Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Indones Indones

Kewajiban
Kontinjensi
Pemerintah Indonesia
Terkait Stabilisasi
Harga Pangan dalam
Rangka Ketahanan
Pangan Nasional
Satria Hangga Nugraha
Indonesian Government’s Contigent Liabilities on
Commodity Price Stabilization for National Food
Security (2015-2016)

Politeknik Keuangan Negara
STAN
Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan
Kementerian Keuangan RI

November 2015

Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Indonesia Terkait Stabilisasi Harga Pangan dalam

Rangka Ketahanan Pangan Nasional
(Indonesian Government’s Contigent Liabilities on Commodity Price Stabilization for
National Food Security)
Oleh: Satria Hangga Nugraha
Abstract

Food security is the most crucial thing, either nationally or internationally. The importance
of food security is related to economic, social and political stability. National food security
in Indonesia also became government’s ideals of the nation that has to be actualized. The
form of government commitment toward national food security is by controlling factors that
can cause the failure of national food security itself. One of the determining factors in
national food security is problem related to stability of food price. With many strategies,
government tried to cope with instability price situation, especially the food commodity.
With the strategies that government owned, it turns out emerging another contingent liability
that must be concerned. Government has been aware of this contingent liability that will
arise from the effects of government’s effort to gain food security. Even though those risks
have been mitigated by the government, those should be made an instrument which can solve
the risks. Government should have the real and effective instrument to face those risks.
Key Words


: food security, price stabilization, food, risk, contingent liability,
strategy, government, budget, Indonesia

Abstrak

Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat krusial baik nasional maupun internasional.
Pentingnya ketahanan pangan terkait dengan stabilitas ekonomi, sosial dan politik.
Ketahanan pangan nasional di Indonesia juga menjadi cita-cita pemerintah yang harus
diwujudkan. Bentuk komitmen pemerintah terhadap ketahanan pangan adalah dengan
melakukan kendali atas faktor penyebab tidak tercapainya ketahanan pangan tersebut. Salah
satu faktor penentu keberhasilan ketahanan pangan nasional adalah terkait masalah
stabilisasi harga terutama komoditas pangan. Dengan berbagai strategi pemerintah mencoba
mengatasi ketidakstabilan harga pangan. Dengan strategi-strategi yang dimiliki pemerintah
ternyata muncul kewajiban kontinjensi yang perlu diwaspadai. Pemerintah telah menyadari
adanya kewajiban kontinjensi yang mungkin timbul atas usaha pemerintah mencapai
ketahanan pangan nasional. Risiko-risiko tersebut meskipun telah dimitigasi tetapi harus
dibuatkan suatu instrumen yang dapat menjadi solusi ketika risiko nanti terjadi. Pemerintah
harus memiliki instrumen yang real dan efektif dalam menghadapi risiko tersebut.
Kata Kunci


: ketahanan pangan, stabilisasi harga, pangan, risiko, kewajiban
kontinjensi, strategi, pemerintah, anggaran, Indonesia

1

Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Indonesia November
Terkait Stabilisasi Harga Pangan dalam Rangka 2015
Ketahanan Pangan Nasional
(Indonesian Government’s Contigent Liabilities on Commodity Price Stabilization for
National Food Security)

Pentingnya Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan atau food security merupakan suatu hal mendasar yang harus
dipenuhi demi terbentuknya stabilitas ekonomi, sosial dan politik. Stabilitas di bidang
ekonomi, sosial dan politik suatu negara akan terbentuk jika didukung oleh sumber daya
manusianya yang bermutu. Oleh karena itu untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
bermutu maka harus di dukung dengan ketahanan nasional di bidang pangan. Jadi implikasi
dari ketahanan pangan nasional sebenarnya bukan hanya pada masalah kesehatan masyarakat
suatu negara tetapi memiliki implikasi yang lebih luas terhadap aspek-aspek penting dalam
suatu negara.


Ketahanan Pangan Global dan Nasional
Pentingnya ketahanan pangan telah memperoleh perhatian yang cukup besar pada
dunia internasional. Ketahanan pangan menjadi isu utama di berbagai negara, terutama di
lingkungan third world countries maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Isu
ketahanan pangan global atau food security yang telah menjadi perhatian masyarakat dunia
tersebut memunculkan suatu pemahaman akan pilar-pilar penting dari ketahanan pangan itu
sendiri. Perhatian tersebut terbukti dengan diadakannya The World Food Summit pada tahun
1996 oleh WHO sebagai badan dari PBB terkait kesehatan.
“Food security exists when all people, at all times, have physical and economic access
to sufficient, safe and nutritious food that meets their dietary needs and food
preferences for an active and healthy life”. (World Food Summit, 1996)

Berdasarkan hasil dari The World Food Summit tersebut, dicetuskanlah tiga pilar utama dari
food security. Tiga pilar tersebut yaitu ketersedianan pangan (food availability), akses pangan
(food access), dan pemanfaatan pangan (food utilization). Selain itu dalam Policy Brief FAO
Issued 2 tahun 2006 (badan PBB yang mengurusi masalah pangan) ditambahkan satu pilar
lagi yaitu stabilitas pangan (food stabilization).

2


Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

Di Indonesia sendiri isu ketahanan pangan telah menjadi agenda utama dalam
pembangunan nasional jangka panjang. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 disebutkan
bahwa pembangunan pangan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi
produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang
cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan disebutkan pula bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan
berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Dengan adanya komitmen dari pemerintah, terwujudnya suatu ketahanan pangan nasional
harus diupayakan.
Komitmen pemerintah dalam hal ketahanan pangan diwujudkan dalam bentuk
langkah-langkah strategis. Langkah strategis pemerintah bertujuan untuk mewujudkan
ketahanan pangan secara langsung dan untuk menghadapi kendala-kendala terkait ketahanan
pangan nasional. Langkah strategis untuk mewujudkan suatu ketahanan pangan nasional
maupun global yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui aturan atau policy.
Aturan yang dibuat oleh pemerintah haruslah tepat sasaran sehingga ketahanan pangan dapat

tercapai.

Stabilisasi Harga Pangan
Banyak hal yang dapat diatur untuk menjaga ketahanan pangan salah satunya terkait
harga dari komoditas-komoditas terkait pangan. Aturan yang berfokus pada komoditas
pangan dapat dikatakan tepat sasaran jika diterapkan pada negara berkembang seperti
Indonesia. Dari data BPS tahun 2006 sampai dengan 2013, ketidakstabilan harga komoditas
pangan merupakan determinan inflasi tertinggi di Indonesia. Ketidakstabilan harga tersebut
dikarenakan sifat komoditas pangan yang musiman, kondisi alam dan letak geografis yang
terkendala juga masalah transportasi (Nurhemi, Soekro, dan Suryani R, 2014). Di banyak
negara berkembang, makanan pokok merupakan komponen terbesar dalam komposisi belanja
rumah tangga, terutama rumah tangga miskin. Adanya ketidakstabilan harga makanan pokok
yang disebabkan inflasi akan menyebabkan permasalahan rumah tangga dalam pemenuhan
kebutuhan pangan (Gouel dan Jean, 2012). Ketidakstabilan harga makanan pokok yang
berujung pada kegagalan suatu rumah tangga dalam mewujudkan ketahanan pangan akan
menyebabkan ketahanan pangan nasional tidak tercapai pula. Hal ini dikarenakan

3

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan


kemandirian pangan rumah tangga merupakan fondasi kemandirian pangan wilayah dan
nasional (Nainggolan, 2008).
Dalam proses kegiatan ekonomi, komoditas pangan melalui berbagai proses, mulai
dari produksi, distribusi hingga konsumsi. Tahapan proses tersebut dapat menjadi panduan
bagi pemerintah dalam menerapkan suatu kebijakan. Pemerintah dapat mencari celah di tiaptiap proses demi terwujudnya stabilitas harga demi ketahanan pangan nasional. Banyak
aturan yang akan berpengaruh pada stabilitas harga pangan, misalkan aturan terkait
perdagangan atau trade policy (Gouel dan Jean, 2012) atau aturan terkait proses penyimpanan
dan distribusi atau storage policy (Gouel, 2014). Aturan juga dapat difokuskan pada sumber
ketidakstabilan harga komoditas baik aturan yang terkait pasar maupun yang tidak terkait
pasar (Rashid, 2007). Kebijakan terkait pasar dapat diberikan dalam bentuk penentuan harga
minimum komoditas maupun subsidi di lini produksi atau konsumsi sehingga harga dapat
dikontrol. Di negara berkembang, kestabilan harga komoditas pangan dapat memberikan efek
positif pada welfare atau tingkat kesejahteraan masyarakat baik bagi produsen maupun
konsumen (Brook, Grilli dan Waelbroeck, 1978). Untuk kebijakan non pasar dapat diberikan
dalam bentuk dukungan pemerintah melalui pembangunan infrastruktur yang terkait produksi
maupun distribusi.

Unsur Kontinjensi dari Ketahanan Pangan
Dari strategi-strategi pemerintah terkait perwujudan kestabilan harga komoditas

pangan baik itu teori maupun praktik, berdasarkan waktu kejadiannya dapat dikelompokkan
menjadi dua. Yang pertama yaitu strategi atau kebijakan yang bersifat preventif sehingga
kegagalan ketahanan pangan tidak terjadi atau kebijakan yang mendukung terwujudnya
ketahanan pangan di masa mendatang. Hal ini misalnya pembangunan infrastruktur,
penentuan batasan harga komoditi pangan, atau aturan terkait perdagangan. Yang kedua yaitu
strategi kuratif ketika penyebab kegagalan ketahanan pangan muncul ke permukaan. Hal ini
misalkan kebijakan perdagangan (ekspor dan impor) ketika harga komoditas pangan meroket,
kebijakan operasi pasar untuk menstabilkan harga pasar kebutuhan pokok, maupun subsidi
kepada konsumen ketika terjadi inflasi. Kesemua strategi tersebut tentunya juga akan
berpengaruh terhadap susunan anggaran pemerintah pusat dimana pemerintah harus
menganggarkan semua kemungkinan kewajiban pemerintah yang akan terjadi sehingga
strategi tersebut tetap on budget.
Strategi dalam perwujudan kestabilan harga komoditas pangan merupakan
konsekuensi pemerintah terkait keinginan untuk mencapai ketahanan pangan nasional.

4

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

Strategi tersebut merupakan suatu kewajiban bagi pemerintah karena telah berkomitmen

untuk melakukan kemadirian di bidang pangan dalam skala nasional. Oleh karena itu adalah
wajar

jika

semua

pengeluaran

pemerintah

untuk

menjalankan

strategi

tersebut

dikelompokkan sebagai kewajiban kontinjensi pemerintah. Kewajiban kontinjensi pemerintah

meliputi strategi dalam menghadapi ketidakstabilan harga komoditas pangan. Hal ini
dikelompokkan sebagai kewajiban kontinjensi karena kewajiban hanya akan muncul ketika
kegagalan stabilitas harga terjadi. Sedangkan strategi yang mendukung ketahanan pangan
nasional bukan dikelompokkan sebagai kewajiban kontinjensi terutama yang terkait dengan
infrastruktur. Pembangunan infrastruktur telah mendapatkan pos-pos penganggaran sendiri
oleh pemerintah. Pembangunan infrastruktur tersebut memiliki dampak yang luas selain
stabilitas harga sehingga pemerintah merasa perlu untuk melakukan pembangunan tanpa
menunggu situasi kontinjen muncul. Dengan demikian kewajiban kontinjensi yang muncul
hanya terbatas ketika ketidakstabilan harga terjadi.

Kontinjensi Terkait Ketahanan Pangan dalam Anggaran 2015
Pada Tahun 2015 pemerintah Indonesia sebenarnya telah menuangkan masalah
ketahanan pangan dan stabilitas harga dalam RAPBN 2015. Selain itu pemerintah juga telah
menyediakan pos subsidi non-energi yang salah satunya berisi ketahanan pangan. Tetapi hal
tersebut belum memitigasi risiko kegagalan ketahanan pangan dengan lebih fokus. Dalam
Nota Keuangan dan APBN 2015 anggaran untuk masalah ketahanan pangan belum
difokuskan pada satu pos kewajiban kontinjensi. Beberapa strategi untuk ketahanan pangan
juga masih bersifat preventif dan belum bersifat kontinjensi. Masalah ketahanan pangan pada
nota keuangan pemerintah melebur dengan masalah sasaran pembangunan perdesaan, dan
subsidi non-energi. Pada pos subsidi non-energi, pemerintah menyebutkan pemberian subsidi

pupuk untuk pencapaian ketahanan pangan nasional. Poin tersebut belum menunjukkan sikap
pemerintah terkait kewajiban kontinjensi di bidang ketahanan pangan. Selain itu strategi
subsidi non-energi untuk pupuk tersebut juga masih bersifat preventif dan belum ada strategi
yang bersifat kuratif.
Dalam Nota Keuangan dan APBN 2015, pada pokok-pokok rencana kerja
pembangunan perdesaan disebutkan bahwa pemerintah membentuk dana cadangan dalam
rangka ketahanan pangan nasional. Meskipun dana cadangan tersebut merupakan penyisihan
terkait kewajiban kontinjensi tetapi pos penganggarannya masih masuk dalam pembangunan
perdesaan. Pemerintah juga menyinggung masalah cadangan stabilisasi harga pangan dalam
asumsi dasar ekonomi makro tahun 2015. Untuk masalah inflasi, pemerintah telah

5

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

mencadangkan dana tersebut ketika inflasi terjadi. Pada program pengelolaan belanja lainnya
pemerintah juga menyebutkan dana cadangan stabilisasi harga pangan. Begitu pula pada
kewajiban kontinjensi terkait bencana alam, dana cadangan ketahanan pangan juga
disebutkan tetapi tentu dana ini untuk risiko kekurangan pangan yang terkait bencana alam
saja. Poin-poin tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa pemerintah telah memperkirakan
kewajiban kontinjensi yang nantinya timbul tetapi tidak dimitigasi secara jelas dan rinci.
Dari Nota Keuangan dan APBN 2015 sebenarnya pemerintah telah berkomitmen
dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional tetapi pemerintah belum dapat memitigasi
risiko kegagalan stabilisasi harga pangan. Jika risiko tersebut terjadi pemerintah dapat
mengalami kesulitan dalam mengatasinya dikarenakan kurang fokusnya pemerintah pada
risiko tersebut. Selain itu jika pemerintah gagal mengatasi ketidakstabilan harga komoditas
pangan, masyarakat akan menganggap pemerintah gagal dalam memberikan support terkait
fluktuasi harga tersebut dan pemerintah kehilangan kepercayaan. Bukan terwujud food
security tetapi hal tersebut akan menimbulkan food insecurity yang berujung pada terjadinya
moral hazard di masyarakat (Pinstrup-Andersen, 2009).

Kontinjensi Terkait Ketahanan Pangan dalam Anggaran 2016
Baru pada Nota Keuangan dan RAPBN 2016 pemerintah Indonesia membuat pos
tersendiri untuk mengelola kewajiban kontinjensi atas stabilisasi harga pangan. Pada bagian
risiko fiskal, pemerintah membuat pos risiko fiskal tertentu yang di dalamnya terdapat
kewajiban kontinjensi stabilisasi harga pangan. Kewajiban kontinjensi stabilisasi harga
pangan juga dipisahkan dengan kewajiban atas risiko kejadian bencana alam. Pemisahan ini
merupakan langkah positif yang diambil pemerintah terkait ketahanan pangan nasional.
dengan pemerintah mulai memfokuskan stabilitas harga komoditas pangan sebagai risiko
tersendiri maka mitigasi risikonya dapat dilakukan dengan lebih baik. Pemerintah
menginventarisir beberapa risiko yang dihadapi terkait ketahanan pangan selain masalah
gejolak harga pangan. Beberapa diantaranya yaitu kurangnya ketersediaan pangan, bantuan
pangan korban bencana alam, serta keadaan darurat yang disebabkan kegagalan produksi
pangan akibat kejadian diluar kendali manusia seperti bencana alam, kekeringan, dan
gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dari rincian tersebut pemerintah telah
memahami bahwa risiko ketahanan pangan harus tetap dikelola secara terpisah meskipun hal
itu terkait bencana alam yang notabene telah dimitigasi juga secara tersendiri. Terkait
kekurangan ketersediaan pangan pemerintah dapat mengkaitkannya dengan trade policy
khususnya masalah ekspor impor agar pilar ketahanan pangan yang berupa food availability

6

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

dapat dipenuhi (Gouel dan Jean, 2012). Selain itu, menurut pemerintah sistem perdagangan
pangan dunia yang semakin terbuka atau pasar bebas juga turut andil dalam mempengaruhi
harga pangan dalam negeri dimana harga akan terpengaruh oleh situasi atau kondisi harga
internasional (NKRAPBN 2016, 2015). Ketidakstabilan harga pangan internasional tersebut
tentunya menjadi risiko tersendiri bagi masyarakat agrikultur negara berkembang khususnya
masalah konsumsi dan yang lebih jauh lagi masalah iklim investasi di dalam negeri (Ngare,
Simtowe, dan Massingue, 2014). Jika hal tersebut dibiarkan terjadi maka Indonesia akan
semakin jauh dari cita-cita awal yaitu ketahanan pangan nasional. Maka adalah keputusan
yang tepat untuk memasukkan unsur ekternal berupa fluktuasi harga pangan global dalam
memitigasi risiko ketahanan pangan di dalam negeri.

Strategi Pemerintah dan Risiko Fiskal yang Dihadapi
Dalam memitigasi risiko fiskal tertentu di tahun 2016, terutama yang terkait dengan
stabilisasi harga pangan, secara garis besar pemerintah Indonesia melakukan dua pendekatan.
Pendekatan tersebut bersifat kuratif dan preventif. Strategi yang bersifat preventif sangatlah
penting tetapi strategi yang bersifat kuratif juga tidak boleh ditinggalkan. Kerangka dasar dari
suatu strategi yang merupakan kombinasi preventif dan kuratif sangat berguna untuk tujuan
ketahanan pangan dan nutrisi (Dufour, Kauffmann, dan Marsland, 2014).
Untuk strategi yang bersifat kuratif pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait harga,
perizinan dan pengendalian.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan harga serta kebijakan perizinan dan
pengendalian. Penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) merupakan salah satu
contoh kebijakan harga yang diambil Pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga
pangan, seperti beras/gabah. Sedangkan kebijakan perijinan dan pengendalian
bertujuan agar ketersediaan pasokan bahan pokok terjamin. (NKRAPN 2016)

Kebijakan penetapan harga memang harus diperhatikan oleh pemerintah. Kebijakan
penetapan harga komoditas sebenarnya akan berpengaruh dengan stabilisasi pendapatan
nasional, dimana harga komoditas yang stabil akan menyebabkan total pendapatan negara
juga stabil. Meskipun demikian dengan mengatur komoditas mana yang dijadikan sasaran
kebijakan, stabilisasi harga tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan negara
dan akan meningkatkan welfare dari konsumen dan produsen pada komoditas tersebut,
terutama di negara berkembang (Brook, Grilli dan Waelbroeck, 1978). Menurut Brook, Grilli
dan Waelbroeck, komoditas pangan yang berada pada stabilized market akan meningkatkan
kesejahteraan konsumen dan produsen asal diimbangi dengan komoditas non pangan yang

7

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

dilepas pada non-stabilized market, yang akan menjadi trade off atas efek berupa stabilisasi
pendapatan (misal sektor pertanian non-pangan pokok, mineral, dan metal).
Untuk kebijakan perizinan dan pengendalian sebenarnya merupakan sebuah trade
policy dan storage policy dimana keduanya memainkan peranan penting dalam pengendalian
harga kebutuhan pangan (Gouel, 2014). Pengendalian atas ketersediaan komoditas pangan
disini maksudnya adalah terkait masalah penyimpanan, pergudangan, dan penimbunan.
Kegiatan penimbunan tentu saja dapat mempengaruhi fluktuasi harga suatu komoditas.
Namun intervensi pemerintah disini diperlukan agar penyimpanan, pergudangan, dan
penimbunan membawa dampak positif terkait ketahanan pangan. Sebenarnya penimbunan ini
akan membutuhkan biaya yang tinggi bagi pemerintah dan kurang efisien, tetapi pemerintah
dapat melepasnya ke pasar dengan melalui perjanjian dan kontrak sebagai bentuk kontrol.
Selain itu hal yang paling penting dari penimbunan adalah penimbunan harus ditujukan untuk
mengatasi permasalahan ketersediaan pangan untuk kalangan masyarakat miskin. Dengan
demikian penimbunan atau storage akan memberi dampak positif bagi ketahanan pangan
(Newbery, 1989). Menurut David M. Newbery, pada The Theory of Food Price Stabilisation
(1989), sebenarnya strategi yang lebih efisien untuk mengatasi volatilitas harga kebutuhan
pangan adalah pemberian ransum karena cakupan dari kebijakan ini akan lebih luas dan
intervensi pemerintah akan lebih kecil daripada storage policy. Mungkin bentuk dari ransum
ini bukan berupa pemberian jatah makanan secara langsung seperti pada negara miskin tapi
lebih kepada operasi pasar oleh pemerintah. Kebijakan operasi pasar ini telah dijelaskan
dalam asumsi dasar ekonomi makro 2016 terkait masalah inflasi. Hal ini juga menjadi
persiapan pemerintah terkait dampak El Nino pada produksi komoditas pangan di Indonesia.
Untuk masalah trade policy, pemerintah menerapkan kebijakan di bagian perizinan sehingga
pemerintah dapat mengontrol arus perdagangan secara langsung yang diharapkan membawa
dampak positif pada stabilisasi harga pangan.
Untuk strategi yang bersifat preventif, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
asuransi pertanian dalam rangka melindungi petani dari risiko gagal panen yang disebabkan
oleh bencana alam, kekeringan, dan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dalam Nota
Keuangan dan RAPBN 2016 disebutkan bahwa asuransi pertanian akan memberikan
perlindungan kepada petani dalam bentuk bantuan modal kerja jika terjadi kerusakan
tanaman atau gagal panen. Sehingga dengan diberikannya asuransi pertanian kepada para
petani, diharapkan mereka tetap bisa melakukan usaha tani (menanam kembali) ketika terjadi
gagal panen akibat bencana alam. Jika hal ini dilakukan maka pilar ketahanan pangan berupa
food availability tetap terjaga dan harga komoditas pangan tetap stabil. Meskipun hal ini

8

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

terkait dengan bencana alam yang sebenarnya telah memiliki pos kewajiban kontinjensi
tersendiri, pemerintah mengambil tindakan benar dengan mengelola risiko ini pada kewajiban
kontinjensi stabilisasi harga pangan terkait food security. Pengelolaan risiko secara terpisah
tersebut menunjukkan bahwa pemerintah dapat memahami sumber dari ketidakstabilan harga
pangan yang nantinya akan menjadi semacam guidance bagi pemerintah dalam menyiapkan
kebijakan baik market-based policy maupun non-market-based policy dan merupakan respon
atas risiko yang terjadi (Rashid, 2007).
Berbeda dengan strategi tahun 2015 terkait stabilisasi harga pangan, pada tahun 2016
dana cadangan stabilisasi harga pangan bukan merupakan strategi final dari pemerintah
terkait risiko di lingkup ketahanan pangan. Jika pada tahun 2015 dana cadangan tersebut
merupakan respon pemerintah terhadap ketidakstabilan harga komoditas pangan internasional
yang berpengaruh pada harga di pasar domestik, maka pada tahun 2016 pemerintah lebih
memikirkan aspek contingent liabilities yang muncul ketika cadangan tersebut gagal
mengatur harga pasar. Pemerintah menilai risiko fiskal tambahan akan timbul jika strategistrategi di bidang pangan, yang tentunya telah dilakukan di tahun 2015, gagal mengatasi
risiko di bidang ketahanan pangan. Potensi pengeluaran tambahan akan muncul berupa
tambahan pengeluaran negara dalam rangka stabilisasi harga pangan (seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, yaitu dana cadangan stabilisasi harga pasar yang tidak dapat
mengendalikan harga pangan di pasaran), kurangnya cadangan beras pemerintah, dan
kurangnya subsidi pangan. Kegagalan tersebut menurut penilaian pemerintah akan timbul
jika terdapat deviasi antara realisasi dana stabilisasi harga pangan dengan yang dialokasikan
dalam APBN.
Penganggaran oleh pemerintah Indonesia pada RAPBN 2016 terkait stabilisasi harga
pangan demi tercapainya ketahanan pangan nasional telah dilakukan. Pemerintah telah
menganggarkan dana untuk ketahanan pangan dalam Anggaran Kedaulatan Pangan. Prioritas
anggaran ini adalah mensasar pada komoditas pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai,
telur ayam, daging sapi/kerbau, ikan. Selain untuk ketahanan pangan pemerintah juga ingin
memperkuat produksi pangan dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor. Pada
Anggaran Kedaulatan Pangan, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp126,6 triliun
dengan pembagian Rp50,4 triliun dialokasikan melalui belanja Kementerian/Lembaga dan
sisanya sebesar Rp76,1 triliun dialokasikan melalui belanja non Kementerian/Lembaga. Pada
tiap-tiap alokasi akan dibagi lagi dalam beberapa pos anggaran yang telah ditentukan. Untuk
Belanja K/L, anggaran akan dikelola oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, serta Kementerian PU dan PERA. Sedangkan untuk belanja non K/L dibagi

9

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

dalam 3 pos yaitu subsidi, belanja lain-lain dan transfer ke daerah. Struktur Anggaran
Kedaulatan Pangan secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel I
Tabel I Anggaran Kedaulatan Pangan, 2015-2016
(triliun rupiah)
2015

2016

APBNP

RAPBN

I. Kementerian Negara/Lembaga
1. Kementerian Pertanian
2. Kementerian Kelautan Perikanan
3. Kementerian PU dan PERA

50,8
32,8
7,8
10,2

50,4
32,9
11,0
6,6

III. Non K/L
1. Subsidi
a.1. a. Subsidi Pangan
b. Subsidi Pupuk
c. Subsidi Benih
2. Belanja Lain-lain
a.1. a. Cadangan Beras Pemerintah
b. Cadangan Stabilisasi Harga
Pangan dan Ketahanan Pangan
3. Transfer ke Daerah (DAK)
a. DAK Irigasi
b. DAK Pertanian
Total

75,1
59,4
18,9
39,5
0,9
3,5
1,5
2,0

76,1
52,1
21
30,1
1,0
4,2
2,0
2,2

12,2
5,5
6,7
125,9

19,9
13,7
6,2
126,6

Uraian

Sumber: NKRAPBN 2016, Kementerian Keuangan

Pada anggaran belanja non Kementerian/Lembaga, terdapat pos-pos anggaran yang
sangat berkaitan erat dengan kewajiban kontinjensi pemerintah terkait ketahanan pangan.
Dalam pos subsidi, pemerintah menganggarkan sebesar Rp21,0 triliun untuk subsidi pangan.
Subsidi ini diberikan dalam bentuk pemberian beras kepada 15,5 juta RTS (Rumah Tangga
Sasaran). Subsidi dalam bentuk ini merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah
food availability dan food access dengan menggunakan metode ransum, yang mana strategi
ini juga efisen dalam menggendalikan fluktuaksi harga pangan di dalam negeri dengan
mengontrol permintaan pasar (Newbery, 1989). Kewajiban kontinjensi yang muncul dari hal
ini adalah ketika stok pangan dalam negeri yang bisa disediakan tidak mencukupi sehingga
dengan terpaksa pemerintah harus melakukan impor dengan kondisi harga pasar internasional
yang tidak menentu dan bisa saja pemerintah kekurangan dana. Maka pemerintah dapat
membuat sebuah storage policy yang mengatur stok beras dalam negeri sehingga ketika
risiko terjadi kewajiban kontinjensi tidak muncul. Namun demikian pemerintah juga harus

10

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

memperhatikan karakteristik bahan pangan yang tidak tahan lama. Sehingga penanganan stok
dan masalah storage stok tersebut harus dikelola dengan benar. Menurut David M. Newbery,
akan lebih efektif dan efisien jika masalah storage tersebut diserahkan pada sektor privat
(dengan kontrol dan kontrak dengan pemerintah) daripada ditangani oleh pemerintah sendiri
karena dapat menekan cost yang timbul. Terkait masalah penangan stok, pemerintah lebih
memilih alternatif yang lebih baik dengan menunjuk Perusahaan Umum Milik Negara Badan
Urusan Logistik, atau Perum Bulog, untuk mengelola masalah stok ini. Dengan menyerahkan
pengelolaannya pada korporasi namun tetap di bawah kontrol pemerintah, diharapkan
masalah storage dapat diatasi dan muncul ekternalitas positif yaitu stabilitas harga komoditas
pangan itu sendiri.
Susbsidi benih merupakan bentuk upaya preventif pemerintah dalam mencapai
ketahanan pangan nasional dan secara tidak langsung juga dapat menjaga stabilitas harga
pangan dalam negeri. Ketika subsidi digelontorkan maka diharapkan cost production bahan
pangan dalam negeri juga tertekan atau dengan tingkat biaya yang sama kuantitas produksi
dapat meningkat. Subsidi juga harus diatur dengan tepat karena terkait dengan free trade
agreement (FTA) Indonesia dengan beberapa negara lain di tingkat regional. Jangan sampai,
pemberian subsidi malah memunculkan retaliation atau aksi balasan dari negara mitra FTA
yang malah dapat mengacaukan stabilitas harga komoditas dalam negeri. Jika subsidi yang
diberikan tidak meningkatkan ketahanan pangan nasional maka kewajiban kontinjensi
pemerintah timbul. Jika risiko ini muncul, pemerintah telah mempersiapkan instrumen khusus
yaitu berupa asuransi pertanian sehingga masyarakat pertanian di Indonesia dapat
menjalankan proses produksi lagi yang sempat terhambat. Meskipun pasokan akan terhambat
dengan mundurnya masa panen, pemerintah dapat menerapkan trade agreement berupa
kebijakan ekspor impor untuk menahan gejolak harga dalam negeri dalam negeri sementara,
hingga produksi dalam negeri kembali pulih. Asuransi tersebut merupakan langkah bagi
pemerintah untuk sebagai bentuk risk sharing di sektor pertanian dan ketahanan pangan.
Asuransi di bidang pertanian ini sebenarnya tidak efisien dengan biaya melebihi manfaat
yang diterima, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara berkembang
(Skees, Hazell, dan Miranda, 1999). Menurut Jerry Skees, Peter Hazell, dan Mario Miranda
asuransi yang konvensional di bidang pertanian harus diubah menjadi kontrak asuransi
berbasis indeks area (area-based index insurance) dan lebih melibatkan kemandirian petani
dalam mengelola pembayaran premi sehingga tidak 100% menjadi tanggungan pemerintah.
Index area disini mencakup luas, kelembaban tanah, tingkat hujan, dan indikator lain yang
dianggap perlu untuk menilai tingkat risiko suatu area.

11

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

Dana cadangan pemerintah dalam Anggaran Kedaulatan Pangan dimasukkan dalam
pos belanja lain non K/L. Total dana cadangan yang disiapkan pemerintah adalah sebesar
5,5% dari anggaran yang dialokasikan melalui belanja non K/L atau sebesar 3,3% dari total
dana Anggaran Kedaulatan Pangan. Dana tersebut memang terbilang kecil, tetapi jika
dibandingkan dengan tahun 2015 telah mengalami peningkatan sebesar 20%. Perhitungan
tersebut muncul atas dasar asumsi pemerintah terhadap kecukupan dana cadangan beras dan
stabilisasi harga pangan tahun 2015. Dengan ditambahkan asumsi ekonomi makro 2016
terutama yang terkait tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan
harga minyak dunia, maka pemerintah menaikkan dana cadangan tersebut sebesar 20%.
Meskipun pemerintah telah memperhitungkan pula dampak perubahan asumsi dasar ekonomi
makro terhadap postur APBN 2016, yang mana perubahan tersebut akan merubah besarnya
risiko terkait stabilisasi harga, tetapi skenario terburuk juga bisa terjadi. Skenario terburuk
ketika dana cadangan yg telah dianggarkan (baik sebelum perubahan maupun setelah
perubahan asumsi dasar ekonomi makro jika nantinya perlu) adalah dana tersebut tidak dapat
menutup seluruh risiko yang terjadi. Sebenarnya untuk memitigasi risiko tersebut maka
pemerintah mengalokasikan dana cadangan, baik itu berupa stok beras maupun dana
stabilisasi harga. Namun, pemerintah perlu untuk menciptakan suatu instrumen yang tegas
terkait masalah stabilisasi harga pangan tersebut.
Sebelum menentukan instrumen apa yang tepat untuk menjaga stabilitas harga pangan
sehingga dapat terpenuhinya 4 pilar food security yang dicetuskan WHO dan FAO, perlu
ditentukan dahulu akar permasalahan dari volatilitas harga pangan domestik. Sebenarnya
terdapat 3 faktor penting penentu fluktuasi harga komoditas pangan (Galtier, Vindel, 2013).
Menurut Franck Galtier dan Bruno Vindel, yang menyebabkan harga pangan tidak stabil
yang pertama yaitu masalah bencana alam dan sensitifitas proses produksi pangan terhadap
bencana tersebut. Yang kedua yaitu kecenderungan produksi yang bersamaan, maksudnya
petani akan melakukan penanaman jenis tanaman yang sama pada musim yang sama
terutama jika berada pada zona wilayah yang sama (misal di Indonesia, sama-sama berada di
sekitar lingkar khatulistiwa). Hal ini sebenarnya wajar terjadi di sektor agrikultur, tetapi
kecenderungan ini akan menimbulkan ekses pada jumlah produksi yang menyebabkan
ekspektasi harga terlalu tinggi dikarenakan terdapat ketimpangan dengan harga pasar. Ketika
mencapai titik tersebut akan berakibat pada harga komoditas pangan yang memiliki elastisitas
rendah. Yang ketiga, adanya positive feedback antara pergerakan harga dengan ekspektasi
harga. Maksudnya ketika harga pangan naik maka publik akan cenderung beranggapan
bahwa harga akan terus naik. Ekspektasi haraga yang naik secara kontinu akan mendorong

12

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

masyarakat (konsumen maupun distributor) untuk melakukan pembelian secara masif atau
melakukan penimbunan. Hal demikian akan semakin menyebabkan harga melambung tinggi.
Dari ketiga akar permasalahan ketidakstabilan harga pangan tentu ada yang bisa
dikontrol dan ada yang sulit untuk dikontrol. Masalah bencana alam tentu saja tidak dapat
dikontrol, meskipun dilakukan dengan teknologi eksternalitas yang terjadi dari sebuah
bencana mutlak terjadi tetapi hanya dapat dikurangi dan itupun tidak begitu signifikan
tergantung seberapa besar bencananya. Oleh karena sifatnya yang sulit dikontrol maka adalah
hal yang tepat untuk memasukkan ketidakstabilan harga pangan akibat bencana ke dalam
kewajiban kontinjensi pemerintah, terutama di negara berkembang (Murphy et al., 2012).
Kewajiban kontinjensi terkait stabilitas harga pangan sebagai akibat dari bencana alam telah
dimitigasi oleh pemerintah Indonesia dan telah dituangkan kedalam Nota Keuangan dan
RAPBN 2016.
Dari akar permasalahan kedua dan ketiga dapat dibuat strategi-strategi sebagai solusi
untuk masalah fluktuasi ini. Franck Galtier dan Bruno Vindel menawarkan sebuah strategi
yang disebut ABCD strategy . Strategi tersebut harus saling dikombinasikan untuk dapat
mengatasi masalah stabilitas harga komoditas pangan.
1. Stategi A

: Mengatur perilaku pasar untuk menstabilkan harga, maksudnya

pemerintah dapat mengatur perilaku aktor pasar (produsen, distributor dan konsumen)
untuk menstabilkan harga. Pemerintah dapat mengatur melalui waktu (kapan dijual
atau kapan dibeli), tempat (dimana harus dijual, dimana harus membeli), pilihan (apa
yang harus ditanam dan alternatifnya), dan tekait teknologi (teknik pertanian)
2. Stategi B

: Membendung risiko melalui intervensi. Maksudnya pemerintah dapat

melindungi produsen atau pedagang dengan memberikan kompensasi pada lini
tersebut ketika terjadi ketidakstabilan harga, sehingga efek atau risikonya tidak
meluas bahkan hingga menyebabkan ketidakstabilan pendapatan.
3. Strategi C

: Melakukan intervensi demi menjamin keseimbangan antara supply

dan demand. Pemerintah dapat mengintervensi produksi, stok dan perdagangan.
4. Strategi D

: Memberikan support pendapatan pada rumah tangga sebagai

konsumen, misal melalui subsidi langsung atau operasi pasar.
Keempat strategi tersebut harus dikombinasikan dan dikelola dengan benar sehingga tercipta
sebuah sistem yang efektif dan nantinya fluktuasi harga, terutama di pasar domestik, dapat
terkendali. Tentu saja pemerintah sebagai policy maker dapat merealisasikan strategi-strategi
tersebut melalui aturan-aturan terkait masalah pangan, terutama trade policy dan storage

13

Kewajiban Kontinjensi terkait Stabilisasi Harga Pangan

policy, karena keduanya sangat berpengaruh terhadap stabilitas harga komoditas khususnya
pangan (Gouel dan Jean, 2012; Goule, 2014; Murphy et al., 2012).

Kesimpulan
Dalam rangka mewujudkan sebuah negara yang memiliki ketahanan pangan nasional,
diperlukan strategi-strategi tertentu agar pilar-pilar ketahanan pangan dapat dipenuhi yaitu
food availability, food access, food utilization, dan food stabilization. Strategi-strategi yang
diambil pemerintah yang paling utama adalah stabilisasi harga pangan karena sangat
berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu negara. Stabilitasi harga pangan dipengaruhi
oleh banyak faktor baik itu faktor internal maupun eksternal. Dalam rangka memanipulasi
dan mengontrol faktor penyebab fluktuasi harga komoditas pangan, pemerintah telah
menyediakan beberapa strategi paik itu preventif maupun kuratif. Kesemua strategi tersebut
telah dianggarkan dan setiap program telah memiliki alokasi dana tersendiri di dalam
RAPBN, terutama untuk tahun anggaran 2016. Namun demikian, dari strategi yang telah
disediakan pemerintah dibarengi dengan cita-cita pemerintah tentang ketahanan pangan
(Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 dan Undang-undang nomor 18 tahun 2012) akan
timbul suatu continjent liabilities yang mana kewajiban tersebut dapat membahayakan
keuangan negara jika risiko terjadi dalam skala besar dan tidak didukung pondasi yang kuat
di dalam anggaran pemerintah.
Kewajiban kontinjensi yang timbul akibat stabilisasi harga pangan dalam rangka
ketahanan pangan nasional telah dimitigasi oleh pemerintah dan telah dituangkan dalam
Neraca Keuangan dan RAPBN 2016. Namun, pemerintah harus serius dalam mengelola
risiko ini dikarenakan efeknya yang berdampak masif terutama terkait kesejahteraan dan
keberlangsungan hidup rakyat Indonesia. Pemerintah harus sanggup mengatasi risiko ini
dengan menjalankan strategi-strategi yang mensasar poin-poin tertentu pada pasar dan
aktornya. Dikarenakan pemerintah telah memegang senjata, yaitu memiliki wewenang
sebagai policy maker, maka strategi tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk aturan-aturan
untuk mengontrol stabilitas harga pangan di Indonesia.

14

DAFTAR PUSTAKA

Brook, E., Grilli, E. & Waelbroeck, J. (1978). Commodity Price Stabilization and The
Developing Country. World Bank Reprint Series, (66): 79-99.
Dorosh, P., Dradri, S. & Haggblade, S. (2009). Regional Trade, Government Policy and
Food Security: Resent Evidence from Zambia. Food Policy, 34: 350-366.
Dufour, C., Kauffmann, D. & Marsland, N. (2014, Mei). Strengthening The Links Between
Resilience and Nutrition: A Proposed Approach. Paper disajikan pada The 2020 Conference
“Building Resilience for Food and Nutrition Security, Addis Ababa, Ethiopia.
Galtier, F. & Vindel, B. (2013). Managing food price instability in developing countries, A
critical analysis of strategies and instruments. À Savoir, 17.
Gouel, C. & Jean, S. (2012). Optimal Food Price Stabilization in a Small Open Developing
Country. Policy Research Working Paper 5943, World Bank.
Gouel, C. (2013). Food Price Volatility and Domestic Stabilization Policies in Developing
Country. Policy Research Working Paper 6393, World Bank.
Gouel, C. (2014, Januari). Stock for TheStabilization of Food Markets, Lessons from
Rational Expectations Models. Paper disajikan pada FAO Expert Meeting on Stock, Markets
and Stability, Roma, Italia.
Immanullah, M. N. (2014). Politik Hukum Ketahanan Pangan Nasional. Kajian Sinkronisasi
Politik Hukum Undang-undang Hak PVT dan Undang-undang Pangan.
Johnson, D. G. (1956). Stabilization of International Commodity Price. Policies to Combat
Depression, p. 357-376
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, DJA. (2015). RAPBN 2016.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2015). Buku II Nota Keuangan beserta
RAPBN 2016.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2015). Nota Keuangan dan APBN 2015.
Murphy, G., Hartell, J., Cárdenas, V. & Skees, J. (2012). Risk Management Instruments
for Food Price Volatility and Weather Risk in Latin America and the Caribbean The Use of
Risk Management Instruments. IFD Discussion Paper No. IDB-DP-220. Inter-American
Development Bank.
Nainggolan, K. (2008). Ketahanan dan Stabilitas Pasokan, Permintaan, dan Harga
Komoditas Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian, 6 (2): 144-139.
Newbery, D. M. (1989). The Theory of Food Stabilisation. The Economic Journal, 99: 10651082

15

Ngare, L., Simtowe, F. & Massingue, J. ( 2014). Analysis of Price Volatility and
Implications for Price Stabilization Policies in Mozambique. European Journal of Business
and Management, 6 (22): 160-173.
Nurhemi, Soekro, S. R. I., Suryani R, G. (2014). Pemetaan Ketahanan Pangan di
Indonesia: Pendekatan TFP dan Indeks Ketahanan Pangan. Working Paper, Bank Indonesia.
Pinstrup-Andersen, P. (2009). Food Security: Definition and Measurement. Food Security,
1 (1): 5-7.
Rashid, S. (2007). Food Price Stabilization Policies in a Globalizing World. Case Study No.
6-8. Ithaca, New York: Cornell University.
Skees, J., Hazell, P. & Miranda, M. (1999). New Approaches to Corp Yield Insurance in
Developing Countries. EPTD Discussion Paper No. 55. Washington, D. C.: International
Food Policy Research Institute.
United Nations, Food and Agriculture Organization. (2006). Economic Controversies
over Food Aid. The State of Foodand Agriculture: Food Aid for Food Security?. p. 32-46.
United Nations, Food and Agriculture Organization. (2006). Food Security (Policy Brief
June 2006 Issued 2). FAO’s Agriculture and Development Economics Division.

Aturan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

16