembentukan sistem Pernafasan
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, sinus, faring, laring, trakea, dan
epiglotis. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, dan paru.
Fungsi utama sistem pernapasan adalah untuk pertukaran gas, yaitu sproses menukar
oksigen ke darah di arteri dan membuang karbondioksida dari darah di vena. Pertukaran gas
normal terjadi dengan tiga proses, yaitu:
1. Ventilasi adalah pergerakan gas dari lingkungan ke dalam dan ke luar paru. Hal ini
dicapai dengan mekanisme inspirasi dan ekspirasi.
2. Difusi merupakan pergerakan gas yang diinhalasi ke dalam alveoli dan melewati
membran kapiler alveolus.
3. Perfusi merupakan pergerakan darah yang teroksigenasi dari paru ke jaringan.
Pengendalian pertukaran gas melibatkan proses kimiawi dan sistem saraf. Sistem
saraf terdiri dari tiga bagian yang berlokasi di pons, medula, dan korda spinalis, dengan

koordinasi irama pernapasan dan mengatur kedalaman pernapasan. Proses kimiawi
melibatkan

beberapa

fungsi penting

seperti

mengatur

ventilasi

alveolus

dengan

mempertahankan tekanan normal gas darah dan melindungi terhadap hiperkapnia serta
hipoksi yang disebabkan penurunan oksigen arteri, serta membantu mempertahankan
pernapasan saat terjadi hipoksia.

a. Proses Pembentukan Pernapasan Sesuai Tumbuh Kembang
Usia

Jumlah

Struktur dan Fungsi

Pernapasan
Perkembangan

-

janin

Lengkung laringotrakea pada minggu keempat
gestai

tampak

menutup

diikuti

dengan

perkembangan laring dan trakea. Perkembangan
cabang bronkus pada minggu ke-5 dan ke-16
gestasi. Pada minggu ke-6 sampai ke-12 terjadi
pertumbuhan pembuluh darah dan lumina terjadi
dalam bronkus dan brokiolus.
Bayi

30-35

Pada saat lahir, paru mengandung cairan. Cairan
akan digantikan oleh udara ketika bayi mulai
bernapas. Saluran pernapasan bayi masih kecil
dan tidak tahan terhadap infeksi. Permukaan
alveolus terbatas untuk pertukaran gas.

Todler

20-30

Volume

paru

meningkat

dan

kerentanan

terhadap infeksi menurun
Usia Sekolah

18-21

Sistem pernapasan mencapai kematangan seperti
orang dewasa. Frekuensi pernapasan berkurang
karena peningkatan jumlah pertukaran udara
ketika

bernapas.

Kapasitas

paru

lebih

proporsional.
Remaja

16-20

Laki-laki memiliki kapasitas vital lebih tinggi
karena ukuran dada yang lebih besar.

Dewasa

16-20

Volume paru mencapai tingkat maksimal.

18

Kerentanan terhadap penyakit menurun.
Lansia

16-25

Fungsi pernapasan mengalami penurunan secara
bertahap yang dimulai dari masa dewasa
pertengahan.

Alveoli

mengurangi

area

permukaan yang tersedia untuk pertukaran
oksigen dan karbon dioksida.

1. Janin
Pada janin sistem pernapasan berasal dari suatu tonjolan ventral lantai faring
primitive, pada bagian anterior usus depan. Penonjolan tersebut meluas ke bawah dan
membagi diri menjadi benih bronkial kanan dan bronkial kiri, dan masing-masing lagi
bercabang secara dikotom. Penonjolan primer menjadi trakea, tiap-tiap benih bronkial
sebagai bronkus utama, dan cabang-cabang selanjutnya sebagai bronkus kecil,
bronkiolus dan alveol terminalis. Jadi jaringan yang membatasi seluruh sistem berasal
dari endoderm, karena berasal dari usus depan. Pada mulanya jaringan paru nampak
menyerupai kelenjar yakni alveoli yang dilapisi epitel yang terendap di dalam
mesoderm kemudian bagian mesoderm menyusun selubung tambahan dari sistem
lainnya misalnya jaringan ikat dan otot.
Lengkung laringotrakea pada minggu keempat gestasi tampak menutup diikuti
dengan perkembangan laring dan trakea. Perkembangan cabang bronkus terjadi pasa
minggu ke-5 dan ke-16 gestasi. Pada minggu ke-6 dan ke-12, terjadi pertumbuhan
pembuluh darah dan lumina terjadi dalam bronkus dan bronkiolus. Produksi surfaktan
(kompleks protein fosfolipid yang mengurangi tekanan permukaan alveolus, akan
menurunkan kolaps alveoli selama ekspirasi) terjadi pasa sekitar minggu ke-24
gestasi. Dua substansi penurunan tekanan permukaan, yaitu lesitin dan sfingomelin,
dapat dideteksi dalam cairan amniotik dan berguna untuk memprediksi kematangan
paru, rasio lesitinin atau sfingomielin yaitu 1 banding 2 yang memandakan
kematangan paru janin. Pendeteksian fosfatidilgliserol dalam cairan amnion juga
mengindikasikan kematangan paru janin.

2. Bayi
Proses dimulainya respirasi merupakan penyesuaian fisiologis yang paling
mendesak bagi bayi. Proses ini terlaksana melalui reaksi terhadap stimulas pusat
pernafasan dalam medula oblongata oleh kadar karbondioksida yang tinggi. Faktor
lain yang membantu onset respirasi adalah dinding dada yang tadinya terpampat jalan
lahir, kemudian secara mendadak mengembang sehingga membuat udara mengalir
masuk ke dalam dada, suhu yang berubah atau syok akibat penanganan yang
dilakukan pada dirinya dapat menyebabkan bayi tersebut menarik napas dengan cepat
(gasping).
Penyesuaian paling kritis yang harus dialami bayi baru lahir ialah penyesuaian
sistem pernapasan. Paru – paru bayi cukup bulan mengandung sekitar 20 ml
cairan/kg. Udara harus diganti oleh cairan yang mengisi traktus respiratorius sampai
alveoli. Pada kelahiran pervaginam normal, sejumlah kecil cairan keluar dari trakea
dan paru – paru bayi. Pernapasan abnormal dan kegagalan paru untuk mengembang
dengan sempurna mengganggu aliran cairan paru janin dari alveoli dan interstisial ke
sirkulasi pulmoner. Retensi cairan akan mengganggu kemampuan bayi memperoleh
oksigen cukup.
Tarikan napas pertama, disebabkan reflek yang dipicu oleh perubahan
tekanan, pendinginan, bunyi, cahaya, dan sensasi lain yang berkaitan dengan proses
kelahiran. Diperhitungkan bahwa beberapa tarikan napas pertama memerlukan upaya
lima kali lebih berat daripada upaya yang dibutuhkan untuk bernapas biasa.
Tekanan oksigen arteri menurun dari 80 menjadi 15 mmHg, tekanan
karbondioksida meningkat dari 40 menjadi 70 mmHg, dan pH arteri menurun sampai
dibawah 7,35. Kebanyakan kasus timbul reaksi pernapasan yang berlebih dalam satu
menit setelah bayi lahir, sehingga bayi mulai menarik napas pertama dan menangis.
Pola pernapasan tertentu menjadi karakteristik bayi baru lahir normal cukup
bulan. Setelah pernapasan mulai berfungsi, napas bayi menjadi dangkal dan tidak
teratur, bervariasi dari 30 sampai 60 kali per menit, disertai apnea singkat (kurang dari
15 detik).

20

Lingkaran dada berukuran kurang lebih 30 sampai 33 cm saat bayi lahir.
Auskultasi dada bayi baru lahir akan menghasilkan bunyi napas yang bersih dan
keras, bunyi terdengar sangat dekat karena jaringan pada dinding dada masih tipis.
Tulang iga bayi berartikulasi dengan tulang dada secara horisontal, bukan membentuk
sudut ke bawah. Akibatnya, rongga dada bayi tidak mengembang sebaik orang
dewasa saat paru inspirasi.

3. Anak
Menurut Kadar S.K., dkk (2002) karakteristik sistem pernafasan pada bayi dan
anak kecil meliputi:
a. Pernafasan perut yang berlanjut hingga anak berusia 5 tahun.
b. Retraksi lebih sering terlihat pada penyakit pernafasan karena meningkatnya
komplians dinding dada. Insufisiensi pernapasan bisa timbul dengan cepat pada anakanak.
c. Diameter jalan napas yang lebih kecil meningkatkan resiko obstruksi.
d. Bayi dan anak-anak menelan sputum pada saat diproduksi.
Rongga toraks anak tersusun lebih banyak kartilago dibandingkan tulang dan,
karena kurangnya jaringan subkutan menyebabkan temuan palsu, pergeraka dinding
dada harus lebih terlihat selama bernapas. Bayi dan anak-anak sering menunjukkan
pernapasan perut atau pernapasan paradoksikal. Pernapasan paradoksikal, yang terjadi
ketika dada dan abdomen tidak bekerja bersamaan untuk berekspansi dan berkontraksi
selama inspirasi dan ekspirasi, yang disebabkan oleh belum matangnya pusat
pernapasan anak dan lemahnya otot-otot dada. Bayi dan toddler mempunyai
permukaan dada yang kecil (Kurnianingsih, 1997).
4. Remaja
Oksigenasi tidak adekuat terjadi pada saat sistem pernapasan mengalami
pertumbuhan yang lambat dalam proporsi dengan keseluruhan anggota tubuh. Lakilaki memiliki kapasitas vital lebih tinggi karena ukuran dada yang lebih besar dan
kapasitas paru mengalami pematangan lebih lama dibandingkan perempuan yang
telah mencapai kapasitas dewasa pada usia 17-18 tahun.
Biasanya pada anak usia remaja sering terpapar pada infeksi pernapasan
disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor resiko pernapasan, biasanya karena
menghirup asap rokok dan merokok. Anak sehat biasanya tidak akan mengalami
masalah dan efek merugikan akibat infeksi pernapasa. Namun, pada individu yang

mulai merokok mengalami peningkatan resiko penyakit kardipulmonar dan kanker
paru.
5. Dewasa
Sistem pernapasan mencapai tingkat kematangan. Volume paru mencapai
tingkat maksimal kapasitasnya. Kerentanan terhadap penyakit akan menurun. Individu
usia dewasa akan lebih banyak terpapar pada banyak faktor resiko kardiopulmonar
seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan, dan merokok.
6. Lansia
Pada lansia, fungsi pernapasan mengalami penurunan secara bertahap yang
dimulai dari masa dewasa pertengahan. Perubahan yang terjadi adalah alveoli
mengurangi area permukaan yang tersedia untuk pertukaran oksigen dan karbon
dioksida. Pada usia 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya, penebalan
kelenjar bronkial juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Selain itu, silia
hilang dan surfaktan berkurang di kantung alveoli; produksi mukosa meningkat.
Kapasitas vital paru-paru mencapai tingkat maksimal saat berusia 20-25 tahun,
kemudian menurun seiring dengan pertambahan usia dan hilangnya mobilitas dada
sehingga membatasi aliran tidal udara.. jumlah ruang rugi pernapasan meningkat dan
mengakibatkan penurunan kapasitas difusi oksigen sehingga menghasilkan oksigen
rendah dalam dalam sirkulasi arteri.
Perubahan ini menyebabkan penurunan toleransi terhadap aktivitas yang yang
berkepanjangan atau olahraga yang berlebihan dan mungkin membutuhkan istirahat
setelah beraktivitas yang lama dan berat.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
 1.
Dalam pembelajaran hendaknya melibatkan semua komponen agar apa yang
di harapakan, dalam tujuan bisa terlaksanakan sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
 2.
Pembelajaran diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan dan
paling utama adalah melihat karakteristik, motivisasi, minat siswa dalam proses
pembelajaran

22

DAFTAR PUSTAKA
Kadar, S.K. dkk. 2002. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis, E/9. Jakarta:
EGC
Muscari, Marry E. 2005. Pandungan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta: EGC.
Potter and Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik,
E/4 Vol. 2. Jakarta: EGC.
Glencoe. 2008. Biology. USA : The McGraw Hill Companies, Inc
Hagewen, K.J. 2002. The Biodemography of Human Reproduction and Fertily. Social
Biology, 49(3), 249-251.
Kushnick, G. 2012. Reproduction and Adaptation:Topics in Human Reproductive Ecologi.
Human Biology, 84(1),91-92.
Marieb, Elaine N dan KatjaTtoen. 2011. Anatomy and physiologi. San Fransisco : Pearson
Marimbi, Hanum. 2010. Biologi Reproduksi. Yogyakarta : Nusa Medika
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi Fisiologis Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
Sadava. 2008. Life: The Science of Biology. Eight Edition. USA : Sinaeur Associates, Inc
Wulandari, Ayu F. 2011. Biologi Reproduksi. Jakarta : Salemba Medika