BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Ekspresi Peran Perempuan Pekerja Pengasuh Anak di Dalam Masyarakat (Studi Pada Perempuan Pengasuh Anak Etnis Batak Toba) di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Medan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Keluarga dikenal sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang beranggotakan ayah, ibu, dan anak. Keluarga didefenisikan sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, hubungan darah atau adopsi yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi para anggotanya. Mengutip dari Nunuk, Murniati (2004 : 197) dijelaskan bahwa keluarga merupakan sebuah organisasi, dimana masing-masing anggotanya menempati posisi masing-masing, bersinergi, sehingga roda organisasi itu bisa bergerak. Adapun hubungan yang terjalin antara sesama anggota keluarga dilandasi oleh perasaan kasih sayang, sehingga masing-masing anggota keluarga memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya.

  Horton dan Hunt menerangkan bahwa fungsi keluarga yaitu fungsi pengaturan seks, reproduksi, sosialisasi, afeksi, defenisi status, perlindungan dan ekonomi (Sunarto 2000 : 66). Keluarga berfungsi untuk mengatur penyalur dorongan seks, karena tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan seks yang sebebasnya. Keluarga juga berfungsi untuk mensosialisasikaan hal apa yang diharapkan masyarakat. Keluarga juga merupakan tempat untuk memperoleh perlindungan dan kasih sayang, serta tempat untuk memperoleh status, dan yang terakhir keluarga memiliki fungsi untuk menjalankan fungsi ekonomi yang meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi.

  

 

 

  

 

 

  Pada umumnya, masyarakat mengenal pembagian peran di ruang publik dan di dalam rumah tangga (domestik) yang jelas sebagai anggota keluarga.

  Dimana ayah berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga di ruang publik dan peran utama ibu adalah mengurus rumah tangga dan anggota keluarga lainnya dalam ruang domestik. Seiring dengan perkembangan masyarakat, fakta yang tidak dapat dipungkiri yaitu bahwa peran ayah dan ibu telah mengalami pergeseran. Ibu tidak lagi hanya menjalankan peran di domestik tetapi juga menjalankan peran di sektor publik, serta ayah juga tidak hanya bekerja di ruang publik tetapi turut membantu dalam ruang domestik.

  Penelitian yang dilakukan Rezeki (2006) mengungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga, wanita sering sekali berperan ganda. Hal ini dicerminkan pertama-tama melalui perannya sebagai ibu rumah tangga yang melakukan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, mengasuh anak, dan sebagainya), suatu pekerjaan produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, karena itu memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk memperoleh penghasilan langsung. Kedua adalah sebagai pencari nafkah. Meskipun ada ibu yang berperan sebagai pekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan, seorang ibu tetap dituntut menjadi ibu rumah tangga yang baik di tengah keluarganya. (dikutip dari : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456

  

789/51403/BAB%20IITinjauan%20Pustaka_%20I11epl.pdf?sequenc

e=4 , diakses 22 Oktober 2013 pukul 11.45 Wib).

  Motivasi yang mendasari ibu rumah tangga untuk bekerja yaitu meliputi untuk menambah penghasilan keluarga, menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu luang, mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, untuk memperoleh status, dan untuk pengembangan diri. Faktor tersebut diatas mendorong para perempuan khususnya ibu rumah tangga untuk berpartispasi dalam ruang publik semakin tinggi. Gambaran ini dapat dilihat sebagaimana yang disampaikan dalam detik.com bahwa “dari Agustus 2006 sampai Agustus 2007 partisipasi perempuan dalam bekerja bertambah sekitar 3,3 juta orang. Angka yang cukup fantastis jika dibandingkan penambahan pada pekerja laki-laki yang hanya berkisar 1,1 juta orang. Peningkatan jumlah pekerja wanita sebagian besar berasal dari wanita yang sebelumnya berstatus mengurus rumah tangga. Banyaknya jumlah perempuan yang bekerja secara signifikan meningkatkan jumlah pekerja di Indonesia” (http://finance.detik.com/index.php

  

/detik.read/tahun/2008/bulan/01/tgl/ 02 /time/1603/idnews , diakses 24 September

2013 pukul 07.52 Wib).

  Peran ibu rumah tangga pada umumnya di ruang domestik meliputi mengurus rumah tangga, memberi perhatian pada suami, serta mengasuh anak.

  Ibu yang bekerja di luar rumah tentunya memiliki waktu yang kurang untuk mengurus rumah, anak-anak, bahkan suaminya, terutama bagi mereka yang bekerja dalam sektor formal yang memiliki batasan jam kerja. Sehingga pada saat ini, ibu rumah tangga sudah tidak lagi menjalankan perannya di wilayah domestik dengan sepenuhnya, dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja. Salah satu konsekuensi yang timbul sebagai akibat ibu bekerja di ruang publik yaitu masalah pengasuhan anak. Ibu yang bekerja di ruang publik harus menyerahkan sebagian perannya dalam mengasuh anak kepada orang lain.

  Fenomena ibu bekerja di ruang publik kemudian memunculkan fenomena baru yaitu munculnya para perempuan yang berprofesi sebagai pengasuh anak atau yang lebih dikenal dengan istilah baby sitter. Bahkan saat ini pengasuh anak atau baby sitter sudah memiliki yayasan penyalurnya sendiri.

  

    Pengasuhan diartikan sebagai sebuah proses interaksi yang berlangsung terus menerus antara orangtua dengan anak yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial, sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi yang tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan (http://repository.usu.ac.id

  

/bitstream/123456789/34210/3/Chapter%20II.pdf, diakses 8 September 2013

  pukul 13.39). Pengasuhan anak pada umumnya berada pada seorang ibu, dimana ibu dalam pengasuhannya selalu memberikan kasih sayang kepada anaknya dan memperhatikan setiap tumbuh kembang anaknya. Ibu merupakan salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan, dan menanamkan nilai-nilai agama, budaya, moral, kemanusiaan, pengetahuan, serta nilai-nilai lainnya kepada seorang anak.

  Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa pelakunya namun lebih menekankan pada aktivitas dari perkembangan dan pendidikan anak (http://repository.usu.ac.id/bitstream/

  

123456789/34210/3/Chapter%20II.pdf , diakses 22 Oktober 2013 pukul 11.21

  Wib). Oleh karenanya pengasuhan seorang anak umumnya meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial. Beranjak dari hal tersebut maka pengasuh anak merupakan salah satu orang yang akan berperan untuk mengasuh anak dari sebuah keluarga ketika orang tua dari anak tersebut berhalangan untuk menjalankan perannya dan harus mengalihkan peran pengasuhan anak kepada orang lain untuk sementara waktu dengan alasannya masing-masing. Pengasuh anaklah yang berperan untuk mengasuh anak baik dari segi fisik, emosi, dan sosial

  

    saat orang tua dari anak yang diasuhnya tersebut tidak ada. Peran ibu yang digantikan oleh pengasuh anak adalah :

1. Membimbing tahapan pertumbuhan anak 2.

  Merawat dan melindungi anak 3. Memberikan perhatian, waktu, dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial.

  (dikutip dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/342

  

10/3/Chapter%20II.pdf, diakses 8 September 2013 pukul 13.39 Wib)

Dahulu, masyarakat belum mengenal pekerjaan sebagai pengasuh anak.

  Namun, akibat lapangan perkerjaan yang tersedia terbatas dan tidak adanya skill yang dimiliki, serta adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat terhadap jasa pengasuh anak membuat anggota masyarakat melakoni pekerjaan tersebut. Pengasuh anak umumnya adalah seorang perempuan, walaupun tidak dipungkiri pada masa sekarang ini sudah ada laki-laki yang juga bekerja sebagai pengasuh anak. Namun, masyarakat pada umumnya lebih sering menggunakan jasa perempuan pengasuh anak dibandingkan dengan laki-laki. Para perempuan yang bekerja sebagai pengasuh anak tersebut biasanya berasal dari yayasan penyalur

  

baby sitter maupun yang berasal dari desa. Pengasuh anak adalah masyarakat

  pendatang yang berusaha dan berjuang di kota untuk mencari nafkah untuk keluarga mereka.

  Posisi pengasuh anak selalu rendah di dalam masyarakat kota metropolitan. Masyarakat memandang bahkan memperlakukan pengasuh anak sebagai kaum marginal, hal ini karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat, yaitu penggolongan individu berdasarkan status sosial mereka. Dalam persepsi masyarakat pada umumnya, pekerjaan sebagai pengasuh anak pekerjaan masyarakat kelas bawah. Masyarakat sering sekali stereotipe terhadap pengasuh anak, dimana masyarakat beranggapan bahwa pengasuh anak adalah anggota

  

    masyarakat dengan status sosial yang rendah sehingga gilirannya seorang pengasuh anak acap kali mendapat upah yang sangat rendah.

  Pada perkembangannya, pekerjaan sebagai pengasuh anak telah banyak dilakoni oleh masyarakat. Dari pengasuh anak yang tidak memiliki skill ataupun keahlian hingga yang memiliki skill dan terlatih. Saat ini telah terdapat yayasan yang melatih para pengasuh anak tersebut agar memiliki skill yang baik dalam mengasuh anak. Para yayasan ini memberikan pelatihan-pelatihan yang membantu dan membimbing para pengasuh anak agar dapat mengasuh anak dengan lebih baik lagi. Walaupun, tidak dapat dipungkiri bahwa pengasuh anak yang tidak memiliki skill lebih dominan pada saat ini dalam masyarakat.

  Fenomena yang menarik saat ini yaitu pelaku jasa pengasuh anak tidak hanya pada satu suku tertentu, tetapi dari berbagai suku yang didalamnya termasuk suku batak toba. Saat ini banyak perempuan dari suku batak toba yang memilih bekerja sebagai pengasuh anak. Perempuan batak toba yang meninggalkan kampung halaman mereka dan berjuang untuk hidup dengan bekerja di kota yang tidak memiliki keahlian ataupun skill membuat pilihan pekerjaan perempuan batak toba dalam masyarakat perkotaan adalah pekerjaan yang tidak membutuhkan skill. Perempuan batak toba sebagai pendukung ekonomi dalam keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya menjadikan pekerjaan pengasuh anak sebagai pilihan untuk pekerjaannya. Hal inilah yang dilakukan oleh perempuan batak toba pekerja pengasuh anak.

  

 

 

  

 

 

  Unsur sistem pelapisan dalam masyarakat yaitu status dan peran. Status sosial merupakan posisi seseorang dalam masyarakat secara umum sehubungan dengan orang lain. Serta peran merupakan aspek dinamis dari status, dimana seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan statusnya. Status merupakan hal yang menandakan perbedaan kelompok berdasarkan kehormatan dan kedudukan dalam masyarakat (Soekanto, 2006 : 210). Dimana pekerjaan pada umumnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan juga untuk menaikkan status sosial individu dalam masyarakat. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, pekerjaan yang tadinya dilakoni untuk menaikkan status sosial dalam masyarakat seperti guru, dokter, polisi, dan lain sebagainya, telah mengalami pergeseran. Pekerjaan yang terdapat dalam masyarakat semakin hari semakin beragam. Dimana pengasuh anak merupakan salah satu jenis pekerjaan yang saat ini tengah dilakoni oleh anggota masyarakat. Bekerja sebagai pengasuh anak tidaklah menaikan status sosial seseorang menjadi naik tetapi menurunkan status sosialnnya dalam masyarakat menjadi lebih rendah.

  Dalam masyarakat batak toba, anggota masyarakatnya mengenal istilah “anak ni raja” dan “boru ni raja”.

  Dalam filosofi batak “anak ni raja” dan “boru ni raja” merupakan sebuah penghormatan. Konsep sebutan boru ni raja dan anak ni raja adalah sebuah kehormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan, moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang saling tolong menolong tanpa pamrih dan tanpa imbalan atau suka membantu. Konsep raja dalam filosofi orang batak memiliki makna yang luas, mencakup teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai kehormatan baik dari cara bepakaian, cara berbicara, cara duduk, dan cara bergaul harus berperilaku seperti boru ni raja atau putri raja. (dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/Chap ter% 20I , diakses 23 September 2013 pukul 17.30).

  Dalam pandangan masyarakat batak, status sosial “boru ni raja” lebih tinggi daripada status sosial pengasuh anak. Para perempuan batak toba yang selama ini lekat dengan kehormatan seolah-olah meninggalkan hal tersebut, dan menjalankan kehidupannya dengan bekerja sebagai pengasuh anak. Status sosial pengasuh anak yang rendah dalam pandangan masyarakat turut mempengaruhi gaya hidup mereka, baik dari penampilan maupun perilaku mereka. Status sosial pengasuh anak yang dipandang rendah oleh masyarakat, memunculkan streotipe terhadap pengasuh anak. Pengasuh anak dianggap tidak akan dapat berpenampilan layaknya seorang putri raja karena tuntutan pekerjaanya, bahkan ada keluarga yang memperkerjakan seorang pengasuh anak yang mengharuskan untuk menggunakan seragam khusus pengasuh, ditambah lagi seorang pengasuh anak dianggap tidak dapat menjaga setiap tutur kata dan tingkah lakunya karena pengasuh anak selalu dituntut untuk sigap dan cekatan dalam melayani majikannya. Selain itu, pengasuh anak tentu saja tidak akan diperlakukan secara terhormat oleh lingkungan sekitarnya, baik itu oleh keluarga besarnya, teman- temannya, bahkan oleh keluarga yang menjadi majikannya.

  Stereotipe dari masyarakat mengenai pengasuh anak yang menganggap bahwa pengasuh anak adalah pekerjaan kelas bawah juga turut mempengaruhi perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak karena konsep “boru ni raja” merupakan konsep yang melekat dalam diri mereka sebagai bentuk penghormatan. Sehingga acap kali, perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak tak jarang menutupi pekerjaan mereka dari keluarga, teman, dan lingkungannya baik secara sengaja ataupun tidak. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak juga malu terhadap pekerjaan mereka sebagai pengasuh anak.

  

    Kota Medan merupakan kota metropolitan, dimana Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan wilayah dari provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Pada awalnya Kota Medan hanya memiliki 11 kecamatan dan 144 kelurahan. Melalui Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa kecamatan di Sumatera Utara, maka kecamatan yang ada di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan dimekarkan menjadi 19 Kecamatan. Kemudian dua wilayah di Kota Medan dimekarkan menjadi wilayah kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tahun 1992 tentang pembentukan kecamatan di Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, kecamatan di Kotamadya Medan yang semula berjumlah 19 menjadi 21 Kecamatan (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22098/4/Chapter%2 0II. pdf, diakses 7 November 2013 pukul 16.59 Wib).

  Kecamatan Medan Barat adalah salah satu kecamatan yang terdapat di kota Medan. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang mengalami pemekaran di kota Medan beradasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 59 tahun 1991. Kecamatan Medan Barat yang semula terdiri dari 13 kelurahan, setelah mengalami pemekaran menjadi 6 kelurahan dan 7 kelurahan lainnya bergabung membentu satu kecamatan baru yaitu kecamatan Medan Petisah. Luas wilayah Kecamatan Medan Barat adalah 5,33 Km². Salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Barat yaitu Kelurahan Sei Agul. Kelurahan Sei Agul merupakan masyarakat yang majemuk, dimana dalam kelurahan ini terdiri dari masyarakat yang beragam suku dan etnis, agama, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil pra observasi, Kelurahan Sei Agul merupakan

  

    salah satu kelurahan yang terdapat di kota Medan yang sebagian besar penduduknya memiliki aktivitas yang padat. Kesibukan tersebut membuat masyarakat yang terdapat di Kelurahan Sei Agul yang menggunakan jasa pengasuh anak.

  Berdasarkan latar belakang diatas sejumlah pertanyaan muncul yaitu mengenai Apakah yang mendorong perempuan batak toba bekerja sebagai pengasuh anak? Bagaimanakah ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba dalam masyarakat? Pernyataan permasalahan tersebut menarik untuk diteliti, sebab perempuan batak toba dengan adanya konsep “boru ni raja” mau bekerja sebagai pengasuh anak karena mereka yang selama ini lekat dengan kehormatan mau melakukan pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai pekerjaan masyarakat kelas bawah. Selain itu dengan konsep “boru ni raja” yang melekat dalam dirinya tentu akan memberikan pengaruh terhadap dirinya dalam menjalankan pekerjaannya dan mengekspresikan perannya dalam masyarakat.

  Selain menarik permasalahan tersebut juga penting untuk diteliti, karena dengan penelitian ini diharapkan penelitian ini memberikan suatu konstribusi teoritik baru dalam displin ilmu sosiologi. Selain itu dalam penelitian sebelumnya, peneliti belum menemukan penelitian mengenai pengasuh anak khususnya pada perempuan batak toba, serta peneliti juga belum menemukan penelitian yang mengangkat tentang eksperesi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba dalam masyarakat.

  

 

 

  1.2 Rumusan Masalah

  Berangkat dari fenomena sosial yaitu penggunaan jasa pengasuh anak dalam keluarga, bahkan kemudian membuat perempuan batak toba turut berprofesi sebagai pengasuh anak dan seolah-olah meninggalkan konsep yang ada pada masyarakat batak yaitu “boru ni raja”. Konsep “boru ni raja” yaitu bentuk penghormatan dan konsep yang mengajarkan perempuan batak untuk berperilaku layaknya putri raja. Dengan latar belakang sebagai perempuan batak toba dengan konsep “boru ni raja” yang tentu saja memberikan pengaruh dalam dirinya dalam mengekspresikan peran melalui pekerjaannya sebagai pengasuh anak dalam masyarakat. Rencana penelitian ini menjadi menarik dan tergolong baru serta secara logika dapat dirumuskan pernyataan permasalahannya. Rumusan masalah yaitu pertanyaaan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini agar lebih mengarah pada fokus penelitian yaitu : 1.

  Apakah yang mendorong perempuan dari suku batak toba bekerja sebagai pengasuh anak?

  2. Bagaimanakah ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba dalam masyarakat?

  1.3 Pembatasan Masalah

  Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan diatas dan supaya tidak terjadi ruang lingkup penelitian yang terlalu luas, dimana dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti merasa perlu membuat pembatasa masalah agar menjadi jelas

  

    Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah penelitian ini fokus untuk meneliti mengenai ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba di dalam masyarakat.

1.4 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian yaitu :

  1. Untuk mengetahui hal yang mendorong perempuan dari suku batak toba bekerja sebagai pengasuh anak.

  2. Untuk mengetahui ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba dalam masyarakat.

1.5 Manfaat Penelitian

  Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini yaitu :

  1.5.1 Manfaat Teoritis 1.

  Hasil yang akan diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba di dalam masyarakat yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran sosiologi khususnya sosiologi ekonomi.

  2. Menambah referensi hasil penelitian yang dapat dijadikan bahan rujukan bagi penelitian mahasiswa sosiologi berikutnya, serta dapat menambah wawasan ilmiah bagi mahasiswa ilmu sosial dan bagi masyarakat.

  1.5.2 Manfaat Praktis 1.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan untuk memahami seluk beluk mengenai perempuan pengasuh anak etnis batak toba yang dapat dijadikan proses pembelajaran dalam menyikapi

  

    fenomena sosial dan menjadi bahan rujukan bagi penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial.

  2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi instansi pemerintah, mengenai informasi perempuan yang bekerja sebagai pengasuh anak, yang dapat membantu membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan di dalamya.

1.6 Defenisi Konsep

  Penelitian ini adalah mengenai ekspresi peran perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba di dalam masyarakat yang berlokasi di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Medan. Agar penelitian ini tetap pada fokus penelitian dan tidak menimbulkan penafsiran ganda pada kemudian hari maka penelitian ini perlu dibuat defenisi konsep. Adapun yang menjadi defenisi konsep pada penelitian ini yaitu :

1. Pengasuh Anak

  Pengasuh anak adalah seseorang yang bekerja pada orang lain yang disebut sebagai majikan, yang tugas utamanya adalah mengasuh anak baik dari segi fisik, emosi, dan sosial. Pengasuh anak yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu perempuan yang bekerja sebagai pengasuh anak yang berasal dari suku batak toba. Dimana perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tersebut merupakan pengasuh anak yang berasal dari desa dan bukan berasal dari yayasan penyalur baby sitter 2.

   Boru ni Raja.

  Dalam masyarakat batak toba terdapat sebuah filosofi yang telah diturunkan secara turun temurun. Filosofi tersebut adalah “boru ni raja”,

  

    dimana istilah “boru ni raja” merupakan sebuah penghormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan, moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang saling tolong menolong tanpa pamrih dan tanpa imbalan atau suka membantu.

  Konsep “boru raja” tersebut mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai kehormatan baik dari cara bepakaian, cara berbicara, cara duduk, dan cara bergaul harus berperilaku seperti boru ni raja atau putri raja (dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234

  56789/Chapter %20I , diakses 23 September 2013 pukul 17.30).

3. Pekerjaan.

  Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pekerja guna mendapatkan hal berupa gaji maupun upah. Pekerjaan tidaklah sama dengan bekerja. Mengutip dari Honour dan Mainwaring (1982 : 187) menjelaskan bahwa pekerjaan ditandai dengan adanya suatu tugas yang memiliki aktivitas atau sifat usaha di dalamnya. Pekerjaan merupakan salah satu identitas seseorang. Dimana sebutan untuk individu yang melakukan pekerjaan adalah pekerja. Pekerja adalah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja (Toha dan Pramono, 1987: 7). Dimana pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pekerjaan sebagai pengasuh anak, dan yang menjadi pekerja pengasuh anak dalam penelitian ini adalah perempuan batak toba.

   

 

 

4. Ekspresi Peran

  Ekspresi diartikan sebagai bentuk pengungkapan atau suatu proses dalam menyatakan maupun memperlihatkan maksud, gagasan, dan perasaan. Peran merupakan aspek dinamis dari status. Dimana antara peran dan status akan selalu berkaitan satu dengan yang lainnya. Peran adalah petunjuk bagi individu dalam berperilaku dalam masyarakat. Dalam penelitian ini peran yang dimaksud adalah peran dari perempuan pekerja pengasuh anak etnis batak toba. Dimana selain memiliki peran sebagai pengasuh anak, juga terdapat peran sebagai perempuan batak toba dengan konsep “boru ni raja” yang melekat dalam dirinya.

  Dalam interaksi sosialnnya masing-masing individu memiliki ekspresi perannya tersendiri. Dimana dalam penelitian ini ekspresi peran yang dimaksud adalah ekspresi perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak dalam masyarakat. Ekspresi peran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dimana individu menyadari bahwa individu tersebut memiliki dan mengetahui suatu peran dalam dirinya akan tetapi individu tersebut berusaha untuk memainkan peran yang lain yang bukan peran dirinya. Ekspresi peran tersebut juga dimaksud untuk melihat bagaimana perempuan pekerja pengasuh anak tersebut membangun sosok dirinya dalam masyarakat, dengan adanya peran yang saling bertolak belakang yang dilakoninya. Dimana disamping berperan sebagai “boru ni raja” yang memiliki status sosial yang tinggi, perempuan batak toba tersebut juga berperan sebagai pengasuh anak yang memiliki status sosial yang rendah .

  

 

 

Dokumen yang terkait

Ekspresi Peran Perempuan Pekerja Pengasuh Anak di Dalam Masyarakat (Studi Pada Perempuan Pengasuh Anak Etnis Batak Toba) di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Medan

1 62 105

Hak Mewaris Anak Perempuan Dalam Masyarakat Batak Toba (Studi Di Kecamatan Pangururan - Kabupaten Samosir)

3 77 127

Perkembangan Hak Waris Anak Perempuan Dan Janda Pada Masyarakat Batak Toba Di Perkotaan (Suatu Penelitian di Kelurahan Sudi Rejo II, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan)

0 28 127

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Kedudukan Anak Angkat Perempuan Terhadap Harta Warisan Di Kalangan Etnis Tionghoa Suku Hainan Di Kota Medan

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak di Indonesia

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peran Organisasi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kota Medan

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Efektifitas Program Pelayanan Sosial Anak Balita di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Anak Balita Medan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Program Raskin ( Beras untuk Masyarakat Miskin ) di Kecamatan Medan Sunggal (Studi pada Kelurahan Babura)

0 0 23

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat - Ekspresi Peran Perempuan Pekerja Pengasuh Anak di Dalam Masyarakat (Studi Pada Perempuan Pengasuh Anak Etnis Batak Toba) di Kelurahan Sei Agul, Kecamatan Medan Barat, Medan

0 0 14