Penerapan Model Regresi Logistik Biner

STATUS MELANJUTKAN SEKOLAH PADA ANAK USIA 13 – 15 TAHUN DI
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2011

Kelompok 3 :
1. Fenty Dian Aryanti
2. Nofi Ciliani
3. Siti Dian Novita
Kelas : 3SK3

Dosen Pengampu Mata Kuliah Analisis Data Kategorik :
Fitri Catur Lestari, S.Si., M.Si

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
1.1 Latar Belakang
Kesejahteraan hidup merupakan cita – cita dan keinginan hampir semua negara di dunia.
Untuk mencapainya, negara melakukan pembangunan pada berbagai bidang kehidupan.
Keberhasilan pembangunan suatu negara dapat dilihat dari berbagai dimensi. Banyak indikator –
indikator yang dibuat untuk mengukur capaian – capaian yang telah diupayakan. Salah satu alat

ukur untuk melihat kesejahteraan suatu negara adalah indeks pembangunan manusia (IPM). IPM

terdiri atas beberapa komponen, yaitu kesehatan, pendidikan, dan kelayakan hidup.
Pendidikan merupakan salah satu tujuan dan alat yang digunakan untuk mencapai
kesejahteraan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat. Dengan pendidikan, maka
manusia akan berproses menjadi sumber daya yang terampil dan mampu untuk mengolah
sumber daya alam dan modal yang tersedia menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
lingkungan sekitarnya. Pemenuhan kebutuhan akan pendidikan begitu penting, hingga tertuang
dalam tujuan pembangunan milenium global atau yang dikenal dengan Milenium Development
Goals (MDGs) di poin dua yaitu mencapai pendidikan dasar bagi semua.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berusaha untuk mencapai tujuan – tujuan
yang tertuang dalam MDGs. Capaian – capaian yang diperoleh diantaranya adalah IPM yang
dicapai oleh Indonesia pada tahun 2013 sebesar 73,81. Nilai IPM tersebut dikategorikan sebagai
menengah ke atas, berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh UNDP.
Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi yang memiliki nilai IPM tiga terbawah dari 34
provinsi di Indonesia pada tahun 2013. Pada tahun tersebut, IPM Nusa Tenggara Timur mencapai
68,77 yang hanya dua tingkat lebih baik dibandingkan dengan provinsi Papua dan Nusa Tenggar
Barat. Mengacu pada tujuan MDGs nomor dua dengan indikator angka partisipasi murni (APM)
di sekolah lanjutan pertama, jika dilihat dari data yang tersedia sangat memprihatinkan.
Membandingkan antara APM jenjang SD sederajat dengan SMP sederajat maka persentasenya
akan menurun tajam bahkan hampir dari separuhnya. Sementara itu, berdasarkan angka
partisipasi sekolah (APS) yang dikumpulkan oleh BPS tiap tahunnya, Provinsi Nusa Tenggara

Timur selalu berada di bawah rata – rata nasional dan provinsi – provinsi lainnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada
pada tahun 2011 angka putus sekolah di provinsi NTT untuk jenjang SMP sederajat mencapai
6,63%. Angka ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan angka putus sekolah di provinsi –
provinsi lain yang berkisar antara 2 – 3% pada tahun yang sama.
Berdasarkan fakta – fakta tersebut di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang angka
putus sekolah di Nusa Tenggara Timur dengan judul penelitian Status Melanjutkan Sekolah
Pada Anak Usia 13 – 15 tahun di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011. Adapun
variabel – variabel yang akan digunakan untuk memprediksi status melanjutkan sekolah adalah
status bekerja anak, jenis kelamin, tipologi wilayah, dan pengeluaran per kapita.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, diberikan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana profil anak usia 13 – 15 tahun berdasarkan status melanjutkan sekolah di
provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011?
2. Apa faktor yang mempengaruhi status melanjutkan sekolah pada anak usia 13 – 15 tahun
di provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diberikan, berikut adalah tujuan dari penelitian.
1. Untuk mengetahui profil anak usia 13 – 15 tahun berdasrkan status melanjutkan sekolah
di provinsi Nusa Tanggara Timur pada tahun 2011.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi status melanjutkan sekolah pada anak usia
13 – 15 tahun di provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011.

2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Landasan Teori
Pendidikan adalah hak setiap anggota masyarakat dan pemerintah berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Proses

pendidikan tidak dibatasi untuk satu wilayah atau untuk masyarakat tertentu tetapi harus
dirasakan oleh seluruh anggota masyarakat diberbagai daerah di Indonesia secara merata dalam
kesempatannya dalam berkualitas dalam proses dan hasilnya .(Barnadib Imam,1994:24)
Putus sekolah

adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga


pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan
formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kondisi ekonomi keluarga yang
tidak memadai (Musfiqon, 2007: 19). Padahal ”anak adalah manusia yang akan meneruskan
cita-cita orang tuanya dan sebagai estafet untuk masa yang akan datang” (Gunarm D, Singgih,
2004: 42).
Melalui program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki semua warga

negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak dimasyarakat (Dananjaya, Utomo,
2005:Onlione).
2.1.2 Kajian Pustaka
a. Indeks Pembangunan Manusia
Mengutip isi Human Development Report (HDR) pertama tahun 1990, pembangunan
manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia.
Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan
sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang
dibutuhkan agar dapat hidup secara layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis
sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui
pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat;

pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat
luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan
hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan
indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup
layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan
pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan
yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Komponen Indeks Pembangunan Manusia
a.Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh olehseseorang selama hidup.
b. Angka Melek Huruf
Angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat
membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya.
c. Rata-Rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk
usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.
d. Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan

UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) riil

yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata
pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan formula Atkinson.
b. Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase jumlah anak pada kelompok usia sekolah
tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap
jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan. Bila APK digunakan untuk
mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas
pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya, maka Angka
Partisipasi

Murni

(APM)

mengukur

proporsi

anak


yang

bersekolah

tepat

waktu.

Rumus:
APM SD = {(Jumlah penduduk umur 7─12 yang sekolah di SD :Jumlah penduduk umur 7─12
tahun) X 100}
c. Angka Partisipasi Sekolah
Angka Partisipasi Sekolah merupakan ukuran daya serap lembaga pendidikan terhadap
penduduk usia sekolah. APS merupakan indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses
penduduk pada fasilitas pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Semakin tinggi
Angka Partisipasi Sekolah semakin besar jumlah penduduk yang berkesempatan mengenyam
pendidikan. Namun demikian meningkatnya APS tidak selalu dapat diartikan sebagai
meningkatnya pemerataan kesempatan masyarakat untuk mengenyam pendidikan.
Rumus:

APS (7-12) = {(Jumlah penduduk berumur 7-12 tahun yang masih sekolah:Jumlah penduduk
umur 7─12 tahun) X 100 }
d. PDRB Per Kapita
PDRB per kapita atau pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro. PDRB
perkapita adalah nilai dari hasil pembagian PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun,
dalam arti bahwa semakin tinggi jumlah penduduk akan semakin kecil besaran PDRB perkapita
daerah tersebut. Semakin tinggi PDRB perkapita suatu daerah, semakin baik tingkat
perekonomian daerah tersebut walaupun ukuran ini belum mencakup faktor kesenjangan
pendapatan antar penduduk. Meskipun masih terdapat keterbatasan, indikator ini sudah cukup
memadai untuk mengetahui tingkat perekonomian suatu daerah dalam lingkup makro, paling

tidak sebagai acuan memantau kemampuan daerah dalam menghasilkan produk domestik barang
dan jasa.
e. Angka Putus Sekolah
Angka Putus Sekolah mencerminkan anak-anak usia sekolah yang sudah tidak bersekolah
lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu, hal ini sering digunakan
sebagai salah satu indikator berhasil/tidaknya pembangunan dibidang pendidikan. Penyebab
utama putus sekolah antara lain karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikan anak sebagai investasi masa depannya; kondisi ekonomi orang tua yang miskin; dan

keadaan geografis yang kurang menguntungkan.
f. MDGS
Millennium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen bersama masyarakat
internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan.
Tujuan MDGs adalah :
1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
2. Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
1990–2015.
3. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
4. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
5. Menurunkan Angka Kematian Anak
6. Meningkatkan Kesehatan Ibu
7. Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya
8. Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit
lainnya pada tahun 2015.
9. Memastikan Keberlanjutan Lingkungan Hidup

2.1.3 Penelitian Terkait
A.A. Ketut Oka (2000) di Bali serta Sugeng Arianto (2001) di Jambi menyatakan
beberapa faktor yang mempengaruhi anak untuk melanjutkan sekolah, yaitu: status ekonomi,

jenis pendidikan siswa (umum atau kejuruan), kehamilan, kemiskinan, ketidaknyamanan,

kenakalan siswa, penyakit, minat, tradisi/adat istiadat, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,
usia orangtua, jumlah tanggungan keluarga, kondisi tempat tinggal serta perhatian orangtua.
Rahmawati (2008:Skripsi), disebutkan bahwa angka putus sekolah

disebabkan

oleh

terbatasnya jumlah sekolah yang ada, faktor sosial/ masyarakat, pengeluaran perkapita suatu
daerah, dan jumlah anak dalam keluarga.

3.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional. Survei
Sosial Ekonomi Nasional merupakan survei rumah tangga yang bertujuan untuk mengetahui
karakteristik sosial ekonomi penduduk yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia. Prosedur pemilihan sampel pada Susenas 2011 adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pertama, memilih Blok Sensus (Pemilihan 30000 BS dari 154557 BS)
secara Probability Proportional to size dengan size banyaknya KK.

2. Tahap Kedua, memilih sejumlah rumah tangga biasa (10) pada setiap Blok Sensus
terpilih secara sistematik berdasarkan hasil listing SP 2010.
Pada penelitian ini, digunakan raw data Susenas Kor 2011 individu untuk Provinsi Nusa
Tenggara Timur dengan jumlah eligible sample sebanyak 3193 anggota rumah tangga berumur
13-15 tahun.
3.2 Model Penelitian
Persamaan yang digunakan dalam penelitian adalah :
Y=

β 0+ β1 SB+ β2 JK + β3 TP+ β 4 PPK
Dimana :
Y : status melanjutkan sekolah ; ya (1), tidak (0)
SB : status bekerja pada anak ; ya (0), tidak (1)
JK : jenis kelamin anak ; laki – laki (1), perempuan (0)
TP : tipologi wilayah; perkotaan (1), perdesaan (0)
PPK : pengeluaran per kapita; di atas rata – rata (1), di bawah rata – rata (0)

3.3 Metode Analisis

3.3.1 Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini digunakan analisis deskriptif dengan metode crosstabulation yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antar variabel yang terjadi dan melihat
bagaimana masing-masing variabel berhubungan.
Analisis crosstabulation adalah suatu metode analisis berbentuk tabel, dimana
menampilkan tabulasi silang atau tabel kontingensi yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengetahui apakah ada korelasi atau hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain.
Tabel yang dianalisis di sini adalah hubungan antara variabel dalam baris dengan variabel dalam
kolom. Dengan metode ini, didapatkan korelasi antar variabel dan statistik Chi Square nya.
3.3.2 Analisis Inferensia (Regresi Logistik Biner)
Analisis regresi logistik digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon
yang berupa data dikotomik/biner dengan variabel bebas yang berupa data berskala interval dan
atau kategorik (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Variabel yang dikotomik/biner adalah variabel
yang hanya mempunyai dua kategori saja, yaitu kategori yang menyatakan kejadian sukses
(Y=1) dan kategori yang menyatakan kejadian gagal (Y=0). Pada model model linear umum
komponen acak tidak harus mengikuti sebaran normal, tapi harus masuk dalam sebaran keluarga
eksponensial. Sebaran bernoulli termasuk dalam salah satu dari sebaran keluarga eksponensial.
Variabel respon Y ini, diasumsikan mengikuti distribusi Bernoulli. Sebenarnya untuk masalah
diatas bisa digunakan analisis regresi OLS. Tapi harus memenuhi asumsi bahwa 0